Anda di halaman 1dari 38

REFERAT

SISTEM SARAF SIMPATIS

Disusun oleh :
Sandi Kurniaawan (030.13.174)
Edi

Pembimbing:
dr. Dedi Atila, SpAn. KIC

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANASTESI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH JAKARTA
PERIODE – 21 JULI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

Referat dengan judul:

“SISTEM SARAF SIMPATUS”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Anastesi
Rumah Sakit Umum Daerah Budhi Asih Jakarta

Periode – 21 Juli 2018

Disusun oleh:
Sandi Kurniawan
(030.13.174)

Jakarta, Juli 2018


Mengetahui,

dr. Dedi Atila, SpAn. KIC

2
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan referat dengan judul
“Sistem saraf simpatis” dengan baik.

Selanjutnya, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-


besarnya kepada dr. Dedi Atila, SpAn. KIC sebagai pembimbing yang telah
banyak membantu penulisan dan penyusunan laporan penelitian ini. Penyusun
juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dan semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik guna perbaikan di masa mendatang. Kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dalam
memperdalam keilmuan di bidang anestesiologi dan reanimasi.

Jakarta, Juli 2018

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................................iii
DAFTAR ISI........................................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 PENDAHULUAN..........................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi........................................................................................................................2
2.2 Anatomi........................................................................................................................3
2.3 Fisiologi........................................................................................................................

4
BAB I
PENDAHULUAN

Sistem saraf dibagi menjadi dua, yaitu sistem saraf pusat dan sistem
saraf tepi. Sistem saraf pusat dibagi lagi menjadi otak dan medula spinalis.
Sedangkan sistem saraf tepi dibagi menjadi saraf somatik dan saraf otonom.1
Bagian sistem saraf yang mengatur fungsi viseral tubuh disebut sistem saraf
otonom. Sistem ini membantu mengatur tekanan arteri, motilitas dan sekresi
gastrointestinal pengosongan kandung kemih, berkeringat suhu tubuh dan
banyak aktivitas lainnya. Sistem saraf otonom juga berperan pada sistem
penglihatan normal seperti cabang parasimpatis berperan pada fungsi
lakrimasi, dan ukuran pupil dikontrol oleh keseimbangan antara persarafan
simpatis untuk otot dilator iris dan parasimpatis untuk otot sfingter iris.2
Sistem saraf otonom terutama diaktifkan oleh pusat-pusat yang terletak
di medula spinalis, batang otak, dan hipotalamus. Juga, bagian korteks serebri
khususnya korteks limbik, dapat menghantarkan impuls ke pusat-pusat yang
lebih rendah sehingga demikian mempengaruhi pengaturan otonomik. Sistem
saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan sistem
saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan.3,5,6
Sebenarnya tidak ada penyamarataan yang dapat dipakai untuk
menjelaskan apakah rangsangan simpatis atau parasimpatis dapat
menyebabkan timbulnya eksitasi atau inhibisi pada suatu organ tertentu. Oleh
karena itu, untuk dapat mengerti fungsi simpatis dan parasimpatis, kita harus
mempelajari seluruh fungsi kedua sistem saraf ini pada masing-masing organ.
4

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sistem saraf otonom adalah bagian dari sistem saraf yang bertanggung
jawab terhadap homeostasis. Kecuali pada otot rangka, yang mendapat persarafan
dari sistem saraf somatomotorik , semua organ yang lain dipersarafi oleh sistem
saraf otonom. Ujung-ujung saraf berlokasi di otot polos (contohnya : pembuluh
darah, dinding usus, kandung kemih), otot jantung, dan kelenjar (contohnya :
kelenjar keringat, kelenjar ludah). Sistem saraf memiliki dua divisi utama, sistem
saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Seperti telah dijelaskan diatas,
beberapa target organ dipersarafi oleh kedua divisi dan organ yang lain dipersarafi
hanya oleh satu divisi.19

2.2 Anatomi sistem saraf simpatis


Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen torakolumbal
(torak 1 sampai lumbal 2).3,5,6,7,9 Serabut-serabut saraf ini melalui rangkaian
paravertebral simpatetik yang berada disisi lateral korda spinalis yang selanjutnya
akan menuju jaringan dan organ-organ yang dipersarafi oleh sistem saraf simpatis.
Tiap saraf dari sistem saraf simpatis terdiri dari satu neuron preganglion dan saraf
postganglion. Badan sel neuron preganglion berlokasi di intermediolateral dari
korda spinalis.9 Serabut saraf simpatis vertebra ini kemudian meninggalkan korda
spinalis melalui rami putih menjadi salah satu dari 22 pasang ganglia dari
rangkaian paravertebral simpatik.4,9
Selanjutnya serat-serat ini dapat mengalami salah satu dari ketiga hal
berikut : (1) serat-serat dapat bersinaps dengan neuron postganglionik yang ada
didalam ganglion yang dimasukinya. (2) Serat-serat dapat berjalan ke atas atau
kebawah dalam rantai dan bersinaps pada salah satu ganglia lain dalam rantai
tersebut. Atau (3) serat itu dapat berjalan melalui rantai ke berbagai arah dan
selanjutnya melalui salah satu saraf simpatis memisahkan diri keluar dari rantai,

6
untuk akhirnya berakhir di salah satu ganglia paravertebral. 1,4,9,10,11,12,13 Akson-
akson neuron preganglion kebanyakan bermielin, hantarannya lambat, tipe B.3,9,14
Pada rangkaian paravertebral simpatik, serabut-serabut preganglion dapat
bersinap badan sel dari neuron postganglion atau melalui cephalad atau caudal
untuk bersinap dengan neuron postganglion (kebanyakan serabut -serabut saraf
yang tidak bermielin,tipe C )3,.9,14 Di ganglia paravertebral yang lain, neuron-
neuron postganglion kemudian keluar dari ganglia paravertebra menuju ke
berbagai organ-organ perifer. Neuron postganglion kembali ke saraf spinal
melalui rami abu-abu, neuron ini selanjutnya akan mempengaruhi tonus otot
pembuluh darah, otot-otot piloerektor, dan kelenjar keringat.4,9
Ganglia prevertebra yang berlokasi di abdomen dan pelvis, terdiri dari
ganglia coeliaca, ganglia aoarticorenal, mesenterica superior dan inferior. Ganglia
terminal berlokasi dekat dengan organ yang disarafi contohnya vesica urinaria dan
rektum.4,6

Gambar 2. Alur perjalanan rami putih simpatetik 11

7
Berdasarkan letaknya, ganglia simpatetik digolongkan menjadi :5,6
1. Ganglia servikalis, terdiri dari 3 ganglia yaitu :
- ganglia servikalis superior
- ganglia servikalis media
- ganglia servikalis inferior
2. Ganglia thorakalis
3. Ganglia lumbalis

Gambar ganglia servikalis dan distribusinya.11

8
Gambar . Ganglion lumbalis11

2.2.1 Pembagian segmental saraf simpatis


Jaras simpatis yang berasal dari berbagai segmen medula spinalis tak perlu
didistribusikan ke bagian tubuh yang sama seperti halnya saraf-saraf spinal
somatik dari segmen yang sama.9,11
Serabut-serabut saraf dari sistem saraf simpatis tidak menginnervasi
bagian-bagian tubuh sesuai dengan segmennya. Sebagai contoh, serabut yang
berasal dari torakal 1 biasanya melewati rangkaian paravertebral simpatik naik
kedaerah kepala, torakal 2 untuk leher, torakal 3 sampai torakal 6 untuk dada,
torakal 7 sampai torakal 11 ke abdomen dan torakal 12, lumbal 1 sampai lumbal 2
ke ekstremitas inferior. Pembagian ini hanya kurang lebih demikian dan sebagian
besar saling tumpang tindih.4,9,10,11,12

9
Distribusi serabut-serabut saraf dari sistem saraf simpatis ke masing-
masing organ ditentukan oleh posisi awal waktu dalam embrio. Disini jantung
menerima banyak serabut saraf simpatis dari rangkaian paravertebra simpatik dari
bagian leher karena jantung berada dileher pada waktu masa embrio. Organ
abdomen menerima innervasi dari sistem saraf simpatis dari segmen torakal yang
lebih rendah sesuai dengan asalnya.3,9

