Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kehamilan Serotinus
1. Definisi
Kehamilan serotinus adalah kehamilan yang berlangsung selama 42
minggu atau lebih. Dikenal beberapa istilah yang sering digunakan untuk
menyebutkan kehamilan yang sudah melampaui usia kehamilan yang
dianggap berada diatas batas normal (usia kehamilan 37 minggu lengkap
sampai sebelum 42 minggu lengkap) yaitu:1,2
a. Kehamilan post-term adalah kehamilan yang berusia lebih dari sama
dengan 42 minggu atau 294 hari. Meskipun istilah ini lebih sering
digunakan untuk menyebut kehamilan dengan berusia lebih dari 41
minggu.10,11
b. Kehamilan lewat tanggal (post-dates pregnancy) adalah kehamilan
yang berusia melebihi 40+0 minggu ditambah 1 hari atau lebih.
(kapanpun asalkan melebihi dari taksiran hari persalinan).10,11
c. Kehamilan memanjang (prolonged pregnancy) adalah kehamilan yang
berusia lebih dari 42 minggu, sinonim dengan kehamilan post-term.11
d. Post-mature pregnancy menggambarkan keadaan janin yang lahir
dengan ciri-ciri klinis nyata yang menunjukkan kehamilan yang
memanjang patologis, sehingga dapat menimbulkan beberapa
komplikasi.1,2
2. Insidens
Dengan perhitungan taksiran hari persalinan yang tepat, insidens
kehamilan menurut usia kehamilan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:11
Tabel 2.1 Insidens kehamilan menurut usia kehamilannya11
Usia kehamilan Insidens
41 minggu 27%
42 minggu 4 – 15%
43 minggu 2 – 7%

4
5

Angka kejadian kehamilan serotinus yang dilaporkan beberapa ahli


bervariasi yang mungkin disebabkan karena adanya perbedaan pada alat
atau parameter yang digunakan dalam pemeriksaan untuk menentukan usia
kehamilan, batasan kehamilan serotinus yang digunakan oleh masing-
masing ahli dan kepastian dari hari pertama haid terakhir. 12 Variasi angka
kejadian kehamilan serotinus menurut beberapa ahli dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:
Tabel 2.2 Angka kejadian kehamilan serotinus menurut beberapa
peneliti6,12
Penulis Tahun Kejadian (%)
Browne dan Dixon 1970 10,40
Hauth et al 1980 6,80
Oxorn 1990 12,00
Tjahjanto 1998 6,86

3. Faktor yang berhubungan dengan terjadinya kasus serotinus, antara


lain:
Penyebab tersering kehamilan serotinus adalah perhitungan usia
kehamilan yang tidak tepat dikarenakan catatan hari pertama haid terakhir
(HPHT) yang tidak benar. Kriteria klinik yang sering digunakan untuk
mengkonfirmasi usia kehamilan adalah HPHT, besar uterus yang dinilai
melalui pemeriksaan bimanual pada trimester pertama, perkiraan gerakan
janin, auskultasi detak jantung janin dan ketinggian fundus uteri pada
kehamilan tunggal.12-14
Ovulasi yang tidak teratur atau adanya variasi pada panjangnya fase
folikuler. Karena fase folikuler yang abnormal panjang akan menyebabkan
perkiraan umur kehamilan yang berlebihan.12
Kehamilan serotinus yang terjadi pada kehamilan sebelumnya,
memiliki risiko untuk terjadi kehamilan serotinus pada kehamilan
berikutnya sebesar 15%.12
4. Etiologi
Rasio estrogen/progesteron yang normal diperlukan untuk
menimbulkan onset persalinan. Beberapa faktor yang menurunkan
produksi estrogen janin sehingga dapat menunda persalinan antara lain:3,12
6

- Menurunnya produksi 16 α-hidroksidehidroepiandrosteron sulfat, yang


merupakan prekursor untuk produksi estriol. Misalnya pada
anensefalus.
- Hipoplasia adrenal atau insufisiensi hipofise janin, yang menyebabkan
penurunan produksi prekursor untuk estriol sintesis.
- Defisiensi enzim sulfatase plasenta yang diturunkan sebagai suatu ciri
resesif yang berhubungan dengan kromosom seks (X-linked inherited
diseases), yang mencegah konversi prekursor estrogen sulfat menjadi
estrogen oleh plasenta dan ditandai khusus dengan kadar estriol yang
rendah. Pada keadaan ini kelenjar adrenal janin menghasilkan hormon
prekursor, tetapi plasenta kekurangan enzim untuk memecah
dehidroandrosteron sulfat menjadi sulfat, yang merupakan tahap
pendahuluan enzimatik pada proses perubahan androgen menjadi
estridiol dan estriol.
Penurunan konsentrasi estrogen pada kasus kehamilan serotinus,
dianggap sebagai hal penting karena konsentrasi estrogen yang ada tidak
cukup untuk menstimulasi produksi dan penyimpanan glikofosfolipid di
dalam membran janin. Pada jumlah estrogen yang normal dan terus
meningkat, dengan semakin berlanjutnya kehamilan, membran janin
menjadi kaya akan 2 jenis glikofosfolipid (fosfatidilinositol dan
fosfatidiletanolamin) yang keduanya mengandung arakidonat pada posisi
sn-2. Janin memacu persalinan melalui mekanisme tertentu yang masih
belum dipahami dengan jelas, sehingga terjadi pemecahan arakidonat dari
kedua senyawa glikofosfolipid ini. Dengan demikian arakidonat tersedia
bagi konversi menjadi prostaglandin E2 dan E2α yang selanjutnya akan
menstimulasi penipisan serviks serta kontraksi ritmik uterus yang menjadi
ciri khas persalinan normal.12
Pada saat menjelang persalinan terjadi penurunan hormon progesteron,
peningkatan oksitosin dan peningkatan reseptor oksitosin sehingga otot
uterus semakin sensitif terhadap rangsangan. Tetapi yang paling
menentukan adalah terjadinya produksi prostaglandin yang menyebabkan
7

