Anda di halaman 1dari 12

HIGEIA 2 (1) (2018)

HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH


RESEARCH AND DEVELOPMENT
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia

KEJADIAN DEMAM TIFOID DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS


KARANGMALANG

Andayani , Arulita Ika Fibriana

Bagian Promosi Kesehatan Puskesmas Sumpiuh


Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Angka kejadian demam tifoid tertinggi di Kota Semarang Tahun 2015 berada di Puskesmas
Diterima November 2017 Karangmalang yaitu 475 kasus. Pada tahun 2016 kejadian demam tifoid mengalami peningkatan
Disetujui Desember 2017 dari tahun sebelumnya sejumlah 555 kasus dan 183 diantaranya merupakan pasien rawat inap.
Dipublikasikan Januari Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kejadian demam tifoid. Jenis
2018 penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan case control. Instrumen penelitian berupa
________________ kuesioner, lembar observasi dan rollmeter. Data dianalisis menggunakan uji chi square. Hasil
Keywords: penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara pendapatan keluarga (p=0,043), kebiasaan
Risk Factor, Typhoid Fever, mencuci tangan sebelum makan (p=0,027), kebiasaan mencuci tangan setelah BAB (p=0,028),
Inpatient kebiasaan mengonsumsi makanan di luar penyediaan rumah (p=0,026), kondisi tempat sampah
____________________ (p=0,034), kondisi saluran air limbah (p=0,043), riwayat kontak dengan penderita demam tifoid
(p=0,037), dan tidak ada hubungan antara umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, penyimpanan
makanan masak di rumah, kebiasaan mencuci bahan makanan mentah yang akan di makan
langsung, sarana air bersih dengan kejadian demam tifoid..

Abstract
___________________________________________________________________
The highest incidence of typhoid fever in Semarang 2015 was in the Karangmalang public health center with
475 cases. In 2016 the incidence of typhoid fever has increased from the previous year, which is a number of 555
cases and 183 of them are inpatients. The purpose of this study was to Factor affecting with Typhoid Fever
Incidence. This type of research is an analytical survey with case control design. The research instruments are
questionnaires, observation sheets and rollmeter. Data were analyzed by chi square method. The result
showed that there is a relationship between family income (p=0,043), the habits of washing hands before eating
(p=0,027), washing hands after defecation (p=0,028), the habit of eating meals outside the home supply
(p=0,026), condition of the trash (p=0,034), conditions of sewerage (p=0,043), contact history with typhoid
fever sufferers (p=0,037), and there is no correlation between age, sex, level of education, home cooked food
storage, the habits of washing raw food to be eaten immediately, water supply with the incidence of typhoid
fever.

© 2018 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi:
p ISSN 1475-362846
Gedung F5 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229 e ISSN 1475-222656
E-mail: andayani70@yahoo.co.id

57
Andayani dan Arulita I. F./Kejadian Demam Tifoid/HIGEIA 2 (1) (2018)

PENDAHULUAN terjadi dalam jumlah yang besar. Berdasarkan


rekapitulasi laporan tifoid Puskesmas sekota
Demam tifoid adalah penyakit demam Semarang, pada tahun 2015 terjadi 6.958 kasus
akut yang disebabkan oleh infeksi bakteri demam tifoid. Berdasarkan data SKDR kasus
Salmonella enterica khususnya turunannya, demam tifoid meningkat kembali pada tahun
Salmonella typhi (Alba, 2016). Penularan 2016 yaitu sebanyak 7.796 kasus.
demam tifoid melalui fecal dan oral yang masuk Puskesmas Karangmalang merupakan
ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan salah satu Puskesmas di kota Semarang dengan
minuman yang terkontaminasi (Mogasale, kejadian demam tifoid tertinggi pada tahun
2016). 2015. Data yang diperoleh dari Puskesmas
Demam tifoid telah menjadi masalah Karangmalang yaitu rekapitulasi data wabah
yang cukup penting di beberapa negara. W2 mingguan selama tahun 2015 menunjukan
Diperkirakan 17 juta orang menderita penyakit kasus demam tifoid sejumlah 475 kasus dan 99
ini per tahunnya. Hampir sebagian besar terjadi diantaranya merupakan pasien rawat inap. Pada
di negara dengan pendapatan pertahun yang tahun 2016 kejadian demam tifoid mengalami
masih rendah (Chau, 2007). WHO peningkatan dari tahun sebelumnya, yaitu
memperkirakan 70% kematian terjadi di Asia. sejumlah 555 kasus dan 183 diantaranya
Indonesia merupakan negara endemik demam merupakan pasien rawat inap.
tifoid. Diperkirakan terdapat 800 penderita per Dari hasil survei PHBS yang dilakukan
100.000 penduduk setiap tahun yang ditemukan Puskesmas Karangmalang tahun 2015, jumlah
sepanjang tahun. Penyakit ini tersebar di rumah yang ada sebanyak 2789 unit, yang
seluruh wilayah dengan insidensi yang tidak diperiksa sebanyak 1600 unit. Rumah tangga
berbeda jauh antar daerah. (Widoyono, 2011). yang berperilaku hidup bersih dan sehat terdiri
Sebuah penelitian yang dilakukan di daerah dari strata utama dan strata paripurna 94%.
kumuh di Jakarta memperkirakan angka Sedangkan data tentang sarana sanitasi tercatat
kejadian demam tifoid 148,7 per 100.000 sebagian besar sarana air bersih berasal dari
penduduk per tahun pada kelompok umur 2-4 pemakaian sumur artesis yang masih menjadi
tahun, 180,3 per 100.000 penduduk pada sumber air utama di wilayah Puskesmas
kelompok umur 5-15 tahun dan 51,2 per Karangmalang yang mencapai 2230 rumah
100.000 penduduk di antaranya lebih dari 16 (79,95%), sedangkan yang menggunakan sumur
tahun, dengan onset usia rata-rata 10,2 tahun gali 480 rumah (17,2%) dan sarana dari PDAM
(Ochiai, 2008). Tanpa pengobatan yang efektif, hanya 79 rumah (2,8%) dan cakupan
demam tifoid memiliki CFR sebesar 10-30%. penggunaan jamban keluarga 2533 rumah atau
Namun jumlah itu berkurang menjadi 1-4% sebesar 90,82% dari total jumlah keluarga yang
setelah menerima pengobatan yang adekuat ada, jumlah jamban yang diperiksa sebanyak
(Crump, 2010). 1600 dan 1571 jamban telah memenuhi syarat
Berdasarkan Sistem Kewaspadaan Dini jamban sehat (98,18%).
dan Respon (SKDR) Kemenkes bagian Berdasarkan studi pendahuluan bulan
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2PL), Januari 2017 yang dilakukan langsung ke tiap-
kasus demam tifoid di Jawa Tengah selama 3 tiap rumah pada 25 responden yang pernah
tahun berturut-turut menempati urutan ke-3. menderita demam tifoid tahun 2016 dan dirawat
Pada tahun 2014 terdapat 17.606 kasus, pada inap di Puskesmas Karangmalang mengenai
tahun 2015 terdapat 13.397 kasus, sedangkan karakteristik individu, higiene perorangan, dan
pada tahun 2016 terdapat sebanyak 244.071. sanitasi lingkungan, diketahui bahwa 64%
Data yang diperoleh dari Dinas responden memiliki tingkat pendidikan yang
Kesehatan Kota Semarang menunjukan bahwa rendah, 60% responden memiliki pendapatan
kasus demam tifoid selalu terjadi setiap keluarga yang rendah, 80% responden
bulannya dan merupakan penyakit yang sering mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum

58
Andayani dan Arulita I. F./Kejadian Demam Tifoid/HIGEIA 2 (1) (2018)

makan kurang baik, 72% responden mempunyai dengan hasil uji widal positif yang dirawat inap
kebiasaan mencuci tangan setelah BAB kurang di Puskesmas Karangmalang pada rentang
baik, 32% mempunyai kebiasaan mengonsumsi waktu Januari-Juni tahun 2017 serta tercatat
makanan di luar penyediaan rumah, 28% dalam rekam medik di Puskesmas
mempunyai kebiasaan tidak mencuci bahan Karangmalang sementara, populasi kontrol
makanan mentah yang langsung dikonsumsi, dalam penelitian ini adalah bukan penderita
52% saluran pembuangan limbah responden demam tifoid dibuktikan dengan hasil uji widal
dalam kondisi terbuka dan banyak air yang negatif yang memeriksakan diri di Pukesmas
tergenang di saluran tersebut, 48% responden Karangmalang pada rentang waktu Januari-Juni
mempunyai riwayat kontak dengan penderita tahun 2017 serta tercatat dalam rekam medik.
demam tifoid dan 80% responden memiliki Sampel kasus dalam penelitian ini adalah
tempat sampah dengan kondisi terbuka. pasien rawat inap penderita demam tifoid yang
Wilayah kerja Puskesmas Karangmalang ditunjang dengan hasil uji widal positif yang
meliputi 4 kelurahan. Karakteristik wilayah tercatat dalam rekam medis dan bertempat
berupa perkampungan. Kelurahan Purwosari tinggal di wilayah kerja Puskesmas
memiliki proporsi penderita demam tifoid rawat Karangmalang dan memenuhi kriteria inklusi
inap terbanyak pada tahun 2016 dibandingkan berikut: penderita demam tifoid yang ditunjang
dengan kelurahan lain yaitu sebesar 23,5%. dengan hasil uji widal positif dan tercatat dalam
Diketahui juga bahwa dusun Kaligetas yang rekam medis; pernah rawat inap di Puskesmas
merupakan salah satu dusun di Kelurahan Karangmalang pada rentang waktu Januari-Juni
Purwosari berjarak 6,7 km dengan Tempat 2017; bertempat tinggal tetap di wilayah kerja
Pembuangan akhir (TPA) Jatibarang. Tempat Puskesmas Karangmalang; dan kriteria eksklusi
tersebut merupakan tempat yang potensial seperti tidak bersedia menjadi responden;
untuk berkembang biak lalat yang merupakan alamat tidak jelas atau tidak bisa ditemui 3 kali
salah satu vektor dalam penularan demam pada saat penelitian berlangsung.
tifoid. Lalat menyebarkan penyakit karena Sampel kontrol dalam penelitian ini
kebiasaan berkembang biak dan makan di adalah bukan penderita demam tifoid
tempat yang kotor. Bakteri yang berasal dari dibuktikan dengan hasil uji widal negatif yang
tempat dimana lalat makan, akan terjebak di memeriksakan diri di Pukesmas Karangmalang
mulut dan bantalan kaki yang pada akhirnya serta tercatat dalam rekam medik dan bertempat
menyebar ke tempat mereka mendarat. tinggal di wilayah kerja Puskesmas
Kelurahan Karangmalang memiliki proporsi Karangmalang dan memenuhi kriteria inklusi
penderita demam tifoid sebanyak 11,47%, seperti bukan penderita demam tifoid yang
Kelurahan Polaman sebesar 13,11%, kelurahan ditunjang dengan hasil uji widal negatif.
Bubakan sebesar 9,3%, sedangkan sisanya Berdasarkan anamnesis dokter pasien memiliki
berasal dari luar wilayah kerja Puskesmas gejala yang mirip dengan demam tifoid yaitu,
Karangmalang. demam satu minggu atau lebih disertai
Penelitian ini bertujuan untuk gangguan pada saluran pencernaan dengan atau
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan tanpa gangguan kesadaran; memeriksakan diri
dengan kejadian demam tifoid di wilyah kerja di Puskesmas Karangmalang pada rentang
Puskesmas Karangmalang Kota Semarang. waktu Januari-Juni 2017; bertempat tinggal
tetap di wilayah kerja Puskesmas Karangmalag;
METODE dan kriteria eksklusi yaitu tidak bersedia
menjadi responden; alamat tidak jelas atau tidak
Jenis penelitian ini menggunakan metode bisa ditemui 3 kali pada saat penelitian
survei analitik dengan desain studi case control. berlangsung.
Populasi kasus dalam penelitian ini adalah Besar sampel minimal yang didapat
seluruh penderita demam tifoid yang ditunjang berdasarkan rumus perhitugan sampel minimal

