Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya manusia sangatlah bergantung pada keadaan alam atau lingkungan
disekitarnya, seperti sumber daya alam yang dapat memenuhi semua kebutuhan manusia itu
sendiri. Sumber daya alam yang sangat utama bagi manusia meliputi air, tanah dan udara. Ada
kalanya manusia lupa akan semua yang ia lakukan dapat berdampak buruk bagi lingkungan
disekitarnya, misalnya limbah cair yang di hasilkan oleh industri atau pabrik tahu. Pabrik tahu
yang kita ketahui sampai saat ini masih membuang air limbahnya secara sembarangan ke sungai
disekitar industrinya. Sehingga menimbulkan bau busuk dan pencemaran lingkungan terutama
pada musim kemarau, dengan  kondisi air buangan yang semakin lama akan berwarna hitam.
Di Indonesia banyak kita jumpai pabrik-pabrik yang menimbulkan limbah serta dapat
mempengaruhi lingkungan disekitarnya. Pabrik Tahu biasanya menghabiskan empat kuintal
kedelai untuk menghasilkan 2.000-2.500 potong tahu setiap harinya. Akan tetapi, ketika
permintaan melonjak seperti momen Lebaran , jumlahnya bisa mencapai 6 kuintal.
Tidak banyak yang tau mengenai kandungan dalam limbah tahu. Selama ini limbah yang
berupa ampas tahu itu hanya dimanfaatkan sebagai bahan baku tempe gembus. Bahkan di
beberapa pengolahan, tahu dibuang sebagai sampah. Sebenarnya ampas tahu bisa dimanfaatkan
untuk fungsi lain, misalnya sebagai pupuk organik. Ampas tahu diketahui memiliki unsur
senyawa nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K), yakni unsur hara yang dapat menyuburkan
tanaman. Dibandingkan bahan makanan lain, unsur hara amplas tahu juga lebih tinggi

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian limbah pangan?
2. Bagaimana proses produksi tahu?
3. Apa saja karakteristik limbah tahu?
4. Bagaimana baku mutu dana peraturan limbah tahu ?
5. Apa saja jenis limbah tahu ?
6. Apa saja teknologi pengolahan limbah tahu ?
7. Bagaimana diagram alirnya?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk megetahui pengertian limbah pangan
2. Untuk mengetahui proses produksi tahu
3. Untuk mengetahui karakteristik limbah tahu
4. Untuk mengetahui baku mutu dan peraturan limbah tahu
5. Untuk mengetahui jenis limbah tahu
6. Untuk mengetahui teknologi pengolahan limbah tahu
7. Untuk mengetahui diagram alir

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Limbah Pangan

Secara garis besar, limbah dapat dibedakan menjadi tiga jenis, pertama limbah organik,
terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan
dari kegiatan pertanian, perikanan, peternakan, rumah tangga, industri dll., yang secara alami
mudah terurai (oleh aktivitas mikroorganisme). Kedua, limbah anorganik, berasal dari sumber
daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau hasil samping proses industri.
Limbah anorganik tidak mudah hancur/lapuk. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan bahkan
tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu
yang sangat lama. Ketiga, limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), merupakan sisa suatu
usaha yang mengandung bahan berbahaya/beracun, baik secara langsung maupun tidak langsung,
dapat merusak atau mencemarkan dan membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia, serta makhluk hidup lainnya
Pengelolaan limbah dapat dilakukan dengan cara pengurangan sumber (source
reduction), penggunaan kembali, pemanfaatan (recycling), pengolahan (treatment) dan
pembuangan. Banyak jenis limbah dapat dimanfaatkan kembali melalui daur ulang atau
dikonversikan ke produk lain yang berguna. Limbah yang dapat dikonversikan ke produk lain,
misalnya limbah dari industri pangan. Limbah tersebut biasanya masih mengandung: serat,
karbohidrat, protein, lemak, asam organik, dan mineral, sehingga dapat mengalami perubahan
secara biologis dan dapat dikonversikan ke produk lain seperti: energi, pangan, pakan, dan lain-
lain.
Limbah industri menjadi salah satu bagian lingkungan yang paling dekat dengan
kehidupan kita sehari-hari, apalagi limbah industri rumah tangga yang secara umum belum
dikelola dengan baik. Jika penanganan limbah yang dihasilkan industri seperti industri rumah
tangga tidak tepat, maka limbah dapat menurunkan kualitas dari lingkungan sekitarnya dan
akhirnya dapat merugikan ekosistem. Oleh karena itulah maka pengelolaan limbah industri
rumah tangga menjadi suatu kewajiban yang harus dilakukan dan tidak bisa dihindari oleh para
pemilik dan pengelola industri.

