Anda di halaman 1dari 9

PENANGANAN SUATU PERMASALAHAN DENGAN

MENGGUNAKAN PENDEKATAN BUDAYA

Disusun Oleh :
KELOMPOK 6

Nama : Ayu Amelia (1908531045)


Aisyah Fitrie (1908531042)
Kelas : B

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2020/2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang


Bab ini membahas tentang manusia sebagai makhluk budaya yang
berkemampuan menciptakan kebaikan, kebenaran, keadilan, dan bertanggung
jawab. Dalam bab ini akan dibahas mengenai hakikat manusia sebagai makhluk
budaya, apresiasi terhadap kemanusiaan dan kebudayaan, etika dan estetika
berbudaya, memanusiakan manusia, dan problematika kebudayaan.

A.HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA


Manusia adalah salah satu makhluk Tuhan di dunia. Makhluk tuhan di
alam fana ini ada empat macam yaitu alam, tumbuhan, binatang, dan manusia.
Sifat-sifat makhluk Tuhan adalah sebagai berikut :
1. Alam memiliki sifat wujud
2. Tumbuhan memiliki sifat wujud dan hidup
3. Binatang memiliki sifat wujud, hidup, dan dibekali nafsu.
4. Manusia memiliki sifat wujud, hidup, dibekali nafsu, serta akal budi

Dengan akal budi, manusia mampu menciptakan, mengkreasi,


memperlakukan, memperbarui, memperbaiki, mengembangkan, dan
meningkatkan sesuatu yang ada untuk kepentingan hidup manusia. Kepentingan
hidp manusia adalah dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Kebutuhan
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kebutuhan yang bersifat kebendaan dan
kebutuhan yang bersifat rohani.

Dengan akal budi, manusia tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup,
tetapi juga mampu mempertahankan serta meningkatkan derajatnya sebagai
makhluk hidup yang tinggi jika dibandingkan dengan makhluk lain. Akal budi
juga membuat manusia untuk mampu menciptakan kebudayaan. Kebudayaan pada
dasarnya adalah hasil akal budi manusia dalam interaksinya, baik dengan alam
maupun dengan manusia lainnya.
B.APRESIASI TERHADAP KEMANUSIAAN DAN KEBUDAYAAN

1. Manusia dan Kemanusiaan


Kemanusiaan berarti hakikat dan sifat-sifat khas manusia sebagai makhluk
yang tinggi harkat martabatnya. Kemanusiaan menggambarkan ungkapan akan
hakikat dan sifat yang seharusnya dimiliki oleh makhluk yang bernama manusia.
Kemanusiaan merupakan prinsip atau nilai yang berisi keharusan/tuntutan untuk
berkesuaian dengan hakikat dari manusia.
Hakikat manusia harus dipandang secara utuh. Manusia merupakan
makhluk Tuhan yang palig sempurna karena ia dibekali dengan akal budi.
Manusia memiliki harkat dan martabat yang tinggi. Karena manusia memiliki
harkat dan derajat yang tinggi maka manusia hendaknya mempertahankan hal
tersebut. Dalam upaya untuk mempertahankan tersebut, maka prinsip
kemanusiaan berbicara. Prinsip kemanusiaan mengandung arti adanya
penghargaan dan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia yang luhur
itu. Semua manusia adalah luhur, karena itu manusia tidak harus dibedakan
perlakuannya hanya karena perbedaan suku, ras, keyakinan status sosial ekonomi,
asal-usul, dan sebagainya.