his kuat. Prostaglandin telah dibuktikan berperan paling penting dalam


menimbulkan kontraksi uterus. Pada keadaan serotinus, terjadi keadaan
sebaliknya, sehingga otot uterus tidak sensitif terhadap rangsangan.4,12
5. Komplikasi
a. Risiko yang terjadi pada janin
(1) Insufisiensi nutrisi dan O2 sebagai dampak insufisiensi plasenta
Proses penuaan plasenta terjadi sejak kehamilan berusia 28-30
minggu, sehingga fungsinya menurun. Pada kehamilan serotinus,
proses penuaan telah berjalan lebih jauh sehingga menimbulkan:3
- Janin tumbuh dan berkembang dalam keadaan kekurangan
nutrisi dan O2.
- Metabolisme anaerobik semakin meningkat menyebabkan
cadangan lemak dan glikogen dalam hati terpakai sehingga
janin mengalami hipoglikemi.
- Pembentukan benda keton yang menimbulkan ketoasidosis,
disertai dengan pH darah yang semakin menurun.
- Janin semakin jarang minum dan mengeluarkan urin sehingga
air ketuban menjadi oligohidramnion.
- Peningkatan fungsi nervus vagus, terjadi peristaltik usus halus
dan sfingter ani terbuka sehingga mekonium dikeluarkan.
- Oligohidramnion yang disertai dengan pengeluaran mekonium
menyebabkan air ketuban menjadi kental.
- Sebagai kompensasi turunnya PO2, akan terjadi rangsangan
terhadap paru untuk bernafas, sehingga dapat menimbulkan
aspirasi air ketuban dan mekoniumnya.
- Dalam situasi yang berat karena nutrisi dan O2 sangat kurang
dan timbul ketoasidosis, maka terjadi peningkatan asam laktat
darah janin yang akan sangat mengganggu aktivitas otot
jantung, sehingga terjadi kegagalan yang menyebabkan
kematian janin serotinus dalam uterus.
8

- Jika terlambat mengambil tindakan, jelli Warton akan


mengalami penurunan jumlah dan konsistensinya. Sehingga
pada keadaan oligohidramnion, bayi akan mudah mengalami
kompresi, mempercepat terjadinya gawat janin sampai
kematian dalam uterus.
Sekitar 20% dari janin postterm memiliki sindrom
dismaturitas, yang mengacu pada bayi dengan karakteristik
pertumbuhan janin intrauteri terhambat kronis dikarenakan
insufisiensi uteroplasenta. Gambaran dismaturitas berupa bayi
tampak tua, kuku panjang, berkurangnya lemak subkutan sehingga
kulit menjadi kering dan keriput, dan terjadi pewarnaan mekonium
pada kulit, umbilikus dan selaput ketuban.2,3,15,16
(2) Makrosomia
Bayi postterm lebih besar daripada bayi cukup bulan dan memiliki
insidens makrosomia janin yang lebih tinggi (2,5-10%
dibandingkan 0,8-1%). Komplikasi yang berhubungan dengan
makrosomia janin meliputi persalinan lama, disproporsi
sefalopelvik, dan distosia bahu dengan risiko yang dihasilkan
adalah cedera ortopedi dan atau neurologis.15
b. Risiko yang terjadi pada ibu hamil
(1) Kehamilan serotinus juga dikaitkan dengan risiko yang
berhubungan dengan persalinan pada ibu hamil, antara lain: 15
- Peningkatan persalinan yang abnormal/distosia (9-12%
dibandingkan 2-7% pada kehamilan cukup bulan)
- Peningkatan laserasi perineum berat yang berhubungan dengan
makrosomia (3,3% dibandingkan 2,6% pada kehamilan cukup
bulan)
- Risiko seksio sesarea dua kali lipat. Seksio sesarea dikaitkan
dengan peningkatan risiko komplikasi, seperti endometritis,
perdarahan, dan penyakit tromboemboli.
9

(2) Psikis pada ibu hamil


Kehamilan serotinus dapat menjadi sumber kecemasan besar bagi
ibu hamil.15
6. Diagnosis
Diagnosis kehamilan serotinus dengan cara:
a. Melalui riwayat menstruasi
Jika HPHT diketahui, maka perkiraan tanggal lahir dapat
ditentukan dengan rumus Naegle yaitu tanggal ditambah 7, bulan
dikurangi 3. Rumus Naegle dapat akurat apabila pasien mempunyai
siklus menstruasi 28 hari, teratur, HPHT diketahui dengan pasti. Rata-
rata ovulasi terjadi pada hari ke 14 sebelum periode menstruasi
berikutnya. Satu hari perlu ditambahkan pada umur kehamilan untuk
setiap hari kelebihan dari siklus 28 hari dan satu minggu ditambahkan
pada siklus 35 hari. Diagnosis kehamilan serotinus akan diketahui bila
pasien mengetahui saat ovulasi dengan pemeriksaan suhu basal
tubuh.3,12,16
b. Melalui perkiraan tahap aktivitas janin dalam rahim
- Denyut jantung janin
Dengan stetoskop Laennec denyut jantung janin mulai dapat
didengar pada saat usia kehamilan 18-21 minggu. Bila didengarkan
dengan fetalphone Doppler, maka sudah dapat didengar pada usia
kehamilan 12 minggu. Sehingga apabila telah lewat 32 minggu
sejak dapat didengarnya denyut jantung janin dengan fetalphone
Doppler maka mempunyai kemungkinan terjadinya kehamilan
serotinus.3,12
- Gerakan janin
Pada usia kehamilan antara 18-20 minggu wanita hamil akan
merasakan gerakan-gerakan yang berdenyut halus di abdomen,
gerakan ini secara bertahap akan bertambah intensitasnya. Hal ini
disebabkan karena aktivitas janin dan waktu gejala pertama kali
dikenali oleh ibu hamil tersebut disebut sebagai quickening atau
10

