Anda di halaman 1dari 17

SUMBER DAYA MANUSIA DALAM TQM PENDIDIKAN

ISLAM

A. Pendahuluan
Perkembangan pemikiran manajemen sekolah mengarah pada sistem
manajemen yang disebut TQM (Total Quality Management) atau
Manajemen Mutu Terpadu. Pada prinsipnya sistem manajemen ini adalah
pengawasan menyeluruh dari seluruh anggota organisasi (warga sekolah)
terhadap kegiatan sekolah. Penerapan TQM berarti semua warga sekolah
bertanggung jawab atas kualitas pendidikan.Pada prinsipnya sistem
manajemen ini adalah pengawasan menyeluruh dari seluruh anggota
organisasi (warga sekolah) terhadap kegiatan sekolah. TQM tidak akan
maksimal jika tidak didukung dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang
profesional, lembaga pendidikan (sekolah) harus menempatkan siswa
sebagai “klien” atau dalam istilah perusahaan sebagai “ stakeholders” yang
terbesar, maka suara siswa harus disertakan dalam setiap pengambilan
keputusan strategis langkah organisasi sekolah. Tanpa suasana yang
demokratis manajemen tidak mampu menerapkan TQM, yang terjadi
adalah kualitas pendidikan didominasi oleh pihak-pihak tertentu yang
seringkali memiliki kepentingan yang bersimpangan dengan hakekat
pendidikan.1
SDM akan berkembang jika mereka melakukan perubahan. Oleh
karena itu perubahan pada tataran individu harus terus didorong. Untuk
berubah, manusia perlu belajar sebab berubah berarti memasuki pola hidup
baru yang belum dikuasai sebelumnya sehingga pola itu belum tertransfer
ke otak. Untuk itu orang perlu belajar terlebih dahulu, sebab ‘change is
learning’ [berubah adalah belajar. Ini selaras dengan Sternberg ketika
memberi definisi belajar sebagai ‘any relatively permanent change in the

1 Adnan Sandy Setiawan, Manajemen Perguruan Tinggi Di Tengah Perekonomian


Pasar dan Pendidikan Yang Demokratis, INDONews

1
behaviour, thoughts and feelings …that result from experience’ setiap
perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku, pikiran dan perasaan
sebagai hasil dari pengalaman.2 Artinya, walaupun orang tidak berniat
melakukan perubahan sebelum memulai proses belajar, jika belajarnya
berhasil, akan terjadi juga perubahan pada dirinya. Disamping itu, agar
perubahan terjadi sesuai dengan arah yang diinginkan, manajemen
perubahan yang tertata baik mutlak diperlukan.
B. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Agar dapat terpenuhi kebutuhan akan SDM sesuai dengan standar
yang ditetapkan Ditjen Mandikdasmen, dapat dilakukan dengan
pengangkatan maupun mutasi. Dengan pengecualian pada pengangkatan
tenaga honorer, yang dapat dilakukan oleh sekolah, pengangkatan dan
mutasi guru dan tenaga kependidikan merupakan kewenangan pemerintah.
Jika fungsi ini berjalan sesuai dengan ketentuan, baik dalam hal jumlah
maupun kualitas, fungsi pengembangan SDM dalam rangka
penyelenggaraan sekolah yang sesungguhnya akan menjadi lebih mudah.
Tetapi praktik di lapangan menunjukkan pengadaan SDM sesuai dengan
ketentuan sangat sulit dipenuhi. Masalah yang dihadapi setidak-tidaknya
adalah sebagai berikut. 1) tidak tersedia sumber daya yang berkualifikasi
sesuai dengan kriteria, 2) seandainya tersedia sumber daya yang
berkualifikasi sesuai belum tentu yang bersangkutan atau pihak yang
bewenang bersedia, 3) seandainya pengangkatan atau pemindahan dapat
dilakukan, tenaga lama belum tentu dapat dipindahkan keluar begitu saja
mengingat mereka boleh jadi merupakan personel yang telah berjasa.
1. Pengembangan SDM Melalui Jalur Belajar
Terdapat deretan panjang strategi perubahan SDM melalui jalur
belajar yang dapat dilaksanakan di lingkup sekolah yang paling umum
dipakai adalah :

