Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Anak merupakan investasi dan harapan masa depan bangsa sebagai

penerus generasi pada masa mendatang. Masa anak-anak merupakan fase untuk

anak mengalami tumbuh kembang yang menentukan masa depan. Gangguan

kesehatan yang bisa terjadi pada masa anak-anak dapat mempengaruhi proses

tumbuh kembang anak, khususnya jika gangguan tersebut terjadi pada saluran

pencernaan yang berperan penting dalam penyerapan nutrisi yang diperlukan

untuk menunjang tumbuh kembang anak, salah satu gangguan pada saluran

pencernaan yang sering terjadi pada anak adalah diare (Yesa, 2017).

Diare berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yang artinya

dia (melalui) dan rheo (aliran), secara harfiah berarti mengalir melalui. Diare

merupakan suatu kondisi dimana individu mengalami buang air dengan

frekuensi sebanyak 3 atau lebih per hari dengan konsistensi tinja dalam bentuk

cair. Ini biasanya merupakan gejala infeksi saluran pencernaan (World Health

Organitation [WHO], 2013; Sumampouw, Soemarno, Sri, & Endang, 2017)

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas nya yang

masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare dari

Departemen Kesehatan tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insiden

naik untuk semua umur. Tahun 2000 penyakit Diare berjumlah 301 kasus dari

1
1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 kasus dari 1000 penduduk,

tahun 2006

2
3

naik menjadi 423 kasus dari 1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411 kasus

dari 1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering

terjadi, dengan Case Fatality Rate (CFR) / angaka kematian yang masih tinggi.

Tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang,

kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan

dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%),

sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah

penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.) (Depkes, 2014).

Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat (2017) Kubu Raya

berada pada urutan kedua dengan prevelensi kasus diare tertinggi tahun 2017

dengan jumlah 12.046 kasus dan kasus diare yang ditangani berjumlah 6.363

kasus (52,8%). Angka kejadian diare terbesar terjadi di Wilayah Kerja

Puskesmas Sungai Durian dengan 2.203 kasus (Dinas Kesehatan Kabupaten

Kubu Raya, 2017).

Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kubu Raya menunjukkan pada

tahun 2018 kasus diare terbanyak berada di Puskesmas Sungai Durian dengan

1.120 kasus. Menurut hasil wawacara dengan Daniel Irwan selaku Kepala

Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular di Dinas Kesehatan

Kabupaten Kubu Raya mengatakan kasus diare terbanyak terjadi di Desa

Arang Limbung dengan 549 kasus (Personal Communication, Januari 22,

2018).

Berdasarkan data dari Puskesmas Sungai Durian menunjukkan bahwa

kasus tertinggi diare diantara 20 Puskesmas yang ada di Kabupaten Kubu Raya
4

berada di wilayah kerja Puskesmas Sungai Durian. Menurut hasil wawancara

dengan Diana selaku pemegang program diare di Puskesmas tersebut

mengatakan selama tahun 2018 tercatat kasus diare menjadi salah satu dari

sepuluh kasus tertinggi berjumlah 1.678 terdiri dari semua umur di Wilayah

Kerja Puskesmas Sungai Durian, sedangkan kasus diare untuk anak usia

sekolah terdapat 446 kasus.

Anak usia sekolah adalah kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

penyakit, khususnya penyakit infeksi, secara epidemiologis penyebaran

penyakit berbasis lingkungan di kalangan anak sekolah di indonesia masih

tinggi, terutama kasus infeksi seperti diare. Penyakit diare masih merupakan

masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti indonesia, karena

morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi (Kemenkes RI, 2016).

Tingginya kasus diare disebabkan beberapa faktor seperti faktor

lingkungan, gizi, pendidikan, keadaan sosial ekonomi, kependudukan, serta

perilaku masyarakat yang secara langsung dan tidak langsung sangat

mempengaruhi penyakit diare (Winanti, 2016). Menurut Puskesmas Sungai

Durian (2018) penyebab tersering adalah faktor lingkungan, faktor makanan

serta minuman yang dikonsumsi, pengetahuan kurang, dan sikap yang buruk.

Pengetahuan merupakan berbagai gejala melalui pengamatan panca indra yaitu

penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan perabaan (Mahmud,

2010). Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus maupun objek (Anwar, 2000; Wawan & Dewi, 2014). Penelitian

dari Wati (2015) mengenai hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan
5

kejadian diare pada balita menunjukkan bahwa masalah kurang pengetahuan

ibu pada dengan anak penderita diare disebabkan oleh karena informasi yang

kurang atau budaya yang menyebabkan tidak mementingkan pola hidup yang

sehat, jika ibu dapat memahami tentang penularan dan pencegahan penyakit

diare, maka dapat meningkatkan derajat kesehatan dan sikap yang baik untuk

balita. Pencegahan yang dilakukan adalah pendidikan kesehatan pada

masyarakat, melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), dan jika

sudah terjadi keparahan langsung dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat

(Puskesmas Sungai Durian, 2018).

Menurut penelitian dari Ardayani (2015) mengenai pengaruh pendidikan

kesehatan terhadap pengetahuan dan sikap ibu dalam pecegahan diare pada

balita menunjukkan sebelum dilakukan pendidikan kesehatan didapatkan

pengetahuan kurang dengan rata-rata nilai 68, sedangkan setelah dilakukan

pendidikan kesehatan pada ibu didapatkan pengetahuan baik dengan rata-rata

nilai 78. Sikap ibu sebelum dilakukan pendidikan kesehatan didapatkan rata-

rata nilai 47,8, sedangkan sikap ibu setelah dilakukan pendidikan kesehatan

didapatkan rata-rata nilai 49,4 (Ardayani, 2015). Penelitian yang dilakukan

Malikah, Fatimah, dan Simangunsong (2012) mengenai gambaran pengetahuan

dan sikap ibu dalam pencegahan dan penanggulangan secara dini kejadian

diare pada balita menjelaskan bahwa pengetahuan dan sikap sangat

berpengaruh pada pencegahan diare karena jika pengetahuan baik maka akan

berakibat juga pada sikap yang mendukung sebagai upaya mencegah penyakit

diare.
6

Fenomena yang terjadi di Kota Pontianak menurut penelitian yang

dilakukan Herwindasari (2014) mengenai hubungan tingkat pengetahuan ibu

dengan penatalaksanaan awal diare pada balita menjelaskan masih banyak ibu

yang memiliki pengetahuan yang kurang sebanyak 63%, dan sangat

berpengaruh terhadap sikap ibu tentang masalah kesehatan anaknya karena,

pengetahuan sangat penting dalam membentuk sikap seseorang, serta

pengetahuan juga akan menimbulkan kesadaran yang akhirnya menyebabkan

ibu bersikap sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.

Berdasarkan penjelasan dan data di atas, maka dari itu peneliti tertarik

untuk meneliti tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap ibu dalam

pencegahan kejadian diare pada anak usia sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas

Sungai Durian Kabupaten Kubu Raya.

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah “apakah ada hubungan tingkat pengetahuan dan sikap ibu dalam

pencegahan diare pada anak usia sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai

Durian Kabupaten Kubu Raya?”.

C.Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat

pengetahuan dan sikap ibu dalam pencegahan kejadian diare pada anak usia

sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Durian Kabupaten Kubu Raya.