persepsi tentang kehidupan. Tanda ini memberikan bukti yang


dapat mendukung diagnosis kehamilan dan bila waktunya
ditentukan dengan tepat, dapat menunjang dalam menetapkan usia
kehamilan. Kehamilan serotinus dapat diduga apabila janin belum
lahir setelah lewat 24 minggu dari saat dirasakannya gerakan janin
yang pertama kali.3,12
c. Menggunakan ultrasonografi (USG) untuk memperkirakan berat janin,
waktu persalinan dan menentukan profil biofisik janin/kesejahteraan
janin intrauteri.3,12,15
- Kantung kehamilan/Gestational Sac
Pada usia kehamilan 6 minggu sudah terlihat kantung kehamilan
yang sangat khas, gerakan denyut jantung janin terlihat jelas pada
usia kehamilan 8 minggu.12
- Crown-rump length/CRL
CRL atau panjang puncak kepala-bokong janin yang diukur saat
trimester pertama dapat memberikan ketepatan ± 4 hari dari
taksiran persalinan. 12,15
- Biparietal Diameter/BPD dan panjang femur
BPD atau lingkar kepala dan panjang femur yang diukur saat
trimester kedua dapat memberikan ketepatan ± 7 hari dari taksiran
persalinan. 12,15
Karena variasi normal ukuran janin pada trimester ketiga,
penentuan tanggal persalinan pada saat itu kurang dapat dipercaya (±
12,15
21 hari). Variasi keakuratan USG untuk menentukan usia
kehamilan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.3 Variasi keakuratan USG pada trimester pertama15
Usia kehamilan saat dilakukan USG Variasi
< 20 minggu ± 7 hari
20-30 minggu ± 14 hari
> 30 minggu ± 21 hari

Jika perkiraan usia kehamilan menggunakan HPHT pasien berbeda


dari USG dengan perkiraan lebih dari variasi yang diterima, maka
11

perkiraan usia kehamilan yang digunakan adalah hasil perkiraan


dengan menggunakan USG.15
Kehamilan dapat diduga sebagai kehamilan serotinus bila
didapatkan 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil pemeriksaan:12
(1) Telah lebih dari 36 minggu sejak tes kehamilan dinyatakan positif
(2) Telah lebih dari 32 minggu sejak denyut jantung janin terdengar
pertama dengan fetalphone Doppler
(3) Telah lebih dari 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama
kali
(4) Telah lebih dari 22 minggu sejak terdengar denyut jantung janin
pertama dengan stetoskop Laennec.
7. Pengelolaan
Pengelolaan kehamilan serotinus dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Pengelolaan ekspektatif
Pengelolaan ekspektatif adalah kehamilan dibiarkan berlangsung
sampai berusia 42 minggu dan seterusnya hingga terjadi persalinan
spontan selama hasil pengujian kesejahteraan janin masih baik. Induksi
dilakukan bila serviks sudah matang atau terdapat indikasi obstetri
untuk mengakhiri kehamilan, antara lain bila hasil tes tanpa tekanan
abnormal.16
Uji kesejahteraan janin dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan
profil biofisik secara cepat (rapid biophysic profile) yang terdiri atas
pemeriksaan gerakan janin yang terprovokasi suara (sound-provoked
fetal movement) dan pengukuran indeks air ketuban (amniotic fluid
index/AFI), keduanya dilakukan dengan menggunakan USG. Rapid
biophysic profile memiliki kelebihan yaitu sederhana, murah,
interpretasi hasil lebih mudah, waktu yang diperlukan lebih pendek,
dan bila dibandingkan dengan profil biofisik yang lengkap (Non stress
test/NST dan AFI serta 3 komponen gerakan spontan janin yaitu gerak
nafas, gerak janin dan tonus janin) maupun profil biofisik yang telah
12

