Dosen Pengampu: Prof. Dr. Mega Teguh Budiarto, M.Pd.
PROGAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2019 KEBENARAN DALAM MATEMATIKA
A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Purwadarminta (Atabik : 2014) dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, menerangkan bahwa kebenaran itu adalah 1). Keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan yang sesungguhnya. Misalnya kebenaran berita ini masih saya ragukan, kita harus berani membela kebenaran dan keadilan. 2). Sesuatu yang benar (sugguh-sugguh ada, betul-betul hal demikian halnya, dan sebagainya). Misalnya kebenaran-kebenran yang diajarkan agama. 3). Kejujuran, kelurusan hati, misalnya tidak ada seorangpun sanksi akan kebaikan dan kebenaran hatimu. Sedang menurut Abbas Hamami (Atabik : 2014) kata “kebenaran” bisa digunakan sebagai suatu kata benda yang konkrit maupun abstrak. Jika subyek hendak menuturkan kebenaran artinya adalah proposisi yang benar. Proposisi maksudnya adalah makna yang dikandung dalam suatu pernyataan atau statement. Kebenaran intelektual yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan bidang-bidang kehidupan. Kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri. Ada dua pengertian kebenaran, yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata terjadi, dan kebenaran dalam arti lawan dari keburukan (ketidakbenaran). Persesuaian antara pengatahuan dan obyeknya itu yang disebut kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif. Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin hidup tanpa kebenaran. Berdasarkan potensi subjek, Atabik menyusun tingkatan kebenaran itu menjadi : 1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhana dan pertama yang dialami manusia. Contoh : di meja ada sepuluh buah apel. 2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indera, diolah pula dengan rasio. Contoh : kita dapat mengetahui lamanya waktu yang di butuhkan untuk mencapai sebuah tempat dengan jarak tertentu. 3. Tingkatan filosofis, rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya. Contoh : kita dapat memperhitungkan kontruksi sebuah bangunan di lihat dari aspek sudut, panjang, kemiringan, tinggi dan banyaknya bahan dalam membuat kontruksi bangunan. 4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan. Keempat tingkat kebenaran ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenarna itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indera. Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas utama untuk menemukan, mengembangkan, menjelaskan, dan menyampaikan nilai-nilai kebenaran. Semua orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran, bertindak sesuai dengan kebenaran. Kebenaran adalah suatu nilai utama di dalam kehidupan manusia sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran. Kebenaran sebagai ruang lingkup dan obyek pikir manusia sudah lama menjadi penyelidikan manusia. Manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki secara terus menerus apakah hakekat kebenaran itu? Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik spikologis. Menurut para ahli filsafat itu bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut bersifat hirarkhis. Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya . B. Teori-Teori Kebenaran Menrut Filsafat Secara tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi, dan pragmatic (Jujun S. Suriasumantri, 1982). Dan Michel William berpendapat ada 5 teori kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatik, kebenaran pragmatik, dan kebenaran proposisi. Bahkan Noeng Muhadjir menambahkan satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatic (Ismaun; 2001) 1. Teori Kebenaran Koherensi Yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik berupa skema, system, ataupun nilai. Koherensi bias pada tatanan sensual rasional maupun pada dataran transcendental. Teori koherensi dapat juga disebut dengan teori konsistensi, yaitu teori yang mengatakan, suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar secara logis. Kriteria Kebenaran Koherensi Jadi, suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan pernyataan- pernyataan lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita. Dengan kata lain, suatu proposisi itu benar jika mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang telah ada dan benar adanya. Contohnya, bila kita beranggapan bahwa semua manusia akan mati adalah pernyataan yang selama ini memang benar adanya. Jika Ahmad adalah manusia, maka pernyataan bahwa Ahmad pasti akan mati, merupakan pernyataan yang benar pula. Sebab pernyataan yang kedua konsisten dengan pernyataan yang pertama. Contoh : Pernyataan “Seluruh mahasiswa UNS harus mengenakan almamater saat perkuliahan berlangsung”. Sulis adalah mahasiswa UNS, Sulis harus mengenakan almamater saat perkuliahan berlangsung. Pernyataan tersebut adalah benar sebab pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan pertama. 