Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
M]
MODUL 1
PELAYANAN INFORMASI OBAT DAN KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI
PERTEMUAN 1- PENGERTIAN PIO dan KIE
I. PENDAHULUAN
Kebutuhan informasi bagi pasien, mereka (pasien) tidak tahu obat yang mereka
minum, kecuali bila dokter menjelaskan kepada mereka. Apoteker hanya menyerahkan
obatnya dalam wadah yang hanya tertulis nama pasien dan aturan pakainya. Informasi
yang lebih baik pada pasien akan menggugah minat menaikkan kehendak pasien untuk
berpartisipasi aktif dalam cara pengobatan yang dapat dinilai sebagai mempercepat
kesembuhan (Anief, 1997).
Informasi obat merupakan bagian dari suatu kegiatan konsultasi dimana
pasien dapat memperoleh informasi mengenai proses pengobatannya. Brosur, etiket
dari produsen obat merupakan suatu komunikasi verbal yang sangat bermanfaat
(Graham, 1995). Seringkali komunikasi menemui hambatan, sehingga akan
mempengaruhi keberhasilan suatu pengobatan. Kemungkinan
penyebabnya antara lain kesenjangan antara pemberi dan penerima informasi, baik
dalam penggunaan bahasa, cara penuturan ataupun cara pendekatan dan informasi
yang diberikan tidak diartikan secara benar atau tidak mengerti. Faktor yang dirasakan
cukup menghambat komunikasi adalah kondisi masyarakat yang percaya berlebihan
dalam mengkonsumsi obat dan mudah dipengaruhi oleh promosi obat. Penyediaan
informasi yang benar, obyektif dan lengkap akan mempengaruhi masalah
ketidakrasionalan penggunaan obat (Mulyono, 2002).
Kegiatan PIO berupa penyediaan dan pemberian informasi obat yang bersifat
aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan informasi obat
memberikan informasi obat dengan tidak menunggu pertanyaan melainkan secara
aktif memberikan informasi obat, misalnya penerbitan bulletin, leaflet, brosur, seminar
2
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
dan sebagainya. Pelayanan bersifat pasif apabila apoteker pelayanan informasi obat
memberikan informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima.
Menjawab pertanyaan mengenai obat dan penggunaannya merupakan kegiatan
rutin suatu pelayanan informasi obat. Pertanyaan yang masuk dapat disampaikan secara
verbal (melalui telepon, tatap muka) atau tertulis (surat melalui pos, faksimili atau
e-mail). Pertanyaan mengenai obat dapat bervariasi dari yang sederhana sampai yang
bersifat urgen dan kompleks yang membutuhkan penelusuran literatur serta evaluasi
secara seksama (Anonim, 2004).
Faktor-faktor komunikasi yang meliputi bahasa, pendengaran atau tingkat
intelektual merupakan faktor yang dapat menghambat efektivitas komunikasi. Informasi
yang perlu disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Status Obat
2. Khasiat keamanan obat
3. Efek samping obat
4. Alasan mengapa obat tidak dapat dipergunakan untuk semua penyakit
(Graham, 1995)
Untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan pelayanan informasi obat,
indikator yang dapat digunakan antara lain :
1. Meningkatkan jumlah pertanyaan yang diajukan.
2. Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab.
3. Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan.
4. Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leflet, buletin, ceramah).
5. Meningkatnya pertanyaan berdasarkan jenis pertanyaan dan tingkat kesulitan.
6. Menurunnya keluhan atas pelayanan Informasi Obat
Latihan
3
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
Dalam Modul ini Anda akan diperkenalkan dengan konsep-konsep yang terdapat dalam
teori komunikasi yang meliputi komunikasi verbal dan nonverbal seperti perbedaan dan
fungsi kedua jenis komunikasi tersebut. Elemen-elemen dalam komunikasi verbal yang
dibahas adalah kata dan bahasa; sedangkan untuk komunikasi nonverbal, dalam Topik ini
Anda akan diperkenalkan dengan karakteristik komunikasi nonverbal yang cenderung
mengalir terus.
Diperlukan ketelitian dalam melakukan kegiatan kefarmasian, dengan teliti dan terus
menerus melatih diri serta belajar ketrampilan bidang profesi di harapkan perilaku nya
4
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
sesuai dengan etika profesinya di masyarakat. Pengertian Profesi adalah suatu jabatan atau
juga pekerjaan yang menuntut keahlian atau suatu keterampilan dari pelakunya. Biasanya
sebutan dari “profesi” selalu dapat dikaitkan dengan pekerjaan atau juga jabatan yang
dipegang oleh seseorang, namun tidak semua pekerjaan atau suatu jabatan dapat disebut
dengan profesi. Karena profesi menuntut keahlian dari para pemangkunya. Hal tersebut
mengandung arti bahwa suatu pekerjaan atau suatu jabatan yang disebut dengan profesi
tidak bisa dipegang oleh sembarang orang, namun tetapi memerlukan suatu persiapan
dengan melalui pendidikan serta pelatihan yang dikembangkan khusus untuk itu. Pekerjaan
tersebut tidak sama dengan profesi.
Setelah mempelajari bab ini Anda diharapkan mampu:
1. menjelaskan apa yang dimaksud dengan komunikasi verbal, komunikasi nonverbal,
perbedaan
2. membedakan karakteristik komunikasi verbal dan nonverbal
3. menjelaskan fungsi komunikasi verbal dan nonverbal
4. pengertian profesi, dan pengertian etika , pengertian etika profesi , serta apa itu etika
profesi tenaga teknis kefarmasian (TTK) , menjelaskan kode etik dari tenaga teknis
kefarmasian
Pengetahuan mengenai komunikasi verbal dan nonverbal ini penting bagi Anda yang
bekerja di bidang kefarmasian karena akan berperan dalam membantu Anda untuk
melakukan komunikasi yang efektif dan melayani masyarakat di bidang kesehatan serta
dapat memahami, menerapkannya dalam melakukan tugas kegiatan sesuai kompetensi
pendidikan dan berdasarkan etika profesi anda .
5
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
A. KOMUNIKASI VERBAL
hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Ketiga fungsi itu adalah:
a. Untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita;
b. Untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia
c. Untuk menciptaakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia.
lebih dikenal dengan istilah S-R.teori ini menyatakan bahwa jika satu organisme
dirangsang oleh stimuli dari luar, orang cenderung akan memberikan reaksi. Anak-anak
mengetahui bahasa karena ia diajar oleh orang tuanya atau meniru apa yang
diucapkan oleh orang lain.
2. Teori kedua ialah teori kognitif yang dikembangkan oleh Noam Chomsky. Menurutnya
kemampuan berbahasa yang ada pada manusia adalah pembawaan biologis yang
dibawa dari lahir.