dimodifikasi (hanya NST dan AFI) memiliki ketepatan yang hampir


sama.16
b. Pengelolaan aktif
Pengelolaan aktif merupakan upaya untuk menimbulkan persalinan
pada setiap kehamilan sebelum terjadi kehamilan serotinus. Sehingga
terdapat perbedaan mengenai waktu untuk dilakukan induksi
persalinan yaitu pada usia kehamilan 41 minggu atau 42 minggu.
Beberapa penulis menganjurkan suatu tindakan aktif dengan
melakukan induksi persalinan pada usia kehamilan 41 minggu untuk
menghindari kemungkinan komplikasi dari kehamilan serotinus. Pada
usia kehamilan 41 minggu dengan serviks belum matang, maka
dilakukan uji kesejahteraan janin dan dilakukan pematangan serviks
terlebih dahulu.16
Rekomendasi The American College of Obstetricians and
Gynecologists (ACOG) untuk penatalaksanaan untuk kehamilan 42
minggu atau lebih adalah sebagai berikut:15
a. Rekomendasi berikut didasarkan pada bukti ilmiah yang baik dan
konsisten (Tingkat A):
(1) Wanita dengan kehamilan serotinus yang memiliki serviks
belum matang dapat menjalani induksi persalinan atau
dilakukan pengelolaan secara ekspektatif.
(2) Prostaglandin dapat digunakan pada kehamilan serotinus untuk
pematangan serviks dan menginduksi persalinan.
(3) Persalinan harus dilakukan jika ada bukti gawat janin atau
oligohidramnion.
b. Rekomendasi-rekomendasi berikut terutama didasarkan pada
konsensus dan pendapat pakar (Tingkat C):
(1) Meskipun kurangnya bukti bahwa pemantauan dapat
meningkatkan hasil perinatal, sebaiknya memulai pemantauan
antenatal kehamilan serotinus dimulai antara usia kehamilan 41
minggu (287 hari; tanggal taksiran +7 hari) dan 42 minggu
13

(294 hari; tanggal taksiran +14 hari) karena ada bukti bahwa
morbiditas dan mortalitas perinatal meningkat seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan.
(2) Banyak praktisi melakukan tes dua kali seminggu dengan
evaluasi volume cairan amnion dimulai pada usia kehamilan 41
minggu. Tes tanpa tekanan dan penilaian volume cairan
ketuban (profil biofisik yang dimodifikasi) harus memadai.
(3) Banyak penulis merekomendasikan persalinan yang cepat pada
pasien serotinus dengan serviks yang baik dan tidak ada
komplikasi lain.
Usia kehamilan ≥ 42 minggu

Serviks matang Serviks belum matang

Pematangan serviks Pengawasan janin

Tes kesejahteraan dan


gerakan janin normal

Induksi persalinan Pengelolaan ekspektatif

Gambar 2.1 Skema pengelolaan kehamilan serotinus menurut The American


College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) 15,16

B. Pematangan Serviks Prainduksi


Tujuan dari pematangan serviks adalah memfasilitasi proses perlunakan,
penipisan dan pelebaran serviks dengan maksud untuk mengurangi tingkat
kegagalan induksi dan waktu dari induksi ke persalinan. Kondisi atau
kelayakan (favorability) serviks sangat penting bagi suatu induksi persalinan.
Perubahan yang diamati tidak hanya mencakup pemecahan dan restrukturisasi
kolagen, tetapi juga perubahan glikosaminoglikan, peningkatan produksi
14

sitokin, dan infiltrasi sel darah putih. Jika induksi diindikasikan dan status
serviks kurang baik, agen untuk pematangan serviks dapat digunakan.1,17
Terdapat beberapa metode pematangan serviks, antara lain:
1. Metode non farmakologis
a. Suplemen herbal
Penggunaan suplemen herbal untuk meningkatkan kesehatan telah
populer di kalangan masyarakat. Hal ini diyakini oleh beberapa orang
bahwa minum teh herbal saat hamil dapat memelihara kehamilan dan
tonus uterus sehingga mendukung kesehatan yang optimal pada saat
kehamilan. Tetapi penggunaan suplemen herbal sebagai metode
pematangan serviks dan induksi persalinan tidak direkomendasikan
oleh National Collaborating Centre for Women’s and Children’s
Health (NCC-WCH).18,19
b. Minyak merica/Castor oil
Minyak merica (Castor oil) telah digunakan secara luas sebagai cara
tradisional untuk pematangan serviks dan induksi persalinan, tetapi
mekanismenya masih belum diketahui secara pasti. Penggunaan
minyak merica ini juga tidak direkomendasikan oleh NCC-WCH. 18,19
c. Hubungan seksual
Hubungan seksual biasanya melibatkan stimulasi puting dan
payudara, yang dapat mendukung pelepasan hormon oksitosin.
Segmen bawah uterus terstimulasi dengan penetrasi, menyebabkan
pelepasan prostaglandin lokal. Orgasme pada wanita melibatkan
kontraksi uterus, sedangkan cairan semen mengandung prostaglandin,
yang mungkin dapat berfungsi untuk pematangan serviks. Hubungan
seksual sebagai teknik pematangan serviks juga tidak dianjurkan oleh
NCC-WCH. 18,19
d. Stimulasi payudara
Stimulasi payudara dapat merangsang produksi oksitosin endogen
pada wanita hamil maupun tidak hamil sehingga menyebabkan
kontraksi uterus.18
15

e. Akupuntur dan transcutaneous nerve stimulation (TENS)