2 Sternberg, R. J. In Search of the Human Mind. Philadelphia, (Harcourt Brace College,


1994) h.236

2
a. Peningkatan kualifikasi pendidikan
Kualifikasi pendidikan formal yang dipersyaratkan bagi guru
adalah S-1 atau D-4, sedangkan tenaga kependidikan lain adalah D-3
kecuali kepala tata usaha S-1/D-4.3 Peningkatan kualifikasi pendidikan
formal, jika demikian, adalah wajib bagi mereka yang belum
memenuhi kriteria.
Peningkatan kualifikasi pendidikan akan sangat menguntungkan
baik kepada individu maupun bagi lembaga. Keuntungan individual
diperoleh karena peningkatan kualifikasi pendidikan disamping
merupakan agen pencerahan (enlightment agent) bagi guru juga
menambah poin untuk kepentingan sertifikasi dan kenaikan jabatan
guru dan pangkatnya. Bagi tenaga kependidikan, peningkatan
kualifikasi ini sangat mungkin akan membantu memperlancar
kenaikan jabatan dan pangkat mereka. Secara institusional, perbaikan
kualifikasi pendidikan disamping berarti perbaikan konformitas
kriteria SDM juga berarti peningkatan kompetensi SDM yang
diperlukan demi mutu proses dan hasil pekerjaan yang diharapkan.
Dengan alasan ini, mereka yang sudah memenuhi kualifikasi-pun
hendaknya terus didorong untuk melanjutkan pendidikannya.
Dorongan yang dimaksud dapat berupa satu atau gabungan dari a)
pemberian motivasi yang sungguh-sungguh dan terus menerus, b)
pemberian status tugas belajar atau setidaknya ijin belajar, c)
dispensasi waktu jika diperlukan, dan jika mungkin, d) penyediaan
fasilitas termasuk pemberian beasiswa baik penuh maupun sebagian.
Masalah yang sering muncul dan teramati di lapangan berkaitan
dengan pendidikan formal ini adalah, Menempuh pendidikan relatif
makan waktu. Sering juga terjadi pendidikan yang berkualitas
berbanding lurus dengan waktu tempuh. Sehingga, justru lembaga
pendidikan yang kurang berorientasi mutu menjadi pilihan. Fokus

3 Dit. PSMP, Panduan Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)


untuk Sekolah Menengah Pertama. (2007). h.15

3
diarahkan pada perolehan ijasah tanpa mempedulikan peningkatan
nyata pada kualitas. Jika ini dilakukan oleh SDM sekolah,
dikhawatirkan maksud peningkatan mutu yang diharapkan tidak akan
betul-betul kesampaian. Hendaknya dipilih lembaga pendidikan, baik
di dalam maupun di luar negeri, yang secara nyata mengedepankan
kualitas Para pemangku kepentingan (stake holders) sekolah: kepala
sekolah, komite sekolah, kepala dinas pendidikan, pejabat-pejabat
departemen pendidikan nasional, dan bupati / walikota, selain
membantu mempermudah para pendidik dan tenaga kependidikan
untuk melanjutkan studinya. 
b. Pendidikan dan Pelatihan (diklat)
Diklat umumnya diselenggarakan oleh lembaga atau organisasi
yang memiliki tugas pembinaan terhadap sekolah berkisar mulai dari
tingkat Kabupaten/Kota sampai tingkat pusat bahkan tingkat
internasional. Berbeda dengan pendidikan formal, diklat bersifat
luwes dalam hal waktu. Diklat dapat dilangsungkan dari bilangan jam
sampai bilangan bulan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan. Diklat
dapat diselenggarakan dengan materi sesuai dengan kebutuhan atau
keinginan sehingga hampir semua fungsi pendidikan di sekolah dapat
di-diklat-kan: manajemen, kepemimpinan, proses belajar mengajar,
administrasi, dsb.
c. Kursus
Seperti halnya diklat, kursus diselenggarakan oleh lembaga atau
organisasi di luar sekolah. Bedanya, diklat diselenggarakan oleh
lembaga atau organisasi nirlaba sedangkan kursus biasanya oleh
organisasi berorientasi laba. Karena berorientasi bisnis, lembaga
pengelola kursus umumnya berusaha menjual produk jasanya dalam
kualitas maksimal yang dapat mereka tawarkan. Umumnya, harga jasa
mereka berbanding lurus dengran kualitas jasa yang mereka tawarkan.
Jika tidak, mekanisme pasar akan ’bertindak’. Oleh karena mekanisme
pasar ini, memilih lembaga kursus yang bermutu relatif lebih gampang