3. Teori ketiga disebut Mediating theory atau teori penengah. Dikembangkan oleh
Kata
Kata merupakan inti lambang terkecil dalam bahasa. Kata adalah yang melambangkan
atau mewakili sesuatu hal, entah orang, barang, kejadian, atau keadaan.Jadi, kata itu bukan
orang, barang, kejadian, atau keadaan sendiri.Makna kata tidak ada pada pikiran orang.Tidak
ada hubungan langsung antara kata dan hal.Yang berhubungan langsung hanyalah kata dan
pikiran orang.
komuniasi verbal.
Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai.
Karena itu, komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada.
Komunikasi nonverbal lebih jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena
spontan.
Komunikasi nonverbal dapat berupa bahasa tubuh, tanda (sign), tindakan/perbuatan
Bahasa Tubuh. Bahasa tubuh yang berupa raut wajah, gerak kepala, gerak tangan,,
gerak-gerik tubuh mengungkapkan berbagai perasaan, isi hati, isi pikiran, kehendak,
dan sikap orang.
Tanda. Dalam komunikasi nonverbal tanda mengganti kata-kata, misalnya, bendera,
rambu-rambu lalu lintas darat, laut, udara; aba-aba dalam olahraga.
Tindakan/perbuatan. Ini sebenarnya tidak khusus dimaksudkan mengganti kata-kata,
Hal menarik dari komunikasi nonverbal ialah studi Albert Mahrabian (1971) yang
menyimpulkan bahwa :
“tingkat kepercayaan dari pembicaraan orang hanya 7% berasal dari bahasa verbal,
38% dari vocal suara, 55% dari ekspresi muka“
Jika terjadi pertentangan antara apa yang diucapkan seseorang dengan perbuatannya,
orang lain cenderung mempercayai hal-hal yang bersifat nonverbal.
Oleh sebab itu, Mark Knapp (1978) menyebut bahwa penggunaan kode nonverbal
8
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
nonverbal yang tidak konsisten, kebanyakan orang percaya perilaku nonverbal. Ada sedikit
bukti bahwa perilaku nonverbal sebenarnya lebih dapat dipercaya daripada komunikasi
verbal, setelah semua, kita sering mengontrolnya cukup sadar.Meskipun demikian, hal itu
dianggap lebih dapat dipercaya. (Anderson, 1999)
Akhirnya, komunikasi verbal adalah diskrit, sedangkan komunikasi nonverbal terus
menerus. Simbol verbal mulai dan berhenti, kami mulai berbicara pada satu saat dan
berhenti berbicara saat yang lain.
Sebaliknya, komunikasi nonverbal cenderung mengalir terus. Sebelum kita berbicara,
ekspresi wajah dan postur mengungkapkan perasaan kita, saat kita bicara, gerakan tubuh
kita dan mengkomunikasikan penampilan, dan setelah kita berbicara postur tubuh berubah,
mungkin santai
Secara sekilas telah diuraikan pada bagian awal tulisan ini, bahwa antara komunikasi
verbal dan nonverbal merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dalam arti,
kedua bahasa tersebut bekerja bersama-sama untuk menciptakan suatu makna. Namun,
keduanya juga memiliki perbedaan-perbedaan. Dalam pemikiran Don Stacks dan kawan-
kawan, ada tiga perbedaan utama di antara keduanya yaitu :
1. Kesengajaan pesan (the intentionality of the message),
2. Tingkat simbolisme dalam tindakan atau pesan (the degree of symbolism in the act or
message).
3. Pemrosesan mekanisme (processing mechanism). Kita mencoba untuk
menguraikannya satu per satu.
Uraiannya :
1. Kesengajaan (intentinolity)
Satu perbedaan utama antara komunikasi verbal dan nonverbal adalah persepsi
mengenai niat (intent).Pada umumnya niat ini menjadi lebih penting ketika kita
membicarakan lambang atau kode verbal. Michael Burgoon dan Michael Ruffner
menegaskan bahwa sebuah pesan verbal adalah komunikasi kalau pesan tersebut
a. dikirimkan oleh sumber dengan sengaja dan
9
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
sederhana mengenai niat ini oleh seorang penerima sudah cukup dipertimbangkan
menjadi komunikasi nonverbal.
Sebab, komunikasi nonverbal cenderung kurang dilakukan dengan sengaja dan kurang
10
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
berkomunikasi secara nonverbal adalah lebih sederhana dibanding komunikasi verbal yang
mempersyaratkan aturan-aturan tata bahasa dan sintaksis.
Komunikasi nonverbal secara tipikal diekspresikan pada saat tindak komunikasi
berlangsung. Tidak seperti komunikasi verbal, bahasa nonverbal tidak bisa mengekspresikan
peristiwa komunikasi di masa lalu atau masa mendatang.Selain itu, komunikasi nonverbal
mempersyaratkan sebuah pemahaman mengenai konteks di mana interaksi tersebut terjadi,
sebaliknya komunikasi verbal justru menciptakan konteks tersebut.
Perbedaan lain tentang komunikasi verbal dan nonverbal dapat dilihat dari dimensi-
dimensi yang dimiliki keduanya. Gagasan ini dicetuskan oleh Malandro dan Barker seperti
yang dikutip dalam buku Komunikasi Antar Budaya tulisan Dra. Ilya Sunarwinadi, M.A.
1. Struktur vs. Nonstruktur
Komunikasi verbal sangat terstruktur dan mempunyai hukum atau aturan-aturan tata
bahasa. Dalam komunikasi nonverbal hampir tidak ada atau tidak ada sama sekali
struktur formal yang mengarahkan komunikasi. Kebanyakan komunikasi nonverbal
terjadi secara tidak disadari, tanpa urut-urutan kejadian, yang dapat diramalkan
sebelumnya. Tanpa pola yang jelas, perilaku nonverbal yang sama dapat memberi arti
yang berbeda pada saat yang berlainan.
2. Linguistik vs. Nonlinguistik
Linguistik adalah ilmu yang mempelajari asal usul, struktur, sejarah, variasi regional
dan ciri-ciri fonetik dari bahasa. Dengan kata lain, linguistik mempelajari macam-
macam segi bahasa verbal, yaitu suatu sistem dari lambang-lambang yang sudah diatur
pemberian maknanya.
Sebaliknya.pada komunikasi nonverbal, karena tidak adanya struktur khusus, maka
sulit untuk memberi makna pada lambang. Belum ada sistem bahasa nonverbal yang
didokumentasikan, walaupun ada usaha untuk memberikan arti khusus pada ekspresi-
ekspresi wajah tertentu. Beberapa teori mungkin akan memberikan pengecualian pada
bahasa kaum tuna-rungu yang berlaku universal, sekalipun ada juga lambang-
lambangnya yang bersifat unik.
