Anda di halaman 1dari 17

2.

4 Patofisiologi
Aterosklerosis coroner adalah penyebab terbanyak penurunan aliran darah
coroner.
Aterosklerosis adalah penyakit progresif yang ditandai dengan
pembentukan atroma (plak), yang memengaruhi lap;isan intima dan media arteri
besar dan ukuran sedang.
Ateroklerosis arteri koroner merupakan penyakit progresif yang dimulai din
kehidupan awal. Walaupun terdapat beberapa faktor resiko, cedera endotel
disebabkan oleh respons inflamasi pada lapisan intima dinding pembuluh darah
dan penegndapan lemak pada dinding. Proses ini terjadi dalam lima fase yang
meliputi enam tipe perkembangan lesi (Figur 56-1).
Fase 1 terjadi pada orang berusia <30 tahun dan secara klinis ditandai dengan
lesi tipe 1 sampai III yang tidak terdekteksi secara klinis dan tidak mempertebal
dinding pembuluh darah atau mempersempit lumen arteri. Lesi tipe 1 merupakan
adaptasi mikroskopik pada otot polos dan terjadi terutama di dekat percabangan
arteri. Lesi tipe 1 berkembang dan mutur menjadi lesi tipe II. Lesi tipe III dikenal
sebagai lesi intermediet, terjadi selama usia 20-an. Lesi ini mengelilingi otot
polos. Lesi tipe III juga disebut sebagai lesi pra-ateroma karena menjembatan
lesi awal dan lesi lanjut. Pada fase 1, perkembangan lesi tidak dapat diramalkan,
khas, dan seragam.
Fase 2, ditandai dengan lesi tipe IV dan V, mencerminkan perkembangan plak
yang tentan. Lesi tipe IV juga disebut sebagai ateroma, ditandai dengan
perubahan lanjut pada struktur intima yang disebabkan akumulasi sejumlah besar
lipid ekstraselular dan jaringan fibrosa yang terlokalisasi membentuk inti lipid.
Inti lipid menembalkan dinding arteri tetapi sering tidak menyebabkan
penympitan lumen arteri. Bagian tepi IV rentan mengalami reptur yang dapat
menyebkan perkembangan cepat ke lesi yang lebih buruk.
Jika jaringan ikat fibrosa baru membentuk penutup pelindung tipisyang
menutupi ateroma, lesi diklasifikasikan sebagai lesi tipe V. Lesi ini selanjutnya
dibagi lapisan inti lemak multipel yang bertumpuk secara tidak teratur yang
dipisahkan oleh lapisan tebal jaringan ikat fibrosa. Lesi ini dapat berkemabang
dengan cepat membentuk lesi tipe VI atau terus berkembang menjadi plak
stenosis yang akhirnya menyumbat seleuruh lumen arteri. Lesi tipe V yang
mengandung kalsium di dalam inti lemak dan bagian lesi lain disebut sebagai
lesi tipe Vb. Tidk adanya lain lesi merupakan karakteristik lesi tipe Vc. Lesi tipe
Vc sering ditemukan pada arteri ditungkai.
Fase 3 ditandai dengan ganguang akut lesi tipe IV dan V yang menyebakan
pembentukan trombus dan perkembangan lesi tipe VI (komplikata). Jika
pembentukan thrombus selama fase 3 tidak membatasiu aliran darah di dalam
arteri, peristiwa ini biasanya tidak menimbulkan gejala. Hasil dari fase 3 adalah
peningkatan cepat pada ukuran plak yang dapat menyebabkan angina stabil. Jika
thrombus mengurangi atau menghambat aliran darah dalam arteri (fase IV),
sindrom coroner akut seperti angina tidak stabil, infark miokardium atau
kematian jnatung mendadak sering terjadi. Lesi tipe VI ditandai dengan inti
yangt mengandung lipid ekstraseluler, faktor jaringan, kolagen, trombosit,
thrombin dan fibrin. Lesi ini dapat menyebabkan gangguan p;ermukaan plak,
hematoma, atau perdarahan dalam p;lak, serta thrombosis.
Fae 5 mengikuti fase 3 atau 4 dan terjadi saat thrombus pada plak yang
mengalami klasifikasi (lesi tipe Vb) atau mengalami fibrosis (lesi tipe Vc),