Gambar 3. Distribusi sistem saraf otonom dan organ yang dipersarafinya15

10
Gambar 4. Perbedaan alur sistem saraf serebrospinal dan sistem saraf
otonom11
Serat saraf preganglionik simpatis berjalan tanpa mengadakan sinaps,
melalui jalan-jalan dari seluruh jalan dari kornu intermediolateral medula spinalis,
melalui rantai simpatis, kemudian melewati rantai splanknikus dan berakhir di
medula adrenal. Di medula adrenal, serat – serat saraf ini langsung berakhir pada
sel-sel neuron khusus yang mensekresikan epinefrin dan norepinefrin kedalam
aliran darah. Secara embriologi, sel-sel sekretorik ini berasal dari jaringan saraf
dan analog dengan neuron postganglionik, bahkan sel-sel ini masih mempunyai

11
serat-serat saraf yang rudimenter, dan serat –serat inilah yang mensekresikan
hormon-hormon. 3,9

Gambar 5. Perbedaan dasar anatomi dan respon simpatik dan


parasimpatik11

2.3 Fisiologi sistem saraf otonom


Serat-serat saraf simpatis maupun parasimpatis mensekresikan salah satu
dari kedua bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin atau norepinefrin. 1,3,4,6,9,16
Serabut postganglion sistem saraf simpatis mengekskresikan norepinefrin sebagai
neurotransmitter. Neuron- neuron yang mengeluarkan norepinefrin ini dikenal
dengan serabut adrenergik. Serabut postganglion sistem saraf parasimpatis

12
mensekresikan asetilkolin sebagai neurotransmitter dan dikenal sebagai serabut
kolinergik. Sebagai tambahan serabut postganglion saraf simpatis kelenjar
keringat dan beberapa pembuluh darah juga melepaskan asetilkolin sebagai
neurotransmitter. Semua saraf preganglion simpatis dan parasimpatis melepaskan
asetilkolin sebagai neurotransmitter karenanya dikenal sebagai serabut kolinergik.
Sedangkan asetilkolin yang dilepaskan dari serabut preganglion mengaktivasi baik
postganglion simpatis maupun parasimpatis.

Gambar 6. Neurotransmiter simpatik dan parasimpatik 4

Mekanisme sekresi dan pemindahan transmitter pada ujung


postganglionik.3 Beberapa ujung saraf otonom postganglionik terutama saraf
parasimpatis memang mirip dengan taut neuromuskular skeletal, namun
ukurannya jauh lebih kecil. Beberapa serat saraf parasimpatis dan hampir semua
serat saraf simpatis hanya bersinggungan dengan sel-sel efektor dari organ yang
dipersarafinya, pada beberapa contoh, serat-serat ini berakhir pada jaringna ikat
yang letaknya berdekatan dengan sel-sel yang dirangsangnya. Ditempat filamen
ini berjalan atau mendekati sel efektor, biasanya terdapat suatu bulatan yang
membesar yang disebut varikositas ; didalam varikositas ditemukan vesikel
transmitter asetilkolin atau norepinefrin. Didalam varikositas ini juga terdapat

13
banyak sekali mitokondria untuk mensuplai adenosin triphosphat yang dibutuhkan
untuk memberi energi pada sintesis asetilkolin atau norepinefrin3,4,10.
Bila ada penjalaran potensial aksi disepanjang serat terminal, maka proses
depolarisasi meningkatkan permeabilitas membran serat saraf terhadap ion
kalsium, sehingga mempermudah ion ini untuk berdifusi keujung saraf atau
varikositas saraf. Disini ion kalsium berinteraksi dengan vesikel sekretori yang
letaknya berdekatan dengan membran sehingga vesikel ini bersatu dengan
membran dan menggosongkan isinya keluar. Jadi, bahan transmitter akhirnya
disekresikan.3,4,10
Sintesis asetilkolin penghancurannya setelah disekresikan, dan lama
kerjanya.3,9 Asetilkolin disintesis di ujung terminal serat saraf kolinergik.
Sebagian besar sintesis ini terjadi di aksoplasma di luar vesikel. Selanjutnya,
asetilkolin diangkut ke bagian dalam vesikel, tempat bahan tersebut disimpan
dalam bentuk kepekatan tinggi sebelum akhirnya dilepaskan. Reaksi kimia dasar
dari sintesis ini adalah sebagai berikut :
Asetilkolon transferase
Asetil-KoA + Kolin Asetilkolin

Asetilkolin begitu disekresikan oleh ujung saraf kolinergik, maka akan


menetap dalam jaringan selama beberapa detik, kemudian sebagian besar dipecah
menjadi ion asetat dan kolin oleh enzim asetilkolin esterase yang berikatan dengan
kolagen dan glikosaminoglikans dalam jaringan ikat setempat. Jadi, rupa-rupanya
mekanisme ini mirip dengan mekanisme penghancuran asetilkolin yang terjadi
pada taut neuromuskular direrat saraf skeletal. Sebaliknya, kolin yang terbentuk
diangkut kembali ke ujung saraf terminal, tempat bahan ini dipakai kembali untuk
sintesis asetilkolin yang baru.3,9,10
Sintesis norepinefrin, pemindahannya dan lama kerjanya3,9,10
Sintesis norepinefrin dimulai di aksoplasma ujung saraf terminal dari serat
saraf adrenergik, namun disempurnakan di dalam vesikel. Tahap – tahap dasarnya
adalah sebagai berikut :

14
Hidroksilasi
1. Tirosin DOPA
Dekarboksilasi
2. DOPA Dopamin
3. Pengangkutan dopamin menuju vesikel
Hidroksilasi
4. Dopamin Norepinefrin
Pada medula adrenal, reaksi ini dilanjutkan satu tahap lagi untuk
mengalihkan sekitar 80 persen norepinefrin menjadi epinefrin, yakni sebagai
berikut :
Metilasi
5. Norepinefrin Epinefrin

Setelah norepinefrin disekresikan oleh ujung – ujung saraf terminal, maka


kemudian dipindahkan dari tempat sekresinya melalui tiga cara berikut :
1. Dengan proses tranport aktif, diambil lagi ke dalam ujung saraf
adrenergik sendiri, yakni sebanyak 50 – 80 % dari norepinefrin yang
disekresikan.
2. Berdifusi keluar dari ujung saraf menuju cairan tubuh di sekelilingnya
dan kemudian masuk ke dalam darah, yakni seluruh sisa norepinefrin
yang ada.
3. Dalam jumlah yang sedikit, dihancurkan oleh enzim (salah satu enzim
tersebut adalah monoamin oksidase, yang dapat dijumpai dalam ujung
saraf itu sendiri, dan enzim katekol-O-metil transferase yang dapat
berdifusi ke seluruh jaringan).3,9,10
Biasanya norepinefrin disekresikan secara langsung ke dalam jaringan
yang tetap aktif hanya selama beberapa detik, hal ini memperlihatkan bahwa
proses pengambilan kembali norepinefrin dan difusinya keluar dari jaringan
berlangsung dengan cepat. Namun, norepinefrin dan epinefrin yang disekresikan
ke dalam darah oleh medula adrenal masih tetap aktif sampai didifusikan ke suatu
jaringan, tempat keduanya dihancurkan oleh katekol-O-metil transferase,

