Anda di halaman 1dari 63

ASUHAN KEPERAWATAN

SISTEM KARDIOVASKULAR

Di Susun Oleh
Kelompok 1
Keperawatan 2016

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2019

1
ANGGOTA KELOMPOK

1. Anastasya dwi yanti kadir


2. Fitri R Magaribu
3. Merlin M Kau
4. Nikma Husain
5. Regita Monoarfa
6. Rustiyanti Rauf
7. Siti Fadila Sulema
8. Zein Susanti Ali

9. Apriani Bantu
10. Putri Ningka Yusuf
11. Novia Fernanda Moniaga
12. Sitti Rosdiyana Napu
13. Sasmita Lauma
14. Mirandawati Saleh
15. Hamdan Yusuf
16. Ziyanti Piyohu
17. Delfianti Umar

18. Buang Mohamad Misilu


19. Deys Citra R Saleh
20. Indirwan Bouato
21. 19 . Moh Indra Ntuntu
22. Nurain Lailaturrahmatiyah Laya
23. Rita Abdul Kadir
24. Serlin Mohamad Umar
25. Sri Wahyuni R. Idris

2
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu.

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan paper tentang Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskular

Paper ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan paper ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan paper ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki paper ini.

Gorontalo, 9 April 2019

Kelompok I (Satu)

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................1

DAFTAR ISI.............................................................................................................2

1.1 Hipertensi
A. Konsep Dasar Medis......................................................................................3
B. Konsep Dasar Keperawatan...........................................................................11
1.2 Angina Pektoris
A. Konsep Dasar Medis......................................................................................20
B. Konsep Dasar Keperawatan...........................................................................24
1.3 Infark Miokard
A. Konsep Dasar medis.......................................................................................29
B. Konsep Dasar Keperawatan...........................................................................36
1.4 CHF
A. Konsep Dasar Medis......................................................................................50
B. Konsep Dasar Keperawatan...........................................................................58

Daftar Pustaka...........................................................................................................59

4
1.1 Hipertensi

A. Konsep Dasar Medis


1. Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistole, yang tingginya
tergantung umur individu yang terkena. Tekanan darah fluktuasi dalam
batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stres yang
dialami.
Hipertensi juga sering digolongkan sebagai ringan, sedang, atau berat,
berdasarkan tekanan diastole. Hipertensi ringan bila tekanan darah diastole
95-104, hipertensi sedang tekanan diastole-nya 104-114, sedangkan
hipertensi berat tekanan diastole-nya >115.
(Jan Tambayong, Patofisiologi untuk Keperawatan. 2000. Hal: 94)

2. Etiologi
a. Usia
Insidens hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia.
Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun dengan jelas
menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur.
b. Kelamin
Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi daripada wanita,
namun pada usia pertengahan dan lebih tua, insidens pada wanita
mulai meningkat, sehingga pada usia di atas 65 tahun, insidens pada
wanita lebih tinggi.
c. Ras
Hipertensi pada yang berkulit hitam paling sedikit dua kalinya
pada yang berkulit putih. Akibat penyakit ini umumnya lebih berat
pada ras kulit hitam. Misalnya mortalitas pasien pria hitam dengan

5
diastole 115 atau lebih 3,3 kali lebih tinggi daripada pria berkulit
putih, dan 5,6 kali bagi wanita putih.
d. Pola hidup
Faktor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor pola hidup lain
telah diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, tingkat
pendidikan rendah, dan kehidupan atau pekerjaan yang penuh stres
agaknya berhubungan dengan insidens hipertensi yang lebih tinggi.
Obesitas dipandang sebagai faktor risiko utama. Bila berat badannya
turun, tekanan darahnya sering turun menjadi normal. Merokok
dipandang sebagai faktor risiko tinggi bagi hipertensi dan penyakit
arteri koroner. Hiperkolesterolemia dan hiperglikemia adalah faktor-
faktor utama untuk perkembangan aterosklerosis, yang berhubungan
erat dengan hipertensi.
Lipoprotein serum. Ada lima famili lipoprotein: 1) kilomikron, 2)
very-low- density lipoprotein (VLDL), 3) intermediate-density
lipoprotein, 4) low-density lipoprotein (LDL), dan 5) high-density
lipoprotein (HDL). Masing-masing mempunyai fungai berbeda dalam
tubuh. Kilomikron mentranspor kebanyakan substansi makanan dan
VLDL membawa kebanyakan trigeliseida. Banyak kolesterol plasma
diangkut pleh LDL. HDL berfungsi sebagai reservoar bagi lipoprotein
yang terlibat transpor trigliserida dan esterifikasi dari kolesterol. HDL
biasanya lebih tinggi pada wanita daripada pria. Di duga HDL
melindungi terhadap serangan penyakit arteri koroner.
e. Diabetes melitus
Hubungan antara diabets melitus dan hipertensi kurang jelas,
namun secara statistik nyata ada hubungan antara hipertensi dan
penyakit arteri koroner. Penyebab utama kematian pasien diabetes
melitus adalah penyakit kardiovaskular, terutama yang mulainya dini

6
dan kurang kontrol. Hipertensi dengan diabetes melitus meningkatkan
mortalitas.
(Jan Tambayong, Patofisiologi untuk Keperawatan. 2000. Hal: 95-
96)

3. Patofisiologi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan Total Peripheral
Resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut
yang tidak terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi.
Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan
darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan
mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem
pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari
sistem reaksi cepat seperti refleks kardiovaskuler melalui sistem saraf,
refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal
dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem
pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi
kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan
vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam
jangka panjang yang dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan
tubuh yang melibatkan berbagai organ.

Patofisiologi hipertensi primer terjadi melalui mekanisme :


a. Curah jantung dan tahanan perifer
Peningkatan curah jantung terjadi melalui dua cara yaitu
peningkatan volume cairan atau preload dan rangsangan saraf yang
mempengaruhi kontraktilitas jantung. Curah jantung meningkat secara
mendadak akibat adanya rangsang saraf adrenergik. Barorefleks
menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sehingga tekanan darah

7
kembali normal. Namun pada orang tertentu, kontrol tekanan darah
melalui barorefleks tidak adekuat sehingga terjadi vasokonstriksi
perifer.
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama terjadi
apabila terdapat peningkatan volume plasma berkepanjangan akibat
gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam
berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun
penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan
garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma menyebabkan
peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan
volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya
berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik.
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat
berpengaruh terhadap normalitas tekanan darah. Tekanan darah
ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol
kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus berpengaruh pada
peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi
otot halus mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang
dimediasi oleh angiotensin dan menjadi awal meningkatnya tahanan
perifer yang irreversible.
Peningkatan resistensi perifer disebabkan oleh resistensi garam
(hipertensi tinggi renin) dan sensitif garam (hipertensi rendah renin).
Penderita hipertensi tinggi renin memiliki kadar renin tinggi akibat
jumlah natrium dalam tubuh yang menyebabkan pelepasan angiotensin
II. Kelebihan angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi dan memacu
hipertrofi dan proliferasi otot polos vaskular. Kadar renin dan
angiotensin II yang tinggi pada hipertensi berkorelasi dengan
kerusakan vaskular. Sedangkan pada pasien rendah renin, akan

8
mengalami retensi natrium dan air yang mensupresi sekresi renin.
Hipertensi rendah renin akan diperburuk dengan asupan tinggi garam.
Jantung harus memompa secara kuat dan menghasilkan
tekanan lebih besar untuk mendorong darah melintasi pembuluh darah
yang menyempit pada peningkatan Total Periperial Resistence.
Keadaan ini disebut peningkatan afterload jantung yang berkaitan
dengan peningkatan tekanan diastolik. Peningkatan afterload yang
berlangsung lama, menyebabkan ventrikel kiri mengalami hipertrofi.
Terjadinya hipertrofi mengakibatkan kebutuhan oksigen ventrikel
semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah
lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-
serat otot jantung mulai menegang melebihi panjang normalnya yang
akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume
sekuncup.
b. Sistem renin-angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume
cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem renin-angiotensin
merupakan sistem endokrin penting dalam pengontrolan tekanan
darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai
respon glomerulus underperfusion, penurunan asupan garam, ataupun
respon dari sistem saraf simpatetik.
Mekanisme terjadinya hipertensi melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme
(ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam pengaturan
tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi
hati, kemudian oleh hormon renin yang diproduksi ginjal akan diubah
menjadi angiotensin I (dekapeptida tidak aktif). Angiotensin I diubah
menjadi angiotensin II (oktapeptida sangat aktif) oleh ACE yang
terdapat di paru-paru. Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan

9
tekanan darah karena bersifat sebagai vasokonstriktor melalui dua
jalur, yaitu:
1. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja
pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler
akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian
instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga
meningkatkan tekanan darah.
2. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler. Aldosteron mengurangi
ekskresi NaCl dengan cara reabsorpsi dari tubulus ginjal. Naiknya
konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada akhirnya
meningkatkan volume dan tekanan darah.
c. Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor pada medula otak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion
ke pembuluh darah, di mana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

10
Sirkulasi sistem saraf simpatis menyebabkan vasokonstriksi dan
dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom memiliki peran penting dalam
mempertahankan tekanan darah. Hipertensi terjadi karena interaksi
antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama
dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa
hormon.30 Hipertensi rendah renin atau hipertensi sensitif garam,
retensi natrium dapat disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik
simpatis atau akibat defek pada transpor kalsium yang berpapasan
dengan natrium. Kelebihan natrium menyebabkan vasokonstriksi yang
mengubah pergerakan kalsium otot polos.
d. Perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah
Perubahan struktural dan fungsional sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah terutama pada
usia lanjut. Perubahan struktur pembuluh darah meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang mengakibatkan penurunan
kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.23 Sel endotel
pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan
pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif
lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi
endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.
(http://eprints.undip.ac.id/37291/1/AGNESIA_NUARIMA_G2A00
8009_LAP_KTI.pdf)

4. Manifestasi Klinik
Pemeriksaan fisik dapat pula tidak dijumpai kelainan apapun selain
peninggian tekanan darah yang merupakan satu-satunya gejala.. Individu
penderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai bertahun-
tahun. Apabila terdapat gejala, maka gejala tersebut menunjukkan adanya

11
kerusakan vaskuler, dengan manifestasi khas sesuai sistem organ yang
divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.
Elizabeth J. Corwin menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis
timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun. Manifestasi klinis
yang timbul dapat berupa nyeri kepala saat terjaga yang kadang-kadang
disertai mual dan muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranium,
penglihatan kabur akibat kerusakan retina, ayunan langkah tidak mantap
karena kerusakan susunan saraf, nokturia (peningkatan urinasi pada
malam hari) karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus, edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.23
Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau
serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara
pada satu sisi atau hemiplegia atau gangguan tajam penglihatan.
Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis, mudah marah,
telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata
berkunang-kunang.
(http://eprints.undip.ac.id/37291/1/AGNESIA_NUARIMA_G2A00800
9_LAP_KTI.pdf)

5. Pemeriksaan Diagnostik
Uji diagnostik awal hipertensi ditentukan berdasarkan hasil
pemeriksaan tekanan darah yang tinggi. Pemeriksaan dilakukan paling
sedikit dua kali dalam waktu yang tidak bersamaan dengan posisi pasien
duduk dan berbaring. Setelah diagnosis ditentukan, pemeriksaan
diagnostik yang spesifik dilakukan untuk menentukan penyebab
hipertensi, luasnya kerusakan pada organ-organ vital (ginjal, jantung,
otak), dan pembuluh-pembuluh retina. Hasil dari pemeriksaan ini dapat
digunakan sebagai data dasar untuk membandingkan hasil-hasil
pemeriksaan selanjutnya. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:

12
a. Pemeriksaan darah lengkap (hitung diferensial dan kimia serum)
b. Fungsi ginjal (nitrogen urea darah, kreatinin, urinalisis rutin)
c. Panel lipid untuk mengetahui adanya hiperlipidemia
d. Elektrokardiogram (EKG), sinar-X toraks, ekokardiogram, untuk
melihat adanya pembesaran jantung, dan hipertrofi ventrikel kiri.
(Mary Baradero. Klien Gangguan Kardiovaskular: Seri Asuhan
Keperawatan. 2008. Hal: 52)

6. Prognosis
Terdapat beberapa skor prediktor yang dapat digunakan untuk menilai
prognosis jangka panjang. Tekanan darah termasuk salah satu komponen
penting untuk penilaian risiko kejadian kardiovaskular. Skor WHO/ISH
memprediksi kejadian kardiovaskular (infark miokard atau stroke) dalam
jangka waktu 10 tahun berdasarkan tekanan darah sistolik, kadar
kolesterol total, diabetes, status merokok, jenis kelamin, serta usia.[29]
Skor prediksi studi Framingham juga memprediksi kejadian
kardiovaskular 10 tahun dengan komponen penilaian berupa TDS, usia,
penggunaan obat anti hipertensi, diabetes, status merokok, kadar total
kolesterol dan HDL serum.
Penurunan tekanan darah terbukti memberikan prognosis baik. Studi
metaanalisis menunjukkan bahwa setiap penurunan tekanan darah sistolik
10 mmHg dapat menurunkan risiko komplikasi penyakit jantung iskemik
sebesar 17%, gagal jantung sebesar 28%, dan stroke sebesar 27%

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Data subjektif
1) Adanya faktor-faktor resiko; riwayat keluarga (penyakit jantung,
hipertensi, stroke, diabetes, hiperglikemia)

13
2) Adanya riwayat hipertensi, obat-obat yang digunakan, kepatuhan,
dan pemeriksaan lanjutan
3) Adanya riwayat penyakit kardiovaskular, serebrovaskular, ginjal,
diabetes, hiperlipidemia
4) Merokok, konsumsi alkohol
5) Kebiasaan makan; riwayat peningkatan atau penurunan berat
badan
6) Kebiasaan gerak badan
7) Pekerjaan, stres, manajemen stres
8) Pengetahuan tentang hipertensi dan pengobatannya
b. Data objektif
1) Periksa tekanan darah 2 kali (lengan kiri dan kanan)
2) Berat badan dan tinggi badan
3) Fundukopi mata untuk mengetahui adanya penyempitan atau
perdarahan arteriole
4) Leher; bruit karotis, distensi vena jugularis, pembesaran kelenjar
tiroid
5) Auskultasi jantung; adanya murmur, peningkatan kecepatan denyut
jantung, tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri
6) Abdomen; bruit, tumor, pembesaran organ-organ abdominal
7) Ekstremitas; warna kulit, edema, hangat, nadi perifer, auskulatsi
arteri femoralis untuk adanya bruit
8) Pengkajian neurologis
9) Uji laboratorium; darah lengkap, kimia darah, lipid, kreatinin,
urinalisis rutin
(Mari Bardero, dkk. Klien Gangguan Kardiovaskular: Seri Asuhan
Keperawatan. 2008. Hal: 54)

14
2. Penyimpangan KDM

3. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
jantung, perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas,
perubahan preload, perubahan afterload dibuktikan dengan tekanan
darah meningkat
b. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia dibutktikan dengan frekuensi
nadi meningkat

15
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan dibuktikan dengan
gambaran EKG menunjukkan iskemia

4. Intervensi
No Diagnosa Noc Nic
1 Penurunan curah NOC : NIC :
jantung berhubungan 1. Cardiac Pump Cardiac Care
dengan perubahan effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada
irama jantung, 2. Circulation ( intensitas,lokasi, durasi)
perubahan frekuensi Status 2. Catat adanya disritmia jantung
jantung, perubahan 3. Vital Sign 3. Catat adanya tanda dan gejala
kontraktilitas, Status penurunan cardiac putput
perubahan preload,
perubahan afterload Fluid Management
dibuktikan dengan 4. Pertahankan catatan intake
tekanan darah dan output yang akurat
meningkat 5. Pasang urin kateter jika
diperlukan
6. Monitor status hidrasi
( kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik ),
jika diperlukan
7. Monitor indikasi retensi /
kelebihan cairan (cracles,
CVP , edema, distensi vena
leher, asites)
8. Kolaborasi dengan dokter