membentuk lesi stenotik kronis. Lesi fase 5 sering berisi trombi yang terartur
dari beberapa ep;isode gangguan plak, ulserasi, pendarahan, dan organisasi.
Seiring dengan perkembangan lesi fase 5, lesi ini akan menyebabkan oklusi yang
lebih besar pada lumen arteri dan sering menyebabkan oklusi total. Lesi fase 5
berkaitandengan angina tidak stabil kronis dan sering disertai p;erkembangan
sirkulasi kolateral.
Sirkulasi kolateral adalah adanya lebih dari satu arteri yang memperdarahi
suatu otot. Secara normal, sirkulasi kolateral terdapat pada arteri coroner
terutama pada orang berusia lanjut. Pembuluh kolateral terbentuk jika aliran
darah melalui suatu arteri menurun secara progresif dan menyebabkan iskemia
pada otot. Pembuluh darah tambahan akan berkembang untuk memenuhi
kebutuhan metabolic otot jantung. Perkembangan sirkulasi kolateral ini
membutuhkan waktu sehingga oklusi arteri coroner pada orang berusia muda
kebanyakan bersifat letal karena tidak terdap;at arteri kolateral untuk
memperdarahi miokardium.
Selama beberapa tahun, peneliti menduga bahwa lebih banyak lesi tipe
obstruktif (tipe Vb dan Vc) bertanggung jawab p;ada oklusi arteri coroner danb
peristiwa coroner akut. Sebaliknya, banyaki studi terkini melaporkan lesi yang
menyebabkan stenosis ringan (tipe IV dean Va) lebihg sering berhubungan
dengan perkembangan cepat p;ada oklusi coroner. Faktanya sekitar 60-70%
sindrom coroner akut terjadi pada arteri dengan oklusi akibat stenosis ringan
(<50%) atau sedang (stenosis 50-70%). Diduga hal ini terjadi karena semakin
tidak oklusif suatu lesi, lesi akan lebih rentan mengalami rupture dan thrombosis.
Gangguan plak diduga terjadi akibat stress eksternal pada pembuluh darah dan
perubahan internal yang meningkatkan fragilis plak. Kekuatan fisik yang
melebihi tekanan eksternal pada plak ateroklerosis seperti tekanan darah dan
nadi, kontraksi jantung, vasospasme, dan stress dapat memicu rupture plak.
Faktor internal seperti inflamasi, dpat meningkatkan kerentanan plak.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Foto rontgen dada
Pemeriksaan dengan foto rontgen dada memang tidak bertujuan langsung
mendekteksi penyempitan pembuluh koroner. Jadi, apabila hasil foto rontgen
ternyata normal, tidak lantas berarti anda bebas dari penyakit jantung koroner.
Informasi pada foto hitam putih ini akan membantu dokter menganalisis derajat
masalah jantung dan keterkaitan organ dada lainnya, seperti tulang, dengan
penyakit paru-paru yang menyertai.
Foto rontgen akan memberikan gambaran tentang pembesaran jantung,
akumulasi cairan di paru-paru, pelebaran pembuluh darah, dan pengapuran
struktur jantung. Hasil foto ini juga akan menyingkirkan sebab penyakit serius
lain di paru-paru. Oleh karena itu, pengambilan foto rontgen dapat dilakukan
secara rutin untuk pengecekan jantung.
Uji laboratorium
Bagi dokter, darah adalah sumber informasi berharga. Darah bisa bercerita
banyak tentang kondisi kesehatan seseorang. Oleh karena itu, pengujian darah
perlu dilakukan dalam setiap pemeriksaan kesehatan termasuk penyakit jantung.
Pemeriksaan darah biasanya dilakukan untuk mengetahui kadar hemoglobin,
hematokrit, leukosit, trombosit, kolestrol, serta fungsi ginjal (ureun, kreatinin,dan
elektrolit seperti natrium dan kalium serta fungsi hati (SGOT dan SGPT).
Penderita serangan jantung juga perlu melakukan pemeriksaan kadar
enzim jantung, seperti troponin dan CK-MB. Peningkatan kadar enzim jantung