2. Teori Kebenaran Korespondensi Teori korespondensi berpandangan bahwa suatu pernyataan dikatakan benar apabila materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan pernyataan yang ada di alam atau obyek yang dituju pernyataan tersebut. Berfikir korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu yang lain. Korespondensi relevan dibuktikan dengan adanya kejadian yang sejalan atau berlawanan arah antara kenyataan dengan fakta yang diharapkan. Kriteria Kebenaran Korespondensi Teori ini juga dapat diartikan, bahwa kebenaran itu adalah kesesuaian dengan fakta, keselarasan dengan realitas, dan keserasian dengan situasi aktual. Sebagai contoh, jika seorang menyatakan bahwa “Kuala lumpur adalah Ibu Kota Negara Malaysia”, pernyataan itu benar karena pernyataan tersebut berkoresponden , memang menjadi Ibu Kota Negara Malaysia. Sekiranya ada orang yang menyatakan bahwa “Ibu Kota Malaysia adalah Kelantan”, maka pernyataan itu tidak benar, karena objeknya tidak berkoresponden dengan pernyataan tersebut. Contoh : Pernyataan “Ibu adalah orang yang melahirkan kita”, pernyataan tersebut benar karena faktanya memang ibulah yang telah melahirkan kita. Sedangkan pernyataan lain “Bapak adalah orang yang melahirkan kita”, pernyataan tersebut tidak benar sebab tidak ada obyek yang berhubungan dengan pernyataan tersebut. Jadi secara faktual “Orang yang melahirkan kita bukan bapak, melainkan ibu” 3. Teori Kebenaran Performatif Adalah kebenaran yang diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu. Masyarakat dapat menganggap suatu hal itu benar, meski terkadang bertentangan dengan bukti- bukti empiris. Dalam kehidupan sehari-hari, manusian terkadang harus mengikuti kebenaran performatif. Pemegang otoritas yakni pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat, pemimpin masyarakat, dan sebagainya. Kebenaran performatif cenderung menjadikan manusia kurang inisiatif dan inovatif, karena mereka hanya mengikuti kebenaran dari pemegang otoritas, sehingga tidak terbiasa berfikir secara kritis dan rasional. Kriteria kebenaran Performatik Menurut teori ini, suatu pernyataan kebenaran bukanah kualitas atau sifat sesuatu, tetapi sebuah tindakan (performatik). Untuk menyatakan suatu itu benar, maka cukup melakukan tindakan konsesi (setuju/ menerima/ membenarkan) terhadap gagasan yang telah dinyatakan. Dengan demikian, tindakan performatik tidak berhubungan dengan diskripsi benar atau salah dari sebuah keadaan faktual. Jadi, sesuatu itu dianggap benar jika memang dapat diaktualisasikan dalam tindakan. Contoh : Ketua RT memutuskan bahwa hari minggu pada minggu pertama tiap bulan akan menjadi agenda rutin untuk para warga melaksanakan kerja bakti, sebagian masyarakat menyetujuinya, namun juga sebagian masyarakat ada yang tidak setuju dengan keputusan tersebut. 4. Teori Kebenaran Pragmatis Teori pragmatis mengatakan bahwa pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Maksudnya, suatu pernyataan adalah benar apabila pernyataan atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Kriteria Kebenaran Pragmatik Jadi menurut pandangan teori ini bahwa suatu proposisi bernilai benar bila proposisi ini mempunyai konsekuensi- konsekuensi praktis seperti yang terdapat secara inheren dalam pernyataan itu sendiri. Karena setiap pernyataan selalu selalu terikat pada hal-hal yang bersifat praktis, maka tiada kebenran yang bersifat mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal, sebab pengalaman itu berjalan terus dan segala yang dianggap benar dalam perkembangannya pengalaman itu senatiasa berubah. Hal itu karena dalam prakteknya apa yang dianggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutmya. Atau dengan kata lain bahwa suatu pengertian itu tak pernah benar melainkan hanya dapat menjadi benar kalau saja dapat dimanfaatkan praktis. Contoh : Seseorang yang mencetuskan ide untuk menciptakan suatu alat perontok padi, kemudian ide tersebut direalisasikan hingga tercipta alat perontok padi yang dapat digunakan oleh manusia untuk mempermudah pekerjaannya dalam proses merontokkan padi. Maka alat perontok padi dianggap benar, karena alat tersebut adalah fungsional dan mempunyai kegunaan. 