Akupuntur dan TENS mungkin dapat menstimulasi pelepasan
oksitosin dan prostaglandin. Tetapi penggunaan teknik akupuntur
untuk pematangan serviks dan induksi persalinan tidak dianjurkan oleh
NCC-WCH.18,19
f. Prosedur mekanis
Prosedur mekanis mempunyai mekanisme kerja yang sama yaitu
memberikan tekanan lokal yang dapat menstimulasi pelepasan
prostaglandin. Metode ini meliputi:18
- Dilator higroskopik
Dilator higroskopik diserap oleh endoserviks dan cairan jaringan
lokal, sehingga menyebar di dalam endoserviks dan mengontrol
tekanan mekanis. Produk yang tersedia meliputi dilator osmotik
alami (contohnya Laminaria japonicum) dan dilator osmotik
sintetik (contohnya Lamicel).
- Ballon devices
Alat ini menghasilkan tekanan mekanik secara langsung pada
serviks saat balon diisi. Kateter foley dapat digunakan untuk alat
balon ini.
g. Metode Bedah
- Stripping of the membranes
Menyebabkan peningkatan aktivitas phospolipase A2 dan
Prostaglandin F2α (PGF2α), yang akan menghasilkan dilatasi serviks
mekanik akan sehingga dapat memicu pelepasan prostaglandin.18
- Amniotomi
Terdapat hipotesis bahwa amniotomi meningkatkan produksi dan
menyebabkan pelepasan prostaglandin lokal. NCC-WCH
merekomendasikan amniotomi tidak digunakan sebagai metode
utama untuk pematangan serviks dan induksi persalinan.18,19
16

2. Metode farmakologis
a. Prostaglandin
Prostaglandin bereaksi pada serviks untuk membantu pematangan
serviks melalui sejumlah mekanisme yang berbeda. Prostaglandin
menggantikan substansi ekstraseluler pada serviks, dan PGE2
meningkatkan aktivitas kolagenase pada serviks. Hal ini dapat
menyebabkan peningkatan kadar elastase, glikosaminoglikan,
dermatan sulfat, asam hialuronat pada serviks. Relaksasi pada otot
polos serviks memfasilitasi dilatasi. Akhirnya, prostaglandin
menyebabkan peningkatan kadar kalsium yang menyebabkan kontraksi
otot miometrium. Analog PGE2 yang tersedia untuk pematangan
serviks adalah gel dinoprostone (Prepidil) dan dinoprostone
18
spiral/pessary (Cervidil).
b. Misoprostol
Merupakan analog PGE1 sintetis yang aman dan tidak mahal sebagai
agen pematangan serviks, meskipun tidak diberi label oleh FDA untuk
indikasi ini. 18
c. Mifepristone
Mifepristone adalah agen antiprogesteron. Progesteron menghambat
kontraksi uterus, tetapi mifepristone melawan aksi ini.18
d. Relaksin
Hormon relaksin diperkirakan dapat mendukung pematangan serviks.18
e. Oksitosin
Seiring dengan perjalanan kehamilan, jumlah reseptor oksitosin pada
uterus meningkat (100 kali lipat pada usia kehamilan 32 minggu dan
300 kali lipat pada saat persalinan). Oksitosin mengaktifkan jalur
fosfolipase C-inositol dan meningkatkan kadar kalsium intraseluler,
menstimulasi kontraksi otot polos miometrium. Oksitosin dipilih
sebagai agen farmakologi untuk induksi persalinan saat serviks sudah
matang.18
17

C. Misoprostol
1. Farmakologi dan struktur kimia
Misoprostol adalah analog prostaglandin E1 (PGE1) sintetis yang
dipasarkan dalam bentuk sediaan tablet 100 μg dan 200 μg, dan dapat
dipecah untuk menjadi dosis 25 μg atau 50μg dengan menggunakan pill
cutter. Sebagai analog PGE1 sintetis, misoprostol mencegah pembentukan
ulkus lambung dan duodenum pada pasien yang memakai NSAID, melalui
mekanisme cytoprotective. Obat ini juga menyembuhkan ulkus lambung
dan duodenum kronis yang tidak berhubungan dengan penggunaan
NSAID, tetapi mekanisme yang muncul disini adalah sifat antisekresi
bukan sifat sitoprotrektifnya. Misoprostol menunjukkan manfaat di bidang
obstetri dan ginekologi karena memiliki sifat uterotonika dan efek dalam
pematangan serviks. Aplikasi klinisnya meliputi terminasi kehamilan,
induksi persalinan, penatalaksanaan kala tiga persalinan dan
penatalaksanaan perdarahan pasca persalinan.7,8,17,19,20
Nama kimianya adalah 15-deoxy-16-hydroxy-16-methyl PGE1, dengan
berat molekul 382,5 g/mol. Misoprostol memiliki sifat stabil dan larut
dalam air. Rumus empirisnya adalah C22H38O5. Struktur kimia
misoprostol adalah sebagai berikut: 7,8

Gambar 2.2 Struktur kimia misoprostol dan PGE1 alami8


2. Farmakokinetik
Misoprostol dapat diberikan secara oral, vaginal, sublingual, bukal dan
rektal. Tiga sifat farmakokinetik meliputi konsentrasi puncak (Cmax) yang
menggambarkan seberapa baik obat ini diserap, waktu untuk mencapai
konsentrasi puncak (Tmax) yang menggambarkan seberapa cepat obat bisa
diserap, dan daerah di bawah konsentrasi serum terhadap kurva waktu
(AUC) yang menggambarkan bioavailabilitas yang menunjukkan jumlah
18

paparan obat dan untuk menilai kualitas medis suatu obat.8 Berikut adalah
farmakokinetik misoprostol menurut cara pemberiannya:

Gambar 2.3 Konsentrasi asam misoprostol di dalam plasma dari waktu ke


waktu8
a. Misoprostol oral
Misoprostol dengan cepat diabsorbsi setelah diberikan secara oral
kemudian menjalani de-esterifikasi secara cepat dan menyeluruh
(metabolisme pertama) membentuk asam misoprostol, obat pokok dan
metabolit aktif. Tidak seperti senyawa asalnya, metabolit aktif
misoprostol dapat dideteksi di dalam plasma. Beberapa perubahan
tersebut mungkin terjadi di sel-sel parietal. Setelah pemberian
misoprostol 400μg dosis tunggal secara oral, tingkat misoprostol dalam
plasma meningkat cepat dan mencapai puncak pada sekitar 30 menit
kemudian menurun cepat setelah 120 menit dan tetap rendah di sana
seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.8. Makanan dan antasid dapat
menurunkan kecepatan absorpsi misoprostol sehingga memperlambat
dan menurunkan konsentrasi plasma puncak metabolit aktif. Asam
bebas dieskresikan terutama melalui urin dengan waktu paruh (T1/2)
eliminasi sekitar 20-40 menit.7,8,21
b. Misoprostol vaginal
Pada pemberian misoprostol secara vaginal, peningkatan
konsentrasi plasma terjadi secara bertahap dan mencapai level
19

maksimal setelah 70-80 menit sebelum menurun secara perlahan dan


obat masih terdeteksi setelah 6 jam. Walaupun konsentrasi puncak
setelah pemberian oral lebih tinggi daripada vaginal,
bioavailabilitasnya lebih tinggi jika diberikan secara vaginal. Hal ini
berarti bahwa absorpsi misoprostol yang diberikan secara vaginal tidak
konsisten. Dalam praktik klinik, terkadang terlihat sisa-sisa tablet
setelah berjam-jam pemberian secara vaginal, yang menunjukkan
bahwa absorpsinya bervariasi dan tidak lengkap. Hal ini mungkin
dikarenakan variasi dalam jumlah dan pH lendir vagina pada tiap
wanita. Variasi dalam jumlah perdarahan selama aborsi medis juga
dapat mempengaruhi penyerapan misoprostol melalui mukosa vagina.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan penyerapan
misoprostol vaginal. Penambahan air pada tablet misoprostol sering
dilakukan, tetapi saat diberikan tidak menunjukkan peningkatan
bioavailabilitas misoprostol vaginal.7,8
c. Misoprostol sublingual
Tablet misoprostol sangat mudah larut dan dapat dilarutkan dalam
20 menit jika diletakkan dibawah lidah. Penelitian farmakokinetik
yang membandingkan absorpsi pemberian misoprostol secara oral,
vaginal dan sublingual menemukan bahwa pemberian secara
sublingual memiliki Tmax paling pendek, Cmax paling tinggi dan
bioavailabilitas terbaik. 8
Konsentrasi puncak dicapai sekitar 30 menit setelah pemberian
secara sublingual dan oral, sedangkan setelah pemberian secara vaginal
dibutuhkan waktu 75 menit. Oleh karena itu, tampak bahwa cara
pemberian sublingual dan oral memiliki onset kerja tercepat. Setelah
400μg misoprostol, dosis sublingual mencapai konsentrasi puncak
lebih tinggi daripada pemberian oral dan vaginal. Hal ini disebabkan
karena penyerapan cepat melalui mukosa sublingual serta terhindar
dari metabolisme pertama di hati. Banyaknya vaskularisasi di bawah
20

lidah dan pH yang relatif netral dalam rongga mulut dapat menjadi
faktor yang berkontribusi.8
Onset yang cepat dan konsentrasi puncak tinggi memberikan arti
bahwa semua cara pemberian memiliki bioavailabilitas sistemik yang
dapat diukur dengan cara melihat AUC dalam 6 jam pertama, dan
hasilnya yang terbesar adalah pemberian misoprostol secara
sublingual. Di sisi lain, meskipun penyerapan vaginal telah terbukti
lebih lambat dan konsentrasi puncak lebih rendah dari cara pemberian
yang lain, tetapi tingkat serum misoprostol dapat dipertahankan pada
tingkat rendah untuk jangka waktu yang lama. Bahkan, pada akhir 6
jam tingkat serum asam misoprostol setelah pemberian vaginal lebih
tinggi daripada sublingual dan oral. Oleh karena itu, efek misoprostol
bisa bertahan lama selama lebih dari 6 jam setelah pemberian dosis
tunggal, meskipun tingkat ambang batas serum untuk tindakan klinis
masih belum diketahui.8
d. Misoprostol bukal
Pemberian secara bukal adalah cara lain untuk pemberian
misoprostol. Obat ini diletakkan di antara gigi dan pipi sehingga obat
diserap melalui mukosa bukal. Studi klinis, meskipun terbatas
dibandingkan dengan cara pemberian lainnya, telah menunjukkan
bahwa pemberian misoprostol secara bukal juga efektif untuk aborsi,
pematangan serviks dan induksi persalinan. Bentuk kurva penyerapan
pemberian secara bukal sangat mirip dengan vaginal tetapi kadar obat
serum dicapai lebih rendah dalam periode 6 jam. 8
Tmax setelah pemberian bukal adalah 75 menit yang mirip dengan
setelah pemberian vagina, tetapi bioavailabilitas pada pemberian bukal
hanya setengah dari vaginal. Penelitian lain yang membandingkan
pemberian bukal dan sublingual juga telah menunjukkan bahwa
bioavailabilitas misoprostol sublingual adalah 4 kali dari pemberian
secara bukal. 8
21

e. Misoprostol rektal
Pemberian misoprostol per rektal telah dipelajari baru-baru ini
untuk pengelolaan perdarahan postpartum. Cara pemberian per rektal
ini kurang umum digunakan untuk pengelolaan keadaan yang lain. 8
Bentuk kurva penyerapan setelah pemberian per rektal sama
dengan vaginal, namun bioavailabilitasnya hanya 1/3 dari vaginal.
Rata-rata Tmax setelah pemberian per rektal adalah 40-65 menit,
meskipun ada penelitian baru yang melaporkan Tmax yang jauh lebih
pendek dari 20 menit. 8