yang signifikan merupakan pertanda kerusakan otot jantung. Kenaikan kadar
enzim jantung. Sebaiknya, pemeriksaan darah dilakukan di laboratorium yang
telah terakreditasi agar hasil pemeriksaan dapat dipercaya.
Elektrokardiografi
Pemeriksaan eletrokardiografi (EKG) hampir pasti dilakukan penderita
yang baru pertama kali berobat ke dokter jantung. Alat EKG yang ditemukan satu
abad silam ini dapat merekam aktivitas elektrik jantung. Alat ini digunakan untuk
mengetahui gambaran otot-otot jantung yang mengalami kekurangan oksigen
(iskemia). Dalam kasus serangan jantung, rekaamn EKG dapat menunjukan lokasi
penyumbatan pembuluh koroner, luas otot jantung yang terancam, bahkan juga
otot jantung yang mati.
EKG adalah pemeriksaan utama untuk mendekteksi resiko serangan
jantung dan menentukan metode pengobatan yang tepat. EKG juga dapat
berfungsi untuk mendekteksi ganguan irama jantung, abnormalitas ukuran ruang
jantung, dan gangguan keseimbangan elektrolit tubuh. Pemeriksaan EKG tidak
menimbulkan rasa sakit sama sekali dan biayanya pun terjangkau. Anda akan
diperiksa sambil berbaring dengan tempelan di dada, lengan , dan tungkai yang
terhubung dengan mesin EKG, proses perekaman EKG hanya memakan waktu
beberapa menit.
Uji beban Jantung
Apabila dokter meragukan adanya penyempitan pembuluh koroner, maka
uji beban jantung (stres test) akan dilakukan. Uji ini dapat diibaratkan menguji
coba mobil dengan test drive atau uji berjalan. Uji beban jantung dapat
mengungkap penyempitan pembuluh koroner yang menggangu kelancaran aliran
darah.
Ada berbagai maca uji beban jantung, yaitu uji ban berjalan (treadmill
test) sidik perfusi denagn pencitraan nuklir, dan ekokardiografi yang dipadu
dengan obat.
Maksud dari semua pemeriksaan tersebut adalah mengetahui kepastian
kekuatan jantung saat diberi beban. Beban yang dimaksud disini adalah aktivitas
seperti berjalan, berlari ditempat, atau pemberian obat-obatan yang memacu
denyut jantung seperti saar sedang menjalani aktivitas fisik.
Semestinya, pembuluh koroner yang normal akan melebar apabila
seseorang beraktivitas fisik. Pelebaran itu terjadi untuk menambah aliran darah
agar kebutuhan “bahan bakar” jantung yang tengah berkerja dapat terpenuhi. Jika
pembuluh koroner menyempit, suplai darah ke jantung yang digenjot tidak
tercukupi. Keadaan ini bisa didekteksi dengan uji beban jantung.
Hasil uji beban jantung yang normal tidak lanats menjadi tiket untuk bebas
dari serangan jantung. Serangan jantung bisa saja terjadi kendati pebuluh koroner
belum menyempit. Peristiwa serangan jantung terkait dengan kehadiran plak yang
rapuh. Uji beban tidak dapat digunakan untuk mengetahui kehadiran plak rapuh
tersebut, tetapi hanya untuk mendekteksi penyempitan pembuluh koroner.
Uji Ban Berjalan (Treadmill Test)
Uji ban berjalan adalah uji beban jantung yang mudah dilakukan dan
tersedia secara luas. Tubuh anda akan ditempeli kabel elektroda yang sama seperti
kabel dalam tes EKG. Uji ini diawali dengan kecepatan ban berjalan yang lambat,
kemudian semakin cepat dan menanjak bagai mendaki bukit, setiap 3 menit.
Namun, tidak semua periode tersebut harus dijalani dan anda dpat berhasil kapan
saja. biasanya, alasan untuk berhenti adalh sakit dad, sesak, atau lelah.
Dokter akan selalu memantau rekaman EKG dilayar monitor selama tas
berlangsung. Jika terjadi abnormalitas EKG, dokter akan menghasilkan tes
kendati anda mungkin merasa baik-baik saja.

