Anda di halaman 1dari 85

35

IDENTIFIKASI BAKTERI Eschericia coli dan


Salmonella sp. PADA JAJANAN BATAGOR DI
SEKOLAH DASAR NEGERI DI KELURAHAN
PISANGAN, CIRENDEU, DAN CEMPAKA PUTIH
KECAMATAN CIPUTAT TIMUR

Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar SARJANA KEDOKTERAN

Oleh :
Risna Wahyu Ananda Putri
NIM : 1113103000081

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1437H/ 2016M
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahr*za:

1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatuilah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam sayaan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatuilah Jakarta.

Ciputat, 12 Oktober 20i6


IDENTIFIKASI BAKTERI Es`ル ιrた 乃滋 εθ″dan Sα Jrraθ ″ιrra躍%PADA
JAJANAN BATAGOR DISEKOLAH DASAR NEGERIDI KELURAⅡ AN
PISANGAN,CIRENDEU,DAN CE卜 IPAKA PUTIH KECAⅣIATAN
CIPUTAT TI卜 IUR

Laporan Penelitian

Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas


Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Oleh:

Risna Wahvu Ananda PutH

NIM.1113103000081

Menyettui,

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Yulitti,S.Si,M.Biomed dr.Achmad Luthfl Sp.B,KBD


卜IIP,196909152008012022 NIP.196604201994121001

PROGRAⅣISTUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1438H/201 6NII
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Laporan Pcnelitian ber」 udul IDENTIFIKASI BAKTERI I]s`ん ιガε/2″ ″ dan
Sα 77rrθ ″ι. PADA JAJANAN BATAGOR DI SEKOLAH DASAR `θ
rra lン
NEGERI KELURAHAN PISANGAN, CIRENDEU, DAN CE卜 IPAKA
PUTIH KECAⅣ IATAN CIPUTAT TIl■ IUR yang dittukan Oleh Risna Wahyu
Ananda PutH(NIM ll13103000081),telah dittikan dalam sidang di Fakultas
Kedokteran dan 11lnu Kesehatan pada 12 0ktober 2016. Laporan penelitian ini
tclah dite五 ma sebagai saltt satu syarat memperoleh gclar Sattana Kcdokteran
(S.Ked)pada PrOram Sttldi Kedoktcran dan Profesi Dokter.
Ciputat,12 0ktober 2016

DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang

NIP.196909152008012022

Pembimbing I Pembilnbing II

Yuli41,S.Si,M.Blomed

dIo Achmad Luthi Sp.B,KBD
NIP.196909152008012022 卜IIP.196604201994121001

Penguji I

dr.E五 ke Suwarsono, M. Pd dr.Meizi Fach五 zal Achmad


NIP.198109262011012007

PIMPINAN FAKULTAS

.´● i
一一
一一一一

Kaprodi PSKPD
´ 一 一・
一一


︰● ヽ  T ¨
一一
一一一
一一
一一

:A五 f Sumant五 ,SKMI.,M.Kes dr.Achlnad Zよ i,Ⅳ l.Epid,SpOT


¨

196508081988031002 NIP.19780507200501 1005

IV
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Shalawat serta
salam selalu tercurah kepada junjungan umat Nabi Muhammad SAW yang telah
memimpin kita menuju iman dan islam.
Penelitian yang berjudul “IDENTIFIKASI BAKTERI Eschericia coli dan
Salmonella sp. PADA JAJANAN BATAGOR DI SEKOLAH DASAR
NEGERI DI KELURAHAN PISANGAN, CIRENDEU, DAN CEMPAKA
PUTIH KECAMATAN CIPUTAT TIMUR” disusun sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Program Studi Kedokteran dan
Profesi Dokter, Fakultas Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam pembuatan laporan penelitian ini, penulis merasakan kesulitan ,
kebingungan, kecemasan ketika dalam prosesnya tidak sesuai dengan yang
dibayangkan dan direncanakan. Namun dengan segala dukungan, doa dan
bimbingan dari berbagai pihak, hambatan tersebut tidak menjadi berarti dan
menurunkan semangat penulis untuk segera menyelesaikan laporan ini. Oleh
sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh
pihak, diantaranya:
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT , selaku Ketua Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Flori Ratna Sari, Ph. D selaku Penanggung Jawab Riset untuk PSKPD
angkatan 2013
4. Bu Yuliati, S.Si, M.Biomed dan dr. Achmad Luthfi, Sp. B, KBD selaku
Dosen Pembimbing, yang telah memberi arahan, bimbingan dan semangat
v
dalam bentuk apapun kepada penulis hingga laporan penelitian ini dapat
selesai dengan baik. Terima kasih atas waktu, tenaga dan pemikiran yang
telah Ibu dan dokter berikan untuk kelancaran penelitian saya.
5. dr. Erike Anggraini Suwarsono, M. Pd dan dr. Meizi Fachrizal Achmad
selaku dewan penguji pada sidang akhir penelitian penulis
6. Dr. Endah Wulandari, M. Biomed selaku Pembimbing Akademik yang
memberikan doa dan dukungannya kepada penulis
7. Kementerian Agama, Pak Agus dan jajarannya yang telah memberikan
kesempatan sehingga penulis bisa menempuh pendidikan tinggi di PSKPD
UIN Jakarta
8. Kedua orangtua penulis, Ayah Suri Marzuki, S.E dan Ibu Nanik Sri
Martini, S. Pd yang selalu memberikan doa, semangat dan motivasi
dengan cinta dan kasih sayang, serta memberikan banyak masukan,
nasihat, bantuan tenaga, pikiran, moral, waktu dan material.
9. Adik penulis M. Ilham Nurhamdy yang selalu memberikan doa, semangat,
dan menghiasi perjalanan penelitian ini dengan canda
10. Zahrotu Romadhon, Zenitra, dan Aris Rivadi kelompok risetku yang selalu
saling melengkapi, mendukung, memberikan semangat dan bersukarela
menghabiskan hari-hari panjang di lab Mikro
11. Sahabat yang juga keluarga luar biasa di tanah rantau: CSS MoRA UIN
Jakarta. Tempat dimana bisa penulis temukan kakak dan adik yang
membuat hari-hari panjang di kampus terasa singkat
12. Sahabat bermain Bani Izdihar : Kafa, Asis, Zami, Rifa’i, Dekcu, Rani,
Filzah, Dihar. Kalian lebih dari sekedar sahabat
13. Teman-teman BPH USMR: Arian, Fadli, Tanti, Jahlo, Icha, Witha, Ayuk
Rani, Taya, Jami; dan seluruh USMR. Tempat yang menghiasi rutinitas
kampus dengan kesibukan bersama kalian
14. Kak Novi, Mas Irul, Mas Fio dan Bapak Satpam Pascasarjana yang
membantu kelancaran penulis melakukan penelitian di Lab Mikro
kapanpun waktunya.

vi
15. Teman sejawatku PSKPD “TREITZ 2013” yang selalu bersama-sama
melalui hari-hari sibuk dan menyenangkan di kampus. Semoga kita bisa
lulus bersama-sama
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
memperlancar proses pengerjaan laporan penelitian ini
Dengan segala kejujuran dan kerendahan hati penulis sadari bahwa laporan
penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi pembahasan maupun
penyusunannya. Oleh karena itu, saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi kesempurnaan di masa yang akan datang.

Semoga laporan penelitian ini bermanfaat untuk penulis dan seluruh pihak, juga
dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan atau sumber ide untuk penelitian lebih
lanjut di bidang kedokteran.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Ciputat, 12 Oktober 2016

Risna Wahyu Ananda Putri

vii
ABSTRAK

Risna Wahyu Ananda Putri. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. IDENTIFIKASI BAKTERI Escherichia
coli DAN Salmonella sp. PADA JAJANAN BATAGOR DI SEKOLAH
DASAR NEGERI DI KELURAHAN PISANGAN, CIRENDEU, DAN
CEMPAKA PUTIH KECAMATAN CIPUTAT TIMUR. 2016.
Pendahuluan: Selama tahun 2015 BPOM melaporkan 27 dari 61 kasus penyakit
akibat makanan disebabkan oleh bakteri. Batagor sebagai salah satu jajanan yang
digemari siswa Sekolah Dasar mengandung tahu, bakso, dan kuah kacang yang
diduga mendukung kehidupan bakteri. Escherichia coli dan Salmonella sp.
merupakan contoh bakteri yang dapat ditemukan pada jajanan ini. Tujuan:
penelitian ini untuk mengetahui adanya cemaran bakteri pada batagor, keberadaan
E. coli dan Salmonella sp., serta identifikasinya dengan uji biokimia. Metode:
TPC (Total Plate Count) dengan menghitung jumlah koloni bakteri pada tiap
sampel batagor serta identifikasi menggunakan media spesifik, pewarnaan Gram
dan uji biokimia. Hasil dan kesimpulan: seluruh sampel tercemar bakteri dengan
4 dari 5 sampel jumlah koloni bakteri melebihi ambang batas normal. Ditemukan
bakteri E. coli pada 2 sampel dan Salmonella sp. pada 3 sampel (jumlah sampel =
5) di media spesifik dan 100% cemaran enterobacteriaceae pada uji biokimia.
Kata kunci : penyakit akibat makanan, batagor, TPC, Eschrichia coli, Salmonella
sp.

ABSTRACT
Risna Wahyu Ananda Putri. School of Medicine State Islamic University of
Syarif Hidayatullah Jakarta. IDENTIFICATION OF Escherichia coli AND
Salmonella sp BACTERIA FROM BATAGOR SOLD AT PRIMARY
SCHOOLS IN PISANGAN, CIRENDEU, AND CEMPAKA PUTIH EAST
CIPUTAT. 2016.
Introduction: During 2015 BPOM reported 27 of the 61 cases of foodborne
disease are caused by bacteria. Batagor as one of the favorite snacks of elementary
school students containing tofu, meatballs, and a peanut sauce that allegedly
support bacterial life. Escherichia coli and Salmonella sp. an example of a
bacterium that can be found in these snacks. Aims: This study to determine the
presence of bacterial contamination in batagor, the presence of E. coli and
Salmonella sp. as well as identification with biochemical tests. Methods: TPC
(Total Plate Count) to count the number of bacterial colonies on each sample
batagor and identification using specific media, Gram staining and biochemical
tests. Result and conclussion: All samples contaminated bacteria with 4 out of 5
samples the number of bacterial colonies exceeded the normal threshold. E. coli
bacteria found in two samples and Salmonella sp. on 3 samples (sample size = 5)
in specific media and 100% contamination enterobacteriaceae in biochemical
tests.
Key words: foodborne disease, batagor, TPC, Escerichia coli, Salmonella sp.
viii
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ................................................ Error! Bookmark not defined.

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.......... Error! Bookmark not


defined.

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .... Error! Bookmark not defined.

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ..................... Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

ABSTRAK .......................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix

DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xiii

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv

DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xv

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3

1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................. 3

1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................ 3

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 3

1.4.1 Manfaat Akademis .............................................................................. 3

BAB 2 ..................................................................................................................... 5

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 5

2.1 Landasan Teori ....................................................................................... 5

ix
2.1.1 Pangan Jajanan dan Kesehatan Pangan ............................................ 5

2.1.2 Jajanan Batagor dan Kemungkinan Cemaran .................................. 6

2.1.3 Bakteri Escherichia coli ........................................................................ 7

2.1.3.1 Morfologi dan Taksonomi Esherichia coli .................................... 7

2.1.3.2 Sifat Pertumbuhan Escherichia coli .............................................. 9

2.1.3.3 Patogenesis dan Penggolongan Escherichia coli ........................ 10

2.1.4 Bakteri Salmonella sp. ......................................................................... 15

2.1.4.1 Morfologi danTaksonomi Salmonella sp. ................................... 15

2.1.4.2 Sifat Pertumbuhan Salmonella sp. .............................................. 16

2.1.4.3 Patogenesis Salmonella sp. ........................................................... 18

2.1.5 Pencegahan Pencemaran terhadap Makanan .................................. 20

2.1.6 Teknik Pemeriksaan Mikroorganisme pada Makanan .................. 23

2.1.7 Perhitungan Koloni Bakteri............................................................... 25

2.1.8 Uji Biokimiawi Bakteri ....................................................................... 27

2.1.8.1 Uji Fermentasi Karbohidrat ....................................................... 27

2.1.8.2 Uji MRVP ..................................................................................... 28

2.1.8.3 Uji SIM (Sulfide Indol Motility)................................................... 29

2.1.8.4 Uji Sitrat ........................................................................................ 30

2.1.8.5 Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar) .............................................. 30

2.2 Kerangka Teori.......................................................................................... 32

2.3 Kerangka Konsep ..................................................................................... 32

2.4 Definisi Operasional .................................................................................. 33

BAB 3 ................................................................................................................... 34

METODE PENELITIAN ................................................................................... 34

3.1 Desain Penelitian .................................................................................. 34

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 34


x
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .......................................................... 34

3.3.1 Populasi ................................................................................................ 34

3.3.2 Sampel .................................................................................................. 34

3.4 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................... 34

3.4.1 Alat Penelitian ............................................................................... 34

3.4.2 Bahan Penelitian ............................................................................... 35

3.5 Cara Kerja Penelitian .......................................................................... 35

3.5.1 Tahap Persiapan ........................................................................... 35

3.5.1.1 Sterilisasi Alat dan Bahan ........................................................... 35

3.5.1.2 Pengambilan dan Persiapan Sampel .......................................... 35

3.5.2 Pembuatan Media dan Penanaman Sampel ..................................... 36

3.5.2.1 Pembuatan Media NB dan Pengenceran ................................... 36

3.5.2.2 Pembuatan Media dan Penanaman Sampel pada NA .............. 36

3.5.2.3 Pembuatan Media dan Penanaman Sampel pada EMB dan SSA
.................................................................................................................... 37

3.5.2.4 Identifikasi Bakteri dengan Pewarnaan Gram ......................... 38

3.5.2.5 Pembuatan dan Identifikasi Bakteri dengan Uji Biokimia ...... 39

3.7 Managemen Data .................................................................................. 42

BAB 4 ................................................................................................................... 43

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 43

4.1 Hasil dan Pembahasan ......................................................................... 43

4.1.1 Hasil Kultur Bakteri dengan Metode TPC (Total Plate Count) .... 43

4.1.2 Isolasi Bakteri dalam Media Spesifik dan Pewarnaan Gram ........ 46

4.1.3 Uji Biokimia terhadap Bakteri .......................................................... 49

4.2 Keterbatasan Penelitian ....................................................................... 56

BAB 5 ................................................................................................................... 57
xi
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 57

5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 57

5.2 Saran ...................................................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 59

LAMPIRAN ......................................................................................................... 64

xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Bagan 2.2 Kerangka Konsep
Bagan 3.1 Alur Penelitian

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penggolongan Hasil Penghitungan TPC
Tabel 2.2 Definisi Operasional
Tabel 4.1 Jumlah Koloni pada Setiap Sampel dengan Berbagai Pengenceran
Tabel 4.2 Jumlah Koloni Setiap Sampel Sesuai Rumus
Tabel 4.3 Interpretasi Penghitungan pada Setiap Sampel
Tabel 4.4 Identifikasi Bakteri Berdasarkan Warna Koloni yang Dihasilkan
Tabel 4.5 Uji Fermentasi Karbohidrat dari Media EMB
Tabel 4.6 Uji IMViC dan TSIA dari Media EMB
Tabel 4.7 Uji Fermentasi Karbohidrat dari Media SSA
Tabel 4.8 Uji IMViC dan TSIA dari Media SSA