3
Pada dasarnya, limbah adalah bahan yang terbuang atau dibuang dari hasil aktivitas manusia
maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis Tingginya produksi limbah industri
terjadi akibat perkembangan industrialisasi. Perkembangan industri di Indonesia saat ini
menunjukkan terjadinya kemajuan pesat dibidang ekonomi. Perkembangan ini tidak hanya
terjadi di skala industri besar tetapi juga terus merambah sampai di tingkat industri kecil seperti
industri rumah tangga (home industry). Dampak yang ditimbulkan pun beragam mulai dari
dampak positif seperti peningkatan pendapatan keluarga dan penyerapan tenaga kerja, serta
dampak negative berupa meningkatnya jumlah limbah. Salah satu limbah industri rumah tangga
bidang pangan yang banyak ditemukan adalah limbah pengolahan tahu. limbah tahu berkorelasi
dengan kebiasaan makan masyarakat Indonesia yang mengandalkan sumber protein nabati dari
kacang-kacangan terutama kedele dan hasil olahnya seperti tahu dan tempe yang sama-sama
menghasilkan limbah pangan.

B. Proses Produksi Tahu

           Tahu merupakan makanan yang terbuat dari bahan baku kedelai, dan prosesnya masih
sederhana dan terbatas pada skala rumah tangga. Suryanto (dalam Hartaty, 1994) menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan tahu adalah makanan padat yang dicetak dari sari kedelai (Glycine
spp) dengan proses pengendapan protein pada titik isoelektriknya, tanpa atau dengan
penambahan zat lain yang diizinkan.

           Pembuatan tahu pada prinsipnya dibuat dengan mengekstrak protein, kemudian
mengumpulkannya, sehingga terbentuk padatan protein. Cara penggumpalan susu kedelai
umumnya dilakukan dengan cara penambahan bahan penggumpal berupa asam. Bahan
penggumpal yang biasa digunakan adalah asam cuka (CH3COOH), batu tahu (CaSO4nH 2O)
dan larutan bibit tahu (larutan perasan tahu yang telah diendapkan satu malam).

Secara umum tahapan proses pembuatan tahu adalah sebagai berikut :

 Kedelai yang telah dipilih dibersihkan dan disortasi. Pembersihan dilakukan dengan
ditampi atau menggunakan alat pembersih.

4
 Perendaman dalam air bersih agar kedelai dapat mengembang dan cukup lunak untuk
digiling. Lama perendaman berkisar 4 - 10 jam.
 Pencucian dengan air bersih. Jumlah air yang digunakan tergantung pada besarnya atau
jumlah kedelai yang digunakan.
 Penggilingan kedelai menjadi bubur kedelai dengan mesin giling. Untuk memperlancar
penggilingan perlu ditambahkan air dengan jumlah yang sebanding dengan jumlah
kedelai.
 Pemasakan kedelai dilakukan di atas tungku dan dididihkan selama 5 menit. Selama
pemasakan ini dijaga agar tidak berbuih, dengan cara menambahkan air dan diaduk.
 Penyaringan bubur kedelai dilakukan dengan kain penyaring. Ampas yang diperoleh
diperas dan dibilas dengan air hangat. Jumlah ampas basah kurang lebih 70% sampai
90% dari bobot kering kedelai.
 Setelah itu dilakukan penggumpalan dengan menggunakan air asam, pada suhu 50oC,
kemudian didiamkan sampai terbentuk gumpalan besar. Selanjutnya air di atas endapan
dibuang dan sebagian digunakan untuk proses penggumpalan kembali.