7

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik ibu

(usia,pendidikan,pekerjaan, dan suku) di Wilayah Kerja

Puskesmas Sungai Durian Kabupaten Kubu Raya.

b. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu dalam

pencegahan kejadian diare pada anak usia sekolah di

Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Durian Kabupaten Kubu

Raya.

c. Mengidentifikasi sikap ibu dalam pencegahan kejadian

diare pada anak usia sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas

Sungai Durian Kabupaten Kubu Raya.

d. Mengidentifikasi pencegahan ibu terhadap penyakit diare.

e. Mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan dan sikap

ibu dalam pencegahan kejadian diare pada anak usia

sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Durian

Kabupaten Kubu Raya.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian mengenai hubungan tingkat

pengetahuan dan sikap ibu dalam pencegahan kejadian diare pada anak usia

sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Durian Kabupaten Kubu Raya

diantaranya :

1. Bagi Intitusi Pendidikan Kesehatan


8

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan evaluasi dan

referensi untuk meningkatkan pendidikan atau penelitian

lebih lanjut, serta meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

khususnya pemberian asuhan keperawatan diare.

2. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi seumber

informasi bagi orang tua/masyarakat tentang pencegahan

diare yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan

anak di keluarganya.

3. Bagi Peneliti dan Penelitian Selanjutnya

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

ilmu pengetahuan informasi dan pengalaman dalam

proses penelitian khusus nya tentang pencegahan pada

diare.

b. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi

penelitian pada pengembangan penelitian selanjutnya

yang terkait.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Konsep Teori Pengetahuan

a. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini

terjadi setelah orang mengadakan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terhadap

melalui panca indra manusia yakni penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri.

Pada waktu pengideraan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas

perhatian persepsi terhadap obyek. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata, dan

telinga (Notoatmodjo, 2003 dalam Wawan & Dewi,

2014).

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana

diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut

akan semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan,

bukan berarti seseorang yang berpendidikan rendah mutlak

berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan

pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan non formal saja,

9
akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal.

Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek

yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan

menentukan sikap

10
11

sesorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka

akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu.

Menurut teori WHO (World Health Organization) yang dikutip oleh

Notoatmodjo (2007), salah satu bentuk objek kesehatan dapat

dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri

(Wawan & Dewi, 2014).

b. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoadmodjo (2014) pengetahuan yang cukup didalam

domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu:

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu meteri yang

telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam

pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu “tahu” ini adalah merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rencah. Kata kerja

untuk mengukut bahwa orang tahu tentang apa yang

menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,

menyatakan dan sebagainya.

2) Memahami (Comprehention)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang obyek yang


12

diketahui dann dimana dapat menginterpretasikan

secara benar. Orang yang telah paham terhadap

objek atau materi terus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan

dan sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada

situasi ataupun kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi

disini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan

hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan

materi atau suatu objek kedalam komponen-

komponen tetapi masuh didalam struktur organisasi

tersebut dan masih ada kautannya satu sama lain.

5) Sintesis (Syntesisi)

Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu

kemampuan untuk melaksanakan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

keselutuhan yang baru. Dengan kata lain sisntesis


13

adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi yang ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu

materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau

menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

c. Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan yang dikutip dari Notoadmodjo,

2003 dalam Wawan dan Dewi (2014), adalah sebagai berikut :

1) Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

a) Cara coba salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan,

bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara

coba salah ini dilakukan dengan menggunakan

kemungkinan dalam memecahkan masalah dan

apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka

dicoba. Kemungkinan yang lain sampai masalah

tersebut dapat dipecahkan.

b) Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa

pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal atau


14

informal, ahli agama, pemegang pemerintah, dan

berbagai prisnip orang lain yang menerima

mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang

mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu

atau membuktikan kebenarannya baik

berdasarkan fakta empiris maupun penalaran

sendiri.

c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai

upaya memperoleh pengetahuan dengan cara

mengulang kembali pengalaman yang pernah

diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang

dihadapi masa lalu.

2) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih

popular tau disebut metodologi pemelitian. Cara ini

mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-

1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van

Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan

penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan

penelitian ilmiah.
15

d. Faktor yang Memperngaruhi Pengetahuan

Menurut Wawan dan Dewi (2014) faktor yang mempengaruhi

pengetahuan, yaitu :

1) Faktor Internal

a) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan

sesorang terhadap perkembangan orang lain

menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan

manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan

untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan

informasi misalnya hal-hal yang menunjang

kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas

hidup. Menurut YB Manttra yang dikutip

Notoadmodjo (2003), pendidikan dapat

mempengaruhi sesorang termasuk juga perilaku

seseorang akan pola hidup terutama dalam

memotivasi untuk sikap berperan serta dalam

pembangunan (Nursalam, 2003) pada umunya

makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah

menerima informasi.

b) Pekerjaan
16

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam

(2003), pekerjaan adalah keburukan yang harus

dilakukan terutama untuk menunjang

kehidupannya dan kehidupan keluarga. Perkerjaan

bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak

merupakan cara mencari nafkah yang

membosankan, berulang dan banyak tantangan.

Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan

yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan

mempunyai pengaruh terhadap kehidupan

keluarga.

c) Umur

Menurut Elisabeth BH yang dikuutip Nursalim

(2003), usia adalah umur individu yang terhitung

mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup

umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih metang dalam berfikir dan

bekerja. Dari segi kepercayaan dari orang yang

belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai

dari pengalaman dan kematangan jiwa.

2) Faktor Eksternal

a) Faktor lingkungan
17

Menurut Ann. Mariner yang dikutip dari Nursalam

(2003), lingkungan meruupakan seluruh kondisi

yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang

dapat mempengaruhi perkambangan dan perilaku

orang atau kelompok.

b) Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat

dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima

informasi.

e. Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006) dalam Wawan dan Dewi (2014)

pengetahuuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan

skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

1) Baik : Hasil presentase 76% - 100%

2) Cukup : Hasil Presentase 56% - 75%

3) Kurang : Hasil Presentase > 56%

2. Konsep Teori Sikap

a. Definisi Sikap

Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya

sendiri, orang lain, obyek atau isue (Azwar, 2000 dalam Wawan &

Dewi, 2014).

Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus

atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapatan dan emosi
18

yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak

baik, dan sebagainya) (Notoadmodjo, 2014).

b. Komponen Sikap

Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang

menurut Azwar (2000) dalam Wawan dan Dewi (2014), yaitu :

1) Komponen kognitif merupakan representasi apa yang

dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen

kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki

individu mengenai sesuatu dapat disampaikan

disasmakan penanganan (opini) terutama apabila

menyangkut masalah isu atau problem yang

kontroversial.

2) Komponen afektif merupakan perasaan yang

menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah

yang biasanya berakar paling dalam sebagai bertahan

terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah

mengubah sikap seseorang komponen afektif

disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang

terhadap sesuatu.

3) Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan

berperilaku tertentu sessuai dengan sikap yang

dimiliki oleh seseorang. Dan hasil tendensi atau

kecenderungan untuk bertindak / bereaksi terhadap


19

sesuatu dengan cara-cara tertentu. Dan berkaitan

dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk

mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah

dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.

c. Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan menurut Notoadmodjo (2014)

yakni :

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang atau subjek

menerima stimulus yang diberikan (objek). Misalnya

sikap seseorang terhadap periksa hamil (antenatal

care), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran ibu

untuk mendengarkan penyuluhan tentang antenatal

care di lingkungannya.

2) Merespon (responding)

Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban

atau tanggapan terhadap pertanyaan atau obyek

yang dihadapi. Misalnya seorang ibu yang mengikuti

penyluhan antenatal tersebut ditanya atau diminta

menanggapi oleh penyuluh, kemudian ia menjawab

atau menanggapinya.