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Morfologi E. coli
Gambar 2.2 E. coli dalam Media EMB
Gambar 2.3 Hasil Pewarnaan Gram E. coli
Gambar 2.4 Skematik Sistem Sekresi pada EPEC
Gambar 2.5 Bakteri Salmonella typhi dengan Pewarnaan Tinta India
Gambar 2.6 Salmonella sp. dalam Media XLD
Gambar 2.7 Salmonella ruflles pada Usus Manusia
Gambar 2.8 Patogenesis Infeksi oleh Salmonella sp.
Gambar 2.9 Metode Cawan Tuang dan Perataan pada Kultur Mikroorganisme
Gambar 2.10 Tabel Karakteristik Biokimia Spesies Enterobacteriaceae

xiii
Gambar 2.11 Uji Penggunaan Sitrat
Gambar 2.12 Berbagai Reaksi pada Uji TSIA
Gambar 2.13 Tabel Karakteristik Biokimia Enterobacteriaceae
Gambar 4.1 Pertumbuhan Bakteri pada Sampel 1 di media NA
Gambar 4.2 Hasil Kultur Bakteri dari Sampel Batagor yang Diisolasi pada
Media EMB dan SSA
Gambar 4.3 Hasil Pewarnaan Gram dari Kultur Bakteri
Gambar 4.4 Hasil Positif Uji Gula-gula
Gambar 4.5 Hasil Negatif Indol dan Positif Motilitas, Hasil Positif MR dan
Negatif VP, Hasil +/+ gas pada TSIA dan Positif Sitrat, Hasil -/+
gas TSIA
Gambar 4.6 Hasil positif (warna media kuning) dan hasil negatif (warna media
ungu) uji gula-gula

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Penghitungan Penelitian
Lampiran 2 Alat dan Bahan
Lampiran 3 Alur Kerja Penelitian
Lampiran 4 Hasil Penelitian
Lampiran 5 Riwayat Penulis

xiv
DAFTAR SINGKATAN

TPC : Total Plate Count

BPOM : Badan Pengawas Obat dan Makanan

KLB : Kejadian Luar Biasa

WHO : World Health Organisation

NA : Nutrient Agar

EMB : Eosin Methylen Blue

SSA : Salmonella Shigella Agar

LT : Labile Toxin

ST : Stabile Toxin

sp : spesies (tunggal)

SPC : Standart Plate Count

MPN : Most Probable Number

MR : Methyl Red

VP : Voges-Proskauer

SIM : Sulfide Indol Motility

TSIA : Triple Sugar Iron Agar

NB : Nutrient Broth

KKU : Kristal Karbol Ungu

SDN : Sekolah Dasar Negeri

xv
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah dan atau
langsung disajikan siap santap oleh penjual di tempatnya berjualan untuk
kalangan umum bukan yang disajikan oleh jasa boga, rumah makan atau
restoran, dan hotel. Peraturan pemerintah melalui BPOM dan UU no 7 tahun
1996 tentang pangan serta UU no 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen telah menegaskan bahwa makanan apapun yang dijual harus sesuai
dengan standar keamanan pangan di Indonesia, tetapi tetap saja masih banyak
masyarakat yang kurang memperhatikan kebersihan makanan yang diolah atau
disajikan. Hal ini mengakibatkan gangguan pada saluran cerna prevalensinya
terus meningkat, termasuk salah satunya karena foodborne disease.
Foodborne disease adalah penyakit akibat pangan yang terjadi segera setelah
mengkonsumsi pangan atau disebut keracunan. Perjalanan foodborne disease
ini membutuhkan penanganan yang cukup panjang agar penyebarannya benar-
benar terputus. 1-4
Di Indonesia pada tahun 2015 BPOM mencatat adanya KLB keracunan
pangan yaitu sebanyak 61 kejadian/kasus yang berasal dari 34 propinsi. KLB
keracunan pangan ini bisa disebabkan oleh etiologi mikroba yang bersifat
suspect maupun confirm. Data yang didapatkan adalah sebanyak 1 (1,64%)
kejadian disebabkan oleh mikroba confirm yaitu Bacillus cereus dan 26
(42,62%) kejadian karena mikroba suspect diantaranya Escherichia coli,
Salmonella sp. dan Staphylococcus aureus. Menurut jenis makanan yang
paling sering menyebabkan keracunan pangan adalah masakan rumah tangga
dengan 40,98% kejadian, pangan jajanan sebanyak 22,95% , pangan jasa boga
21,31% kejadian, dan pangan olahan 14,75% kejadian.1, 2, 5

1
2

Salah satu penyebab dari penyakit akibat mengonsumsi makanan yang


tercemar adalah bakteri, contohnya adalah Escherichia coli dan Salmonella sp.
Escherichia coli merupakan salah satu flora normal yang ada di tubuh
manusia, akan tetapi bakteri ini akan menjadi patogen dengan mekanisme
virulensi yang berbeda apabila jumlahnya melebihi ambang batas di tubuh
manusia. Sedangkan bakteri Salmonella sp. merupakan bakteri patogen di
saluran cerna. Kedua bakteri ini dapat menimbulkan masalah pada saluran
cerna, salah satunya adalah diare. 3, 4, 6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yunaenah (2009) di lingkungan
sekolah dasar di wilayah Jakarta Pusat, hasilnya menyebutkan bahwa 37 dari
65 sampel yang diteliti positif terkontaminasi E. coli dan melebihi ambang
batas. Sedangkan penelitian lain dilakukan oleh Mega Mirawati dkk (2014)
yang dilakukan di lingkungan salah satu sekolah dasar di daerah Pondok Gede
Bekasi menunjukkan hasil positif terkontaminasi bakteri Salmonella pada 6
dari 13 sampel yang diuji.8, 9
Berdasarkan beberapa laporan penelitian diatas, lingkungan sekolah dasar
termasuk lingkungan yang rentan akan terjadinya penyakit akibat pangan.
Jajanan di lingkungan sekolah dapat berupa makanan maupun minuman, salah
satu contohnya adalah batagor. Batagor merupakan olahan jajanan yang terdiri
dari tahu berisi adonan bakso, dapat pula diberi tambahan adonan ikan,
tepung, dan otak-otak kemudian digoreng, diberi kuah kacang atau kuah
bakso, saus, serta kecap manis. Makanan ini banyak dijual di lingkungan
sekolah salah satunya sekolah dasar. Sehingga tidak menutup kemungkinan
adanya risiko tercemar oleh bakteri tersebut diatas, terlebih lagi terdapat air
dalam pengolahannya. Batagor juga merupakan jajanan favorit kebanyakan
anak di lingkungan sekolah dasar.7, 10
Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin mengindentifikasi jumlah koloni
bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. pada jajanan batagor yang dijual
di kantin sekolah dasar yang ada di kelurahan Pisangan, kelurahan Cirendeu,
dan kelurahan Cempaka Putih.
3

1.2 Rumusan Masalah


 Apakah terdapat cemaran oleh bakteri pada jajanan batagor di
Sekolah Dasar Negeri di Kelurahan Pisangan, Cirendeu, dan
Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur?
 Apakah jajanan batagor yang dijual di Sekolah Dasar Negeri di
Kelurahan Pisangan, Cirendeu, dan Cempaka Putih Kecamatan
Ciputat Timur mengandung bakteri Escherichia coli dan
Salmonella sp.?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya cemaran bakteri pada jajanan batagor di
Sekolah Dasar Negeri di Kelurahan Pisangan, Cirendeu, dan Cempaka
Putih Kecamatan Ciputat Timur
1.3.2 Tujuan Khusus
 Untuk mengetahui jumlah koloni bakteri yang terdapat di jajanan
batagor di Sekolah Dasar Negeri di Kelurahan Pisangan, Cirendeu,
dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur dengan berbagai
konsentrasi
 Untuk mengidentifikasi adanya bakteri Escherichia coli dan
Salmonella sp. pada jajanan batagor di Sekolah Dasar Negeri di
Kelurahan Pisangan, Cirendeu, dan Cempaka Putih Kecamatan
Ciputat Timur

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademis


 Untuk mengetahui adanya bakteri Escherichia coli dan Salmonella
sp pada jajanan batagor di Sekolah Dasar Negeri di Kelurahan
Pisangan, Cirendeu, dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur
4

 Untuk menambah pengetahuan mengenai adanya cemaran bakteri


pada jajanan di Sekolah Dasar Negeri di Kelurahan Pisangan,
Cirendeu, dan Cempaka Putih Kecamatan Ciputat Timur

1.4.2 Manfaat Praktis

Bagi Peneliti
 Dapat menerapkan ilmu dalam hal mata kuliah mikrobiologi yang
telah didapat di Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
 Menambah wawasan, pengetahuan, dan pengalaman peneliti dalam
hal mengidentifikasi dan mengisolasi bakteri dari makanan
 Menambah pengalaman dalam hal pembuatan karya ilmiah
berkaitan dengan ilmu kedokteran
 Sebagai syarat kelulusan pendidikan pre-klinik di Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta

Bagi Institusi Akademis


 Menambah informasi mengenai proses identifikasi dan isolasi
bakteri dari makanan
 Menumbuhkan semangat dan motivasi bagi peneliti lain untuk
identifikasi dan isolasi bakteri dari makanan khususnya jajanan
anak sekolah

Bagi Masyarakat
 Memberi pengetahuan kepada masyarakat luas mengenai
kemungkinan adanya bakteri pada makanan khususnya jajanan di
lingkungan sekolah
 Memberi pengetahuan kepada masyarakat untuk menjaga
kebersihan dalam hal mengolah makanan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pangan Jajanan dan Kesehatan Pangan


Menurut keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 942 tahun 2003,
pangan jajanan didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang diolah
oleh pengrajin makanan di tempat penjualan atau disajikan sebagai
makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan di jasa
boga, rumah makan/restoran, dan hotel. 1, 2, 11
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan diatas besar
kemungkinan bahan makanan yang digunakan untuk makanan jajanan
menjadi tempat pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme yang
tumbuh dalam makanan bisa bersifat menguntungkan maupun merugikan.
Salah satu hal merugikan yang dapat ditimbulkan akibat mikroorganisme
adalah kejadian kesakitan karena makanan yang tercemar atau dikenal
dengan istilah foodborne disease termasuk diantaranya adalah diare (BAB
>3x sehari dengan konsistensi cair atau encer). Gejala lain yang dapat
timbul akibat makanan yang tercemar adalah mual, muntah, demam
bahkan kejang-kejang.3, 6
Menurut Departemen Kesehatan RI penyebab dari kejadian
foodborne disease digolongkan menjadi 5 kelompok besar yaitu virus,
bakteri, amoeba/protozoa, cacing/parasit, serta komponen lain bukan
kuman seperti jamur, bahan pengawet, dan bahan pewarna. Kejadian
foodborne disease yang disebabkan oleh bakteri terjadi melalui 2
mekanisme, yakni intoksikasi pangan dan infeksi pangan. Intoksifikasi
disebabkan oleh adanya toksin pada bakteri yang terbentuk dalam
makanan ketika bakteri bermultiplikasi sedangkan infeksi pangan terjadi
akibat masuknya bakteri melalui makanan yang terkontaminasi dan
menimbulkan reaksi pada tubuh akibat aktivitas bakteri tersebut. 12-14
Ada 2 jenis intoksikasi pangan yang terjadi akibat bakteri yaitu
botulisme (toksin yang dihasilkan oleh Clostridium botullinum) dan
stafilokoki (toksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus). Pada
5
6

infeksi pangan juga digolongkan menjadi 2 golongan besar, yaitu (1)


infeksi dimana makanan tidak menunjang pertumbuhan bakteri seperti
patogen penyebab tuberkulosis (Mycobacterium bovis dan M.
tuberculosis), brucellosis (Brucela aortus dan B. melitensis), difteri
(Corynebacterium diphteriae), dan lain sebagainya serta , (2) infeksi
makanan berfungsi sebagai media untuk pertumbuhan bakteri hingga
mencapai jumlah yang memadai untuk menimbulkan infeksi pada
pengonsumsi makanan tersebut, bakteri yang termasuk dalam golongan ini
adalah Salmonella spp., Listeria, Vibrio parahaemolyticus dan
Enteropathogenic Escherichia coli. Dalam mengontaminasi makanan,
mikroorganisme tersebut dapat melalui berbagai jalur seperti bahan baku
pembuatan makanan, pekerja yang mengolah serta lingkungan tempat
mengolahnya.3, 6, 13, 15, 16
Kejadian foodborne disease yang disebabkan oleh bakteri dapat
timbul apabila bakteri dari bahan mentah dapat bertahan hidup setelah
dilakukan pengolahan dan jumlahnya cukup banyak, bakteri mengeluarkan
toksin yang jumlahnya cukup untuk menimbulkan penyakit, dan bakteri
terdapat pada peralatan makanan atau tangan pengolah sehingga
menimbulkan pencemaran.2, 6, 8, 17
Pencemaran yang terjadi baik menimbulkan foodborne disease
maupun tidak dapat terjadi melalui 3 mekanisme, yaitu (1) pencemaran
langsung (mikroorganisme atau zat pencemar lain langsung mencemari
makanan), (2) pencemaran silang (zat pencemar berasal dari makanan lain
yang satu ke makanan lainnya maupun dari peralatan pengolahan dan
orang yang mengolah makanan), (3) pencemaran ulang (pencemaran yang
terjadi pada makanan yang telah diolah namun menjadi media yang baik
untuk pertumbuhan mikroorganisme).8, 15

2.1.2 Jajanan Batagor dan Kemungkinan Cemaran


Berbagai jenis makanan terutama makanan jajanan dapat
mengalami pencemaran, termasuk salah satunya adalah batagor yang
terdiri dari berbagai macam campuran bahan. Bahan-bahan pembuat
7

batagor seperti tepung tapioka, tahu, dan bahan tambahan lainnya. Tahu
sebagai salah satu bahan dasar pembuatan batagor merupakan sumber
protein nabati yang berasal dari kedelai. Proses pembuatan tahu terdiri dari
pengolahan susu kedelai dan penggumpalan, serta tahapan perendaman.
Jika dilihat dari komposisi nya tahu mengandung 70 - 90% air, 5-15%
protein, 4-8% lemak, dan 2-5% karbohidrat, maka sudah pasti tahu banyak
mengandung air. Proses pembuatan tahu juga bergantung pada kualitas air
yang digunakan. Air merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri, karena ketika sudah jadi tahu harus segera terjual jika tidak akan
terjadi perubahan warna, rasa, dan tekstur tahu yang disebabkan oleh
bakteri yang ada pada air rendaman tahu. Tahu dikatakan berkualitas baik
apabila memenuhi syarat mutu tahu menurut SNI yang diantaranya adalah
bebas dari cemaran bakteri. Bakteri yang biasanya terdapat pada tahu
adalah E.coli dan Salmonella sp. Bumbu kacang yang terdapat pada
batagor juga merupakan media yang mudah dicemari oleh bakteri, selain
terdiri dari air proses pembuatan bumbu kacang terkadang kurang
memperhatikan higienitasnya, sehingga semakin mudah tercemar.2, 18

2.1.3 Bakteri Escherichia coli

2.1.3.1 Morfologi dan Taksonomi Esherichia coli


Bakteri ini termasuk dalam golongan bakteri oportunis serta flora
normal yang hidup dan banyak ditemukan di usus besar manusia, bakteri
berbentuk batang pendek dengan ukuran 0,4-0,7 μm x 1,4μm maka bakteri
ini dapat juga dikatakan sebagai bakteri kokobasil, bersifat Gram negatif
dengan sebagian besar memiliki gerak positif dan pada beberapa strain
memiliki kapsul. Berdasarkan struktur antigennya E. coli memiliki antigen
O, H, dan K. Antigen O pada E. coli yang telah ditemukan saat ini
berjumlah 150 tipe antigen, antigen H sebanyak 50 tipe antigen dan
antigen K sebanyak 90 tipe antigen. Antigen O merupakan bagian terluar
dari lipopolisakarida dinding sel yang beberapa diantaranya yang
merupakan polisakarida O-spesifik mengandung gula yang unik. Sebuah
8

organisme pada genus Enterobacteriaceae dapat membawa beberapa


antigen O, sehingga satu atau beberapa antigen O pada E. coli dapat sama
dengan spesies lain seperti Shigella. Antigen O pada E. coli bersifat
resisten terhadap panas dan alkohol dan biasanya dapat terdeteksi oleh
aglutinasi bakteri. Antigen K pada E. coli merupakan polisakarida dan bisa
berhubungan dengan tingkat virulensi bakteri seperti yang terjadi pada
perlekatan E. coli ke sel epitel sebelum akhirnya menginvasi saluran cerna
atau saluran kemih.

