Anda di halaman 1dari 10

KEBENARAN DALAM MATEMATIKA

Makalah

Oleh:

Fahilan Nur Bachtiar (17030174049)

2017 C

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Mega Teguh Budiarto, M.Pd.

PROGAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
KEBENARAN DALAM MATEMATIKA

A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya


Purwadarminta (Atabik : 2014) dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia, menerangkan bahwa kebenaran itu adalah 1). Keadaan (hal
dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan yang
sesungguhnya. Misalnya kebenaran berita ini masih saya ragukan, kita
harus berani membela kebenaran dan keadilan. 2). Sesuatu yang benar
(sugguh-sugguh ada, betul-betul hal demikian halnya, dan sebagainya).
Misalnya kebenaran-kebenran yang diajarkan agama. 3). Kejujuran,
kelurusan hati, misalnya tidak ada seorangpun sanksi akan kebaikan dan
kebenaran hatimu.
Sedang menurut Abbas Hamami (Atabik : 2014) kata
“kebenaran” bisa digunakan sebagai suatu kata benda yang konkrit
maupun abstrak. Jika subyek hendak menuturkan kebenaran artinya
adalah proposisi yang benar. Proposisi maksudnya adalah makna yang
dikandung dalam suatu pernyataan atau statement.
Kebenaran intelektual yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek
dari keterlibatan ilmu dengan bidang-bidang kehidupan. Kebenaran
merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Ada dua pengertian kebenaran,
yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi, dan kebenaran dalam
arti lawan dari keburukan (ketidakbenaran). Persesuaian antara
pengatahuan dan obyeknya itu yang disebut kebenaran. Artinya
pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi
pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.
Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah.
Manusia di dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin hidup
tanpa kebenaran. Berdasarkan potensi subjek, Atabik menyusun
tingkatan kebenaran itu menjadi :
1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling
sederhana dan pertama yang dialami manusia.
Contoh : di meja ada sepuluh buah apel.
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan
disamping melalui indera, diolah pula dengan rasio.
Contoh : kita dapat mengetahui lamanya waktu yang di butuhkan
untuk mencapai sebuah tempat dengan jarak tertentu.
3. Tingkatan filosofis, rasio dan pikir murni, renungan yang
mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya.
Contoh : kita dapat memperhitungkan kontruksi sebuah bangunan
di lihat dari aspek sudut, panjang, kemiringan, tinggi dan
banyaknya bahan dalam membuat kontruksi bangunan.
4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan
yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas
dengan iman dan kepercayaan.
Keempat tingkat kebenaran ini berbeda-beda wujud, sifat dan
kualitasnya bahkan juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi
subyek yang menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud disini ialah
aspek kepribadian yang menangkap kebenarna itu. Misalnya pada
tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah
panca indera.
Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada
khususnya mengemban tugas utama untuk menemukan,
mengembangkan, menjelaskan, dan menyampaikan nilai-nilai
kebenaran. Semua orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran,
bertindak sesuai dengan kebenaran. Kebenaran adalah suatu nilai utama
di dalam kehidupan manusia sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi
rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan
(human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
Kebenaran sebagai ruang lingkup dan obyek pikir manusia
sudah lama menjadi penyelidikan manusia. Manusia sepanjang sejarah
kebudayaannya menyelidiki secara terus menerus apakah hakekat
kebenaran itu?
Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya
terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya
pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksanakan
kebenaran tersebut manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik
spikologis. Menurut para ahli filsafat itu bertingkat-tingkat bahkan
tingkat-tingkat tersebut bersifat hirarkhis. Kebenaran yang satu di
bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya .
B. Teori-Teori Kebenaran Menrut Filsafat
Secara tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu
koherensi, korespondensi, dan pragmatic (Jujun S. Suriasumantri, 1982).
Dan Michel William berpendapat ada 5 teori kebenaran dalam ilmu,
yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran
performatik, kebenaran pragmatik, dan kebenaran proposisi. Bahkan
Noeng Muhadjir menambahkan satu teori lagi yaitu kebenaran
paradigmatic (Ismaun; 2001)
1. Teori Kebenaran Koherensi
Yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara
sesuatu yang lain dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih
tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik berupa skema, system,
ataupun nilai. Koherensi bias pada tatanan sensual rasional
maupun pada dataran transcendental.
Teori koherensi dapat juga disebut dengan teori
konsistensi, yaitu teori yang mengatakan, suatu pernyataan
dianggap benar apabila pernyataan bersifat koheren atau konsisten
dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang telah dianggap
benar secara logis.
Kriteria Kebenaran Koherensi
Jadi, suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan
tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan pernyataan-
pernyataan lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya
dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita.
Dengan kata lain, suatu proposisi itu benar jika mempunyai
hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang telah ada dan benar
adanya. Contohnya, bila kita beranggapan bahwa semua manusia
akan mati adalah pernyataan yang selama ini memang benar
adanya. Jika Ahmad adalah manusia, maka pernyataan bahwa
Ahmad pasti akan mati, merupakan pernyataan yang benar pula.
Sebab pernyataan yang kedua konsisten dengan pernyataan yang
pertama.
Contoh :
Pernyataan “Seluruh mahasiswa UNS harus
mengenakan almamater saat perkuliahan berlangsung”. Sulis
adalah mahasiswa UNS, Sulis harus mengenakan almamater
saat perkuliahan berlangsung. Pernyataan tersebut adalah
benar sebab pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan
pertama.
2. Teori Kebenaran Korespondensi
Teori korespondensi berpandangan bahwa suatu
pernyataan dikatakan benar apabila materi pengetahuan yang
dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan)
dengan pernyataan yang ada di alam atau obyek yang dituju
pernyataan tersebut.
Berfikir korespondensial adalah berfikir tentang
terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu yang lain.
Korespondensi relevan dibuktikan dengan adanya kejadian yang
sejalan atau berlawanan arah antara kenyataan dengan fakta yang
diharapkan.
Kriteria Kebenaran Korespondensi
Teori ini juga dapat diartikan, bahwa kebenaran itu adalah
kesesuaian dengan fakta, keselarasan dengan realitas, dan
keserasian dengan situasi aktual. Sebagai contoh, jika seorang
menyatakan bahwa “Kuala lumpur adalah Ibu Kota Negara
Malaysia”, pernyataan itu benar karena pernyataan tersebut
berkoresponden , memang menjadi Ibu Kota Negara Malaysia.
Sekiranya ada orang yang menyatakan bahwa “Ibu Kota Malaysia
adalah Kelantan”, maka pernyataan itu tidak benar, karena
objeknya tidak berkoresponden dengan pernyataan tersebut.
Contoh :
Pernyataan “Ibu adalah orang yang melahirkan kita”,
pernyataan tersebut benar karena faktanya memang ibulah
yang telah melahirkan kita. Sedangkan pernyataan lain
“Bapak adalah orang yang melahirkan kita”, pernyataan
tersebut tidak benar sebab tidak ada obyek yang
berhubungan dengan pernyataan tersebut. Jadi secara faktual
“Orang yang melahirkan kita bukan bapak, melainkan ibu”