Langkah terakhir adalah pengepresan dan pencetakan yang dilapisi dengan kain penyaring
sampai padat. Setelah air tinggal sedikit, maka cetakan dibuka dan diangin-anginkan.

C. Karakteristik Limbah Tahu

Untuk limbah industri tahu ada dua hal yang perlu diperhatikan yakni karakteristik fisika
dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, suhu, warna dan bau. Karakteristik kimia
meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas. 

Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu limbah cair tahu
pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 400C sampai 46 0C. Suhu yang meningkat di
lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain,
kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan.

Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya
sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein,

5
karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemaklah yang
jumlahnya paling besar (Nurhasan dan Pramudyanto, 1987), yang mencapai 40% - 60% protein,
25 - 50% karbohidrat, dan 10% lemak (Sugiharto, 1987). Semakin lama jumlah dan jenis bahan
organik ini semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena
beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air limbah tahu tersebut. Untuk
menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti
BOD, COD dan TOM. Uji BOD merupakan parameter yang sering digunakan untuk mengetahui
tingkat pencemaran bahan organik, baik dari industri ataupun dari rumah tangga (Greyson, 1990;
Welch, 1992).

Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan. Apabila air
prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air buangannya biasanya rendah (Nurhasan
dan Pramudya, 1987). Pada umumnya konsentrasi ion hidrogen buangan industri tahu ini
cenderung bersifat asam. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (N-total) sebesar
226,06 sampai 434,78 mg/l. sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan
meningkatkan total nitrogen di peraian tersebut. Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah
adalah gas nitrogen (N2 ), oksigen (O2 ), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3 ),
karbondioksida (CO2 ) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-
bahan organik yang terdapat di dalam air buangan

D. Baku Mutu Dan Peraturan Limbah Tahu


Peraturan menteri lingkungan hidup republik indonesia nomor 5 tahun 2014 tentang baku
mutu air limbah.
Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan kedelai
Industri Tahu
NO Parameter
* Kadar (mg/lt) Beban Pencemaran Max (kg/ton kedelai)
1. Temperature 38oC -
2. BOD 150 3
3. COD 300 6
4. TSS 200 4
5. pH 6,0 – 9,0
6. Debit Max 20 m3/ton kedelai
1. *)Kecuali untuk pH
2. Satuan kuantitas air limbah m3 per ton bahan baku

6
3. Satuan beban adalah kg per ton bahan baku

E. Jenis Limbah tahu


 Limbah Padat

Limbah padat (ampas tahu) merupakan hasil sisa perasan bubur kedelai. Ampas ini
mempunyai sifat cepat basi dan berbau tidak sedap kalau tidak segera ditangani dengan
cepat. Ampas tahu akan mulai menimbulkan bau yang tidak sedap 12 jam setelah dihasilkan.
(Lies Suprapti, 2005).
Limbah padat atau disebut ampas yang dihasilkan belum dirasakan memberikan dampak
negatif terhadap lingkungan karena dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak sapi, serta
dibuat produk makanan yang bermanfaat meskipun masih sangat terbatas yaitu menjadi
tempe gembus. Pemanfaatan menjadi tempe gembus dapat dilakukan karena limbah tahu
termasuk dalam limbah biologis yang merupakan sumber bahan organik terutama karbon,
dalam bentuk karbohidrat dan bahan berguna lainnya yaitu protein, lemak, vitamin dan
mineral (Kasmidjo, 1991). Ampas tahu masih layak dijadikan bahan pangan karena masih
mengandung protein sekitar 5%. Oleh karena itu pemanfaatan ampas tahu menjadi produk
pangan masih terus dikembangkan, diantaranya adalah pembuatan kecap ampas tahu yang
diperoleh melalui proses fermentasi ampas tahu. (Pusbangtepa, 1989).
 Limbah cair
Limbah cair tahu adalah limbah yang ditimbulkan dalam proses pembuatan tahu dan
berbentuk cairan. Limbah cair mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut yang akan
mengalami perubahan fisika, kimia dan biologis yang akan menghasilkan zat beracun atau
menciptakan media untuk tumbuhnya kuman dimana kuman tersebut dapat berupa kuman
penyakit ataupun kuman yang merugikan baik pada tahu sendiri maupun tubuh manusia.
Selain itu, limbah cair yang berasal dari industri tahu merupakan masalah serius dalam
pencemaran lingkungan, karena menimbulkan bau busuk dan pencemaran sumber air.