15
peristiwa ini terutama terjadi di dalam hati. Oleh karena itu, bila di sekresikan ke
dalam darah baik norepinefrin dan epinefrin akan tetap sangat aktif selama 10
sampai 30 detik dan kemudian aktivitasnya menurun, menjadi sangat lemah dalam
waktu satu sampai beberapa menit.3,9,10
Sebelum transmitter asetilkolin atau norepinefrin disekresikan pada ujung
saraf otonom untuk dapat merangsang organ efektor, transmiter ini mula-mula
harus berikatan dulu dengan reseptor yang sangat spesifik pada sel-sel efektor.
Reseptor ini terdapat di bagian dalam membran sel, terikat sebagai kelompok
prostetik pada molekul protein yang menembus membran sel. Ketika transmitter
berikatan dengan reseptor, hal ini menyebabkan perubahan konformasional
( bentuk tertentu dari keseluruhan) pada struktur molekul protein. Kemudian
molekul protein yang berubah ini merangsang atau menghambat sel, paling sering
dengan : (1) menyebabkan perubahan permeabilitas membran sel terhadap satu
atau lebih ion, atau (2) mengaktifkan atau justru mematikan aktivitas enzim yang
melekat pada ujung protein reseptor lain dimana reseptor ini menonjol ke bagian
dalam sel.3
Perangsangan atau penghambatan sel efektor oleh perubahan
permeabilitas membrannya.3,9
Karena protein reseptor merupakan bagian integral dari membran sel,
maka perubahan konformasional pada struktur protein reseptor dari banyak sel
organ akan membuka atau menutup saluran ion melalui sela-sela molekul itu
sendiri, dengan demikian merubah permeabilitas membran sel terhadap berbagai
ion. Sebagai contoh, saluran ion natrium dan atau kalsium seringkali menjadi
terbuka dan memungkinkan influks ion – ion tersebut dengan cepat untuk masuk
ke dalam sel yang biasanya akan mendepolarisasikan membran sel dan
merangsang sel. Pada saat lain, saluran kalium terbuka sehingga memungkinkan
ion kalium berdifusi keluar dari sel dan biasanya hal ini akan menghambat sel
akibat hilangnya ion kalium elektro positif yang membentuk hipernegatifisme di
dalam sel. Juga pada beberapa sel perubahan lingkungan ion intraseluler akan
menyebabkan kerja sel internal seperti efek langsung ion kalsium dalam
menimbulkan kontraksi otot polos.3,9

16
Kerja reseptor melalui perubahan enzim intraseluler.3,9
Cara lain agar reseptor dapat berfungsi adalah dengan mengaktifkan atau
mematikan aktivitas suatu enzim (atau zat kimia intraseluler lainnya) di dalam sel.
Enzim seringkali terlekat pada protein reseptor dimana reseptor menonjol ke
bagian dalam sel. Sebagai contoh, pengikatan epinefrin dengan reseptornya pada
bagian luar sel akan meningkatkan aktivitas enzim adenilatsiklase pada bagian
dalam sel, dan hal ini kemudian menyebabkan pembentukan adenosin monofosfat
siklik (cAMP). cAMP kemudian dapat mengawali salah satu kerja dari sekian
banyak aktivitas intraseluler yang berbeda-beda, efek pastinya bergantung pada
mesin kimiawi dari sel efektor. Oleh karena itu, mudahlah untuk mengerti
bagaimana substansi transmiter otonomik dapat menyebabkan inhibisi pada
beberapa organ atau eksitasi pada organ lain. Hal ini biasanya ditentukan oleh
sifat protein reseptor pada membran sel dan efek reseptor yang terikat pada
keadaan konformasionalnya. Pada setiap organ, efek yang dihasilkannya secara
keseluruhan cenderung berbeda dengan yang terdapat pada organ lain.3,9
Norepineprin dan asetilkolin berinteraksi dengan reseptor ( protein
makromolekul ) di membran lipid sel. Interaksi reseptor neurotransmitter ini akan
menyebabkan aktivasi atau inhibisi enzim-enzim efektor seperti adenilatsiklase
atau dapat merubah aliran ion-ion sodium dan potassium di membran sel melalui
protein ion chanel. Perubahan-perubahan ini akan merubah stimulus eksternal
menjadi signal intraseluler.3,9
Efek farmakologi katekolamin merupakan konsep awal dari reseptor-
reseptor alfa dan beta adrenergik.9 Penelitian dengan memakai obat-obatan yang
meniru kerja norepinefrin pada organ efektor simpatis (disebut sebagai
simpatomimetik ) telah memperlihatkan bahwa terdapat dua jenis reseptor
adrenergik, reseptor-reseptor ini dibagi menjadi alfa 1 dan alfa 2. Selanjutnya
reseptor beta dibagi menjadi beta 1 dan beta 2. 3,9 Norepinefrin dan epinefrin,
keduanya disekresikan kedalam darah oleh medula adrenal, mempunyai pengaruh
perangsangan yang berbeda pada reseptor alfa dan beta. Norepinefrin terutama
merangsang reseptor alfa namun kurang merangsang reseptor beta. Sebaliknya,
epinefrin merangsang kedua reseptor ini sama kuatnya. Oleh karena itu, pengaruh

17
epinefrin dan norepinefrin pada berbagai organ efektor ditentukan oleh jenis
reseptor yang terdapatdalam organ tersebut. Bila seluruh reseptor adalah reseptor
beta, maka epinefrin akan menjadi organ perangsang yang lebih efektif.3
Reseptor dopamin juga dibagi menjadi dopamin 1 dan dopamin 2.
Presinap alfa dan dopamin 2 merupakan negative feedback karena bila diaktivasi
akan menyebabkan pelepasan neurotransmitter. Reseptor-reseptor alfa 2 juga
terdapat di platelet yang berfungsi sebagai mediator pada agregasi platelet yang
dengan cara mempengaruhi konsentrasi enzim platelet adenilatsiklase. Pada
sistem saraf pusat, stimulasi postsinap alfa 2 dengan menggunakan obat seperti
klonidin atau dexmetomidine akan meningkatkan konduksi dan hiperpolarisasi
membran sehingga kebutuhan zat anestesi akan menurun. Sistem signal
transmembran terdiri dari 3 bagian, yaitu : (a) sisi pengenalan, (b) sisi efektor atau
katalitik, dan (c) tranducing atau coupling protein.9
Aktivasi dari reseptor-reseptor beta 1, beta 2, dan dopamin mengakibatkan
pembentukan cycle adenosine monophosphate (cAMP) sebagai messenger kedua.
Peningkatan konsentrasi cAMP intraseluler akan memicu terjadinya proses-proses
di intraseluler (cascading protein phosporilation reaction dan stimulasi pompa
sodium potassium) yang mempunyai efek metabolik dan farmakologi seperti beta
adrenergik. Berbeda dengan reseptor beta, kalau pada reseptor alfa 1 diaktivasi
akan menyebabkan fasilitasi ion kalsium bergerak kedalam sel dan menstimulasi
hidrolisis dan poliphospoinositides sedangkan aktivasi reseptor alfa 2 dan
dopamin 2 menghambat adenilat cyclase. Stimulasi atau inhibisi dari protein G
dibutuhkan sebagai perantara untuk menginhibisi adenylate cyclase atau
menstimulasi hidrolisis phospoinositide.9
Reseptor-reseptor kolinergik dibagi menjadi nikotinik dan muskarinik.
Secara fisiologi masing-masing reseptor dibagi menjadi beberapa subtipe.
Reseptor nikotinik dibagi menjadi 2 yaitu reseptor N1 dan N2. N1 terdapat di
ganglia otonom sedangkan N2 terdapat di neuromuscular junction.
Hexamethonium memblok reseptor N1 sedangkan blokade ganglia otonom dalam
beberapa tingkatan walaupun efek pada reseptor N2 tetap predominan.9

18
Reseptor muskarinik dibagi menjadi M1 dan M2. Reseptor M1 terdapat di
ganglia otonom dan sistem saraf pusat sedangkan reseptor M2 ada di jantung dan
kelenjar ludah. Pirenzepin adalah salah satu contoh obat yang merupakan
antagonis selektif pada reseptor M1 sedangkan atropine merupakan antagonis
selektif pada reseptor M1 dan M2. Perbedaan antara reseptor nikotinik dan
muskarinik adalah pada jarak reseptor antara atom-atom dalam berinteraksi
dengan asetilkolin ataupun obat-obat.9
Seperti norepinefrin, reseptor-reseptor asetilkolin akan bergabung dengan
protein G dalam kerjanya. Impuls yang datang di akhir saraf kolinergik akan
meningkatkan permeabilitas membran saraf dan menyebabkan influk ion kalsium
sehingga terjadi sekresi asetilkolin kedalam celah sinaptik. Asetilkolin
menyebabkan perubahan-perubahan pada permeabilitas chanel ion protein
sehingga dapat melewati membrane sel . Sebagai contoh reseptor magnesium
menurunkan konduksi ion potassium dan mengakibatkan eksitasi sebaliknya
reseptor M2 meningkatkan konduksi ion potassium mengakibatkan hiperpolarisasi
membran sel yang berefek inhibisi.9
Kerja eksitasi dan inhibisi akibat perangsangan simpatis dan parasimpatis
Dalam tabel 1 dicantumkan efek-efek yang terjadi pada organ viseral
tubuh akibat terangsangnya saraf simpatis atau parasimpatis. Dari tabel ini dapat
terlihat lagi bahwa perangsangan simpatis menimbulkan efek eksitasi pada
beberapa organ tetapi menimbulkan efek inhibisi pada organ lainnya. Demikian
pula, perangsangan parasimpatis akan mengeksitasi beberapa organ namun
menghambat organ lainnya. Kebanyakan organ diatur oleh salah satu dari kedua
sistem tersebut.
Tabel 1. EFEK OTONOMIK PADA BERBAGAI ORGAN TUBUH 3