Anda dikatakan berhasil dalam tes ini jika mengalami sakit dada,
gangguan irama jantung, penurunan abnormal tekanan darah, atau perubahan pada
EKG.
Apabila hasil abnormal diperoleh dalam kurun waktu tes yang singkat,
berarti kemungkinan. Biasanya, anda akan dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan lanjutan, entah dengan sidik perfusi jantung atau angiografi koroner.
Hal ini dilakukan untuk mengonfirmasi temuan dari uji ban berjalan dan tingkat
permasalahan PJK.
Hasil treadmill test ini bisa jadi tidak dapat disimpulkan (inconclusive)
jika dihentikan sebelum waktunya (misalnya, karena kaki pasien tiba-tiba sakit
atau ia kelelahan) dan hasil EKG tidak menunjukan abnormalitas. Oleh karena itu,
biasanya pasien akan dianjurkan untuk melakukan jenis pemeriksaan yang lain.
Sidik Perfusi
Uji ini dialkukan dengan menyuntikna bahan-bahan radioaktif yang
disebut isotop dalam jumlah yang sangat kecil. kemudian, dilakukan pemindaian
denga kamera khusus. Untuk jantung, biasanya digunakan isotop talium dan
teknitium. Isotop ini akan diserap oleh jantung dengan aliran darah koroner yang
normal. Dalam kasus penyempitan atau penyumbatan koroner, maka jantung tidak
akan mampu menyerap dengan baik isotop yang disuntikan. Tes ini disebut juga
tes pemindaian nuklir (nuclear scan test).
Pemindaian isotop dilakukan dalam dua tahap, sekali saat jantung diberi
beban dan sekali lagi saat beristirahat, kemudian hasilnya dibandingkan. Yang
dimaksud dengan diberi beban atau pembebanan bagi jantung adalah penderita
diminta berjalan/berlari di ban berjalan(tradmill) atau, bagi yang tidak mampu
karena kaki sakit atau penyakit paru, maka jantung dirangsang berkontraksi
dengan obat-obatan.
Walaupun terkesan menyeramkankarena mengunakan bahan radioaktif,
pemeriksaan ini sama sekali tidak berbahaya.meskipun terkesan lebihrumit,
sebenrnya tes ini lebih baik daripada tes ban berjalan. Cara pengembalian ini juga
dapat menjadi alternatif bagi mereka yang karena berbagai hal (seperti
abnormalitas EKG) tidak bisa menjalani tes treadmill. Tentu saja biaya tes ini
lebih mahal beberapa kali lipat daripada tes treadmill.
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi adalah penayangan “live show of the heart”.
Ini adalah tes pencitraan jantung yang bermanfaat untuk mengentahui berbagai
struktuir jantung dan gerak geriknya secara langsung. Melalui pemriksaan ini,
dapat dideteksi ruang-ruang jantung katup-katup jantung penebalan dinding
jantung, dan abnormalitas gerkan otot jantung. Pemeriksaan ini juga dapat
mengetahui adanya cairan pada selaput jantung dan juga tumor di dalam ruang
jantung.
Ekokardiografi dapat memberikan informasi ada setidaknya gangguan
gerakan jantung dan fungsi pompa jantung. Dalam hal fungdi pompa jantung ini,
dokter jantung biasanya menggunakna istilah ejection fraction(EF) hasuil EF di
atas 50% mengesankan fungsi kontraksi jantung masih terjaga.
Pemeriksaan ekokardiografi standar tidak dimaksudkan untuk
mendekteksi adanya penyakit jantung koroner. jadi, walaupun hasil tes normal,
belum tentu pembuluh koroner jantung baik-baik saja. Jika dimanfaatkan untuk
diteksi penyakit jantung koroner, ekokardiografi perlu ditemani dengan tes
pembebanan. jadi, pada periksaan ini, jantung pasien akan dipacu baik dengan
beban aktivitas (tes treadmill) maupun dipacu obat (dobutamin) agar berkontraksi
lebih kuat. Pada saat kontraksi kuat ter
Kateterisasi Koroner
Kateterisasi koroner adalah pemeriksan gold standard (paling teoercaya)
untuk memastikan adanya abnormalitas pembuluh koroner, kateterisasi ini dapat
mendekteksi penyempitan atau penyumbatan pembuluh koroner. Kateterisasi
jantung dilakukan untuk mengonfirmasi temuan sidik perfusi dan menentukan
pilihan terapi terbaik, apakah dengan obat-obatan, pemasangan stent, atau operasi
bypass.
Pemeriksaan katetersisasi koroner ini dilakukan dalam ruang khusus yang
dilengkapi kamera yang dapat diputar ke segala arah. Tindakan ini berlangsung
dalam kondisi pasien yang sadar penuh setelah disuntik bius setempat.
selanjutnya, seutas selang kateter kecil berdiameter sekitasr 2mm dan panjang 1
meter diselipakn memalui pembuluh darah di pangkal paha atau lengan.
Kateter tersebut akan menyusuri pembuluh darah besar hingga mencapai
liang koroner, zat pewarna (kontras) akan disemprotkan untuk menampilkan
visualisasi penyempitan pembuluh koroner akan segera terlihat di layar.

