Anda di halaman 1dari 46

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN KASUS HALUSINASI

Disusun Oleh:
ZAHRATUSSOLIHAH
030 SYE 17

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSATENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
2019
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWTAN JIWA
DENGAN GANGGUAN HALUSINASI

I. Konsep Dasar
A. Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan
yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:
persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan.
Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap
meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut
(Izzudin, 2005). Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori
yang salah (Stuart, 2007).

B. Klasifikasi
1. Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara
dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana
klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan.
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Penciuman
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya
bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat
stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6. Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine
7. Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

C. Rentang Respon Halusinasi

Respon Adaptif Respon maladaptif

- Pikiran logis - Pikiran terkadang - Kelainan pikiran


- Persepsi akurat menyimpang - Halusinasi
- Emosi konsisten - Ilusi - Tidak mampu mengatur
- Perilaku social - Emosional berlebihan emosi
- Hubungan sosial - Perilaku ganjil - Ketidakteraturan
- Menarik diri - Isolasi sosial

Skema 4.1 Rentang Respon Halusinasi


(Stuart dan Sundeen 1998).
Keterangan :
a. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma social
budaya yang berlaku.
1) Pikiran logis : pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat : pandangan yang tepat pada kenyataan.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman : perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
4) Perilaku Social : sikap dan tingkah laku masih dalam batas normal
5) Hubungan Social : proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
b. Respon psikososial
1) Proses pikir terganggu
2) Ilusi : penilaian yang salah tentang penerapan yang benar-benar terjadi
karena ransangan panca indra.
3) Emosi berlebihan atau berkurang
4) Perilaku yang tidak biasa
5) Menarik Diri : menghindar intraksi dengan orang lain.
c. Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah
yang menyimpang dari norma sosial budaya dan lingkungan.
1) Kelainan pikiran : keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walupun
tidak diyakini oleh orang lain.
2) Halusinasi : persepsi sensori yang salah atau pesepsi eksternal yang tidak
realita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi : perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
4) Perilaku tidak terorganisir : suatu perilaku yang tidak teratur.
5) Isolasi social : kondisi kesendirian yang di alami oleh individu dan
diterima sebagai suatu kecelakaan yang negatif.

D. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada respon munculnya
neurobiology halusinasi menurut Stuart, 2007 antara lain :
a. Faktor biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif.
b. Faktor psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang
hidup klien misalnya anak diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu
melindungi, dingin dan tidak berperasaan, sementara yang mengambil jarak
dengannya.
c. Faktor sosial budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress sehingga tidak menutup
kemungknan budaya ataupun adat yang dianggap terlalu berat bagi
seseorang dapat menyebabkan saseorang menjadi gangguan jiwa.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007) :
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stres lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku dan umumnya
lingkungan yang dapat mendukung bertambahnya gangguan jiwa adalah
lingkungan perkotaan yang dimana tingkat individualismenya sangat tinggi.
c. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor
berlebihnya informasi pada syaraf yang menerima dan memperoses
inflamasi di thalamus frontal otak.
E. Gejala Halusinasi
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003),
seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala
yang khas yaitu :
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
3. Gerakan mata abnormal.
4. Respon verbal yang lambat.
5. Diam.
6. Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
7. Perilaku menyerang teror seperti panik.
8. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
9. Menarik diri atau katatonik.
10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi
dengan realitas
11. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
12. Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
11. Dipenuhi dengan pengalaman sensori

F. Fase-Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bila berada pada intensitasnya dan
keparahan (Stuart and Larai,2005) membagi halusinasi klien mengendalikan
dirinya semakin berat fase halusinasinya.Klien semakin berat mengalami ansietas
dan makin ,dikendaalikan halusinasinya lengkap tercantum dalam tabel.
Tabel : 1. Fase-fase Halusinasi (Stuart and Larai,2005)
Fase Karakteristik Prilaku Klien
FASE 1 - Mengalami ansietas, kesepian, - Tersenyum tertawa sendiri.
(Comforting): Fase rasa ber-salah, dan ketakutan. - Menggerakkan bibir tampa
dimana halusinasi - Mencoba berfokus pada suara.
memberi rasa pikiran yang dapat - Pergerakan mata yang cepat.
nyaman, ansietas menghilangkan ansietas. - Respon verbal yang lambat.
sedang secara - Pikiran dan pengala-man - Diam dan berkonsentrasi
umum halusinasi sensori masih ada dalam
sebagai suatu yang kontrol kesada-ran NON
menyenangkan PSIKOTIK.

Fase II - Pengalaman sensori - Peningkatan syaraf otonom


(Condemning): menjijikkan dan menakutkan yang menun-jukkan
- Menyalahkan - Klien mulai lepas kendali dan peningkatan ansietas,
- Tingkat mungkin mencoba untuk men- peningkatan TD, denyut nadi
kecemasan berat, dan pernafasan.
halusinasi
memberatkan
jauhkan dirinya dari sumber - Penyempitan kemam-puan
yang di persepsikan, konsentrasi, dan kehilangan
- Klien mungkin merasa malu kemam-puan membedakan
karena pengala-man halusinasi dan realita
sensorinya dan menarik diri
dari orang lain (Non Psikotik

Tahap lll - Klien berhenti meng-hentikan - Kemampuan di-kendalikan,


(Controling): perlawanan terhadap halusinasi akan lebih di takuti,
- Ansietas berat halusinasi dan menyerah - Kerusakan berhubu-ngan
pengalaman mem-biarkan halusinasi dengan orang lain
sensori menjadi menguasai dirinya. - Rentang perhatian hanya
penguasa - Klien mungkin meng-alami beberapa meng-alami kesepian
kesepian jika pengalaman jika tanda-tanda fisik ansietas
sensori tersebut berakhir berat, tremor, tidak mampu
(psikotik) memaha-mi peraturan.