11
3. Sinambung (continuous) vs. Tidak Sinambung (discontinuous)
Komunikasi nonverbal dianggap bersifat sinambung, sementara komunikasi verbal
didasarkan pada unit-unit yang terputus-putus.Komunikasi nonverbal baru berhenti
bila orang yang terlibat di dalamnya meninggalkan suatu tempat. Tetapi selama tubuh,
wajah dan kehadiran kita masih dapat dipersepsikan oleh orang lain atau diri kita
sendiri, berarti komunikasi nonverbal dapat terjadi. Tidak sama halnya dengan kata-
kata dan simbol dalam komunikasi verbal yang mempunyai titik awal dan akhir yang
pasti.
4. Dipelajari vs. Didapat secara Ilmiah
Jarang sekali individu yang diajarkan cara untuk berkomunikasi secara nonverbal.
Biasanya ia hanya mengamati dan mengalaminya. Bahkan ada yang berpendapat
bahwa manusia lahir dengan naluri-naluri dasar nonverbal. Sebaliknya komunikasi
verbal adalah sesuatu yang harus dipelajari
5. Pemrosesan dalam Bagian Otak sebelah Kiri vs. Pemrosesan dalam Bagian Otak
sebelah kanan
Pendekatan neurofisiologik melihat perbedaan dalam pemrosesan stimuli verbal dan
nonverbal pada diri manusia.Pendekatan ini menjelaskan bagaimana kebanyakan
stimuli nonverbal diproses dalam bagian otak sebelah kanan, sedangkan stimuli verbal
yang memerlukan analisis dan penalaran, diproses dalam bagian otak sebelah
kiri.Dengan adanya perbedaan ini, maka kemampuan untuk mengirim dan menerima
pesan berbeda pula.
12
komunikasi verbal diatur oleh aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang dibuat oleh
manusia, seperti sintaks dan tata bahasa. Misalnya, kita bisa secara sadar memutuskan
untuk berbicara, tetapi dalam berbicara secara tidak sadar pipi menjadi memerah dan
mata berkedip terus-menerus
2. Banyak komunikasi nonverbal serta lambang-lambangnya yang bermakna universal.
Sedangkan komunikasi verbal lebih banyak yang bersifat spesifik bagi kebudayaan
tertentu.
3. Dalam komunikasi nonverbal bisa dilakukan beberapa tindakan sekaligus dalam suatu
waktu tertentu, sementara komunikasi verbal terikat pada urutan waktu.
4. Komunikasi nonverbal dipelajari sejak usia sangat dini. Sedangkan penggunaan
lambang berupa kata sebagai alat komunikasi membutuhkan masa sosialisasi sampai
pada tingkat tertentu.
5. Komunikasi nonverbal lebih dapat memberi dampak emosional dibanding komunikasi
verbal.
13
Dalam tahun 1965, Paul Ekman menjelaskan bahwa pesan nonverbal akan mengulang
atau meneguhkan pesan verbal. Misalnya dalam suatu lelang, kita mengacungkan satu jari
untuk menunjukkan jumlah tawaran yang kita minta, sementara secara verbal kila
mengatakan "satu”.
Pesan-pesan nonverbal juga berfungsi untuk mengkontradiksikan atau menegaskan
pesan verbal seperti dalam sarkasme atau sindirian-sindiran tajam.Kadang-kadang,
komunikasi nonverbal mengganti pesan verbal. Misalnya, kita tidak perlu secara verbal
menyatakan kata "menang", namun cukup hanya mengacungkan dua jari kita membentuk
huruf `V' (victory) yang bermakna kemenangan.
Fungsi lain dari komunikasi nonverbal adalah mengatur pesan verbal. Pesan-pesan
nonverbal berfungsi untuk mengendalikan sebuah interaksi dalam suatu cara yang sesuai
dan halus, seperti misalnya anggukan kepala selama percakapan berlangsung. Selain itu,
komunikasi nonverbal juga memberi penekanan kepada pesan verbal, seperti
mengacungkan kepalan tangan.Dan akhirnya fungsi komunikasi nonverbal adalah pelengkap
pesan verbal dengan mengubah pesan verbal, seperti tersenyum untuk menunjukkan rasa
bahagia kita.
Bahwa dalam suatu peristiwa komunikasi, perilaku nonverbal digunakan secara
bersama-sama dengan Bahasa verbal:
a. Perilaku nonverbal memberi aksen atau penekanan pada pesan verbal.Misalnya
menyatakan terima kasih dengan tersenyum.
b. Perilaku nonverbal sebagai pengulangan dari bahasa verbal. Misalnya menyatakan
maaf pada teman karena tidak dapat meminjamkan uang; dan agar lebih percaya,
pernyataan itu ditambah lagi dengan ekspresi muka sungguh-sungguh atau
memperlihatkan saku atau dompet yang kosong.
14
d. Perilaku nonverbal sebagai pengganti dari komunikasi verbal.misalnya menyatakan
rasa haru tidak dengan kata-kata, melainkan dengan mata yang berlinang-linang.
Latihan
Pertanyaan:
1. Jelaskan yang saudara ketahui apa yang dimaksud dengan komunikasi verbal.
15
2. Apa yang dimaksud dengan komunikasi nonverbal?. Jelaskan.
5. Jelaskan menurut Mark Knapp bahwa penggunaan kode nonverbal dalam berkomunikasi
memiliki beberapa fungsi.
16
PERTEMUAN 2 – Membuat Dan Menyebarkan Buletin/Brosur/Leaflet,
Pemberdayaan Masyarakat (Penyuluhan)
I. LATIHAN
menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan harapan
bahwa dengan adanya pesan tersebut, maka masyarakat, kelompok atau individu dapat
memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Pengetahuan tersebut pada
akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku. Dengan kata lain dengan adanya
promosi kesehtan tersebut diharapkan dapat membawa akibat terhadap perubahan perilaku
mempaunyai masukan (input) dan keluaran (output). Di dalam suatu proses pendidikan
kesehayan yang menuju tercapainya tujuan promosi, yakni perubahan perilaku, dipegaruhi oleh
banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan disamping faktor
masukannya sendiri juga metode, faktor materi aytau pesanya, pendidik atau petugas yang
melakukannya, dan alat-alat bantu media yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Agar
dicapai suatu hasil yang optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerja sama secara
harmonis. Hal ini berarti bahwa untuk masukan (sasaran pendidikan) tertentu harus
menggunakan cara tertentu pula. Materi juga harus disesuaikan dengan sasaran. Demikian juga
lat bentu pendidikan disesuaikan. Untuksasaran kelompok, maka metodenya harus berbeda
17
dengan sasaran media massa dan sasaran individual. Untuk sasaran masssa pun harus berbeda
Media atau alat peraga dalam promosi kesehatan dapat diartika sebagai alat bantu
promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba, dirasa atau dicium, untuk
semua saranana atau upaya menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh
komunikator, baik melalui media cetak, elektronika, dan media luar ruang, sehingga
pengetahuan sasaran dapat meningkat dan akhirnya dapat mengubah perilaku ke arah positif
Alat peraga digunakan secara kombinasi, misalnya menggunakan papan tulis dengan
foto dan sebagainya. Tetapi dalam menggunakan alat peraga, baik secara kombinasi maupun
tunggal, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu alat peraga harus mudah dimengerti oleh
masyarakat sasaran dan ide atau gagasan yang terkandung didalamnya harus dapat diterima
oleh sasaran.
Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman
(Permenkes, 2016):
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak rasional dalam
18
Pelayanan farmasi klinik meliputi (Djojodibroto, 2007):
c. Konseling;
TUGAS :
1. Membuat sarana edukasi obat dalam rangka pemberdayaan masyarakat berupa:
a. Buletin
b. Brosur
c. Leaflet
d. Poster
2. Buatlah materi edukasi semenarik mungkin dan dapat dipahami oleh penerima pesan?
19
PERTEMUAN 3 dan 4 – Memberikan Informasi Dan Edukasi Kepada Pasien
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling
I. PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Informasi adalah suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada
komunikan, yang berupa data, fakta, gagasan, konsep, kebijakan, aturan, standar, norma,
pedoman atau acuan yang diharapkan dapat diketahui, dipahami, diyakini, dan
diimplementasikan oleh komunikan.
Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui
teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta atau kondisi
nyata, dengan cara member dorongan terhadap pengarahan diri, aktif memberikan
informasi-informasi atau ide baru ( Craven dan Hirnle, 1996 dalam suliha, 2002).
B. TUJUAN
Sebagai pedoman dalam melakukan edukasi kesehatan.
Memahami bagaimana cara dan proses melakukan edukasi kesehatan di rumah sakit.
Sehingga edukasi kesehatan (penkes) dapat berjalan lancar dan sesuai prosedur yang
ada.
Agar pasien & keluarga berpartisipasi dalam keputusan perawatan dan proses
perawatan. Sehingga dapat membantu proses penyembuhan lebih cepat.
Pasien/keluarga memahami penjelasan yang diberikan, memahamipentingnya mengikuti
rejimen pengobatan yang telah ditetapkansehingga dapat meningkatkan motivasi
untuk berperan aktif dalammenjalani terapi obat.
20
mendapatkan gambaran tentang berbagai kondisi individu dan lingkungannya sebagai
dasar untuk memahami individu dan untuk pengembangan program pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan kebutuhan.
Pengkajian pasien merupakan langkah guna mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan pasien
akan pelayanan kesehatan. Keputusan mengenai jenis pelayanan yang paling tepat untuk
pasien, bidang spesialisasi yang paling tepat, penggunaan pemeriksaan penunjang
diagnostik yang paling tepat,sampai penanganan perawatan, gizi, psikologis dan aspek lain dalam
penanganan pasien di rumah sakitmerupakan keputusan yang diambil berdasarkan pengkajian (assessment).
21
Jenis informasi yang diperlukan dalam pengkajian antara lain:
1. Pentingnya masalah bagi individu, kelompok dan masyarakat yang dibantu
2. Masalah lain yang kita lihat
3. Masalah yang dilihat oleh petugas lain
4. Jumlah orang yang mempunyai masalah ini
5. Kebiasaan yang dapat menimbulkan masalah
6. Alasan yang ada bagi munculnya masalah tersebut
7. Penyebab lain dari masalah tersebut.
Tujuan pengkajian
1. Untuk mengetahui besar, parah dan bahayanya masalah yang dirasakan.
2. Menentukan langkah tepat untuk mengatasi masalah.
Memahami masalah
1. Mengapa muncul masalah
2. Siapa yang akan memecahkan masalah dan siapa yang perlu dilibatkan
3. Jenis bantuan yang akan diberikan
Prioritas masalah
Disusun berdasarkan hirarki kebutuhan maslow:
Aktualisasi diri
Harga diri
Kasih sayang
Aman / nyaman
Biologis / Fisiologi
22
Agar edukasi dapat dipahami dengan baik dilakukan dahulu assesment/penilaian terhadap
pasien dan keluarga meliputi :
1. Kepercayaan dan nilai-nilai agama yang dianut pasien dan keluarganya
2. Kecakapan baca tulis, tingkat pendidikan dan bahasa mereka
3. Hambatan emosional dan motivasi
4. Keterbatasan fisik dan kognitif
5. Kemauan pasien untuk menerima informasi
Sehingga pemberi edukasi mengetahui apakah pasien dan keluarga bersedia dan maupun
untuk belajar hasil penilaian didokumentasikan dalam rekam medis.
23
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan/komunikator, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah
perbuatan oleh penerima pesan/komunikan dan tidak ada hambatan untuk hal itu
(Hardjana, 2003).Gambar berikut memberikan ilustrasi proses komunikasi.
Umpan Balik
Ganguan
b. Isi Pesan, adalah ide atau informasi yang disampaikan kepada komunikan.
Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan
komunikasi, media penyampaian,penerimanya.
25
sehingga proses komunkasi berlangsung dua arah. (konsil kedokteran
Indonesia, hal.8).
4. Sifat Komunikasi
Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (Pelyanan promosi).
Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan didalam rumah sakit adalah:
a. Jam pelayanan
b. Pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan
d. Sumber alternative mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Akses informasi dapat di peroleh dengan melalui Customer Service, Admission,dan
Website.
26
Sedang komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi) adalah :
a. Edukasi tentang obat.
b. Edukasi tentang penyakit.
c. Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari
d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan
qualitas hidupnya pasca dari rumah sakit.
Akses untuk mendapatkan edukasi ini bisa melalui medical information dan
nantinya akan menjadi sebuah unit PKRS (Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit).
Proses komunikasi efektif dengan prinsip, terima, catat, verifikasi dan klarifikasi
dapat digambarkan sebagai berikut:
27
Jadi isi pesannya
Yah.. Dikonfirmasika ini yah pak…
benar. n
28
Sumber: Wikipedia
29
perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif
dari orang lain.Hukum komunikasi efektif yang pertama adalah
a. Respect, pengertiannya:
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah sikap
menghargai setiap individu yang menjadi sasaran
pesanyangkita sampaikan.Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan
sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun
kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas
kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah
tim.
b. Hukum komunikasi efektif yang kedua adalahEmpathy
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau
kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam
memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau
mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang
lain.Rasa empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa respek
akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam
membangun teamwork. Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau
mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon
penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan
tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima
c. Hukum komunikasi efektif yang ketiga adalahAudible
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan
baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu
menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita
sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa
pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian
hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu
pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun
30
perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan
yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik.
d. Hukum komunikasi efektif yang keempat, adalah Clarity
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum keempat
yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri sehingga tidak
menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan.
Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat menimbulkan berbagai
penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak sederhana. Clarity dapat pula
berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu
mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan),
sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau
anggota tim kita. Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan
pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau
tim kita.
e. Hukum komunikasi efektif yang kelima adalah Humble
Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah
hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk
membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap rendah
hati yang kita miliki. Sikap Rendah Hati pernah yang pada intinya antara lain:
sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran Customer First Attitude),
sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong dan
memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan,
lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan
yang lebih besar.
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok
komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang
handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang lain
yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat membangun
hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling menguatkan
31
Ruang Lingkup
1. Panduan komunikasi eektif ini diterapkan kepada:
a. Antar pemberi pelayanan saat memberikan perintah lisan atau melalui
telpon
b. Petugas laboratorium saat membacakan hasil laboratoruim secara lisan atau
melalui telepon
c. Petugas informasi saat memberikan informasi pelayanan rumah sakit
kepada pelanggan
d. Petugas PKRS saat memberikan edukasi kepada pasien
e. Semua karyawan saat berkomunikasi via telpon dan lisan
Prinsip
1. Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melaui prinsip terima, catat,
verifikasi dan klarifikasi:
a. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan
b. Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut
c. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima pesan.
d. Pemberi pesan memverifikas isi pesan kepada pemberi penerima pesan.
e. Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan dengan hasil
verifikasi
2. Baca ulang dan verifikasi dikecualikan untuk kondisi darurat di ICU dan UGD
3. Penggunaan code alfabetis internasional digunakan saat melakukan klarifikasi hal-
hal penting, misal nama obat, nama pasien, dosis obat, hasil laboratorium dengan
mengeja huruf2 tersebyt saat membaca ulang (reed back) dan verifikasi
32
4. Tujuan utama panduan komunikasi efektif ini adalah untukmemperkecil terjadinya
kesalahan penerima pesan yang diberikan secara lisan
33
Informasi yang dapat diberikan kepada pasien/keluarga adalah yang berkaitan
dengan perawatan pasien :
a. Assesment pendidikan pasien dan keluarga
b. Pendidikan kesehatan pengobatan ; Penggunaan obat – obatan yang aman:
kemungkinan nama obat, kegunaan obat, aturan pakai, teknik penggunaan obat –
obat tertentu (contoh: obat tetes, inhaler), cara penyimpanan, berapa lama obat harus
digunakan dan kapan obat harus ditebus lagi, apa yang harus dilakukan terjadinya efek
samping yang akan dialami dan Bagaimana cara mencegah atau meminimalkannya,
meminta pasien/keluarga untuk melaporkan jika ada keluhan yang dirasakan pasien
selama menggunakan.
c. Pendidika kesehatan Manajemen nyeri
d. Pendidikan kesehatan diet
e. Pendidikan kesehatan penggunaan peralatan medis
f. Pendidikan kesehatan proses penyakit
g. Pendidikan kesehatan pre operasi (informed consent)
Proses komunikasi saat memberikan edukasi kepada pasien & keluarganya berkaitan
dengan kondisi kesehatannya
Tahap asesmen pasien: Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu kebutuhan
edukasi pasien & keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM):
1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
3. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: Depresi, senang dan marah)
4. Keterbatasan fisik dan kognitif.
5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
Tahap Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif.Setelah melalui tahap
asesmen pasien, di temukan :
1. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
34
2. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna
wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien dan
keluarga sekandung (istri,anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan
menjelaskannya kepada mereka.
3. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien
marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi
edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti
materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical information.
F. FERIVIKASI
Tahap Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi yang
diberikan:
1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien
baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan kembali edukasi
yang telah diberikan.
Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa
yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya
mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya
dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira
apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan
emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan kembali
sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan dan pahami.
Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar pasien setelah
pasien tenang.
35
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien mengikuti
semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan pasien.
LATIHAN
Simulasikan kegiatan komunikasi secara efektif
36
PERTEMUAN 5 – Pasien kondisi khusus dan Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit
kronis
37
4. Alternatif solusi penyelesaian masalah (perumuskan pemecahan masalah yang
menjadi resolusi).
5. Mengarahkan ke arah win-win resolusi.
A. Sikap dalam menghadapi pasien marah.
Untuk menghadapi pasien yang marah, diperlukan konfrontasi yang efektif dari
tenaga kesehatan. Konfrontasi dapat menjadi teknik yang berguna untuk berbicara atau
mewawancarai pasien dan mengetahui keadaan emosional pasien. Sikap tenaga
kesehatan dalam melakukan konfrontasi kepada pasien harus dapat mempertahankan
ketenangan hati dan jangan menjadi defensif. Jika pada awal wawancara dapat
diketahui bahwa pasien sedang marah, berusahalah untuk menghilangkan perasaan
tersebut dari pasien dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan perlahan-
lahan.
Pasien marah karena berbagai alasan, tapi terutama karena kebutuhan, gagasan,
dan pengharapan mereka tidak terpenuhi. Karena itu kunci utama meredam kemarahan
pasien adalah dengan berusaha memenuhi kebutuhan, gagasan dan pengharapan
mereka.
Pasien yang marah ingin:
1. Didengarkan
2. Dimengerti.
3. Dihormati
4. Diberi permintaan maaf
5. Diberi penjelasan
6. Ada tindakan perbaikan dalam waktu yang tepat
B. Sikap yang baik sebagai tenaga kesehatan
a) Menyadari bahwa Anda ada dalam kondisi dengan tingkat emosionalitas yang
tinggi Sebagai manusia Anda akan merasa bahwa kemarahan yang diutarakan
oleh pasien adalah bentuk serangan untuk Anda sehingga kita menunjukkan
sikap seperti terancam atau kaget. Hal ini harus dihindari.
38
b) Munculkan sikap tenang, ingin mendengarkan, dan tetap dalam kendali.
Posisikan kontak mata sejajar dengan pasien baik dalam keadaan duduk maupun
berdiri sehingga tampak seperti Anda ada pada kondisi tersebut. Hindari
menginterupsi dan gangguan lain yang dapat membuat pasien semakin marah.
Anda juga bisa menggunakan nada suara yang
c) Menentukan penyebab kemarahan. Hal-hal yang bisa Anda lakukan adalah
mendengarkan sepenuhnya, tidak menginterupsi saat pasien sedang
mengutarakan masalahnya dan menerima setiap perkataan pasien tanpa
memberi opini pribadi yang menghakimi pasien. Mengakui kondisi dan emosi
pasien disebabkan karena suatu hal, mendengar jawaban pasien atas pengakuan
Anda dengan tetap diam dan jangan melawan dengan ide diri sendiri. Apabila
Anda masih belum mengetahui penyebab kemarahan pasien, Anda dapat
meminta pasien untuk memberitahu lebih lengkap tentang masalahnya.
d) Berempati dan Berbelas kasih. Perlihatkan pengertian Anda atas kesulitan dan
musibah yang menimpa pasien dan berusaha meringankan emosi pasien. Jangan
mengucapkan kata marah bila pasien sedang dalam keadaan marah, bisa
digantikan dengan kata lain seperti kecewa. Bersiaplah untuk mengekspresikan
rasa empati Anda beberapa kali untuk meredakan emosi pasien.
e) Mengklarifikasi batas dan harapan pasien. Menanyakan harapan pasien untuk
masalah tersebut agar membuatnya menjadi lebih baik. Jika harapan pasien
tidak masuk akal, maka tawarkan alternatif lain.
f) Apabila pasien marah karena kesalahan Anda, pertimbangkan untuk meminta
maaf. Banyak pasien yang memprotes mengatakan yang mereka inginkan
hanyalah permintaan maaf dari yang bersalah.
g) Menyelesaikan masalah bersama. Untuk menyelesaikan masalah bersama, Anda
dapat mengakui kesulitan yang Anda alami karena tidak berpandangan yang
sama(maksudnya adalah mengajak pasien untuk tenang dan mendiskusikannya).