2. Manusia dan Kebudayaan


Kebudayaan Dapat diartikan sebagai suatu system pengetahuan yang
meliputi sistm ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata yang ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakatnya.
Manusia merupakan pencipta kebudayaan karena manusia dianugerahi akal dan
budi daya. Dengan akal dan budi daya itulah manusia menciptakan dan
mengembangkan kebudayaan. Terciptanya kebudayaan adalah hasil interaksi
manusia dengan segala isi alam raya ini. Hasil interaksi binatang dengan alam
sekitar tidak membentuk kebudayaan, tetapi hanya menghasilkan pembiasaan
saja. Hal ini karena binatangtidak dibekali akal udi, tetapi hanya nafsu dan naluri
tingkat rendah.
Karena manusia adalah pencipta kebudayaan maka manusia adalah makhluk
berbudaya. Kebudayaan adalah ekspresi eksistensi manusia di dunia. Dengan
kebudayaannya, manusia mampu menampakkan jejak-jejaknya dalam panggung
sejarah dunia.

C.ETIKA DAN ESTETIKA BERBUDAYA


1.Etika Manusia dalam berbudaya
Budaya atau kebudayaan adalah hasil cipta, rasa, dan karsa manusia.
Manusia yang beretika akan menghasilkan budaya yang memiliki nilai-nilai etik
pula. Etika berbudaya mengandung tuntutan/keharusan bahwa budaya yang
diciptakan manusia mengandung nilai-nilai etik yang kurang lebih bersifat
universal atau diterima sebagian besar orang. Budaya yang memiliki nilai-nilai
etik adalah budaya yang mampu menjaga, mempertahankan, bahkan mampu
meningkatkan harkat dan martabat manusia itu sendiri. Sebaliknya, budaya yang
tidak beretika adalah kebudayaan yang akan merendakan atau bahkan
menghancurkan martabat kemanusiaan.
Namun demikian, menentukan apakah suatu budaya yang dihasilkan manusia itu
memenuhi nilai-nilai etik ataukah menyimpang dari nilai etika adalah bergantung
dari paham atau ideology yang diyakini masyarakat pendukung kebudayaan. Hal
ini dikarenakan berlakunya nilai-nilai etik bersifat universal, namun amat
dipengaruhi oleh ideology masyarakatnya.

2. Estetika Manusia Dalam Berbudaya


Budaya sebagai hasil karya manusia sesungguhnya diupayakan untuk
memenuhi unsur keindahan. Manusia sendiri memang suka akan keindahan.
Disinilah manusia berusaha berestetika dalam berbudaya. Semua kebudayaan
pastilah dipandang memiliki nilai-nilai estetik bagi masyarakat pendukung budaya
tersebut. Hal-hal yang indah dan kesukaannya pada keindahan diwujudkan dengan
menciptakan aneka ragam budaya.
Estetika berbudaya tidak semata-mata dalam berbudaya harus memenuhi
nilai-nilai keindahan. Lebih dari itu, estetika berbudaya menyiratkan perlunya
manusia (individu/masyarakat) untuk menghargai keindahan budaya yang
dihasilkan manusia lainnya. Keindahan adalah subjektif, tetapi kita dapat melepas
subjektivitas kita untuk melihat adanya estetika dari budaya lain. Estetika
berbudaya yang demikian akan mampu memecah sekat-sekat kebekuan,
ketidakpercayaan, kecurigaan, dan rasa inferioritas antar budaya.

D. MEMANUSIAKAN MANUSIA
Memanusiakan manusia berarti perilaku manusia untuk senantiasa
menghargai dan menghormati harkat dan derajat manusia lainnya. Memanusiakan
manusia adalah tidak menindas sesama, tidak menghardik, tidak bersifat kasar,
tidak menyakiti, dan perilaku-perilaku buruk lainnya.
Memanusiakan manusia berarti pula perilaku ,memanusiawikan antar
sesame. Memanusiakan manusia memberi keuntungan bagi diri sendiri maupun
orang lain. Bagi diri sendiri akan menunjukkan harga diri dan nilai luhur
pribadinya sebagai manusia. Sedangkan bagi orang lain akan memberi rasa
percaya, rasa hormat, kedamaian, dan kesejahteraan hidup.