16
untuk pemberian terapi
cairan sesuai  program
9. Monitor status nutrisi
10. Atur kemungkinan tranfusi

Fluid Monitoring
11. Tentukan kemungkinan
faktor resiko dari ketidak
seimbangan cairan
(Hipertermia, terapi diuretik,
kelainan renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi hati,
dll )
12. Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung
13. Monitor membran mukosa
dan turgor kulit, serta rasa
haus
14. Monitor adanya distensi
leher, rinchi, eodem perifer
dan penambahan BB
15. Monitor tanda dan gejala dari
odema
16. Beri cairan sesuai keperluan
17. Kolaborasi pemberian obat
yang dapat meningkatkan
output urin

17
18. Lakukan hemodialisis bila
perlu dan catat respons
pasien

Vital Sign Monitoring


19. Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
20. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
21. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
22. Monitor jumlah dan irama
jantung
23. Monitor bunyi jantung
24. Monitor pola pernapasan
abnormal
25. Monitor sianosis perifer
26. Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
27. Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan dengan 1. Pain Level, Pain Management
iskemia dibutktikan 2. Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan frekuensi nadi 3. Comfort level secara komprehensif
meningkat termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi,

18
1. Mampu frekuensi, kualitas dan faktor
mengontrol nyeri presipitasi
(tahu penyebab 2. Observasi reaksi nonverbal
nyeri, mampu dari ketidaknyamanan
menggunakan 3. Gunakan teknik komunikasi
tehnik terapeutik untuk mengetahui
nonfarmakologi pengalaman nyeri pasien
untuk 4. Kontrol lingkungan yang
mengurangi dapat mempengaruhi nyeri
nyeri, mencari seperti suhu ruangan,
bantuan) pencahayaan dan kebisingan
2. Melaporkan 5. Kurangi faktor presipitasi
bahwa nyeri nyeri
berkurang 6. Pilih dan lakukan
dengan penanganan nyeri
menggunakan (farmakologi, non
manajemen nyeri farmakologi dan inter
3.  Mampu personal)
mengenali nyeri 7. Berikan analgetik untuk
(skala, intensitas, mengurangi nyeri
frekuensi dan 8. Evaluasi keefektifan kontrol
tanda nyeri) nyeri
4.   Menyatakan 9. Tingkatkan istirahat
rasa nyaman 10. Kolaborasikan dengan dokter
setelah nyeri jika ada keluhan dan tindakan
berkurang nyeri tidak berhasil
5. Tanda vital 11. Monitor penerimaan pasien
dalam rentang tentang manajemen nyeri

19
normal
Analgesic Administration
12. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat
13. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
frekuensi
14. Cek riwayat alergi
15. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
16. Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya
nyeri
17. Tentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
optimal
18. Pilih rute pemberian secara
IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
19. Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
20. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri

20
hebat
21. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


berhubungan dengan 1. Energy Energy Management
ketidakseimbangan conservation 1. Observasi adanya
antara suplai dan 2. Self Care : ADLs pembatasan klien dalam
kebutuhan oksigen, melakukan aktivitas
kelemahan dibuktikan Kriteria Hasil 2.  Monitor nutrisi  dan sumber
dengan gambaran 1. Berpartisipasi energi tangadekuat
EKG menunjukkan dalam aktivitas 3.  Monitor pasien akan adanya
iskemia fisik tanpa kelelahan fisik dan emosi
disertai secara berlebihan
peningkatan 4. Monitor respon
tekanan darah, kardivaskuler  terhadap
nadi dan RR aktivitas
2. Mampu 5. Monitor pola tidur dan
melakukan lamanya tidur/istirahat pasien
aktivitas sehari
hari (ADLs) Activity Therapy
secara mandiri 6. Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran
terapi yang tepat.
7. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan

21
8. Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
9. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
10.Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
11.Monitor respon fisik, emosi,
social dan spiritual

1.2 Angina Pektoris


A. Konsep Dasar Medis
1. Definisi
Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan
terjadi sebagai respon terhadap supalai oksigen yang tidak adequate ke
sel-sel miokardium. Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke
punggung, ke rahang, atau ke daerah abdomen (Corwin, 2009)
Angina pectoris ialah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat
serangan dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada
yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada tersebut biasanya
timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera hilang bila
pasien menghentikan aktivitasnya (Mansjoer dkk, 2007)

2. Etiologi
Penyebab angina pectoris adalah adanya arterosklerosis pada arteri
koroner. Adapun faktor resikonya dibagi menjadi yaitu:
a. Faktor resiko yang dapat dirubah:

22
1) Merokok
2) Hipertensi
3) Aktifitas fisik
4) Obesitas
5) Dislipidemia
b. Faktor resiko yang tidak dirubah:
1) Umur
2) Jenis Kelamin
3) Herediter
c. Faktor resiko lainnya:
1) Diabetes Mellitus
2) Stress
3) Alkohol
4) Hormon

3. Patofisiologi
Angina pectoris terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara
kebutuhan oksigen miokardium dan suplai oksigen miokardium. Hal ini
dikarenakan adanya aterosklerotik pada arteri koroner menyebabkan
kekakuan/penyempitan pada arteri koroner sehingga arteri koroner tidak
mampu berdilatasi dan suplai O2 ke miokard juga berkurang (tidak
adekuat). Akhirnya untuk memenuhi kebutuhan energi, sel-sel
miokardium melakukan proses glikolisis anaerob yakni proses
pembentukan energy tanpa menggunakan oksigen, pada proses ini juga
terjadi penimbunan asam laktat yang kemudian menyentuh ujung-ujung
saraf an sebagai nyeri.
Apabila kebutuhan oksigen miokard berkurang, suplai oksigen
menjadi adekuat, sehingga proses pembentukan asam laktat tidak terjadi.
Dengan menghilangnya penimbunan asam laktat, nyeri angina pectoris

23
mereda. Dengan demikian, angina pectoris merupakan suatu kondisi yang
berlangsung singkat.

4. Manifestasi Klinik
a. Angina Stabil
1) Rasa tidak nyaman sering menyebar ke leher, bahu dan punggung.
2) Sesak pada saat beraktifitas, kelelahan
3) Merasa tidak nyaman pada sternum seperti rasa tertekan
b. Angina tidak stabil
1) Ciri khas ketidaknyamanan di dada pada angina ini berupa: nyeri
dada retrosternal atau percordial yang tertekan, sering menyebar ke
leher, lengan kiri, dan bahu.
2) Mual, muntah, palpitasi dan sesak napas
3) Gejala terjadi pada saat istirahat atau pada saaat beraktifitas ringan
c. Angina Varians
Ketidaknyamanan retrosternal mungkin menyebar ke lengan, leher
atau rahang biasanya terjadi pada saat istirahat, sering terjadi pada
waktu pagi hari.

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG
EKG merekam adanya nyeri mungkin disebabkan iskemia dengan
menggambarkan tanda ST elevasi atau depresi. Rekaman EKG selama
episode nyeri memberi kesan adanya kekakuan arteri koroner dan
meluasnya otot jantung menandakan adanya atau terjadinya iskemia.

b. Latihan EKG

24
Selama stress tes, pasien berlatih dengan treadmill atau sepeda
yang tidak berjalan sampai mencapai 85% dari frekuensi jantung.
EKG atau vital sign mungkin mengindikasikan adanya iskemia
c. EBCT (Electron Beam Computed Temography)
Tindakan non invasive ini memungkinkan mendeteksi jumlah dari
kalsium dalam arteri koroner. Karena klasifikasi terjadi dengan adanya
pembentukan dari plak aterosklerosis dikoroner. Tingginya nilai
kalsium koroner mempunyai hubungan dengan penyakit sumbatan
koroner.
d. Koroner Angiography
Angiography merupakan tes atau pemeriksaan diagnostic yang
paling akurat dalam menegakkan diagnose adanya sumbatan pada
arteri koroner karena adanya aterosklerosis.
e. Foto Thoraks
Foto thorak adalah teknik yang mudah untuk melihat atau
mendeteksi adanya cardiomegaly dan penyebab nyeri dada yang bukan
pada bagian jantung (misalnya; pleuritis atau pneumonia).

6. Prognosis
Umumnya pasien dengan angina pektoris dapat hidup bertahun-tahun
dengan hanya sedikit pembatasan dalam kegiatan sehari-hari. Mortalitas
bervariasi dari 2% - 8% setahun. Apalagi dengan angina pectoris stabil
dimana hanya dengan beristirahat sudah dapat sembuh dan angka
kematianpun akan sangat kecil kemungkinannya.
Faktor yang mempengaruhi prognosis adalah beratnya kelainan
pembuluh koroner. Pasien dengan penyempitan di pangkal pembuluh
koroner kiri mempunyai mortalitas 50% dalam lima tahun. Hal ini jauh
lebih tinggi dibandingkan pasien dengan penyempitan hanya pada salah
satu pembuluh darah lainnya. Juga faal ventrikel kiri yang buruk akan

25
memperburuk prognosis. Dengan  pengobatan yang maksimal dan dengan
bertambah majunya tindakan intervensi dibidangkardiologi dan bedah
pintas koroner, harapan hidup pasien angina  pektoris menjadi jauh lebih
baik

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas
2) Keluhan utama
3) Riwayat penyakit sekerang
4) Riwayat kesehatan masa lalu
5) Riwayat kesehatan keluarga
6) Riwayat psikososial

Pengumpulan informasi diperlukan untuk mengetahui seluruh


aktivitas pasien, terutama yang beresiko mengalami serangan jantung
atau angina pectoris. Tanyakan mengenai :

1) Kapan biasanya terjadi serangan? Setelah melakukan aktivitas


tertentu?
2) Bagaimana gambaran nyeri yang dirasakan?
3) Apakah awitan nyeri mendadak atau bertahap?
4) Berapa lama nyeri tersebut berlangsung dalam beberapa detik?
Menit? Jam?
5) Apakah kualitas nyeri menetap dan terus-menerus?
6) Apakah rasa tidak nyaman disertai rasa mual, sakit kepala,
palpitasi dan napas pendek?
7) Bagaimana nyeri berkurang?
b. Pemeriksaan Fisik

26
1) B1 (Breath) : Dyspnea
2) B2 (Blood) : Palpitasi
3) B3 (Brain) : normal, biasanya ditemukan pusing
4) B4 (Bladder) : normal
5) B5 (Bowel) : Obesitas, biasa ditemukan mual dan muntah
6) B6 (Bone) : normal

2. Penyimpangan KDM

3. Diagnosa Keperawatan

27
a. Nyeri akut (Domain 0005, Kategori: Fisiologis, Subkategori:
Respirasi)
b. Intoleran aktifitas (Domain: 0056, Kategori: Fisiologi, Subkatergori,
Aktivitas dan istirahat)
c. Penurunan curah jantung ( Domain: 0008, Kategori: Fisiologi,
Subkategori: Sirkulasi)
d. Ansietas (Domain: 0080, Kategori: Psikologis, Subkategori: Integritas
ego)

4. Perencanaan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


No
Keperawatan hasil (NOC) (NIC)
1 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Monitor karakteristik
(Domain 0005, tindakan keperawatan nyeri; kualitas, lokasi,
Kategori: selama ….x 24 jam skala, dan durasi
Fisiologis, nyeri terkontrol, dengan nyeri.
Subkategori: kriteria hasil : 2. Monitor tanda-tanda
Respirasi) vital selama nyeri
1. Pasien melaporkan
dada.
ketidaknyamanan
3. Menilai gambaran
mulai berkurang.
EKG untuk melihat
2. Pasien tampak rileks
perubahan segmen ST
dan nyaman.
dan gelombang T.
4. Instruksikan pasien
untuk pemberian
NTG sublingual.
Pada saat pemberian
NTG minta pasien

28
untuk duduk dan
berbaring.
5. Instruksikan pasien
untuk rileks dan
istirahat.
6. Kolaborasi pemberian
oksigen

2 Intoleran aktifitas Setelah dilakukan 1. Menilai tekanan


tindakan keperawatan darah dan nadi
(Domain: 0056,
selama ….x 24 jam sebelum, selama, dan
Kategori: Fisiologi,
diharapkan dapat sesudah aktifitas.
Subkatergori,
beraktifitas secara 2. Ingatkan pasien untuk
Aktivitas dan
bertahap, dengan tidak bekerja dengan
istirahat)
kriteria hasil : menggunakan lengan
dan bahu dalam
1. Pasien dapat
jangka waktu yang
beraktifitas dengan
lama.
tanpa adanya
3. Ingatkan pasien untuk
gangguan iskemik.
berobat secara
2. Pasien mengatakan
berlanjut (seperti beta
aktifitas dengan
blockers).
pembatasan energy
4. Menganjurkan
dan istirahat.
istirahat diantara
aktifitas.
5. Menganjurkan untuk
melakukan latihan
aerobic secara
bertahap.

29
3 Penurunan curah Setelah dilakukan 1. Kaji tekanan darah,
jantung ( Domain: tindakan keperawatan adanya sianosis dan
0008, Kategori: selama ….x 24 jam status pernapasan.
Fisiologi, diharapkan peningkatan 2. Mempertahankan
Subkategori: curah jantung, dengan tirah baring pada
Sirkulasi) kriteria hasil : posisi nyaman selama
episode akut
1. Menunjukkan
3. Berikan kesempatan
penurunan curah
kepada pasien untuk
jantung teratasi
istirahat yang adekuat
dibuktikan dengan
dan bantu dalam
keefektifan pompa
melakukan ADL
jantung, status
4. Kolaborasi dengan
sirkulasi dan perfusi
dokter untuk
jaringan.
pemberian obat anti
2. Menunjukkan status
aritmia, nitrogliserin
sirkulasi dibuktikan
dan fasodilator untuk
dengan tekanan
mempertahankan
darah dalam batas
kontraktilitas prelod
normal, bunyi napas
dan afterlod.
tambahan tidak ada,
distensi vena
jugularis tidak ada.
4 Ansietas (Domain: Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan
0080, Kategori: tindakan keperawatan gejala dari ansietas.
Psikologis, selama ….x 24 jam 2. Dorong pasien untuk
Subkategori: diharapkan klien dalam mengekspresikan
Integritas ego) keadaan rileks dan tidak perasaan pada orang
cemas, dengan kriteria yang penting pada

30
hasil : pasien.
3. Berikan informasi
1. Pasien dalam
tentang penyakit dan
tenang, tidak
prognosis pasien.
ditemukan adanya
4. Kolaborasi dengan
palpitasi.
dokter pemberian obat
2. Pasien
(misalnya, sedative)
mengekspresikan
perasaan yang
positif.
3. Pasien dapat
menunjukkan
koping dalam
memecahkan
masalah.
4. Pasien melaporkan
cemas berkurang
atau teratasi.

1.3 Infark Miokard


A. Konsep Dasar Medis
1. Defenisi
Menurut Brunner & Sudarth, 2002 infark miokardium mengacu pada
proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat
sehingga aliran darah koroner berkurang.
Infark Miokard Akut (IMA) adalah kerusakan jaringan miokard akibat
iskemia hebat yang terjadi secara tiba-tiba. Tiga kriteria untuk
menegakkan diagnosis IMA adalah adanya nyeri dada khas infark, elevasi

31
segmen ST pada EKG, dan kenaikan enzim creatine kinase (CK), dan
creatine kinase myocardial band (CKMB).
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke
otot jantung terganggu. (Suyono, 2005)
Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang
cepat disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran
darah dan kebutuhan darah miokard. (Morton, 2012)
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri
koroner besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial
bervariasi dan bergantung kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri
yang tersumbat. Infark myocardium dapat berakibat nekrosis karena parut
atau fibrosis, dan mendatangkan kematian mendadak. (Barbara, 2006)
Infark miokardium, penyumbatan otot jantung, jangkitan otot jantung
atau lebih dikenal dengan istilah serangan jantung adalah kondisi
terhentinya aliran darah dari arteri koroner pada area yang terkena yang
menyebabkan kekurangan oksigen (iskemia) lalu sel-sel jantung menjadi
mati(nekrosis miokard). (wikipedia,2018)
Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Akut Miokard
Infark (AMI) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan atau
kematian otot jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau
terhambatnya aliran darah koroner secara tiba-tiba atau secara tiba-tiba
kebutuhan oksigen meningkat tanpa disertai perfusi arteri koroner yang
cukup.

32
2. Etiologi
Menurut Nurarif (2013), penyebab IMA yaitu :
a. Faktor penyebab :
1) Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3
faktor :
a) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, spasme, arteritis.
b) Faktor sirkulasi : Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.
c) Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.
2) Curah jantung yang meningkat :
a) Aktifitas yang berlebihan.
b) Emosi.
c) Makan terlalu banyak.
d) Hypertiroidisme.
3) Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
a) Kerusakan miocard.
b) Hypertropimiocard.
c) Hypertensi diastolic.
b. Faktor predisposisi :
1) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
a) Usia lebih dari 40 tahun.
b) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause.
c) Hereditas.
d) Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
2) Faktor resiko yang dapat diubah :
a) Mayor : hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas,
diet tinggi lemak jenuh, aklori.
b) Minor : inaktifitas fisik, pola kepribadian tipe A (emosional,
agresif, ambisius, kompetitif), stress psikologis berlebihan.

33
Penyebab paling sering adalah oleh ruptur lesi aterosklerotik pada
arteri koroner yang menyebabkan pembentukan trombus yang menyumbat
arteri lalu mengakibatkan terhentinya pasokan darah ke regio jantung yang
disuplainya..Suplai oksigen yang tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga
menyebabkan kematian sel-sel jantung.

3. Patofisiologi
Pada individu yang kekurangan vitamin dan nutrien pokok lainnya,
terutama vitamin C di berjuta-juta sel dinding vaskuler selama bertahun-
tahun akan merusak/melemahkan fungsi pembuluh darah. Kondisi ini
menyebabkan terbentuknya celah-celah yang akan semakin membesar
pada dinding arteri, terutama arteri koroner.
Mekanisme otomatis tubuh untuk memperbaiki kerusakan dilakukan
melalui produksi molekul lemak (termasuk kolesterol), gula, faktor
pembeku dan faktor lainnya di hati dalam jumlah yang lebih dari biasanya,
kemudian disalurkan melalui aliran darah ke dinding arteri koroner.
Karena arteri koroner telah mengalami kerusakan yang berat, maka
dibutuhkan penanganan yang intensif, atau dengan kata lain terjadi
peningkatan lebih tinggi lagi dari faktor-faktor tersebut. Sejumlah besar
faktor-faktor tersebut lama kelamaan akan tertimbun di bawah endotel di
banyak arteri tubuh. Bila timbunan ini sampai menembus endotel, daerah
ini akan diinvasi oleh jaringan fibrosa dan seringkali mengalami
kalsifikasi, yang berujung pada pembentukan plak aterosklerotik yang
menonjol ke dalam lumen pembuluh darah.
Plak ini cenderung mengalami ruptur akibat ketegangan dari regangan
yang diakibatkan oleh aliran darah. Ruptur plak menyebabkan paparan
kolagen subendotel dan aktivasi kaskade pembekuan, yang selanjutnya
memicu agregasi trombosit yang mengakibatkan keadaan iskemik. Derajat
oklusi koroner dan kerusakan miokardium ini juga dipengaruhi oleh

34
kerusakan endotel akibat pembentukan plak. Iskemia yang berat dan lama
akan menyebabkan suatu regio nekrosis yang terbentang di seluruh
ketebalan dinding miokard.
Iskemia miokard atau infark miokard dimulai di endokardium (lapisan
bagian dalam jantung) dan menyebar ke epikardium (lapisan bagian luar
jantung). Kerusakan jantung yang ireversibel akan terjadi apabila terjadi
penyumbatan total untuk setidaknya 15-20 menit. kerusakan yang
ireversibel terjadi secara maksimal di daerah yang beresiko, dan ketika
oklusi dipertahankan selama 4-6 jam. Sebagian besar kerusakan yang
terjadi di 2-3 jam pertama. Pemulihan dari aliran dalam 4-5 jam pertama
dikaitkan dengan penyelamatan otot jantung, tapi persentase keselamatan
lebih besar jika aliran dipulihkan pada 1-2 jam pertama. Faktor penentu
utama kematian dan penyakit adalah ukuran infark. Meningkatkan
pasokan oksigen ke daerah yang terlibat penyumbatan oleh reperfusi
koroner (angioplasty) lebih efektif dalam menyelamatkan miokardium
daripada penurunan permintaan oksigen.
Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah
infark, tetapi juga daerah iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih
relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan
rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi
dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard.
Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang
bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila
infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal,
pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan
miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark
lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung
terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran
ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun

35
yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel
yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA
makin tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal
ini disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami
perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik,
karena terbentuk jaringan parut yang kaku.
Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya
perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau
infark meluas. Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum
ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan
memperburuk faal hemodinamik jantung.
Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus
parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat,
sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan
mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.

4. Manifestasi Klinis
Gejala umum dari infark miokard adalah nyeri dada yang menyebar
sampai ke punggung dan tangan. Beberapa pasien memiliki gejala
prodromal (cepat lelah, sakit dada ringan, sesak nafas ringan, nyeri ulu
hati ) atau mempunyai riwayat CAD (Coronary Artey Disease), tetapi
sekitar setengah laporan dari kasus Infark Miokard mengatakan tidak ada
gejala yang dirasakan sebelumnya (Silent Heart Attack). Namun pada
umunya manifestasi klinis yang terjadi meliputi ;
a. Sakit dada : Ini adalah gejala kardinal dari Infark Miokard. Biasanya
nyeri berada pada daerah substernal yang dapat menyebar ke lengan,
rahang, leher, atau bahu kiri. Nyeri biasanya digambarkan seperti

36
tertumpuk benda berat, meremas, dada seperti remuk dan dapat
bertahan selama 12 jam atau lebih.
b. Sesak napas : Karena kebutuhan oksigen meningkat dan penurunan
pasokan oksigen, maka terjadilah sesak napas.
c. Gangguan pencernaan : Gangguan pencernaan hadir sebagai hasil dari
stimulasi sistem saraf simpatik.
d. Takikardia dan takipnea : Untuk mengimbangi pasokan darah kaya
oksigen yang menurun, sistem saraf menstimulasi denyut jantung dan
laju pernapasan menjadi cepat.
e. Efek Katekolamin : Pasien mungkin mengalami seperti kesejukan di
ekstremitas, berkeringat, dan gelisah.
f. Demam : Biasa terjadi pada awal infark

5. Pemeriksaan Diagnostik
a. EKG
Elevasi segmen ST menunjukkan nekrosis pada dinding ventrikel
miokard. Hal ini turut memicu munculnya Q patologis.
b. Laboratorium
Peningkatan terhadap kadar enzim kreatinin kinase (CK dan CK-MB),
mioglobin dan troponin menunjukkan adanya nekrosis pada miokard.
Pada saat terjadi infark juga ditunjukkan dengan peningkatan laktit
dehidrogenase (LDH) dan serum glutamik oksaloasetik transminase
(SGOT).
c. Radiografi dada
Normal ukuran jantung yang terlihat pada foto rontgen adalah kurang
dari 50% rongga thoraks.

37
6. Prognosis
Kelangsungan hidup kedua pasien STEMI dan NSTEMI selama enam
bulan setelah serangan jantung hampir tidak berbeda. Hasil jangka
panjang yang ditingkatkan dengan kepatuhan hati-hati terhadap terapi
medis lanjutan, dan ini penting bahwa semua pasien yang menderita
serangan jantungsecara teratur dan terus malakukan terapi jangka panjang
dengan obat-obatan seperti:
a. ASPIRIN
b. clopidrogel
c. statin (cholesterol lowering) drugs
d. beta blockers (obat-obat yang memperlambat denyut jantung dan
melindungi otot jantung)
e. ACE inhibitors (obat yang meningkatkan fungsi miokard dan aliran
darah)

Kerusakan pada otot jantung tidak selalu bermanifestasi sebagai rasa


sakit dada yang khas, biasanya berhubungan dengan serangan jantung.
Bahkan jika penampilan karakteristik EKG ST elevasi tidak dilihat,
serangan jantung mengakibatkan kerusakan otot jantung, sehingga cara
terbaik untuk menangani serangan jantung adalah untuk mencegah
mereka.

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dalam proses keperawatan dalam
mengumpulkan data yang akurat dan sistematis membantu dalam
penentuan status kesehatan dan pola pertahanan tubuh pasien,
mengidentifikasi kesehatan dan kebutuhan klien serta merumuskan
diagnosa keperawatan (lismidar, 1993)

38
Pengumpulan data
a. Anamnesa
Nama, alamat, umur>40tahun, jenis kelamin pada laki-laki lebih
tinggi dari pada wanita, pekerjaan, agama, suku, bangsa ras pada
kulit hitam , status penderita, tanggal dan jam masuk di Rumah Sakit,
diagnosa medis, No. register, serta tempat tanggal lahir.
b. Keluhan utama
Nyeri dada seperti diremas-remas atau tertekan
c. Riwayat kesehatan sekarang
Adanya keluhan sesak nafas, batuk, anureksia, mual muntah,
nyeri hebat selama 30 menit, dan mejalar menjalar ke lengan
(umumnya ke kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan
epigastrium.
d. Riwayat kesehatan yang lalu
Adanya riwayat penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi,
penyakit jantung koroner, DM dan lain-lain.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti DM,
Hipertensi atau lainnya yang berhubungan dengan penyakit pasien.
f. Riwayat psikososial
Perasaan terpisah dengan keluarga dan kebiasaan pasien sebelum
masuk rumah sakit.
g. Pola-Pola fungsi kesehatan
1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Bagaimana persepsi klien tentang kesehatan, berapa kali
sehari bila mandi, dan pada klien infark miokard akut
didapatkan klien suka  mengkonsumsi makanan yang
berkolesterol, apakah klien merokok, berapa batang rokok yang

39
dihisap setiap hari dan apakah klien mengkonsumsi minuman
keras
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Berapa kali klien makan dalam sehari, komposisi apa saja dan
minum berapa gelas sehari, pada klien infark miokard akut
didapatkan mual dan mutah)
3. Pola Aktivitas
Klien dapat mengalami gangguan aktivitas akibat dari nyeri
yang sangat hebat.
4. Pola Eliminasi
Berapa kali klien buang air besar dan buang air kecil sehari,
bagaimna konsistensinya serta apakah ada kesulitan.
5. Pola Tidur dan Istirahat
Adanya nyeri dada  hebat disertai mual, muntah, sesak
sehingga klien mengalami ganguan tidur.
6. Pola Sensori dan Kognitif
Klien mengerti atau tidak akan penyakitnya .
7. Pola Persepsi Diri
Klien mengalami cemas, kelemahan, kelelahan, putus asa serta
terjadi gangguan konsep diri.
8. Pola Hubungan dan Peran
Adanya perubahan kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap
hubungan dan peran serta mengalami hambatan dalam
menjalankan perannya dalam kehidupan sehari-hari
9. Pola reproduksi dan seksual
Klien mempunyai anak berapa serta berapa kali klien
melakukan hubungan seksual dalam seminggu.
10. Pola penanggulangan stres
Apakah ada katidak efektifan mengatasi masalah.

40
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Kepercayaan atau agama yang dianut klien serta ketaatan
dalam menjalankan ibadah.    
h. Pemeriksaan fisik
1) B1 (Breathing)
Inspeksi: sesak nafas +, retraksi intercostae +, pernafasan cuping
hidung +, terpasang alat bantu nafas, RR > 20 x/menit
Auskultasi: terdapat suara tambahan, ronchi +, wheezing +,
crackles +,
2) B2 (Blood)
Inspeksi: sianosis +, pucat +, edema perifer +Palpasi: vena
jugular amplitudonya meningkat, CRT > 2 detik, nadi biasanya
takikardi
Auskultasi: sistolik murmur, suara jantung S3 dan S4 galop.
3) B3 (Brain)
Kesadaran biasanya masih baik
4) B4 (Bladder)
Biasanya urin output menurun, warna kuning pekat, terpasang
cateter, frekuensi berkemih turun, dan terjadi edema perifer
5) B5 (Bowel)
Biasanya terjadi konstipasi, nafsu makan menurun, bising usus
menurun, perut biasanya kembung, palpasi di hati lembek.
6) B6 ( Bone)
Penurunan ADL, bed rest total, kelemahan otot, nyeri positif.

41
2. Penyimpangan KDM

3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap
sumbatan arteri koroner
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
frekuensi,irama jantung
c. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
menurunnya curah jantung

42
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen miokard dan kebutuhan

4. Perencanaan
DIAGNOSA
No INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut 1. Pantau atau catat 1. Kebanyakan px
berhubungan dengan karakteristik nyeri, catat dengan IM akut
iskemia jaringan laporan verbal, petunjuk tampak sakit.
sekunder terhadap nonverbal, dan respon Pernapasan mungkin
sumbatan arteri hemodinamik (meringis, meningkat senagai
koroner menangis, gelisah, akibat nyeri dan
berkeringat, mencengkeram berhubungan dengan
dada, napas cepat, cemas, sementara
TD/frekwensi jantung hilangnya stres
berubah). menimbulkan
2. Ambil gambaran lengkap katekolamin akan
terhadap nyeri dari pasien meningkatkan
termasuk lokasi, intensitas kecepatan jantung
(0-10), lamanya, kualitas dan TD.
(dangkal/menyebar), dan
penyebarannya.
3. Observasi ulang riwayat 2. Nyeri sebagai
angina sebelumnya, nyeri pengalaman
menyerupai angina, atau subjektif dan harus
nyeri IM. Diskusikan riwayat digambarkan oleh
keluarga. px. Bantu px untuk
4. Anjurkan pasien untuk menilai nyeri
melaporkan nyeri dengan dengan

43
Berikan lingkungan yang membandingkannya
tenang, aktivitas perlahan, dengan pengalaman
dan tindakan nyaman yang lain. 
5. Bantu melakukan teknik
relaksasi, mis,, napas 3. Dapat
dalam/perlahan, perilaku membandingkan
distraksi, visualisasi, nyeri yang ada dari
bimbingan imajinasi. pola sebelumnya,.
6. Kolaborasi :
Berikan oksigen tambahan
dengan kanula nasal atau
masker sesuai indikasi.
4. Penundaan
7. Berikan obat sesuai indikasi, pelaporan nyeri
contoh: Antiangina, seperti menghambat
nitrogliserin (Nitro-Bid, peredaran
Nitrostat, Nitro-Dur). nyeri/memerlukan
1. peningkatan dosis
2. obat.

5. Menurunkan
rangsang eksternal
dimana ansietas dan
regangan jantung
serta keterbatasan
kemampuan koping

6. Meningkatkan

44
jumlah oksigen yang
ada untuk
pemakaian
miokardia dan juga
mengurangi
ketidaknyamanan
sehubungan dengan
iskemia jaringan.

7. Nitrat berguna untuk


kontrol nyeri dengan
efek fasodilatasi
koroner, yang
meningkatkan aliran
darah koroner dan
perfusi miokardia.
2. Resiko tinggi 1. Catat terjadinya S3, S4 1. Hipotensi
penurunan curah ortostatik(postural)
jantung berhubungan mungkin
dengan perubahan 2. Pantau frekuensi jantung berhubungan dengan
frekuensi,irama dan irama. Catat disritmia komplikasi infark,
jantung melalui telemetri. contoh GJK.
2. Frekuaensi dan
irama jantung
berespon terhadap
obat dan aktivitas
3. Pantau data laboratorium : sesuai dengan
contoh enzim jantung, terjadinya
GDA, elektrolit. komplikasi/disritmia

45
yang mempengaruhi
fungsi jantung atau
meningkatkan
kerusakan iskemik.
3. Enzim memantau
4. Berikan obat antidisritmia perbaikan/perluasan
sesuai indikasi infark. Adanya
hipoksia
menunjukkan
5. Observasi ulang seri EKG. kebutuhan tambahan
oksigen.
Keseimbangan
elektrolit, mis,,
hipokalemia/hiperka
lemia sangat besar
berpengaruh pada
irama
jantung/kontraktilita
s.
4. Disritmia biasanya
pada secara
simptomatis kecuali
untuk PVC, dimana
sering mengancam
secara profilaksis.
5. Memberikan
informasi
sehubungan dengan

46
kemajuan/perbaikan
infark, status fungsi
ventrikel,
keseimbangan
elektrolit dan efek
teraphi obat.
3. Resiko tinggi 1. Selidiki perubahan tiba-tiba 1. Perfusi serebral
perubahan perfusi atau gangguan mental secara langsung
jaringan kontinu, contoh: cemas, sehubungan dengan
berhubungan dengan bingung, latergi, pingsan curah jantung dan
menurunnya curah juga dipengaruhi
jantung 2. Lihat pucat, sianosis, oleh
belang, kulit dingin/lembab. elektrolit/variasi
Catat kekuatan nadi perifer. asam-basa, hipoksia,
atau emboli
3. Observasi tanda Homan sistemik.
(nyeri pada betis dengan 2. vasokontriksi
posisi dorsofleksi), eritema, sistemik diakibatkan
edema. oleh penurunan
4. Dorong latihan kaki curah jantung
aktif/pasif, hindari latihan mungkin dibuktikan
isometrik. oleh penurunan
perfusi kulit dan
5. Pantau pernapasan, catat penurunan nadi.
kerja pernapasan. 3. Indikator trombosis
vena dalam

47
6. Observasi fungsi 4. Menurunkan stasis
gastroentestinal, catat vena. Meningkatkan
anoreksia, penurunan/tak aliran balik vena dan
ada bising usus, menurunkan resiko
mual/muntah, distensi tromboflebitis.
abdomen, konstipasi. 5. Pompa jantung
7. Pantau pemasukan dan catat gagal dapat
perubahan haluaran urine. mencetuskan distres
Catat berat jenis sesuai pernapasan. Namun,
indikasi. dispnea tiba-
tiba/berlanjut
menunjukkan
8. Pantau data laboratorium komplikasi
contoh, GDA, BUN, tromboemboliparu 
kreatinin, elektrolit. 6. Penurunan aliran
10.  Beri obat sesuai indikasi, darah ke mesenteri
contoh: dapat
mengakibatkan
 Heparin/natrium disfungsi
warfarin (cou madin) gastroentestinal,
contoh kehilangan
peristaltik.

7. Penurunan
pemasukan/mual
terus-menerus dapat
mengakibatkan

48
penurunan volume
sirkulasi yang
berdampak negatif
pada perfusi dan
fungsi organ.
8. Indikator
perfusi/fungsi organ.

10.  Kolaborasi obat :

         Dosis rendah heparin


diberikan secara
profilaksis pada pasien
resiko tinggi (contoh,
fibrilasi atrial,
kegemukan, aneurisma
ventrikel, atau riwayat
tromboflebitis) dapat
untuk menurunkan
resiko tromboflebitis
atau pembentukan
trombus mural.

1.4 CHF
A. KONSEP MEDIS
1. Defenisi

49
Gagal jantung kongestif, atau dalam istilah medis disebut
dengan congestive heart failure (CHF) adalah kondisi di mana jantung
tidak memompa cukup darah ke organ tubuh dan jaringan lain. Ketika
salah satu atau dua bagian jantung tidak memompa darah keluar, darah
akan menumpuk dalam jantung atau menyumbat di organ atau jaringan.
Akibatnya, darah menumpuk di sistem peredaran darah.
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana
jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi
kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini
mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung
darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau
mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu
memompa darah untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung
yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya,
ginjal sering merespons dengan menahan air dan garam. Hal ini akan
mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti
tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi
bengkak (congestive) (Udjianti, 2010).
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan
patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak
mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
volume diastolik secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2007).
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari
struktur atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh (Darmojo, 2004 cit Ardini 2007).

2. Etiologi

50
Banyak kondisi atau penyakit yang dapat menjadi penyebab
gagal jantung, antara lain:
a. Penyakit jantung koroner
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab gagal jantung yang
paling sering. Penyakit ini terjadi akibat penyempitan pada
pembuluh darah yang memasok darah ke jantung.
b. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan jantung bekerja lebih keras dalam
memompa dan mengedarkan darah ke seluruh tubuh, sehingga
menimbulkan penebalan otot jantung. Jika dibiarkan, otot jantung
akan melemah dan jantung tidak lagi mampu memompa darah
secara efektif.
c. Diabetes.
Selain penderita diabetes rentan terkena penyakit jantung koroner
yang merupakan penyebab utama gagal jantung, gula darah yang
tinggi juga dapat merusak jantung.
d. Kelainan atau kerusakan otot jantung (kardiomiopati).
Otot jantung memiliki peran penting dalam memompa darah. Jika
otot jantung mengalami kerusakan atau kelainan, maka
pemompaan darah juga akan terganggu.
e. Radang otot jantung (miokarditis).
Peradangan pada otot jantung menyebabkan otot jantung tidak
bekerja secara maksimal dalam memompa darah ke seluruh tubuh.
Kondisi ini paling sering disebabkan oleh infeksi virus.

f. Penyakit katup jantung.


Katup jantung berfungsi mengatur aliran darah di dalam jantung,
sehingga jantung bisa memompa darah dengan efektif. Jika katup

51
jantung rusak, aliran darah akan terganggu. Kondisi ini akan
menyebabkan peningkatan beban kerja otot jantung.
g. Gangguan irama jantung (aritmia).
Kondisi ini dapat menyebabkan detak jantung menjadi terlalu
lambat atau terlalu cepat, dan tidak teratur. Aritmia membuat kerja
jantung menjadi tidak efektif. Lama kelamaan, kondisi ini akan
mengubah struktur jantung dan akhirnya menimbulkan gagal
jantung.
h. Penyakit jantung bawaan.
Sebagian bayi terlahir dengan sekat ruang jantung atau katup
jantung yang tidak sempurna. Kondisi ini menyebabkan bagian
jantung yang sehat harus bekerja lebih keras dalam memompa
darah, dan berpotensi menimbulkan gagal jantung.
i. Kadar hormon tiroid yang tinggi (hipertiroidisme).
Tingginya kadar hormon tiroid di dalam darah akan meningkatkan
denyut jantung, sehingga membuat jantung bekerja ekstra. Lama
kelamaan, jantung akan menjadi lelah dan gagal berfungsi.
j. Anemia atau kurang darah.
Seseorang yang menderita anemia kekurangan alat transportasi
dalam darah untuk menyalurkan oksigen ke seluruh tubuh. Alat
transportasi ini disebut hemoglobin (Hb). Kondisi ini akan
membuat jantung bekerja lebih keras untuk mempercepat aliran
darah, sehingga kebutuhan oksigen dalam tubuh tetap terpenuhi.
Hal inilah yang memicu terjadinya gagal jantung, akibat kelelahan
pada otot jantung.

Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung


kongestif (CHF) dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna
maupun interna, yaitu:

52
1.     Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal,
hipertiroid, dan anemia kronis/ berat.
2.     Faktor interna (dari dalam jantung)
a.    Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD),
Atria Septum Defect (ASD), stenosis mitral, dan
insufisiensi mitral.
b.    Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart
block.
c.    Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan
infark miokard.
d.    Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut

3. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan
kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung
lebih rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR
x SV di mana curah jantung (CO: Cardiac output) adalah fungsi
frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke
Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila
curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat
frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila
mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi
jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus
menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada
setiap kontraksi, yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu
sinonim dengan Hukum Starling pada jantung yang menyatakan bahwa
jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan

53
tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung);
(2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang
terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang
serabut jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada
besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa
darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi
yang terjadi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume
sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat penekanan kontraktilitas
atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada
akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini
akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik
dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini
berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac
output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi
peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan
dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik.
Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan
transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan
penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan
mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas
sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi
denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral
yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini
dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat
mengganggu tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan
kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien

54
dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan
peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi
perifer. Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-
organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan
menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting
penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan
penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan
retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga
akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer
selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi
sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin
vasopresin dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan
penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan
peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang
menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan
vasodilator.