Mendorong pasien untuk berkontribusi yang sama dengan menawarkan pilihan.
Jika pilihan sesuai, Anda bisa menawarkan bantuan di lain kesempatan.
39
C. Sikap dan cara meredam kemarahan pasien
a) Dengarkan.
Biarkan pasien melepas kemarahannya. Cari fakta inti permasalahannya,
jangan lupa bahwa pada tahap ini kita berurusan dengan perasaan dan
emosi, bukan sesuatu yang rasional. Emosi selalu menutupi maksud
pasien yang sesungguhnya.
Dengarkan dengan empati, bayangkan kita berada dalam posisi pasien
yang lelah, gelisah, sakit, khawatir akan vonis dokter, dll.
Fokus. Jauhkan semua hal yang merintangi konsentrasi kita pada pasien
(telepon, tamu lain, dll).
Ulangi setiap fakta yang dikemukakan pasien, sebagai tanda kita benar-
benar mendengarkan mereka.
40
Sampaikan informasi dengan sopan dan pelan-pelan.
Tetap gunakan kata-kata hormat seperti silakan, terimakasih atas
masukannya, dan sebut pasien dengan namanya.
2. Geriatri/ klien yang tidak mau berkomunikasi
Geriatri adalah orang lanjut usia (lansia). Seseorang dikatakan lansia apabila
usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut
kehidupan seseorang setelah tahap dewasa yang ditandai dengan penurunan
kemampuan tubuh, seperti penurunan pendengaran, penglihatan, perasa dan lain
sebagainya yang dampaknya berujung pada penurunan tingkat pemahaman, terlebih
saat berkomunikasi. Hal tersebut erat kaitannya dengan salah satu penyebab mengapa
seorang geriatri tidak ingin berkomunikasi.
Namun, selain karena seorang geriatri mengalami penurunan kemampuan
tubuh, termasuk kemampuan pemahaman sehingga cenderung menghindari
komunikasi, terdapat hambatan-hambatan lain bagi geriatri dan klien yang secara
umum (tidak hanya geriatri/lansia) tidak mau berkomunikasi. Hambatan tersebut dapat
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hambatan yang dilihat dari segi komunikasi, dan
hambatan yang dilihat dari komponen komunikasi.
1. Hambatan yang dilihat dari segi komunikasi
a. Hambatan fisik dan psikologis : hambatan fisik merupakan hambatan yang dapat
dilihat/diketahui langsung secara kasat mata keberadaannya. Misalnya hambatan
untuk orang bisu, dapat dilihat dari kesulitan mereka dalam mengutarakan kalimat
yang jelas dan dapat dimengerti. Berbeda dengan hambatan fisik, hambatan
psikologis harus diteliti dari sikap dan gerak gerik klien. Klien yang memiliki
hambatan psikologis misalnya klien yang kondisi mentalnya tidak siap untuk
menerima dan memberi informasi dalam berkomunikasi
b. Hambatan teknis : hambatan teknis adalah hambatan yang berasal dari lingkungan,
misalnya ada pembangunan suatu bangunan sehingga bising, dan klien tidak dapat
mendengar dengan jelas ketika berkomunikasi
41
c. Hambatan antropologis : hambatan ini dapat menjadi penyebab seorang tidak ingin
berkomunikasi, misalnya seorang klien tidak tahu bahwa yang mengajaknya
berkomunikasi ialah seorang ahli gizi yang butuh data klien. Oleh karena itu, klien
tidak ingin berkomunikasi oleh ahli gizi tersebut
d. Hambatan bahasa : hambatan ini sesuai namanya, dapat terjadi jika terdapat
perbedaan bahasa antara klien dan orang yang mengajak berbicara (komunikator).
Hambatan bahasa ini dapat berdampak pada kesalahpahaman arti dan makna
menyangkut status sosial, agama, ideologi, tingkat pendidikan dan lain sebagainya
antara klien dan komunikator
memperhatikan informasi yang seharusnya didapat. Hal ini dapat disebabkan karena
sifat manusia yang cenderung ingin mendengar yang dikehendakinya saja dan
membuang informasi yang justru merupakan inti penting dari komunikasi yang
berlangsung
42
sifatnya baru, tidak tersampaikan, karena penerima pesan lebih fokus dengan
pengalamannya dibandingkan dengan informasi tersebut
bagaimana definisi ‘hormat’ di budaya seorang klien. Misalnya, ada yang harus
dipanggil gelar tertentu baru seorang tersebut merasa nyaman untuk berkomunikasi
dengan kita
b. Apabila klien telah mendengar dan memahami apa yang kita coba sampaikan. Hal ini
3. Pasien pasif/depresif
Depresi adalah suatu keadaan emosi yang tidak menyenangkan dan dangkal (low
mood) sebagai akibat dari pengaruh peristiwa yang tidak diharapkan, dimana
manifestasi gejalanya dapat bersifat ringan hingga pada tingkat yang berat (Rosenbaum,
2000). Depresi juga didefinisikan sebagai suatu status emosional seseorang yang
ditandai dengankesedihan yang sangat, perasaan bersalah, menarik diri dari lingkungan,
gangguan tidur,anoreksia, kehilangan gairah seksual, kehilangan ketertarikan pada
aktivitas-aktivitasyang biasanya menyenangkan. (Davison & Neale, 1994). Faktor-faktor
penyebab depresi dapat dibagi menurut asalnya sebagai berikut (Pennel & Creed, 1987)
bersumber darifisik, bersumber dari psikis, dan bersumber dari sosial.
Komunikasi kepada Pasien yang pasif dapat membuat kesulitan bagi petugas
kesehatan karena lebihmenutup diri dan kesulitan untuk mengungkapkan apa yang
dirasakan. Hal ini dapat menyebabkan terganggunya proses diagnosis dari pasien
43
tersebut. Untuk itu, petugas kesehatan harus memiliki kemampuan interpersonal yang
baik untuk dapat meraih komunikasi yang baik kepada pasien.