E. PROBLEMATIKA KEBUDAYAAN
Dalam rangka pemenuhan hidupnya manusia akan berinteraksi dengan
manusia lain, masyarakat berhubungan dengan masyarakat lain, demikian pula
terjadi hubungan antar pesekutuan hidup manusia dari waktu ke waktu dan terus
berlangsung sepanjang kehidupan manusia. Kebudayaan yang ada ikut pula
mengalami dinamika seiring dengan dinamika pergaulan hidup manusia sebagai
pemilik kebudayaan. Berkaitan dengan hal tersebut kita mengenal adanya
pewarisan kebudayaan, perubahan kebudayaan, penyebaran kebudayaan.

1. Pewarisan Kebudayaan
Pewarisan kebudayaan adalah proses pemindahan, penerusan, pemilikan,
dan pemakaian kebudayaan dari generasi ke generasi secara
berkesinambungan.
2. Perubahan Kebudayaan
Pewarisan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi sebagai akibat
adanya ketidaksesuaian diantara unsur-unsur budaya yang saling berbeda
sehingga terjadi keadaan yang fungsinya tidak serasi bagi kehidupan.
3. Penyebaran Kebudayaan
Penyebaran kebudayaan atau difusi adalah proses menyebarnya unsur-
unsur kebudayaan dari suatu kelompok ke kelompok lain atau suatu masyarakat
ke masyarakat lain.

Problema yang terjadi dalam kehidupan, umumnya adalah munculnya


sikap dan perilaku untuk tidak mengakui adanya persamaan derajat, hak dan
kewajiban antar manusia atau antarwarga. Perilaku yang membeda-bedakan orang
disebut diskriminasi.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, diskriminasi sudah merupakan
tindakan bukan sekedar sikap. Diskriminasi merupakan tindakan yang membeda-
bedakan dan kurang bersahabat dari kelompok dominan terhadap kelompok
subordinasinya. Diskriminasi adalah setiap tindakan yang melakukan pembedaan
terhadap seseorang atau sekelompok orang berdasarkan ras, agama, suku,
kelompok, golongan, status sosial, kelas sosial, jenis kelamin, kondisi fisik tubuh,
orientasi seksual, pandangan ideology politik, batas Negara, serta kebangsaan
seseorang (Elly M.Setiadi dkk,2006).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kasus
Penanganan Wabah Covid-19 Dengan Pendekatan Budaya
Berbagai catatan pengalaman menghadapi wabah penyakit, semestinya
mendorong pemerintah Indonesia untuk memiliki perangkat kesiapsiagaan
melawan wabah penyakit menular, sehingga pemerintah mampu memiliki
kewaspadaan yang tinggi dan respon yang cepat. Namun sayangnya, catatan
sejarah yang ada justru memberikan informasi bahwa sejak zaman kolonial hingga
era reformasi pemerintah di Indonesia dianggap oleh beberapa kalangan lambat
menangani wabah penyakit menular. Penanganan wabah flu spanyol di Indonesia
oleh pemerintah kolonial misalnya, tergolong lambat dan kurang serius. Bulan
April 1918 konsul Belanda di Singapura telah memberikan peringatan kepada
pemerintah Belanda di Batavia agar mencegah masuknya kapal-kapal dari
Hongkong, karena telah dinyatakan terjangkit flu spanyol. Peringatan tersebut
tidak begitu diperhatikan oleh pemerintah di Batavia. Tiga bulan kemudian,
beberapa pasien influenza mulai dilaporkan di sejumlah rumah sakit di Hindia
Belanda. Jumlah ini makin meningkat pada bulan Agustus dan September. Pada
bulan November pemerintah di Batavia mendapatkan laporan bahwa penyakit flu
ini telah menyerang berabagai daerah, seperti Banjar Masin, Bali, Jawa Timur dan
Jawa Barat. Setelah jatuh ribuan korban, pada bulan November 1918 pemerintah
kolonial membentuk sebuah tim penanggulangan penyakit flu yang berada di
bawah kepala Dinas Kesehatan Rakyat (Wibowo dkk, 2009:  93-112).