3) Menghargai (valuing)
20

Menghargai diartikan subjek atau seseorang

memberikan nilai yang positif terhadap objek atau

stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang

lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi atau

menganjurkan orang lain merespon. Contoh

seseorang mengajak ibu yang lain (tetangga,

saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya ke

posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah

suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap

positif terhadap gizi anak.

4) Bertanggung Jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah

bertanggung jawab terhadap apa yang telah

diyakininya. Seseorang yang telah mengambil siap

tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani

mengambil risiko bila ada orang lain yang

mencemoohkan atau adanya risiko lain. Contoh

tersebut, ibu yang sudah mau mengikuti penyuluhan

antenatal care, ia harus berani untuk mngorbankan

waktunya, atau mungkin kehilangan penghasilannya,

atau diomeli oleh mertuanya kerna minggalkan

rumah, dan sebagainya.


21

d. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Faktor – faktor yang mempengaruhi sikap keluarga terhadap obyek

sikap menurut Azwar (2005) dalam Wawan dan Dewi (2014) antara

lain:

1) Pengalaman Pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap,

pengalaman pribadi haruslah meniggalkan kesan

yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah

tebentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi

dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

2) Pengaruh lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memilkki

sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang

yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain

dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan

keinginan untuk menghindari konflik dengan orang

yang dianggap penting tersebut.

3) Pengaruh Kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis

pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.

Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota

masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang


22

memberi corak pengalaman individu-individu

masyarakat asuhannya.

4) Media Massa

Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau

media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya

faktual disampaikan secara obyekstif cenderung

dipengaruhi terhadap sikap konsumennya.

5) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan

dan lembaga agama sangat menentukan sistem

kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada

gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

6) Faktor Emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan

penyataan yang didasari emosi yang berfungsi

sebagai semacam penyaluran frustasi atau

pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

e. Kategori Skala Sikap

Skala dalam mengukur sikap menggunakan skala Likert. Skala

Likert merupakan skala yang dapat dipergunakan untuk mngukur sikap,

pendapat dan persepsi seseorang tentang suatu gejala atau fenomena

tertentu. Ada dua bentuk skala likert yaitu pertanyaan Positif yang
23

diberi skore 5, 4, 3, 2, 1, sedangkan pertanyaan Negatif diberi skore 1,

2, 3, 4, 5 (Riyanto, 2011).

3. Konsep Teori Ibu

a. Definisi Ibu

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ibu adalah wanita yang

telah melahirkan anak, maka harus selalu menyayangi, dan panggilan

yang dihormati untuk wanita baik yang sudah bersuami ataupun yang

belum.

Menurut Badan Pusat Statistik [BPS] (2018) ibu merupakan

wanita berumur 15-49 tahun keatan yang berstatus pernah kawin

(kawin, cerai hidup, dan cerai mati).

Ibu merupakan seseorang yang memiliki banyak peran yaitu

sebagai, istri, ibu dari anak-anaknya, dan merawat keluarganya, serta

juga bisa menjadi benteng bagi keluarganya yang dapat menguatkan

setiap anggota keluarganya (Santoso, 2009 ; Farid, 2016).

b. Peran Ibu dalam Menjaga Kesehatan Anak

Menurut Encu (2015) peran ibu dalam menjaga kesehatan anak,

adalah :

1. Menyusui anaknya sampai berusia dua tahun.

2. Membiasakan anggota keluarga menjaga kebersihan

diri.

3. Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal.


24

4. Menanamkan perilaku hidup sehat kepada seluruh

anggota keluarga sejak dini.

5. Menyediakan makanan yang baik dan bergizi kepada

anggota keluarganya.

6. Memiliki pengetahuan tentang pengobatan walaupun

sedikit.

4. Konsep Teori Anak Usia Sekolah

a. Definisi Anak Usia Sekolah

Menurut Wong (2004) dalam Jafar (2016) periode perkembangan

usia anak sekolah merupakan salah satu tahap perkembangan ketika

anak diarahkan menjauh dari kelompok keluarga dan berpusat pada

hubungan sebaya yang lebih luas serta anak memperoleh dasar-dasar

pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan

dewasa, dan memperoleh keterampilan tertentu.

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008) anak

usia sekolah merupakan periode intelektualitas, atau keserasian

bersekolah.

b. Tahapan Tumbuh Kembang

Menurut Jafar (2016) tahapan tumbuh kembang anak, antara

lain :

1. Tahap tumbuh kembang usia 0-6 tahun (terdiri dari

masa prenatal mulai dari embrio (konsepsi-8 minggu)

dan masa fetus (9 minggu sampai lahir), dan masa


25

pascanatal dari masa neonates (0-28 hari), masa

bayi (29 hari-1tahun), masa anak (1-2 tahun) dan

masa prasekolah (3-6 tahun).

2. Tahap tumbuh kembang usia 6 tahun keatas (terdiri

dari masa sekolah 6-12 tahun dan masa remaja 12-

18 tahun).

3. Tahap tumbuh kembang anak usia sekolah.

c. Karakteristik Anak Usia Sekolah

Sekolah dapat memperluas dunia anak dan merupakan transisi

dari kehidupan secara relative bebas bermain. Anak usia sekolah

menurut kebutuhan dan kehidupan yang menantang. Kemampuan

kognitif, fisik, psikososial, dan moral dikembangkan, diperluas,

disaring, dan disinkronisasi, sehingga individu dapat menjadi anggota

masyarakat yang diterima dan menjadi seorang yang produktif (Potter

& Perry, 2005 ; Prambudi (2015).

Menurut Wong (2009) dalam Prambudi (2015) lingkungan pada

anak usia sekolah memiliki dampak signifikan dalam perkembangan

dan hubungan anak dengan orang lain. Anak mulai bergabung dengan

teman seusianya, mempelajari budaya masa kanak-kanak, dan

menggabungkan diri ke dalam kelompok sebaya yang meripakan

hubungan dekat pertama diluar kelompok keluarga.


26

5. Konsep Teori Diare

a. Definisi Diare

Diare atau penyakit diare (Diarrheal Disease)

berasal dari bahasa yunani yaitu Diarroi yang artinya

mengalir terus, adalah keadaan abnormal dari

pengeluaran tinja yang frekuensi. Diare adalah Buang

Air Besar (BAB) encer atau bahkan dapat berupa air

(mencret) biasanya lebih dari 3 kali dalam sehari. Ini

biasanya merupakan gejala infeksi saluran pencernaan.

Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai bakteri,

virus dan parasit. Infeksi menyebar melalui makanan

atau air minum yang terkontaminasi. Selain itu, dapat

terjadi dari orang ke orang sebagai akibat buruknya

kebersihan diri (personal hygiene) dan lingkungan

(sanitasi). Diare berat menyebabkan hilangnya cairan,

dan dapat menyebabkan kematian, terutama pada

anak-anak dan orang-orang yang kurang gizi atau

memiliki gangguan imunitas (Ariani, 2016).

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), diare

adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar

dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat

berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya

tiga kali atau lebih) dalam satu hari. Diare terdiri dari 2
27

jenis yaitu diare akut dan diare persisten/kronik. Diare

akut berlangsung kurang dari 14 hari. Diare kronik

berlangsung lebih dari 14 hari.