4
dibanding dengan menentukan kulaitas pada sebuah diklat. Jika kursus
menjadi pilihan, yang penting dilakukan adalah penyiapan dana yang
sesuai dengan mutu kursus yang dipilih. Yang perlu dilakukan oleh
pemakai jasa kursus agar tidak membeli terlalu mahal adalah
membandingkan kualitas jasa yang mereka jual dengan jasa sejenis
dari penjual lain.
d. In-house training (IHT)
Berbeda dengan diklat dan kursus yang diselenggarakan oleh
lembaga atau organisasi di luar sekolah, IHT dilaksanakan sendiri oleh
sekolah. Instruktur dapat diambil dari kalangan dalam sekolah atau
dari luar sekolah. Karena diselenggarakan oleh sekolah, materi IHT
dapat lebih dispesifikasikan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
sekolah penyelenggaranya. Karena diselenggarakan di sekolah, IHT
merupakan kegiatan yang sangat mungkin diikuti oleh semua tenaga
pendidik dan kependidikan karena disamping murah, mereka juga
tidak harus meninggalkan tugas dinas mereka.
Disamping itu, IHT juga sangat baik untuk menjadi wahana
peningkatan penguasaan materi bagi para instruktur dari dalam
sekolah karena menjadi instruktur sesunggguhnya merupakan cara
belajar yang sangat efektif. IHT dapat juga menjadi media untuk
mempererat hubungan batin antar warga sekolah sehingga ikatan
kekeluargaan bisa menjadi lebih baik. Hasilnya, IHT dapat menjadi
forum yang baik untuk membentuk kultur baru sekolah atau
memperkuat kultur lama yang dipertahankan.
Untuk menghindari masalah mutu seperti yang diungkap dalam
diskusi tentang diklat, penyelenggaraan IHT perlu taat tujuan dan
kualitas perlu dijadikan pusat perhatian. Jika, misalnya, penetapan
instruktur dari dalam sekolah dirasa kurang mendatangkan efek
peningkatan mutu yang memadai, mendatangkan instruktur dari luar
dapat menjadi solusinya; atau sebaliknya.
e. Peningkatan Budaya Membaca

5
Tanpa perlu dibicarakan panjang lebar membaca masih terbukti
sebagai cara belajar yang sangat efektif. Bahan dan waktu membaca
dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kesempatan yang dimiliki
oleh individu. Problem yang paling dominan berkenaan dengan
membaca di Indonesia adalah masih rendahnya minat baca dan
terbatasnya bahan bacaan. Untuk meminimalisasikan problem ini,
para pemimpin kalangan pendidikan hendaknya terus-menerus
memotivasi anak buah untuk meningkatkan kebiasaan membacanya.
Sekolah hendaknya menjadikan kebiasaan membaca sebagi kultur
sekolah.
Disamping itu tentu diperlukan penyediaan bacaan yang sesuai
dengan kebutuhan. Dewasa ini masalah bahan bacaan cetak yang
relatif mahal dapat dibantu diatasi dengan menambah sumber bacaan
dari CD dan internet. Penyediaan fasilitas ICT canggih ini dan
pengenalan cara mencari bahan bacaan elektronik ini aharus dilakukan
oleh sekolah jika kebiasaan membaca betul-betul ingin didongkrak.
f. Aktif dalam Mail list
Mail list adalah group e-mail yang biasanya diikuti oleh orang-
orang dalam kelompok minat tertentu. Para guru dan tenaga
kependidikan di sekolah akan mendapatkan keuntungan besar jika
mereka aktif dalam mail list yang beranggotakan sejawat baik dari
dalam maupun luar sekolah, baik dari dalam maupoun luar negeri.
Ikut dalam mail list internasional: teachers helping teachers, sebagai
contoh, akan sangat membantu guru memperoleh banyak pengetahuan
baru di bidang tugasnya. Melalui kelompok ini banyak informasi
dapat di sebar luaskan dan banyak masalah mungkin dapat dicarikan
jalan keluarnya. Jika ingin membuat mail-list sendiri, diperlukan
fasilitaor yang berdedikasi tinggi dan tegas dalam menyaring arus
informasi yang layak untuk di up-load dalam mail list. Disamping itu,
diperlukan pula keaktifan masing-masing anggota dalam sharing
informasi, masalah dan jalan keluarnya.

