4 Patofisiologi
Aterosklerosis coroner adalah penyebab terbanyak penurunan aliran darah
coroner.
Aterosklerosis adalah penyakit progresif yang ditandai dengan
pembentukan atroma (plak), yang memengaruhi lap;isan intima dan media arteri
besar dan ukuran sedang.
Ateroklerosis arteri koroner merupakan penyakit progresif yang dimulai din
kehidupan awal. Walaupun terdapat beberapa faktor resiko, cedera endotel
disebabkan oleh respons inflamasi pada lapisan intima dinding pembuluh darah
dan penegndapan lemak pada dinding. Proses ini terjadi dalam lima fase yang
meliputi enam tipe perkembangan lesi (Figur 56-1).
Fase 1 terjadi pada orang berusia <30 tahun dan secara klinis ditandai dengan
lesi tipe 1 sampai III yang tidak terdekteksi secara klinis dan tidak mempertebal
dinding pembuluh darah atau mempersempit lumen arteri. Lesi tipe 1 merupakan
adaptasi mikroskopik pada otot polos dan terjadi terutama di dekat percabangan
arteri. Lesi tipe 1 berkembang dan mutur menjadi lesi tipe II. Lesi tipe III dikenal
sebagai lesi intermediet, terjadi selama usia 20-an. Lesi ini mengelilingi otot
polos. Lesi tipe III juga disebut sebagai lesi pra-ateroma karena menjembatan
lesi awal dan lesi lanjut. Pada fase 1, perkembangan lesi tidak dapat diramalkan,
khas, dan seragam.
Fase 2, ditandai dengan lesi tipe IV dan V, mencerminkan perkembangan plak
yang tentan. Lesi tipe IV juga disebut sebagai ateroma, ditandai dengan
perubahan lanjut pada struktur intima yang disebabkan akumulasi sejumlah besar
lipid ekstraselular dan jaringan fibrosa yang terlokalisasi membentuk inti lipid.
Inti lipid menembalkan dinding arteri tetapi sering tidak menyebabkan
penympitan lumen arteri. Bagian tepi IV rentan mengalami reptur yang dapat
menyebkan perkembangan cepat ke lesi yang lebih buruk.
Jika jaringan ikat fibrosa baru membentuk penutup pelindung tipisyang
menutupi ateroma, lesi diklasifikasikan sebagai lesi tipe V. Lesi ini selanjutnya
dibagi lapisan inti lemak multipel yang bertumpuk secara tidak teratur yang
dipisahkan oleh lapisan tebal jaringan ikat fibrosa. Lesi ini dapat berkemabang
dengan cepat membentuk lesi tipe VI atau terus berkembang menjadi plak
stenosis yang akhirnya menyumbat seleuruh lumen arteri. Lesi tipe V yang
mengandung kalsium di dalam inti lemak dan bagian lesi lain disebut sebagai
lesi tipe Vb. Tidk adanya lain lesi merupakan karakteristik lesi tipe Vc. Lesi tipe
Vc sering ditemukan pada arteri ditungkai.
Fase 3 ditandai dengan ganguang akut lesi tipe IV dan V yang menyebakan
pembentukan trombus dan perkembangan lesi tipe VI (komplikata). Jika
pembentukan thrombus selama fase 3 tidak membatasiu aliran darah di dalam
arteri, peristiwa ini biasanya tidak menimbulkan gejala. Hasil dari fase 3 adalah
peningkatan cepat pada ukuran plak yang dapat menyebabkan angina stabil. Jika
thrombus mengurangi atau menghambat aliran darah dalam arteri (fase IV),
sindrom coroner akut seperti angina tidak stabil, infark miokardium atau
kematian jnatung mendadak sering terjadi. Lesi tipe VI ditandai dengan inti
yangt mengandung lipid ekstraseluler, faktor jaringan, kolagen, trombosit,
thrombin dan fibrin. Lesi ini dapat menyebabkan gangguan p;ermukaan plak,
hematoma, atau perdarahan dalam p;lak, serta thrombosis.
Fae 5 mengikuti fase 3 atau 4 dan terjadi saat thrombus pada plak yang
mengalami klasifikasi (lesi tipe Vb) atau mengalami fibrosis (lesi tipe Vc),
membentuk lesi stenotik kronis. Lesi fase 5 sering berisi trombi yang terartur
dari beberapa ep;isode gangguan plak, ulserasi, pendarahan, dan organisasi.