Dan dapat disimpulkan, Diare merupakan suatu

kondisi dimana seseorang mengalami Buang Air Besar

(BAB) dengan konsistensi lembek atau cair dengan

frekuensi 3 kali atu lebih perhari.

b. Klasifikasi Diare

Menurut Ariani (2016) klasifikasi diare adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan lama waktu diare (Ayu Putri, 2016)

a) Diare akut (berlangsung kurang dari 2 minggu)

Diare akut yaitu BAB dengan frekuensi yang

meningkat dan konsistensi tinja yang lembek atau

cair dan bersifat mendadak datangnya dan

berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu.

Klasifikasi:

1) Dehidrasi berat :

(a) Letargis atau tidak sadar.

(b)Mata cekung.

(c) Tidak bisa minum atau malas minum.

(d)Cubitan kulit perut kembali sangat lambat

(> 2 detik).
28

2) Dehidrasi ringan/sedang

(a) Rewel, gelisah.

(b)Mata cekung.

(c) Minum dengan lahap, haus.

(d)Cubitan kulit kembali lambat.

3) Tanpa dehidrasi

Tidak terdapat cukup tanda untuk

diklasifikasikan sebagai dehidrasi ringan atau

berat.

b) Diare persisten (berlangsung selama 2-4 minggu)

Diare persisten adalah diare akut dengan atau

tanpa disertai darah dan berlanjut sampai 14 hari

atau lebih. Jika terdapat dehidrasi sedang atau

berat, diare persisten diklasifikasikan sebagai

berat. Jadi, diare persisten adalah bagian dari

diare kronik yang disebabkan oleh berbagai

penyebab. Klasifikasi:

1) Diare persisten berat

Bayi atau anak dengan diare yang berlangsung

selama ≥14 hari, dengan tanda dehidrasi,

menderita diare persisten berat sehingga

memerlukan perawatan di Rumah Sakit.

2) Diare persisten (tidak berat)


29

Anak dengan diare yang telah berlangsung

selama 14 hari atau lebih yang tidak

menunjukkan tanda dehidrasi dan tidak

menderita gizi buruk. Anak ini tidak

memerlukan perawatan di Rumah Sakit tetapi

memerlukan pemberian makan khusus dan

cairan tambahan di rumah.

c) Diare kronik

Diare kronik ditetapkan berdasarkan kesepakatan,

yaitu diare yang berlangsung lebih dari 4 minggu.

Diare kronik memiliki penyebab yang bervariasi

dan tidak seluruhnya diketahui.

Klasifikasi:

(a) Diare persisten yaitu diare yang melanjut atau

menetap sampai 2 minggu atau lebih dan

disebabkan oleh infeksi serta sering disertai

gangguan pertumbuhan.

(b)Sindrom Rawan Usus (SRU) atau Irritable Bowel

Syndrome (IRS) yaitu suatu sindrom klinis yang

menyebabkan diare kronik non-spesifik pada

anak yang tampaknya sehat, tidak ditemukan

adanya kelainan organik.


30

(c) Diare intraktabel bayi (Intractable Diarrhea

Ofinfancy) yaitu bayi dengan diare yang

berhubungan dengan kerusakan mukosa difusi

yang timbul sebelum bayi berusia 6 bulan,

berlangsung lebih dari 2 minggu, disertai

malabsorbsi dan malnutrisi. Berbagai penyakit

dapat menyebabkan diare yang sulit diatasi,

melanjutkan kerusakan mukosa usus halus

yang merupakan penyebab utama dari diare

intraktabel ini.

2. Berdasarkan banyaknya kehilangan cairan dan

elektrolit dalam tubuh:

a) Diare tanpa dehidrasi

Penderita tidak mengalami dehidrasi karena

frekuensi diare masih dalam batas toleransi dan

belum ada tanda-tanda dehidrasi.

b) Diare dengan dehidrasi ringan (3-5%)

Penderita mengalami diare 3 kali atau lebih,

kadang-kadang muntah, terasa haus, kencing

sudah mulai berkurang, nafsu makan menurun,

aktifitas sudah menurun, tekanan nadi masih

normal atau takikardia yang minimum dan

pemeriksaan fisik dalam batas normal.


31

c) Diare dengan ehidrasi sedang (5-10%)

Penderita akan mengalami takikardi, kencing yang

kurang atau langsung tidak ada, irritabilitas atau

lesu, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung,

turgor kulit berkurang, selaput lendir bibir dan

mulut serta kulit tampak kering, air mata

berkurang dan masa pengisian kapiler

memanjang (≥2 detik) dengan kulit yang dingin

dan pucat.

d) Diare dengan dehidrasi berat (10-15%)

Penderita sudah banyak kehilangan cairan dari

tubuh dan biasanya pada keadaan ini penderita

mengalami takikardi dengan pulsasi yang

melemah, hipotensi dan tekanan nadi yang

menyebar, tidak ada penghasilan urin, mata dan

ubun-ubun besar menjadi sangat cekung tidak

ada produksi air mata, tidak mampu minum dan

keadaannya mulai apatis, kesadarannya menurun

dan juga masa pengisian kapiler memanjang (≥3

detik) dengan kulit yang dingin dan pucat.

3. Berdasarkan ada atau tidaknya infeksi gastroenteritis

(diare dan muntah)


32

a) Diare infeksi spesifik : Tifus abdomen dan para

tifus, disentri basil.

b) Diare non-spesifik : Diare diaretik.

4. Berdasarkan penyebabnya

a) Diare primer

Disebabkan oleh :

1) Makanan dan minuman bahan yang

merangsang lambung dan usus seperti cabe

dan jamur.

2) Racun seperti latangan ait raksa.

3) Iklim seperti hawa dingin dan panas tiba-tiba.

4) Gangguan saraf seperti histeris, ketakutan dan

cemas.

b) Diare sekunder

Disebabkan oleh :

1) Penyakit infeksi.

2) Penyakit menahun dari jantung paru-paru dan

hati.

3) Penyakit radang ginjal dan kurang darah.

5. Berdasarkan mekanisme patofisiologik

a) Diare inflamasi

Ditandai dengan adanya demam, nyeri perut,

fases yang berdarah dan berisi lekosit serta lesi


33

inflamasi pada biopsy mukosa intestinal. Pada

beberapa kasus terdapat hipoalbuminemia,

hipoglobulinemia, protein losing enterophaty.

Mekanisme inflamasi ini dapat bersamaan dengan

malabsorbsi dan meningkatnya sekresi intestinal.

b) Diare sekresi

Ditandai oleh volume feses yang besar oleh

karena abnormal cairan dan transport elektrolit

yang tidak selalu berhubungan dengan makanan

yang dimakan. Diare ini biasanya menetap

dengan puasa. Pada keadaan ini tidak ada

malabsorbsi larutan.

c) Diare osmotik

Terjadi jika cairan yang dicerna tidak seluruhnya

diabsorbsi oleh usus halus akibat tekanan osmotik

yang mendesak cairan kedalam lumen intestinal.

Peningkatan volume cairan lumen tersebut

meliputi kapasitas kolon untuk reabsorbsi, nutrien

dan obat sebagai cairan yang gagal dicerna dan

diabsorbsi. Pada umumnya penyebab diare

osmotik adalah malabsorbsi lemak atau

karbohidrat.

d) Diare motilitas intertinal


34

Disebabkan oleh kelainan yang menyebabkan

perubahan motilitas intestinal. Kasus paling sering

adalah Irritable Bowel Syndrome. Diare ini

ditandai dengan adanya konstipasi, nyeri

abdomen, passase mucus dan rasa tidak

sempurna dalam defakasi. Diare terjadi akibat

pengaruh fekal atau obstruksi tumor dengan

melimpahnya cairan kolon diantara feses atau

obstruksi.

e) Diare faktitia

Diare ini terjadi pada pasien yang diduga memiliki

riwayat penyakit psikiatrik atau tanpa riwayat

penyakit diare sebelumnya. Penyebabnya dapat

berupa infeksi intestinal, penggunaan yang salah

terhadap laktsantia. Pasien ini umumnya wanita

dengan diare kronik berat, nyeri abdomen, berat

badan menurun, oedem perifer dan hipokalemia.