6
g. Naratif (Narrative)
Naratif berkaitan dengan cerita seseorang tentang pengalamannya
kepada orang lain. Walaupun naratif dengan sengaja dapat difasilitasi
untuk disampaikan pada pertemuan resmi, naratif umumnya
berkembang dalam suasana informal pada waktu luang. Melalui
naratif, baik penutur maupun pendengar dapat memperoleh dan
mengembangkan pengetahuan.4 Disinilah keunggulan naratif. Sebab,
pengetahuan tidak selalu berbentuk pengetahuan ‘resmi’ seperti dalam
tradisi akademik, tetapi dapat pula berbentuk ‘subjugated knowledge’
(pengetahuan terselubung) seperti ‘type of knowledge … in teachers’
conversations either in formal or informal settings’ (tipe
pengetahuan… dalam percakapan guru baik dalam situasi formal
maupun informal).5 Percakapan sering didominasi oleh naratif.
Karenanya, naratif memainkan peranan pentingnya dalam membentuk
dan mentransfer pengetahuan sejak jaman purba.6
Naratif tidak selalu berisi kisah sukses seseorang. Kisah
kegagalan-pun, jika dinaratifkan dapat menjadi sumber belajar yang
berharga bagi penutur dan pendengar. Jika naratif tumbuh subur di
kalangan personel seprofesi di sekolah, transfer dan penguatan
pengetahuan akan terjadi dengan kuantitas dan kualitas yang luar
biasa banyak tanpa harus didukung oleh dana mahal oleh sekolah.
Suasana ini relatif gampang dikembangkan sebab ’a man is always a
teller of tales (manusia selalu merupakan penutur cerita)7 atau ’people

4 Lieblich, A. R. and e. a. Tuval-Mashiach. Narrative Research: Reading, Analysis, and


Interpretation. (California, Thousand Oak, 1998) h. 7.

5 Doecke, B. Knowledge and Knowledge: The Status of Teachers’ Narratives in Educational


Research. Progress in Education. (R. Nata. Huntington New York, Nova Science Publishers, 4,
2001) h.111.

6 Kreiswirth, M. Merely Telling Stories?: Narrativeand Knowledge in the Human History.


(poetics Today, 2000) h. 295
7 Ibid, 293

7
are story tellers by nature’ (orang pada dasarnrya adalah penutur
cerita)8. Naratif bahkan telah diakui sebagai salah satu metode ilmiah. 9
Yang terpenting untuk dilakukan oleh sekolah agar naratif dapat
berkembang adalah, pertama, pengembangan suasana kekeluargaan
yang sehat di sekolah dan pemberian kesempatan yang cukup bagi
kelompok-kelompok guru/tenaga kependidikan untuk memiliki waktu
luang bersama. Yang kedua penciptaan suasana sekolah agar waktu
luang sebanyak mungkin digunakan untuk bercerita tentang
pelaksanaan pekerjaan. ’Nothing is more credence to a teacher than
the word of another teacher’ (Tidak ada yang lebih dapat dipercaya
oleh seorang guru kecuali kata-kata sesama guru)10
Weller menambahkan ’saling hubungan antara teman lebih banyak
berpengaruh dalam meningkatkan kualitas daripada model
instruksional seperti lokakarya, seminar atau program pengembangan
staf.11
2. Pengembangan SDM Melalui Manajemen dan Kepemimpinan
Perubahan
Stategi pengembangan SDM pada tingkat individu, perlu
dukungan manajemen. Apalagi jika perubahan yang kita kehendaki
bersifat institusional. Manajemen perubahan yang benar dan kuat
adalah mutlak. beberapa strategi yang dapat digunakan dalam
mengelola perubahan di tingkat sekolah:

a. Perubahan melalui Transformasi Standar Kelompok


Sosiolog Amerika Serikat pertengahan abad 20 Kurt Lewin
menyatakan bahwa perubahan akan lebih berhasil jika dilakukan
8 Lieblich, A. R. and e. a.Tuval-Mashiach. Narrative Research, h. 7.
9 kreiswirth, M. Merely Telling Stories?, h. 295
10 Weller, L.D. (1996). Techniques Benchmarking: a Paradigm for Change To Quality
Education. (The TQM Magazine. 8 (6), 1996): h. 4
11 Ibid, 5