5. Teori Kebenaran Proposisi Menurut Aristoteles (Susanto : 2014, proposisi (pernyataan) dikatakan benar apabila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Kemudian pendapat lain dari Euclides, proposisi bernilai benar tidak dilihat dari benar formalnya, tetapi dilihat dari benar menurut materialnya. Kriteria Kebenaran Proposisi Menurut teori ini, sesuatu bisa dianggap benar apabila sesuai dengan persyaratan materilnya suatu proposisi, bukan pada syarat formal proposisi, dalam sumber lain ada juga yang menambahkan dengan bentuk kebenaran lain yang disebut dengan kebenaran sintaksis. 6. Teori Kebenaran Paradigmatik Yakni suatu teori yang menyatakan benar apabila teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuan yang mengakui paradigma tersebut. Kebenaran paradigmatik sebenarnya pengembangan dari kebenaran korespondensi. Paradigma berfungsi sebagai keputusan yuridiktif yang diterima dalam hukum tak tertulis
KEBENARAN DALAM MATEMATIKA
Kebenaran matematika adalah kebenaran menurut definisi atau persyaratan yang menentukan makna dari term-term kunci. Persyaratan ini memberikan ciri khas bahwa validitas kebenaran matematika tidak memerlukan bukti empiris. Kebenaran matematika semata-mata dapat ditunjukkan dengan menganalisis makna yang terkandung dalam term-term di dalamnya, yang di dalam logika disebut sebagai benar secara apriori yang mengindikasikan bahwa nilai kebenarannya bebas secara logis dari atau apriori secara logis pada sebarang bukti eksperimental. Ciri khas kepastian teoritis berakibat pada pernyataan analitis yang tidak membawa informasi faktual, tidak memiliki implikasi faktual, tidak memuat kandungan empiris, sesuatu yang berbeda dengan pernyataan sintetis, sehingga kebenaran pernyataan analitis dapat divalidasi tanpa referensi bukti empiris. Jadi validitas kebenaran matematika tidak terletak pada sifat self- evident-nya dan tidak pula pada dasar empirisnya, akan tetapi diturunkan dari persyaratan yang menentukan makna konsep- konsep matematika. Dengan demikian, proposisi matematika adalah benar menurut definisi, kebenaran a priopri, sekali benar maka untuk seterusnya dan selamanya benar. Menurut kaum Formalis matematika berasal dari penggunaan pikiran manusia secara bebas, bukan melalui praktek matematisasi dalam kehidupan sehari-hari. Mereka memandang apakah matematika yang dihasilkannya berguna dan dapat diterapkan bukan urusannya. Bagi kaum Formalis, matematika adalah untuk matematika, matematika an sich. Matematika dikembangkan tanpa tujuan untuk dapat digunakan dalam praktek dan atau dapat memberi manfaat nyata. Ada dua teori tentang kebenaran dalam matematika, yaitu teori korespondensi dan teori koherensi. Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut. Contoh, “Semua manusia akan mati,” merupakan suatu pernyataan yang bernilai benar karena kenyataannya memang demikian. Hal ini membawa pandangan bahwa kebenaran terdiri dalam beberapa bentuk korespondensi antara keyakinan dan fakta. Sedangkan teori kebenaran koherensi berpandangan bahwa suatu pernyataan dikatakan benar bila terdapat kesesuaian antara pernyataan satu dengan pernyataan terdahulu atau lainnya dalam suatu sistem pengetahuan yang dianggap benar. Contohnya, pengetahuan Aljabar telah didasarkan pada pernyataan pangkal yang dianggap benar. Pernyataan yang dianggap benar itu disebut aksioma atau postulat.
Sebagaimana pendekatan dalam aritmatik, dimana
pernyataan-pernyataan terjalin sangat teratur sehingga tiap pernyataan timbul dengan sendirinya dari pernyataan tanpa berkontradiksi dengan pernyataan-pernyataan lainnya. Matematika adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian berdasarkan teori koheren. Sistem matematika disusun atas beberapa dasar pernyataan yang dianggap benar (aksioma). Dengan mempergunakan beberapa aksioma, maka disusun suatu teorema. Berdasarkan teorema-lah, maka dikembangkan kaidah-kaidah matematika yang secara keseluruhan merupakan suatu sistem yang konsisten. DAFTAR PUSTAKA
Atabik, Ahmad. 2014. Teori Kebenaran Perspektif Filsafat Ilmu : Sebuah
Kerangka untuk Mengetahui Pengetahuan agama. STAIN : Kudus
Jujun S. Suriasumantri. 2005. FILSAFAT ILMU Sebuah Pengantar
Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan
Susanto, 2011. Filsafat Ilmu:suatu kajian dalam dimensi Ontologis. Bumi
Aksara: Jakarta
Vidya. 2015. Kebenaran Matematis dalam Fisafat formalisme. Bintang