Kejadian ini terjadi pada sekitar 15% pasien diare

kronik.

c. Etiologi

Menurut Ariani (2016) penyebab diare disebabkan oleh beberapa

faktor yaitu :

1. Faktor Infeksi
35

a) Infeksi Enternal

Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan

yang merupakan penyebab utama diare pada

anak. Infeksi parenteral ini meliputi:

1) Infeksi bakteri

(a) Vibrio, Escheria Coli

Escheria Coli merupakan penyebab diare

infektif pada bayi. Berdasarkan antigen 0

maka Escheria Coli dibagi menjadi beberapa

golongan dan berdasarkan antigen H dibagi

menjadi serotip.

(b)Salmonella Typii

Salmonella Typii menyebabkan penyakit

demam tifus, sedangkan Salmonella

Enteritidis mempunyai kira-kira 1500

bioserotip, diantaranya menyebabkan

penyakit paratifus A, B dan C, sedangkan

Salmonella Choleraesuis sering

menimbulkan keadaan sepsis pada

osteomyelitis dan empiema paru.

(c) Shigella

Shigella adalah salah satu prototipe dari

organisme penyebab diare invasif, yang


36

menimbulkan tinja berdarah dan berlendir.

Toksin shigella mempunyai khasiat yaitu

nefrotoksik, sitotoksik (mematikan sel dalam

benih sel), enterotoksik (merangsang

sekresi usus). Sintesa protein merupakan

hal yang penting dalam kejadian kematian

sel dan timbulnya lesi fokal yang destruktif

dari usus.

(d)Campylobacter Jejuni

Campylobacter Jejuni adalah penyebab

umum diare pada beberapa spesies

binatang (seperti: ayam, kambing). Manusia

mendapat infeksi melalui kontak langsung

dengan binatang atau tinjanya, dari

makanan atau air yang terkontaminasi dan

kadang-kadang melalui ke orang. Beberapa

ahli menganggap penyakit ini sebagai

zoonosis.

2) Infeksi virus

Virus terbanyak penyebab diare adalah

Rotavirus, Adenovirus, Enterovirus, Astrovirus,

Minirotavirus, Calicivirus, dan sebagainya.

b) Infeksi Parenteral
37

Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain

diluar alat pencernaan, seperti Otitis Media Akut

(OMA), Tonsolofaringitis, BronkoPneumonia,

Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama

terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2

tahun.

2. Faktor Malabssorbsi

a) Malabsorbsi karbohidrat (intoleransi laktosa)

b) Malabsorbsi lemak

c) Malabsorbsi protein

d) Malabsorbsi asam empedu

3. Faktor Makanan dan Minuman yang Dikonsumsi

Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui

air terutama air minum yang tidak dimasak dapat

juga terjadi sewaktu mandi dan berkumur. Kontak

kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan

pada orang lain apabila melekat pada tangan dan

kemudian dimasukkan ke mulut dipakai untuk

memegang makanan.

d. Manifestasi Klinis

Menurut Ariani (2016) tanda dan gejala dari diare, antara lain :
38

1. Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah,

suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan

berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare.

2. Tinja cair dan mungkin disertai lendir atau darah.

Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-

hijauan karena tercampur dengan empedu.

3. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya

defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai

akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal

dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama

diare.

4. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah

diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut

merandang atau akibat gangguan keseimbangan

asam-basa dan elektrolit. Bila anak telah banyak

kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala

dehidrasi makin tampak.

5. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata

dan ubun-ubun membesar menjadi cekung, selaput

lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.

6. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat

dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat.

Sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat


39

dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik dan

hipertonik.

e. Patofisiologi

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah

gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap

akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus

meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit

ke dalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan

sehingga timbul diare). Selain itu, menimbulkan

gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,

sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian

terjadi diare. Gangguan motiliasi usus yang

mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik.

Akibat dari diare adalah kehilangan air dan elektrolit

(dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa

(asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi

(intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan

gangguan sirkulasi. Gangguan gizi sebagai akibat

kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran

bertambah) dan gangguan sirkulasi darah (Ariani,

2016).
40

f. Komplikasi

Menurut Ariani (2016) diare dapat menyebabkan

berbagai komplikasi. Sebagian besar komplikasi

disebabkan oleh ketidakseimbangan cairan di dalam

tubuh. Komplikasi yang lebih serius dapat berupa sepsis

(pada infeksi sistemik) dan abses liver.

1) Dehidrasi

Diare berat yang disertai nausea dan muntah

sehingga asupan oral berkurang dapat menyebabkan

dehidrasi, terutama pada anak dan lanjut usia.

Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang

meningkat, berkurangnya jumlah buang air kecil

dengan warna urin gelap, tidak mampu berkeringat,

dan perubahan ortostatik. Hal ini disebabkan oleh

tubuh yang senantiasa menjaga homeostasis.

2) Syok Hipovolemia

Hipovolemia adalah keadaan berkurangnya volume

darah yang bersirkulasi dalam tubuh. Keadaan ini

tergolong darurat dimana jumlah darah dan cairan

yang hilang membuat jantung tidak mampu

memompa darah dalam jumlah yang cukup.

Kehilangan cairan pada syok hipovolemik bisa


41

disebabkan oleh terbakar, diare, muntah-muntah dan

kekurangan asupan makan.

3) Feses Berdarah.

4) Demam.

5) Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipovolemik,

isotonic, atau hipertonik).

6) Renjatan hipovolemik.

7) Inttoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat

defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili

mukosa usus halus.

8) Hipokalemia dan hipoglikemia.

9) Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.

10) Malnutrisi energy protein, karena selain diare

dan muntah penderita juga mengalami kelaparan.

6. Konsep Teori Pencegahan dan Penanggulangan

Diare

Menurut Ariani (2016) pencegahan dan penanggulangan diare, adalah:

a. Cara Pencegahan Diare

Ada 3 tingkatan pencegahan penyakit diare secara

umum yaitu pencegahan tingkat pertama (Primary

Prevention), pencegahan tingkat kedua (Secondary

Prevention), dan pencegahan tingkat ketiga (Tertiary

Prevention) yaitu:
42

1. Pencegahan Primer (Primary Prevention)

Pencegahan primer atau pencegahan tingkat

pertama ini dilakukan pada masa prepatogenesis

dengan tujuan untuk menghilangkan faktor resiko

terhadap diare. Adapun tindakan-tindakan yang

dilakukan dalam pencegahan primer yaitu :

a) Pemberian ASI

b) Pemberian MP-ASI

c) Menggunakan air bersih yang cukup

d) Menggunakan jamban sehat

2. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)

Ditujukan kepada si anak yang telah menderita

diare atau yang terancam akan menderita yaitu

dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan

yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah

terjadinya efek samping dan komplikasi. Pencegahan

sekunder meliputi diagnosis dan pengobatan yang

tepat. Pada pencegahan sekunder, sasarannya

adalah yang terkena penyakit diare. Upaya yang

dilakukan adalah :

a) Segera setelah diare, berikan penderita lebih

banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah

dehidrasi. Gunakan cairan yang dianjurkan,


43

seperti larutan oralit, makanan yang cair (Sup, air

tajin) dan kalau tidak ada berikan air matang.

b) Jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum

makan makanan padat lebih baik diberi oralit dan

air matang daripada makanan cair.

c) Beri makanan sedikitnya 6 kali sehari untuk

mencegah kurang gizi. Teruskan pemberian ASI

bagi anak yang masih menyusui dan bila anak

tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa

diberikan.

d) Segera bawa anak kepada petugas kesehatan bila

tidak membaik dalam 3 hari atau menderita hal

berikut yaitu BAB cair lebih sering, muntah

berulang-ulang, rasa haus yang nyata, makan

atau minum sedikit dengan atau tinja berdarah.

e) Apabila ditemukan penderita diare disertai dengan

penyakit lain, maka berikan pengobatan sesuai

indikasi dengan tetap mengutamakan dehidrasi.