Organ Efek Perangsangan Efek Perangsangan


Simpatis Parasimpatis

Mata
Pupil dilatasi konstriksi
Otot siliaris relaksasi ringan konstriksi
Kelenjar

19
Nasal, Lakrimalis, vasokonstriksi dan sekresi rangsangan banyak
Parotis, Submandibula, ringan sekali sekresi
Lambung, Pankreatik
Kelenjar keringat banyak sekali berkeringat pada telapak
keringat(kolinergik) tangan atau tangan
Kelenjar apokrin tebal,sekresi yang berbau tidak ada
Pembuluh darah seringkali konstriksi seringkali memberi
sedikit efek/ tidak sama
sekali
Jantung
Otot pengurangan kecepatan peningkatan kecepatan
peningkatan kekuatan penurunan kekuatan
kontraksi kontraksi (khususnya
atrium)
Pembuluh koroner dilatasi(α);konstriksi(β) dilatasi
Paru
Bronkus dilatasi konstriksi
Pembuluh darah konstriksi sedang dilatasi
Usus
Lumen peningkatan peristaltis dan penurunan peristaltis dan
tonus tonus
Sfingter peningkatan tonus
relaksasi
Hati pelepasan glukosa sintesa glikogen ringan
Kandung empedu relaksasi kontraksi
Saluran empedu
Ginjal berkurangnya pengeluaran tidak ada
dan sekresi renin
Kandung kemih
Detrusor relaksasi ringan kontraksi
Trigonum kontraksi relaksasi
Penis ejakulasi ereksi
Arteriol sistemik
Viscera abdominal konstriksi tidak ada
Otot konstriksi (adrenergik) tidak ada
Kulit konstriksi tidak ada
Darah
Koagulasi meningkat tidak ada
Glukosa meningkat tidak ada
Lipid meningkat tidak ada
Metabolisme basal meningkat sampai 100% tidak ada
Sekresi medula adrenal meningkat tidak ada

20
Aktivitas mental meningkat tidak ada
Otot piloerektor kontraksi tidak ada
Otot skeletal peningkatan tidak ada
glikogenolisis,
Peningkatan kekuatan
Sel-sel lemak lipolisis tidak ada

Efek Perangsangan Simpatis dan Parasimpatis pada Organ Spesifik4


Mata. Ada dua fungsi mata yang diatur oleh sistem saraf otonom, yaitu
dilatasi pupil dan pemusatan lensa. Perangsangan simpatis membuat serat-serat
meridional iris berkontraksi sehingga pupil menjadi dilatasi, sedangkan
perangsangan parasimpatis mengkontraksikan otot-otot sirkular iris sehingga
terjadi konstriksi pupil. Bila ada cahaya yang berlebihan masuk kedalam mata,
serat-serat parasimpatis yang mengatur pupil akan terangsang secara refleks,
dimana refleks ini akan mengurangi pembukaan pupil dan mengurangi jumlah
cahaya yang membentur retina. Sebaliknya selama periode eksitasi, saraf simpatis
akan terangsang dan karena itu, pada saat yang bersamaan akan menambah
pembukaan pupil. Pemusatan lensa hampir seluruhnya diatur oleh sistem saraf
parasimpatis. Normalnya, lensa dipertahankan tetap dalam keadaan rata oleh
tegangan intrinsik elastik dari ligamen radialnya. Perangsangan parasimpatis
membuat otot siliaris berkontraksi, sehingga melepaskan tegangan tadi dan
menyebabkan lensa menjadi lebih konveks. Keadaan ini membuat mata
memusatkan objeknya dekat tangan.4
Kelenjar-kelenjar tubuh. Kelenjar nasalis, lakrimalis, saliva, dan
sebagian besar kelenjar gastrointestinalis terangsang dengan kuat oleh sistem saraf
parasimpatis sehingga mengeluarkan banyak sekali sekresi cairan. Kelenjar-
kelenjar saluran pencernaan yang paling kuat dirangsang oleh parasimpatis adalah
yang terletak di saluran bagian atas, terutama kelenjar di daerah mulut dan
lambung. Kelenjar usus halus dan usus besar terutama diatur oleh faktor-faktor
lokal yang terdapat di saluran usus sendiri dan oleh sitem saraf enterik usus serta
sedikit oleh saraf otonom. Perangsangan simpatis mempunyai pengaruh langsung
pada sel-sel kelenjar dalam pembentukan sekresi pekat yang mengandung enzim

21
dan mukus tambahan. Rangsangan simpatis ini juga menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah yang mensuplai kelejar-kelenjar sehingga seringkali mengurangi
kecepatan sekresinya. Bila saraf simpatis terangsang, maka kelenjar keringat
mensekresikan banyak sekali keringat, tetapi perangsangan pada saraf
parasimpatis tidak mengakibatkan pengaruh apapun. Namun, serat-serat simpatis
yang menuju ke sebagian besar kelenjar keringat bersifat kolinergik (kecuali
beberapa serat adrenergik yang ke telapak tangan dan telapak kaki ) dimana hal ini
berbeda dengan hampir semua serat simpatis lainnya, yang bersifat adrenergik.
Selanjutnya, kelenjar keringat terutama dirangsang oleh pusat-pusat di
hipotalamus yang biasanya dianggap sebagai pusat parasimpatis. Oleh karena itu,
berkeringat dapat dianggap sebagai fungsi parasimpatis, walaupun hal ini
dikendalikan oleh serat-serat saraf yang secara anatomis tersebar melalui sistem
saraf simpatis. 4
Kelenjar apokrin di aksila mensekresikan sekret yang kental dan berbau
sebagi akibat dari perangsangan simpatis, namun kelenjar ini tidak bereaksi
terhadap perangsangan parasimpatis. Kelenjar apokrin, walaupun embriologisnya
berkaitan erat dengan kelenjar keringat, tetapi lebih banyak diatur oleh pusat
simpatis dalam sistem saraf pusat daripada oleh pusat parasimpatis.3
Sistem gastrointestinal. Sistem gastrointestinal mempunyai susunan saraf
intrinsik sendiri yang dikenal sebagai pleksus intramural atau sistem saraf enterik
usus. Namun, baik perangsangan simpatis maupun parasimpatis dapat
mempengaruhi aktivitas gastrointestinal, terutama oleh peningkatan atau
penurunan kerja spesifik dalam pleksus intramural. Pada umumnya, perangsangan
parasimpatis meningkatkan seluruh tingkat aktivitas saluran gastrointestinal,
yakni dengan memicu terjadinya gerakan peristaltik dan relaksasi sfingter, jadi
akan mempermudah pengeluaran isi usus melalui saluran pencernaan dengan
cepat. Pengaruh dorongan ini berkaitan dengan penambahan kecepatan sekresi
yang terjadi secara bersamaan pada sebagian besar kelenjar gastrointestinal,
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. 3 Fungsi normal dari saluran
gastrointestinal tidak terlalu tergantung pada perangsangan simpatis . Namun bila
ada perangsangan simpatis yang sangat kuat, maka akan timbul penghambatan