Gambar 2.4 Tingkat serum asam misoprostol untuk empat cara


pemberian misoprostol epitelial lebih dari 5 jam.8

Pemahaman tentang sifat farmakokinetik dari masing-masing cara


pemberian dapat membantu untuk merancang regimen yang terbaik untuk
berbagai aplikasi klinis. Misoprostol sublingual, yang memiliki Tmax
terpendek, mungkin berguna untuk aplikasi klinis yang memerlukan onset
tindakan cepat, seperti perdarahan postpartum atau pematangan serviks.
Sedangan misoprostol vaginal, yang memiliki bioavailabilitas tinggi dan
kadar serum berkelanjutan, berguna untuk indikasi yang memerlukan
waktu lebih lama untuk manifestasi dari efek klinis, seperti aborsi medis.8
Kinetika penyerapan juga dapat menjelaskan mengapa beberapa cara
pemberian dihubungkan dengan kejadian efek samping yang lebih tinggi.
Misoprostol sublingual dengan Cmax tertinggi, terkait dengan kejadian
efek samping yang tertinggi bila dibandingkan dengan cara pemberian
lainnya. 8
22

3. Efek pada uterus dan serviks


Efek uterotonik dan perlunakan serviks pada sistem genitalia wanita
dipandang sebagai efek samping daripada efek terapeutik pada awal
misoprostol diperkenalkan. Namun, karena efek samping itulah
misoprostol digunakan secara luas dalam praktik obstetri dan ginekologi
saat ini. 8
a. Efek pada uterus
Setelah pemberian misoprostol oral dosis tunggal ada peningkatan
dalam tonus uterus. Untuk menghasilkan kontraksi yang teratur,
membutuhkan dosis misoprostol oral secara berulang karena
dibutuhkan tingkat plasma yang berkelanjutan. 8
Efek pemberian dosis tunggal misoprostol vaginal dalam
kontraktilitas uterus sama dengan oral yaitu meningkatkan tonus
uterus. Tetapi setelah 1-2 jam, kontraksi uterus yang teratur muncul
dan berakhir kurang dari 4 jam setelah pemberiannya. Perkembangan
kontraksi yang teratur setelah pemberian misoprostol vaginal dapat
menjelaskan efektivitas klinis yang lebih baik bila dibandingkan
dengan pemberian secara oral. 8
Waktu yang dibutuhkan untuk meningkatkan tonus adalah 8 menit
untuk oral, 11 menit untuk sublingual dan 20 menit untuk vaginal.
Waktu untuk mencapai tonus maksimal juga lebih singkat pada
pemberian oral dan sublingual jika dibandingkan dengan vaginal. 1-2
jam setelah pemberian misoprostol, tonus mulai menurun dan ini juga
merupakan berakhirnya kerja misoprostol oral. Tetapi pada pemberian
misoprostol secara vaginal dan sublingual, tonus mulai digantikan
dengan kontraksi uterus yang teratur. Kontraksi ini bertahan lebih lama
setelah pemberian misoprostol vaginal daripada sublingual, dengan
penurunan aktivitas yang terjadi sekitar 4 jam (3 jam pada
sublingual).8
Pola tonus dan kontraktilitas pada pemberian misoprostol bukal
sangat sama dengan vaginal, walaupun bioavailabilitasnya 2 kali lebih
23

sedikit. Pemberian misoprostol per rektal yang memiliki


bioavailabilitas paling rendah, menunjukkan aktivitas uterus yang
paling rendah juga. Dan juga onset aktivitas misoprostol per rektal
adalah 103 menit, lebih panjang jika dibanding dengan cara pemberian
yang lain.8
b. Efek pada serviks
Misoprostol telah digunakan secara luas untuk efeknya dalam
pematangan serviks sebelum digunakan untuk induksi persalinan. Efek
pematangan serviks bukan merupakan efek sekunder karena kontraksi
uterus yang dipacu misoprostol, tetapi efek langsung misoprostol pada
serviks.8
Serviks adalah organ dengan jaringan ikat. Jumlah sel otot polos
kurang dari 8% di bagian distal serviks. Mekanisme fisiologi
pematangan serviks tidak diketahui secara pasti. Kejadian biokimia
yang terlibat dalam pematangan serviks adalah:8
(1) Penurunan kolagen total
(2) Peningkatan daya larut kolagen
(3) Peningkatan aktivitas kolagenolitik
Perubahan komponen matriks ekstraseluler digambarkan sama
seperti pada respon inflamasi. Sesungguhnya, selama pematangan
serviks terjadi influks sel inflamasi ke dalam stroma serviks, yang
meningkatkan matriks metalloproteinase dan melalui cara seperti ini
menyebabkan degradasi kolagen dan perlunakan serviks. Sel-sel
inflamatori ini memproduksi sitokin dan prostaglandin yang
mempunyai efek pada metabolisme matriks ekstraseluler. Berbagai
analog prostaglandin dapat menurunkan hidoksiprolin pada serviks ibu
hamil.8
Perubahan histokimia pada serviks ibu hamil setelah pemberian
misoprostol dipelajari dengan mikroskop elektron dan uji serapan
proline mengindikasikan kerja langsung misoprostol pada stroma
jaringan ikat dibuktikan dengan hancur dan terpisahnya kolagen.8
24

Efek kontraktilitas uterus dan pematangan serviks setelah pemberian


misoprostol tidak hanya terjadi pada ibu hamil, tetapi juga pada uterus
wanita tidak hamil. Beberapa wanita tidak hamil mengalami kram perut
bawah setelah pemberian misoprostol dan juga terjadi pematangan
serviks.8
4. Dosis
ACOG merekomendasikan 25 μg misoprostol sebagai dosis awal
untuk pematangan serviks dan induksi persalinan. Frekuensi pemberian
tidak boleh lebih dari setiap 3-6 jam.17
5. Efek samping
Penggunaan misoprostol mengakibatkan beberapa efek samping,
namun efek samping yang bermakna tidak ditemukan pada bidang
hematologi, endokrin, biokimia, imunologi, oftalmologi, respiratorik,
kardiovaskular maupun faktor pembekuan darah. Efek sampingnya
antara lain adalah nyeri abdomen/kram perut, diare yang biasanya ringan
dan sembuh dapat dengan sendirinya, mual dan muntah yang akan
menghilang dalam 2 sampai 6 jam, demam, menggigil, nyeri kepala
dan kulit kemerahan.7,8
Meskipun jarang, misoprostol dapat menimbulkan kelainan
kongenital yang serius, diantaranya Sindroma Mobius dengan
karakteristik paralisis fasial kongenital dengan atau tanpa defek pada
anggota tubuh.7,8
D. Skor Bishop
Pada banyak kasus, teknik induksi yang dipilih bergantung pada perkiraan
kemungkinan keberhasilan. Salah satu metode yang dapat dikuantifikasi dan
bersifat prediktif terhadap keberhasilan induksi persalinan adalah metode
yang dijelaskan oleh Bishop. Skor bishop diperoleh dari pemeriksaan serviks
terdiri atas 5 karakteristik penilaian yaitu pembukaan, pendataran, station,
konsistensi dan posisi serviks yang biasanya menandai permulaan persalinan
spontan dengan skor berkisar dari 0-13. Serviks yang belum matang diartikan
memiliki skor bishop ≤ 6. Berdasarkan penelitian terhadap 500 wanita, Bishop
25

menyatakan bahwa induksi persalinan efektif bila kematangan serviks dengan


skor bishop ≥ 9 maka diharapkan persalinan dapat berhasil secara pervaginam
dengan aman. 1,16,17
Tabel 2.4 Sistem skor Bishop1,16,17,22
Faktor
Skor Pembukaan Pendataran Stationa Konsistensi Posisi
(cm) (%) Serviks Serviks
0 0 0-30 -3 Keras Posterior
1 1-2 40-50 -2 Sedang Tengah
2 3-4 60-70 -1, 0 Lunak Anterior
3 5-6 ≥80 +1, +2 - -
a
Station mencerminkan skala -3 sampai dengan +3, berhubungan dengan spina isiadika

Tabel 2.5 Modifikasi skor Bishop menurut ACOG16


Faktor
Skor Pembukaan Pendataran Penurunan Konsistensi Posisi
(cm) (%) bagian janinb Serviks Serviks
0 <1 0-30 -5 Keras Posterior
1 1-2 40-50 -4 Sedang Tengah
2 3-4 60-70 -2, 0 Lunak Anterior
3 >4 ≥80 +1 - +3
b
berdasarkan skala sentemeter (cm) dari ACOG, skala -5 sampai dengan +5
Penurunan bagian bawah janin pada sistem skor bishop yang telah
dimodifikasi, ditentukan berdasarkan bidang Hodge yang telah disesuaikan
dengan penilaian station dengan skala sentimeter menurut ACOG,
ketentuannya yaitu:16
Station 0 = bidang setinggi spina isiadika = bidang Hodge III
Station -5 = bidang Hodge I
Station +5 = bidang Hodge IV
Station -1,-2,-3,-4 dan -5 memiliki arti 1,2,3,4 dan 5 cm diatas station 0.
Station +1,+2,+3,+4 dan +5 memiliki arti 1,2,3,4 dan 5 cm dibawah station 0.

Tabel 2.6 Modifikasi skor Bishop (Skor Calder)22


Faktor
Skor Pembukaan Panjang Konsistensi Posisi
Stationa
(cm) serviks (cm) Serviks Serviks
0 <1 >4 -3 Keras Posterior
1 1-2 2-4 -2 Sedang Tengah/anterior
2 3-4 1-2 -1/0 Lunak -
3 >4 <1 +1/+2 - -
a
Station mencerminkan skala -3 sampai dengan +3, berhubungan dengan spina isiadika
26

E. Kerangka Penelitian
1. Kerangka Teori
Kehamilan serotinus

Serviks matang Serviks belum matang

Pematangan serviks
dengan analog PGE1
(Misoprostol) secara
sublingual atau vaginal

Serviks matang Tidak ada perbaikan

Induksi persalinan

Persalinan spontan

Seksio sesarea

: Diteliti
: Tidak diteliti
Gambar 2.5 Kerangka teori

2. Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel terikat


Misoprostol: Pematangan serviks pada
- Sublingual kehamilan serotinus
- Vaginal

Gambar 2.6 Kerangka konsep

F. Hipotesis

Pemberian misoprostol sublingual lebih efektif dibandingkan dengan


misoprostol vaginal terhadap pematangan serviks pada pengelolaan kehamilan
serotinus.

Anda mungkin juga menyukai