8
dalam kelompok. Agar terjadi perubahan, harus ada transformasi
standar kelompok yang diterima dan seyogyanya dilakukan bersama-
sama. Sayangnya, kondisi ideal seperti itu tidak tipikal. Yang umum
terjadi, menurut Weller adalah terbaginya sikap anggota kelompok
terhadap perubahan yang sedang diperkenalkan.
Hasil penelitian Hoy and Miskel (1991) menunjukkan bahwa
sikap anggota kelompok terhadap perubahan terbagi sesuai dengan
kecenderungan kurva normal (bell shaped curve), yakni 2,5%
innovators, yakni mereka yang selau siap mengadopsi sesuatu yang
baru demi perbaikan 13.5% early adopters, yaitu seperti para
innovator, gampang tidak puas dengan status quo dan senang mencari
sesuatu yang baru, 34 % early majority, ialah mereka yang terbuka
terhadap sesuatu yang baru, 34% late majority, adalah mereka yang
skeptis dan enggan berubah dan 16% late adopters, adalah merekas
yang memiliki pola pikir negatif terhadap perubahan dan menjadi
benteng anti perubahan.12
Oleh karena fenomena ini, agar perubahan berhasil dilaksanakan
diperlukan dua hal. Pertama, keyakinan bahwa standar lama sudah
tidak layak lagi dipertahankan dan harus ditinggalkan menuju standar
baru. Kedua, diperlukan pemimpin perubahan yang kuat agar
mayoritas anggota kelompok dapat diyakinkan.13 Jika mayoritas
anggota kelompok sudah berubah, kelompok resistant pada akhirnya
mungkin akan mengikuti juga sebab bagaimanapun mereka tidak akan
merasa nyaman berada di luar standar kelompok. Jika standar baru
sudah tercapai melalui sebuah proses perubahan, manajemen sekolah
perlu menghentikan proses perubahan itu sampai standar tersebut
menjadi mantap dan menjadi budaya baru (freezing). Ini perlu
dilakukan agar tidak terjadi bounch back [pantulan kembali] ke
praktik lama.

12 Ibid, h. 27
13 Ibid, h. 28

9
Budaya baru yang sejogjanya menjadi target perubahan pada
sekolah , sebagimana didiskusikan di atas, adalah budaya mutu .14 Jika
budaya berarti nilai atau keyakinan yang dianut oleh kelompok yang
dijadikan ’penggalangan konformisme’ perilaku anggota kelompok, 15
budaya mutu mengandung makna bahwa hanya perilaku yang
mengutamakan mutu-lah yang dianggap benar dalam kelompok itu.
Untuk mencapai tahapan ini, diperlukan manajemen perubahan yang
kuat yang dengan konsisten melakukan ’pemberdayaan, [memberi]
arahan, bimbingan, modelling, coaching, pujian, seremoni...
keberhasilan mutu, dan pemberian hadiah atas prestasi mutu’. 16
Apabila budaya mutu benar-benar dijadikan sasaran perubahan,
jangan kepalang tanggung, sekolah rintisan SBI hendaknya
menerapkan manajemen mutu terpadu (Total Quality Management),
b. Kepemimpinan Transformasional
Pada dasarnya orang cenderung nyaman berada pada status
quo oleh karenanya agar terjadi perubahan diperlukan kepemimpinan
yang kuat dengan tipe yang sesuai untuk itu. Salah satu tipe
kepemimpinan yang cocok untuk ini adalah kepemimpinan
transformasional. Kepemimpinan transformasional bukan hanya
berpihak pada perubahan tetapi berintikan perubahan itu sendiri.
Istilah “transformational’ leadership diusulkan oleh Bass sebagai
pengganti dari istilah ‘transforming’ leadership yang diperkenalkan
oleh Burns pada tahun 1978. Oleh Burns, istilah transforming
digunakan sebagai nama sebuah ujung ekstrim garis kontinum yang
mengilustrasikan tipe kepemimpinan dengan ujung lain bernama
transaksional. Kepemimpinan transaksional adalah gaya memimpin
yang ditandai dengan ciri: apabila pengikut melaksanakan tugas

14 Ditjen. Mandikdasmen. Panduan Sistem Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf


Internasional untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. (Jakarta: 2007) h. 50
15 Slamet PH, 2005 dalam Ibid
16 Ibid, h. 51