Fase IV Pengalaman sensori menjadi - Perilaku tremor akibat panik,


(Conquering / mengancam jika klien resiko tinggi mencederai diri
Panik) mengikuti perintah halusinasi sendiri dan orang lain
- Klien sudah berahir dari beberapa jam / hari - Halusinasi berubah menjadi
dikuasai oleh jika Intervensi terapeutik mengancam
halusinasi (psikotik berat) - Halusinasi dapat memerintah
- Klien panik dan memarahi klien
- Klien mulai merasa takut, tidak
berdaya
- Halusinasi mulai menguasai
klien sehingga klien tidak
dapat berhubungan dengan
orang lain dan lingkungannya
secara nyata

II. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Adapun data yang dapat dikumpulkan pada klien dengan masalah
keperawatan utama halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, tanggal
masuk rumah sakit, nomor register dan tanggal pengkajian. Identitas
penanggung jawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin, alamat, hubungan
dengan klien.
b. Alasan masuk rumah sakit / keluhan utama
Merupakan penyebab klien dibawa ke RS, umumnya alasan masuk
RS pada klien dengan masalah utama halusinasi adalah karena mendengar
bisikan-bisikan misterius seperti suara-suara yang memerintah klien
untuk bunuh diri, orang lain atau merusak lingkungannya, atau juga
karena melihat dan mencium sesuatu yang membuatnya merusak
lingkungannya.
c. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi klien dengan masalah utama halusinasi adalah :
klien pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa dimasa lalu, riwayat
pengobatan kurang berhasil, pengalaman masa lalu tidak menyenangkan,
trauma psikis seperti penganiayaan, penolakan, dihina atau klien menjadi
saksi penganiayaan, adanya kekerasan dalam keluarga, adanya anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa.
d. Pemeriksaan fisik
1) Tanda vital : tekanan darah klien dengan masalah utama halusinasi
cendrung meningkat, nadi meningkat.
2) Berat Badan klien dengan halusinasi biasanya menurun.
3) Keluhan fisik : klien biasanya mengeluh dan mengalami gangguan pola
makan dan tidur sehingga terjadi penurunan berat badan.
e. Aspek psikososial
1) Genogram
Biasanya hubungan klien dengan keluarga kurang harmonis.
2) Konsep Diri
Pada umumnya pengkajian konsep diri klien dengan masalah utama
halusinasi adalah : klien menerima anggota tubuh yang dimilikinya,
klien mengetahui status dan posisi klien sebelum dirawat, klien tidak
mampu bekerja sebagaimana mestinya, klien mempunyai harapan
bisa sembuh dari penyakitnya dan bisa segera kembali kerumahnya,
klien mengalami harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan
yang terjadi dimasa lalu dan klien merasa tidak dihargai oleh orang
lain.
f. Hubungan Sosial
Klien dengan masalah utama halusinasi biasanya mengalami
gangguan dalam hubungan sosial.
g. Spiritual
Biasanya ada masalah dalam pemenuhan kebutuhan spiritual, tidak
dapat konsentrasi dalam setiap ibadah sholat.
h. Status mental
1) Penampilan
Penampilan klien tidak rapi, misalnya rambut acak-acakan, gigi tidak
pernah disikat, kancing baju tidak tepat dan baju tidak pernah
diganti.
2) Pembicaraan
Pembicaraan klien lambat dan pelan.
3) Aktivitas motorik
Klien dengan halusinasi biasanya mengalami tegang dan gelisah.
4) Alam perasaan
Klien dengan halusinasi biasanya merasa sedih dan putus asa, dan
kadang gembira yang berlebihan.
5) Afek
Klien dengan halusinasi biasanya memiliki afek labil yaitu emosi yang
cepat berubah.
6) Interaksi selama wawancara
Klien dengan halusinasi biasanya bermusuhan, tidak kooperatif, mudah
tersinggung, curiga dan kontak mata kurang.
7) Persepsi
Klien dengan halusinasi biasanya mendengar suara-suara yang
mengancam, sehingga klien cenderung menyendiri, pandangan kosong,
kadang-kadang bicara sendiri dan melamun.
8) Proses berpikir
Proses pikir klien dengan halusinasi biasanya Sirkumtansial yaitu
pembicaraan berbelit-belit tetapi sampai pada tujuan pembicaraan dan
perseverasi yaitu pembicaraan yang diulang berkali-kali.
9) Isi Pikir
Klien dengan halusinasi biasanya mengalami gangguan isi pikir : waham
terutama waham curiga.
10) Tingkat kesadaran dan orientasi tempat dan waktu.
Klien dengan halusinasi biasanya tingkat kesadaranya compos mentis
dan memiliki orientasi tempat dan tempat yang baik
11) Memori
Klien dengan halusinasi biasanya memorinya kurang baik.
12) Tingkat konsentrasi
Klien dengan halusinasi biasanya kurang mampu berkonsentrasi,
mudah beralih dan tidak mampu berhitung sederhana.
i. Kebutuhan persiapan pulang
1) Makan
Klien biasanya mampu melakukanya dengan bantuan minimal.
2) Buang air besar / buang air kecil
Klien biasanya mampu melakukannya dengan bantuan minimal.
3) Mandi
Klien biasanya mampu melakukannya dengan bantuan minimal tetapi
sering tidak bersih.
4) Berpakaian / berhias
Klien biasanya jarang mengganti pakaian dan biasanya pakaian
sering tidak sesuai.
5) Istirahat tidur
Biasanya istirahat dan tidur klien terganggu.
j. Mekanisme koping
Koping yang biasa digunakan pada klien dengan masalah utama
halusinasi adalah :
1) Regresi yaitu menghindari stres, kecemasan dengan menampilkan
perilaku kembali seperti masa kanak-kanak.
2) Proyeksi yaitu keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan
emosi kepada orang lain karena kekesalan yang dilakukan sendiri.
3) Menarik diri yaitu ketidak mampuan mengadakan hubungan dengan
orang lain atau daya lingkungan disekitarnya secara wajar dan hidup
dalam khayalan sendiri yang tidak realistik.
4) Represi yaitu menekan perasaan dan pengalaman yang menyakitkan
atau konflik atau ingatan dari kesadaran yang cenderung
memperkuat mekanisme ego lainnya.
k. Masalah psikososial
Biasanya klien mendapat perlakuan yang tidak wajar dari
lingkungannya sepeti direndahkan dan tidak dihargai.
l. Aspek medik
Meliputi diagnosa medis dan terapi obat-obatan yang digunakan
klien selama masa perawatan.
2. Pohon Masalah

Akibat /Effect Resiko perilaku mencederai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan

Core Problem / Gangguan sensori / persepsi : Halusinasi


masalah utama Pendengaran

Defisit Perawatan Diri Isolasi social : menarik diri

Harga diri rendah

Skema : 1. Pohon Masalah Klien Dengan Masalah Utama Halusinasi


(Budi Anna Keliat, 2005.)
3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran
b. Resiko prilaku mencederai diri sendiri
c. Defisit perawatan diri