7
Limbah cair akan mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang disungai akan
menyebabkan tercemarnya sungai tersebut. Limbah cair : sisa air tahu yang tidak
menggumpal, potongan tahu yang hancur pada saat proses karena kurang sempurnanya
proses penggumpalan. Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi
maupun terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia dan biologi.
Perkiraan jumlah limbah cair = 100 kg kedelai bahan baku akan menimbulkan 1,5 – 2 m3
limbah cair. (Pramudyanti, 1991). Diantara limbah cair dari proses produksi tahu, whey
memberikan beban pencemaran terbesar (Wuryanto, 1998), karena whey masih mengandung
zat-zat organic seperti protein, karbohidrat dan lemak (Nurhassan, 1991).

F. Teknologi Pengolahan Limbah Tahu


Salah satu cara untuk mengatasi masalah air limbah industri tahu-tempe tersebut adalah
dengan kombinasi proses pengolahan biologis anaerob dan aerob. Secara umum proses
pengolahannya dibagi menjadi dua tahap yakni pertama proses penguraian anaerob (Anaerobic
digesting), dan yang ke dua proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerob
 Penguraian Anaerob
1. Pengolahan

Air limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu di kumpulkan melalui saluran air
limbah, kemudian dialirkan ke bak kontrol untuk memisahkan kotoran padat. Selanjutnya, sambil
di bubuhi dengan larutan kapur atau larutan NaOH air limbah dialirkan ke bak pengurai anaerob.
Di dalam bak pengurai anaerob tersebut polutan organik yang ada di dalam air limbah akan
diuraikan oleh mikroorganisme secara anaerob, menghasilkan gas methan yang dapat digunakan
sebagai bahan bakar. Dengan proses tahap pertama konsentrasi COD dalam air limbah dapat
diturukkan sampai kira-kira 600 ppm (efisiensi pengolahan 90 %). Air olahan tahap awal ini
selanjutnya diolah dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter aerob.

8
Diagram proses pengolahan air limbah industri tahu dengan
sistem kombinasi biofilter "Anareb-Aerob".

Keunggulan proses anaerobik dibandingkan proses aerobik adalah sebagai berikut


(Lettingan et al, 1980; Sahm, 1984; Sterritt dan Lester, 1988; Switzenbaum, 1983) :