10
dengan benar mereka akan mendapatkan sesuatu sebagai imbalannya.
Adapun kepemimpinan tranformasional adalah kepemimpinan yang
memiliki visi ke depan yang jelas dan bagaimana membawa pengikut
untuk mencapainya.17 Jika kepemimpinan transformasional diterapkan
di sekolah, proses transformasi dilakukan melalui tahap: 1) melihat
kondisi nyata/kondisi obyektif sekolah, 2) menetapkan kondisi yang
diinginkan, 3) menetapkan besarnya tantangan dengan cara
membandingkan kondisi obyektif dengan kondisi yang diinginkan,
dan 4) bergerak dari kondisi nyata menuju kondisi yang diinginkan.18
Bass mendiskripsikan ciri pemimpin tranformasional adalah
mereka yang 1) memotivasi pengikut untuk berbuat lebih dari yang
biasanya, 2) meningkatkan tingkat kesadaran pengikut terhadap
masalah-masalah penting, 3) menaikkan tingkat kebutuhan dari
kebutuhan akan keamanan atau pengakuan menjadi kebutuhan untuk
berprestasi dan mengaktualisasikan diri, dan/atau 4) membimbing
pengikut untuk mengubah [orientasi dari] kepentingan diri sendiri
menjadi kepentingan tim atau organisasi. Model kepemimpinan
transformasional inilah yang sejak dikenalkan cenderung terus
mendapat sambutan positif di seluruh dunia karena diyakini, dan
barangkali juga sudah terbukti, mampu membawa organisasi,
termasuk sekolah, menuju keadaan yang dicita-citakan. Salah satu
bentuk dari kepemimpinan transformasional, berdasarkan cirinya,
adalah kepemimpinan dalam menerapkan total quality management
(TQM).

c. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management/TQM)


Kegagalan yang umum terjadi pada manajemen perubahan,
menurut Weller and Hartley disebabkan oleh sebuah alasan

17 Ibid, h.14
18 Ibid

11
fundamental yakni ‘fragmented programmes and approaches lack a
coherent systematic plan or structured process to implement …
reforms’ [program yang terfragmentasi, pendekatan kekurangan
rencana sistematis yang koheren atau proses terstruktur untuk
mengimplementasikan reformasi]. Oleh karena itu, untuk menghindari
kegagalan tersebut, mereka menyarankan agar sekolah melakukan
perencanaan yang jelas yang berdasarkan pola pikir yang terstruktur
dan sistematis. Intinya, seluruh aspek manajemen: perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan segala yang berkaitan dengan itu,
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu dengan berorientasi
kepada mutu.
The International Standard Organisation (ISO), mendifinisikan
TQM sebagai “a management approach for an organization, centered
on quality, based on the participation of all its members and aiming at
long-term success through customer satisfaction, and benefits to all
members of the organization and to society." [pendekatan manajemen
untuk sebuah organisasi, yang dipusatkan pada kualitas, berdasarkan
partisipasi seluruh anggotanya dan diarahkan pada sukses jangka
panjang melalui kepuasan pelanggan, dan keuntungan kepada seluruh
anggota organisasi dan masyarakat).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dideduksikan bahwa upaya
sistematis yang menyeluruh dan sungguh-sungguh dalam TQM untuk
mengintervensi setiap unsur dalam sistem pendidikan sehingga
seluruh aspek memenuhi standar mutu yang ditetapkan, ditujukan
untuk mencapai sukses jangka panjang dan dilakukan bersama-sama
oleh seluruh warga sekolah.
Disini terjadi proses rekursif; yakni, agar mampu
menyelenggarakan TQM, sekolah harus menyiapkan SDM yang
berkualitas pada semua lapisan agar intervensi terhadap seluruh aspek
dalam sistem pendidikan di sekolah dapat dilaksanakan. Dengan kata
lain, SDM diubah dulu agar TQM dapat dijalankan. Sebaliknya,