59
Andayani dan Arulita I. F./Kejadian Demam Tifoid/HIGEIA 2 (1) (2018)

dari Lameshow adalah sebesar 38 orang, Tabel 1. Tempat tinggal dan pekerjaan
kemudian ditambahkan spare 10%. Maka responden di wilayah kerja Puskesmas
besar sampel penelitian ini adalah 42 Karangmalang Kota Semarang
orang. Pengambilan sampel untuk kasus dan Karakteristik Kasus Kontrol Jumlah %
kontrol menggunakan perbandingan 1:1, Wilayah Tempat Tinggal
(Kelurahan)
sehingga besar sampel penelitian ini adalah 42 Kelurahan 9 7 16 19,1
sampel kasus dan 42 sampel kontrol. Jadi, Karangmalang
Kelurahan 9 8 17 20,2
jumlah sampel secara keseluruhan sebesar 84 Bubakan
sampel. Pengambilan sampel dilakukan Kelurahan 10 9 19 22,6
Polaman
dengan teknik purposive sampling. Kelurahan 14 18 32 38,1
Sumber data primer dalam penelitian ini Purwosari
Pekerjaan
adalah dengan menggunakan kuesioner Pelajar 8 11 19 22,6
dan lembar observasi Sedangkan IRT 7 7 14 16,7
sumber data sekunder dalam penelitian ini Swasta 9 9 18 21,4
PNS 1 0 1 1,2
diperoleh dari rekam medis pasien di
Petani 9 5 14 16,7
Puskesmas Karangmalang. Instrumen yang Buruh 7 8 15 17,8
digunakan dalam penelitian adalah rekam Belum Bekerja 1 2 3 3,6
medis dari Puskesmas, kuesioner, pengukuran
dan lembar observasi. Karangmalang yaitu sebanyak 16 orang
Analisis data menggunakan analisis (19,1%). Hasil analisis berdasarkan pekerjaan
univariat dan bivariat dengan menggunakan memperlihatkan bahwa jumlah responden yang
uji chi-square, adapun untuk uji alternatifnya paling banyak mengalami demam tifoid adalah
menggunakan Uji Fisher. pelajar yaitu sebanyak 19 orang (22,6%),
sedangkan PNS yaitu sebanyak 1 orang (1,2%)
HASIL DAN PEMBAHASAN dan merupakan pekerjaan responden yang
paling sedikit menderita demam tifoid di
Lokasi penelitian berada di wilayah kerja wilayah kerja Puskesmas Karangmalang.
Puskesmas Karangmalang yang mempunyai Hasil pengolahan data terdapat pada tabel
luas wilayah 1.088.148 m2 dengan jumlah 2. Hasil analisis bivariat yang dilakukan pada
penduduk 11.559. wilayah kerja Puskesmas variabel umur menunjukan secara statistik
meliputi 4 kelurahan, yaitu kelurahan bahwa umur tidak berhubungan dengan
Karangmalang, Bubakan, Polaman dan kejadian demam tifoid. Hasil uji chi square
Purwosari. Berdasarkan data yang diperoleh diperoleh nilai p (0,38) > α (0,05). Sehingga Ho
dari Puskesmas Karangmalang yaitu diterima, yang berarti tidak ada hubungan
rekapitulasi wabah W2 mingguan selama antara umur dengan kejadian demam tifoid di
Januari-Juni terdapat 62 kasus demam tifoid Wilayah Kerja Puskesmas Karangmalan Kota
pada pasien rawat inap. Semarang. Dapat dikatakan bahwa umur bukan
Karakteristik responden dalam penelitian merupakan salah satu faktor risiko timbulnya
ini adalah meliputi tempat tinggal dan pekerjaan penyakit demam tifoid.
responden di wilayah kerja Puskesmas Apabila dicermati penyakit demam
Karangmalang. Karakteristik responden tifoid di Puskesmas Karangmalang Kota
berdasarkan hasil survei tempat tinggal pada Semarang lebih banyak diderita oleh responden
penderita demam tifoid di wilayah kerja yang mempunyai umur ≥30 tahun sebanyak 49
Puskesmas Karangmalang menunjukan bahwa orang atau 58,3% dimana pada kelompok ini
jumlah responden yang paling banyak sebagian besar merupakan kelompok ibu rumah
menderita demam tifoid terdapat di Kelurahan tangga dan petani yang jarang mengonsumsi
Purwosari yaitu sebanyak 32 orang (38,1%) makanan di luar penyediaan rumah, meraka
dan paling sedikit terdapat di Kelurahan cenderung mengonsumsi makanan hasil olahan

60
Andayani dan Arulita I. F./Kejadian Demam Tifoid/HIGEIA 2 (1) (2018)

Tabel 2. Analisis Bivariat Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Tifoid
Frekuensi (n) Jumlah
Variabel Kategori Kasus Kontrol OR (95% CI) p value
n % n % n %
<30 tahun 15 35,7 20 47,6 35 41,7
Umur 0,61 (0,25-1,47) 0,38
≥30 tahun 27 64,3 22 52,4 49 58,3
Laki-Laki 18 42,9 20 47,6 38 45,2
Jenis Kelamin 0,82 (0,35-1,9) 0,83
Perempuan 24 57,1 22 52,4 46 54,8
Tingkat Rendah 31 73,8 34 81 65 77,4
0,67 (0,24-1,86) 0,60
Pendidikan Tinggi 11 26,2 8 19 19 22,6
Pendapatan Rendah 31 73,8 21 50 52 61,9
2,8 (1,13-7,04) 0,043
Keluarga Tinggi 11 26,2 21 50 32 38,1
Kebiasaan Kurang
30 71,4 19 45,2 49 58,3
Mencuci Tangan baik 3,03 (1,22-7,47) 0,027
Sebelum Makan Baik 12 28,6 23 54,8 35 41,7
Kebiasaan Kurang
29 69 18 42,9 47 56
Mencuci Tangan baik 2,97 (1,21-7,28) 0,028
Setelah BAB Baik 13 31 24 57,1 37 44
Tidak
Penyimpanan Memenuhi 17 40,5 15 35,7 32 38,1
Makanan Masak Syarat 1,22 (0,51-2,96) 0,82
di Rumah Memenuhi
25 59,5 27 64,3 52 61,9
Syarat
Kebiasaan 26,2
Mengonsumsi Ya 16 38,1 6 14,3 22
Makanan di 3,69 (1,27-10,71) 0,026
Luar Penyediaan 73,8
Tidak 26 61,9 36 85,7 62
Rumah
Kebiasaan 19
Mencuci Bahan Kurang
7 16,7 9 21,4 16
Makanan baik
0,73 (0,24-2,19) 0,78
Mentah yang 81
akan dimakan Baik 35 83,3 33 78,6 68
Langsung
Tidak
Memenuhi 6 14,3 8 19 14 16,7
Sarana Air
Syarat 0,71 (0,22-2,25) 0,77
Bersih
Memenuhi
36 85,7 34 81 70 83,3
Syarat
Tidak
Memenuhi 34 81 24 57,1 58 69
Kondisi Tempat
Syarat 3,19 (1,19-8,52) 0,034
Sampah
Memenuhi
8 19 18 42,9 26 31
Syarat
Tidak
Memenuhi 21 50 11 26,2 32 38,1
Kondisi Saluran
Syarat 2,81 (1,13-7,04) 0,043
Air Limbah
Memenuhi
21 50 31 73,8 52 61,9
Syarat
Riwayat Kontak 22,6
Pernah 14 33,3 5 11,9 19
dengan
3,7 (1,19-11,49) 0,037
Penderita Tidak 77,4
28 66,7 37 88,1 65
Demam Tifoid Pernah