A. Perasaan atau situasi yang dialami kelompok pasien dalam berkomunikasi
44
e) Mulailah percakapan dengan “Anda terlihat tidak senang” atau semacamnya
LATIHAN:
Praktekan ketika menghapi keadaan jenis-jenis pasien yang telah dijelaskan diatas
45
PERTEMUAN 6 – Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus dan Pasien
yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit
I. PENDAHULUAN
Konseling obat adalah bagian yang tidak terpisahkan dari pelayanan kefarmasian di
rumah sakit.
Berdasarkan Permenkes no 72 tahun 2016, pelayanan kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Dalam konsep pelayanan kefarmasian, apoteker tidak hanya melakukan
kegiatan compounding dan dispensing saja, tetapi apoteker juga bertanggung jawab dalam
mengoptimalkan terapi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat (Drug Related
Problems).
Ketidakpatuhan (non compliance) dan kurangnya pengetahuan pasien tentang obat dan
cara penggunaannya merupakan salah satu faktor penyebab kegagalan terapi. Untuk itu,
konseling adalah hal yang harus dilakukan terutama di rumah sakit dimana kompleksitas
penyakit dan obatnya lebih banyak. Konseling diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
pasien tentang pengobatannya dan memastikan bahwa pasien dapat menggunakan obat
dengan benar.
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat
dari apoteker kepada pasien dan keluarganya. Konseling dapat dilakukan kepada pasien rawat
jalan maupun rawat inap atas inisiatif apoteker sendiri, rujukan dari dokter atau keinginan
pasien/keluarganya. Tujuan pemberian konseling obat adalah untuk mengoptimalkan terapi,
meminimalkan resiko dari reaksi obat yang tidak dikehendaki dan meningkatkan keamanan
pasien (patient safety).
Memulai konseling di rumah sakit merupakan hal yang tidak mudah. Hal terpenting yang
diperlukan adalah niat yang kuat untuk menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap
pasien dalam rangka mewujudkan pelayanan kefarmasian yang optimal. Jika konseling sudah
dapat terlaksana, maka banyak manfaat yang dapat dirasakan baik oleh pasien maupun profesi
46
apoteker, antara lain: membantu pasien untuk mengatur pemberian obat, membantu pasien
menyesuaikan diri terhadap penggunaan obat dan penyakitnya, meningkatkan kepatuhan
pasien dalam menjalankan terapi, meminimalkan masalah terkait obat dan meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap apoteker.
Langkah-langkah yang harus dilakukan saat akan memulai konseling di rumah sakit adalah :
47
Pada awal pelaksanaan konseling, kita harus memahami pasien yang lebih prioritas
mendapatkan konseling supaya kita dapat mempelajari terlebih dulu kasus-kasus yang sering
terjadi dan memahami masalah-masalah yang dialami pasien.
Adapun kriteria pasien yang mendapat prioritas untuk diberikan konseling antara lain :
1. Pasien dengan kondisi khusus (pediatri, geriatri, pasien dengan gangguan fungsi ginjal,
ibu hamil dan menyusui).
2. Pasien dengan penyakit kronis atau pengobatan jangka panjang (hipertensi, diabetes
melitus, epilepsi, HIV/AIDS, TB, dll).
3. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (Digoksin, Fenitoin).
4. Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi).
5. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (kortikosteroid tappering off).
6. Pasien yang mendapatkan obat dengan bentuk sediaan khusus (inhaler, enema,
insulin pen, suppositoria)
7. Pasien dengan riwayat kepatuhan rendah.
Adapun masalah-masalah yang sering muncul pada pasien yang membutuhkan konseling antara
lain :
1. Terapi untuk penyakit kronis yang cukup lama sehingga dapat mempengaruhi
kepatuhan pasien. Semakin lama terapi yang dijalani, maka kemungkinan untuk mengalami
kejenuhan dan penurunan kepatuhan semakin besar.
2. Tingkat keparahan penyakit yang mempengaruhi kondisi psikis pasien.
48
3. Regimen pengobatan yang kompleks, baik jumlah maupun jadwal minumnya.
4. Efek samping obat yang mengganggu pasien.
5. Rutinitas pasien yang kurang mendukung jadwal penggunaan obat.
6. Motivasi pasien yang kurang kuat.
7. Kurangnya dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitarnya.
8. Kurangnya pemahaman mengenai obat dan kesehatan.
9. Faktor sosio demografi pasien seperti usia, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi,
pekerjaan dll.
Untuk memulai konseling, apoteker harus memahami baik aspek farmakoterapi obat maupun
strategi berkomunikasi dengan pasien. Kemampuan komunikasi sangat penting agar terjalin
hubungan yang baik dan efektif antara pasien dengan apoteker. Beberapa hal yang harus kita
pahami dan lakukan adalah :
1. Tahap perkenalan
Pada tahap ini apoteker akan memperkenalkan diri dan menyampaikan tujuan konseling. Tahap
ini adalah tahap yang paling penting yang menentukan apakah pasien akan melanjutkan
49
konseling dan memberikan kepercayaan kepada kita atau sebaliknya. Untuk itu, penampilan
dan cara berkomunikasi adalah hal penting yang harus kita perhatikan.
Hal-hal penting yang harus disampaikan kepada pasien pada tahap penjelasan antara lain
deskripsi tentang obat, cara penggunaan, waktu minum obat, mekanisme kerja obat, efek obat
50
yang tidak dikehendaki yang mungkin muncul, cara penyimpanan, dan terapi non farmakologi
yang dapat dilakukan pasien.
5. Tahap penutupan
Pada tahap penutupan, kita harus memberi kesempatan seluas-luasnya kepada pasien untuk
bertanya kembali jika ada hal-hal yang belum dimengerti atau ada hal lain yang masih kurang
jelas. Kemudian tutuplah diskusi dengan suasana yang menyenangkan, kalimat-kalimat yang
berisi harapan, doa dan kata-kata positif lainnya.
6. Tahap follow up
Dokumentasi sangat penting dalam tahap follow up karena memonitor perkembangan pasien
akan lebih sulit apabila kita tidak memiliki dokumentasi yang lengkap.
Melaksanakan konseling di rumah sakit bukanlah tanpa kendala. Namun kita harus bisa
menyelesaikan masalah dan tidak menjadikannya hambatan dalam pelaksanannya. Beberapa
kendala yang dihadapi apoteker saat melakukan konseling antara lain :
1. Belum tersedia fasilitas konseling yang sesuai standar. Hal ini kadang merupakan
hambatan yang cukup berarti karena akan mempengaruhi kenyamanan dalam pelaksanaan
konseling. Namun kita bisa menyikapi dengan menggunakan ruang perawatan atau tempat
penyerahan obat sebagai tempat konseling dengan tetap memperhatikan kenyamanan dan
privasi
2. Kurangnya tenaga apoteker di pelayanan, sehingga apoteker tidak mempunyai waktu
khusus untuk fokus menjalankan konseling. Menghadapi hal ini, maka kita harus mempunyai
51
strategi antara lain: memulai sedikit demi sedikit agar tidak banyak memakan waktu, memilih
tema tertentu sehingga tidak terlalu berat untuk dijalankan. Apabila konseling sudah berjalan
baik dan beriringan dengan pelayanan yang lain, maka frekuensi dan kualitas konseling dapat
ditingkatkan.