12
penerapan TQM di sekolah adalah cara yang baik untuk meningkatkan
kualitas SDM sebab SDM yang tidak mengikuti perubahan itu akan
tertinggal. Proses ini akan berhasil dengan syarat pelaksanaan TQM
disepakati oleh seluruh warga sekolah dan bersifat partisipatif; bukan
paksaan. Pengikut mau berubah karena mereka menginginkannya,
bukan karena terpaksa.
Weller dan Hartley menyarankan agar TQM tidak mengalami
kegagalan, sekolah perlu melakukan hal-hal berikut. 1) Lakukan
intervensi terhadap masukan mentah, yakni calon siswa baru, dengan
cara menyelenggarakan program untuk menyiapkan mereka mengikuti
PBM yang berkualitas. Ini yang disebut Dit. PSMP sebagai program
”bridging course’ 2) Untuk menghindari pengaruh buruk yang
menghambat TQM, ciptakan budaya kerja, tetapkan visi dan misi
bersama, dan jadikan ‘continuous improvement’ sebagai norma
sekolah. 3) Kerucutkan tujuan pendidikan dari tujuan yang terlalu luas
menjadi tujuan pendidikan di sekolah tersebut secara spesifik. 4)
Jangan berfokus pada hasil kerja jangka pendek, misalnya hasil ujian,
tetapi harus ada komitmen terhadap tujuan jangka panjang
(commitment to constancy of purpose). 5) Evaluasi terhadap performa
siswa harap didasarkan pada harapan pelanggan (orang tua siswa/
dunia kerja). 6) Dengarkan pelanggan, dan usahakan memenuhi
harapan-harapan mereka agar mereka mau mendukung sekolah. 7)
Ciptakan cara mengembangkan dan mengelola SDM untuk mengatasi
kekurangan SDM yang bermutu. 8) Bangunlah sistem yang tidak
memungkinkan lagi menghasilkan hasil yang tidak bermutu.19
Sekali lagi, perlu penegasan disini dalam penerapan TQM terjadi
proses rekursif. Untuk melaksanakan TQM diperlukan SDM
berkualitas; dan di sisi lain, SDM berkualitas akan terdorong dengan
penerapan TQM.

19 Ditjen. Mandikdasmen. Panduan Sistem Penyelenggaraan, h. 23-28

13
d. Perubahan karena Penerapan Teknologi
Evans mensinyalir, ’virtually every aspect of our existence has
been tranformed by technology, by the revolution of computing, [and]
by mass communication’ [hampir setiap aspek keberadaan kita telah
berubah karena teknologi, revolusi komputasi, dan komunikasi
massal]. Jika kita setuju bahwa pengaruh pemakaian teknologi
utamanya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) terhadap
perubahan gaya dan kualitas hidup termasuk dalam
kehidupan berorganisasi sangat kuat, maka tidak terlalu sulit bagi
kita untuk percaya bahwa penerapan TIK dapat dijadikan strategi
untuk mengubah SDM di sekolah. Seperti halnya pada penerapan
TQM, juga terjadi proses rekursif dalam aplikasi TIK di sekolah. Agar
TIK dapat diaplikasikan dengan maksimal, diperlukan SDM yang
bermutu. Sebaliknya, penggunaan TIK secara sungguh-sungguh akan
membantu meningkatkan kualitas SDM.
Ditjen Mandikdasmen dan Dit PSMP menggariskan bahwa
pemakaian TIK dalam KBM dan manajemen sekolah adalah wajib.
Oleh karenanya, sekolah perlu mengerahkan segala daya upaya untuk
memenuhi ketentuan ini. Mengingat penerapan TIK dalam KBM dan
menajemen sekolah adalah salah satu bentuk perubahan, maka,
sebagaimana yang ditunjukkan oleh Hoy dan Miskel tersebut
terdahulu, akan ada perbedaan sikap dari seluruh personel sekolah
terhadap penerapan TIK ini. Mandinach mencatat ada empat
kelompok guru dan tenaga kependidikan berdasarkan kapasitasnya
dalam memanfaatkan TIK.

PENUTUP

Kesimpulan 

14
Agar sekolah dapat menjalankan peran yang dibebankan kepadanya
dengan baik, diperlukan SDM yang berkualitas tinggi yang setidak-
tidaknya memenuhi kriteria yang ditetapkan baik oleh Ditjen.
Mandikdasmnen maupun Dit.PSMP. Untuk pemenuhan kebutuhan SDM
sesuai dengan kriteria tersebut, disamping dapat dilakukan pengangkatan
atau mutasi, perlu juga dilakukan dengan pengembangan SDM yang ada.
Karena untuk berkembang seseorang perlu berubah, maka diperlukan
pemahaman yang baik terhadap seluk perubahan baik pada tingkat
individu maupun pada tingkat organisasi. Untuk berubah orang perlu
belajar sehingga agar terjadi perubahan, berbagai strategi membelajarkan
SDM perlu dilakukan. Disamping itu, perubahan kolektif memerlukan
manajemen dan kepemimpinan perubahan. Dengan demikian, agar terjadi
perubahan yang efektif diperlukan manajemen dan kepemimpinan yang
secara jeli dapat memanfaatkan strategi dan kepemimpinan perubahan
yang mendukung.