Sebelas hari setelah mengumumkan pasien pertama positif corona di


Indonesia,barulah presiden Jokowi menandatangani Keputusan Presiden Nomor 7
Tahun 2020 Tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Desease
2019, dan menunjuk Kepala BNPB Doni Monardo sebagai ketua Gugus Tugas.
Maka sejak saat itu segenap langkah penanggulangan mulai direncanakan dalam
skala nasional. Untuk memperkuat Gugus Tugas tersebut, pada 20 Maret 2020
Presiden Jokowi menerbitkan Keppres Nomor 9 Tahun 2020 yang merevisi
Keppres Nomor 7 Tahun 2020. Dengan Keppres baru tersebut Gubernur di
seluruh Indonesia berwenang memberikan arahan dan mengevaluasi pelaksanaan
percepatan penanganan kasus covid-19 di daerahnya masing-masing.

Meskipun mendapat kritikan dari berbagai kalangan, hingga 30 Maret 2020


pemerintah masih fokus menerapkan kebijakan social distancing.Kebijakan
pemerintah ini juga didukung oleh berbagai praktisi dan pengamat ekonomi yang
memperkirakan dampak kebijakan lockdown yang sangat buruk bagi ekonomi
Indonesia. Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia
menyebutkan bahwa skema lockdownbagi Indonesia berdampak jauh lebih buruk
dibandingkan negara lain. Hal ini disebabkan sebagian besar warga Indonesia
bekerja pada sektor informal. Ekonom Bank Central Asia Tbk (BCA) David
Sumual mengatakan jika Jakarta diberlakukan lockdown maka dampaknya akan
berpengaruh secara nasional, karena 75% uang dalam pergerakan ekonomi
nasional terjadi di Jakarta (harianhaluan.com, 18/3/2020). Dari sisi sosial,
kebijakan lockdown dikhawatirkan akan menimbulkan kepanikan, penjarahan
hingga kerusuhan masal. 

2.2 Solusi
Penanganan wabah penyakit harus dilakukan dengan pendekatan sosial
budaya. Berbagai catatan sejarah penangan wabah di seluruh dunia memberikan
informasi bahwa penanganan wabah penyakit tidak bisa jika dilakukan dengan
hanya melibatkan aspek medis saja. Hal ini dikarenakan wabah penyakit dan
aspek sosial-budaya adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Karena wabah
terkait dengan sosial-budaya, maka penanganannya juga harus
mempertimbangkan aspek sosial-budaya. Dalam langkah penanggulangan covid-
19 yang saat ini dilakukan, pemerintah telah memperhatikan aspek sosial budaya.
Seperti misalnya:(1) himbauan membuat gugus tugas hingga tingkat Rukun
Tetangga, (2) mengkampanyekan penanganan covid-19 dengan gotong royong,
(3) pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Kebudayaan membuat video
sosialisasi pencegahan covid-19 dengan menggunakan konten tradisi seperti lagu
daerah, seni lakon tradisi dan sebagainya, (4) bahkan tidak dipilihnya opsi
lockdown oleh pemerintah pusat adalah suatu bentuk perhatian pada aspek sosial.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Bab ini membahas tentang manusia sebagai makhluk budaya yang
berkemampuan menciptakan kebaikan, kebenaran, keadilan, dan
bertanggung jawab. Dalam bab ini akan dibahas mengenai hakikat
manusia sebagai makhluk budaya, apresiasi terhadap kemanusiaan dan
kebudayaan, etika dan estetika berbudaya, memanusiakan manusia, dan
problematika kebudayaan.

3.2 Saran
Sebagai makhluk sosial maupun individu, kita tidak boleh
melupakan kebudayaan. Kita sebaiknya selalu melibatkan budaya dalam
menangani suatu persoalan, contohnya seperti pada bab sebelumnya, yaitu
penanganan suatu wabah dengan pendekatan budaya. Penanganan suatu
wabah dengan pendekatan budaya diperlukan karena tidak cukup jika hanya
mengandalkan penanganan di bidang medis.

https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/penanganan-wabah-covid-19-
dengan-pendekatan-budaya/

Anda mungkin juga menyukai