Gambar 2.1 Morfologi E. coli


Sumber : Al-jaryan, Isra L.H. A. L (University of Babylon)

Bakteri E. coli juga memiliki antigen lain yang bersifat manosa


resisten yaitu CFAs I dan CFAs II. Kedua antigen ini berperan sebagai
Colonization Factor untuk perlekatan dinding sel bakteri dengan enterosit
sel atau jaringan tuan rumah. Bakteri ini termasuk dalam jenis anaerob
fakultatif sehingga dapat hidup baik pada kondisi aerob maupun anaerob.
Dikatakan aerob karena oksigen yang dimanfaatkan oleh bakteri
digunakan sebagai akseptor elektron terminal, sedangkan bakteri ini juga
memanfaatkan sifatnya yang mampu menggunakan reaksi fermentasi
untuk memperoleh energi meskipun secara anaerob.2, 19, 20, 21
Menurut Brooks GF et al dalam Jawetz Medical Microbiology
(2010) taksonomi dari bakteri E. coli adalah sebagai berikut :
Kingdom : Prokaryotae
Divisi : Gracilicutes
Kelas : Scotobacteria
Ordo : Eubacteriales
9

Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies :Escherichia coli

2.1.3.2 Sifat Pertumbuhan Escherichia coli


Bakteri Escherichia coli merupakan jenis bakteri yang dapat
tumbuh di media manapun. Termasuk dalam golongan Enterobacteriaceae
yang sifatnya anaerob fakultatif. Serupa dengan golongan
Enterobactericeae yang lain E. coli tidak dapat memproduksi sitokrom
oksidase dan dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit.19, 22, 23, 24
Suhu optimum untuk pertumbuhan E. coli yang patogen adalah
35ᵒC - 37ᵒC dan akan motil pada suhu tersebut. Akan tetapi rentang suhu
untuk pertumbuhan dapat mencapai 7ᵒC untuk suhu terendah dan 44ᵒC
untuk suhu tertinggi. Bakteri ini juga tumbuh optimum pada kisaran pH
4,4-8,5 dan relatif sensitif terhadap panas. Proses pasteurisasi dan
pemasakan makanan terbukti dapat menginaktivasi bakteri ini.19, 25
Morfologi koloni bakteri ini pada media non selektif seperti NA,
SBA (Sheep Blood Agar) serta Chocolate Agar adalah berukuran kecil
sampai sedang, lembab, halus serta berwarna keabuan. Sebagian besar
strain bakteri ini bersifat hemolisis beta (β Hemolytic).2, 24

Gambar 2.2 E. coli dalam media EMB


Sumber : Virtual Interactive
Bacteriology Laboratory, Michigan State University
10

Isolasi bakteri pada media spesifik seperti EMB (Eosin Methylen


Blue) dan MAC agar yang mengandung satu atau lebih karbohidrat seperti
laktosa dan sukrosa. Pada media MAC bakteri akan membentuk koloni
berwarna pink yang menandakan bahwa bakteri ini meragi laktosa,
sedangkan pada media EMB bakteri akan membentuk koloni berwarna
hijau metalik (hijau kilap) yang berhubungan dengan kemampuan bakteri
ini dalam meragi glukosa, laktosa, trehalosa serta xylosa. Pada uji
biokimia lainnya bakteri ini mampu memproduksi indol dari triptofan,
positif pada uji Methyl red dan negatif pada uji Voges-Proskauer. Bakteri
ini juga tidak menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon.20,
24, 26

Gambar 2.3 Hasil pewarnaan Gram Escherichia coli


Sumber : Jawetz (2010)

2.1.3.3 Patogenesis dan Penggolongan Escherichia coli


Escherichia coli merupakan jenis bakteri koliform yang secara
normal terdapat pada usus manusia, sehingga bakteri ini digunakan sebagai
indikator sanitasi. Keberadaan bakteri ini pada air atau makanan
mengindikasikan adanya pencemaran oleh feses manusia ataupun hewan
dan dapat menyebabkan terjadinya kelainan atau penyakit pada manusia.
Sebenarnya oleh karena sifat bakteri ini yang merupakan flora normal pada
usus manusia, keberadaan bakteri ini tidak membahayakan bahkan justru
11

memungkinkan bermanfaat pada saluran cerna. Akan tetapi apabila


jumlahnya melebihi ambang batas maka dapat menimbulkan kelainan atau
penyakit yang mekanismenya berbeda-beda tergantung dari sifat virulensi
bakteri tersebut.2, 23, 27
Pembagian E. coli menurut golongan dan penyakit yang akan
ditimbulkannya dibedakan atas ekstraintestinal dan intraintestinal. Dimana
pada infeksi ekstraintestinal E. coli terdiri dari UPEC (Uropathogenic
Escherichia coli) dan MNEC (Meningitis/Sepsis – Associated Escherichia
coli). Sedangkan kelompok intraintestinal atau Diarrheagenic E. coli
terbagi lagi menjadi EPEC (Enteropathogenic Escerichia coli), EIEC
(Enteroinvasive Escherichia coli), ETEC (Enterotoxigenic Escherichia
coli), EHEC (Enterohemorrhagic Escherichia coli), dan EAEC
(Enteroaggregative Escherichia coli). Dibawah ini akan dijabarkan
mengenai patogenesis serta penyakit yang ditimbulkan akibat bakteri E.
coli kelompok intraintestinal.20, 24, 26, 27
1) Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC)
Merupakan jenis E. coli yang menyebabkan terjadinya
infantile diarrhea. Bakteri ini ditemukan menjadi penyebab diare
terbanyak pada bayi – balita <1 tahun dan jarang ditemukan pada
dewasa. Menurut WHO pada negara berkembang ditemukan lebih
dari 20% EPEC terdapat pada botol susu pada bayi usia <1 tahun.
Bakteri ini melekat pada enterosit usus manusia menggunakan
bundle-forming pili melalui mekanisme yang disebut A/E
(Attachment / Effacing) atau perlekatan / penghapusan. Pili pada
bakteri melekat menggunakan bantuan protein intimin, kemudian
setelah melekat bakteri menginjeksikan sistem sekresi tipe III yang
diantaranya terdapat protein sekresi (Esps) yang beredar di
sitoplasma dan reseptor untuk intimin yang akan melekat dibawah
membran sel host. Selanjutnya akan terjadi pembentukan pedestal
dan kerusakan mitokondria yang memicu terjadinya apoptosis.20, 24,
27
12

Karakteristik lesi yang ditimbulkan oleh bakteri ini yaitu


adanya degenerasi brush border, hilangnya mikrovili serta adanya
pembentukan pedestal. Gejala yang ditimbulkan adalah adanya
watery diarrhea dengan feses yang cenderung berlendir yang
mungkin terjadi akibat gangguan transport elektrolit pada membran
luminal, muntah dan demam ringan.20, 24, 27

Gambar 2.4 Skematik sistem sekresi pada EPEC


Sumber : Sheris edisi 6 (2014)
2) Enteroinvasive Esherichia coli (EIEC)
Bakteri ini merupakan penyebab diare yang sifatnya serupa
dengan penyakit shigellosis yang terjadi akibat Shigella.
Ditemukan umumnya pada anak usia <5 tahun di negara
berkembang. Secara mekanisme maupun sifat serupa dengan
Shigella, bakteri ini melakukan penetrasi lalu menginvasi dan
merusak mukosa usus secara langsung. Sehingga karakteristik feses
pada diare akibat EIEC cenderung berair namun adakalanya
berdarah. Gejala lain yang muncul pada diare akibat EIEC adalah
demam, nyeri abdomen hebat, dan muntah. Sama dengan Shigella,
bakteri ini tidak memfermentasi laktosa dan bisa non motil. Telah
dilaporkan bukti bahwa EIEC dapat bertransmisi dari manusia ke
manusia melalui fecal-oral.20, 21, 24, 27
13

3) Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC)


Bakteri ini dikenal sebagai penyebab dari terjadinya
traveler’s diarrhea. Banyak ditemukan pada dewasa dan anak-anak
terutama pada negara berkembang. ETEC juga merupakan
penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi pada 2 tahun pertama
kehidupan, selain itu juga menyebabkan terjadinya retardasi
pertumbuhan, malnutrisi dan keterlambatan perkembangan pada
daerah-daerah endemis ETEC. Karena dosis infeksius bakteri ini
tinggi sehingga transmisinya dapat terjadi melalui konsumsi
makanan atau air yang terkontaminasi, sedangkan transmisi dari
manusia ke manusia jarang terjadi.2, 27
Patogenesis terjadinya diare akibat ETEC terjadi karena
adanya kolonisasi bakteri pada reseptor spesifik di bagian
proksimal usus halus dengan menggunakan fimbrae. Ketika strain
ETEC sudah masuk, bakteri ini dapat mengeluarkan 1 atau 2 toksin
sekaligus. Toksin yang dimiliki bakteri ini berupa LT (Heat-Labile
Toxin) dan ST (Heat-Stabile Toxin). Toksin LT menyebabkan
aktivasi adenilil siklase yang selanjutnya akan meningkatkan
produksi cAMP dan meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit ke
dalam lumen usus. Sedangkan toksin ST memicu stimulasi guanilil
siklase yang meningkatkan produksi cGMP dan meningkatkan
sekresi cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus. 19, 24, 27
Mekanisme patogenesis pada ETEC menyebabkan
karakteristik diare menjadi bersifat watery diarrhea. Gejala lain
yang dapat muncul adalah kram perut, mual yang biasanya tanpa
disertai muntah ataupun demam.20
4) Enterohaemorrhagic Escherichia coli (EHEC)
Merupakan strain E. coli penyebab terjadinya bloody
diarrhea atau diare berdarah. Bakteri ini menyebabkan berbagai
gangguan seperti haemorrhagic diarrhea, kolitis hingga sindrom
14

uremia hemolitik (HUS). Berbeda dengan beberapa strain yang


lain, bakteri ini lebih banyak menyebabkan penyakit pada negara-
negara maju dibanding negara berkembang berkaitan dengan
proses pengolahan makanan pada industri makanan kemasan. Hal
yang menjadi perhatian pada EHEC adalah virulensinya yang
tinggi, rendahnya dosis infeksi (<100 organisme), serta
reservoarnya (sapi/lembu). EHEC menyebabkan lesi A/E seperti
yang ditimbulkan oleh EPEC, perbedaannya terdapat pada adanya
toksin yang diproduksi oleh EHEC serta adanya pili khusus (long
polar fimbrae / Lpf) yang digunakan untuk melekat lebih pada
kolon dibandingkan pada usus halus. EHEC memproduksi 2 jenis
sitotoksin yakni verotoxin I dan verotoxin II. Verotoksin I
merupakan sitotoksin yang identik dengan Shiga toxin (Stx) yang
diproduksi Shigella dysenteriae tipe I. Toksin ini menyebabkan
kerusakan sel vero. Toksin ini juga dinetralkan oleh antibodi anti
toksin Stx. Berbeda dengan verotoksin I, verotoksin II tidak dapat
dinetralkan oleh antibodi Stx dimana toksin ini secara biologis
sama dengan verotoksin I dan Stx akan tetapi berbeda secara
imunologis.20, 24, 27
Toksin pada EHEC menyebabkan terjadinya trombosis
kapiler dan inflamasi pada mukosa kolon sehingga pada tahap
lanjut dapat menyebabkan kolitis hemoragik. Gejala khas dari diare
akibat EHEC adalah diare encer (berair) yang akan berlanjut
menjadi bloody diarrhea disertai kram perut dan demam ringan
atau bahkan tanpa demam. Pada feses pada diare akibat EHEC
tidak ditemukan adanya leukosit, hal ini menjadi pembeda dengan
diare disentri akibat Shigella dan diare akibat EIEC.20, 27

5) Enteroaggregative Escherichia coli (EAEC)


Merupakan strain E. coli yang menyebabkan terjadinya diare
kronis dengan jangka waktu >14 hari. Diare yang ditimbulkan
bersifat watery diarrhea terkadang dapat disertai darah dan lendir.
15

Diare akibat EAEC pertama kali ditemukan pada bayi dan anak-
anak di negara berkembang. EAEC mmemiliki pili yang disebut
Aggregative Adherence Fimbriae atau AAF yang membantunya
melekat pada mukosa usus, akan tetapi tidak menimbulkan lesi A/E
seperti yang terjadi pada EPEC dan EHEC. Mekanisme
patogenesis pada EAEC juga menyebabkan adanya pembentukan
mukus tebal yang merupakan biofilm dari bakteri pada permukaan
usus.2, 19, 27

2.1.4 Bakteri Salmonella sp.


2.1.4.1 Morfologi danTaksonomi Salmonella sp.
Bakteri Salmonella merupakan salah satu jenis bakteri yang berada
pada keluarga Enterobacteriaceae. Spesies dari genus Salmonella bersifat
Gram negatif, motil, berbentuk batang, dan bersifat anaerob fakultatif.
Untuk membedakan spesies Salmonella dikelompokkan berdasarkan
spesies, subspesies dan serotipe. Genus Salmonella dibagi menjadi 2
spesies yakni Salmonella enterica dan Salmonella bongori. Spesies S.
Enterica dibagi lagi menjadi 6 subspesies diantaranya subspesies enterica
atau subspesies I; subspesies salamae atau subspesies II; arizonae atau
IIIa; diarizonae atau IIIb; houtenae atau IV; indica atau VI 2, 20, 27

Gambar 2.5 Bakteri Salmonella typhi dengan pewarnaan tinta india


Sumber : Miller, Michael (1997)
16

Serupa dengan Enterbacteriaceae yang lain, Salmonella juga


memiliki beberapa antigen spesifik. Antigen O atau antigen somatik dan
antigen H atau antigen flagela merupakan struktur antigen primer pada
bakteri ini. Beberapa strain juga mungkin memiliki antigen kapsular atau
antigen K. Antigen O merupakan antigen yang bersifat heat-stable atau
stabil terhadap panas merupakan lipopolisakarida (LPS) yang berada di
membran luar dinding sel. Terdapat banyak antigen O berbeda pada
masing-masing subspesies dari Salmonella, bahkan terdapat beberapa
strain yang memiliki lebih dari satu antigen O. Berkebalikan dengan
antigen O, antigen H merupakan antigen yang heat-labile atau labil
terhadap panas dan terdapat dua fase antigen H, yakni fase I atau fase
spesifik dan fase II atau fase nonspesifik.2, 24, 27
Menurut Brooks GF et al dalam Jawetz Medical Microbiology
(2010) bakteri Salmonella memiliki taksonomi sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Divisi : Proteobacteria
Kelas : Gamma proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella
Spesies : S. Typhi, S. Paratyphi A, S.Thyphimurium,
S. Choleraesuis, S.Enteriditis

2.1.4.2 Sifat Pertumbuhan Salmonella sp.


Salmonella merupakan jenis organisme yang kebanyakan dapat
diisolasi dari usus manusia dan hewan. Beberapa serotipe dapat diisolasi
dari manusia (misalnya: Salmonella serotipe Typhi), sedangkan yang lain
seperti Salmonella serotipe Gallinarum dan serotipe IV biasanya
berhubungan dengan hewan tertentu sebagai hostnya. Sehingga
penyebaran bakteri ini dapat melalui feses yang kemudian mencemari
makanan atau sumber air. Sumber infeksi Salmonella paling sering adalah
air yang terkontaminasi feses, susu atau produk olahannya yang
17

terkontaminasi ataupun melalui tahap pasteurisasi yang tidak sempurna,


hingga daging maupun telur hewan ternak. Kemungkinan pencemaran
akan semakin meningkat apabila tidak melalui tahapan pemasakan yang
sempurna.2, 20
Selain melalui host nya, bakteri ini juga dapat hidup diluar tubuh
makhluk hidup bahkan hingga berminggu-minggu. Bakteri ini dapat
bertahan hidup di air selama 4 minggu dan akan tumbuh pada pH 7,2 baik
di suasana aerob dan anaerob fakultatif. Suhu optimum untuk pertumbuhan
bakteri ini adalah 35-37ᵒC, pertumbuhannya akan terhenti pada suhu
<6,7ᵒC atau >46,6ᵒC.2