sendiri, hal ini mengurangi risiko penularan dilaporkan 75% pada umur ≤ 30 tahun.
demam tifoid dari carrier penyajii makanan Berdasarkan hasil analisis bivariat pada
di luar rumah, sehingga umur bukan merupakan tabel 2, yang dilakukan pada variabel jenis
faktor risiko kejadian demam tifoid di wilayah kelamin menunjukan secara statistik jenis
kerja Puskesmas Karangmalang. Hal ini berbeda kelamin bukan merupakan faktor risiko kejadian
dengan kebanyakan kasus demam tifoid yang demam tifoid, hal ini ditunjukkan dari hasil

61
Andayani dan Arulita I. F./Kejadian Demam Tifoid/HIGEIA 2 (1) (2018)

analisis bivariat yang memperoleh p=0,83 > yang rendah mempunyai risiko untuk terkena
0,05. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa demam tifoid 2,8 kali lebih besar dibandingkan
sebagian besar responden berjenis kelamin dengan responden dengan pendapatan keluarga
perempuan sebanyak 46 orang (54,8%). tinggi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Hasil penelitian ini sesuai dengan
sebagian besar responden berjenis kelamin penelitian sebelumnya oleh Artanti (2013), yang
perempuan. Hal ini dikarenakan adanya menyatakan bahwa demam tifoid lebih banyak
perbedaan frekuensi kejadian penyakit menurut menyerang penduduk dengan pendapatan
jenis kelamin terhadap penggunaan sarana keluarga rendah (OR=8,8). Hal ini menunjukan
kesehatan yang tersedia. Pelayanan kesehatan tingkat kesehatan pada sebagian besar
primer banyak dikunjungi oleh wanita dan responden ditentukan oleh pendapatan
anak-anak dibandingkan pria, sehingga keluarga. Uang dapat dipakai untuk
kemungkinan angka penyakit yang tercatat akan memperoleh pelayanan kesehatan, dan
berbeda menurut jenis kelamin. perbaikan lingkungan, sehingga membantu
Berdasarkan hasil penelitian diketahui mencegah penyakit.
bahwa tidak ada hubungan antara tingkat Mogasale (2016) menyatakan bahwa
pendidikan dengan kejadian demam tifoid di secara tidak langsung, masyarakat yang
Wilayah Kerja Puskesmas Karangmalang Kota memiliki tingkat pendapatan rendah
Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai berhubungan dengan kejadian demam tifoid,
p=0,60 > 0,05. Sehingga Ho diterima, yang antara lain karena keterbatasan fasilitas sanitasi
berarti tidak ada hubungan antara tingkat yang baik.
pendidikan dengan kejadian demam tifoid di Berdasarkan hasil analisis bivariat yang
Wilayah Kerja Puskesmas Karangmalang Kota dilakukan pada variabel bebas kebiasaan
Semarang. Dapat dikatakan bahwa tingkat mencuci tangan sebelum makan menunjukan
pendidikan bukan merupakan salah satu faktor secara statistik kebiasaan mencuci tangan
risiko timbulnya penyakit demam tifoid. sebelum makan merupakan faktor risiko
Pada hasil penelitian ini, responden kasus kejadian demam tifoid. Hasil uji chi square
maupun kontrol mempunyai kondisi yang tidak diperoleh nilai p=0,027 < (0,05). Dengan nilai
jauh berbeda, dimana pada responden kasus OR sebesar 3,03 dan 95%CI=1,22-7,47, maka
maupun kontrol memiliki tingkat pendidikan dapat diketahui bahwa responden dengan
yang rendah jauh lebih banyak dibandingkan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan yang
dengan yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. kurang baik mempunyai risiko 3,03 kali lebih
Penelitian ini sesuai dengan penelitian besar menderita demam tifoid daripada
Herawati (2009) tentang hubungan faktor responden yang mempunyai kebiasaan mencuci
determinan dengan kejadian demam tifoid di tangan sebelum makan yang baik.
Indonesia tahun 2007 menyatakan bahwa pada Penelitian ini selaras dengan penelitian
variabel pendidikan, prevalensi tertinggi adalah Yonathan (2013) di Wilayah Kerja Puskesmas
responden yang memiliki tingkat pendidikan Ngaliyan Kota Semarang yang meneliti
rendah yaitu kategori tidak pernah sekolah Hubungan Antara Kualitas Sarana dan
dengan OR=1,71. Prasarana Rumah dan Perilaku Sehat dengan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui Kejadian Demam Typhoid memperoleh hasil
bahwa ada hubungan antara pendapatan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
keluarga dengan kejadian demam tifoid di variabel kebiasaan mencuci tangan dengan
Wilayah Kerja Puskesmas Karangmalang Kota kejadian demam tifoid (p=0,007).
Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai Hasil penelitian ini diperkuat dengan
p=0,043 < 0,05. Dengan nilai OR sebesar 2,8 hasil penelitian Pramitasari (2013) di RSUD
dan 95%CI=1,13-7,04, maka dapat diketahui Ungaran yang meneliti tentang faktor risiko
bahwa responden dengan pendapatan keluarga kejadian penyakit demam tifoid memperoleh