3. Pencegahan Tertier (Tertiary Prevention)

Pencegahan tertier adalah penderita penyakit

diare dengan maksud jangan sampai bertambah

berat penyakitnya atau terjadi komplikasi. Bahaya

yang dapat diakibatkan oleh diare adalah kurang gizi


44

dan kematian. Kematian akibat diare disebabkan

oleh dehidrasi, yaitu kehilangan banyak cairan dan

garam dari tubuh.

Diare dapat mengakibatkan kurang gizi dan

memperburuk keadaan gizi yang telah ada

sebelumnya. Hal ini terjadi karena selama diare

biasanya penderita susah makan dan tidak merasa

lapar sehingga masukan zat gizi berkurang atau tidak

sama sekali. Jadi, pada tahap ini penderita diare

diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis

semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan

usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat

efek samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat

dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi

makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan.

Upaya yang dilakukan adalah :

a) Pengobatan dan perawatan diare dilakukan sesuai

dengan derajat dehidrasi. Penilaian derajat

dehidrasi dilakukan oleh petugas kesehatan

dengan menggunakan tabel penilaian derajat

dehidrasi. Bagi penderita diare dengan dehidrasi

berat segera diberikan cairan IV dengan RL.


45

b) Berikan makanan secukupnya selama serangan

diare untuk memberikan gizi pada penderita

terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh

serta mencegah berkurangnya berat badan.

c) Setelah diare berhenti, pemberian makanan

ekstra diteruskan selama dua minggu untuk

membantu pemulihan penderita.

Menurut Sari, Bagoes, dan Aditya (2016) salah satu faktor yang

mempengaruhi pencegahan penyakit diare adalah dengan Perilaku

Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti :

1) Sumber air yang bersih.

2) Tersedianya tempat pembuangan sampah.

3) Ketersediaan jamban yang bersih.

4) Lingkungan yang bersih (melakukan pembersihan

lingkungan sekitar secara individu dan

kelompok/gotong royong).

5) Makanan yang bersih, sehat, dan bergizi.

Menurut Widoyono (2011) dalam Hartati dan Nurazila (2018)

faktor yang mempengaruhi pencegahan penyakit diare, antara lain :

1) Faktor lingkungan seperti pengolahan sampah,

saluran limbah, maupun sumber air.

2) Faktor kebersihan diri.

3) Faktor sanitasi lingkungan.


46

Menurut Evayanti, Purna, dan Aryana (2014) faktor yang

mempengaruhi pencegahan penyakit diare, yaitu :

1) Faktor lingkungan seperti sarana penyediaan air

bersih dan pembuangan tinja.

2) Faktor perilaku seperti kebiasaan mencuci tangan

sebelum dan sesudah makan dengan bersih maupun

benar.

b. Cara Penanggulangan Diare

1. Bila anak diare segera beri banyak minum seperti

larutan oralit atau air rumah tangga seperti kuah

sayur, air putih, air tajin dan lain-lain.

a) Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari

mangkuk atau cangkir atau gelas.

b) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian

lanjutkan lagi dengan lebih lambat.

c) Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai

diare berhenti.

2. Untuk bayi dan balita yang masih menyusui tetap

diberikan ASI lebih sering dan lebih banyak.

3. Bila anak sudah memperoleh makanan tambahan

lanjutkan makanan seperti biasanya.

4. Saat anak diare sebaiknya diberi makanan lembek.


47

5. Jangan beri obat apapun kecuali dari petugas

kesehatan.

6. Menncari pengobatan lanjutan dan anjurkan ke

Puskesmas untuk mendapatkan tablet zinc.

B. Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi


pengetahuan ibu :
1. Faktor Internal
a. Pendidikan
b. Pekerjaan
c. Umur
2. Faktor Eksternal
a. Lingkungan
b. Sosial Budaya

Pencegahan diare pada anak usia


sekolah
Faktor yang memperngaruhi
sikap ibu :
1. Pengalaman
pribadi
2. Pengaruh orang
lain yang
dianggap penting
3. Pengaruh
kebudayaan
4. Media massa
5. Lembaga
pendidikan dan
Skema 2.1 Kerangka Teori
Sumber : Wawan & Dewi (2014)
48

C. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap

rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah

penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan

(Sugiyono, 2015). Hipotesis penelitian ini adalah Ha = ada

hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap ibu dalam

pencegahan dini kejadian diare pada anak usia 5-9 tahun.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya

adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Ardayani pada tahun

2015 yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan

Terhadap Pengetahuan dan Sikap ibu Dalam Pencegahan

Diare Pada Balita di Kelurahan Cibaduyut Bandung”.

Metode dari penelitian ini adalah menggunakan quasi

eksperimen dengan pendekatan one group pretest-

postest. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik

proporsional random sampling dengan jumlah sampel 78

orang. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan sebelum dan setelah pemberian

pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan dan sikap

ibu balita pada pencegahan diare.


49

2. Penelitian yang dilakukan oleh Malikhah, Fatimah, dan

Simangunsong pada tahun 2012 yang berjudul “Gambaran

Pengetahuan dan Sikap Ibu Dalam Pencegahan dan

Penanggulangan Secara Dini Kejadian Diare Pada Balita di

Desa Hegarmanah Jatinangor”. Metode dari penelitian

adalah metode deskriptif dengan sampel 88 ibu yang yang

yang memiliki balita menggunakan proportionate random

sampling. Hasil penelitian yang diperoleh yakni 53

(60,23%) ibu memiliki pengetahuan baik serta 47

(53,41%) ibu memiliki sikap yang favorable (mendukung)

terhadap pencegahan dan penanggulangan secara dini

kejadian diare pada balita di Desa Hegarmanah Jatinangor.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Rane, Dianne, dan Ismail

pada tahun 2013 yang berjudul “Hubungan Tingkat

Pengetahuan Ibu Tentang Diare Dengan Kejadian Diare

Akut pada Balita di Kelurahan Lubuk Buaya Wilayah Kerja

Puskesmas Lubuk Buaya Padang”. Metode penelitian yang

digunakan adalah analitik dan pengolahan data

menggunakan uji chi-square dengan desain cross

sectional. Pengambilan sampel dilakukan secara acak

sederhana (simple random sampling). Hasil penelitian ini

didapatkan nilai significancy-nya sebesar 0,749, nilai

p>0,05 maka dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan


50

yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu mengenai

penyakit diare dengan kejadian diare akut pada balita.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Wati pada tahun 2015 yang

berjudul “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dengan

Kejadian Diare pada Balita di Wilayah kerja Puskesmas

Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie”. Metode

penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan Desain

cross sectional, dengan teknik pengambilan sampel

dengan cara total sampling yaitu 83 responden. Hasil dari

penelitian mennunjukkan secara statistis bahwa terdapat

hubungan anata penggetahuan dan sikapdengan kejadian

diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu

Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang akan diukur atau diamati melalui penelitian yang akan

dilakukan (Riyanto, 2011). Adapun kerangka konsep antar variabel dari

penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Tingkat Pengetahuan Ibu


1. Tahu
2. Memahami
3. Aplikasi
4. Analisis
5. Sintesis
6. Evaluasi Pencegahan
Kejadian Diare
pada Anak
Sikap Ibu Usia Sekolah

1. Menerima
2. Merespon
3. Menghargai
4. Bertanggung
Jawab

Skema 3.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

= Variabel Independent

= Variabel Dependent

51
52

B. Desain Penelitian

Desain atau rancangan penelitian meruupakan kerangka acuan bagi

peneliti untuk mengkaji hubungan antar variabel dalam suatu penelitian.

Desain penelitian dapat menjadi petunjuk bagi peneliti untuk mencapai tujuan

penelitian dan juga sebagai penuntun bagi peneliti dalam seluruh proses

penelitian (Riyanto, 2011). Desain dalam penelitian ini menggunakan

rancangan penelitian cross sectional dengan jenis penelitian kuantitatif.

Rancangan cross sectional merupakan rancangan penelitian yang pengukuran

atau pengamatannya dilakukan secara simultan pada suatu saat (sekali waktu)

(Hidayat, 2012). Jenis penelitian kuantitatif merupakan penekanan pada

fenomena yang bersifat objektif dan dikaji secara kuantitatif, dilakukan

dengan menggunakan angka-angka, pengolahan statistik, struktur, dan

percobaan terkontrol (Hamdi, 2014). Penelitian ini untuk mengetahui

hubungan tingkat pengetahuan dan sikap ibu dalam pencegahan kejadian diare

pada anak usia sekolah di Wilayah kerja Puskesmas Sungai Durian Kabupaten

Kubu Raya.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Nursalam (2008), populasi dan sampel penelitian antara lain :

1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia : klien)

yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Populasi dalam penelitian

ini adalah semua ibu yang mempunyai anak yang menderita penyakit diare

usia sekolah. Data yang diperoleh dari Puskesmas Sungai Durian pada
53

bulan September-November 2018 sebanyak 120 ibu yang berada di

Wilayah kerja Puskesmas Sungai Durian Kabupaten Kubu Raya.

2. Sampel

Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sampel pada

penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling. Menurut

Riyanto (2011) teknik pengambilan sampel secara kelompok, yang

diambil sebagai sampel terdiri dari desa, kecamatan, kabupaten, klinik,

profesi, pemuda dan sebagainya, dengan metode pengambilan sampelnya

sebagai berikut

a. Membagi daerah penelitian kedalam kelompok-

kelompok (misalnya : desa, RW, dan sebagainya),

kemudian susunlah daftar kelompok.

b. Tetapkan jumlah kelompok yang akan dipilih atas dasar

jumlah subjek atau kesatuan analisis sampel yang

dikehendaki.

c. Pilihlah kelompok sampel dengan simple random atau

systematic.

d. Identifikasi seluruh individu yang berada didalam

kelompok yang terpilih.

Berikut kriteria inklusi, kriteria eksklusi, dan jumlah

sampel yang diperlukan dalam penelitian ini.

a. Kriteria Inklusi
54

Subjek penelitian dapat mewakili sampel penelitian

yang memenuhi syarat sebagai sampel (Oktavia, 2015).

Kriteria dalam penelitian ini adalah :

1) Ibu yang tinggal dan menetap di Desa Sungai Durian.

2) Semua ibu yang memiliki anak usia sekolah.

3) Anak usia sekolah yang menderita penyakit diare.

4) Bisa membaca dan menulis.

5) Bersedia untuk jadi responden.

b. Kriteria Eksklusi

Subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena

tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian

(Oktavia, 2015). Kriteria eksklusi untuk penelitian ini

adalah semua anak usia sekolah yang belum pernah

menderita penyakit diare.

c. Jumlah sampel yang diperlukan

Jumlah sampel yang diperlukan untuk penelitian ini

menggunkan rumus slovin, yaitu digunakan untuk

menentukan jumlah sampel (Enterprise, 2014).

Rumus :
N1+N (e)²
n=

1171+117 (0,05)²
n=
55

1171+117 (0,0025)
n=

1171+0,2925
n=

1171,2925
n= = 90 ibu

Keterangan :
N : Jumlah populasi
n : Jumlah sampel
e : Kesalahan
Jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 90 ibu. Peneliti membagi

rata setiap desa sehingga mendapatkan perwakilan dari setiap desa. Berikut adalah

jumlah sampel dari setiap desa.

Ni x nN
ni=

Keterangan :

Ni : Jumlah populasi setiap desa

ni : Jumlah sampel setiap desa

N : Jumlah populasi keseluruhan desa

n : Jumlah sampel

Tabel 3.1
Pembagian Sampel Setiap Desa
Desa Populasi setiap Desa Jumlah Sampel setiap Desa
Arang Limbung 24 18
Limbung 25 19
Kuala Dua 31 24
Tebang Kacang 9 7
Teluk Kapuas 15 12
56

Madu Sari 0 0
Sungai Ambangah 4 3
Mekar Sari 9 7
Jumlah 117 90

D. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Sungai Durian,

Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.

2. Waktu Penelitian

Waktu Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei

2019.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan bagian yang mendefinisikan variable

secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati atau diukur, dan

dapat dilihat pada indicator berupa perilaku, aspek, maupun sifat sehingga

peneliti dapat melakukan observasi dan pengukuran terhadap suatu objek serta

fenomena dari konsep atau variabel (Noor, 2017). Definisi ini juga

menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti, agar tidak erjadi

kesalahpahaman dalam memaknai judul, maka definisi operasional yang akan

dijelaskan dalam penelitian ini yaitu :

Tabel 3.2
Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
Pengetahuan Segala Kuesioner Pengetahuan Ordinal
ibu tentang sesuatu yang dengan di
pencegahan diketahui menggunakan kategorikan
57

dini diare oleh ibu skala menjadi 2


tentang guttman. yaitu :
pencegahan Terdiri dari 1. Baik
dini diare 20 Skor : 5-
yang meliputi pertanyaan, 10
pecegahan dengan 2. Kurang
primer, jawaban yang Baik
sekunder, benar diberi Skor : 0-
dan tersier. skor 1 dan 4
jawaban yang
salah diberi
skor 0.
Sikap ibu Respon ibu Kuesioner Total skor di Nominal
tentang yang kurang dengan kategorikan :
pencegahan terhadap menggunakan 1. Sikap
dini diare pencegahan skala likert positif
dini diare yang terdiri jika
dari 17 respond
pertanyaan. en
Jika memenu
pertanyaan hi skor
positif maka lebih
skornya SS dari 45.
(5), S (4), KS 2. Sikap
(3), TS (2), negative
STS (1) jika
sedangkan respond
pertanyaan en
negative memenu
skornya SS hi skor
(1), S (2), KS kurang
(3), TS (4), dari 45.
STS (5).

F. Instrumen/Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data/instrument merupakan kegiatan penelitian untuk

mengumpulkan data, agar dapat memperkuat hasil penelitian alat ukur

pengumpulan data yang digunakan antara lain kuesioner/angket, observasi,

wawancara, ataupun gabungan ketiganya, dan skala likert (skala sikap)

(Hidayat, 2011). Fungsi dari instrument penelitian adalah sebagai alat bantu
58

dalam pengumpulan data yang diperlukan (Siyoto & Ali, 2015). Instrumen

penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Kuesioner adalah beberapa

pertanyaan tertulis yang harus dibaca dan dijawab oleh responden penelitian

(Suyanto, 2011).