3. Kurangnya pengetahuan apoteker terkait informasi terbaru, obat-obat baru, kebijakan
baru dan hal-hal lain. Dalam hal ini apoteker memang harus dituntut untuk terus belajar (life-
long learner).
4. Karakter pasien yang bermacam-macam kadang membuat apoteker kesulitan untuk
menjalankan konseling. Karakter yang cukup sulit dihadapi adalah pasien yang putus asa, marah
dan pendiam. Dalam hal ini memang kita harus banyak belajar ilmu komunikasi. Selain itu, kita
harus terus menjalankan konseling, karena semakin lama kita praktek memberikan konseling
maka kemampuan kita akan semakin terasah. Kita juga dapat mengajak rekan apoteker lain
apabila menemui kendala dengan karakter pasien yang sulit.
LATIHAN
Jelaskan berbagai macam kriteria pasien yang mendapat prioritas untuk diberikan konseling
52
PERTEMUAN 7 – Pasien dengan polifarmasi dan Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah
I. PENDAHULUAN
Polifarmasi meningkatkan risiko interaksi antara obat dengan obat atau obat dengan penyakit.
Populasi lanjut usia memiliki risiko terbesar karena adanya perubahan fisiologis yang terjadi
dengan proses penuaan. Perubahan fisiologis ini, terutama menurunnya fungsi ginjal dan hepar,
dapat menyebabkan perubahan proses farmakodinamik dan farmakokinetik obat tersebut
(Terrie, 2004).
2.1 Farmakodinamik
53
Farmakodinamik menggambarkan efek obat terhadap tubuh. Sebagai contoh, Acetylsalycilyc
acid (ASA) menghambat fungsi platelet sehingga memperpanjang waktu perdarahan. Oleh
karena itu, perdarahan adalah efek farmakodinamik dari ASA.
Hal utama yang perlu diperhatikan dalam polifarmasi adalah risiko munculnya efek samping
obat dan interaksi obat yang serius. Dalam beberapa kasus, memang diperlukan terapi dengan
beberapa agen (Terrie, 2004).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 75% efek samping obat yang menyebabkan
pasien harus dirawat inap berhubungan dengan agen farmakologis dan sebagian karena
monitoring yang tidak adekuat, peresepan yang kurang tepat, dan kurangnya edukasi dan
kompliansi pasien. Penelitian juga menyatakan bahwa efek samping obat terjadi 6% pada
pasien yang mendapat 2 macam obat, meningkat 50% pada pasien yang mengonsumsi 5
macam obat bersamaan, dan 100% ketika lebih dari 8 obat digunakan (Terrie, 2004).
Efek samping obat polifarmasi terutama timbul pada pasien tua. Hal ini dapat menyerupai
sindrom geriatrik atau menyebabkan kebingungan, jatuh, inkontinensia, retensi urin, dan
malaise. Efek samping ini menyebabkan dokter meresepkan obat lain untuk mengatasinya
(Terrie, 2004).
Penelitian tidak dapat menunjukkan bahwa banyaknya penggunaan obat bersifat iatrogenik.
Diagnosis klinis berkaitan dengan penyakit cenderung lebih kompleks pada orang tua, sehingga
sulit untuk menentukan apakah gejala fisik dan psikis yang timbul merupakan bagian dari
proses penuaan normal. Sulit untuk mengetahui apakah gejala yang timbul pada orang tua
disebabkan oleh penghentian obat. Penghentian obat menyebabkan banyak gejala, seperti
halusinasi dan kejang, yang perlu ditangani dengan obat-obatan baru. Hal ini menyebabkan
pemberian polifarmasi. Untuk menghindari efek penghentian obat, semakin lama obat
digunakan, semakin lambat penghentian penggunaannya. Dosisnya harus dikurangi setengah
atau dua pertiganya. Setelah beberapa minggu atau bulan, perlu dilakukan penurunan dosis
54
menjadi sepertiganya. Penghentian obat harus diturunkan dosisnya perlahan-lahan sampai
dosis terkecil obat tersebut dapat ditinggalkan. Obat dengan masa kerja yang panjang, seperti
benzodiazepine, memerlukan penghentian yang lama sekitar 6 bulan sampai 1 tahun atau lebih.
Karena risiko efek samping obat meningkat dengan banyaknya obat yang dikonsumsi, penting
untuk menghentikan terapi yang tidak efektif (Linjakumpu, 2003).
Polifarmasi dan interaksi obat lebih sering terjadi dan lebih serius pada pasien tua. Secara
keseluruhan, insiden polifarmasi sekitar 3-5% namun meningkat secara eksponensial dengan
banyaknya obat yang dikonsumsi. Interaksi obat sering terjadi pada pasien tua dengan kondisi
medis multipel. Interaksi obat menyebabkan kegagalan terapi atau efek samping obat. Inhibisi
metabolik dapat meningkatkan kadar obat beberapa kali dengan konsekuensi yang serius
(Standridge, et al.,2010).
2.1.2.1 Inhibisi
Obat-obatan saling berinteraksi dan dengan makanan serta ramuan herbal. Interaksi yang
signifikan secara klinis terjadi pada obat-obatan yang sering digunakan, seperti warfarin,
antibiotik, antidepresan, analgesik, dan HMG-CoA reductase inhibitors). Perubahan absorbsi
obat terjadi karena pengikatan obat dalam saluran cerna, misalnya antasida mengganggu
penyerapan tetrasiklin, perubahan pH lambung, gangguan flora usus, dan perubahan motilitas
saluran cerna. Penurunan keasaman lambung dan melambatnya motilitas saluran cerna
merupakan fenomena penuaan yang normal (Standridge, et al.,2010).
2.1.2.2 Potensiasi
Contoh interaksi farmakodinamik yang bersifat potensiasi atau saling menguatkan adalah
sebagai berikut. Seorang pasien mengonsumsi ASA yang dibeli sendiri untuk rematiknya dan
ginkgo biloba untuk memorinya. Pasien mengalami atrial fibrillation dan diresepi warfarin oleh
kardiologisnya untuk mencegah terjadinya stroke. Pada kasus ini, ASA menghambat platelet
dan warfarin mempengaruhi faktor pembekuan. Keduanya meningkatkan risiko perdarahan.
55
Ginkgo biloba dosis tinggi juga meningkatkan perdarahan. Interaksi farmakodinamik obat-
obatan ini menyebabkan perdarahan pada pasien (Lin, 2003).
2.1.2.3 Akumulasi
56