3. Teori Kebenaran Performatif
Adalah kebenaran yang diputuskan atau dikemukakan
oleh pemegang otoritas tertentu. Masyarakat dapat menganggap
suatu hal itu benar, meski terkadang bertentangan dengan bukti-
bukti empiris.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusian terkadang harus
mengikuti kebenaran performatif. Pemegang otoritas yakni
pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat, pemimpin
masyarakat, dan sebagainya.
Kebenaran performatif cenderung menjadikan manusia
kurang inisiatif dan inovatif, karena mereka hanya mengikuti
kebenaran dari pemegang otoritas, sehingga tidak terbiasa berfikir
secara kritis dan rasional.
Kriteria kebenaran Performatik
Menurut teori ini, suatu pernyataan kebenaran bukanah
kualitas atau sifat sesuatu, tetapi sebuah tindakan (performatik).
Untuk menyatakan suatu itu benar, maka cukup melakukan
tindakan konsesi (setuju/ menerima/ membenarkan) terhadap
gagasan yang telah dinyatakan. Dengan demikian, tindakan
performatik tidak berhubungan dengan diskripsi benar atau salah
dari sebuah keadaan faktual. Jadi, sesuatu itu dianggap benar jika
memang dapat diaktualisasikan dalam tindakan.
Contoh :
Ketua RT memutuskan bahwa hari minggu pada
minggu pertama tiap bulan akan menjadi agenda rutin untuk
para warga melaksanakan kerja bakti, sebagian masyarakat
menyetujuinya, namun juga sebagian masyarakat ada yang
tidak setuju dengan keputusan tersebut.
4. Teori Kebenaran Pragmatis
Teori pragmatis mengatakan bahwa pernyataan diukur
dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional
dalam kehidupan praktis. Maksudnya, suatu pernyataan adalah
benar apabila pernyataan atau konsekuensi dari pernyataan itu
mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.
Kriteria Kebenaran Pragmatik
Jadi menurut pandangan teori ini bahwa suatu proposisi
bernilai benar bila proposisi ini mempunyai konsekuensi-
konsekuensi praktis seperti yang terdapat secara inheren dalam
pernyataan itu sendiri. Karena setiap pernyataan selalu selalu
terikat pada hal-hal yang bersifat praktis, maka tiada kebenran
yang bersifat mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap,
yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal, sebab
pengalaman itu berjalan terus dan segala yang dianggap benar
dalam perkembangannya pengalaman itu senatiasa berubah.
Hal itu karena dalam prakteknya apa yang dianggap
benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutmya. Atau dengan
kata lain bahwa suatu pengertian itu tak pernah benar melainkan
hanya dapat menjadi benar kalau saja dapat dimanfaatkan praktis.
Contoh :
Seseorang yang mencetuskan ide untuk menciptakan
suatu alat perontok padi, kemudian ide tersebut
direalisasikan hingga tercipta alat perontok padi yang dapat
digunakan oleh manusia untuk mempermudah pekerjaannya
dalam proses merontokkan padi. Maka alat perontok padi
dianggap benar, karena alat tersebut adalah fungsional dan
mempunyai kegunaan.
5. Teori Kebenaran Proposisi
Menurut Aristoteles (Susanto : 2014, proposisi
(pernyataan) dikatakan benar apabila sesuai dengan persyaratan
formal suatu proposisi. Kemudian pendapat lain dari Euclides,
proposisi bernilai benar tidak dilihat dari benar formalnya, tetapi
dilihat dari benar menurut materialnya.
Kriteria Kebenaran Proposisi
Menurut teori ini, sesuatu bisa dianggap benar apabila
sesuai dengan persyaratan materilnya suatu proposisi, bukan pada
syarat formal proposisi, dalam sumber lain ada juga yang
menambahkan dengan bentuk kebenaran lain yang disebut dengan
kebenaran sintaksis.
6. Teori Kebenaran Paradigmatik
Yakni suatu teori yang menyatakan benar apabila teori itu
berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu dan ada
komunitas ilmuan yang mengakui paradigma tersebut. Kebenaran
paradigmatik sebenarnya pengembangan dari kebenaran
korespondensi. Paradigma berfungsi sebagai keputusan yuridiktif
yang diterima dalam hukum tak tertulis