1. Proses anaerobik dapat segera menggunakan CO2 yang ada sebagai penerima


elektron. Proses tersebut tidak membutuhkan oksigen dan pemakaian oksigen dalam
proses penguraian limbah akan menambah biaya pengoperasian.
2. Penguraian anaerobik menghasilkan lebih sedikit lumpur (3-20 kali lebih sedikit dari
pada proses aerobik), energi yang dihasilkan bakteri anaerobik relatif rendah.
Sebagian besar energi didapat dari pemecahan substrat yang ditemukan dalam hasil
akhir, yaitu CH4. Dibawah kondisi aerobik 50% dari karbon organik dirubah menjadi
biomassa, sedangkan dalam proses anaerobik hanya 5% dari karbon organik yang
dirubah menjadi biomassa. Dengan proses anaerobik satu metrik ton COD tinggal 20
- 150 kg biomassa, sedangkan proses aerobik masih tersisa 400 - 600 kg biomassa
(Speece, 1983; Switzenbaum, 1983).
3. Proses anaerobik menghasilkan gas yang bermanfaat, metan. Gas metan mengandung
sekitar 90% energi dengan nilai kalori 9.000 kkal/m 3, dan dapat dibakar ditempat
proses penguraian atau untuk menghasilkan listrik. Sedikit energi terbuang menjadi
panas (3-5%). Pruduksi metan menurunkan BOD dalam Penguraian lumpur limbah.
4. Energi untuk penguraian limbah kecil.
5. Penguraian anaerobik cocok untuk limbah industri dengan konsentrasi polutan
organik yang tinggi.
6. Memungkinkan untuk diterapkan pada proses Penguraian limbah dalam jumlah besar.
7. Sistem anaerobik dapat membiodegradasi senyawa xenobiotik (seperti chlorinated
aliphatic hydrocarbons seperti trichlorethylene, trihalo-methanes) dan senyawa alami
recalcitrant seperti liGnin.

Kekurangan penguraian anaerobic:

1. Lebih Lambat dari proses aerobik

9
2. Sensitif oleh senyawa toksik
3. Konsentrasi substrat primer tinggi

2. Proses Penguraian Senyawa Organic Secara Anaerob

Secara garis besar penguraian senyawa organik secara anaerob dapat di bagi menjadi dua
yakni penguraian satu tahap dan penguraian dua tahap.

- Penguraian satu tahap

Penguraian anaerobik membutuhkan tangki fermentasi yang besar, memiliki pencampur


mekanik yang besar, pemanasan, pengumpul gas, penambahan lumpur, dan keluaran supernatan
(Metcalf dan Eddy, 1991). Penguraian lumpur dan pengendapan terjadi secara simultan dalam
tangki. Stratifikasi lumpur dan membentuk lapisan berikut dari bawah ke atas : lumpur hasil
penguraian, lumpur pengurai aktif, lapisan supernatan (jernih), lapisan buih (skum), dan ruang
gas. Hal ini secara umum ditunjukkan seperti pada gambar 3.

- Penguraian dua tahap


Proses ini membutuhkan dua tangki pengurai (reaktor) yakni satu tangki berfungsi
mencampur secara terus-menerus dan pemanasan untuk stabilisasi lumpur, sedangkan tangki
yang satu lagi untuk pemekatan dan penyimpanan sebelum dibuang ke pembuangan. Proses ini
dapat menguraikan senyawa organik dalam jumlah yang lebih besar dan lebih cepat. Secara
sederhana proses penguraian anaerob dua tahap dapat ditunjukkan seperti pada gambar.

10
Penguraian Anaerob Satu Tahap

11
Penguraian Anaerob Dua Tahap

3. Proses Mikrobiologi di Dalam Penguraian Anaerob

Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat dalam transformasi senyawa


komplek organik menjadi metan. Lebih jauh lagi, terdapat interaksi sinergis antara
bermacam-macam kelompok bakteri yang berperan dalam penguraian limbah. Keseluruhan
reaksi dapat digambarkan sebagai berikut (Polprasert, 1989):

Senyawa Organik ---> CH4 + CO2 + H2 + NH3 + H2S

Meskipun beberapa jamur (fungi) dan protozoa dapat ditemukan dalam penguraian
anaerobik, bakteri bakteri tetap merupakan mikroorganisme yang paling dominan bekerja
didalam proses penguraian anaerobik. Sejumlah besar bakteri anaerobik dan fakultatif
(seperti : Bacteroides, Bifidobacterium, Clostridium, Lactobacillus, Streptococcus) terlibat dalam
proses hidrolisis dan fermentasi senyawa organik.