22
peristaltik dan peningkatan tonus sfingter. Hasil akhirnya adalah timbul dorongan
yang sangat lemah dalam saluran pencernaan dan kadang-kadang juga
mengurangi sekresi.3
Jantung. Pada umumnya, perangsangan simpatis akan meningkatkan
seluruh aktivitas jantung. Keadaan ini tercapai dengan naiknya frekuensi dan
kekuatan kontraksi jantung. Perangsangan parasimpatis terutama menimbulkan
efek yang berlawanan. Akibat atau pengaruh ini dapat diungkapkan dengan cara
lain, yakni perangsangan simpatis akan meningkatkan keefektifan jantung sebagai
pompa yang diperlukan selama kerja berat, sedangkan perangsangan parasimpatis
menurunkan kemampuan pemompaan tetapi menimbulkan beberapa tingkatan
istirahat pada jantung di antara aktivitas kerja yang berat.3
Pembuluh darah sistemik. Sebagian besar pembuluh darah sistemik,
khususnya yang terdapat di visera abdomen dan kulit anggota tubuh, akan
berkonstriksi bila ada perangsangan simpatis. Perangsangan parasimpatis hampir
sama sekali tidak berpengaruh pada pembuluh darah, kecuali pada daerah-daerah
tertentu malah memperlebar, seperti pada timbulnya daerah kemerahan di wajah.
Pada beberapa keadaan, fungsi rangsangan simpatis pada reseptor beta akan
menyebabkan dilatasi pembuluh darah pada rangsangan simpatis yang biasa,
tetapi hal ini jarang terjadi, kecuali setelah diberi obat-obatan yang dapat
melumpuhkan reseptor alfa simpatis yang memberi pengaruh vasokonstriktor,
yang biasanya lebih merupakan efek reseptor beta.3
Efek perangsangan simpatis dan parasimpatis terhadap tekanan
arteri. Tekanan arteri ditentukan oleh dua faktor, yaitu daya dorong darah dari
jantung dan tahanan terhadap aliran darah ini yang melewati pembuluh darah.
Perangsangan simpatis meningkatnya daya dorong oleh jantung dan tahanan
terhadap aliran darah, yang biasanya menyebabkan tekanan menjadi sangat
meningkat. Sebaliknya, perangsangan parasimpatis menurunkan daya pompa
jantung tetapi sama sekali tidak mempengaruhi tahanan perifer. Efek yang umum
adalah terjadi sedikit penurunan tekanan. Ternyata perangsangan parasimpatis
vagal yang hampir selalu dapat menghentikan atau kadang-kadang menghentikan
seluruh jantung dan menyebabkan hilangnya seluruh atau sebagian besar tekanan.3

23
Efek perangsangan simpatis dan parasimpatis terhadap fungsi tubuh
lainnya. Karena begitu pentingnya sistem pengaturan simpatis dan parasimpatis,
maka kedua sistem ini dibicarakan mengingat banyaknya fungsi tubuh yang
belum dapat ditentukan secara rinci. Pada umumnya sebagian besar struktur
entodermal, seperti hati, kandung empedu, ureter, kandung kemih, dan bronkus
dihambat oleh perangsangan simpatis namun dirangsang oleh perangsangan
parasimpatis. Perangsangan simpatis juga mempunyai pengaruh metabolik, yakni
menyebabkan pelepasan glukosa dari hati, meningkatkan konsentrasi gula darah,
meningkatkan proses glikogenolisis dalam hati ndan otot, meningkatkan kekuatan
otot, meningkatkan kecepatan metabolisme basal, dan meningkatkan aktivitas
mental. Akhirnya, perangsangan simpatis dan parasimpatis juga terlibat dalam
tindakan seksual antara pria dan wanita.3
Tonus sistem saraf otonom
Sistem saraf simpatis dan parasimpatis selalu aktif dan aktivitas basalnya
diatur oleh tonus simpatis atau tonus parasimpatis. Nilai tonus ini yang
menyebabkan perubahan-perubahan aktivitas pada organ yang dipersarafinya baik
peningkatan maupun penurunan aktivitas. Sebagai contoh tonus sistem saraf
simpatis secara normal hanya menyebabkan konstriksi pembuluh darah sekitar
50% . Peningkatan atau penurunan aktivitas sistem saraf simpatis menyebabkan
perubahan-perubahan yang saling berhubungan dalam resistensi sistem vaskuler.
Bila tidak ada tonus simpatis, sistem saraf simpatis hanya menyebabkan
vasokonstriksi.3
Sekresi norepineprin dan epineprin oleh medula adrenal berfungsi
menstimulasi sistem saraf simpatis. Dalam keadaan istirahat secara normal rata-
rata sekresi norepineprin sekitar 0,05mikrog/kg/menit dan epineprin sekitar
0,2mikrogr/kg/menit. Rata-rata sekresi ini sudah cukup untuk mempertahankan
tekanan darah sisitemik dalam range yang normal meskipun seluruh sistem saraf
simpatis yang mempersarafi jantung tidak ada. 3,4
Kehilangan inervasi secara akut
Kehilangan sistem tonus saraf simpatis secara akut yang diakibatkan
karena regional anesthesia atau transeksi korda spinalis akan menyebabkan

24
vasodilatasi pembuluh darah secara maksimal (spinal shock). Dalam beberapa hari
tonus intrinsik dari otot pembuluh darah kecil meningkat sehingga terjadi
vasokonstriksi dan pembuluh darah kembali normal.3
Refleks otonom kardiovaskular. Ada beberapa refleks dalam sistem
kardiovaskular yang terutama membantu mengatur tekanan darah arteri dan
frekuensi denyut jantung. Salah satu refleks ini adalah refleks baroreseptor,
secara kasar reseptor regang yang disebut baroreseptor terletak didalam dinding
arteri besar, termasuk arteri karotis dan aorta. 3,17 Bila reseptor ini teregang oleh
tekanan yang tinggi, sinyal akan dijalarkan ke batang otak tempat mereka
menghambat impuls simpatis ke jantung dan pembuluh darah, sehingga tekanan
arteri turun kembali ke nilai normal.3
Refleks otonom gastrointestinal. Bagian teratas dari traktus
gastrointestinal dan juga rektum terutama diatur oleh refleks otonom. Sebagai
contoh, bau yang menimbulkan selera makan atau adanya makanan dalam mulut
akan memicu timbulnya sinyal dari hidung dan mulut menuju nuklei vagus,
glosofaringeal, dan salivarius didalam batang otak. Nuklei ini kemudian
menjalarkan sinyal melalui saraf parasimpatis ke kelenjar sekretorik yang ada
didalam mulut dan lambung, sehingga menyebabkan sekresi getah pencernaan
bahkan sebelum makanan masuk kedalam mulut. Dan bila bahan fekal memenuhi
rektum di bagian ujung saluran pencernaan, maka impuls sensorik yang timbul
akibat peregangan rektum akan dikirimkan ke medula spinalis bagian sakral, dan
timbul sinyal refleks yang dijalarkan kembali melalui serat parasimpatis ke kolon
bagian distal, dimana sinyal ini menimbulkan kontraksi peristaltik kuat yang
menimbulkan defekasi.3
Refleks otonom lainnya Pengosongan kandung kemih caranya mirip
dengan pengosongan rektum, peregangan kandung kemih menyebabkan
timbulnya impuls ke medula spinalis, dan keadaan ini menyebabkan refleks
kontraksi kandung kemih dan relaksasi sfingter urinaria, sehingga mempermudah
pengeluaran urin.3
Yang juga penting adalah refleks seksual yang dapat dipicu oleh
rangsangan psikis dari otak maupun dari organ seksual. Impuls yang berasal dari