Gambar 2.6 Salmonella sp. dalam media


Xylose-Lisine-Deoxycholate (XLD)
Sumber : Forbes BA, Sham DF, dkk., 2007

Salmonella merupakan bakteri yang dapat ditanam pada media


spesifik. Media yang digunakan dibedakan berdasarkan tingkat selektifitas
nya, antara lain media dengan selektifitas rendah seperti MAC dan EMB;
media dengan selektifitas sedang seperti deoxycholate-citrate agar, SSA
(Salmonella Shigella Agar), dan HE; serta media dengan selektifitas tinggi
seperti bismuth sulfite agar dan brilliant green agar. Pada media spesifik
akan terbentuk koloni berwarna jernih, tidak memfermentasi laktosa; dan
koloni dengan titik hitam di tengahnya pada media yang mengandung
indikator untuk produksi H2S. Sebagian besar Salmonella tidak
memfermentasi laktosa; hasil uji Indol, Voges-Proskauer, fenilalanin,
deaminase dan urease negatif; serta tidak tumbuh pada media yang
mengandung kalium sianida.2, 24
18

2.1.4.3 Patogenesis Salmonella sp.


Berdasarkan penyakit yang berhubungan dengan Salmonella, atau
biasa disebut Salmonellosis, bakteri ini dibagi berdasarkan jenis tifoid dan
non tifoid. Pada jenis non tifoidal, Salmonella biasanya menyebabkan
infeksi pada intestinal yang disertai dengan diare, demam, dan kram
abdomen yang biasanya berlangsung 1 minggu atau lebih. Jenis non
tifoidal juga dapat menimbulkan terjadinya bakteremia, infeksi saluran
kemih, dan osteomielitis akan tetapi kasusnya lebih jarang terjadi.
Salmonellosis bisa menyerang seluruh usia, akan tetapi angka kejadian
tertinggi masih ditempati oleh bayi dan anak-anak.20
Berbeda dengan Escherichia coli yang merupakan flora normal
pada tubuh manusia, sebagian besar Salmonella bersifat patogen pada
hewan yang menjadi reservoir untuk menginfeksi manusia. Beberapa
penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri ini yaitu :
1) Gastroenteritis
Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella enterica. Biasanya terjadi
akibat transmisi dari hewan ke manusia yang terjadi melalui makanan.
Dosis infektif dari spesies ini berkisar antara 200-106 bakteri akan
tetapi bervariasi menurut serotipenya dan masih lebih tinggi jika
dibandingkan dengan Shigella, sehingga penyebaran dari manusia ke
manusia sangat jarang terjadi.27
Patogenesis penyakit ini terjadi akibat adanya penempelan Salmonella
pada enterosit usus halus menggunakan sistem injeksi tipe III,
selanjutnya akibat penempelan ini terbentuklah kerutan pada sel host,
kerutan tersebut membantu terjadinya endositosis bakteri secara
transitosis dari apeks menuju membran basolateral. Bakteri yang telah
berhasil masuk selanjutnya akan memperbanyak diri dan menimbulkan
respon inflamasi, salah satunya memicu terjadinya apoptosis.
Terjadinya respon inflamasi, apoptosis dan pengeluaran toksin oleh
bakteri sampai saat ini diyakini menjadi penyebab utama terjadinya
diare. Keluhan khas yang ditimbulkan oleh spesies ini adalah muntah
dan diare.24, 27
19

Gambar 2.7 Salmonella ruffles pada usus manusia


Sumber : Ryan KJ, Ray CG. 2014
2) Demam Enterik (Demam Tifoid)
Demam enterik disebabkan oleh Salmonella typhi sehingga sering juga
disebut sebagai demam tifoid. Spesies ini belum diketahui memiliki
reservoir dari hewan, sehingga transmisi utamanya adalah dari
manusia ke manusia. Demam tifoid lebih banyak terjadi pada area
tropis dan subtropics, setelah organisme masuk ke tubuh manusia,
demam tifoid akan mulai muncul dalam rentang waktu 9-14 hari.
Gejala dari penyakit ini tergantung pada jumlah organisme yang
tertelan, semakin banyak maka akan semakin pendek masa inkubasi
nya.20, 24, 27
Salah satu hal yang membedakan Salmonella typhi dengan serotipe
yang lain adalah kemampuannya untuk bertahan pada makrofag,
karena organisme ini mampu menghambat metabolisme oksidatif
sambil terus bereplikasi. Bakteri ini akan terus bertahan dan memasuki
aliran darah sehingga akan menimbulkan demam pada penderita.
Gejala lain yang akan dialami adalah malaise, anoreksia, sakit kepala
terutama di bagian frontal, konstipasi, munculnya rose spot atau bintik
merah hingga dapat terjadi kerusakan hati dan limpa pada tahap
lanjut.2, 27
20

3) Bakteremia
Bakteremia karena Salmonella dengan atau tanpa lesi fokal
ekstraintestinal (pada paru, tulang, maupun meninges) disebabkan oleh
Salmonella non tifoidal. Karakteristik utama dari penyakit ini adalah
adanya demam berkepanjangan dan bakteremia intermiten. Serotipe
yang berhubungan pada penyakit ini biasanya adalah serotipe
Typhimurium, Paratyphi, dan Cholerasesuis.
Infeksi Salmonella pada jenis ini dibagi menjadi 2 kelompok berbeda:
(1)pada anak-anak dengan adanya demam, gastroenteritis, serta
episode singkat bakteremia, dan (2) pada dewasa dengan bakteremia
transien selama gastroenteritis atau adanya gejala menuju septikemia
tanpa adanya gastroenteritis. Manifestasi lebih lanjut adalah terjadinya
keganasan dan kelainan pada hepar.

Gambar 2.8 Patogenesis infeksi oleh Salmonella sp.


Sumber : Richard V, dkk. 2010

2.1.5 Pencegahan Pencemaran terhadap Makanan


Peraturan Pemerintah Undang-undang no.7 tahun 1996 mengenai
pangan yang didalamnya terdapat pengertian mengenai keamanan pangan.
Keamanan pangan yang dimaksud adalah kondisi dan upaya yang
21

diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,


kimia, dan benda lain yang bisa mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia. Untuk mendukung keamanan pangan
ini pemerintah melalui Departemen Kesehatan RI membuat keputusan
mengenai higiene sanitasi pangan yang berarti upaya untuk mengendalikan
faktor makanan, orang, tempat, dan perlengkapannya yang dapat atau
mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Prinsip
higiene sanitasi terdiri dari pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan
makanan, pengolahan bahan makanan, pengangkutan makanan,
penyimpanan makanan matang dan penyajian makanan.1, 11, 14
Prinsip pertama dalam higiene sanitasi adalah pemilihan bahan
makanan. Dalam memilih bahan makanan diharuskan memilih bahan
makanan yang baik karena menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.942
tahun 2003 tentang Makanan Jajanan bahan makanan seharusnya
diperoleh dari penyedia yang telah terdaftar dan memiliki izin, dalam
kondisi mutu yang baik, segar serta tidak busuk.11, 28
Penyimpanan bahan makanan dapat dibagi berdasarkan lama
makanan tersebut bertahan. Terdapat suhu-suhu tertentu yang harus
dipenuhi dalam menyimpan bahan makanan agar tidak mudah rusak,
diantaranya penyimpanan sejuk (fresh cooling) dengan suhu 10ᵒ-15ᵒC
untuk minuman, buah, dan sayuran; penyimpanan dingin (chilling) dengan
suhu 4ᵒ-10ᵒC untuk bahan makanan protein seperti ikan atau unggas yang
akan segera diolah (biasanya dalam waktu 1-3 hari); penyimpanan dingin
sekali (freezing) dengan suhu 0ᵒ-4ᵒC untuk makanan berprotein yang
mudah rusak dalam 24 jam; penyimpanan beku (frozen) dengan suhu <0ᵒC
untuk menyimpan daging dalam waktu lebih lama. Untuk makanan jenis
telur, susu, dan olahannya dapat disimpan paling lama 1 minggu dalam
suhu dibawah -5ᵒC.2, 29, 30
Dalam mengolah bahan makanan, pengolah tentu harus
memperhatikan kondisi dari peralatan yang digunakan, karena sangat
mungkin terjadi pencemaran dari peralatan baik akibat biologis maupun
22

kimiawi. Menteri Kesehatan RI dalam Permenkes nomor 942 tahun 2003


tentang hygiene sanitasi makanan menyebutkan bahwa peralatan yang
digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus sesuai
dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi, dicuci dengan air bersih dan
sabun, dikeringkan dengan alat pengering/lab yang bersih, lalu disimpan di
tempat yang bebas pencemaran. Begitu pula jika menggunakan tangan
kosong dalam proses pengolahan, maka pengolah harus memperhatikan
kebersihan tangannya.2, 11
Ketika bahan makanan sudah masak dan masih harus disimpan
sebelum disajikan merupakan saat yang paling tepat untuk pertumbuhan
bakteri. Beberapa hal yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri pada
makanan masak adalah kadar air, jenis makanan, dan suhu makanan.
Bakteri senang dengan makanan yang mengandung kadar air bebas (air
yang tidak terikat dengan molekul) yang tinggi, seperti pada tahu. Selain
makanan basah, bakteri juga senang hidup dan berkembang biak dalam
makanan dengan kadar protein tinggi karena sebagian besar tubuh bakteri
mengandung protein dan air. Suhu yang optimal yakni pada kisaran 37ᵒC
juga sangat mendukung pertumbuhan bakteri. Pertumbuhan bakteri akan
melambat pada suhu kurang atau lebih dari 37ᵒC dan tidak akan tumbuh
pada suhu 10ᵒC-60ᵒC. Untuk menghindari agar makanan masak tidak
tercemar maka makanan seperti tahu, daging, dan lain-lain yang disimpan
dalam lemari es harus ditutup, tangan harus dicuci jika akan memegang
makanan, peralatan seperti pisau dan alas untuk memotong harus selalu
dicuci, serta tidak menggunakan lap pengering peralatan untuk mengelap
tangan ataupun meja.2, 29, 31
Dalam pengangkutan makanan, prinsipnya adalah makanan harus
diletakkan dalam wadah masing-masing dan tidak penuh. Perlu
diperhatikan juga suhu ketika meletakkan makanan dalam wadah, karena
makanan yang terlalu panas apabila diletakkan dalam wadah tertutup maka
dapat terjadi proses kondensasi dimana uap yang mencair ini merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.2, 29
23

Proses akhir yakni penyajian makanan juga memiliki beberapa


prinsip, diantaranya memisahkan setiap jenis makanan. Makanan dengan
kadar air tinggi seperti makanan berkuah, makanan berbumbu yang bahan
dasarnya air (bumbu kacang, dan lain-lain) sebaiknya dipisahkan kuahnya.
Peralatan untuk penyajian makanan juga harus bersih, sedapat mungkin
selalu tertutup agar terhindar dari cemaran.2, 29
Selain prinsip hygiene sanitasi yang diatur oleh Departemen
Kesehatan, WHO juga memiliki prinsip pokok untuk menjamin keamanan
makanan, diantaranya adalah pilih makanan yang sudah diproses, masak
bahan makanan dengan sempurna (hingga matang), segera santap
makanan, pastikan menyimpan makanan masak dengan benar, panaskan
kembali makanan dengan benar, hindari kontak makanan dengan bahan
mentah, perhatikan kebersihan tangan (cuci tangan sesering mungkin),
lindungi makanan dari serangga atau binatang lain, gunakan air bersih
dalam mengolah makanan serta jaga kebersihan tempat mengolah
makanan.2, 11, 14

2.1.6 Teknik Pemeriksaan Mikroorganisme pada Makanan


Kultur mikroorganisme merupakan salah satu tahapan atau langkah
dalam menganalisis mikroorganisme secara kualitatif ataupun kuantitatif.
Kultur dilakukan terhadap sampel ke dalam media secara in vitro atau
teknik laboratorium. Tujuan dilakukannya kultur adalah untuk
memperoleh isolat atau inokulum dari biakan campuran pada sampel,
memperbanyak jumlah mikroorganisme, menghitung jumlah
mikroorganisme, mengetahui sifat-sifat mikroorganisme serta membantu
penegakan diagnosis dengan teknik uji sensitivitas.2
Umumnya terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil
kultur mikroorganisme diantaranya yaitu jenis media kultur, sifat
morfologis atau fisiologis dari mikroorganisme dan teknik yang
dilakukan.2
Alat dan bahan yang digunakan pada kultur yaitu jarum inokulasi
yang terdiri dari jarum dengan ujung bulat (jarum ose) dan jarum dengan
24

ujung meruncing (jarum ent) serta batang berbentuk L ; berbagai jenis


media untuk pertumbuhan mikroorganisme yang terdiri dari media agar
tegak (agar deep media), media agar miring (agar slant media), media
lempeng agar (agar plate media), dan media cair (broth media); serta
tempat yang digunakan untuk inkubasi (inkubator) dan ruang inokulasi
(laminary flow). 2, 25
Dalam melakukan kultur terhadap mikroorganisme ada beberapa
metode yang dapat dilakukan yaitu, (1) metode cawan gores (streak plate
method), metode ini dilakukan dengan cara menggoreskan suspensi sampel
pada media lempeng agar dengan menggunakan jarum inokulasi. Dapat
dilakukan dengan teknik goresan T, goresan kuadran, goresan radian, dan
goresan sinambung; (2) metode cawan tuang (pour plate method) yang
dilakukan dengan mencampur media yang telah dicairkan bersama
suspensi sampel untuk selanjutnya dituang pada cawan petri steril dan
ditunggu hingga padat; (3) metode perataan (spread plate method), metode
ini biasanya dilakukan untuk uji sensitivitas mikroorganisme terhadap
agen kimiawi; (4) metode titik (spot method), dilakukan inokulasi
menggunakan jarum ose pada permukaan media agar lempeng atau agar
miring secara titik; (5) metode tusukan (deep method), metode ini
dilakukan dengan meneteskan atau menusukan ujung jarum ose yang di
dalamnya terdapat inokolum,kemudian dimasukan kedalam media. Metode
tusukan biasanya dilakukan untuk uji motilitas atau pergerakan
mikroorganisme.2, 3, 25, 32, 33
25

Gambar 2.9 Metode cawan tuang dan perataan


pada kultur mikroorganisme
Sumber : Tortora GJ. 2015
2.1.7 Perhitungan Koloni Bakteri
Perhitungan pertumbuhan bakteri dapat dilakukan setelah bakteri
tumbuh pada media pembiakan. Perhitungan ini dapat dilakukan baik
secara langsung dengan mikroskopis menggunakan Petroff-Hausser cell
counter maupun secara tidak langsung dengan teknik hitung cawan (plate
count) , filtrasi atau penyaringan, MPN (most probable number),
mengukur kekeruhan, aktivitas metabolime, berat kering sel hingga
konsumsi nutrien pada bakteri. 2, 34
Pada metode penghitungan tidak langsung, salah satunya metode
hitung cawan, bakteri dihitung menurut SPC (standart plate count).
Bakteri yang dianggap sebagai satu koloni merupakan bakteri yang
membentuk koloni berukuran besar, kecil atau menjalar. Selanjutnya
penghitungan dapat dilakukan baik dengan menggunakan colony counter
maupun dihitung manual dengan memberi titik pada cawan.2, 34, 35
Hasil dari penghitungan ini dimasukkan kedalam beberapa kelompok
seperti pada tabel dan dihitung dengan rumus jumlah koloni per sampel
seperti berikut.35, 37
26

Tabel 2.1 Penggolongan hasil penghitungan TPC


Jumlah koloni/ cawan petri Keterangan
(Colony Form Unit)
30-300 CFU Dapat dihitung, ideal menggunakan rumus
>300 CFU TBUD (Terlalu Banyak/ Tidak Bisa Untuk
Dihitung)
<30 CFU TSUD (Terlalu Sedikit Untuk Dihitung)
Tidak membentuk koloni dan Spreader
>1/4 cawan petri
Sumber : Harti AS, 2015