Strategi Implementasi Meningkatkan Kualitas Pendidikan

Kualitas pendidikan dapat di tingkatkan melalui beberapa cara seperti :

1. Meningkatkan ukuran prestasi akademik melalui ujian nasional atau


ujian daerah yang menyangkut kompetensi dan pengetahuan,
memperbaiki tes bakat ( Scholastic Aptitude Test), sertiikasi
kompetensi dan profil forolio.
2. membentuk k elompok sebaya untuk meningkatkan gairah
pembelajaran malaui belajar secara kooperatif ( kooperative learning)
3. menciptakan kesempatan belajar baru di ekolah dengan mengubah jam
sekolah menjadi pusat belajar sepanjang hari dan tetap membuka
sekolah pada jam – jam libur.
4. meningkatkan pemehaman dan penghargaan belajar melalui
peguasaan materi( mastery learning) dan penghargaan atas
pencapaiaan prestasi akadeik.

15
5. membantu siswa memperoleh pekerjaan dengan menawarkan kursus –
kursus yang berkaitan dengan keterampilan memperoleh
pekerjaan. Selain dari itu salah satu kunci keberhasilan pendidikan
adalah penerapan konsep pelibatan dan pemberdayaan karyawan.
Pelibatan karyawan adalah suatu proses untuk mengikut sertakan par
karyawan pada semua tingkatan organisasi dalam pembuatan
keputusan dan pemecahan masalah. Sementara pemberdayaan
karyawan adalah pelibatan karyawan yang benar – banar berarti
( signiikan ). Pemberdayaan tidak sekedar memberi masukan, tetapi
juga memperhatikan, mempertimbangkan, dan mengindahkan
masukan tersebutapakah akan diterima atau tidak.

Tujuan dari pemberdayaan karyawan adalah untuk meningkatkan


kemampuan organisasi dalam memberikan nilai–nilai pada pelanggan.
Untuk memeperdayakan karyawan di mulai dengan :

1. keingingan manajer dan suvervisor untuk memberi tanggung jawab


kepada karyawan.
2. melatih suvervisor dan karyawan mengenai bagaimana cara untuk
melakukan delegasi dan menerima tanggung jawab
3. perlu komunikasi dan umpan balik antara manajer dan suvervisor
kepada karyawan
4. perlu penghargaan dan pengakuan kepada karawan.

DAFTAR PUSTAKA

16
B. Santoso, Thomas, Manajemen Sekolah di Masa Kini (1), Pendidikan
Network : www.google.com

Ditjen. Mandikdasmen . Panduan Sistem Penyelenggaraan Rintisan


Sekolah Bertaraf Internasional untuk Pendidikan Dasar dan Menengah.
(Jakarta: 2007)

Dit. PSMP, Panduan Penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf


Internasional (SBI) untuk Sekolah Menegah Pertama. (2007)

Development Team, Eric, Professional Development: Successful


Strategies for Teacher Change. www.eric.ed.gov.

Doecke, B. Knowledge and Knowledge: The Status of Teachers'


Narratives in Educational Research. Pogress in Education. (R.
Nata. Huntington New York, Nova Science Publishers, 4, 2001).

Lieblich, A. R. and e. a. Tuval-Mashiach.Narrative Research: Reading,


Analysis, and Interpretation. (California, Thousand Oak, 1998).

Nawawi, Hadari, Manajemen Strategik, (Yogyakarta :Gadjah Mada Pers,


2005)

Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah, ( Jakata : Grasindo, 2003 )

Sandy Setiawan, Adnan, Manajemen Perguruan Tinggi Di Tengah


Perekonomian Pasar dan Pendidikan Yang Demokratis, INDONews
(s)”indonews@indo-news.com.

Sternberg, R. J. In Search of the Human Mind.Philadelphia, [Harcourt


Brace Colllege, 1994].

Weller, L.D. (1996).Techniques Benchmarking: a paradigm for change to


quality education. [The TQM Magazine. 8 (6), 1996]

17

Anda mungkin juga menyukai