25
sumber ini akan disatukan pada medula spinalis bagian sakral, dan pada pria,
mula-mula timbul ereksi terutama akibat fungsi parasimpatis, dan selanjutnya
ejakulasi yang merupakan fungsi simpatis.3
Refleks otonom lainnya meliputi refleks yang membantu pengaturan
sekresi kelenjar pankreas, pengosongan kandung empedu, ekskresi urin pada
ginjal, berkeringat, konsentrasi glukosa darah dan sebagian besar fungsi viseral
lainnya.
Sistem simpatis seringkali memberi respon terhadap pelepasan
impuls secara masal.3,6,10,11, Pada kebanyakan kasus, impuls yang dikeluarkan
oleh sistem saraf simpatis hampir merupakan suatu unit yang sempurna, fenomena
ini disebut pelepasan impuls masal (mass discharge). Peristiwa ini seringkali
timbul bila hipotalamus diaktivasi oleh timbulnya rasa takut atau cemas atau bila
mengalami rasa nyeri yang berat. Akibat yang timbul merupakan reaksi yang
menyebar ke seluruh tubuh, disebut respons stres atau tanda bahaya (alarm). Pada
saat lainnya, aktivasi simpatis dapat terjadi pada bagian sistem yang terisolasi,
terutama sebagai respons terhadap refleks yang melibatkan medula spinalis tetapi
tidak melibatkan otak. Yang terpenting dari masalah ini adalah sebagai berikut :
pada proses pengaturan suhu, serat simpatis mengatur pengeluaran keringat dan
aliran darah pada kulit tanpa mempengaruhi organ-organ lainnya yang dipersarafi
oleh serat simpatis juga. Pada beberapa binatang, selama timbulnya aktivitas otot.
Serat vasodilator kolinergik spesifik pada otot skelet akan terangsang secara
tersendiri, terpisah dari sistem simpatis lainnya. Sebagian besar reflek lokal, yang
melibatkan serat afferen sensorik yang berjalan secara sentral di saraf simpatis
menuju ganglia simpatis dan medula spinalis, menyebabkan respons refleks yang
sangat terlokalisasi. Sebagai contoh pemanasan pada suatu daerah kulit setempat
menyebabkan vasodilatasi dan meningkatnya pengeluaran keringat setempat
sedangkan pendinginan menimbulkan akibat yang sebaliknya. Sebagian besar
refleks simpatis yang mengatur fungsi gastrointestinal mempunyai ciri tersendiri,
yang kadangkala bekerja melalui jaras saraf namun tidak memasuki medula
spinalis, hanya berjalan dari usus jalan ke ganglia simpatis, terutama di ganglia

26
prevertebral, dan kemudian kembali ke usus melalui saraf saraf simpatis guna
mengatur aktivitas motorik atau sekretorik.3
Sistem parasimpatis biasanya menyebabkan respon setempat yang
spesifik, berbeda dengan respon yang umum dari sistem simpatis terhadap
pelepasan impuls secara masal, maka fungsi pengaturan sistem parasimpatis
sepertinya jauh lebih spesifik. Contohnya, reflek parasimpatis kardiovaskular
biasanya bekerja pada jantung untuk meningkatkan atau menurunkan frekuensi
denyut jantung, demikian juga refleks parasimpatis lainnya menimbulkan sekresi
terutama pada kelenjar mulut, sedangkan pada keadaan lain, menimbulkan sekresi
terutama di kelenjar lambung. Akhirnya refleks pengososngan rektum yang tidak
begitu mempengaruhi bagian usus lainnya.3
Ternyata terdapat hubungan yang erat antara kelompok fungsi
parasimpatis ini, contohnya walaupun sekresi saliva dapat terjadi tanpa adanya
sekresi lambung, ternyata kedua peristiwa sekresi ini sering terjadi secara
bersamaan, dan seringkali juga dapat timbul bersamaan timbul dengan kelenjar
pankreas, juga refleks pengosongan rektum seringali dapat memicu timbulnya
refleks pengosongan kandung kemih dan rektum secara bersamaan. Sebaliknya
refleks pengosongan kandung kemih dapat memacu timbulnya pengosongan
rektum.3
Respons "tanda bahaya " atau respon "stress" dari sitem saraf simpatis3
Bila sebagian besar daerah sistem saraf simpatis melepaskan impuls pada saat
yang bersamaan – yakni yang disebut pelepasan impuls secara massal – maka
dengan berbagai cara keadaan ini akan meningkatkan kemampuan tubuh untuk
melakukan aktivitas otot yang besar. Marilah kita meringkaskan kejadian ini :
1. Peningkatan tekanan arteri
2. Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot bersamaan dengan
penurunan aliran darah ke organ-organ, seperti traktus gastro intestinal dan
ginjal, yang tidak diperlukan untuk aktivitas motorik yang cepat
3. Peningkatan kecepatan metabolisme sel diseluruh tubuh
4. Peningkatan konsentrasi glukosa darah
5. Peningkatan proses glikolisis di hati dan otot

27
6. Peningkatan kekuatan otot
7. Peningkatan aktivitas mental
8. Peningkatan kecepatan koagulasi darah
Seluruh efek diatas menyebabkan orang tersebut dapat melaksanakan aktivitas
fisik yang jauh lebih besar bila tidak ada efek diatas. Oleh karena stres fisik atau
mental biasanya akan menggiatkan sistem simpatis, maka seringkali keadaan
tersebut dianggap merupakan tujuan dari sistem simpatis untuk menyediakan
aktivitas tambahan tubuh pada saat stres, keadaan ini sering disebut respons stres
simpatis. Sistem simpatis terutama teraktivasi dengan kuat pada berbagai keadaan
emosi. Contohnya, pada keadaan marah (rage) yang terutama ditimbulkan oleh
perangsangan hipotalamus, sinyal-sinyalnya dijalarkan kebawah melalui formasio
retikularis otak dan masuk kedalam medula spinalis untuk menyebabkan
pelepasan impuls simpatis yang masif.3,18 Dan seluruh peristiwa simpatis seperti
yang disebutkan diatas timbul dengan segera. Keadaan ini disebut reaksi tanda
bahaya (alarm reaction) dari serat simpatis keadaan ini juga disebut reaksi
menghadapi atau menghindar ( fight or flight reaction) sebab seekor binatang
pada keadaan ini harus memutuskan dengan segera apakah akan tetap berdiri dan
berkelahi atau lari. Pada kedua peristiwa tersebut reaksi tanda bahaya dari serat
simpatis akan membuat binatang itu melakukan serangkaian aktivitas yang
besar.3,6,10
Pengaturan medula, pons, dan mesensefalon pada sistem saraf otonom3,10
Sebagian besar area dalam substansia retikuler dan traktus solitarius
medula, pons dan mesensefalon seperti halnya banyak nuklei khusus mengatur
berbagai fungsi otonom seperti tekanan arteri, frekuensi denyut jantung sekresi
kelenjar di traktus gastrointestinal, gerakan peristaltik gastrointestinal dan kuatnya
kontraksi kandung kemih. Perlu ditekankan disini bahwa faktor paling penting
yang dikendalikan oleh batang otak adalah tekanan arteri, frekuensi denyut
jantung dan frekuensi pernafasan. Tentu saja transeksi batang otak diatas tingkat
midpontin tetap tidak mengganggu pengaturan tekanan dasar dari arteri namun
mencegah pengaturan pusat saraf yang lebih tinggi terutama di hipotalamus
sebaliknya transeksi tepat dibawah medula akan menyebabkan tekanan arteri

28
turun sampai kurang dari setengah kali normal selama beberapa jam atau beberapa
hari sesudah transeksi.Yang sangat berkaitan dengan pusat pengaturan
kardiovaskular pada medula adalah pusat medula dan pontin untuk pengaturan
pernafasan.Walaupun hal ini tidak dianggap sebagai suatu fungsi otonom, tetapi
merupakan salah satu dari fungsi involunter tubuh.
Pengaturan pusat otonom batang otak oleh area yang lebih tinggi.
3,10,18
Sinyal-sinyal yang berasal dari hipotalamus dan bahkan dari serebrum dapat
mempengaruhi aktivitas hampir semua pusat pengatur otonom batang otak.
Contohnya perangsangan daerah yang sesuai pada hipotalamus dapat
mengaktifkan pusat pengatur kardiovaskular medula dengan cukup kuat untuk
meningkatkan tekanan arteri sampai lebih dari dua kali normal. Demikian juga,
pusat-pusat hipotalamik lainnya dapat mengatur suhu tubuh, meningkatkan atau
menurunkan salivasi dan aktivitas gastrointestinal, atau menimbulkan
pengosongan kandung kemih. Oleh karena itu, pada beberapa keadaan, pusat-
pusat otonom di batang otak bekerja sebagai stasiun pemancar untuk mengatur
aktivitas yang dimulai pada tingkat otak yang lebih tinggi.Sebagian besar respons
perilaku kita dijalarkan melalui hipotalamus, area retikularis batang otak, dan
sistem saraf otonom. Tentu saja area otak yang lebih tinggi dapat merngubah
sistem saraf otonom atau sebagian darinya dengan cukup kuat untuk menimbulkan
penyakit yang diinduksi otonom, seperti tukak lambung, konstipasi, palpitasi
jantung bahkan serangan jantung.3