1
Koloni per ml = jumlah koloni per cawan x
𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛

Pelaporan hasil penghitungan koloni dilakukan sesuai dengan


beberapa ketetapan sebagai berikut.36
1. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung
jumlah koloni antara 30-300.
2. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua, yaitu angka
satuan dan desimal. Jika angka ketiga ≥ 5 maka ia harus
dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka yang ke dua.
3. Jika semua pengenceran didapatkan angka ≤ 30 koloni per
cawan petri, maka yang dihitung adalah jumlah koloni pada
pengenceran terendah. Jumlah sebenarnya tetap dicantumkan
4. Jika semua pengenceran didapatkan angka ≥ 300 koloni per
cawan petri, maka yang dihitung adalah jumlah koloni pada
pengenceran tertinggi. Jumlah sebenarnya tetap dicantumkan
5. Jika pada dua cawan dari dua tingkat pengenceran
menghasilkan jumlah koloni antara 30-300 dan perbandingan
antara hasil pengenceran tertinggi dan terendah ≤ 2 maka
hitung rata-ratanya untuk pelaporan. Jika perbandingan
keduanya ≥ 2 maka ambil nilai terkecil untuk pelaporan
6. Jika digunakan dua cawan petri (duplo) setiap pengenceran,
data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut, sehingga
27

harus dihitung rata-ratanya terlebih dahulu. Pilih hasil duplo


yang memiliki jumlah koloni antara 30-300
7. Jika pada pengenceran yang terendah menghasilkan angka 0,
misal 0 x 101 maka hasilnya dilaporkan sebagai (est < 101)

Hasil penghitungan dari setiap pengenceran selanjutnya


dimasukkan kedalam rumus berikut ini.
2 3 4 5

2.1.8 Uji Biokimiawi Bakteri


2.1.8.1 Uji Fermentasi Karbohidrat
Bakteri memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam
menggunakan karbohidrat untuk metabolisme. Penggunaan laktosa
menjadi salah satu parameter penentu pada uji fermentasi karbohidrat.
Hasil akhir dari fermentasi karbohidrat ditentukan oleh sifat mikroba,
media yang digunakan, serta faktor lingkungan berupa pH dan suhu.24, 38
Fermentasi merupakan proses oksidasi biologi dengan karbohidrat
sebagai substratnya. Beberapa jenis karbohidrat yang digunakan pada uji
fermentasi karbohidrat antara lain, laktosa, maltosa, mannitol, dan sukrosa.
Berbeda dengan glukosa yang dapat langsung masuk jalur fermentasi
tahap pertama, laktosa, maltosa, mannitol, dan sukrosa harus dihidrolisis
terlebih dahulu agar menjadi monosakarida penyusunnya. Laktosa akan
menjadi glukosa dan galaktosa, maltosa menjadi dua molekuk glukosa,
mannitol menjadi manosa atau galaktosa, serta sukrosa menjadi fruktosa
dan glukosa.24, 38
Hasil positif pada uji fermentasi karbohidrat terlihat pada
perubahan warna media menjadi kuning dan adanya gas yang terlihat pada
tabung durham.38
28

Gambar 2.10 Tabel Karakteristik Biokimia Beberapa Spesies


Enterobacteriaceae

Sumber : Mishra, KS. 2013

2.1.8.2 Uji MRVP


Metabolisme karbohidrat pada bakteri akan menghasilkan produk
berupa asam piruvat. Degradasi yang lebih lanjut dari asam piruvat akan
menghasilkan asam campuran sebagai hasil akhir. Bakteri enterik akan
melalui 2 jalur yang berbeda pada proses metabolisme asam piruvat yaitu
fermentasi asam campuran atau jalur butilen glikol. Uji MRVP dilakukan
untuk mengetahui hasil akhir dari fermentasi glukosa, dan masing-masing
tes akan mendeteksi produk akhir dari jalur yang berbeda.24, 38
Pengujian menggunakan metil merah dan voges-proskauer
termasuk dalam uji IMViC yang terdiri dari uji indol, metil merah, voges-
proskauer serta citrate / sitrat dimana masing-masing uji memiliki
kemampuan yang berbeda terutama untuk identifikasi bakteri.38
Uji metil merah digunakan untuk mengetahui adanya fermentasi
asam campuran. Beberapa bakteri dapat memfermentasikan glukosa dan
menghasilkan berbagai produk yang bersifat asam sehingga dapat
menurunkan pH media pertumbuhannya hingga ≤ 5,0. Pada akhir
pengamatan, indikator metil merah yang ditambahkan pada media akan
menunjukkan perubahan pH menjadi asam dan media menjadi berwarna
merah apabila hasil uji positif. Apabila suasana lingkungan basa maka
media akan berwarna kuning dan hasilnya negatif.24, 38
29

Glukosaasam piruvatfermentasi asam campuran (pH 4,4)warna


merahUji
pada indikator metil merahdigunakan
Voges-Proskauer untuk mengidentifikasi
mikroorganisme yang mampu memfermentasikan karbohidrat dengan hasil
akhir 2,3-butanadiol sebagai produk utama yang kemudian bahan tersebut
akan menumpuk di media pertumbuhan. Setelah dilakukan inkubasi, akan
ditambahkan indikator berupa α-naftol dan KOH 40%. Asetoin yang
merupakan senyawa pemula dalam sintesis 2,3-butanadiol akan terdeteksi
setelah penambahan KOH 40% dan mengubah warna medium menjadi
merah yang berarti hasil uji adalah positif. 24, 38

Glukosaasam piruvatasetoindiasetil + KOH + α-


naftolkompleks merah2,3-butanadiol

2.1.8.3 Uji SIM (Sulfide Indol Motility)


Mikroorganisme dapat menggunakan asam amino sebagai sumber
energi. Salah satu komponen asam amino yang lazim adalah asam amino
triptofan. Asam amino triptofan akan dihidrolisis oleh enzim triptofanase
dan menghasilkan indol, asam piruvat dan amonia.24
Bakteri yang memiliki enzim triptofanase akan menghidrolisis asam
amino triptofan yang memiliki gugus samping indol. Sehingga indol akan
bereaksi dengan reagen kovach atau erlich dan menghasilkan senyawa
para aminobenzaldehid yang tidak larut dalam air dan membentuk warna
merah pada permukaan medium. Sedangkan hasil negatif berarti bakteri
tidak dapat membentuk indol dari asam amino triptofan sebagai sumber
energi.24, 30, 38
Uji indol juga dapat digunakan untuk melihat adanya motilitas dari
bakteri. Dengan menggunakan media SIM (Sulfide Indol Motility) dapat
diketahui pergerakan bakteri. Apabila terdapat gambaran awan pada garis
tusukan maka dapat dikatakan positif untuk motilitas. Selain itu dapat
30

diketahui pula untuk produksi H2S dengan terbentuknya presipitat


berwarna hitam.24, 38

2.1.8.4 Uji Sitrat


Uji sitrat digunakan untuk menentukan apakah bakteri
menggunakan natrium sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon. Dengan
adanya sitrat media menggunakan garam amonium sebagai satu-satunya
sumber nitrogen. Bakteri yang dapat menggunakan sitrat akan
menggunakan garam amonium dan menghasilkan amonia, sehingga asam
akan dihilangkan dari medium dan menyebabkan peningkatan pH.
Peningkatan pH akan mengubah warna medium dari hijau menjadi biru.

Gambar 2.11 Uji penggunaan sitrat (tengah : hasil positif)


Sumber : Mahon, CR. 2015

2.1.8.5 Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar)


Media TSIA terdiri dari 3 jenis gula yaitu glukosa, sukrosa, dan
laktosa. Terdapat juga tambahan fero sulfat dan sodium tiosulfat untuk
mendeteksi produksi gas H2S. Hasil positif untuk produksi gas H2S adalah
terbentuknya warna hitam pada media.24
Media TSIA dibuat dengan cara dituang miring sehingga akan
terbentuk bagian lereng dan dasar. Bagian lereng bersifat aerob sedangkan
bagian dasar anaerob. Fenol merah digunakan sebagai indikator pH
dimana akan berwarna kuning jika pH dibawah 6.8 (TSIA yang belum
digunakan berwarna merah karena pH 7,4). Isolasi bakteri pada media
TSIA dilakukan dengan menggunakan ose jarum yang digoreskan pada
31

permukaan lereng dan ditusuk tepat di tengah media. Hasil isolasi


dituliskan dengan cara menyebutkan hasil pada lereng diikuti garis miring
( / ) dan hasil pada bagian dasar. Reaksi yang dapat timbul antara lain24, 38 :
a) lereng merah (-) / Dasar kuning (+) -/+, menandakan adanya
fermentasi glukosa
b) Lereng kuning (+) / Dasar kuning (+)  +/+, fermentasi laktosa dan
/ atau sukrosa
c) Lereng merah (-) / Dasar merah (-)  -/-, tidak memfermentasi gula
dan tidak membentuk gas ataupun H2S
d) Ruang udara dibawah medium  terbentuknya gas sehingga
medium terangkat keatas
e) Warna hitam pada medium  terbentuknya H2S

Gambar 2.12 Berbagai reaksi pada uji TSIA


Sumber : Mahon, CR. 2015

Gambar 2.13 Tabel karakteristik biokimia keluarga Enterobacteriaceae


Sumber : Mahon, CR. 2015
32

2.2 Kerangka Teori


Bakteri
Batagor

Salmonella sp. E. coli


Tahu Adonan Kuah
ikan kacang/k
uah bakso Penetrasi Toksin LT
di epitel dan ST
. usus
 Termasuk air
 Sumber protein Permeabilitas Gangguan
bebas
. hewani dan
 Suhu hangat
Gangguan epitel usus motilitas
nabati transpor
 Kadar protein elektrolit
cairan Waktu
dan air tinggi
transit
 Kontaminasi Sekresi
saat pengolahan cairan
bahan usus

Media yang baik


untuk
pertumbuhan dan
perkembangan
bakteri

Rentan terjadi
infeksi akibat
pangan

Foodborne
Diare
disease

Bagan 2.1 Kerangka Teori

2.3 Kerangka Konsep


Sampel
batagor

pengenceran

Penanaman Penanaman di media


pada NA EMB dan SSA

Penghitungan
Pewarnaan Uji
koloni bakteri
Gram biokimia
Bakteri Salmonella sp.
Jumlah koloni dan E. coli
bakteri teridentifikasi

Bagan 2.2 Kerangka Konsep


33

Variabel Bebas : Batagor yang telah dihaluskan dan dilakukan pengenceran


Variabel Terikat : Jumlah koloni bakteri di media Nutrient Agar (NA),
keberadaan E. coli dan Salmonella sp. serta hasil uji
biokimia
2.4 Definisi Operasional
Tabel 2.2 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Alat ukur Hasil ukur Skala ukur
Bakteri Bakteri Gram negatif, Pewarnaan Warna, bentuk, -
Escherichia coli berbentuk batang pendek Gram, isolasi susunan, dan
1. (kokobasil) bakteri EMB sifat bakteri
dan uji
biokimia
Bakteri Bakteri Gram negatif, Pewarnaan Warna, bentuk, -
Salmonella sp. berbentuk batang panjang Gram, isolasi susunan, dan
2. bakteri SSA sifat bakteri
dan uji
biokimia
Jumlah koloni Banyaknya jumlah bakteri Spidol dan Jumlah area Numerik
3. bakteri dari sampel batagor dalam hitungan tumbuh koloni
media NA (Nutrien Agar) manual
Uji Biokimia Aktivitas yang diatur oleh Tabel hasil uji Karakteristik -
Bakteri enzim dengan menggunakan biokimia pada biokimia
4.
nutrisi dari lingkungan literature bakteri menurut
sekitarnya jenis koloni
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian terhadap jajanan batagor ini menggunakan metode
deskriptif dengan desain potong lintang dan menggunakan teknik TPC
(Total Plate Count) untuk mengetahui jumlah koloni bakteri.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada
bulan Januari 2016 sampai Juli 2016

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi
Seluruh pangan jajanan batagor yang dijual di sekolah dasar negeri
di Kelurahan Pisangan, Cirendeu, dan Cempaka Putih Ciputat Timur
3.3.2 Sampel
Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling sehingga
jumlah sampel yang didapatkan sebanyak 5 sampel

3.4 Alat dan Bahan Penelitian


3.4.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas beker
(250mL dan 500 mL), erlenmeyer (250mL dan 500mL), tabung ukur
(100mL dan 10 mL), tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan petri,
bunsen, spatula, pinset, pipet, ose (bulat dan jarum), batang L, korek api,
tip (1000μ dan 100μ), mikropipet (1000μL dan 100μL), blender, autoklaf,
oven, inkubator, kulkas, laminar, vortex, timbangan, hot plate, magnetic
stir, tisu, kapas, plastik tahan panas, handscoon, masker, larutan untuk

34
35

pewarnaan Gram (KKU, lugol, alkohol 90%, safranin), mikroskop,


minyak immersi, kertas bekas, tabung durham.

3.4.2 Bahan Penelitian


Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah batagor, media
Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), Salmonella Shigella Agar
(SSA), Eosin Methylen Blue (EMB), media fermentasi karbohidrat,
IMViC, citrate, dan indikator uji biokimia (erlich, methyl red, KOH)

3.5 Cara Kerja Penelitian

3.5.1 Tahap Persiapan

3.5.1.1 Sterilisasi Alat dan Bahan


a. Sterilisasi Basah
Alat dan bahan yang disterilisasi dengan autoklaf
diantaranya adalah media NA, EMB, SSA, NB, uji biokimia
(gula-gula, IMViC, TSIA) baik yang akan maupun telah
digunakan serta tabung reaksi dan tip yang dibungkus plastik.
Sterilisasi basah dilakukan menggunakan autoklaf pada
suhu 121ᵒ C selama 1,5 jam.
b. Sterilisasi Kering
Alat dan bahan yang disterilisasi dengan oven diantaranya
cawan petri, pinset, spatula yang sebelumnya telah dibungkus
dengan kertas.
Sterilisasi kering dilakukan menggunakan oven sampai
suhu mencapai 150ᵒC.

3.5.1.2 Pengambilan dan Persiapan Sampel


Sampel dibeli di lingkungan sekitar sekolah dasar negeri di
Kecamatan Ciputat Timur yang menjual batagor yaitu terdapat 5 sekolah
diantaranya SDN Cirendeu 01, SDN Pisangan 03, SDN Cempaka Putih 03,
SDN Cempaka Putih 02, dan SDN Pisangan 05 dibeli dalam kondisi suhu
bervariasi dalam kisaran waktu antara 12.00 sampai 13.00.
36

Sampel yang telah dibeli langsung dimasukkan kedalam kulkas


dengan suhu 3ᵒC selama 3-4 jam agar kondisi makanan tidak mengalami
perubahan. Ketika akan digunakan untuk pengujian, sampel dikeluarkan
dari kulkas diblender hingga halus lalu ditimbang seberat 10gr.

3.5.2 Pembuatan Media dan Penanaman Sampel

3.5.2.1 Pembuatan Media NB dan Pengenceran


Media NB ditimbang sebanyak 2 gr, masukkan ke dalam gelas
beker yang telah berisi akuades 153 mL. Kemudian panaskan dengan
hotplate pada suhu 150˚C. Setelah itu tuang pada 7 tabung reaksi sebanyak
9mL dan 90mL pada erlenmeyer 250mL. Lakukan sterilisasi di autoklaf
pada suhu 121˚C. Setelah dingin masukkan kedalam kulkas bersuhu 3˚C.

Sampel yang telah diblender hingga halus dan ditimbang seberat


10gr lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer yang telah berisi 90mL NB.
Kemudian campuran sampel dan NB tadi di vortex hingga homogen. Lalu
ambil sampel sebanyak 1mL menggunakan tip 1000μL, pindahkan ke
dalam tabung reaksi 1 yang telah berisi NB sebanyak 9mL kemudian
lakukan vortex kembali. Lakukan hal yang sama hingga tabung reaksi ke
6. Tabung reaksi ke 7 tidak dilakukan pengenceran dan dibiarkan hanya
berisi NB untuk dijadikan sebagai kontrol negatif.