 Proses Pengolahan Lanjut

Proses pengolahan lanjut ini dilakukan dengan sistem biofilter anaerob-aerob. Pengolahan air
limbah dengan proses biofilter anaerob-aerob terdiri dari beberapa bagian yakni bak pengendap
awal, biofilter anaerob (anoxic), biofilter aerob, bak pengendap akhir, dan jika perlu dilengkapi
dengan bak kontaktor khlor. Air limbah yang berasal dari proses penguraian anaerob
(pengolahan tahap perama) dialirkan ke bak pengendap awal, untuk mengendapkan partikel
lumpur, pasir dan kotoran lainnya. Selain sebagai bak pengendapan, juga berfungasi sebagai bak
pengontrol aliran, serta bak pengurai senyawa organik yang berbentuk padatan, sludge digestion
(pengurai lumpur) dan penampung lumpur.

           Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor anaerob
dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi

12
dengan media dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa
dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian
zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif
aerobik Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film
mikro-organisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum
sempat terurai pada bak pengendap.

           Air limpasan dari bak kontaktor anaerob dialirkan ke bak kontaktor aerob. Di dalam bak
kontaktor aerob ini diisi dengan media dari bahan kerikil, plastik (polyethylene), batu apung atau
bahan serat, sambil diaerasi atau dihembus dengan udara sehingga mikro organisme yang ada
akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada
permukaan media. Dengan demikian air limbah akan kontak dengan mikro-orgainisme yang
tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada permukaan media yang mana hal tersebut
dapat meningkatkan efisiensi penguraian zat organik, deterjen serta mempercepat proses
nitrifikasi, sehingga efisiensi penghilangan ammonia menjadi lebih besar. Proses ini sering di
namakan Aerasi Kontak (Contact Aeration).

Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di dalam bak ini lumpur aktif yang
mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi
dengan pompa sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan (over flow) dialirkan ke bak khlorinasi.
Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk
membunuh mikroorganisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi
dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerob dan
aerob tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD), ammonia, deterjen, padatan
tersuspensi (SS), phospat dan lainnya. Dengan adanya proses pengolahan lanjut tersebut
konsentrasi COD dalam air olahan yang dihasilkan relatif rendah yakni sekitar 60 ppm.

G. Diagram Alir

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

14
1. Proses pembuatan tahu dimulai dari pencucian, pengupasan kulit, perendaman, penggilingan,
perebusan, penyaringan, pengumpulan, pencetakan, dan pemotongan.

2. Limbah tahu yang dihasilkan dalam industri tahu yaitu limbah padat dan ;imbah cair.

3. Secara umum proses pengolahannya dibagi menjadi dua tahap yakni pertama proses
penguraian anaerob (Anaerobic digesting), dan yang ke dua proses pengolahan lanjut dengan
sistem biofilter anaerob-aerob

B. Saran

Saran yang dapat disampaikan, limbah industri harus ditangani dengan baik dan serius
oleh Pemerintah Daerah dimana wilayahnya terdapat industri. Pemerintah harus mengawasi
pembuangan limbah industri dengan sungguh-sungguh. Pelaku industri harus melakukan cara-
cara pencegahan pencemaran lingkungan dengan melaksanakan teknologi bersih, memasang alat
pencegahan pencemaran, melakukan proses daur ulang dan yang terpenting harus melakukan
pengolahan limbah industri guna menghilangkan bahan pencemaran atau paling tidak
meminimalkan bahan pencemaran hingga batas yang diperbolehkan. Di samping itu perlu
dilakukan penelitian atau kajian-kajian lebih banyak lagi mengenai dampak limbah industri yang
spesifik (sesuai jenis industrinya) terhadap lingkungan serta mencari metoda atau teknologi tepat
guna untuk pencegahan masalahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Kaswinarti Fibria. 2007. Studi Kasus Industri Tahu Tandang Semarang, Sederhana Kendal dan
Gagak Sipat Boyolali,

15
Murni Sri. 2011. Pengelolaan Limbah

Neni. 2012. Pencemaran dan Penanganan Limbah Industri Pangan (Industri Tahu) Rahman.
2010. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Industri Tahu.

16

Anda mungkin juga menyukai