62
Andayani dan Arulita I. F./Kejadian Demam Tifoid/HIGEIA 2 (1) (2018)

hasil bahwa ada hubungan yang bermakna mencuci tangan sebelum makan cukup
antara kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum berpengaruh pada kejadian demam tifoid, untuk
makan dengan kejadian demam tifoid pada itu diperlukan kesadaran diri untuk
pasien yang di rawat di RSUD Ungaran dengan meningkatkan praktik cuci tangan sebelum
OR= 6,77 yang berarti bahwa responden yang makan untuk mencegah penularan bakteri
tidak memiliki kebiasaan mencuci tangan Salmonella typhi ke dalam makanan yang
sebelum makan mempunyai risiko 6,77 kali tersentuh tangan yang kotor.
lebih besar terkena demam tifoid dibandingkan Berdasarkan hasil penelitian diketahui
dengan responden yang memiliki kebiasaan bahwa ada hubungan antara kebiasaan mencuci
mencuci tangan sebelum makan baik. tangan setelah buang air besar dengan kejadian
Kebersihan diri salah satu penularan dari demam tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas
penyakit saluran pencernaan adalah melalui Karangmalang Kota Semarang. Hasil uji chi
tangan yang tercemar oleh mikroorganisme square diperoleh nilai p=0,028 < 0,05. Dengan
yang merupakan penyebab penyakit. Mencuci nilai OR sebesar 2,97 dan 95%CI=1,21-7,28,
tangan sesudah buang air besar, mencuci tangan maka dapat diketahui bahwa responden dengan
sebelum makan akan melindungi seseorang dari kebiasaan mencuci tangan setelah buang air
infeksi penyakit, kemudian kondisi kuku jari besar yang kurang baik mempunyai risiko 2,97
tangan seseorang juga mempengaruhi terjadinya kali lebih besar menderita demam tifoid
demam tifoid, mencuci tangan dengan benar daripada responden yang mempunyai kebiasaan
harus menggunakan sabun serta air yang mencuci tangan setelah BAB yang baik.
mengalir karena menggosok sela-sela jari dan Penelitian ini selaras dengan penelitian
kuku dapat mencegah bakteri yang berada di Dahlan (2014) di Wilayah Kerja Puskesmas
kuku dapat mencegah bakteri yang berada di Lambur Kabupaten Tanjung Jabung Timur
kuku jari tangan. Pencucian tangan dengan yang meneliti hubungan kebiasaan mencuci
sabun dan diikuti dengan pembilasan dapat tangan setelah buang air besar dengan kejadian
menghilangkan mikroba yang terdapat pada demam tifoid, memperoleh hasil bahwa ada
tangan-tangan yang kotor atau terkontaminasi hubungan yang bermakna antara variabel
dapat memindahkan bakteri dan virus patogen kebiasaan mencuci tangan setelah buang air
dari tubuh, tinja atau sumber lain ke dalam besar dengan kejadian demam tifoid di Wilayah
makanan atau minuman. Kombinasi antara Kerja Puskesmas Lambur Kabupaten Tanjung
aktivitas sabun sebagai pembersih, penggosokan Jabung Timur (p=0,013).
dan aliran air akan menghanyutkan partikel Hasil penelitian ini diperkuat dengan
kotoran yang banyak mengandung mikroba hasil penelitian Paputungan (2016) di Wilayah
(Rakhman, 2009). Kerja Puskesmas Upai Kota Kotamubagu yang
Hasil penelitian dapat menggambarkan meneliti hubungan antara perilaku hidup bersih
bahwa keadaan kasus dan kontrol memiliki dan sehat dengan kejadian demam tifoid,
perbedaan dan perbandingan yang cukup jelas. memperoleh hasil bahwa ada hubungan yang
Dimana pada kasus, yang mempunyai praktik bermakna antara variabel kebiasaan mencuci
cuci tangan sebelum makan kurang baik jauh tangan setelah buang air besar dengan kejadian
lebih banyak sebesar 30 orang (71,4%) demam tifoid (p=0,041).
dibandingkan dengan yang mempunyai praktik Hasil penelitian ini dapat
cuci tangan sebelum makan dengan baik. menggambarkan bahwa keadaan kasus dan
Sedangkan pada kontrol yang mempunyai kontrol memiliki perbedaan dan perbandingan
kebiasaan mencuci tangan sebelum makan yang cukup jelas. Dimana pada kasus, yang
dengan baik lebih banyak sebesar 23 orang mempunyai kebiasaan mencuci tangan setelah
(54,8%) dibandingkan dengan yang mempunyai buang air besar kurang baik sebesar 29 orang
praktik cuci tangan sebelum makan kurang baik. (69%) dibandingkan dengan yang mempunyai
Hasil ini membuktikan bahwa kebiasaan kebiasaan mencuci tangan setelah buang air