Pengaturan Sistem Syaraf Otonom Pada Jantung


Jantung merupakan organ muskular yang berongga, berukuran sebesar
kepalan tinju dan berlokasi di rongga dada, pada garis tengah tubuh dengan
sternum pada bagian depan dan vertebra thoracalis pada bagian belakang.
Walaupun secara anatomi jantung manusia hanya ada satu, namun sisi kanan dan
sisi kiri jantung berfungsi sebagai dua pompa yang terpisah. Jantung terbagi
menjadi dua bagian, kanan dan kiri dengan empat ruang di dalamnya. Dua
ruangan di atas disebut dengan atrium dan dua ruangan di bawah disebut dengan
ventrikel. Pembuluh darah yang membawa darah dari jaringan kembali ke jantung

29
disebut dengan vena dan yang membawa darah dari jantung ke jaringan disebut
dengan arteri. 20
Jantung diinervasi oleh dua divisi dari sistem saraf otonom, yang dapat
mengubah kecepatan (dan juga kekuatan) kontraksi, walaupun rangsangan saraf
tidak dibutuhkan untuk memulai kontraksi. Saraf parasimpatis jantung, nervus
vagus, mempersarafi atrium terutama SA node dan AV node. Persarafan
parasimpatis untuk ventrikel hanya sedikit. Saraf simpatis jantung juga
mempersarafi atrium termasuk SA node dan AV node dan juga secara dominan
mempersarafi ventrikel. 20
Susunan Saraf Otonom Dan Irama Jantung
Sistem hantaran khusus mendapat pelayanan saraf otonom simpatis dan
parasimpatis. Simpul sinoatrial dipersarafi oleh saraf parasimpatis melalui saraf
vagus kanan, sedangkan saraf vagus kiri melayani simpul atrioventrikular. Kedua
saraf parasimpatis tersebut tidak memelihara otot-otot ventrikel, kecuali hanya
sedikit saja dan ini mungkin dapat diabaikan. Sedangkan saraf simpatis
memelihara semuanya, baik atrium, ventrikel, simpul sinus dan simpul
atrioventrikular. Kedua saraf otonom tersebut mengatur denyut jantung miogenik
sehingga mempengaruhi “cardiac performance” seperti otomatisitas,
konduktivitas, kontraktilitas, dan “rhythmicity” jantung. Simpul sinoatrial
merupakan pusat tertinggi pacu jantung, dan dari sinilah munculnya “inherent
rhythm” yang tidak pernah berhenti berdenyut, yang berjalan secara spontan dan
impulsnya dihantarkan melalui SCS ke seluruh bagian jantung lainnya dan
selanjutnya timbul irama jantung yang senada dengan irama simpul sinoatrial.
Rangsangan saraf parasimpatis pada simpul sinus, cenderung
memperlambat kecepatan pembentukan impuls pada pusat pacu jantung, hal ini
terjadi karena ujung-ujung saraf parasimpatis mengeluarkan asetilkolin, yang
pengaruhnya dapat menurunkan jumlah produksi impuls di simpul sinus dan
menurunkan kepekaan “atrio-ventricular junction” terhadap impuls atau rangsang
yang datang dari simpul sinus, sehingga terjadi kelambatan hantaran impuls ke
otot ventrikel. Berkurangnya produksi impuls pada simpul sinus disebabkan oleh
adanya penekanan pada “slope diastolic depolarization” dan cenderung

30
meningkatkan stabilitas potensial membran istirahat, sehingga menjauhi “firing-
levelnya”.
Rangsangan yang sangat kuat oleh parasimpatis akan menghentikan
perubahan ritmik aktivitas potensial aksi pada pacu jantung dan terjadilah “blok”
hantaran impuls ke “atrio-ventricular junction”. Bila keadaan ini terjadi, maka
ventrikel tidak akan berkontraksi. Tetapi dengan adanya pacu jantung pada SCS di
dalam ventrikel dan otot-otot jantung itu sendiri, maka terjadilah rangsangan pada
ventrikel yag menyebabkan ventrikel dapat berkontraksi di luar kontrol simpul
sinus. Dan ini merupakan salah satu mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan denyut jantung. Denyut ventrikel demikian disebut sebagai :
ekstrasistole ventrikel dan pada rekaman elektrokardiogram tampak gelombang
QRS tanpa didahului oleh gelombang P. Rangsangan simpatis pada simpul sinus
akan memberikan pengaruh yang berlawanan dengan rangsangan parasimpatis,
hal ini karena simpatis meningkatkan “slope diastolic depolarization” potensial
aksi pusat pacu jantung di dalam simpul sinus, sehingga “slope diastolic
depolarization” sangat mudah mencapai potensial ambang dan kemudian disusul
oleh “overshoot”, demikian seterusnya akan terjadi berulang-ulang, sehingga
tampak peningkatan produksi impuls. Di lain pihak karena rangsangan simpatis,
juga akan terjadi peningkatan permeabilitas membran semua jaringan Sistem
Hantaran Khusus dan termasuk otot-otot jantung terhadap kalium dan natrium,
sehingga hantaran impuls dipercepat dan kekuatan kontraksi otot jantung juga
meningkat.21
Kontrol Kardiovaskular
Sistem kardiovaskular berada di bawah pengaruh saraf yang berasal dari
beberapa bagian otak, yang pada gilirannya menerima umpan balik dari reseptor
sensorik dalam pembuluh darah. Peningkatan output saraf dari batang otak ke
saraf simpatis menyebabkan penurunan diameter pembuluh darah (penyempitan
arteriol) dan meningkatkan stroke volume dan denyut jantung yang berperan
dalam meningkatkan tekanan darah. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan
peningkatan aktivitas baroreceptor, yang memberi sinyal batang otak untuk
mengurangi output saraf ke saraf simpatis.19

31
Baroreseptor

Tekanan Darah Batang Otak

Denyut Jantung

Stroke Volume

Diameter Pembuluh Darah

Konstriksi vena dan penurunan pasokan darah dalam reservoir vena pada
umumnya bersamaan dengan peningkatan konstriksi arteriol, walaupun
perubahan-perubahan dalam besarnya muatan pembuluh darah tidak selalu paralel
dengan perubahan-perubahan resistensi pembuluh darah. Peningkatan aktivitas
saraf simpatis terhadap jantung dan pembuluh darah, secara umum berhubungan
dengan penurunan aktivitas serabut-serabut vagal jantung. Sebaliknya, penurunan
aktivitas simpatis menyebabkan vasodilatasi. Penurunan tekanan darah dan
meningkatnya simpanan darah dalam reservoir vena. Umumnya akan diikuti
dengan penurunan denyut jantung, akan tetapi hal ini biasanya berhubungan
dengan rangsangan nervus vagus dari jantung. 19
Efek Rangsangan Parasimpatis Terhadap Jantung
Sistem saraf parasimpatis berpengaruh terhadap simpul SA untuk
menurunkan denyut jantung. Acethylcholine dilepaskan pada peningkatan
aktivitas parasimpatis yang meningkatkan permeabilitas simpul SA terhadap K+
dengan memperlambat penutupan saluran K+. Hasilnya, tingkat di mana potensial
aksi spontan dimulai berkurang melalui efek dua kali lipat :
1. Peningkatan permeabilitas K+ menjadikan membran simpul SA hiperpolar
karena lebih banyak ion kalium positif yang keluar dibandingkan keadaan
normal, membuat keadaan di dalam menjadi lebih negatif. Karena

32
potensial istirahat dimulai bahkan jauh dari ambang batas, diperlukan
waktu lebih lama untuk mencapai ambang batas.
2. Peningkatan permeabilitas K+ diinduksi oleh rangsang vagus dan
menentang reduksi otomatis dalam permeabilitas K+ yang bertanggung
jawab untuk memulai depolarisasi membran secara bertahap ke ambang
batas. Efek yang berlawanan ini menurunkan tingkat depolarisasi spontan,
memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk melintas ambang batas.
Oleh karena itu, simpul SA mencapai ambang batas dan rangsangan terus
berkurang, menurunkan denyut jantung.

Pengaruh parasimpatis simpul AV menurunkan eksitabilitas simpul,


memperpanjang transmisi impuls ke ventrikel bahkan lebih panjang dibandingkan
perlambatan simpul AV yang biasa. Efek ini disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas K+, yang membuat membran menjadi hiperpolar, sehingga
menghambat permulaan eksitasi simpul AV.

Efek Sistem Saraf Otonom Terhadap Jantung dan Struktur yang Mempengaruhi Jantung
Area yang Efek dari rangsangan Efek dari rangsangan
dipengaruhi parasimpatis simpatis
Simpul SA Menurunkan tingkat depolarisasi Meningkatkan tingkat
ambang batas, memperlambat depolarisasi ambang batas,
denyut jantung mempercepat denyut
jantung
Simpul AV Menurunan eksitabilitas, Meningkatkan
meningkatkan perlambatan eksitabilitas, menurunkan
simpul AV perlambatan simpul AV
Jalur konduksi Tidak ada efek Meningkatkan
ventrikular eksitabilitas, mempercepat
konduksi melalui berkas
His dan sel-sel Purkinje
Otot Atrium Menurunkan kontraktilitas, Meningkatkan
memperlemah kontraksi kontraktilitas, memperkuat
kontraksi
Otot Ventrikel Tidak ada efek Meningkatkan
kontraktilitas, memperkuat
kontraksi
Medulla Tidak ada efek Merangsang pengeluaran

33
adrenalis (Kel. epinephrin, hormon yang
Endokrin) meningkatkan aksi sistem
saraf simpatis terhadap
jantung
Vena Tidak ada efek Meningkatkan aliran balik
vena, sehingga
meningkatkan kekuatan
kontraksi jantung melalui
mekanisme Frank-Starling

Stimulasi parasimpatis pada sel-sel kontraktil atrium mempersingkat


potensial aksi, efek ini diyakini disebabkan oleh lambatnya arus masuk yang
dibawa oleh Ca2+ yang menyebabkan fase plateu berkurang sebagai hasilnya
kontraksi atrium diperlemah. Sistem parasympatis mempunyai sedikit efek pada
kontraksi vetrikel, karena sedikitnya inervasi pada ventrikel.

Efek Rangsangan Simpatis Pada Jantung. 


Sebaliknya, sistem saraf simpatik, yang mengontrol kerja jantung dalam
situasi darurat atau saat olahraga, ketika ada kebutuhan untuk aliran darah yang
lebih besar, mempercepat denyut jantung melalui efeknya pada jaringan pacu
jantung. Efek utama dari rangsangan simpatis pada simpul SA adalah untuk
meningkatkan laju depolarisasi, sehingga ambang dapat dicapai lebih cepat.
Norepinefrin dilepaskan dari ujung saraf simpatis menurunkan permeabilitas K +
dengan mengakselerasi inaktivasi saluran K+. Dengan lebih sedikit ion potasium
positif yang keluar, bagian dalam sel menjadi kurang negatif, menciptakan efek
depolarisasi. Hal ini melayang lebih cepat dengan ambang di bawah pengaruh
simpatis memungkinkan frekuensi potensial aksi yang lebih besar dan denyut
jantung yang lebih cepat. 
Stimulasi simpatis dari simpul AV mengurangi keterlambatan simpul AV
dengan meningkatkan kecepatan konduksi, mungkin dengan meningkatkan aliran
masuk Ca2+ yang lambat. Demikian pula, stimulasi simpatis mempercepat
penyebaran potensial aksi sepanjang jalur konduksi khusus. 
Dalam sel kontraktil atrium dan ventrikel, yang keduanya memiliki banyak
ujung saraf simpatis, stimulasi simpatis meningkatkan kekuatan kontraktil

34
sehingga denyut jantung lebih kuat dan memeras keluar lebih banyak darah. Efek
ini disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas Ca2+ yang mempercepat
perlambatan Ca2+ yang masuk dan mengintensifkan partisipasi Ca2+ dalam proses
sambungan eksitasi-kontraksi. 
Efek keseluruhan dari rangsangan simpatis pada jantung, karena itu,
adalah untuk meningkatkan efektivitas jantung sebagai pompa dengan
meningkatkan denyut jantung, mengurangi perlambatan antara kontraksi atrium
dan ventrikel, mengurangi waktu konduksi melintasi jantung, dan meningkatkan
kekuatan kontraksi.

35
BAB III
RINGKASAN

Sistem saraf otonom terdiri dari dua subsistem yaitu sistem saraf simpatis
dan sistem saraf parasimpatis yang kerjanya saling berlawanan. Anatomi dan
fisiologi sistem saraf otonom berguna memperkirakan efek farmakologi obat-
obatan baik pada sistem saraf simpatis maupun parasimpatis.
Sistem saraf simpatis dimulai dari medula spinalis segmen torakolumbal.
Saraf dari sistem saraf parasimpatis meninggalkan sistem saraf pusat melalui
saraf-saraf kranial III, VII, IX dan X serta saraf sakral spinal kedua dan ketiga;
kadangkala saraf sakral pertama dan keempat. Kira-kira 75% dari seluruh serabut
saraf parasimpatis didominasi oleh nervus vagus (saraf kranial X)
Berbeda dengan sistem saraf simpatis, serabut preganglion parasimpatis
menuju ganglia atau organ yang dipersarafi secara langsung tanpa hambatan.
Serabut postganglion saraf parasimpatis pendek karena langsung berada di ganglia
yang sesuai, ini berbeda dengan sistem saraf simpatis, dimana neuron
postganglion relatif panjang, ini menggambarkan ganglia dari rangkaian
paravertebra simpatis yang berada jauh dengan organ yang dipersarafinya.
Serat-serat saraf simpatis maupun parasimpatis mensekresikan salah satu
dari kedua bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin atau norepinefrin. Neuron-
neuron yang mengeluarkan norepinefrin ini dikenal dengan serabut adrenergik.
Serabut postganglion sistem saraf parasimpatis mensekresikan asetilkolin sebagai
neurotransmitter dan dikenal sebagai serabut kolinergik. Semua saraf preganglion
simpatis dan parasimpatis melepaskan asetilkolin sebagai neurotransmitter
karenanya dikenal sebagai serabut kolinergik. Sedangkan asetilkolin yang
dilepaskan dari serabut preganglion mengaktivasi baik postganglion simpatis
maupun parasimpatis.
Kerja eksitasi dan inhibisi akibat perangsangan simpatis dan parasimpatis,
perangsangan simpatis dan parasimpatis menimbulkan efek eksitasi pada beberapa
organ tetapi menimbulkan efek inhibisi pada organ lainnya. Kebanyakan organ
diatur oleh salah satu dari kedua sistem tersebut.

36
Sistem saraf simpatis dan parasimpatis selalu aktif dan aktivitas basalnya
diatur oleh tonus simpatis atau tonus parasimpatis. Nilai tonus ini yang
menyebabkan perubahan-perubahan aktivitas pada organ yang dipersarafinya baik
peningkatan maupun penurunan aktivitas.
Refleks otonom adalah refleks yang mengatur organ viseral meliputi
refleks otonom kardiovaskular, refleks otonom gastrointestinal, refleks seksual,
refleks otonom lainnya meliputi refleks yang membantu pengaturan sekresi
kelenjar pankreas, pengosongan kandung empedu, ekskresi urin pada ginjal,
berkeringat, konsentrasi glukosa darah dan sebagian besar fungsi viseral lainnya.
Sistem simpatis seringkali memberikan respon terhadap pelepasan impuls
secara massal ini disebut pelepasan impuls masal (mass discharge). Pada saat
lainnya, aktivasi simpatis dapat terjadi pada bagian sistem yang terisolasi,
terutama sebagai respons terhadap refleks yang melibatkan medula spinalis tetapi
tidak melibatkan otak.
Sistem parasimpatis biasanya menyebabkan respon setempat yang
spesifik, berbeda dengan respon yang umum dari sistem simpatis terhadap
pelepasan impuls secara masal, maka fungsi pengaturan sistem parasimpatis
sepertinya jauh lebih spesifik.

37
DAFTAR PUSTAKA

38

Anda mungkin juga menyukai