2.6 Pengobatan dan Penatalaksanaan


2.6.1 Pengobatan CAD
Bedah arteri coroner. Pencangkokan Pintasan Arteri Koroner
(CABG) adalah prosedur yag digunakan untuk memintas arteri coroner yang
terhalang. Untuk meningkatkan aliran darah ke otot jantung dan
menghilangkan nyeri dada (angina), pembedahan ini merupakan prosedur
‘’pembukaan jantung’’ serius bagi pasien dengan kegagalan jantung. Dalam
kebanyakan kasus,pencangkokan pintasan menggunakan perpaduan arteri
loraks internal dan vena safena dari kaki. Saat prosedur ini di lakukan,pasien
tersambung dengan mesin jantung –paru-paru dan jantung di hentikan.
Prosedur Kateter. Bergantung pada keparahan kondisi, bedah dengan
invasi minimal juga tersedia. Prosedur ini mencakup angioplasty atau
pembidaian intrakoroner. Angioplasti Balon adalah proses dimana sebuah
balon dikembangkan didalam arteri yang terhalang, sering kali
menghasilkan pembentukan kalsium dan lemak di dalam dinding arteri.
Balon dikempiskan dalam waktu singkat, sehingga memberikan ruang yang
lebih luas bagi darah untuk mengalir. Dokter juga dapat meletakkan sebuah
bidal, mata jaring kawat lunak di dalam arteri untuk memastikan bahwa
arteri tetap terbuka. Ini biasanya merupakan pilihan pertama bagi para
pasien yang menderita serangan jantung.
Obat-obatan. Pasien bisa diminta untuk mengonsumsi obat-obatan
melawan kolesterol, tekanan darah tinggi dan diabetes. Penyebab utama
penyakit jantung coroner ini dapat disembuhkan dengan obat-obatan.
Bergantung pada keparahan CHD, obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita PJK diantaranya ;
a. Obat Nitrat, beragam jenis nitrat telah digunakan untuk meredakan nyeri
dada akibat penyempitan coroner (sakit dada khas penyakit jantung). Obat
ini paling banyak digunakan karena cepat mengatasi sakit dada hanya
dengan diisap di bawah lidah atau disemprotkan.Nitrat bekerja dengan cara
melebarkan sesaat pembuluh coroner yang menyemp;it sehingga aliran
darah ke otot jantung membaik.
b. Obat Aspirin, obat ini berfungsi mencegah perlekatan keeping-keping
darah agar darah lancar mengalir.
c. Obat Fibrat, adalah obat yang secara khusus digunakan untuk
menurunkan kadar trigliserida. Fibrat juga mampu menurunkan kadar
kolestrol LDL meskipun tidak seefektif obat kolesterol jenis statin.
d. Obat penyekat beta, penyekat beta bekerja dengan menekan kerja sistem
saraf simpatis sehingga laju jantung melambat. Perlambatan laju jantung ini
penting bagi penderita penyempitan kororner karena bermanfaat untuk
mencegah sakit dada (angina pectoris).
e. Obat Penghambat Enzim Pengubah Angiotensin (EPA), obat ini penting
untuk mengontrol tekanan darah atau payah jantung. Efek samping yang
paling tidak disukai dari obat penghambatan EPA adalah batuk kering.
f. Obat Penyekat Reseptor Angiotensin (PRA), penyekat reseptor
angiostensin adalah obat yang serupa dengan penghambat EPA. Berbeda
dengan penghambat EPA, Obat ini tidak menyebabkan batuk. Efek samping
yang bisa terjadi adalah tekanan darah rendah atau badan melemah.
g. Obat penyekat kanal kalsium, ada tiga jenis obat kanal kalsium yang
lazim digunakan dalam pengobatan penyakit jantung coroner, yaitu
amiopidin, diltiazem dan verapamil.
h. Obat amiodaron, obat ini digunakan secara luas untuk mengatasi berbagai
gangguan irama jantung, baik yang ganas seperti takikardia
ventricular/fibrilasi ventricular ataupun gangguan irama yang bisa memicu
stroke, seperti fibrasi atrial.
i. Obat digoksin, obat ini terutama diberikan kepada penderita jantung
coroner yang mengalami penurunan daya kontraksi jantung atau gangguan
irama jantung yang disebut fibrilasi atrium.
2.6.2 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan konservatif CHD berfokus [ada modifikasi faktor