63
Andayani dan Arulita I. F./Kejadian Demam Tifoid/HIGEIA 2 (1) (2018)

besar baik. Sedangkan pada kontrol yang pertimbangan dalam memilih makanan adalah
mempunyai kebiasaan mencuci tangan setelah keamanan makanan. Makanan yang aman yaitu
buang air besar baik yaitu mencuci tangan telah memenuhi syarat sanitasi dan hygiene
dengan menggunakan sabun, air mengalir, dan personal (Efrianto, 2017).
menerapkan praktik langkah-langkah cuci Pada hasil penelitian ini, responden kasus
tangan yang baik sesuai persyaratan lebih maupun kontrol mempunyai kondisi yang tidak
banyak sebesar 24 orang (57,1%) dibandingkan jauh berbeda, dimana pada responden kasus
dengan yang mempunyai praktik cuci tangan maupun kontrol penyimpanan makanan masak
setelah buang air besar kurang baik. Hasil ini yang memenuhi syarat jauh lebih banyak
membuktikan bahwa kebiasaan mencuci tangan dibandingkan dengan penyimpanan makanan
setelah buang air besar berpengaruh pada masak yang tidak memenuhi syarat.
kejadian demam tifoid, untuk itu diperlukan Penyimpanan makanan masak dengan baik
kesadaran diri untuk meningkatkan praktik cuci dapat mencegah adanya bakteri dan jamur dan
tangan setelah buang air besar agar kotoran atau juga mencegah masuknya lalat ke dalam
feses yang mengandung mikroorganisme makanan yang dapat menyebabkan suatu
patogen tidak ditularkan melalui tangan ke penyakit.
makanan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui
Berdasarkan hasil analisis bivariat yang bahwa ada hubungan antara kebiasaan makan
dilakukan pada variabel bebas penyimpanan di luar penyediaan rumah dengan kejadian
makanan masak di rumah menunjukan secara demam tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas
statistik penyimpanan makanan masak di Karangmalang Kota Semarang. Hasil uji chi
rumah bukan merupakan faktor risiko kejadian square diperoleh nilai p=0,026 < 0,05. Dengan
demam tifoid, hal ini ditunjukkan dari hasil nilai OR sebesar 3,69 dan 95%CI=1,27-10,71,
analisis bivariat yang memperoleh p=0,82 > maka dapat diketahui bahwa responden dengan
0,05. Sehingga Ho diterima, yang berarti tidak kebiasaan makan di luar penyediaan rumah
ada hubungan antara penyimpanan makanan mempunyai risiko 3,69 kali lebih besar
masak di rumah dengan kejadian demam tifoid menderita demam tifoid daripada responden
di Wilayah Kerja Puskesmas Karangmalang yang tidak memiliki kebiasaan makan di luar
Kota Semarang. penyediaan rumah.
Dari hasil penelitian di lapangan dapat Penelitian ini selaras dengan penelitian
diketahui bahwa sebagian besar responden Seran (2014) di Wilayah Kerja Puskesmas
(61,9%) mempunyai penyimpanan makanan Tumaratas Kecamatan Langowan Barat yang
masak yang memenuhi syarat, yaitu disimpan di meneliti hubungan kebiasaan makan di luar
atas meja/almari makan, tertutup, jauh dari rumah dengan kejadian demam tifoid,
jangkauan hewan atau serangga dan memperoleh hasil bahwa ada hubungan yang
kontaminan lainnya, dan memanaskan kembali bermakna antara variabel kebiasaan makan di
makanan sebelum dikonsumsi. Namun masih luar rumah dengan kejadian demam tifoid di
ada beberapa responden (38,1%) yang Wilayah Kerja Puskesmas Tumaratas
mempunyai penyimpanan makanan masak Kecamatan Langowan Barat (p=0,031).
yang tidak memenuhi syarat, karena beberapa Hasil penelitian ini diperkuat oleh hasil
responden tersebut tidak memanaskan kembali penelitian Alba (2016) di 3 pulau di Indonesia
makanan sebelum dikonsumsi. Hal ini (Sulawesi, Kalimantan dan Papua) yang
menyebabkan penyimpanan makanan masak meneliti tentang perilaku individu salah satu
tidak mempunyai hubungan dengan kejadian variabelnya adalah makan di luar rumah dengan
demam tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas kejadian demam tifoid memperoleh hasil bahwa
Karangmalang Kota Semarang. Pangan sebagai ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan
salah satu kebutuhan primer manusia harus makan di luar penyediaan rumah dengan
diperhatikan aspek kesehatannya. Salah satu kejadian demam tifoid dengan OR= 6,9 yang

64
Andayani dan Arulita I. F./Kejadian Demam Tifoid/HIGEIA 2 (1) (2018)

berarti bahwa responden yang memiliki makan dimakan, karena sangat mungkin buah-buahan
di luar penyediaan rumah mempunyai risiko 6,9 dan sayuran yang dimakan langsung seringkali
kali lebih besar terkena demam tifoid mengandung pestisida atau pupuk yang berasal
dibandingkan dengan responden yang tidak dari kotoran (feses) manusia. Oleh karena itu,
memiliki kebiasaan makan di luar penyediaan sebaiknya masyarakat membiasakan untuk
rumah. mencuci buah-buahan dan sayuran yang akan
Kebiasaan jajan makanan di luar rumah dikonsumsi langsung sehingga bakteri
menjadi salah satu faktor risiko kejadian demam Salmonella typhi yang mungkin terdapat pada
tifoid. Hal tersebut sejalan dengan Paputungan buah-buahan dan sayuran mentah tersebut
(2016) yang menyatakan bahwa penularan dapat dihilangkan dengan proses pencucian
demam tifoid dapat terjadi ketika seseorang yang benar.
makan di tempat umum dan makanannya Hasil analisis bivariat yang dilakukan
disajikan oleh penderita tifus laten pada variabel sarana air bersih menunjukan
(tersembunyi) yang kurang menjaga kebersihan secara statistik bahwa sarana air bersih tidak
saat memasak, mengakibatkan penularan berhubungan dengan kejadian demam tifoid, hal
bakteri Salmonella typhi pada pelanggannya. ini ditunjukkan dari hasil analisis bivariat yang
Banyaknya tempat-tempat penjualan memperoleh p=0,77 > 0,05. Sehingga Ho
makanan yang belum memenuhi syarat diterima, yang berarti tidak ada hubungan
kesehatan di Indonesia, seperti tingkat antara sarana air bersih dengan kejadian demam
kebersihan yang buruk, berkontribusi terhadap tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas
peningkatan jumlah kasus demam tifoid (Purba, Karangmalang Kota Semarang.
2016). Dari hasil penelitian di lapangan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui didapatkan bahwa sebagian besar responden
bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan memiliki sarana air bersih yang memenuhi
mencuci bahan makanan mentah yang akan syarat sebanyak 70 orang atau 83,3%. Beberapa
dimakan langsung dengan kejadian demam alasan yang menjadi penyebab sarana air bersih
tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas pada penelitian ini telah memenuhi persyaratan
Karangmalang Kota Semarang. Hasil uji chi kesehatan yaitu sebagian responden
square diperoleh nilai p=0,78 > (0,05). Sehingga menggunakan sarana air bersih perpipaan
Ho diterima, yang berarti tidak ada hubungan berupa PAMSIMAS yang sudah di uji
antara kebiasaan mencuci bahan makanan laboratorium oleh Puskesmas, sehingga
mentah yang akan dimakan langsung dengan memenuhi persyaratan sarana air bersih
kejadian demam tifoid di Wilayah Kerja perpipaan antara lain: air baku yang
Puskesmas Karangmalang Kota Semarang. didistribusikan harus memenuhi syarat air
Dapat dikatakan bahwa kebiasaan mencuci bersih seperti syarat fisika air bersih yaitu tidak
bahan makanan mentah yang akan dimakan berwarna, tidak berasa dan tidak berbau; pipa
langsung bukan merupakan salah satu faktor kuat dan tidak boleh terendam air kotor; serta
risiko timbulnya penyakit demam tifoid. pengambilan air dari sarana perpipaan harus
Dari hasil penelitian di lapangan melalui kran. Namun masih ada beberapa
didapatkan bahwa sebagian besar responden responden yang masih menggunakan sumur gali
mempunyai kebiasaan mencuci bahan makanan sebagai sarana air bersih yang digunakan.
mentah yang akan dimakan langsung sebanyak Sumur gali yang digunakan responden sebagian
68 orang atau 81% namun masih terdapat 16 besar sudah memenuhi syarat.
orang atau 19% responden yang belum memiliki Program PAMSIMAS dikelola oleh
kebiasaan yang baik dalam mencuci bahan masyarakat dengan cara membuat bak
makanan mentah yang akan dimakan langsung. penampungan air di beberapa tempat kemudian
Hal ini dikarenakan responden tidak mencuci disalurkan melalui selang atau pipa untuk
buah-buahan dan sayuran mentah sebelum sampai ke rumah-rumah. Program Penyediaan