Seiring dengan perkembangan lesi fase 5, lesi ini akan menyebabkan oklusi yang
lebih besar pada lumen arteri dan sering menyebabkan oklusi total. Lesi fase 5
berkaitandengan angina tidak stabil kronis dan sering disertai p;erkembangan
sirkulasi kolateral.
Sirkulasi kolateral adalah adanya lebih dari satu arteri yang memperdarahi
suatu otot. Secara normal, sirkulasi kolateral terdapat pada arteri coroner
terutama pada orang berusia lanjut. Pembuluh kolateral terbentuk jika aliran
darah melalui suatu arteri menurun secara progresif dan menyebabkan iskemia
pada otot. Pembuluh darah tambahan akan berkembang untuk memenuhi
kebutuhan metabolic otot jantung. Perkembangan sirkulasi kolateral ini
membutuhkan waktu sehingga oklusi arteri coroner pada orang berusia muda
kebanyakan bersifat letal karena tidak terdap;at arteri kolateral untuk
memperdarahi miokardium.
Selama beberapa tahun, peneliti menduga bahwa lebih banyak lesi tipe
obstruktif (tipe Vb dan Vc) bertanggung jawab p;ada oklusi arteri coroner danb
peristiwa coroner akut. Sebaliknya, banyaki studi terkini melaporkan lesi yang
menyebabkan stenosis ringan (tipe IV dean Va) lebihg sering berhubungan
dengan perkembangan cepat p;ada oklusi coroner. Faktanya sekitar 60-70%
sindrom coroner akut terjadi pada arteri dengan oklusi akibat stenosis ringan
(<50%) atau sedang (stenosis 50-70%). Diduga hal ini terjadi karena semakin
tidak oklusif suatu lesi, lesi akan lebih rentan mengalami rupture dan thrombosis.
Gangguan plak diduga terjadi akibat stress eksternal pada pembuluh darah dan
perubahan internal yang meningkatkan fragilis plak. Kekuatan fisik yang
melebihi tekanan eksternal pada plak ateroklerosis seperti tekanan darah dan
nadi, kontraksi jantung, vasospasme, dan stress dapat memicu rupture plak.
Faktor internal seperti inflamasi, dpat meningkatkan kerentanan plak.
Anda dikatakan berhasil dalam tes ini jika mengalami sakit dada,
gangguan irama jantung, penurunan abnormal tekanan darah, atau perubahan pada
EKG.
Apabila hasil abnormal diperoleh dalam kurun waktu tes yang singkat,
berarti kemungkinan. Biasanya, anda akan dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan lanjutan, entah dengan sidik perfusi jantung atau angiografi koroner.
Hal ini dilakukan untuk mengonfirmasi temuan dari uji ban berjalan dan tingkat
permasalahan PJK.
Hasil treadmill test ini bisa jadi tidak dapat disimpulkan (inconclusive)
jika dihentikan sebelum waktunya (misalnya, karena kaki pasien tiba-tiba sakit
atau ia kelelahan) dan hasil EKG tidak menunjukan abnormalitas. Oleh karena itu,
biasanya pasien akan dianjurkan untuk melakukan jenis pemeriksaan yang lain.
Sidik Perfusi
Uji ini dialkukan dengan menyuntikna bahan-bahan radioaktif yang
disebut isotop dalam jumlah yang sangat kecil. kemudian, dilakukan pemindaian
denga kamera khusus. Untuk jantung, biasanya digunakan isotop talium dan
teknitium. Isotop ini akan diserap oleh jantung dengan aliran darah koroner yang
normal. Dalam kasus penyempitan atau penyumbatan koroner, maka jantung tidak
akan mampu menyerap dengan baik isotop yang disuntikan. Tes ini disebut juga
tes pemindaian nuklir (nuclear scan test).
Pemindaian isotop dilakukan dalam dua tahap, sekali saat jantung diberi
beban dan sekali lagi saat beristirahat, kemudian hasilnya dibandingkan. Yang
dimaksud dengan diberi beban atau pembebanan bagi jantung adalah penderita
diminta berjalan/berlari di ban berjalan(tradmill) atau, bagi yang tidak mampu
karena kaki sakit atau penyakit paru, maka jantung dirangsang berkontraksi
dengan obat-obatan.