4. Rencana Keperawatan
Tabel : 2. Rencana Keperawatan Klien Dengan Masalah Utama Halusinasi
Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Intervensi Rasional
Kep
1 2 3 4 5
Gangguan TUM :
Persepsi Klien dapat
sensori mengontrol
halusinasi halusinasinya.
pendenga-
ran TUK 1 : 1.1Ekspresi wajah 1.1.1 Bina 1.1.1 Hubung
Klien dapat ber-sahabat, hubungan an saling
membina menunjukan rasa saling percaya percaya
hubungan senang, ada dengan meng- sebagai
saling kontak mata, ungkapkan dasar
percaya mau berjabat komunikasi intervensi
tangan, mau terapeutik : yang
menyebutkan a. Sapa klien terapeutik
nama, mau dengan perawat
menjawab salam, ramah baik klien.
klien mau duduk verbal
bermpingan maupun non
dengan perawat , verba
klien mau b. Perkenalkan
mengutara-kan diri dengan
masalah yang sopan.
dihadapi c. Tanyakan
nama lengkap
klien dan
nama
panggilan
yang disukai.
d. Jelaskan
tujuan
pertemuan
e. Tunjukkan
sikap empati
dan me-
nerima klien
apa adanya
f. Beri perhatian
pada klien
dan
perhatikan
kebutuhan
dasar klien
1 2 3 4 5
TUK 2: 2.1 Klien dapat 2.1.1 Adakan 2.1.1 Mengu-
Klien dapat menyebut-kan kontak rangi waktu
mengenal waktu, isi, dan sering dan kosong bagi
halusinasinya frekwen- singkat secara klien
si timbulnya bertahap. sehing-ga
halusinasi. dapat
mengurangi
frekwensi
halusinasi
2.1.2 Observasi 2.1.2 Halusinasi
ingkah laku harus
klien yang dikenalkan
terkait de- terlebih
ngan halusi- dahulu oleh
nasinya perawat agar
intervensi
efektif.
2.1.3 Bantu klien 2.1.3 Klien mung-
me ngenal kin tidak
halusinasinya mampu
. untuk meng-
a. Jika mene- ungkapkan
mukan klien persepsi
sedang ber- maka pera-
halusinasi wat mem-
tanyakan fasi litasi
apakah ada klien meng-
suara yang ungkap-kan
didengarnya secara
b. Jika klien terbuka
menjawab
ada, lanjutkan
: apa yang
dikatakan
suara itu.
c. Katakan
bahwa pera-
wat percaya
caya klien
mendengar
suara itu,
namun
perawat
sendiri tidak
mendengar
(dengan nada
bersahabat
tanpa
menuduh
atau meng-
hakimi)
1 2 3 4 5
d.Katakan
bahwa
perawat akan
membantu
klien

2.2 Klien dapat 2.2.1 Diskusikan 2.2.1 Peran serta


mengungkapkan dengan klien: aktif klien
bagaimana a. Situasi yang sangat
perasaannya menimbulkan menentukan
terhadap atau tidak efektifitas
halusinasi menimbulkan tindakan
tersebut halusinasi keperawatan
(saat sendiri, yang
jengkel, atau dilakukan.
sedih)
b. Waktu dan
frekwensi
terjadinya
halusinasi
(pagi, siang,
sore, dan
malam, terus
menerus atau
sewaktu-
waktu).
c. Diskusikan
dengan klien
apa yang
klien rasakan

TUK 3 : 3.1 Klien dapat 3.1.1 Identifikasi 3.1.1 Tindakan


Klien dapat menyebutkan ber-sama klien yang biasa-nya
mengontrol tindakan- tindakan tindakan yang dilaku-kan
halusinasinya yang biasa dilaku- dilakukan jika klien
kan untuk terjadi merupakan
mengendali-kan halusinasi upaya
halusinasinya (tidur, makan, mengatasi
menyibukkan halusinasinya
diri, dll

3.1.2 Diskusikan 3.1.2Memberi


manfaat dan kan hal yang
cara yang positif atau
digunakan pengakuan akan
klien, jika ber- mening-katkan
manfaat beri harga diri klien
pujian pada
klien
1 2 3 4 5
3.2 Klien dapat 3.2.1 Diskusikan 3.2.1 Dengan
menyebut-kan dengan klien halusinasi
cara baru untuk tentang cara baru yang ter-
mengontrol mengontrol kontrol oleh
halusinasinya halusinasinya klien maka
a. Menghardik, risiko
mengusir atau kekerasan
tidak tidak terjadi.
memperduli
kan
halusinasinya
b. Bercakap-
cakap dengan
orang lain
jika
halusinasinya
muncul.
c. Melakukan
kegiatan
sehari-hari.

3.2.2 Dorong klien 3.2.2 Pengulangan


untuk menye- hasil diskusi
butkan yang dapat
kembali cara dilakukan
untuk klien me
memutuskan rupakan
halusinasi suatu tanda
konsentrasi
3.2.3 Beri pujian nya.
atas upaya 3.2.3. Pujian
klien merupakan
pengakuan
yang dapat
meningkat-
kan
motivasi
dan harga
diri klien

3.3 Klien dapat 3.3.1 Dorong klien 3.3.1 Memberi


mendemon- memilih kesempatan
strasikan cara tindakan apa pada klien
baru yang akan untuk me-
mengon-trol dilakukan mutuskan
halusina- tindakan
sinya. dapat me-
ningkatkan
harga diri.
1 2 3 4 5
3.3.2 Dorong klien 3.3.2 Memberi
memilih kesempatan
tindakan apa pada klien
yang akan untuk me-
dilakukan mutuskan
tindakan
dapat
meningkat-
kan harga
diri.
3.3.3 Dorong klien 3.3.3 Membantu
untuk klien me-
mengikuti lupakan
TAK halusinasi-
nya dan
me-
ningkatkan
daya
3.3.4 Berikan konsen-trasi
pujian pada 3.3.4 Pujian
klien atas meru-pakan
keberhasilan- pengakuan
nya yang dapat
mening-
katkan
motivasi
dan harga
diri klien