Kuesioner dalam penelitiaan ini di adopsi dari Fitri (2017), Sembiring

(2014), Rizaldy (2015), dan Syania (2008) yang terdiri dari 2 kuesioner, antara

lain kuesioner 1 tentang pengetahuan sebanyak 20 pernyataan dan kuesioner 2

tentang sikap sebanyak 17 pernyataan. Kuesioner 1 menggunakan skala

guttman yaitu menggunakan serangkaian pernyataan yang terkait dengan suatu

topik maupun isu tertentu dan disusun menurut derajat intensitasnya dengan

jawaban benar dan salah (Morissan, 2017), serta kuesioner 2 menggunakan

skala likert yaitu digunakan untuk mengukur sikap, persepsi, dan pendapat

suatu individu tentang gejala atau fenomena dengan jawaban pernyataan

positif terdiri dari sangat setuju (5), setuju (4), kurang setuju (3), tidak setuju

(2), sangat tidak setuju (1). Pernyataan negatif skornya terdiri dari sangat

setuju (1), setuju (2), kurang setuju (3), tidak setuju (4), sangat tidak setuju (5)

(Riyanto, 2011).

Kuesioner untuk penelitian ini akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas

di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Ambawang, dengan jumlah responden

sebanyak 30 ibu (responden) dengan menggunakan kriteria yang telah

ditentukan dalam proposal ini. Berikut penjelasan uji validitas dan reliabilitas.

1. Uji Validitas
59

Uji validitas adalah ukuran untuk menunjukkan sejauh

mana instrument pengukur mampu mengukur apa saja

yang akan diukur (Nasir, dkk, 2011). Uji ini menggunakan

rumus Pearson Product Moment, setelah itu diuji

menggunakan Uji T serta dilihat penafsiran dari indeks

korelasinye. Jika nilai T hitung > T tabel berarti valid,

sedangkan sebaliknya jika nilai T hitung < T tabel maka

tidak valid (Hidayat, 2012).

2. Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas adalah berkenaan dengan derajat

konsistensi dan stabilitas data atau temuan, dalam

pandangan kuantitatif, suatu data dinyatakan reliabel

apabila dua atau lebih peneliti dalam objek yang sama

maka menghasilkan data yang sama, atau sekelompok

data bila dipecah menjadi dua maka menunjukkan data

yang tidak berbeda (Sugiono, 2011). Menurut Riyanto

(2011) jika nilai Cronbah’s alpa lebih ≥ konstanta (0,6),

maka pernyataan reliabel, sebaliknya jika nilai Cronbah’s

alpa < konstanta (0,6), maka pernyataan tidak reliabel.

G. Prosedur Pengumpulan Data

Peneliti melakukan prosedur pengumpulan data dengan cara sebagai

berikut :

1. Tahap Pra Penelitian


60

a. Melaksanakan studi pendahuluan ke lapangan.

b. Menyusun rancangan dan pembuatan instrument

penelitian.

c. Melakukan penentuan subjek penelitian.

d. Mengurus perizinan mengenai pelaksanaan penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Melakukan penelitian dengan meminta kesediaan

responden untuk mengikuti penelitian.

b. Melakukan wawancara dan observasi pada responden

yang akan diteliti.

3. Tahap Pasca Penelitian

Mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data yang

sudah didapatkan

H. Rencana Analisis Data

Menurut Siyoto & Ali (2015) analisis data disebut juga dengan penolakan

data dan penafsiran data yang akan ditelaah dan dikelompokkan berdasarkan

variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dan

seluruh responden, menyajikan data dari variabel yang diteliti, serta

melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah. Langkah –

langkah yang dilakukan pada analisis data adalah :

1. Persiapan

Kegiatan yang dilakukan dalama langkah persiapan antara

lain :
61

a. Mengecek kelengkapan identitas responden.

b. Mengecek kelengkapan data (periksa kembali

instrument pengumpulan data).

c. Mengecek macam isian data, sudah di isi dengan benar

atau tidak.

2. Tabulasi

Usaha penyajian data terutama pengolahan data yang

akan menjurus ke analisis kuantitatif dan biasanya

menggunakan table, baik table frekuensi maupun table

silang.

3. Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian

Mengubah jenis data disesuaikan serta dimodifikasi

dengan teknik analisis yang akan digunakan seperti data

interval diubah menjadi data ordinal dengan membuat

tingkatan, data ordinal atau interval diubah menjadi data

diskrit (data yang diperoleh dari hasil menghitung),

memberikan kode (coding) pada hubungan dalam

pengolahan data jika akan menggunakan computer.

Rencana analisis data pada penelitian ini diolah

menggunakan sistem komputerisasi setelah semua data

telah terkumpul. Analisis yang digunakan yakni analisis

univariate dan bivariate. Analisis univariate bertujuan

untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik


62

setiap variabel penelitian, bentuk analisis ini tergantung

dari jenis datanya. Data numerik digunakan nulai mean,

median, dan standar deviasi, sedangkan data kategorik

digunakan distribusi frekuensi (Notoadmodjo, 2012).

Analisis bivariate dapat dilakukan terhadap 2 variabel yang

diduga berhubungan atau berkorelasi (Lusiana, 2015).

Langkah awal yang digunakan adalah editing, coding,

entridata, dan dilanjutkan dengan tabulasi. Analisis ini

dilakukan untuk melihat setiap variabel untuk diteliti,

selanjutnya menghasilkan distribusi ataupun persentase

dari masing-masing variabel, untuk mengetahui ada atau

tidaknya hubungan tingkat pengetahuan dan sikap ibu

dalam pencegahan dini kejadian diare pada anak usia 5-9

tahun di Wilayah kerja Puskesmas Sungai Durian.

I. Etika Penelitian

Menurut Hidayat (2011) masalah etika penelitian keperawatan sangat

penting karena berhubungan langsung dengan manusia, hal-hal yang perlu

diperhatikan sebagai berikut :

1. Informed Consent

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan

antara peneliti dan responden penelitian dengan


63

memberikan lembar persetujuan, diberikan sebelum

penelitian dilakukan agar responden mengerti maksud dan

tujuan penelitian, serta dampaknya. Bila responden tidak

bersedia maka peneliti harus menghormati hak-hak

responden.

2. Anonim

Untuk menjaga dan menjamin keberhasilan responden

peneliti tidak memberikan atau mencatumkan nama pada

lembar alat pengumpulan data dan hanya menuliskan

kode/inisial.

3. Confidentiality

Semua informasi atau masalah lainnya yang telah

dikumpulkan akan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,

hanya data tertentu yang akan dilaporkan pada pihak yang

terkait dengan penelitian.


64

J. Rencana Kegiatan Penelitian


Tabel 3.3
Rencana Kegiatan Penelitian
Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei
2018 2018 2019 2019 2019 2019 2019
N Langkah-
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
o Langkah
Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajua
1
n Judul

Studi
pendahul
2
uan ke
lapangan

Bimbinga
n
3 Penyusun
an
Proposal
Ujian
4
Proposal
Revisi
Proposal
5
dan Uji
Etik
Uji
Validias
6 dan Uji
Reliabilita
s
Pengambi
7 lan Data

Pengolah
8
an Data
Sidang
9 Hasil
Penelitan

Anda mungkin juga menyukai