65
Andayani dan Arulita I. F./Kejadian Demam Tifoid/HIGEIA 2 (1) (2018)

Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat di daripada responden yang memiliki kondisi
Indonesia dimulai pada tahun 2008, dimana tempat sampah memenuhi syarat.
sampai dengan tahun 2012 telah berhasil Dari survei lapangan didapatkan hasil
meningkatkan jumlah warga miskin pedesaan bahwa 58 responden (69%) kondisi tempat
dan pinggiran kota yang dapat mengakses sampah responden tidak memenuhi syarat. Hal
pelayanan air minum dan sanitasi. Guna ini dikarenakan beberapa tempat sampah
meningkatkan akses penduduk pedesaan dan responden tidak memiliki penutup. Beberapa
pinggiran kota terhadap fasilitas air minum dan responden yang berdekatan dengan sawah,
sanitasi, maka program PAMSIMAS membuang sampah di sawah tersebut tanpa ada
dilanjutkan pada tahun 2013 sampai dengan pengolahan dahulu sebelumnya. Sebaiknya
tahun 2016. Namun, pada daerah penelitian setiap responden harus lebih memerhatikan
program PAMSIMAS sendiri dimulai sejak kondisi tempat sampah dengan baik agar tidak
tahun 2012. terjadi pencemaran yang dapat menyebabkan
Sarana air bersih merupakan salah satu penyakit.
sarana sanitasi yang tidak kalah pentingnya Berdasarkan hasil penelitian diketahui
berkaitan dengan kejadian demam tifoid. bahwa ada hubungan antara kondisi saluran air
Prinsip penularan demam tifoid adalah melalui limbah dengan kejadian demam tifoid di
fekal-oral, kuman berasal dari tinja atau urin Wilayah Kerja Puskesmas Karangmalang Kota
penderita atau bahkan carrier (pembawa Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai
penyakit yang tidak sakit) yang masuk ke dalam p=0,043 < 0,05. Dengan nilai OR sebesar 2,81
tubuh melalui air dan makanan. Pemakaian air dan 95%CI=1,13-7,04, maka dapat diketahui
minum yang tercemar kuman secara massal bahwa kondisi saluran air limbah responden
sering bertanggung jawab terhadap terjadinya yang tidak memenuhi syarat mempunyai risiko
KLB (Widoyono, 2011). 2,81 kali lebih besar menderita demam tifoid
Dari survei lapangan didapatkan hasil daripada responden yang memiliki saluran air
bahwa 14 responden (16,7%) sarana air bersih limbah memenuhi syarat.
responden tidak memenuhi syarat. Hal ini Dari hasil penelitian di lapangan
dikarenakan beberapa pipa responden yang responden yang memiliki saluran pembuangan
menggunakan sarana air bersih berupa air limbah tidak memenuhi syarat sebesar
perpipaan terendam air kotor dari selokan. 38,1%. Saluran pembuangan limbah responden
Sementara responden yang menggunakan tidak memenuhi syarat dikarenakan saluran
sumur gali, namun tidak memenuhi syarat yaitu tersebut dalam kondisi terbuka, sehingga lalat
dikarenakan tinggi bibir sumur <80 cm dari dapat dengan mudah berkembang biak dan
lantai dan tidak terdapat tutup pada sumur. menularkan penyakit.
Sebaiknya setiap responden harus lebih Salah satu upaya mendukung
memerhatikan perawatan sumur dengan baik terwujudnya kualitas lingkungan yang sehat
agar tidak terjadi pencemaran yang dapat adalah pengelolaan air limbah yang sesuai
menyebabkan penyakit. standar dan memenuhi syarat kesehatan dengan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui menggunakan saluran pembuangan air limbah
bahwa ada hubungan antara kondisi tempat (SPAL).
sampah dengan kejadian demam tifoid di Berdasarkan hasil penelitian diketahui
Wilayah Kerja Puskesmas Karangmalang Kota bahwa ada hubungan antara riwayat kontak
Semarang. Hasil uji chi square diperoleh nilai dengan penderita demam tifoid dengan kejadian
p=0,034 < 0,05. Dengan nilai OR sebesar 3,19 demam tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas
dan 95%CI=1,19-8,52, maka dapat diketahui Karangmalang Kota Semarang. Hasil uji chi
bahwa kondisi tempat sampah responden yang square diperoleh nilai p=0,037 < 0,05. Dengan
tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 3,19 nilai OR sebesar 3,7 dan 95%CI=1,19-11,49,
kali lebih besar menderita demam tifoid maka dapat diketahui bahwa riwayat kontak