risiko, termasuk merokok, diet latihan fisik, dan penatalaksanaan
komorbiditas.
MEROKOK Berhenti merokok mengurangi risiko CHD dalam beberapa
bulan setelah berhenti dan memperbaiki status kardiovaskular. Orang yang
berhenti mengurangi risiko mereka hingga 50%, tanpa melihat sudah berapa
lama mereka merokok sebelum berhenti. Untuk wanita, risikonya menjadi
sama dengan yang tidak merokok dalam 3 hingga 5 tahun berhenti merokok
(Woods et al, 2009). Selain itu, berhenti merokok memperbaiki kadar HDL,
menurunkan kadar LDL, dan mengurangi kekentalan darah. Semua perokok
dianjurkan berhenti dengan aktivitas promosi kesehatan difokuskan pada
pencegahan.
DIET National Cholesterol Education Program (2002) menganjurkan
penurunan asupan lemak jenuh dan kolesterol dengan strategi menurunkan
kadar LDL (Tabel 30-4). Sebagian besar lemak adalah campuran asam
lemak jenuh dan tidak jenuh. Proporsi tertinggi lemak jenuh ditemukan pada
produk whole-milk, daging merah, dan minyak kelapa. Protein anjuran
mencakup produk susu tanpa lemak, ikan, dan ungags. Lemak sayur padat
(mis, margarin, shortening) mengandung asam lemak trans, yang
mempunyai sifat lebih seperti lemak jenuh. Margarin lembut dan minyak
sayur mengandung kadar asam lemak trans yang rendah dan harus
digunakan dibanding mentega, margarin kental dan shortening. Lemak
tunggal takjenuh, ditemukan di minyak zaitun, kanola, dan kacang. Ikan air
dingin tertentu, seperti tuna, salmon, dan makarel, mengandung kadar asam
lemak omega-3 (atau n-3) tinggi, yang membantu meningkatkan kadar HDL
dan menurunkan trigliserida serum, kolesterol serum total, dan tekanan
darah.
Selain itu, peningkatan asupan serat larut (dijumpai pada gandum,
pisilium, buah kaya pektin, dan buncis) dan serat tidak larut (dijumpai pada
gandum utuh, sayuran, dan buah) dianjurkan. Asam folat dan vitamin B6
serta B12 memengaruhi metabolisme homosistein, mengurangi kadar serum.
Sayur berdaun hijau (mis, bayam dan brokoli) dan kacang-kacangan (mis,
kacang black-eyed, buncis kering, dan lentil) adalah sumber yang kaya folat.
Daging, ikan, dan unggas kaya vitamin B6 dan B12. Vitamin B6 juga
dijumpai pada produk kedelai; B12 ada dalam sereal yang diperkaya.
Peningkatan asupan nutrisi antioksidan (buah dan sayur) tampak
meningkatkan kadar HDL dan mempunyai efek perlindungan terhadap
CHD.
Pada orang dewasa usia pertengahan dan lansia, asupan alkohol
moderat dapat mengurangi risiko CHD (National Cholesterol Education
Program, 2012). Konsumsi alcohol tidak lebih dari dua kali sehari untuk
pria atau satu kali minum sehari untuk wanita dianjurkan. Satu kali minum
adalah 5 ons anggur, 12 ons bir, atau 1 ½ ons whiski. Namun, orang yang
tidak minum alcohol tidak boleh dianjurkan untuk mulai mengonsumsinya
sebagai upaya perlindungan jantung.
Orang yang kelebihan berat badan atau kegemukan dianjurkan untuk
menurunkan berat badan melalui kombinasi penurunan asupan kalori
(mempertahankan diet bergizi baik) dan peningkatan latihan fisik. Program
penurunan berat badan protein tinggi dan lemak tinggi tidak dianjurkan
untuk penurunan berat badan.
LATIHAN
Latihan fisik teratur mengurangi resiko CHD dalam beberapa cara. Latihan
fisik menurunkan kadar VLDL, LDL, dan trigliserida serta meningkatkan
kadar HDL. Latihan fisik yang teratur mengurangi tekanan darah dan
resistensi insulin. Kecuali dikontraindikasikan, semua pasien dianjurkan
untuk ikut dalam minimal 30 menit aktivitas fisik berintensitas sedang 5
hingga 6 hari setiap minggu. Untuk mencapai penurunan berat badan dan
mencegah kenaikan berat badan, 60 hingga 90 menit latihan fisik
berintensitas sedang setiap hari dianjurkan.
HIPERTENSI