TUK 4 : 4.1 Keluarga dapat 4.1.1 Anjurkan 4.1.1 Keluarga


Klien men- membina klien untuk dapat berpar-
dapat duku- hubungan saling memberi-tahu tisipasi dalam
ngan keluar- percaya dengan keluarga jika membantu
ga dalam perawat. mengalami klien
mengontrol halusinasi. mengontrol
halusinasi- halusinasinya.
nya 4.2 Keluara dapat
me-nyebutkan 4.2.1 Diskusikan 4.2.1 Meningkat-
pengertian, tanda dengan kan pengeta-
dan gejala serta keluarga (pada huan keluarga
tindakan untuk saat ber- tentang halusi-.
mengendalikan kunjung)
halusinasinya a. gejala halu-
sinasi yang
dialami
klien
b. Cara yang
dilakukan
keluarga
untuk
membantu
klien
1 2 3 4 5
c. Cara
merawat .
anggota
keluarga
yang
halusinasi :
beri
kegiatan,
dan makan
bersama.
d. Beri
informasi
waktu
folow

TUK 5: 1.1 Klien dan 5.1.1 Diskusikan 5.1.1 Meningkat-


Klien dapat keluarga dapat dengan klien kan penge-
memanfaat- menye-butkan dan kelurga tahuan klien
kan obat dosis, dan efek tentang dosis, dan ke-
dengan samping obat frekuensi dan luarga serta
benar untuk manfaat obat. me-
mengontrol motivasi
halusinasi- klien untuk
nya 1.2 Klien dapat 5.2.1 Anjurkan minum obat
mendemons- pasien minta 5.2.1 Menilai
trasikan sendiri obat kemampuan
penggunaan pada perawat klien dalam
obat dengan dan merasakan pengobatan
benar manfaatnya nya sendiri.
1.3 Klien dapat 5.3.1 Anjurkan klien 5.3.1 Dengan
informasi bicara dengan mengetahui
tentang efek dokter tentang efek
samping obat manfaat dan samping
efek samping obat klien
obat yang akan tahu
dirasakan apa yang
harus
dilakukan
1.4 Klien mema- 5.4.1 Diskusikan setelah
hami akibat akibat minum obat
berhentinya berhenti obat 5.4.1 Program
obat tanpa tanpa pengobatan
konsultasi konsultasi dapat ber-
1.5 Klien dapat 1.5.1 Bantu klien jalan sesuai
menyebutkan mengguna rencana.
prinsip 5 kan obat 5.5.1 Klien dapat
benar dengan mandiri
penggunaan prinsip 5 dalam peng-
obat benar gunaan obat
dengan
prinsip 5
bena
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba
Medika
Keliat Budi Ana. 1999. Proses  Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan
Jiwa Berat. Jakarta: Salemba Medika.
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API).
Jakarta : fajar Interpratama.
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN
MASALAH UTAMA HARGA DIRI RENDAH

A. KONSEP DASAR KONSEP DIRI


1. Pengertian
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang
diketahui individu tentang dirinya dan memperngaruhi individu dalam
hubungan dengan orang lain, termasuk persepsi individu akan sifat dan
kemampuan, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang
berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginan (Suliswati,
2009).
2. Teori Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri belum ada saat bayi dilahirkan, tetapi berkembang secara
bertahap, saat bayi dapat membedakan dirinya dari orang lain, mempunyai
nama sendiri, pakai sendiri. Anak mulai dapat mempelajari dirinya, yang mana
kaki, tangan, mata dan sebagainya serta kemampuan berbahasa akan
memperlancar proses tumbuh-kembang anak.
Seseorang dengan konsep diri yang positif dapat mengeksplorasi
dunianya secara terbuka dan jujur karena latar belakang dan penerimaannya
sukses, konsep diri yang positif berasal dari pengalaman yang positif yang
mengarah pada kemampuan pemahaman.
Karakter individu dengan konsep diri yang positif :
1. Mampu membina hubungan pribadi, mempunyai teman dan gampang
bersahabat.
2. Mampu berpikir dan membuat keputusan.
3. Dapat beradaptasi dan menguasai lingkungan.
Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan inidvidu dan sosial
yang mal adaptif. Setiap individu dalam kehidupannya tidak terlepas dari
berbagai stresor, dengan adanya stresor akan menyebabkan ketidakseimbangan
dalam diri sendiri. Dalam usaha mengatasi ketidakseimbangan tersebut
individu menggunakan koping yang berisfat membangun (konstruktif) ataupun
koping yang bersifat merusak (destruktif).
Koping yang konstruktif akan menghasilkan respons yang adaptif yaitu
aktualisasi diri dan konsep diri yang positif.

3. Rentang Respons Konsep Diri

Adaptif Maladaptif

Aktualisasi diri Konsep diri positif Harga diri rendah Kekacauan identitas depersonalisasi

Skema 4.6 Rentang Respon Konsep Diri


(Suliswati, 2009, dikutip dari Townsend, 1996)

Keterangan :
1) Respon adaptif adalah respon yang dihadapi klien bila klien menghadapi
masalah dapat menyelesaikan secara baik antara lain :
a. Aktualisasi diri
Kesadaran akan diri berdasarkan konservasi mandiri termasuk persepsi
masa lalu akan diri dan perasaannya
b. Konsep diri positif
Menunjukkan individu akan sukses dalam manghadapi masalah
2) Respon mal adaptif adalah respon individu dalam menghadapi masalah
dimana individu tidak mampu meremehkan masalah tersebut. Respon mal-
adaptif gangguan konsep diri adalah :
a. Gangguan harga diri
Transisi antara respon konsep diri positif dan mal-adaptif.
b. Kekacauan identitas
Identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak memberikan
kehidupan dalam mencapai tujuan
c. Depoersonalisasi (tidak mengenal diri)
Tidak mengenal diri yaitu mempunyai kpribadian yang kurang sehat,
tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada
rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan dengan orang
lain.
4. Etiologi
a. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis adalah penolakan


orang tua yang tidak realitas, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang
tidak realistis.
b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah hilangnya


sebagian anggota tubuh, penampilan atau bentuk tubuh, mengalami
kegagalan, serta menurunnya produktivitas.
Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis ini dapat terjadi secara
situasional atau kronik.
1) Situasional

Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis yang terjadi secara
situasional bisa disebabkan oleh trauma yang muncul secara tiba – tiba,
misalnya harus dioperasi, mengalami kecelakaan, menjadi korban
pemerkosaan atau menjadi narapidana sehingga harus masuk penjara. Selain
itu, dirawat di rumah sakit juga bisa menyebabkan rendanya harga diri
seseorang di karenakan penyakit fisik, pemasangan alat bantu yang membuat
klien tidak nyaman, harapan yang tidak tercapai akan struktur, bentuk dan
fungsi tubuh, serta perlakuan petugas kesehatan yang kurang menghargai
klien dan keluarga.
2) Kronik

Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis biasanya sudah


berlangsung sejak lama yang dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum
dirawat. Klien sudah memiliki pikiran negatif sebelum dirawat dan menjadi
semakin meningkat saat dirawat.
Baik faktor predisposisi maupun presipitasi diatas apabila telah
mempengaruhi seseorang baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak,
maka dianggap telah mempengaruhi koping individu tersebut sehingga
menjdai tidak efektif (mekanisme koping tidak efektif). Bila kondisi klien
dibiarkan tanpa adanya intervensi lebih lanjut dapat menyebabkan kondisi
dimana klien tidak memiliki kemauan untuk bergaul dengan orang lain
(isolaasi sosial). Klien yang mengalami isolasi sosial dapat membuat klien
asik dengan dunia dan pikirannya sendiri sehingga dapat muncul resiko
perilaku kekerasan.
5. Komponen Konsep Diri
a. Citra Tubuh (Body Image)
Citra diri atau gambaran diri adalah sikap individu mempersepsikan
tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, meliputi , ukuran, fungsi,
penampilan dan potensi tubuh berikut bagain-bagianya. (Sunaryo, 2004).
b. Ideal Diri (Self-Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang perilakunya, disesuaikan
dengan standar pribadi yang terkait dengan cita-cita, harapan, dan
keinginan, tipe orang yang diidam-idamkan, dan nilai yang dicapai
(Sunaryo, 2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi ideal diri (Sunaryo, 2004)
1) Menetapkan ideal diri sebatas kemampuan.
2) Faktor culture dibandingkan dengan standar orang lain.
3) Hasrat melebihi orang lain.
4) Hasrat memenuhi kebutuhan realistik.
5) Hasrat menghindari kegagalan.
6) Adanya perasaan cemas dan rendah diri.
c. Harga Diri (Self-Esteem)
Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai,
dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut sesuai
dengan ideal diri. Harga diri dapat diperoleh melalui orang lain dan diri
sendiri. (Sunaryo, 2004). Aspek utama harga diri adalah dicintai, disayangi,
dikasihi orang lain dan mendapat penghargaan dari orang lain.
d. Peran (Self-Role)
Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang
diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu didalam
kelompok sosialnya (Suliswati, 2009).
Hal-hal penting yang terkait dengan peran (Sunaryo, 2004 ) :
1) Peran dibutuhkan individu sebagai aktualisasi diri.
2) Peran yang memenuhi kebutuhan dan sesuai ideal diri, menghasilkan
harga diri yang tinggi atau sebaliknya.
3) Posisi individu di masyarakat dapat menjadi stresor terhadap peran.
4) Stress peran timbul karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran
atau tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksnakan.
5) Stress peran, terdiri dari : konflik peran, peran yang tidak jelas, peran
yang tidak sesuai, dan peran yang terlalu banyak.

6. Tanda dan Gejala


Menurut Keliat (1999) tanda dan gejala yang dapat muncul pda pasien
harga diri rendah adalah :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri, individu mempunyai perasaan
kurang percaya diri.
b. Rasa bersalah terhadaap diri sendiri, individu yang selalu gagaal dalaam
meraih sesuatu.
c. Merendahkan martabat diri sendiri, menganggap dirinya berada dibawah
orang lain.
d. Gangguan berhubungan social seperti menarik diri, lebih suka
menyendiri dan tidak ingin bertemu orang lain.
e. Rasa percaya diri kurang , merasa tidak percaya dengan kemampuan
yang dimiliki.
f. Sukar mengambil keputusan, cenderung bingung dan ragu-ragu dalam
memilih sesuatu.
g. Menciderai diri sendiri sebagai akibat harga diri yang rendah disertai
harapan yang suram sehingga memungkinkan untuk mengakhiri
kehidupan.
h. Mudaah tersinggung atau marah yang berlebihan.
i. Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri.
j. Ketegangan peran yang dirasakan.
k. Pandangan hidup pesimis.
l. Keluhan fisik
m. Penolakan terhadap kemampuan personal.
n. Destruktif terhadap diri sendiri
o. Menarik diri secara social
p. Penyalahgunaan zat
q. Menarik diri dari realitas
r. Khawatir

5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka pendek atau
jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi
diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan (Stuart, Gail W,
2006 )
a. Koping Jangka Pendek
Karakteristik koping jangka pendek (Suliswati, 2009) :
1) Aktivitas yang dapat memberikan kesempatan lari sementara dari krisis.
Misalnya menonton televisi, kerja keras, olahraga berat.
2) Aktivitas yang dapat memberikan identitas pengganti sementara.
Misalnya, ikut kegiatan sosial politik, agama.
3) Aktivitas yang memberi kekuatan atau dukungan sementara terhadap
konsep diri. Misalnya, aktivitas yang berkompetisi yaitu pencapaian
akademik atau olahraga.
4) Aktivitas yang mewakili jarak pendek untuk membuat masalah identitas
menjadi kurang berarti dalam kehidupan. Misalnya, penyalahgunaan zat.
b. Koping Jangka Panjang
Koping jangka panjang dikategorikan dalam penutupan identitas dan
identitas negatif (Suliswati, dkk, 2009).
1) Penutupan identitas
Adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang yang penting bagi
individu tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi dan potensi individu.
2) Identitas negatif
Asumsi identitas yang tidak wajar dapat diterima oleh nilai-nilai dan
harapan masyarakat.
c. Mekanisme Pertahanan Ego
Mekanisme pertahanan ego yang sering dipakai (Suliswati, 2009) :
1) Fantasi, kemampuan menggunakan tanggapan-tanggapan yang
sudah ada (dimiliki) untuk menciptakan tanggapan baru.
2) Disosiasi, respons yang tidk sesuai dengan stimulus.
3) Isolasi, menghindari diri dari interaksi dengan lingkungan luar.
4) Projeksi, kelemahan dan kekurangan pada diri sendiri
dilontarkan pada orang lain.
5) Displacement, mengeluarkan perasaan tertekan pada orang yang
kurang mengancam dan kurang menimbulkan reaksi emosi