66
Andayani dan Arulita I. F./Kejadian Demam Tifoid/HIGEIA 2 (1) (2018)

dengan penderita demam tifoid mempunyai Sabir, M., Tandirogang, N., Amir, M., Yasir,
risiko 3,7 kali lebih besar menderita demam Y., Pastoor, R., Beers, S.V., dan Smits, H.L.
tifoid daripada responden yang tidak memiliki 2016. Risk Factors of Typhoid Infection in the
Indonesian Archipelago. PLoS ONE, 11(6): 1-
riwayat kontak dengan penderita demam tifoid.
14
Orang yang baru sembuh dari tifoid
Artanti, N.W. 2013. Hubungan antara Sanitasi
masih terus mengekresi Salmonella typhi dalam Lingkungan, Higiene Perorangan, dan
tinja dan air kemih sampai 3 bulan setelah sakit Karakteristik Individu dengan Kejadian Demam
dan dapat menjadi karier kronik bila masih Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu
mengandung basil sampai 1 tahun atau lebih. Kota Semarang Tahun 2012. Skripsi. Semarang:
Bagi penderita yang tidak diobati dengan Universitas Negeri Semarang
adekuat, insiden karier didilaporkan 5-10% dan Chau, T.T., Campbell, J.I., dan Galindo, C.M. 2007.
kurang lebih 3% menjadi karier kronik. Antimicrobial drugs resistance of Salmonella
enteric Serovar Typhi in Asia and Molecular
Dari hasil penelitian di lapangan
Mechanism of Reduced Susceptibility to the
responden yang memiliki riwayat kontak
fluoroquinolones. Antimic Agent Chemother,
dengan penderita demam tifoid sebesar 22,6%. 51(12): 4315-4323
Sebagian besar kontak tersebut antara ibu dan Crump, J.A. dan Mintz, E.D. 2010. Global Trends in
anak, dimana ibu merupakan orang yang Typhoid and Paratyphoid Fever. Clin Infect
mengolah makanan di rumah. Dis, 50(2): 241-246
Dahlan, A., Munawar, A., dan Supriyadi. 2014.
PENUTUP Hubungan Sanitasi Lingkungan dan Faktor
Budaya dengan Kejadian Tifus di Wilayah
Kerja Puskesmas Lambur Kabupaten Tanjung
Terdapat hubungan antara pendapatan
Jabung Timur Tahun 2013. Jurnal Ilmiah
keluarga, kebiasaan mencuci tangan sebelum Universitas Batanghari Jambi, 14(1): 95-100
makan, kebiasaan mencuci tangan setelah Dinas Kesehatan Kota Semarang. 2016. Profil
buang air besar, kebiasaan mengonsumsi Kesehatan Kota Semarang 2015. Semarang:
makanan di luar penyediaan rumah, kondisi Dinas Kesehatan Kota Semarang.
tempat sampah, kondisi saluran air limbah dan Efrianto, R. dan Koesyanto, H. 2017. Higiene
riwayat kontak dengan penderita demam tifoid Personal pada Penjual Nasi Kucing. HIGEIA,
di wilayah kerja Puskesmas Karangmalang Kota 1(1): 48-51
Herawati, M.H. dan Ghani, L. 2009. Hubungan
Semarang. Sedangkan tidak terdapat hubungan
Faktor Determinan Dengan Kejadian Tifoid
antara umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
di Indonesia Tahun 2007. Media Peneliti dan
penyimpanan makanan masak di rumah, Pengembang Kesehatan, 19 (4): 165-173
kebiasaan mencuci bahan makanan mentah Mogasale, V., Mogasale, V. V., Ramani, E., Lee,
yang akan di makan langsung dan sarana air S.L., Park, J.Y., Lee, K.S., dan Wierzba, T.F.
bersih dengan kejadian demam tifoid di wilayah 2016. Revisiting typhoid fever surveillance in
kerja Puskesmas Karangmalang. low and middle income countries: lessons
Saran bagi peneliti yang akan from systematic literature review of
melakukan penelitian dengan tema yang sama, population-based longitudinal studies. BMC
infectious Diseases. 16(35): 1-12
diharapkan agar mengembangkan penelitian
Ochiai, R.L., Acosta, C.J., Danovaro, H.M.C.,
dengan memperluas sampel penelitian, metode
Baiqing, D., Bhattacharya, S.K., dan Agtini,
penelitian yang lain dan variabel yang berbeda M.D. 2008. A Study of typhoid fever in five
untuk lebih mengetahui faktor lain yang Asian Countries: Disease burden and
berhubungan dengan kejadian demam tifoid. Implications for controls. Bulletin of the World
Health Organization, 86(4): 260-268
DAFTAR PUSTAKA Paputungan, W., Rombot, D., dan Akili, R. H. 2016.
Hubungan Antara Perilaku Hidup Bersih dan
Alba, S., Bakker M. I., Hatta, M., Scheelbeek, P. F. Sehat dengan Kejadian Demam Tifoid di
D., Dwiyanti, R., Usman, R., Sultan, A.R., Wilayah Kerja Puskesmas Upai Kota

67
Andayani dan Arulita I. F./Kejadian Demam Tifoid/HIGEIA 2 (1) (2018)

Kotambugu Tahun 2015. PHARMACON Masyarakat, (25)4:167-175


Jurnal Ilmiah Farmasi, 5(2): 266-275 Seran, E.R., Palandeng, H., dan Kallo V.D. 2015.
Pramitasari, O.P. 2013. Faktor Risiko Kejadian Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian
Penyakit Demam Tifoid pada Penderita di Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas
Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran. Tumaratas. Ejournal Keperawatan (e-Kp), 3(2):
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 2(1):1-10 1-8
Purba, I.E., Wandra, T., Nugrahini, N., Nawawi, S., Widoyono. 2011. Penyakit Tropis. Jakarta: Erlangga.
dan Kandun, N. 2016. Program Pengendalian Yonathan, D.Y. 2013. Hubungan Antara Kualitas
Demam Tifoid di Indonesia: Tantangan dan Sarana dan Prasarana Rumah dan Perilaku
Peluang. Media Litbangkes, 26(2): 99-108 Sehat dengan Kejadian Demam Typhoid di
Rakhman, A. 2009. Faktor-Faktor Risiko yang Wilayah Kerja Puskesmas Ngaliyan Kota
Berpengaruh terhadap Kejadian Demam Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (JKM),
Tifoid pada Orang Dewasa. Berita Kedokteran 2(1): 1-9

68

Anda mungkin juga menyukai