Merkipun hipertensi sering kali tidak dapat dicegah atau diatasi, tetapi
hipertensi dapat dikontrol. Kontrol hipertensi dengan mempertahankan
tekanan darah agar kurang dari 140/90 mmHg sangat dierlukan untuk
menurunkan efek peningkatan aterosklerosis dan mengurangi kerja beban
jantung. Strategi penatalaksanaan mencakup mengurangi asupan natrium,
meningkatkan asupan kalsium, latihan fisik teratur, penatalaksanaan stress,
dan medikasi tertentu.
DIABETES
Diabetes meningkatkan resiko CHD dengan mempercepat proses
aterosklerosis. Penurunan berat badan yang tepat, penurunan asupan lemak,
serta latihan fisik diperlukan oleh pasien diabetes, karena hiperglikemia
tampak berkontribusi pada aterosklerosis, penatalaksanaan glukosa darah
yang konsisten dangat diperlukan.
MEDIKASI
Medikasi untuk menurunkan kadar kolesterol serum total dan HDL serta
meningkatkan kadar HDL adalah bagian integral penatalaksanaan CHD.
Berdasarkan pada resiko keseluruhan pasien CHD, tetapi obat digunakan
bersamaan dengan diet dan perubahan gaya hidup lainnya.
Obat-obatan yang digunakan untuk mnegatasi hiperlipidemia bekerja secara
spesifik dengan menurunkan sadar LDL. Tujuan terapi adalah mencapai
kadar LDL <130 mg/dL. Medikasi untuk menangani hiperlipidemia mahal;
perbandingan biaya dengan manfaat perlu dipertimbangkan, karena terapi
jangka panjang dapat dibutuhkan. Empat kelas utama obat-obatan penurun
kolesterol adalah statin, sequestran asam empedu, asam nikotinik, dan fibrat.
Statin, termasuk lovastatin (Mevacor), pravastatin (Pravachol), simvastatin
(Zocor), dan lainnya, adalah obat lini pertama untuk menangani
hiperlipidemia. Obat-obatan tersebut secara efektif menurunkan kadar LDL
dan dapat meningkatankadar HDL. Statin dapat menyebabkan miopati,
semua pasien diinstruksikan untuk melaporkan nyeri dan kelemahan otot
atau urine berwarna coklat. Pemeriksaan fungsi hati dimonitor selama
terapi, karena obat-obatan ini dapat meningkatkan kadar enzim hati.
Obat-obatan penurunan kolesterolm lain, sperti sequestrans asam empedu,
asam nikotinik, dan fibrat, terutama digunakan saat terapi kombinasi
dibutuhkan untuk menurunkan kadar kolesterol serum. Obat-obatan tersebut
juga dapat digunakan untuk pasien tertentu. Misalnya dewasa muda, wanita
yang ingin hamil, atau secara spesifik menurunkan kadar trigliserida. Pasien
yang berisiko tinggi MI seringkali dimulai dengan terapi aspirin dosis
rendah profilaksis. Dosis berkisar dari 80 hingga 325 mg/hari. Pada wanita,
manfaat aspirin dosis rendah dalam mengurangi CHD belum jelas sebelum
usia 65 tahun. Aspirin dikontraindikasikan pada pasien yang mempunyai
riwayat sensitivitas aspirin, masalah perdarahan, atau penyakit ulkus
peptikum aktif. Inhibitor angiotensin-converting enzyme (ACE) atau
penyekat reseptor angiotensin juga dapat diprogramkan untuk pasien
berisiko tinggi, termasuk pasien diabetes yang mempunyai faktor resiko
CHD lain.
TERAPI KOMPLEMEN
Program diet dan latihan fisik yang menekankan pengkondisian fisik dan
diet rendah lemak kaya antioksidan telah terbukti efektif dalam menangani
CHD. Sumplemen vitamin C, E, B6, B12, dan asam folat dapat
menguntungkan. Terapi komplemen lainnya yang berpotensi membantu
adalah anggur merah atau jus anggur, makanan mengandung bioflavonoid,
teh hijau, kacang tanah, dan herbal seperti ginkgo biloba, bawang putih, dan
kunyit. Tekankan pentingnya pasien membicarakan dengan dokternya
sebelum meminum preparat herbal apapun, karena interaksi dengan obat
resep umum terjadi. Terapi perilaku yang bermanfaat bagi pasien CHD
mencakup relaksasi dan penatalaksanaan stress; guided imagery; terapi
depresi; penatalaksanaan marah/permusuhan; dan meditasi, tai chi, dan
yoga.
2.7 Pathway atau Skema Patofisiologi CAD