Walaupun terkesan menyeramkankarena mengunakan bahan radioaktif,
pemeriksaan ini sama sekali tidak berbahaya.meskipun terkesan lebihrumit,
sebenrnya tes ini lebih baik daripada tes ban berjalan. Cara pengembalian ini juga
dapat menjadi alternatif bagi mereka yang karena berbagai hal (seperti
abnormalitas EKG) tidak bisa menjalani tes treadmill. Tentu saja biaya tes ini
lebih mahal beberapa kali lipat daripada tes treadmill.
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi adalah penayangan “live show of the heart”.
Ini adalah tes pencitraan jantung yang bermanfaat untuk mengentahui berbagai
struktuir jantung dan gerak geriknya secara langsung. Melalui pemriksaan ini,
dapat dideteksi ruang-ruang jantung katup-katup jantung penebalan dinding
jantung, dan abnormalitas gerkan otot jantung. Pemeriksaan ini juga dapat
mengetahui adanya cairan pada selaput jantung dan juga tumor di dalam ruang
jantung.
Ekokardiografi dapat memberikan informasi ada setidaknya gangguan
gerakan jantung dan fungsi pompa jantung. Dalam hal fungdi pompa jantung ini,
dokter jantung biasanya menggunakna istilah ejection fraction(EF) hasuil EF di
atas 50% mengesankan fungsi kontraksi jantung masih terjaga.
Pemeriksaan ekokardiografi standar tidak dimaksudkan untuk
mendekteksi adanya penyakit jantung koroner. jadi, walaupun hasil tes normal,
belum tentu pembuluh koroner jantung baik-baik saja. Jika dimanfaatkan untuk
diteksi penyakit jantung koroner, ekokardiografi perlu ditemani dengan tes
pembebanan. jadi, pada periksaan ini, jantung pasien akan dipacu baik dengan
beban aktivitas (tes treadmill) maupun dipacu obat (dobutamin) agar berkontraksi
lebih kuat. Pada saat kontraksi kuat ter
Kateterisasi Koroner
Kateterisasi koroner adalah pemeriksan gold standard (paling teoercaya)
untuk memastikan adanya abnormalitas pembuluh koroner, kateterisasi ini dapat
mendekteksi penyempitan atau penyumbatan pembuluh koroner. Kateterisasi
jantung dilakukan untuk mengonfirmasi temuan sidik perfusi dan menentukan
pilihan terapi terbaik, apakah dengan obat-obatan, pemasangan stent, atau operasi
bypass.
Pemeriksaan katetersisasi koroner ini dilakukan dalam ruang khusus yang
dilengkapi kamera yang dapat diputar ke segala arah. Tindakan ini berlangsung
dalam kondisi pasien yang sadar penuh setelah disuntik bius setempat.
selanjutnya, seutas selang kateter kecil berdiameter sekitasr 2mm dan panjang 1
meter diselipakn memalui pembuluh darah di pangkal paha atau lengan.
Kateter tersebut akan menyusuri pembuluh darah besar hingga mencapai
liang koroner, zat pewarna (kontras) akan disemprotkan untuk menampilkan
visualisasi penyempitan pembuluh koroner akan segera terlihat di layar.
Jantung
kekurangan O2
Kontraksi jantung
menurun Nyeri akut
Perlu menghindari
Curah jantung komplikasi
menurun
Nyeri b.d Takut
iskemia mati
Diperlukan
pengetahuan tinggi
Cemas
Kurang pengetahuan
Cemas b.d b.d deficit
kematian knowledge
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jantung coroner adalah suatu penyakit yang muncul karena adanya
penyempitan pada pembuluh darah yang memasok oksigen ke otak. Penyempitan
p;embuluh darah ini terjadi karena adanya plak pada saluran arteri. Faktor risiko
mencakup usia, jenis kelamin, riwayat genetic dan ras.
3.2 Saran
Kami berharap mahasiswa yang berada di lingkup kesehatan banyak membaca
dan mempelajari mengenai penyakit. Dan demi kesempurnaan makalah ini, kami
sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun kearah
kebaikan demi kelancaran dan kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Onibala, Tiffany. Konsep Penyakit Jantung Koroner Konsep Medis. Diakses pada
tanggal 2 Maret 2020 melalui:
https://www.academia.edu/33411421/KONSEP_PENYAKIT_JANTUNG_KORONE
R_KONSEP_MEDIS_2.1_Pengertian_Penyakit_Jantung_Koroner