3.5.2.2 Pembuatan Media dan Penanaman Sampel pada NA


Media NA ditimbang sebanyak 4 gr, masukkan ke dalam gelas
beker yang telah berisi akuades 140 mL. Kemudian panaskan dengan
hotplate pada suhu 150˚C selama 15 menit. Setelah itu masukkan ke dalam
tabung erlenmeyer 250mL. Lakukan sterilisasi di autoklaf pada suhu
121˚C. Tuang media kedalam cawan petri sebanyak ±20mL, bila telah
mengeras masukkan kedalam kulkas bersuhu 3˚C.

Setelah dilakukan pengenceran, ambil sebanyak 0,1mL


menggunakan mikropipet dengan tip 100μL dari tabung reaksi lalu
teteskan pada 2 cawan petri berisi NA. Beri label pada masing-masing
37

cawan mulai dari “2-1;2-2” hingga “5-1;5-2”. Pada kontrol negatif ambil
sebanyak 0,1ml dari tabung reaksi kontrol lalu teteskan pada satu cawan
petri kemudian beri label “kontrol”. Siapkan batang L, rendam dalam
alkohol. Lalu tiap akan digunakan keluarkan batang L dari alkohol dan
dilewatkan diatas api 1-2 kali, diamkan hingga batang L tidak panas lagi.
Goreskan pada permukaan media untuk meratakan larutan sampel. Cawan
yang sudah berisi sampel selanjutnya diinkubasi selama 24 jam.

3.5.2.3 Pembuatan Media dan Penanaman Sampel pada EMB dan


SSA
Siapkan erlenmeyer dan gelas beker masing-masing berisi 40 mL
akuades. Timbang media EMB sebanyak 1,5 gr masukkan ke dalam gelas
beker yang telah berisi 40 mL akuades. Kemudian panaskan dengan
hotplate pada suhu 150˚C selama 15 menit. Setelah itu masukkan ke dalam
tabung erlenmeyer 250mL. Sterilisasi erlenmeyer yang berisi akuades dan
erlenmeyer yang berisi EMB di autoklaf pada suhu 121˚C. Tuang media
EMB kedalam cawan petri sebanyak ±20mL, bila telah mengeras
masukkan kedalam kulkas bersuhu 3˚C.

Timbang media SSA sebanyak 2,4 gr. Masukkan media SSA yang
telah ditimbang ke dalam akuades pada erlenmeyer yang telah di
sterilisasi. Kemudian panaskan dengan hotplate pada suhu 150˚C selama
15 menit. Tuang media kedalam cawan petri sebanyak ±20mL, bila telah
mengeras masukkan kedalam kulkas bersuhu 3˚C.
Ambil 0,1ml larutan sampel dari pengenceran 10-1 lalu teteskan
pada 2 cawan petri berisi EMB dan 2 cawan petri berisi SSA. Siapkan
batang L, rendam dalam alkohol. Lalu tiap akan digunakan keluarkan
batang L dari alkohol dan dilewatkan diatas api 1-2 kali, diamkan hingga
batang L tidak panas lagi. Goreskan pada permukaan media untuk
meratakan larutan sampel. Cawan yang sudah berisi sampel selanjutnya
diinkubasi selama 24 jam.
38

3.5.2.4 Identifikasi Bakteri dengan Pewarnaan Gram

Bakteri yang telah tumbuh di media spesifik Salmonella Shigella


Agar (SSA) dan Eosin Methylen Blue (EMB) diidentifikasi dengan
menggunakan pewarnaan Gram. Mula-mula siapkan ose bulat, lalu
panaskan ose hingga pijar kemudian ambil NaCl atau akuades steril
menggunakan ose. Teteskan pada kaca objek yang sebelumnya telah diberi
batas berbentuk oval dibagian bawahnya. Panaskan kembali ose hingga
pijar, diamkan hingga tidak panas. Ambil koloni bakteri yang telah tumbuh
pada media dengan ose, lalu oleskan pada kaca objek dan ratakan dengan
NaCl atau akuades steril yang telah diteteskan sebelumnya (tidak melewati
batas). Lewatkan kaca objek diatas api kecil atau diamkan hingga
mengering sendiri. Letakkan kaca objek diatas rak pewarnaan. Teteskan
Kristal Karbol Ungu (KKU) atau Gentian Violet, diamkan selama 5 menit,
bilas dengan air mengalir. Teteskan Lugol, diamkan selama 1 menit, bilas
dengan air mengalir. Teteskan alkohol sampai tidak ada lagi warna ungu
yang luntur. Teteskan Safranin, diamkan 45 detik, bila dengan air
mengalir. Lalu keringkan kaca objek dengan tisu (tidak di gosok atau
diusap bagian atasnya). Teteskan minyak imersi diatas kaca objek lalu
amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100x.
39

3.5.2.5 Pembuatan dan Identifikasi Bakteri dengan Uji Biokimia


a) Media Gula-gula

Media gula-gula yang terdiri dari glukosa, laktosa, maltosa,


mannitol, sukrosa ditimbang sebanyak 1 gr lalu masukkan ke dalam gelas
beker yang telah berisi 100mL akuades. Lalu tambahkan pepton water
sebanyak 1 gr ke dalam gelas beker. Panaskan dengan hotplate pada suhu
150ᵒC selama 10 menit. Selagi dipanaskan, beri sedikit brom kresol purpur
sampai warna larutan berubah menjadi ungu. Setelah itu tuang sebanyak
4mL pada tabung reaksi dan masukkan tabung durham dan beri label
masing-masing tabung reaksi. Sterilisasi dengan autoklaf pada suhu
121˚C. Setelah dingin masukkan kedalam kulkas bersuhu 3˚C..

Bakteri yang telah tumbuh pada media EMB dan SSA selanjutnya
diinokulasi pada media gula-gula. Panaskan ose bulat hingga pijar,
diamkan beberapa saat lalu ambil koloni bakteri, masukkan ke dalam
tabung reaksi, aduk dengan memutar dan menaik turunkan ose hingga
koloni tercampur dengan larutan. Letakkan media pada inkubator selama
24 jam. Hasil positif pada uji gula-gula adalah adanya perubahan warna
medium menjadi kuning dan positif membentuk gas apabila terdapat
gelembung udara pada tabung durham.

b) Media Methyl Red dan Voges-Proskauer

Media methyl red dan voges-proskauer masing-masing ditimbang


sebanyak 2,5 gr lalu masukkan ke dalam gelas beker yang telah berisi
50mL akuades. Panaskan dengan hotplate pada suhu 150ᵒC selama 10
menit. Setelah itu tuang sebanyak 4mL pada tabung reaksi. Sterilisasi
dengan autoklaf pada suhu 121˚C. Setelah dingin masukkan kedalam
kulkas bersuhu 3˚C.

Ambil koloni bakteri yang telah tumbuh pada media EMB dan
SSA menggunakan ose bulat yang telah dipanaskan hingga pijar dan
didiamkan beberapa saat. Masukkan ose ke dalam tabung reaksi, aduk
40

dengan memutar dan menaik turunkan ose hingga koloni tercampur


dengan larutan. Letakkan media pada inkubator selama 24 jam. Hasil
positif pada uji MRVP adalah terbentuknya warna merah pada medium
setelah ditambahkan indicator methyl red untuk MR dan KOH untuk VP.

c) Media Sulfide Indol Motility (SIM)

Media SIM ditimbang sebanyak 2 gr lalu masukkan ke dalam gelas


beker yang telah berisi 50mL akuades. Panaskan dengan hotplate pada
suhu 150ᵒC selama 10 menit. Setelah itu tuang sebanyak 4mL pada tabung
reaksi. Sterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121˚C. Setelah dingin
masukkan kedalam kulkas bersuhu 3˚C.

Siapkan ose jarum, panaskan hingga pijar lalu diamkan beberapa


saat. Ambil koloni bakteri pada media EMB dan SSA lalu tusukkan pada
media SIM secara lurus dan tepat ditengah. Letakkan media pada
inkubator selama 24 jam. Hasil positif pada uji indol adalah terbentuknya
warna merah pada medium setelah ditambahkan indikator erlich dan
adanya hasil positif untuk motilitas adalah gambaran awan pada tempat
tusukan

d) Media Triple Sugar Iron Agar (TSIA)

Media TSIA ditimbang sebanyak 1,5 gr lalu masukkan ke dalam


gelas beker yang telah berisi 50mL akuades. Panaskan dengan hotplate
pada suhu 150ᵒC selama 15 menit. Setelah itu tuang sebanyak 4mL pada
tabung reaksi. Sterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121˚C. Posisikan
tabung secara miring sebesar 45ᵒ, setelah dingin masukkan kedalam
kulkas bersuhu 3˚C.

Siapkan ose jarum, panaskan hingga pijar lalu diamkan beberapa


saat. Ambil koloni bakteri pada media EMB dan SSA lalu goreskan ose
pada permukaan media TSIA (bagian lereng/miring media), kemudian
tusukkan ose secara lurus tepat di tengah media (sekali tusuk). Letakkan
media pada inkubator selama 24 jam. Hasil positif pada uji TSIA adalah
41

adanya perubahan warna medium menjadi kuning dan terbentuknya gas


sehingga medium terangkat keatas

e) Media Simmon Citrate Agar (Sitrat)

Media sitrat ditimbang sebanyak 1,5 gr lalu masukkan ke dalam


gelas beker yang telah berisi 50mL akuades. Panaskan dengan hotplate
pada suhu 150ᵒC selama 15 menit. Setelah itu tuang sebanyak 4mL pada
tabung reaksi. Sterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121˚C. Posisikan
tabung secara miring sebesar 45ᵒ, setelah dingin masukkan kedalam
kulkas bersuhu 3˚C.

Ambil koloni bakteri yang telah tumbuh pada media EMB dan
SSA menggunakan ose bulat yang telah dipanaskan hingga pijar dan
didiamkan beberapa saat lalu goreskan ose pada permukaan media Sitrat
(bagian lereng media). Letakkan media pada inkubator selama 24 jam.
Hasil positif pada uji sitrat adalah adanya perubahan warna media menjadi
biru.
42

3.6 Alur Penelitian

Sampel batagor
dihaluskan dengan
blender

Pengenceran
sampel dengam
media NB

Pengenceran 10-1 Pengenceran 10-2, Kontrol negatif


10-3 ,10-4 ,10-5

Media SSA dan Media NA


EMB Agar

Inkubasi selama 24 jam,


suhu 37˚C

Pewarnaan Gram Uji Biokimia Penghitungan koloni


bakteri

Lihat bakteri Amati Menghitung jumlah


dalam mikroskop perubahan koloni bakteri
(100x) pada media uji

Bagan 3.1 Alur Penelitian

3.7 Managemen Data

Data penelitian hasil uji bakteri dari sampel batagor terhadap


bakteri Escherichia coli serta Salmonella sp akan dijelaskan secara
deskriptif dalam bentuk tabel untuk melihat jumlah bakteri yang terdapat
pada batagor, hasil identifikasi bakteri E. coli dan Salmonella sp.
dilakukan dengan pewarnaan Gram maupun uji biokimia.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan

4.1.1 Hasil Kultur Bakteri dengan Metode TPC (Total Plate Count)
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikerjakan dengan
menanam sampel pada media agar Nutrient Agar (NA) tampak koloni
bakteri yang tumbuh seperti tampak pada gambar berikut.

Pengenceran 10-3 Pengenceran 10-4

Gambar 4.1 Pertumbuhan bakteri pada sampel 1 di media NA


dengan konsentrasi pengenceran 10-3 dan 10-4

Berdasarkan gambar diatas, pada media NA tampak koloni


berbentuk bulat, berwarma putih dan bersifat universal sehingga bisa
ditumbuhi bakteri baik Gram positif maupun negatif, dan tujuan isolasi pada
media ini untuk menghitung jumlah koloni bakteri yang tumbuh. Setiap
koloni pada berbagai konsentrasi pengenceran yang telah tumbuh pada
media NA dihitung, sehingga didapat hasil sebagai berikut.

43
44

Tabel 4.1 Jumlah Koloni pada Setiap Sampel dengan Berbagai Pengenceran

Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5


Konsentrasi
10-2 195 46 13 13 75
10-3 102 17 26 3 38
10-4 52 7 0 0 8
10-5 47 0 2 0 11
Keterangan :
Sampel 1 : SDN Cirendeu 01 Sampel 4 :SDN Cempaka Putih 02
Sampel 2 : SDN Pisangan 03 Sampel 5 : SDN Pisangan 05
Sampel 3 : SDN Cempaka Putih 03

Selanjutnya untuk menentukan jumlah koloni bakteri pada setiap


sampel, terlebih dahulu dilakukan perhitungan sesuai rumus perhitungan
koloni per mL dan didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.2 Jumlah Koloni Setiap Sampel Sesuai Rumus

Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5


Konsentrasi
10-2 195 x 102 46 x 102 13 x 102 13 x 102 75 x 102
10-3 102 x 103 17 x 103 26 x 103 3 x 103 38 x 103
10-4 52 x 104 7 x 104 0 0 8x 104
10-5 47 x 105 0 2 x 105 0 11 x 105

Untuk menentukan rerata jumlah koloni pada tiap sampel dilakukan


perhitungan dengan menggunakan rumus perhitungan rerata jumlah koloni
bakteri tiap sampel dan didapatkan hasil sesuai tabel 4.3

Tabel 4.3 Interpretasi Penghitungan pada Setiap Sampel

sampel Rata-rata jumlah Keterangan


koloni (CFU/gram)
Sampel 1 1,3 x 106 Melebihi ambang batas
Sampel 2 2,3 x 104 Melebihi ambang batas
Sampel 3 6,0 x 104 Melebihi ambang batas
Sampel 4 1,1 x 103 Tidak melebihi ambang batas
Sampel 5 3,1 x 105 Melebihi ambang batas
Keterangan : CFU = Colony Form Unit
45

Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa 4 dari 5 sampel yang diuji


seluruhnya memiliki jumlah koloni yang melebihi ambang batas.
Berdasarkan keputusan Dirjen POM No 03726/B/SK/VII/89 bahwa ambang
batas maksimum bakteri pada makanan adalah sejumlah 104 CFU/gram.37
Sampel 1 memiliki jumlah koloni terbanyak dibandingkan dengan sampel
yang lain dengan jumlah koloni 1,3 x 106 CFU/gram, sedangkan sampel 4
merupakan sampel dengan jumlah koloni paling sedikit yakni sejumlah 1,1 x
103 CFU/gram dan merupakan satu-satunya sampel yang tidak melebihi
ambang batas. Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa jajanan
batagor yang dijual di lingkungan sekolah dasar di wilayah Cirendeu,
Pisangan, dan Cempaka Putih tidak layak dikonsumsi. Akan tetapi belum
dapat ditentukan secara spesifik jenis bakteri yang tumbuh, karena hanya
dihitung berdasarkan pertumbuhannya pada media NA.

Selain ketentuan mengenai nilai ambang batas jumlah koloni yang


ditetapkan oleh BPOM berdasarkan metode ALT (Angka Lempeng Total)
atau TPC (Total Plate Count), BPOM melalui Badan Standarisasi Nasional
juga membuat ketetapan mengenai nilai ambang batas jumlah cemaran
mikroba pada makanan berdasarkan metode APM atau MPN (Most
Probable Number) maka kategori jajanan batagor termasuk dalam jenis
makanan olahan lainnya dengan ambang batas maksimum <3/g atau <3/ml
untuk jenis koliform (Escherichia coli) dan negatif/25 g atau negatif/25 ml
untuk Salmonella sp.37

Penelitian terhadap ragam jajanan dilakukan oleh Tita Rialita dkk


(2005) di lingkungan sekitar kampus Universitas Padjajaran Jatinangor
Bandung didapatkan hasil tertinggi untuk MPN koliform sebanyak 240
sel/100 mL pada jajanan batagor. Sehingga disimpulkan dari rata-rata
jumlah MPN pada jajanan batagor termasuk dalam risiko bahaya kategori
tinggi karena melebihi ambang batas.

Penelitian pada makanan jajanan juga dilakukan oleh Mega


Mirawati dkk (2014) di salah satu sekolah dasar di daerah Pondok Gede
46

Bekasi dan menunjukkan hasil positif terkontaminasi bakteri Salmonella sp.


pada 6 sampel dari 13 sampel sebesar 46% yang diuji menggunakan media
SSA dan uji biokimia.

Dari beberapa hasil penelitian diatas dan penelitian yang saya


lakukan, ada banyak faktor yang mampu mempengaruhi tercemarnya
makanan jajanan yang dijual. Faktor tersebut diantaranya adalah :

1. Sumber bahan makanan yang terlebih dahulu terkontaminasi


2. Proses pengolahan makanan yang terkontaminasi baik dari
tempat maupun pengolah
3. Tahapan penyajian makanan yang meliputi tempat dan cara
4. Proses pemasaran makanan baik dari tempat makanan, tempat
pemasaran dan sanitasi penjual makanan yang kurang baik

4.1.2 Isolasi Bakteri dalam Media Spesifik dan Pewarnaan Gram


Setelah diisolasi pada media NA (Nutrient Agar), yang bertujuan
untuk mengetahui bakteri yang terdapat pada sampel makanan maka
selanjutnya dilakukan isolasi pada media Eosin Methylen Blue (EMB) dan
media Salmonella Shigella Agar (SSA).

Sampel yang akan diinkubasi pada media EMB dan SSA diambil
dari pengenceran 10-1 dan dilakukan inkubasi selama 24 jam dan didapatkan
hasil seperti yang disajikan pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Identifikasi bakteri berdasarkan warna koloni yang dihasilkan

Sampel EMB SSA


1 Pink, pink keunguan Pink
2 Hijau kilap logam, pink Pink, putih
keunguan

3 Pink, ungu Pink¸ putih, putih bertitik hitam


4 Hijau kilap logam, pink, pink Pink
keunguan
5 Ungu Pink¸ putih, putih bertitik hitam
47

Berdasarkan tabel 4.4 hasil isolasi pada media EMB yang


menghasilkan koloni berwarna hijau kilat logam terdapat pada sampel 2 dan
4, menurut Connie R. Mahon et al (2015) bakteri Escherichia coli
merupakan bakteri yang dapat memfermentasi laktosa dengan cepat dan
memproduksi banyak asam sehingga menghasilkan koloni kilap logam
dengan endapan pigmen hijau metalik. Pada tabel 4.4 juga ditemukan koloni
berwarna pink, pink keunguan¸dan ungu, menurut Ryan dan Ray (2014)
terdapat bakteri lain yang dapat tumbuh pada media EMB yaitu famili
Enterobacteriaceae contohnya Klebsiella sp., Enterobacter aerogenes, dan
Pseudomonas aeruginosa.

Berbeda dengan E. coli bakteri Salmonella sp merupakan bakteri


yang tidak memfermentasikan laktosa, sehingga pada tabel 4.4 terbentuk
koloni yang berwarna putih dan putih dengan titik hitam pada sampel 2, 3,
dan 5. Menurut Connie M. R et al (2015) media SSA juga dilengkapi
dengan Fe (besi) sehingga bakteri yang dapat memecah asam amino yang
mengandung sulfur dan berikatan dengan air akan menghasilkan H2S dan
endapan berupa garam FeS yang berwarna hitam.

Gambar 4.2 Hasil Kultur Bakteri dari Sampel Batagor yang diisolasi pada
media EMB dan SSA

Dari hasil isolasi pada media EMB dan SSA, didapatkan dari total
5 sampel yang diuji 2 diantaranya (40%) mengandung E. coli dengan koloni
yang berwarna hijau kilap logam dan 3 diantaranya (60%) mengandung
48

Salmonella sp. dengan koloni berwarna putih atau putih dengan bintik hitam
di tengahnya.

Menurut Yunaenah (2009) juga melakukan penelitian terhadap


makanan jajanan termasuk batagor di lingkungan sekolah dasar di wilayah
Jakarta Pusat yang diisolasi pada media EMB. Hasil yang didapatkan adalah
37 dari 65 sampel yang diteliti positif terkontaminasi E. coli.

Penelitian juga dilakukan oleh Nindya Permata (2015) dengan


sampel berupa makanan jajanan termasuk batagor yang diisolasi pada media
spesifik SSA dan didapatkan hasil 4 dari 11 sampel positif mengandung
Salmonella sp termasuk salah satunya pada batagor. Dengan demikian
makanan jajanan batagor ini tidak layak konsumsi karena jumlah
kontaminasi bakterinya melebih ambang batas.

Penelitian lain dilakukan oleh Puspitasari RL (2013) dengan


sampel makanan dan minuman yang didapat dari pedagang di sekitar
sekolah dasar di daerah Sisingamangaraja dengan menggunakan media
EMB, hasilnya menunjukkan bahwa batagor termasuk salah satu sampel
makanan yang tercemar E. coli, dibuktikan dengan pertumbuhan koloni
hijau kilap logam pada media EMB.

Aditia Lasinrang dan Muthiadin Cut (2015) juga melakukan


penelitian untuk mengetahui kualitas mikrobiologis pada jajanan di sekitar
kampus II UIN Alauddin. Hasil penelitian menunjukkan adanya cemaran
oleh coliform yang melebihi ambang batas yakni 1.100 Coliform/gram pada
sampel batagor dan batas nilai maksimum MPN adalah 10 coliform/gram.

Pada penelitian ini bakteri yang telah tumbuh pada media EMB
dan SSA dilakukan identifikasi dengan menggunakan pewarnaan Gram
untuk mengetahui morfologi dari bakteri tersebut dengan hasil sebagai
berikut.
49

\
Salmonella sp. Escherichia coli

Gambar 4.3 Hasil Pewarnaan Gram dari Kultur Bakteri

Berdasarkan hasil pewarnaan Gram yang diamati dengan


mikroskop pada pembesaran 100x didapatkan 2 morfologi bakteri, yaitu
bakteri yang berbentuk batang panjang, berwarna merah dan bersifat Gram
negatif diduga bakteri Salmonella sp. dan bakteri dengan bentuk kokobasil
(batang pendek), berwarna merah, dan bersifat Gram negatif yang diduga
bakteri Escherichia coli.

4.1.3 Uji Biokimia terhadap Bakteri


Uji biokimia dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi
setiap koloni yang tumbuh pada media EMB dan SSA, sehingga diperoleh
sifat biokimia dan metabolisme bakteri tersebut.

Hasil uji biokimia pada masing-masing koloni baik pada media


EMB maupun SSA adalah sebagai berikut.
50

A. Inokulasi Bakteri pada Media EMB


1. Uji Fermentasi Karbohidrat

Tabel 4.5 Uji Fermentasi Karbohidrat (gula-gula) dari media EMB

Warna Koloni
Hasil Uji Biokimia
Pink Pink Hijau Kilat Ungu
Keunguan Logam

Glukosa +g +g +g +g

Laktosa +g +g +g +g

Maltosa +g +g +g +g

Mannitol +g +g +g +g

Sukrosa +g +g +g +g

Hasil uji fermentasi karbohidrat didapatkan seluruh jenis koloni


positif pada seluruh karbohidrat seperti glukosa, laktosa, maltosa, mannitol,
dan sukrosa disertai dengan pembentukan gas. Menurut Harley (2012)
perubahan warna media menjadi kuning karena adanya indikator phenol red
akibat terbentuknya asam pada media uji fermentasi karbohidrat. Akan
tetapi sesuai dengan hasil kultur pada media EMB dengan warna koloni
yang terbentuk bergantung pada kemampuan bakteri dalam fermentasi
laktosa, sehingga perubahan warna pada media uji karbohidrat juga
bervariasi antara kuning pekat hingga kuning terang.

Pada media EMB terdapat koloni hijau kilat logam yang


merupakan koloni Escherichia coli, menurut Jorgensen (2015) E. coli dapat
memfermentasi glukosa, laktosa, maltosa, mannitol dan sukrosa yang sesuai
dengan hasil pada penelitian ini.
51

Gambar 4.4 Hasil Positif Uji Gula-Gula

Menurut Connie R. Mahon et al (2015) apabila bakteri mampu


memfermentasi semua karbohidrat maka artinya terjadi proses glikolisis
yang menghasilkan produk akhir berupa piruvat yang akan dikonversi
sehingga membentuk asam. Asam tersebut kemudian diubah menjadi H2
dan CO2 melalui mekanisme enzim hidrogen lyase sehingga menghasilkan
gas, gas yang terbentuk akan terperangkap ke dalam tabung durham.39

2. Uji IMViC dan TSIA

Tabel 4.6 Uji IMVIC dan TSIA dari Media EMB

Warna Koloni
Hasil Uji Biokimia
Pink Pink Hijau Kilat Ungu
Keunguan Logam
Indol - - - -

Motility + + + +

MR + - + -

VP - - - -

Citrate + + + +
TSIA +/+ gas +/+ gas +/+ gas -/+ gas

Hasil uji IMViC pada koloni berwarna pink dan hijau kilap logam
menunjukkan hasil (-, +, -, +). Pada penelitian ini hasil uji indol tidak sesuai
52

dengan karakteristik bakteri E. coli yang indolnya positif. Hal ini dapat
terjadi karena produksi indol oleh bakteri belum cukup untuk bereaksi
dengan dimetylaminobenzaldehide yang ada pada reagen erlich sehingga
tidak menghasilkan senyawa rosindol yang berwarna merah. Akan tetapi
menurut Connie R. Mahon et al (2015) bakteri dari genus Escherichia
sebagian besar indolnya positif dan beberapa kultur dapat juga indolnya
neagtif. 45

Hasil uji IMViC pada koloni pink keunguan dan ungu


menunjukkan hasil (-, -, -, +). Pada penelitian ini uji MR tidak sesuai, hal
ini disebabkan koloni yang tumbuh merupakan famili Enterobacteriaceae
selain E. coli contohnya Enterobacter aerogenes yang merupakan bakteri
butanediol fermenter sehingga pada uji MR pH yang dihasilkan >4 dan
tidak mengubah warna indikator methyl red. Menurut Harley (2012) hasil
MR negatif dapat juga disebabkan karena produksi asam campuran hasil
fermentasi belum cukup untuk mengubah pH hingga ≤5 dan mengubah
warna indikator menjadi merah.

A c D
B
c d

Gambar 4.5 (A) Hasil negatif indol dan positif motilitas, (B) Hasil
positif MR dan negatif VP, (C) hasil +/+ gas pada TSIA dan positif sitrat
(D) hasil -/+ gas TSIA
53

Hasil uji TSIA pada koloni pink, pink keunguan, dan hijau kilap
logam menunjukkan hasil +/+ gas sesuai dengan hasil uji fermentasi
karbohidrat. Hasil tidak sesuai didapatkan pada koloni ungu yang positif
pada semua fermentasi karbohidrat akan tetapi -/+ gas pada TSIA. Hal ini
dapat terjadi karena menurut Prescott dan Harley (2012) bakteri E. coli
dapat menunjukkan hasil (+) pada dasar media TSIA dan (+) atau (-) pada
lerengnya.

A. Inokulasi Bakteri pada Media SSA


1. Uji Fermentasi Karbohidrat

Tabel 4.7 Uji Fermentasi Karbohidrat (gula-gula) dari Media SSA

Hasil Uji Biokimia Warna Koloni


Pink Putih Putih bertitik hitam
Glukosa +g +g +g
Laktosa +g - -
Maltosa +g +g -
Mannitol +g - -
Sukrosa +g +g +g

Berdasarkan hasil uji fermentasi karbohidrat pada koloni putih dan


putih bertitik hitam menunjukkan hasil negatif pada laktosa dan mannitol.
Menurut Brooks (2010) bakteri Salmonella sp. tidak memfermantasi laktosa
sehingga tidak terjadi perubahan warna indikator phenol red akibat tidak
adanya produksi asam.
54

Gambar 4.6 Hasil positif (warna media kuning) dan hasil negatif (warna
media ungu) uji gula-gula

Hasil uji biokimia tidak sesuai didapatkan pada koloni berwarna pink
yang menunjukkan hasil positif pada semua karbohidrat. Menurut Harley
(2012) terdapat bakteri yang dapat memfermentasi laktosa yang tumbuh
pada media SSA contohnya Escherichia coli, Klebsiella sp., dan
Enterobacter aerogene, sehingga menghasilkan koloni berwarna pink dan
hasil positif pada semua uji fermentasi karbohidrat.48

2. Uji IMViC dan TSIA

Tabel 4.8 Uji IMVIC dan TSIA dari Media SSA

Warna Koloni
Hasil Uji Biokimia
Pink Putih Putih bertitik hitam
Indol - - -

Motility + + +

MR + - +

VP _ - -

Citrate + + -
TSIA +/+gas -/+ gas -/+ gas
55

Hasil uji IMViC pada koloni pink menunjukkan hasil (-, +, -, +)


yang sesuai dengan karakteristik bakteri Enterobacteriaceae yang
memfermentasi laktosa seperti Escherichia coli. Hal ini didukung dengan
hasil +/+ gas pada uji TSIA yang menunjukkan terjadi fermentasi laktosa
oleh bakteri tersebut.21, 24, 25

Hasil uji IMViC pada koloni putih menunjukkan hasil (-, -, -, +),
pada penelitian ini hasil uji MR tidak sesuai dengan bakteri Salmonella sp.
yang menghasilkan MR positif. Menurut Harley (2012) hasil MR negatif
dapat terjadi karena produksi asam campuran hasil fermentasi belum cukup
untuk mengubah pH hingga ≤5 dan mengubah warna indikator menjadi
merah.

Hasil uji IMViC pada koloni putih dengan titik hitam menunjukkan
hasil (-, +, -, -) yang sesuai dengan karakteristik bakteri Salmonella sp.24

Perbedaan hasil uji sitrat pada koloni putih dengan putih titik hitam
dapat terjadi karena adanya perbedaan spesies. Menurut Breed, RS (1994)
bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri yang dapat atau tidak
dapat menggunakan garam amonium sebagai satu-satunya sumber nitrogen,
sehingga dapat menghasilkan hasil (+) maupun (-) pada uji citrate.46

Hasil uji TSIA pada koloni putih dan putih dengan titik hitam
didapatkan hasil -/+ gas menurut Ryan dan Ray (2014) bakteri Salmonella
sp. tidak memfermentasi laktosa sehingga tidak terjadi perubahan warna
lereng pada media TSIA. 45

Penelitian terkait uji biokimia untuk identifikasi bakteri


Escherichia coli dan Salmonella sp. dilakukan oleh Islam MM et al (2014)
dengan sampel feses dan makanan ayam dengan menggunakan media SSA,
EMB, dan Mac Conkey serta dilakukan uji biokimia. Hasil yang didapat
dari koloni hijau kilap logam pada media EMB adalah positif pada laktosa,
sukrosa, mannitol, indol, dan MR. Hasil uji TSIA didapatkan lereng dan
dasar berwarna kuning serta menghasilkan gas (+/+g) sesuai dengan
56

karakteristik bakteri E. coli, sedangkan pada koloni berwarna putih yang


tumbuh di SSA didapatkan hasil positif pada mannitol dan hasil negatif pada
uji MR, laktosa, sukrosa, VP, dan indol. Pada hasil uji TSIA didapatkan
lereng berwarna merah dan dasar kuning (-/+H2S) serta menghasilkan H2S
sesuai dengan karakteristik bakteri Salmonella sp.47, 48

4.2 Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti menemukan beberapa


keterbatasan antara lain:

 Tidak dilakukan pengukuran suhu sampel makanan jajanan saat


dibeli
 Tidak dilakukan penilaian terhadap higienitas baik pada penjual,
lingkungan serta dalam proses pengolahan, pengangkutan,
penyimpanan dan penyajian makanan
 Tidak dilakukan penilaian terhadap pengetahuan akan higienitas
makanan pada penjual dan siswa sekolah dasar sebagai pembeli
makanan
 Tidak dilakukan quality control terhadap media dan reagen
indikator yang digunakan sehingga tidak diketahui kualitasnya
 Tidak diketahui secara pasti makanan tersebut menyebabkan diare
terutama pada siswa sekolah dasar tempat sampel diambil karena
tidak dilakukan penilaian terhadap hubungan kejadian diare dengan
kontaminasi makanan jajanan
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

 Pada seluruh sampel jajanan batagor terdapat cemaran bakteri


 Jumlah koloni bakteri pada 4 dari 5 sampel yang diuji melebihi
ambang batas normal yang ditetapkan Dirjen BPOM
 Diduga terdapat bakteri Escherichia coli dalam 2 sampel dari 5
sampel uji dan diduga terdapat bakteri Salmonella sp. dalam 3 dari
5 sampel uji pada sampel dengan berat 10 gram
 Hasil uji biokimia terhadap koloni pada media EMB dan SSA
100% menunjukkan adanya bakteri dari famili Enterobacteriaceae
dari beberapa genus sehingga menghasilkan beberapa perbedaan
reaksi

5.2 Saran

Sesuai dengan keterbatasan penelitian, peneliti memberikan saran


sebagai berikut:

 Penelitian lebih lanjut sebaiknya dilakukan dengan mengukur suhu


makanan terlebih dahulu sehingga dapat diketahui suhu optimum
untuk pertumbuhan bakteri
 Penelitian lebih lanjut disertai dengan penilaian terhadap higienitas
baik pada penjual, lingkungan serta dalam proses pengolahan,
pengangkutan, penyimpanan dan penyajian makanan sehingga
dapat diketahui faktor penyebab terbanyak kontaminasi bakteri
pada makanan
 Penelitian lebih lanjut dengan pemeriksaan pada reagen yang
digunakan sehingga dapat meminimalisir terjadinya hasil uji
biokimia yang tidak semestinya

57
58

 Penilitian lebih lanjut dengan menilai hubungan kejadian diare


pada siswa sekolah dasar dengan kontaminasi makanan jajanan
 Penelitian lebih lanjut dengan menilai pengetahuan penjual jajanan
dan siswa sekolah dasar sebagai pembeli tentang higienitas
makanan
DAFTAR PUSTAKA

1. Badan POM RI. Laporan Tahunan Badan POM 2015. Mei 2016. [cited
2016 Agustus 04]. Available from :
http://www.pom.go.id/ppid/2016/kelengkapan/laptah2015.pdf
2. Lubis, P. A. H. Identifikasi Bakteri Escherichia coli serta Salmonella sp.
yang Diisolasi dari Soto Ayam. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2015
3. Badan POM RI. Pengujian Mikrobiologi Makanan. Info POM Peengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia Vol. 9, No. 2. Maret 2008. [cited
2016 Agustus 04]. Available from:
http://perpustakaan.pom.go.id/KoleksiLainnya/Buletin%20Info%20POM/
0208.pdf
4. Kementerian Kesehatan RI. Situasi Pangan Jajanan Anak Sekolah. Info
DATIN Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI ISSN 2442-
7659. 2015. [cited 2016 Agustus 04]. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
pjas.pdf
5. Supraptini. Kejadian Keracunan Makanan dan Penyebabnya Di Indonesia
1995-2000. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2002. 1(3) : 127-135
6. Badan POM RI. Keracunan Pangan Akibat Bakteri Patogen Bagian I.
Sentra Informasi POM Pengawas Obat dan Makanan. 2014. [cited 2016
Agustus 05]. Available from:
http://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunbakpatogen.pdf
7. Kementerian Kesehatan RI. Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela
Data dan Informasi Kesehatan Triwulan II. 2011. [cited 2016 Agustus 05].
Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/buletin/buletin-
diare.pdf
8. Yunaenah. Kontaminasi E. coli pada Makanan Jajanan di Kantin Sekolah
Dasar Wilayah Jakarta Pusat Tahun 2009. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
UI. Jakarta. 2009

59
60

9. Mirawati, Mega dkk. Identifikasi Salmonella pada Jajanan yang Dijual di


Kantin dan Luar Kantin Sekolah Dasar. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kesehatan. 2014. 1(2) : 141-147
10. Kamus Besar Bahasa Indonesia. [cited 2016 Agustus 02]. Available from:
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/
11. Kepmenkes RI No. 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Pedoman
Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan. [cited 2016 Agustus 03].
Available from: http://hukum.unsrat.ac.id/men/menkes_942_2003.pdf
12. Marda, Nurwafiah dkk. Analisis Mutu Mikrobiologis pada Pangan Jajanan
Anak di SD Kompleks Lariangbangi Makassar. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Hasanuddin. Makassar. 2012
13. Badan POM RI. Keracunan Pangan Akibat Bakteri Patogen Bagian II.
Sentra Informasi POM Pengawas Obat dan Makanan. 2014. [cited 2016
Agustus 06]. Available from:
http://www2.pom.go.id/public/siker/desc/produk/racunbakpatogen.pdf
14. Sugiri, Yoni Darmawan. Keamanan Pangan. BP3HK Dinas Peternakan
Provinsi Jawa Barat. [cited 2016 Agustus 06]. Available from:
http://www.disnak.jabarprov.go.id/files_uploads/Keamanan_Pangan2.pdf
15. Setyorini, Endah. Hubungan Praktk Higiene Pedagang dengan Keberadaan
Escherichia coli pada Rujak yang Dijual Di Sekitar Kampus Universitas
Negeri Semarang. Fakultas Ilmu Keolahragaan. Universitas Negeri
Semarang. Semarang. 2013
16. Siagian, Albiner. Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber
Pencemarannya. Fakultas Kesehatan Masyarakat. USU. Medan. 2002
17. Kurniawati, Desy. Studi Kualitatif Cara Pengolahan Makanan pada
Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan di Kecamatan Banyudono
Kabupaten Boyolali. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Solo. 2014
18. Rahmawati, Fitri. Teknologi Proses Pengolahan Tahu dan Pemanfaatan
Limbahnya. Fakultas Teknik. UNY. Yogyakarta. 2013
61

19. Sari, Mulia. Uji Bakteriologis dan Resistensi Antibiotik Terhadap Bakteri
Escherichic coli dan Shigella sp pada Makanan Gado-Gado di Kantin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2015
20. Jorgensen, JH et al. Manual of Clinical Microbiology 11th edition Volume
1. Washington DC: ASM Press. 2015. Halaman 685
21. Brooks, GF et al. Jawetz, Melnick & Adelberg’s Medical Microbiology
25th edition. New York: McGraw-Hill Companies. 2010. Chapter 15
22. Pommerville, JC. Alcamo’s Fundamentals of Microbiology 9th edition.
Canada: Jones and Bartlett Publishers. 2011. Halaman 179-349
23. Mishra SK, Agrawal Dipti. A Concise Manual of Pathogenic
Microbiology. New Jersey: Wiley-Blackwell. 2012. Halaman 71
24. Mahon, CR. Textbook of Diagnostic Microbiology 5th edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier. 2015. Halaman 181-420
25. Staf Pengajar FKUI. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi.
Jakarta: Binarupa Aksara. 1994
26. Kayser, FH. Medical Microbiology. New York: Thieme Stuttgart. 2005.
Halaman 295
27. Ryan KJ, Ray CG. Sherris Medical Microbiology 6th edition. New York:
McGraw-Hill. 2014. Halaman 579
28. Widiastuti, Kadek. Konsumsi Pangan yang Sehat dan Aman. Promosi
Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Bali.[cited 2016 Agustus 10].
Available from:
http://www.diskes.baliprov.go.id/files/subdomain/diskes/Artikel/ARTIKE
L%20HKS%202015.pdf
29. Rahmi, HA. Manajemen Penerimaan dan Penyimpanan Bahan Makanan di
Rumah Sakit Haji Jakarta. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN
Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2011
30. Sari DA, Hadiyanto. Teknologi dan Metode Penyimpanan Makanan
Sebagai Upaya Memperpanjang Shelf Life. Jurnal Aplikasi Teknologi
Pangan Vol.2 No.2 . 2013
31. Sarjono, PR dkk. Profil Kandungan Protein dan Tekstur Tahu Akibat
Penambahan Fitat pada Proses Pembuatan Tahu. JSKA Vol. IX No. 1. 2006
62

32. Tortora, GJ et al. Microbiology an Intoduction 12th edition. New York:


Pearson. 2015
33. Thomas, Margie dkk. Teknik Isolasi dan Kultur. Fakultas Kedokteran.
USU. Medan. 2011
34. Kusnadi dkk. Buku Teks Mikrobiologi FMIPA UPI. [cited 2016 Agustus
12]. Available from:
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196805091
994031-
KUSNADI/BUKU_COMMON_TEXT_MIKROBIOLOGI,_Kusnadi,dkk/
BAB_IV_PERTUMB.BAKTERI.pdf
35. Harti AS, Dra., M.Si. MIKROBIOLOGI KESEHATAN: Peran
Mikrobiologi dalam Bidang Kesehatan Edisi 1. Yogyakarta: Andi. 2015.
Halaman 105-184
36. Rofi’i, Fatkhan. Hubungan Antara Jumlah Total Bakteri dan Angka
Katalase terhadap Daya Tahan Susu. Fakultas Kedokteran Hewan. IPB.
Bogor. 2009
37. Badan Standarisasi Nasional RI. Standar Nasional Indonesia (SNI) No.
08.3-7388-2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam
Pangan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. 2009
38. Lazuardi, Wirapraja dkk. Identifikasi Uji Biokimia Bakteri Bacillus sp.
sebagai Bakteri Petrofilik Pendegradasi Kontaminan pada Proses
Bioremediasi. Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan. IPB. Bogor.
2014
39. Raharja, ZT. Identifikasi Escherichia coli pada Air Minum Isi Ulang dari
Depot di Kelurahan Pisangan dan Cirendeu. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2015
40. Horvath RS, Ropp ME. Mechanism of Action of Eosin-Methylene Blue
Agar in the Differentiation of Escherichia coli and Enterobacter
aerogenes. International Journal of Systematic Microbiology Vol. 24 No.
2. April 1974, p. 221-224
63

41. Liem Joshua, Drastini Yarsi. Identifikasi Escherichia coli O127:H7 pada
Susu Sapi Perah dan Lingkungan Peternakan. Jurnal Kedokteran Hewan
Vol. 9 No. 2. September 2015
42. Yuswananda, NP. Identifikasi Bakteri Salmonella sp. pada Makanan
Jajanan di Masjid Fathullah Ciputat Tahun 2015. Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2015
43. Puspitasari, RL. Kualitas Jajanan Siswa di Sekolah Dasar. Jurnal Al-Azhar
Indonesia Seri Sains dan Teknologi Vol. 2 No. 1. Maret 2013
44. Aditia Lasinrang, Muthiadin Cut. Uji Kualitas Mikrobiologis pada
Makanan Jajanan di Kampus II UIN Alauddin Makassar. Jurnal Ilmiah
Biologi Vol.3 No. 2. Desember 2015. Halaman 119-123
45. Prescott LM, Harley JP. Laboratory Exercises in Microbiology fifth
edition. New York: McGraw-Hill Companies.2012. p. 126-153
46. Breed, RS et al. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology 9th
edition. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins. 1994. p. 332-346
47. Tze, EE. Characterization of Escherichia coli Isolated from Village
Chicken and Soil Samples. Faculty of Resources Science and Technology.
University Malaysia. Sarawak. 2011
48. Islam, MM et al. Isolation and Identification of Escherichia coli and
Salmonella from Poultry Litter and Feed. International Journal of Natural
and Social Sciences. 2014. p. 1-7
LAMPIRAN

Lampiran 1

Hasil Penghitungan Penelitian

Tabel 1 Jumlah Koloni pada Setiap Pengambilan dengan Teknik Duplo

Kons Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5


entra Penga Penga Penga Penga Penga Penga Penga Penga Penga Penga
si mbila mbila mbila mbila mbila mbila mbila mbila mbila mbila
n1 n2 n1 n2 n1 n2 n1 n2 n1 n2
10-2 271 269 42 12 1 1 31 7 97 93
ke 1
10-2 124 113 128 0 14 34 9 3 32 74
ke 2
10-3 156 15 1 0 62 30 2 5 88 6
ke 1
10-3 169 66 3 62 0 10 1 0 49 5
ke 2
10-4 73 13 12 0 0 0 0 0 18 1
ke 1
10-4 113 9 15 0 0 0 0 0 11 0
ke 2
10-5 97 0 0 0 0 2 0 0 14 0
ke 1
10-5 89 0 0 0 0 4 0 0 28 0
ke 2

Tabel 2 Jumlah Rata-rata Koloni pada Setiap Pengambilan

Kons Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Sampel 4 Sampel 5


entra
Penga Penga Penga Penga Penga Penga Penga Penga Penga Penga
si mbila mbila mbila mbila mbila mbila mbila mbila mbila mbila
n1 n2 n1 n2 n1 n2 n1 n2 n1 n2

10-2 198 191 85 6 8 18 20 5 65 84


10-3 163 41 2 31 31 20 2 3 69 6
10-4 93 11 14 0 0 0 0 0 15 1
10-5 93 0 0 0 0 3 0 0 21 0

64
65

Tabel 3 Jumlah Koloni pada Setiap Sampel

Konsen 10-2 10-3 10-4 10-5 Rata-rata Keterangan


trasi Jumlah
Bakteri
Sampel (CFU/gram)
1 195 102 52 47 1,3 x 106 Melebihi ambang
batas
2 46 17 7 0 2,3 x 104 Melebihi ambang
batas
3 13 26 0 2 6,0 x 104 Melebihi ambang
batas
4 13 3 0 0 1,1 x 103 Tidak melebihi
ambang batas
5 75 38 8 11 3,1 x 105 Melebihi ambang
batas

Penghitungan Rata-Rata Jumlah Bakteri

Sampel 1

1 5 x 102 + 102 x 103 + 52 x 104 + 47 x 105


Jumlah Bakteri =
4
= 1,3 x 106

Sampel 2

46 x 102 + 17 x 103 + 7 x 104 + 0 x 105


Jumlah Bakteri = = 2,3 x 104
4

Sampel 3

13 x 102 + 26 x 103 + 0 x 104 + x 105


Jumlah Bakteri = = 6,0 x 104
4

Sampel 4

13 x 102 + 3 x 103 + 0 x 104 + x 105


Jumlah Bakteri = = 1,1 x 103
4

Sampel 5

13 x 102 + 3 x 103 + 0 x 104 + x 105


Jumlah Bakteri = = 3,1 x 105
4
66

Lampiran 2

Alat dan Bahan

Vortex Timbangan digital Hot plate

Kulkas Kulkas Laminar air flow

autoklaf Inkubator Oven


67

Lampiran 2 (lanjutan)

Alat dan Bahan

blender mikroskop Indikator uji biokimia

Set pewarnaan Gram Bubuk Media Padat Bubuk Media cair

Tabung reaksi dan rak Set alat laboratorium


68

Lampiran 3

Alur Kerja Penelitian

Pembuatan media cair Sterilisasi bahan media Pembuatan media padat


(NB) (NA, EMB, SSA)

Menghaluskan sampel Sampel ditimbang Sampel


dengan blender sebanyak 10gr dimasukkan ke NB

Sampel pada media Penanaman sampel Ideentifikasi dengan


NB divortex pada media agar uji biokimia
69

Lampiran 4

Hasil Penelitian

10-2 (1) 10-2 (2) 10-3 (1)

10-3(2) 10-4(1) 10-4(2)

10-5(1) 10-5(2) kontrol


70

Lampiran 5

Riwayat Penulis

RIWAYAT HIDUP

Nama : Risna Wahyu Ananda Putri

Usia : 19 tahun

Tempat, Tanggal Lahir : Surabaya, 19 Maret 1997

Alamat : Perum. Pondok Maritim Indah blok AK-9, Surabaya

No. HP : 085600946343

Email : ananda.risna19@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. TK Aisyiyah Bustanul Athfal 14 Surabaya 2000-2002


2. SD Muhammadiyah 22 Surabaya 2002-2008
3. Al-Izzah IIBS Batu 2008-2011
4. MA Akselerasi Amanatul Ummah Surabaya 2011-2013
5. PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013-sekarang

Anda mungkin juga menyukai