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Pada umumnya identitas yang dikaji pada klien dengan HDR adalah
biodata meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk RSJ dan nomor
register. Sedangkan penanggung jawab meliputi : nama, umur, hubungan
keluarga dan alamat keluarga.
b. Alasan masuk rumah sakit
Merupakan penyebab klien dibawa ke rumah sakit, pada umumnya
alasan masuk rumah sakit pada klien dengan masalah keperawatan utama
harga diri rendah adalah klien mengatakan dirinya tidak berguna, klien
mengatakan malas melakukan apa-apa.
c. Predisposisi
Faktor predisposisi klien dengan masalah utama HDR umumnya
adalah pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa, usaha pengobatan
bagi klien yang telah mengalami gangguan jiwa karena semakin sering
masuk rumah sakit jiwa dan gagal dalam pengobatan sebelumnya maka
prognosa klien semakin jelek, trauma psikis seperti penganiayaan,
penolakan, kekerasan dalam keluarga dan keturunan yang mengalami
gangguan jiwa serta pengalaman yang tidak menyenangkan bagi klien
sebelum mengalami gangguan jiwa.
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi tanda vital, pada umumnya tekanan darah
dan frekuensi nadi klien semakin lama semakin menurun karena aktivitas
fisik klien menurun, penurunan relatif lambat, demikian juga berat badan
menurun, karena asupan kurang adekuat, tinggi badan relatif tetap dan
keluhan biasanya pusing, gangguan tidur terutama dini hari dan perawatan
diri sangat memerlukan bantuan.
e. Aspek psikososial
1) Genogram
Pada umumnya menggambarkan struktur keluarga.
2) Konsep diri
Pada umumnya klien dengan masalah keperawatan utama HDR
mengalami gangguan seperti : tidak menerima bagian tubuhnya, merasa
tidak berharga, hidup tidak berguna, tidak mampu mempertahankan
kontak mata, sering memalingkan wajah, tidak mampu membentuk
identitas diri, tidak mampu berperan sesuai dengan umur atau profesinya.
3) Hubungan social
Pada umumnya klien dengan masalah keperawatan utama HDR
mengalami gangguan seperti merasa kehilangan orang yang berarti, tidak
pernah melakukan kegiatan kelompok atau masyarakat dan mengalami
hambatan dalam pergaulan.
4) Status spiritual
Biasanya spiritual pada klien dengan masalah utama HDR tidak
mengalami gangguan dalam melaksanakan ibadah.
f. Status mental
1) Penampilan
Biasanya klien berpenampilan tidak rapi, rambut acak-acakan, kulit
kotor, gigi kuning, klien tidak mengetahui kapan dan dimana harus
mandi, tetapi penggunaan pakaian sesuai dengan keadaan.
2) Pembicaraan
Pada umumnya klien tidak mampu memulai pembicaraan, bila berbicara
topik yang dibicarakan tidak jelas atau kadang menolak diajak bicara.
3) Aktivitas motorik
Umumnya klien tampak lesu, tidak bergairah dalam beraktivitas.
4) Alam perasaan
Biasanya klien tampak putus asa dan dimanifestasikan dengan sering
melamun.
5) Afek
Afek klien biasanya sesuai, yaitu ekspresi wajah dan perasaannya sesuai
(Apropiate afect).
6) Interaksi selama wawancara
Biasanya klien menunjukkan tidak mampu mempertahankan kontak
mata, menunduk dan kadang-kadang menolak untuk berbicara dengan
orang lain.
7) Persepsi
Pada umumnya klien dengan masalah utama HDR tidak mengalami
perubahan persepsi sensori.
8) Isi pikir
Biasanya tidak mengalami gangguan isi pikir, baik waham maupun
depersonalisasi atau waham curiga.
9) Proses pikir
Biasanya terlambat sehingga klien kadang jarang mau bicara.
10) Kesadaran
Biasanya klien dengan masalah utama HDR tidak mengalami gangguan
kesadaran.
11) Memori
Biasanya tidak mengalami gangguan memori, dimana klien mampu
mengingat hal-hal yang telah terjadi.
12) Konsentrasi dan berhitung
Pada umumnya tidak mengalami gangguan dalam konsentrasi dan
berhitung.
13) Kemampuan penilaian
Biasanya tidak mengalami gangguan dalam penilaian.
14) Daya tilik diri
Klien biasanya mengingat penyakit yang dideritanya.

2. Pohon Masalah

3. Data Yang Perlu Dikaji


1. Isolasi sosial : menarik diri
Ds :
a.    Klien mengatakan lebih baik sendiri
Do :
a.    Klien terlihat lebih sering menyendiri
b.    Klien terlihat melamun
2. Harga diri rendah
Ds :
a.    Klien mengatakan gagal dalam mencapai cita-citanya
b.    Klien mengatakan malu karena tubuhnya gemuk
Do :
a.    Klien selalu gagal dalam mencapi cita-citanya
b.    Klien mersa citra tubuh kurang ideal
3. Berduka disfungsional
Ds :
a.    Klien mengatakan sedih karena bercerai dengan suaminya
Do :
a. Klien terlihat sedih
b. Klien terlihat melamun

4. Diagnosa Keperawatan
a. Harga Diri Rendah (HDR)
b. Isolasi Sosial : Menarik Diri
c. Gangguan Citra Tubuh
5. Rencana Tindakan Keperawatan Klien Dengan HDR
Tabel 4.8 Rencana Keperawatan Klien Dengan Masalah Utama : HDR
Diagnosis Perencanaan
No Intervensi
Kep. Tujuan Kriteria Evaluasi
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Harga diri TUM :
rendah Klien memiliki
konsep diri yang
positif.
TUK : 1. Setelah 3x 1.1 Membina hubungan saling
1. Klien dapat interaksi klien percaya dengan menggunakan
membina menunjukkan ekpresi prinsip komunkasi terapieutik:
hubungan wajah bersahabat, a. Sapa klien dengan ramah baik
saling menunjukkan rasa verbal maupun non verbal
percaya senang, ada kontak b. Perkenalkan diri dengan sopan.
dengan mata, mau berjabat c. Tanyakan namalengkap dan
perawat. tangan, mau nama panggilan yang disukai
menyebutkan nama, klien.
mau men-jawab d. Jelaskan tujuan pertemuan.
salam, klien mau e. Jujur dan menepati janji.
duduk berdampingan f. Tunjukkan sipat empati dan
dengan perawat, mau menerima keadaan klien apa
meng-utarakan adanya.
masalah yang g. Beri perhatian dan perhatikan
dihadapi. kebutuhan dasar manusia.