stress Latihan Fisik Makan makanan


Perjalanan
berat
Ateroskelerosispas terhadap dingin
me pembuluh
darah Adrenalin Keb. O2
Vosokontriksi jantung Aliran O2
meningkat
meningkat meningkat ke
mesentrikus

Aliran O2 koronia menurun


Aliran O2 jantung
menurun

Jantung
kekurangan O2

Iskemia otot jantung

Kontraksi jantung
menurun Nyeri akut

Perlu menghindari
Curah jantung komplikasi
menurun
Nyeri b.d Takut
iskemia mati
Diperlukan
pengetahuan tinggi

Cemas

Kurang pengetahuan
Cemas b.d b.d deficit
kematian knowledge
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jantung coroner adalah suatu penyakit yang muncul karena adanya
penyempitan pada pembuluh darah yang memasok oksigen ke otak. Penyempitan
p;embuluh darah ini terjadi karena adanya plak pada saluran arteri. Faktor risiko
mencakup usia, jenis kelamin, riwayat genetic dan ras.

3.2 Saran
Kami berharap mahasiswa yang berada di lingkup kesehatan banyak membaca
dan mempelajari mengenai penyakit. Dan demi kesempurnaan makalah ini, kami
sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun kearah
kebaikan demi kelancaran dan kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Lemone, Priscilla. 2012. BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH, Ed. 5,


Vol. 3. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne. 2001. BUKU AJAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


BRUNNER & SUDDART Vol. 2. Jakarta: EGC.

Yahya, Fauzi A. 2010. Menaklukan Pembunuh No. 1 : Mencegah dan Mengatasi


Penyakit Jantung Koroner Secara Tepat dan Cepat. Bandung: Qanita.

Onibala, Tiffany. Konsep Penyakit Jantung Koroner Konsep Medis. Diakses pada
tanggal 2 Maret 2020 melalui:
https://www.academia.edu/33411421/KONSEP_PENYAKIT_JANTUNG_KORONE
R_KONSEP_MEDIS_2.1_Pengertian_Penyakit_Jantung_Koroner

Anda mungkin juga menyukai