KEBENARAN DALAM MATEMATIKA


Kebenaran matematika adalah kebenaran menurut definisi
atau persyaratan yang menentukan makna dari term-term kunci.
Persyaratan ini memberikan ciri khas bahwa validitas kebenaran
matematika tidak memerlukan bukti empiris. Kebenaran
matematika semata-mata dapat ditunjukkan dengan menganalisis
makna yang terkandung dalam term-term di dalamnya, yang di
dalam logika disebut sebagai benar secara apriori yang
mengindikasikan bahwa nilai kebenarannya bebas secara logis dari
atau apriori secara logis pada sebarang bukti eksperimental.
Ciri khas kepastian teoritis berakibat pada pernyataan
analitis yang tidak membawa informasi faktual, tidak memiliki
implikasi faktual, tidak memuat kandungan empiris, sesuatu yang
berbeda dengan pernyataan sintetis, sehingga kebenaran
pernyataan analitis dapat divalidasi tanpa referensi bukti empiris.
Jadi validitas kebenaran matematika tidak terletak pada sifat self-
evident-nya dan tidak pula pada dasar empirisnya, akan tetapi
diturunkan dari persyaratan yang menentukan makna konsep-
konsep matematika. Dengan demikian, proposisi matematika
adalah benar menurut definisi, kebenaran a priopri, sekali benar
maka untuk seterusnya dan selamanya benar.
Menurut kaum Formalis matematika berasal dari
penggunaan pikiran manusia secara bebas, bukan melalui praktek
matematisasi dalam kehidupan sehari-hari. Mereka memandang
apakah matematika yang dihasilkannya berguna dan dapat
diterapkan bukan urusannya. Bagi kaum Formalis, matematika
adalah untuk matematika, matematika an sich. Matematika
dikembangkan tanpa tujuan untuk dapat digunakan dalam
praktek dan atau dapat memberi manfaat nyata.
Ada dua teori tentang kebenaran dalam matematika, yaitu
teori korespondensi dan teori koherensi. Teori kebenaran
korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa
pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi
terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang
dituju pernyataan tersebut. Contoh, “Semua manusia akan mati,”
merupakan suatu pernyataan yang bernilai benar karena
kenyataannya memang demikian. Hal ini membawa pandangan
bahwa kebenaran terdiri dalam beberapa bentuk korespondensi
antara keyakinan dan fakta. Sedangkan teori kebenaran koherensi
berpandangan bahwa suatu pernyataan dikatakan benar bila
terdapat kesesuaian antara pernyataan satu dengan pernyataan
terdahulu atau lainnya dalam suatu sistem pengetahuan yang
dianggap benar. Contohnya, pengetahuan Aljabar telah didasarkan
pada pernyataan pangkal yang dianggap benar. Pernyataan yang
dianggap benar itu disebut aksioma atau postulat.

Sebagaimana pendekatan dalam aritmatik, dimana


pernyataan-pernyataan terjalin sangat teratur sehingga tiap
pernyataan timbul dengan sendirinya dari pernyataan tanpa
berkontradiksi dengan pernyataan-pernyataan lainnya.
Matematika adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya
dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren. Sistem
matematika disusun atas beberapa dasar pernyataan yang
dianggap benar (aksioma). Dengan mempergunakan beberapa
aksioma, maka disusun suatu teorema. Berdasarkan teorema-lah,
maka dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara
keseluruhan merupakan suatu sistem yang konsisten.
DAFTAR PUSTAKA

Atabik, Ahmad. 2014. Teori Kebenaran Perspektif Filsafat Ilmu : Sebuah


Kerangka untuk Mengetahui Pengetahuan agama. STAIN :
Kudus

Jujun S. Suriasumantri. 2005. FILSAFAT ILMU Sebuah Pengantar


Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Susanto, 2011. Filsafat Ilmu:suatu kajian dalam dimensi Ontologis. Bumi


Aksara: Jakarta

Vidya. 2015. Kebenaran Matematis dalam Fisafat formalisme. Bintang


Cakrawala : Jogja.

Anda mungkin juga menyukai