2. Klien dapat 2. Setelah 3x interaksi 2.1 Diskusikan dengan klien tentang :


mengedenti- klien dapat menye- a. Aspek positif yang dimiliki
fikasi aspek butkan : klien, keluarga dan
positif dan a. Aspek positif lingkungan
kemampuan dan kemam-puan b. Kemampuan yang dimiliki
yang dimiliki. yang klien miliki. klien.
Aspek positif 2.2 Bersama klien buat daftar
keluarga. tentang:
b. Aspek positif a. Aspek positif klien, keluarga,
lingkungan klien. lingkungan
b. Kemampuan yang dimiliki
klien.
2.3 Beri pujian yang realistis, hindar-
kan memberi penilaian negatif.

3. Klien dapat 3. Setelah dilakukan 3x 3.1 Diskusikan dengan klien


menilai interaksi kemampuan yang dapat di-
kemampuan menyebutkan laksankan.
yang dimiliki kemampuan yang 3.2 Diskusikan kemampuan yang
untuk di- dapat dilaksanakan dapat dilanjutkan pelaksanaan-
laksanakan nya.
1 2 3 4 5
4. Klien dapat 4. Setelah dilakukan 3x 4.1
merencanaka interaksi klien aktivitas yang dapat dilakukan
n kegiatan membuat rencana setiap hari sesuai kemampuan
sesuai dengan kegiatan harian. klien.
kemampuan a. Kegiatan mandiri
yang dimiliki. b. Kegiatan dengan bantuan.
4.2
4.3
kegiatan yang dapat klien
lakukan.

5. Klien dapat 5. Setelah dilakukan 3x 5.1


melakukan interaksi klien laksanakan kegiatan yang telah
kegiatan meman-faatkan direncanakan.
sesuai dengan system pendukung 5.2
rencana yang yang ada dikeluarga. klien.
dibuat. 5.3
dilakukan klien.
5.4
naan kegiatan setelah pulang.

6. Klien dapat 6. Setelah dilakukan 3x 6.1 Beri


memamfaat- interaksi klien pendidikan kesehatan pada
kan system meman-faatkan keluarga tentang cara merawat
pendukung system pendukung klien dengan harga diri rendah.
yang ada. yang ada dilkeluarga. 6.2 Bant
u keluarga memberikan
dukungan selama klien dirawat.
6.3 Bant
u klien menyiapkan lingkunan
dirumah.
DAFTAR PUSTAKA
Fitria Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Fitria Nita. Dkk. 2013. Laporan Pendahuluan Tentang Masalah Psikososial. Jakarta:
Salemba Medika.
Herdman, T.H. 2012. International Diagnosis Keperawatan. Buku Kedokteran.
Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 2006. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CNHM(basic course).
Buku Kedokteran. Jakarta: EGC.
Keliat, B.A. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN(basic course).
Buku Kedokteran. Jakarta: EGC
Kusumawati, F. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Wilkinson A. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Buku Kedokteran : EGC
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH
KEPERAWATAN UTAMA DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. PENGERTIAN
Defisit perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya, kesehatannya dan
kesejahteraannya sesuai dengan kondisi kesehatannya. Klien dinyatakan
terganggu perawatan dirinya ika tidak dapat melakukan perawatan dirinya
(Mukhripah & Iskandar, 2012).
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan dalam : kebersihan dir,
makan, berpakaian, berhias diri, makan sendiri, buang air besar atau kecil sendiri
(toileting) (Keliat B. A, dkk, 2011).

B. RENTANG RESPON

Adaptif Maladaptif

Pola perawatan diri Kadang perawatan Tidak melakukan


seimbang diri kadang tidak perawatan diri

Skema 4.11 Rentang Respon Perawatan Diri

Keterangan :
1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu
untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien
seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stresor kadang –
kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan tidak
bisa melakukan perawatan saat stresor

C. PENYEBAB
Menurut Depkes (2000), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1. Faktor presdiposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan
inisiatif terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan
perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang
menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya.
Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan
diri. (Mukhripah & Iskandar, 2012).
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan
diri (Mukhripah & Iskandar, 2012).
Menurut Depkes (2000) didalam buku (Mukhripah & Iskandar, 2012) faktor –
faktor yang mempengaruhi personl higiene adalah :
1. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
2. Praktik social
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan
akan terjadi peruabahan personal hygiene.
3. Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, shampoo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting akrena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misanya, pada pasien penderita diabetes
mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan orang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, shampoo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/ sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
perlu bantuan untuk melakukannya.

D. JENIS-JENIS DEFISIT PERAWATAN DIRI


Menurut Nanda (2015), jenis perawatan diri terdiri dari :
1. Defisit perawatan diri: Mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.
2. Defisit perawatan diri: Berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berias untuk diri sendiri.
3. Defisit perawatan diri: Makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas sendiri.
4. Defisit perawatan diri: Eliminasi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri (Nurjannah, 2015)

E. TANDA DAN GEJALA


Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009)
adalah sebagai berikut :
1. Mandi/hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan membersihkan badan, memperoleh sumber
air, mengatur suhu/aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi,
mengeringkan tubuh, serta keluar masuk kamar mandi.
2. Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil pakaian,
menanggalkan pakaian, serta mengganti pakaian. Klien juga memiliki
ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian dalam, memilih pakaian,
meggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik, melepaskan pakaian,
menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat yang
memuaskkan, mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
3. Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan menelan makanan, mempersiapkan
makanan, mengunyah makanan, meggunakan alat tambahan, mendapat
makanan, membuka container, mengambil makanan dari wadah lalu
memasukannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna makanan menurut cara
diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup
makanan dengan aman.
4. Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan ke jamban atau kamar kecil,
duduk atau bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting,
membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau
kamar kecil (Mukhripah & Iskandar, 2012).

F. AKIBAT
Akibat dari defisit perawatan diri adalah gangguan pemeliharaan kesehatan.
Gangguan pemeliharaan kesehatan ini bentuknya bisa bermacam – macam. Akibat
dari defisit perawat diri adalah sebagai berikut :
1. Kulit yang kurang bersih merupakan penyebab berbagai gangguan macam
penyakit kulit (kadas, kurap, kudis, panu, bisul, kusta, patek atau frambosa, dan
borok).
2. Kuku yang kurang terawat dan kotor sebagai tempat bibit penyakit yang masuk
ke dalam tubuh. Terutama penyakit alat – alat pernapasan. Disamping itu kuku
yang kotor sebagai tempat bertelur cacing, dan sebagai penyakit cacing pita,
cacing tambang, dan penyakit perut.
3. Gigi dan mulut yang kurang terawat akan berakibat pada gigi berlubang, bau
mulut, dan penyakit gusi
4. Gangguan lain yang mungkin muncul seperti gastritis kronis (karenan
kegagalan dalam makan), penyebaran penyakit dari orofecal (karena hygiene
BAB/BAK sembarangan) (Wahit Iqbal, dkk.,2015)

Sedangkan menurut (Tarwoto dan Wartonah, 2010) akibatnya defisit


perawatan diri adalah :
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang
serimembran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, gangguan fisik
pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga
diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi social.