4. Manifestasi Klinis
Gagal jantung adalah penyakit kronis yang tiba-tiba terjadi.
Gejala yang khas pada orang dengan gagal jantung kongestif adalah
mudah kehabisan napas saat beraktivitas, sesak napas saat tidur
terlentang sehingga membutuhkan beberapa bantal untuk mengganjal
kepalanya sehingga dapat kembali bernapas dengan lega. Mereka
dengan CHF juga kerap terbangun di malam hari karena sesak dan
terkadang disertai bengkak pada pergelangan kaki.

55
Seseorang juga bisa kehilangan nafsu makan, mual, sering
kencing malam hari, tapi berat badan naik karena penimbunan cairan
berbahaya dan organ dalam tubuh yang membengkak.
Ketika jantung kiri gagal, aliran darah ke paru-paru akan
menjadi stagnan. Ini bisa menyebabkan kelelahan, sesak napas
(terutama malam hari saat berbaring), dan batuk. Sementara ketika
jantung kanan gagal, darah stagnan dalam jaringan. Akibatnya, hati
menjadi bengkak dan bisa menyebabkan sakit perut. Kaki dan telapak
kaki Anda juga bisa bengkak akibat jantung kanan tidak berfungsi
dengan baik.

Gejala lainnya yaitu:

1.      Peningkatan volume intravaskular.


2.      Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang
meningkat akibat turunnya curah jantung.
3.      Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis
yang menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli;
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.
4.      Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat
peningkatan tekanan vena sistemik.
5.      Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi
jantung terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan
oliguria akibat perfusi darah dari jantung ke jaringan dan organ
yang rendah.
6.      Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan
volume intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun
(pelepasan renin ginjal). Sumber: Niken Jayanthi (2010)

56
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi :
a. pemeriksaan laboratorium, meliputi kolesterol, gula darah, kadar
kreatinin, enzim hepar yaitu ALT dan AST. tergantung pada
penemuan anamnesa pasien dan pemeriksaan fisik.
b. EKG, karena hanya dilakukan sambil berbaring (tanpa aktivitas)
dan EKG hanya memiliki sejumlah (sedikit) elektroda, maka
ketepatan pemakaian EKG untuk diagnosa hanya sekitar 15 persen
c. x-ray (rontgen)
d. echocardiography (bila diperlukan)
e. CT-Scan
f. MRI

6. Prognosis
Prognosis gagal jantung tergantung:
1) Umur
Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada
hari/minggu-minggu pertama pasca lahir, misalnya sindrom
hipoplasia jantung kiri,atresia aorta, koarktasio aorta atau anomali
total drainase vena pulmonalis dengan obstruksi. Terhadap
mereka, terapi medikmentosa saja sulit memberikan hasil,
tindakan invasif diperlukan segera setelah pasien stabil. Kegagalan
untukmelakukan operasi pada golongan pasien ini hampir selalu
akan berakhir dengan kematian.
2) Berat ringannya penyakit prime
Pada gagal jantung akibat PJB yang kurang berat, pendekatan
awal adalah dengan terapi medis adekuat, bila ini terlihat
menolong maka dapat diteruskan sambil menunggu saat yang bik
untuk koreksi bedah. Pada pasien penyakit jantung rematik yang

57
berat yang disertai gagal jantung, obat-obat gagal jantung terus
diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis sekunder,
pengobatan dengan profilaksis sekunder mungkin dapat
memperbaiki keadaan jantung.
3) Cepatnya pertolongan pertama
4) Hasil terapi digitalis
5) Seringnya kambuh akibat etiologi yang tidak dikoreksi.

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airways : Sumbatan atau penumpukan sekret, Wheezing
atau krekles
2) Breathing : Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat, RR
lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal, Ronchi,
krekles, Ekspansi dada tidak penuh, Penggunaan otot bantu
nafas
3) Circulation : Nadi lemah , tidak teratur, Takikardi, TD
meningkat / menurun, Edema, Gelisah,  Akral dingin, Kulit
pucat, sianosis, Output urine menurun
b. Pengkajian Sekunder
1) Keluhan : Dada terasa berat (seperti memakai baju
ketat)., Palpitasi atau berdebar-debar, Paroxysmal
Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat
beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal
lebih dari dua buah, Tidak nafsu makan, mual, dan
muntah., Letargi (kelesuan) atau fatigue kelelahan,
Insomnia, Kaki bengkak dan berat badan bertambah,

58
Jumlah urine menurun, Serangan timbul mendadak/ sering
kambuh.
2) Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard
kronis, diabetes melitus, bedah jantung, dan disritmia.
3) Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan,
alkohol.
4) Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan
fungsi jantung, steroid, jumlah cairan per-IV, alergi
terhadap obat tertentu.
5) Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
6) Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka
waktu
7) Postur, kegelisahan, kecemasan
8) Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau
COPD yang merupakan faktor pencetus peningkatan kerja
jantung dan mempercepat perkembangan CHF.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan,
kelemahan, toleransi aktivitas, nadi perifer, displace lateral
PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial presure,
bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s,
murmur.
2) Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan
(ronkhi, rales, wheezing)
3) Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O,
hepatojugular refluks
4) Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa
cemas/ takut yang kronis
5) Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites

59
6) Konjungtiva pucat, sklera ikterik
7) Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin,
diaforesis, warna kulit pucat, dan pitting edema.

2. Penyimpangan KDM

60
3. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung,
peningkatan frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi
sekuncup
2) Pola nafas tidak efektif b/d penurunan volume paru
3) Perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung,
hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau
emboli
4) Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal,
penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan
penurunan curah jantung.

4. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
N Tujuan dan Kriteria
Keperawatan Intervensi
o Hasil
1 Penurunan curah NOC : Cardiac Care
jantung b/d          Cardiac Pump   Evaluasi adanya nyeri dada
respon fisiologis effectiveness ( intensitas,lokasi, durasi)
otot jantung,          Circulation   Catat adanya disritmia jantung
peningkatan Status   Catat adanya tanda dan gejala
frekuensi,          Vital Sign penurunan cardiac putput
dilatasi, Status   Monitor status kardiovaskuler
hipertrofi atau Kriteria Hasil:   Monitor status pernafasan yang
peningkatan isi          Tanda Vital menandakan gagal jantung
sekuncup dalam rentang   Monitor abdomen sebagai
normal (Tekanan indicator penurunan perfusi
darah, Nadi,   Monitor balance cairan
respirasi)   Monitor adanya perubahan
         Dapat tekanan darah
mentoleransi   Monitor respon pasien
aktivitas, tidak terhadap efek pengobatan
ada kelelahan antiaritmia
         Tidak ada   Atur periode latihan dan
edema paru, istirahat untuk menghindari
perifer, dan tidak kelelahan
ada asites   Monitor toleransi aktivitas

61
         Tidak ada pasien
penurunan   Monitor adanya dyspneu,
kesadaran fatigue, tekipneu dan ortopneu
  Anjurkan untuk menurunkan
stress
Vital Sign Monitoring
  Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
  Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
  Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
  Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
  Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
  Monitor kualitas dari nadi
  Monitor adanya pulsus
paradoksus dan pulsus alterans
  Monitor jumlah dan irama
jantung dan monitor bunyi
jantung
  Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
  Monitor suara paru, pola
pernapasan abnormal
  Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
  Monitor sianosis perifer
  Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan
sistolik)
  Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

62
DAFTAR PUSTAKA

Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New


Jersey: Upper Saddle River

Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New


Jersey: Upper Saddle River

Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

63

Anda mungkin juga menyukai