G. MEKANISME KOPING
Menurut (Stuart & Sundeen, 2000) didalam didalam (Herdman Ade, 2011)
mekanisme koping menurut penggolongannya dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukund fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar
mencapai tujuan. Kategorinya adalah klien bisa memenuhi kebutuhan perawatn
diri secara mandiri.
2. Mekanisme koping maladaptive
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,
menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya
adalah tidak mau merawat diri

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dengan defisit perawatan diri menurut (Herdman Ade,
2011) adalah sebagai berikut :
1. Meningkatan kesadaran dan kepercayaan diri
2. Membimbing dan menolong klien perawatan diri
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
4. BHSP (bina hubungan saling percaya)

I. POHON MASALAH

Gangguan pemeliharaankesehatan
Effect
(BAB/BAK,mandi, makan minum)

Masalah Utama Defisi Perawatan diri


(Core Problem )

Etiologi Menurunya motivasi dalam


perawatan diri

Menarik diri
Skema 4.12 Pohon Masalah Defisit Peeawatan Diri (Keliat, 2006)

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit Perawatan Diri : Kebersihan diri (Mandi) , berdandan , makan, BAB/BAK

K. RENCANA KEPERAWATAN
Tabel 4.17 Rencana Keperawatan Klien Dengan Masalah
Keperawatan Utama Defisit Perawatan Diri
N Dx Perencanaan
o
Kep TUK dan TUM Rencana Keperawatan
1 2 3 4
1. Defisit TUM :
Perawata Klien dapat memelihara
n Diri kesehatan sendiri secara
mandiri
TUK :
1. Klien dapat membina Bina hubungan saling percaya dengan
hubungan saling percaya, prinsip komunikasi terapeutik
dengan kriteria : 1. Sapa klien dengan ramah baik
- Ekspresi wajah ber- verbal maupun non verbal
sahabat, menunjuk-kan 2. Perkenalkan diri dengan sopan
rasa senang 3. Tanyakan nama lengkap klian dan
- Bersedia menyebutkan nama panggilan klien
nama, ada kontak mata, 4. Jelaskan tujuan pertemuan
klien, bersedia duduk 5. Jujur dan menepati janji
berdampingan dengan 6. Tunjukkan sikap empati dan
perawat menerima klian apa adanya
- Klien bersedia meng 7. Beri perhatian pada pemenuhan
utarakan masalah yang kebutuhan dasar
dihadapinya 1.
2. Klien dapat mengidenti- 1. Kaji pengetahuan klien tentang
fikasi kebersihan dirinya, kebersihan diri klien dan tandanya
dengan kriteria : klien 2. Beri kesempatan klien untuk
dapat menyebutkan menjawab pertanyaan
kebersihan dirinya 3. Berikan punjian terhadap
kemampuan klien menjawab

3. Klien dapat menjelas-kan 1. Menjelaskan pentingnya


pentingnya kebersihan kebersihan diri
diri dengan kriteria : klien 2. Meminta kembali klien
dapat memahami menjelaskan pentingnya kebersihan
pentingnya kebersihan diri
diri 3. Diskusikan dengan klien tentang
kebersihan diri
4. Beri penguatan positif atas
jawabanya

1 2 3 4
4. Menjelaskan per-alatan 1. Menjelaskan alat yang dibutuhkan
yang diguna-kan untuk dan cara membersihkan diri
menjaga kebersihan diri 2. Memperagakan cara mem-
dan cara melakukan bersihkan diri dan memper-
kebersihan diri gunakan alat membersihkan diri
3. Meminta klien untuk mem-
peragakan ulang alat dan cara
kebersihan diri
4. Beri pujian positif terhadap klien

5. Menjelaskan cara 1. Jelaskan cara makan yang benar


makan yang benar 2. Beri kesempatan klien untuk
bertanya dan mendemons-trasikan
cara makan yang benar
3. Beri pujian positif pada klien

6. Menjelaskan cara mandi 1. Jelaskan cara mandi yang benar


yang benar 2. Beri kesempatan klien untuk
bertanya dan mendemons-trasikan
cara mandi yang benar
3. Beri pujian positif pada klien

7. Menjelaskan cara 1. Jelaskan cara berdandan yang


berdandan yang benar benar
2. Beri kesempatan klien untuk
bertanya dan mendemons-trasikan
cara berdandan yang benar
3. Beri pujian positif pada klien

6. Menjelaskan cara 1. Jelaskan cara toileting yang benar


toileting yang benar 2. Beri kesempatan klien untuk
dengan kriteria klien bertanya dan mendemons-trasikan
dapat toileting dengan cara toileting yang benar
benar 3. Beri pujian positif pada klien

7. Mendiskusikan masalah 1. Jelaskan pada keluarga tentang


yang dirasa-kan dengan pengertian, tanda dan gejala serta
kriteria : keluarga dapat jenis-jenis defisit perawatan diri
mengerti tentang cara 2. Jelaskan pada keluarga tentang cara
merawat klien merawat klien dengan defisit
perawatan diri
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti & Iskandar (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa, PT. Reflika Aditama,
Bandung

Ermawati,dkk (2009) : Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa; Trans


Info Media, Jakarta.

Kartini Kartono (2011). Patologi Sosial 3 Gangguan-Gangguan Kejiwaan, PT.


Rajagrafindo, Jakarta

Keliat, B.A. (2005). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta: EGC.

Keliat Budi Anna, dkk ; 2011, Manajemen Kasus Gangguan Jiwa CMHN
(Intermediate Course), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Keliat Budi Anna, dkk ; 2011, Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN
(Basic Course), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Lilik. (2011). Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Graha Ilmu

Purwaningsih & Karlina. (2010). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Suliswati, dkk ; 2012 , Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Yosep Iyus (2011). Keperawatan Jiwa, revisi empat, PT. Refika Aditama, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai