Anda di halaman 1dari 189

UNIVERSITAS INDONESIA

KELOMPOK PENDUKUNG SEBAGAI BENTUK


INTERVENSI DALAM PENCEGAHAN KEKAMBUHAN
GASTRITIS PADA AGGREGATE LANJUT USIA DI WILAYAH
KELURAHAN TUGU KECAMATAN CIMANGGIS
KOTA DEPOK

KARYA ILMIAH AKHIR

OLEH
SURATINI
0906505035

PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JULI 2012

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


UNIVERSITAS INDONESIA

KELOMPOK PENDUKUNG SEBAGAI BENTUK


INTERVENSI DALAM PENCEGAHAN KEKAMBUHAN
GASTRITIS PADA AGGREGATE LANJUT USIA DI WILAYAH
KELUARAHAN TUGU KECAMATAN CIMANGGIS
KOTA DEPOK

KARYA ILMIAH AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Ners Spesialis Keperawatan Komunitas

OLEH:
SURATINI
0906505035

Pembimbing I
Wiwin Wiarsih, S.Kp.,MN

Pembimbing II
Ns. Widyatuti, M. Kep.,Sp. Kom

PROGRAM STUDI NERS SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
JULI 2012

i
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
ABSTRAK

Nama : Suratini
Program Studi : Ners Spesialis Keperawatan Komunitas
Judul : Kelompok pendukung sebagai bentuk intervensi dalam
pencegahan kekambuhan gastritis pada agggregate lanjut
usia di wilayah Kelurahan Tugu Kecamatan Cimanggis
Kota Depok

Karya Ilmiah Akhir ini bertujuan meningkatkan kemampuan lansia, keluarga, dan
masyarakat melalui kegiatan kelompok pendukung dalam mengatasi kekambuhan
gastritis. KIA ini telah mengaplikasikan integrasi teori manajemen pelayanan,
community as partner model, family center nursing model, dan fungtional
consequences mode, yang melibatkan partisipasi aktif kelompok pendukung untuk
untuk mencegah kekambuhan gastritis melalui praktik manajemen pelayanan
keperawatan komunitas, asuhan keperawatan komunitas, dan keluarga. Partisipan
adalah kelompok pendukung sebagai target antara pelayanan dan asuhan
keperawatan, serta lansia gastritis sebagai terget pelayanan dan asuhan
keperawatan di Kelurahan Tugu Kecamatan Cimanggis Kota Depok. Hasil
intervensi menggambarkan peran kelompok pendukung mengalami peningkatan
pengetahuan, sikap dan ketrampilan selama proses dinamika kelompok, terjadi
peningkatan pengetahuan, sikap dan ketrampilan pada aggregate lansia gastritis,
dan terjadi pengingkatan pengetahuan sikap dan ketrampilan pada keluarga yang
terlihat dari lima tugas kesehatan yang dilakukan keluarga. Hasil karya ilmiah
akhir ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan program perkesmas
dalam konteks upaya kesehatan berbasis masyarakat sebagai upaya pemberian
pelayanan kepada lanjut usia dengan gastritis di pukesmas dan dinas kesehatan.

Kata kunci: Kelompok pendukung, kekambuhan, lansia gastrritis

vi
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
ABSTRACT

Name : Suratini
Program Study : Nurse Specialist of Community Health Nursing
Title : Support groups as a form of gastritis intervention in the
prevention of recurrence in elderly agggregat Tugu Village
District Cimanggis Depok

Final Thesis is aimed at improving the ability of the elderly, families, and
communities through support groups to address recurrent gastritis. KIA has been
applying the theory of integration of service management, community as a model
partner, family nursing center model, and Consequences fungtional mode, which
involves the active participation of support groups for preventing recurrence of
gastritis through community nursing service management practices, community
nursing care, and family. Participants are a group of supporters as targets between
services and nursing care, as well as gastritis elderly care and nursing care in the
Tugu Village District Cimanggis Depok. The results illustrate the role of a
support group intervention to increase knowledge, attitudes and skills during the
process of group dynamics, an increase in knowledge, attitudes and skills in the
aggregate elderly gastritis, and an increase in knowledge attitudes and skills in a
family that looks out of five tasks are carried out family health. The results of
recent scientific work is expected to be the basis for developing PHN program
within the context of community-based health efforts as efforts to provide services
to the elderly with gastritis in puskesmas and health services.

Keywords: Support groups, recurrence, elderly gastrritis

vii
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur hanya untuk Allah SWT yang telah memberi karunia dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir (KIA) dengan judul
“Kelompok pendukung sebagai bentuk intervensi dalam pencegahan kekambuhan
gastritis pada aggregate lanjut usia di wilayah Kelurahan Tugu Kecamatan
Cimanggis Kota Depok”. KIA ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Ners Spesialis Keperawatan Komunitas di Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Selama pembuatan KIA ini, saya banyak
mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu saya mengucapkan
terima kasih kepada yang terhormat ;
1. Wiwin Wiarsih.,MN sebagai Supervisor yang telah membimbing dengan sabar,
memotivasi, memfasilitasi untuk menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir ini
2. Ns.Widyatuti.,M.Kep.,Sp.Kep.,Kom sebagai Supervisor yang telah
membimbing, memotivasi, dan memfasilitasi saya untuk menyelesaikan KIA.
3. Dinas Kesehatan Kota Depok, Puskesmas Tugu, dan Kelurahan Tugu dalam
memfasilitasi penyelesaian KIA.
4. Seluruh Kader RW 04, lansia beserta keluarga di Kelurahan Tugu.
5. Suami tercinta, ananda Annisa, Almaas dan keluarga besar yang telah memberi
motivasi, dukungan, dan kesempatan pada saya untuk meningkatkan
pendidikan pada Program Ners Spesialis Keperawatan Komunitas Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
6. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung saya menyelesaikan KIA,
semoga Allah membalas dengan kebaikan yang berlimpah.
Saya menyadari KIA ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan KIA ini.

Depok, 9 Juli 2012


Penulis

viii
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
DAFTAR ISI

Hal.
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
PERNYATAAN ORISINILITAS.......................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI............................................. v
ABSTRAK.............................................................................................. vi
ABSTRACT........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR............................................................................ viii
DAFTAR ISI.......................................................................................... ix
DAFTAR TABEL.................................................................................. xii
DAFTAR SKEMA................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xiv

BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................... 1
1.2. Tujuan 12
1.2.1. Tujuan Umum............................................................ 12
1.2.2. Tujuan Khusus........................................................... 12
1.3. Manfaat ............................................................................... 12
1.3.1. Aggregat lansia........................................................... 12
1.3.2. Keluarga dengan tahap perkembangan lansia ........... 12
1.3.3. Pelayanan keperawatan Komunitas ........................... 13
1.3.4. Perkembangan ilmu keperawatan komunitas............. 13

BAB 2. TINJAUAN TEORI


2.1. Aggregat lansia sebagai populasi risiko.............................. 14
2.1.1. Risiko biologi ............................................................ 15
2.1.2. Risiko Sosial.............................................................. 16
2.1.3. Risiko Ekonomi......................................................... 18
2.1.4. Risiko Pola Hidup .................................................... 19
2.2. lansia gastritis sebagai poulasi vulnerable........................... 20
2.2.1. Nyeri akut dan kronis ................................................ 20
2.2.2. Masalah psikososial................................................... 21
2.2.3.Kekkurangan Nutrisi................................................... 24
2.3. Lansia dengan gastriris........................................................ 24
2.4. Strategi intervensi keperawatan komunitas pada lansia 28
dengan gastritis...................................................................
2.4.1. Dukungan sosial......................................................... 28
2.4.2.Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial.. 29
2.4.3.Klasifikasi dukungan sosial........................................ 30
2.4.4. Cakupan dukungan ................................................... 31
2.4.5. Sumber- sumber dukungan sosial.............................. 31
2.4.6. Bentuk dukungan sosial............................................. 32
2.4.7.Aktifitas dalam dukungan sosial................................. 32

ix
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
2.5. Peran dan fungsi spesialis komunitas.................................. 34
2.6.Teori dan model konseptual dalam praktik keperawatan 37
komunitas.............................................................................
2.6.1. Teori managemen keperawatan................................. 38
2.6.2. Model Community as pertner dalam asuhan 41
keperawatan komunitas..............................................
2.6.3. Model konsekuensi fungsional.................................. 41
2.6.4. Model Family Center Nursing ................................. 42

BAB 3. KERANGKA KERJA DAN PROFIL WILAYAH


3.1. Kerangka kerja .................................................................... 44
3.2. Profil Wilayah Kerja Puskesmas Tugu................................. 48

BAB 4. PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


AGREGAT LANSIA DENGAN GASTRITIS DI
KELURAHAN TUGU KECAMATAN CIMANGGIS
KOTA DEPOK
4.1. Pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas ............... 50
4.1.1. Analisis Situasi......................................................... 50
4.1.2. Fishbond................................................................... 56
4.1.3. Penapisan masalah................................................... 57
4.1.4. Perencanaan masalah manajemen I.......................... 58
4.1.5. Pelaksanaan evaluasi dan rencana tindak lanjut....... 60
4.1.6. Perencanaan masalah manajemen II........................ 63
4.1.7. Implementasi Evaluasi dan rencana tindak lanjut.... 64
4.2. Asuhan keperawatan keluarga .......................................... 66
4.2.1. Analisia situasi.......................................................... 67
4.2.2. Diagram masalah...................................................... 68
4.2.3. Penapisan Masalah.................................................. 70
4.2.4. Perencanaan Masalah I............................................. 70
4.2.5. Pelaksanaan evaluasi dan tindak lanjut................... 71
4.2.6. Perencanaan Masalah............................................... 72
4.2.7.Pelaksanaan evaluasi dan rencana tindak lanjut........ 74
4.2.8. Simpulan asuhan keperawatan keluarga................... 75
4.3. Asuhan Keperawatan Komunitas....................................... 81
4.3.1. Analisis situasi.......................................................... 81
4.3.2. Diagram masalah...................................................... 81
4.3.3. Penapisan masalah.................................................... 83
4.3.4. Perencanaan Masalah 1............................................ 84
4.3.5.Implementasi evaluasi dan rencana tindak lanjut...... 85
4.3.6. Perencanaan Masalah II............................................ 88
4.3.7. Implementasi Evaluasi dan rencana tindak lanjut.. 89

BAB 5. PEMBAHASAN
5.1. Pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas................... 92
5.2. Asuhan keperawatan keluarga.............................................. 95
5.3. Asuhan keperawatan Komunitas........................................... 104

x
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
5.4. Keterbatasan.......................................................................... 107
5.5. Implikasi................................................................................ 109
5.5.1.Program home care di puskesmas................................ 109
5.5.2. Untuk Dinas Kesehatan............................................... 110
5.5.3.Implikasi terhadap masyarakat.................................... 111
5.5.4. Impliasi terhadap penelitian........................................ 112

BAB 6. SIMPULAN DAN SARAN


6.1.Simpulan................................................................................ 113
6.2.Saran...................................................................................... 114

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 117

xi
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Resume keluarga binaan yang dilakukan pemantauan 75


oleh kelompok pendukung………..................................

xii
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
DAFTAR SKEMA

Halaman

Skema 3.1 Kerangka Kerja penyelesaian masalah lansia gastritis 45


dengan intervensi kelompok pendukung di Kelurahan
Tugu ………………………………………....................
Skema 4.1 Analisis Fishbone Manajemen Pelayanan Keperawatan 57
Komunitas pada Aggregate lansia dengan gastritis di
wilayah Kelurahan Tugu Kota Depok Tahun 2011
…………………………………………........................
Skema 4.2 Web of Causation Asuhan Keperawatan Keluarga........ 69

Skema 4.3 Web of Causation Asuhan Keperawatan Komunitas..... 81

xiii
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Prioritas Masalah Manajemen Pelayanan


Lampiran 2 Rencana Manageman Pelayanan
Lampiran 3 Buku Pelatihan kelompok pendukung
Lampiran 4 Prioritas asuhan keperawatan keluarga
Lampiran 5 Rencana asuhan keperawatan keluarga
Lampiran 6 Prioritas asuhan keperawatan komunitas
Lampiran 7 Rencana asuhan keperawatan komunitas
Lampiran 8 Plan of Action (POA) manajemen pelayanan
Lampiran 9 Plan of Action (POA) Asuhan Keperawatan Keluarga
Lampiran 10 Plan of Action (POA) Asuhan Keperawatan Komunitas
Lampiran 11 Foto-foto kegiatan
Lampiran 12 Daftar Riwayat Hidup

xiv
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
BAB 1
PENDAHULUAN

Kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan, majunya pengetahuan dan teknologi


terutama ilmu kesehatan, promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan pelayanan
kesehatan mengakibatkan meningkatnya umur harapan hidup manusia (life
expectancy). Peningkatan umur harapan hidup ini berkonstribusi terhadap
meningkatnya populasi lanjut usia dengan berbagai kebutuhan dan permasalahan
yang menyertainya. Salah satu permasalahan yang sering muncul pada lansia
adalah gastritis, yang menyebabkan kekambuhan sehingga sangat mengganggu
aktivitas sehari-hari lansia. Pada bab 1 ini akan dijelaskan tentang latar belakang,
tujuan, dan manfaat bentuk intervensi kelompok pendukung sebagai salah satu
upaya mencegah kekambuhan gastritis pada aggregat lansia dengan gastritis di
wilayah Kelurahan Tugu Kecamatan Cimanggis Kota Depok.

1.1.Latar belakang
Azizah (2011) menyampaikan Indonesia termasuk negara yang memasuki era
penduduk berstruktur tua (aging struktured population) karena jumlah
penduduk yang berusia 60 tahun ke atas mencapai 7,18%. Komisi Nasional
Lanjut Usia (2010) menyampaikan mulai tahun 2010 terjadi ledakan jumlah
penduduk lanjut usia. Hasil prediksi menunjukkan persentase penduduk lanjut
usia akan mencapai 9.77 % dari total penduduk pada tahun 2010 dan menjadi
11.34 % pada tahun 2020. Badan kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa
lansia di Indonesia pada tahun 2020 mencapai angka 11.34% atau sekitar 28.8
juta orang, sedangkan balitanya 6.9% (Badan Pusat Statistik, 2009).

Komisi Nasional Lanjut Usia (2010) menyatakan meningkatnya jumlah lanjut


usia akan menimbulkan berbagai permasalahan yang kompleks bagi dirinya
sendiri maupun bagi keluarganya, masyarakat dan pemerintah. Secara alami
proses menjadi tua mengakibatkan lanjut usia mengalami perubahan fisik dan
psikososial, yang mempengaruhi kondisi ekonomi dan sosialnya.

1 Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


2

Perubahan fisik yang yang terjadi pada lansia antara lain pada sistem
pencernaan lansia yang sering terjadi adalah didalam lambung (Miller, 2005).
Hasil penelitian menunjukkan perubahan lansia dalam mengosongkan
lambung, terutama untuk makanan cair dan padat (Horowitz 1984 dalam
Miller, 2005). Sebuah studi pengosongan lambung fase awal dan fase kedua
cairan mengungkapkan bahwa laju pengosongan selama 5 menit pertama
lebih cepat untuk lansia tetapi tingkat setelah respon adaptif awal ada
perbedaan yang signifikan antara pra lansia dengan lansia (Kupfer 1985
dalam Miler, 2005).

Miller (2005) menambahkan terjadi perubahan sekresi asam lambung yaitu


pada usia diatas lima puluh tahun menunjukkan penurunan. Perubahan
degeneratif pada mukosa lambung secara bertahap mengurangi sekresi asam
lambung sampai volume sekitar 75% dari normal pada usia 60 tahun. Hal
tersebut berdampak berkurangnya pepsin yang menghambat pencernaan
protein, dan tingkat asam klorida berkurang dan menyebabkan faktor
instrinsik untuk malabsorbsi besi, kalsium, vitamin B 12 dan asam folat.

Kondisi fisik yang dapat berisiko terjadinya gastritis pada lansia antara lain
motilitas gaster dan proses pengosongan lambung berkurang secara progresif
pada lansia (Capezuti, Silgler & Mazey, 2007). Ukuran lambung pada lansia
menjadi lebih kecil sehingga daya tampung makanan menjadi berkurang,
terjadi atropfi mukosa, atrofi sel kelenjar, sel parietal dan sel chief yang
menyebabkan sekresi asam lambung, pepsin berkurang (Miller, 2005). Hal
tersebut berkonstribusi terhadap lansia sehingga rasa laparnya menurun.
Pengosongan lambung lebih lambat pada lansia, berkonstribusi terhadap
makan lebih sedikit karena lambung terasa penuh dan anoreksia. Perubahan
pada saluran pencernaan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan pola
makan lansia antara lain merasa cepat kenyang, makan menjadi malas dan
tidak teratur sehingga berisiko mengalami gangguan pada saluran pencernaan.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


3

Gangguan saluran pencernaan dapat diperberat adanya faktor risiko pola


makan pada lansia antara lain penyajian makanan, kesehatan fisik, sosial
ekonomi, aktivitas kemampuan fungsional, keadaan spikososial, budaya dan
pengaruh lingkungan (Miller, 2005). Gangguan pada saluran cerna yang
banyak diderita lansia adalah gastritis.

Lansia dengan gastrititis merupakan populasi vulnerable. Keterpaparan sakit


gastritis pada lansia dapat berakibat pada perubahan pola hidup lansia yaitu
mengalami ketidaknyamanan akibat kekambuhan (nyeri akut maupun kronis),
perubahan spikososial akibat kekambuhan yang berulang dan kekurangan
nutrisi pada lansia. Hal tersebut bila tidak diintervensi dapat menyebabkan
beban perawatan kesehatan bagi lansia itu sendiri, keluarga yang tinggal
bersama lansia dan masyarakat serta pemerintah.

Insiden gastritis meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Sekarrini,


2009). Gastritis merupakan radang pada jaringan dinding lambung yang bisa
bersifat akut maupun kronis. Pilotto dan Dimorio (2007) menyatakan hasil
studi epidemiologi dilaporkan peningkatan prevalensi gastritis atropi pada
lansia meningkat sekitar 50-70% pada lansia berusia lebih dari 80 tahun.
Budiana (2006) menyatakan keluhan gastritis pada lansia merupakan suatu
keadaan yang banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang
lansia dengan gastritis kronis bertahun-tahun pindah dari satu rumah sakit
satu kerumah sakit lain untuk mengatasi keluhan gastritisnya. Keluhan
berkepanjangan dalam penyembuhan gastritis dapat menimbulkan stress
sekitar 10% lansia dan biaya yang tidak sedikit.

Salah satu penyebab dari gastritis pada lansia adalah infeksi dari bakteri
Helicobacter pylori dan merupakan satu-satunya bakteri yang hidup di
lambung. Prevalensi infeksi Helicobacter Pylori meningkat sesuai
pertambahan usia di seluruh dunia yaitu 40-60% pada lansia (Wibawa, 2006).
Penemuan infeksi Helicobacter Pylori ini berdampak pada tingginya kejadian
gastritis pada lansia.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


4

Ketidak teraturan makan lansia dan infeksi bakteri mengakibatkan gastritis


semakin parah dan akhirnya terjadi luka-luka (ulkus) yang dikenal dengan
tukak lambung, bahkan bisa juga disertai muntah darah (Arifianto, 2009).
Ulkus meningkat insidennya pada usia 50-70 tahun (Mahluliayansah, 2009).
Hal tersebut didukung hasil penelitian Surya dan Marshall (2008) ditemukan
gastritis yang tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan komplikasi
yang mengarah kepada keparahan yaitu kanker lambung dan peptic ulcer.

Bagi sebagian orang gastritis kronis tidak menyebabkan gejala apapun


(Jackson 2006). Nyeri yang dirasakan penderita gastritis akut dapat
mengalami kekambuhan. Episode berulang atau kekambuhan berulang
gastritis akut dapat menyebabkan gastritis berkembang menjadi gastritis
kronik (Lewis et al 2000). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Maulidiyah
(2006) menyatakan bahwa hampir semua penderita gastritis mengalami
kekambuhan. Salah satu faktor yang paling dominan menyebabkan
kekambuhan gastritis adalah stres psikologis dan pola makan yang tidak
teratur pada lanjut usia.

Angka kesakitan penduduk lanjut usia tahun 2009 sebesar 30,46% yang
artinya bahwa setiap 100 orang lanjut usia, sekitar 30 orang diantaranya
mengalami sakit. Penyakit gastritis merupakan salah satu penyakit yang dapat
menyebabkan kematian pada lansia. Hal ini didukung data Dirjen Bina Upaya
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI (2009) didapatkan sepuluh besar
penyakit terbanyak rawat inap pada lansia di Indonesia adalah kejadian
gastritis sekitar 30.157 dan yang meninggal 235 lansia.

Peningkatan jumlah lansia di Indonesia, membutuhkan suatu usaha untuk


mengatasi dampak dari proses menua dan kemunduran fisik diantaranya baik
oleh pemerintah, masyarakat maupun keluarga. Komisi Nasional Lanjut Usia
(2010) menyampaikan kebijakan Internasional sangat penting dalam upaya
mewujudkan lanjut usia yang tetap sehat mandiri dan produktif yang dikenal
dengan Active Ageing. Active Ageing merupakan suatu kerangka kebijakan

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


5

yang telah dikembangkan oleh WHO sejak tahun 2001 sebagai upaya
mempromosikan penuaan sehat dan aktif. Salah satu bentuk perhatian yang
serius terhadap lanjut usia di Indonesia adalah terlaksananya pelayanan pada
lanjut usia melalui kelompok (posyandu) lanjut usia yang melibatkan semua
lintas sektor terkait, swasta, LSM dan masyarakat.

Bentuk partisipasi masyarakat dalam mengatasi permasalahan kesehatan pada


lansia adalah adanya kelompok pendukung (support group). Azizah (2011)
menyatakan setelah memasuki lansia, dukungan sosial dari orang lain sangat
berharga dan menambah ketentraman hidupnya. Dukungan sosial bagi lansia
sangat diperlukan selama lansia mampu memahami makna dukungan tersebut
sebagai penopang hidupnya. Lansia yang memiliki masalah kesehatan baik
fisik maupun psikis sangat membutuhkan bantuan dari orang lain untuk
mengatasi masalah kesehatan yang dialaminya. Hasil penelitian Theenden
dan Alaxander (2009) didapatkan ada hubungan dukungan pemberi layanan
pada lansia dengan pemenuhan aktivity daily living pada lansia yang tinggal
di panti.

Lansia yang mengalami gastritis seringkali mengalami kekambuhan yang


membutuhkan bantuan untuk mengatasinya diantaranya melalui kegiatan
promosi, pemeliharaan kesehatannya dalam tatanan keluarga maupun
masyarakat melalui support group. Anderson dan McFarlane (2004)
menyatakan studi membuktikan bahwa dukungan sosial dan support group
sering dihubungkan dengan kesehatan dan lanjut usia (Lapore, 1998) dan
telah dibuktikan bahwa dukungan sosial dan support group meningkatkan
kesehatan. Support group merupakan salah satu bentuk intervensi di
komunitas melalui pendekatan proses kelompok (Anderson & McFarlane,
2007).

Hasil penelitian didapatkan dukungan sosial dapat membantu individu untuk


mengatasi masalahnya secara efektif, dukungan sosial juga dapat
meningkatkan kesehatan fisik dan mental lansia (Bioschop & Others, 2004;

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


6

Erber 2005; Pruchno & Rosenbaum 2003 dalam Santrock, 2006). Dukungan
sosial berhubungan dengan gejala penyakit dan kemampuan untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri akan perawatan ( Cohen, Terasi & homles, 1985 dalam
Santrock, 2006). Antonucci 1990 dalam Santrock (1999) menyimpulkan
bahwa interaksi sosial dengan orang-orang yang menyediakan dukungan
sosial pada lansia, memberikan pandangan yang lebih positif mengenai
dirinya.

Hasil penelitian support group caregiver pada penderita dimensia (2006) di


Cuba mengidentifikasi 81% caregiver mendapatkan dukungan sosial dan
emosional dan informasi yang berguna dari anggota kelompok lainnya.
Sebagian besar caregiver juga melaporkan partisipasi, pengetahuan dan
keterampilan mereka meningkat sebagai caregiver. Adanya support group
dapat memberikan dukungan dalam bentuk berbagi pengalaman sehingga
akan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh
anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan anggota keluargannya.

Hasil penelitian Weis (2003) didapatkan support group pada lansia dengan
penyakit kronik memberikan pengalaman yang berarti pada penderita dan
dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis, mengurangi kecemasan dan
depresi, serta meningkatkan kualitas hidup, penanggulangan dan penyesuaian
jiwa. Lansia yang menderita penyakit kronis sangat membutuhkan bantuan
dari orang lain dan sekitarnya baik keluarganya, tetangganya, maupun
masyarakat (Anderson & McFarlane, 2004).

Hasil penelitian Asminarsih (2010) melakukan intervensi pencegahan


kekambuhan pada lansia yang mengalami gastritis di Kelurahan Ratu Jaya
dengan terapi modifikasi perilaku dan manajemen stres didapatkan
manajemen stres efektif dalam menurunkan tingkat nyeri, frekuensi
kekambuhan gastritis, tingkat stres, dan mekanisme koping maladaptif. Hasil
pelaksanaan manajemen stres melalui proses kelompok menunjukkan
peningkatan pengetahuan dan sikap keluarga dalam merawat lansia gastritis,

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


7

serta terjadi perubahan perilaku positif yaitu penurunan lansia dengan pola
makan tidak teratur, kebiasaan konsumsi makanan pedas dan asam, serta
konsumsi obat anti nyeri. Hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada 10
keluarga lansia gastritis menunjukkan bahwa kombinasi terapi modifikasi
perilaku dan manajemen stres efektif dalam mencegah kekambuhan gastritis.

Penyelesaian masalah yang direncanakan melalui praktik residensi dalam


menangani masalah lansia dengan gastritis berdasarkan pada integrasi teori
keperawatan ke dalam bentuk intervensi perawatan kesehatan lansia di
komunitas. Permasalahan lansia yang kompleks di masyarakat diidentifikasi
dengan pendekatan model community as partner. Variabel yang digunakan
dalam model ini adalah riwayat, statistik vital, lingkungan fisik, pelayanan
sosial dan kesehatan, pendidikan, komunikasi, dan rekreasi yang akan dapat
mempengaruhi kesehatan lansia dengan gastritis (Anderson & McFarlane,
2004).

Populasi lansia yang besar mempunyai dampak yang besar pula pada
keluarga dan pelayanan kesehatan. Pertumbuhan populasi lansia yang cepat,
yang merupakan pengguna pelayanan kesehatan dan pengguna bantuan
pemberi asuhan terbesar akan berpengaruh dalam kehidupan keluarga ( Pifer
& Bronte, 1986; U.S. Bureau of the Cencus, 2000). Lansia cacat dan sakit
kronik semakin meningkat dan menambah beban perawatan di keluarga
(Friedman, Bowden & Jones, 2010). Model yang digunakan untuk
mengidentifikasi masalah kesehatan lansia dengan gastritis adalah family
center nursing. Model ini dapat mengidentifikasi tugas perkembangan
keluarga dengan lansia yang dapat dipengaruhi oleh struktur dan fungsi
keluarga (Friedman, Bowden & Jone, 2010).

Implikasi ekonomis yang penting dari peningkatan jumlah penduduk adalah


peningkatan ratio ketergantungan usia lanjut (old age ratio dependency).
Setiap penduduk usia produktif akan menanggung semakin banyak penduduk
usia lanjut. Ketergantungan lansia dirasakan oleh keluarga yang tinggal

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


8

bersama lansia dan juga orang yang tinggal disekitarnya. Lansia yang
mengalami gangguan fungsi fisik, maupun psikososial memerlukan bantuan
orang lain untuk mengatasinya. Permasalahan ini membutuhkan pendekatan
teori konsekuensi fungsional pada lansia untuk memahami kemunduran fisik
pada sistem pencernaan lansia terutama lambung lansia. Variabel yang
digunakan untuk penyelesaian masalah tersebut antara lain perubahan yang
terjadi pada lambung lansia, faktor-faktor risiko yang memperberat terjadinya
gastritis pada lansia dan konsekuensi fungsional yang terjadi pada lambung
lansia ( Miller, 2005)

Strategi intervensi dalam untuk mengatasi masalah lansia gastritis melalui


pendidikan kesehatan. Stanhope dan Lancaster (2004) menyampaikan
pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan dalam rangka upaya promotif dan
preventif dengan melakukan penyebaran informasi dan meningkatkan
motivasi masyarakat untuk berperilaku sehat. Pendidikan kesehatan
umumnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi
ketidakmampuan dan merupakan upaya untuk mengaktualisasikan potensi
kesehatan dari individu, keluarga, komunitas dan masyarakat.

Kemitraan menyangkut adanya hubungan kerjasama antara dua pihak atau


lebih, adanya kesetaraan antara pihak-pihak yang melakukan kerjasama,
adanya keterbukaaan dan kepercayaan (trust relationship) dan adanya
hubungan timbal balik yang saling menguntungkan dan memberikan manfaat
kepada kedua belah pihak yang melakukan kerja sama (Hitchcok, Schubert &
Thomas (1999). Kemitraan dalam bidang kesehatan dikembangkan dalam
rangka pemeliharaan dan peningkatan kesehatan(Achjar, 2011).

Pemberdayaan yang bisa dilakukan dikomunitas merupakan proses


pemberian kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interaksi
transformatif kepada masyarakat, antara lain: adanya dukungan,
pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan kekuatan mandiri untuk membentuk
pengetahuan baru (Hitchcock, Scubert, & Thomas, 1999). Pemberdayaan,

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


9

kemitraan dan partisipasi memiliki inter-relasi yang kuat dan mendasar.


Kemitraan yang dijalin memiliki prinsip bekerja bersama dengan masyarakat
bukan bekerja untuk masyarakat, oleh karena itu perawat spesialis komunitas
perlu memberikan dorongan atau pemberdayaan kepada masyarakat agar
muncul partisipasi aktif masyarakat (Yoo et. al, 2004). Membangun
kesehatan masyarakat tidak terlepas dari upaya-upaya untuk meningkatkan
kapasitas, kepemimpinan dan partisipasi masyarakat (Nies & McEwan,
2001).

Stanhope dan Lancaster (2004) menyatakan proses kelompok adalah suatu


bentuk intervensi keperawatan komunitas yang dilakukan bersamaan dengan
masyarakat melalui pembentukan peer atau sosial support berdasarkan
kondisi dan kebutuhan masyarakat. Pada praktek residensi ini akan
menggunakan proses kelompok untuk menyelesaikan masalah lansia dengan
gastritis baik ditatanan keluarga, kelompok, masyarakat dan pelayanan lansia
dengan gastritis.

Dukungan kelompok dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis


kepada individu baik berupa dukungan spiritual mapun material yang
mempengaruhi stress pada lansia. Liberman (1992), mengemukakan bahwa
dukungan kelompok dapat menurunkan kecenderungan munculnya kejadian
yang diakibatkan stress pada lansia. Manfaat dukungan kelompok pada
lansia adalah sebagai sosial support tidak hanya berwujud dalam bentuk
dukungan moral, melainkan dukungan spiritual dan dukungan material,
meringankan beban bagi seseorang/kelompok orang yang sedang mengalami
masalah/persoalan dan memberikan dorongan untuk mengobarkan semangat
hidup lansia, dan menyadarkan bahwa masih ada orang lain yang peduli.

Banyaknya masalah kesehatan yang dialami lansia dengan gastritis dan


frekuensi kekambuhan yang sering terjadi pada lansia dengan gastritis
memerlukan suatu bentuk intervensi yang tepat untuk mengatasinya. Hasil
penelitian Asminarsih (2010) di wilayah kelurahan Ratu Jaya menyarankan

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


10

menggunakan bentuk intervensi kelompok sebagai suatu bentuk intervensi


pencegahan kekambuhan gastritis pada lansia. Hasil penelitian Weis (2003)
membuktikan bahwa support group sangat efektif diterapkan pada lansia
dengan penyakit kronis. Praktik residensi spesialis ini menerapkan bentuk
intervensi kelompok pendukung sebagai upaya untuk melakukan pencegahan
kekambuhan gastritis pada lanjut usia di wilayah kelurahan Tugu.

Gambaran hasil pengkajian 79 lansia yang mengalami gastritis di wilayah


Kelurahan Tugu tahun 2011 didapatkan 11,4% tidak mendapatkan dukungan
dari keluarga. Hal ini terlihat dari keterlibatan keluarga yang kurang dalam
penyediaan diit diidentifikasi dari riwayat pola diet kurang baik 30.4%.
Sedangkan peran keluarga terhadap pemantauan konsumsi obat teurtama
analgetik pada lansia kurang, hal ini dapat dilihat dari riwayat penggunaan
obat tidak baik 21.5%. Keluarga juga merupakan sumber stress lansia, hal
ini dapat terlihat dari data banyaknya lansia yang mengalami masalah
keluarga dan dibebani dengan pekerjaan rumah tangga oleh anak-anaknya
27.8%. Keluarga lansia tidak memiliki jaminan pemeliharaan kesehatan dan
lansia menggantungkan sumber penghasilan dari anak-anaknya terdapat
46,8%. Hasil wawancara dengan tokoh masyarakat menggambarkan bahwa
lansia kadang hidup sendiri atau tinggal hanya dengan pasangan hidupnya
sehingga tidak ada pemantauan terhadap pola makan lansia dan lansia jarang
mau berbagi masalah dengan orang lain di luar keluarga. Demikian juga
dengan hasil wawancara dengan 5 lansia yang mengalami gastritis bahwa
mereka tidak mengetahui kelompok pendukung dan fungsi kelompok
pendukung yang ada dilingkungan tempat tinggal mereka.

Hasil pengkajian juga menemukan pengetahuan lansia kurang terhadap


penyebab gastritis 19%, pengetahuan lansia kurang terhadap tanda dan gejala
gastritis 10.1%, pengetahuan lansia kurang terhadap cara mengatasi gastritis
22.8% dan pengetahuan lansia kurang terhadap komplikasi gastritis 31.6%.
Sekitar 60.8% lansia memiliki latar belakang lulus SD, hal ini menjadi salah
satu penyebab sulitnya merubah perilaku lansia. Cara lansia dalam mengatasi

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


11

masalah gastritis kurang baik 31.6%, artinya lansia belum tahu tentang
perawatan gastritis yang baik dan menyebabkan kekambuhan. Data tersebut
menunjukkan bahwa lansia gastritis yang sering mengalami kekambuhan
disebabkan karena kebiasaan makan yang tidak baik dan terbebani banyak
masalah dalam keluarga.

Support group lansia gastritis pada praktik residensi terdiri dari anggota
keluarga lansia yang mengalami gastritis, kader kesehatan yang aktif di
wilayah setempat. Tujuan dibentuknya support group ini adalah dapat
memberikan bantuan baik bantuan fisik maupun mental dalam upaya
pencegahan kekambuhan pada lansia yang mengalami gastritis. Pelaksanaan
dilakukan 8 kali pelatihan, kemudian diakhiri mendampingi anggota
kelompok pendukung ke keluarga lansia gastritis melakukan pemantauan dan
mendampingi anggota kelompok pendukung memberikan pelayanan kepada
lansia melalui posbindu.

Hasil pratik residensi ini didapatkan bahwa kelompok pendukung memiliki


mempunyai peran yang cukup besar dimasyarakat dalam upaya pemantauan
terhadap masalah kesehatan lansia gastritis dikeluarga terlihat dari
peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga dan indikator hasil
pada tingkat stress yang menurun, berat badan yang naik dan penurunan skala
nyeri sehingga tidak terjadi kekambuhan gastritis. Pada pelayanan
keperawatan dikomunitas kelompok pendukung menjadi wadah kegiatan
untuk permberdayaan masyarakat dalam menyelesaikan masalah lansia
gastritis dengan terbentuknya struktur organisasi, jobdiskripsi dan terjadi
peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku anggota kelompok pendukung.
Pada asuhan keperawatan komunitas, kelompok pendukung berperan dalam
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku lansia dengan gastritis melalui
pendidikan kesehatan.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


12

1.2.Tujuan Umum
Meningkatkan kemampuan lansia, keluarga, dan masyarakat melaui kegiatan
kelompok pendukung untuk mengatasi kekambuhan gastritis pada aggregate
lansia di Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok.

1.2.1. Tujuan Khusus


Tujuan penulisan ini adalah teridentifikasinya:

1.2.1.1. Kemampuan kelompok pendukung (pengetahuan, sikap dan


perilaku) sebagai salah satu bentuk intervensi asuhan keperawatan
komunitas sesudah pelaksanaan kegiatan kelompok pendukung
untuk mencegah kekambuhan gastritis pada aggregate lansia
dengan gastritis di Kelurahan Tugu.
1.2.1.2. Kemampuan keluarga (pengetahuan, sikap dan perilaku) lansia
dengan gastritis melalui pemberian asuhan keperawatan keluarga
sesudah pelaksanaan kelompok pendukung sebagai bentuk
intervensi untuk mencegah kekambuhan pada aggregate lansia
dengan gastritis di Kelurahan Tugu.
1.2.1.3. Kemampuan (pengetahuan, sikap dan perialku) aggregat lansia
dengan masalah gastritis di Kelurahan Tugu sesudah dilakukan
bentuk intervensi kelompok pendukung.
1.3.Manfaat
1.3.1. Aggregate Lansia
Sebagai sarana dan media peningkatan pengetahuan, sikap dan
ketrampilan lansia melalui kegiatan kelompok pendukung, sehingga
lansia dengan gastritis memiliki kemampuan untuk menjaga dan
memelihara kesehatannnya dan tidak mengalami kekambuhan gastritis.

1.3.2. Keluarga dengan Tahap Perkembangan Lansia


Terjadinya peningkatan kemampuan keluarga dalam upaya pencegahan
kekambuhan gastritis pada lansia melalui kegiatan kelompok
pendukung.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


13

1.3.3. Pelayanan Keperawatan Komunitas : Dinas Kesehatan dan Puskesmas


Sebagai dasar merumuskan kebijakan pengembangan program
kelompok pendukung lansia dengan gastritis yang berbasis masyarakat
dari, oleh dan untuk masyarakat sebagai bentuk pemberdayaan
masyarakat dalam penyelesaian masalah kesehatannnya.

1.3.4. Perkembangan Ilmu Keperawatan Komunitas


1.3.4.1. Sebagai dasar mengembangkan intervensi kelompok
pendukung sebagai salah satu bentuk intervensi efektif dalam
melakukan asuhan keperawatan pada aggregrat lansia dengan
gastritis.
1.3.4.2. Motivasi untuk perawat komunitas dalam menerapkan bentuk
intervensi keperawatan komunitas melalui proses kelompok
pendukung dalam melakukan asuhan keperawatan pada lansia
dengan gastritis di masyarakat.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


BAB 2
TINJAUAN TEORI

Gastritis dianggap sebagai penyakit yang lazim terjadi pada aggregat lansia
sehingga terkadang dianggap penyakit yang tidak membutuhkan penanganan yang
intensif. Gastritis bila dibiarkan dapat berdampak terhadap kesakitan bahkan
kematian pada lansia dan menjadi beban baik fisik maupun psikologis bagi lansia
yang menderita, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Sebagai upaya mengatasi
permasalahan lansia gastritis, perlu memahami berbagai konsep teori yang
mendukung sebagai bahan acuan dalam penanganannya.

Bab 2 memamparkan konsep aggregat lansia sebagai populasi risiko gastritis,


lansia gastritis sebagai populasi vulnerable, lansia dengan gastritis, strategi
intervensi keperawatan komunitas pada lansia dengan gastritis, peran dan fungsi
spesialis keperawatan komunitas, teori dan model konseptual yang mendasari
praktik keperawatan komunitas pada aggregat lansia dengan gastritis.
2.1. Aggregrat lansia sebagai populasi risiko
Kelompok adalah agregat sosial dimana anggota-anggotanya saling
tergantung, dan setidak-tidaknya memiliki potensi untuk melakukan interaksi
satu sama lain. Kelompok adalah suatu kolektif yang terdiri atas berbagai
organisme dimana eksistensi semua anggota sangat penting untuk
memuaskan berbagai kebutuhan individu. Artinya, kelompok merupakan
suatu alat untuk mendapatkan berbagai kebutuhan individu. Individu menjadi
milik kelompok karena mereka mendapatkan berbagai kepuasan melalui
organisasi yang tidak dengan mudah mereka dapatkan melalui cara lainnya
(Cartwright & Zander, 1971).

Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke


atas (Hardywinoto & Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia terjadi proses
menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi

14 Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


15

(Constantinides, 1994). Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk banyak


distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang
menyebabkan lansia memasuki episode terminal (Darmojo & Martono,
1999).

Meiner (2006) menyatakan proses penuaan merupakan akumulasi progresif


dari berbagai perubahan fisiologi organ tubuh yang berlangsung seiring
berlalunya waktu, selain itu proses penuaan akan meningkatkan kemungkinan
terserang penyakit bahkan kematian. Secara alamiah, proses menjadi tua
mengakibatkan kemunduran kemampuan fisik dan mental. Penggolongan
lanjut usia menurut WHO (1999) menjadi empat kelompok yakni : (a) usia
pertengahan (45 – 59 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki
lansia, (b) kelompok lanjut usia (60 sampai dengan 74 tahun), (c) lanjut usia
tua (usia 75 sampai dengan 90 tahun),(d) usia sangat tua (diatas 90 tahun).

Risk didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya penyakit atau cedera


yang diakibatkan oleh sekelompok faktor baik dari individu maupun
lingkungan atau oleh keduanya (Mc Murray.2003). Sedangkan populations
at risk adalah mereka yang melakukan aktivitas atau mempunyai karakteristik
tertentu yang berpotensi untuk munculnya keadaan sakit, kecelakaan atau
masalah kesehatan.

Masalah kesehatan yang muncul pada kelompok lanjut usia berisiko


terjadinya gastritis dapat diidentifikasi melalui faktor risiko yang
mengakibatkan suatu kondisi at risk gastritis. Faktor-faktor yang berisiko
menimbulkan gastritis terdiri dari beberapa kategori antara lain biologic risk,
social risk, economic risk, dan life-style risk. Keempat faktor tersebut
menyebabkan kelompok lansia di komunitas sebagai population at risk
gastritis.
2.1.1. Risiko Biologi
Risiki biologi adalah faktor genetik atau kondisi-kondisi fisik tertentu
yang berpeluang untuk terjadinya resiko kesehatan (Stanhope &

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


16

Lanchaster, 2002). Kondisi fisik yang dapat berisiko terjadinya gastritis


pada lansia antara lain motilitas gaster dan proses pengosongan
lambung berkurang secara progresif pada lansia (Capezuti, Silgler &
Mazey, 2007). Ukuran lambung pada lansia menjadi lebih kecil
sehingga daya tampung makanan menjadi berkurang, terjadi atropfi
mukosa, atrofi sel kelenjar, sel parietal dan sel chief yang menyebabkan
sekresi asam lambung, pepsin berkurang (Miller, 2005). Hal tersebut
berkonstribusi terhadap lansia sehingga rasa laparnya menurun.
Pengosongan lambung lebih lambat pada lansia, berkosntribusi
terhadap makan lebih sedikit karena lambung terasa penuh dan
anoreksia.

Perubahan pola makan meliputi tidak teraturnya waktu makan,


frekuensi makan, jenis makanan dan porsi makanan yang dikonsumsi.
Perubahan pola makan lansia antara lain cepat merasa kenyang, makan
menjadi malas dan tidak teratur sehingga berisiko mengalami gangguan
pada saluran pencernaan khususnya gastritis (Miller 2005)

Lanjut usia meningkatkan risiko gastritis disebabkan karena dinding


mukosa lambung semakin menipis akibat usia tua dan pada usia tua
lebih mudah untuk terinfeksi Helicobacter pyllori. Pada lansia
prevalensi terjangkitnya kuman Helycobater pylori merupakan faktor
risiko terjadinya gastritis kronis dan gastritis atropic (Newton, 2004).
Permukaan mukosa gaster lansia hidropobitasnya akan berkurang
(Newton, 2004), penyebabnya antara lain penggunaan analgesik dalam
jangka waktu lama dan infeksi kuman helicobacter pylori akan berisiko
terjadinya pectic ulcer, perbaikan mukosa menurun sejalan dengan
bertambahnya usia.

2.1.2. Risiko sosial


Risiko sosial adalah kondisi-kondisi yang dapat meningkatkan risiko
kesehatan seperti tinggal didekat lingkungan dengan kriminalitas yang

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


17

tinggi, lingkungan tanpa sumber kesehatan dan tempat rekreasi yang


adekuat, lingkungan yang terkontaminasi dengan polusi kimia,
kebisingan dan hal-hal lain yang dapat berkontribusi untuk terjadinya
masalah diskriminasi ras, budaya dan lain-lain (Stanhope & Lanchaster,
2002)

Risiko sosial gastritis pada lansia disebabkan lansia mengalami


perubahan sosial dalam kehidupannya. Perubahan sosial itu antara lain
lansia tinggal dan hidup dengan budaya-budaya tertentu yang dapat
menyebabkan gastritis. Latar belakang etnis, nilai-nilai kepercayaan,
dan faktor budaya lainnya sangat mempengaruhi dalam memilih,
menyiapkan dan mengkonsumsi makanan dan minuman. Pada budaya
tertentu, menyukai jenis makanan yang pedas atau asam menyebabkan
peningkatan risiko terjadinya gastritis ( Miller, 2005). Budaya tersebut
antara lain adalah suka makan-makanan yang pedas atau asam sebagai
salah satu etiologi dari gastitis. Adanya perubahan lambung lansia
ditambah faktor risiko budaya makan pedas setiap hari menyebabkan
lambung mudah teriritasi yang menyebabkan gastritis pada lansia.

Greenberg (2002) menyampaikan faktor psikososial yang terjadi pada


lansia antara lain kehilangan (pasangan, teman, keluarga, pekerjaan,
kegiatan, hubungan sosial), penyakit kronik yang dialami, serta
peningkatan ketergantungan pada orang lain dalam pemenuhan
kebutuhan hidup dapat merupakan sumber stres bagi lansia sehingga
dapat menyebabkan terjadinya gastritis. Efek stres pada saluran
pencernaan menyebabkan penurunan aliran darah pada sel epitel
lambung dan mempengaruhi fungsi sel epitel dalam melindungi mukosa
lambung.

Lingkungan rumah dapat mempengaruhi pola makan dan sekaligus


dapat menjadi sumber stres bagi lansia. Lingkungan rumah yang bising
atau padat penghuni mempengaruhi konsumsi makanan dan

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


18

kemampuan menikmati makanan. Lingkungan rumah yang sepi atau


tidak ada teman juga dapat merupakan stresor bagi lansia dan memicu
stres psikologis, sehinngga meningkatkan resiko terjadinya gangguan
saluran pencernaan termasuk gastritis (Miller 2005). Lansia yang hidup
sendiri akan menghabiskan waktunya untuk menyendiri, motivasi untuk
mempersiapkan dan menyiapkan makanan juga berkurang (Beare &
Stanley, 2007).

Lansia yang hidup sendiri atau banyak menghabiskan waktunya untuk


menyendiri, motivasi untuk mempersiapkan dan mengkonsumsi
makanan akan berkurang dan menyebabkan gastritis (Stanley & Beare,
2007). Isolasi sosial merupakan faktor berkontribusi terhadap gastrtis
pada lansia. Lansia yang sudah tua tidak makan sama sekali ketika
mereka hidup sendiri dan tidak memiliki satupun anggota keluarga
yang lain karena tidak ada yang mempersiapkan dan memberi makanan.

2.1.3. Risiko ekonomi


Kemiskinan sangat berisiko terhadap munculnya masalah kesehatan.
Economis risks ditentukan oleh adanya ketidakseimbangan antara
pendapatan dengan kebutuhan dan hal ini dapat mempengaruhi
terhadap kebutuhan perumahan, pakaian, makanan, pendidikan, dan
kesehatan/perawatan kesehatan ( Stanhope & Lanchaster, 2002).

Risiko ekonomi pada lansia bisa menimbulkan gastritis disebabkan


setelah memasuki usia tua, lansia kehilangan pekerjaan dan penghasilan
tetap sehingga berdampak daya beli yang rendah terhadap kebutuhan
makanan sehingga pola makan pada lansia tidak teratur (Azizah,
2011).

Laporan sensus AS (2003) bahwa 10.1% dari usia 65 dan lebih tua di
bawah garis kemiskinan. Keluarga harus menanggung perumahan,
pakaian, makanan, perawatan kesehatan, obat, dan biaya lainnya untuk

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


19

lansia. Hasil estimasi didapatkan bahwa 61 wanita dan 31 pria usia


diatas 65 tahun hidup dengan pendapatan tahunan di bawah $ 10.000
yang tidak mencukupi untuk kebutuhan makan dan biaya pengobatan.
Makanan yang dikonsumsi lansia hanya yang terbeli dan kadang lansia
kekurangan makana dalam kesehariannya sehingga asupan makanan
tidak teratur dan menyebabkan gastritis pada lansia diatas 65 tahun.

2.1.4. Risiko pola hidup


Life event risk pada lansia terkait dengan masa transisi, dimana terjadi
suatu berubahan dari suatu tahapan/kondisi pada kondisi yang lainnya.
Lansia memiliki non-normative event yang berhubungan kehilangan
pendapatan/income keluarga ( Stanhope & Lanchaster, 2002).

Badan Pusat Statistik (2008) menyatakan sebanyak 60% lansia di


Indonesia tergolong miskin, dan merupakan 27% dari total peduduk
miskin. Hal ini dikarenakan oleh rata-rata penduduk lansia hanya
memiliki jenjang pendidikan Sekolah Dasar tanpa memiliki pekerjaan
tetap. Menurut Sukandar (2007), parameter status ekonomi penduduk
dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan karena dengan semakin
besar pendapatan yang dimiliki, semakin besar juga kemungkinan
seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan memiliki
kehidupan yang lebih baik. Hal ini menyebabkan status ekonomi lansia
juga menjadi faktor yang dapat mempengaruhi pola konsumsi makan
yang akan mempengaruhi keadaan kesehatannya.

Status ekonomi pada lansia yang menurun berdampak pada penyediaan


makanan di rumah, pola makan, frekuensi makan yang menyebabkan
ketidakteraturan makan sehingga berisiko untuk mengalami gastritis.
Faktor sosial ekonomi juga mempengaruhi pola makan dan pemilihan
makanan. Pada lansia penurunan pendapatan atau penghasilan
menyebabkan keterbatasan pada pemilihan dan penyediaan makanan
sehingga menyebabkan penurunan asupan nutrisi yang adekuat dan

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


20

menyebakan gastritis (Miller 2005). Faktor sosial ekonomi yang


berpengaruh terhadap kejadian gastritis pada lansia meliputi isolasi
sosial dan pendapatan yang rendah (Stanley & Beare, 2007).

2.2. Lansia dengan gastritis sebagai populasi vulnerable


Menurut Stanhope dan Lanchaster (2004) vulnerable population
didefinisikan sebagai kelompok sosial dimana memiliki risiko dibandingkan
dengan kelompok lain. Risiko dalam epidemiologi diartikan semua orang
yang memiliki kemungkinan sakit lebih tinggi dibandingkan yang lainnya.

Menurut Stanhope dan Lanchaster (2004), risiko kesehatan pada populasi


rentan tidak hanya beberapa risiko kumulatif, tetapi sangat sensitif terhadap
dampak dari risiko. Aggregat lansia gastritis termasuk sebagai populasi
rentan dapat dijelaskan dari dimensi proses penuaan yang memiliki penyakit
kronis. Adanya gastritis pada lansia menyebabkan lansia mengalami berbagai
masalah antara lain rasa sakit (nyeri) baik akut maupun kronis yang
berkepanjangan akibat kekambuhan dari gastritis, gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan yang diakibatkan dari gejala yang ditimbulkan gastritis. Stres
psikososial yang berkepanjangan juga dapat terjadi pada lansia dengan
gastritis karena kekambuhan yang berulang dan tidak kunjung sembuh
walaupun sudah berobat berpindah-pindah pelayanan kesehatan. Kerentanan
pada lansia dengan gastritis dapat di jelaskan melalui uraian berikut ini.

2.2.1. Nyeri akut dan kronis


Nyeri akut terjadi akibat cedera jaringan pada lambung. Nyeri akut
berlangsung dari satu detik sampai kurang dari 3 bulan. Nyeri pada
gastritis dapat diidentifikasi awitan kejadian yang berlangsung
pendek dan tiba-tiba, terbatas dan menurun seiring dengan
penyembuhan. Nyeri gastritis akan menurun setelah penyebabnya
ditangani dengan pengobatan, istirahat, kompres hangat atau dengan
imobilisasi/istirahat ( Beare & Stanley, 2007).

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


21

Severance (2001) menyampaikan gastritis yang terjadi tiba-tiba (akut)


biasanya mempunyai gejala mual dan rasa nyeri seperti terbakar
(burning pain) atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas,
sedangkan gastritis kronis yang berkembang secara bertahap biasanya
menimbulkan gejala seperti sakit yang ringan (dull pain) pada perut
bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera setelah makan
beberapa gigitan. Biasanya, nafsu makan menurun secara drastis,
wajah pucat, suhu badan naik, keluar keringat dingin, dan sering
bersendawa terutama dalam keadaan lapar (Abdullah, 2009)

Menurut Hirlan dalam Suyono (2001), komplikasi yang timbul pada


gastritis, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa
hematemesis dan melena, berakhir dengan syok hemoragik, terjadi
ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi hal tersebut
juga akan menimbulkan keluhan nyeri hebat pada lansia. Pernyataan
tersebut didukung oleh Prince (2005) yang menyatakan jika dibiarkan
tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus peptikum dan
pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat
meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan
secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-
sel didinding lambung dampaknya menimbulkan nyeri kronis pada
lansia.Wibawa (2009) menyatakan kebanyakan kanker lambung
merupakan penyebab nyeri kronis pada lansia sebagai penyakit
lanjutan dari gastritis yang tidak dirawat dengan benar.

2.2.2. Masalah Psikososial


Agency for Health Care policy and Reseach (AHCPR) tahun 1994
dalam Meiner (2006) menyatakan konsekuensi nyeri yang
persisten/menetap sangat banyak yaitu depresi, kecemasan, sosialisasi
menurun, gangguan tidur, ambulasi berkurang atau terganggu, masa
pemulihan yang lama, peningkatan penggunaan sumber daya
perawatan kesehatan, kematian lebih awal dan biaya yang banyak.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


22

Demikian pula dengan gastritis kronis sampai mengalami ulkus


biasanya sangat lama dan akan berdampak pada psikologis pada
lansia.

Beare dan Stanley (2007) menyampaikan respon nyeri yang


dibangkitkan oleh otak merupakan suatu komponen emosional,
pengalaman nyeri sesorang bersifat alami dan unik sehingga lansia
dapat merasa sendirian dan cemas. Lansia akan merasa takut nyeri
tidak pernah pergi. Ansietas ditambah dengan depresi akan
menggaggu kendali nyeri lebih lanjut pada lansia.

Beare dan Stanley (2007) menyatakan lansia juga mengalami berbagai


kehilangan yang membuat mereka berduka : keamanan ekonomi,
teman-teman dan keluarga yang dapat mendukung kemandirian,
kesehatan, kekuatan dan kenyamanan tubuh. Lansia dapat merasa
tidak berdaya untuk mengendalikan nyeri dan dampaknya pada
kehidupan mereka. Masalah penyulit penatalaksanaan nyeri adalah
penyakit kronis lain yang diderita lansia, regimen obat multipel dan
efek-efek yang berkaitan otak.

Lansia kadang mengalami konfusi karena penurunan aliran darah ke


otak, efek obat dan nyeri. Terkadang lansia mengalami defisit memori
yang dapat terganggu oleh pengobatan sendiri dan diskripsi nyeri yang
dirasakan. Memori terhadap kejadian menyakitkan lansia dapat
mempengaruhi persepsi terhadap nyeri yang dirasakan saat ini. Lansia
yang mengalami gastritis kronis dapat menjadi tidak bersahabat dan
menyiksa diri. Banyaknya stesor ini sering mempengaruhi hubungan
interpersonal dengan menarik diri dari pergaulan (Beare & Stanley
(2007).

Keating dan Wetle (2008) dalam penelitiannya menemukan penyakit


kronis yang diderita sangat mempengaruhi kualitas hidup lansia. Hal

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


23

ini dikarenakan lansia akan kehilangan kemampuannya secara


mandiri. Lansia dengan penyakit kronis sangat bergantung dengan
orang lain dan membutuhkan perhatian. Menurut McDowell dan
Newell (1996), penyakit kronis akan mempengaruhi kesehatan fisik
dan mental lansia. Gangguan kesehatan fisik yang dialami lansia
meliputi fungsi tubuh secara fisik dan fisiologis, nyeri dan kesehatan
umum. Dari segi kesehatan mental, penyakit kronis menimbulkan
gangguan dalam hal vitalitas hidup, fungsi sosial, keadaan emosional,
dan kesehatan mental secara umum.

2.2.3. Kekurangan Nutrisi


Penyebab dari kekurangan nutrisi pada lansia antara lain keterbatasan
ekonomi keluarga, penyakit kronis, pengaruh psikologis, hilangnya
gigi, kesalahan pola makan dan juga kurang pengetahuan tentang gizi
dan cara pengolahan makanan ( Bierman & Hazzard, 1991).

Penyakit gastritis yang diderita oleh lansia yang bersifat kronis


termasuk gastritis akan mengganggu asupan makanan, dampaknya
adalah kebutuhan nutrisi lansia kurang dari kebutuhan tubuh. Hal
tersebut didukung oleh Kemalasari (Divisi Geriatri Departemen
Penyakit Dalam FKUI) yang menyampaikan kekurangan gizi pada
lansia tidak lepas dari faktor menurunnya fungsi fisiologis, kesalahan
pola makan, adanya penyakit tertentu, serta konsumsi banyak obat.
Malanutrisi pada usia lanjut merupakan konsekuensi dari berbagai
masalah sosial, ekonomi, fisik, somatik dan lingkungan. Orang tua
yang sulit makan atau makan dengan porsi sedikit bukan merupakan
hal wajar karena dapat menyebabkan malnutrisi ( Compas Com. 25
Mei 2011).

Prevalensi kekurangan nutrisi pada lansia cukup tinggi ; anemia 45%,


defisiensi tiamin 35% dan riboflavin 12%. Lebih banyak wanita (16%)
daripada laki-laki(11%)memiliki berat badan kurang (National Health

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


24

Objectives dalam Maglaya, 2009). According to Food and Nutrition


Research Institut (2001) menemukan prevalensi defisiensi energi lebih
tinggi perempuan daripada laki-laki dan lebih buruk dengan
peningkatan usia.

Hasil penelitian pada 507 lansia di daerah Jawa Tengah,


menunjukkan sebagian besar usia lanjut mempunyai tingkat gizi yang
cukup baik akan tetapi juga ditemukan 17.3% di kota dan 20.6% di
desa mempunyai gizi kurang (Boedhi & Darmojo, 1991).

2.3.Lansia dengan gastritis


Lansia mengalami kemunduran fisik yang bisa mengganggu aktivitas sehari-
harinya. Kemunduran fisik tersebut antara lain terjadi pada saluran pencernaan
meliputi penurunan densitas tulang gigi sehingga dapat menyebabkan gigi
hilang atau patah; berkurangnya elastisitas mukosa mulut, terjadi atropi sel
epitel dan berkurangnya suplai darah ke jaringan mukosa mulut sehingga
berisiko mengalami luka dan infeksi; produkivitas saliva menurun (Baum,
1981;Ben-Aryeh, et al.1984; Heft & Baum, 1984 dalam Miler, 2005);
sensitifitas indera pengecapan dan penciuam menurun, sensitifitas lapar
menurun (Whitbourne, 1985: Miller, 1998; Bartoshuk & Weiffenbach, 1990
dalam Miller, 2005); terjadi perlambatan pengosongan lambung sehingga
lansia selalu merasa cepat kenyang (Evans, et al. 1981: Bowman &
Rosenberg, 1983: Moore,et al.1983 dalam Miller, 2005); serta fungsi absorbsi
melemah dan terjadi perubahan peristaltik usus sehingga mudah mengalami
konstipasi (Miller, 2005). Perubahan pada saluran pencernaan tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan pola makan lansia yang menyebabkan
gangguan pada saluran pencernaan.

Perubahan pada sistem pencernaan lansia yang sering terjadi adalah didalam
lambung (Miller, 2005). Hasil penelitian menunjukkan perubahan lansia
dalam mengosongkan lambung, terutama untuk makanan cair dan padat
(Horowitz 1984 dalam Miller, 2005). Sebuah studi pengosongan lambung fase

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


25

awal dan fase kedua cairan mengungkapkan bahwa laju pengosongan selama 5
menit pertama lebih cepat untuk lansia tetapi tingkat setelah respon adaptif
awal ada perbedaan yang signifikan antara pra lansia dengan lansia (Kupfer
1985 dalam Miller, 2005).

Miller (2005) menambahkan terjadi perubahan sekresi asam lambung yaitu


pada usia diatas lima puluh tahun menunjukkan penurunan. Perubahan
degeneratif pada mukosa lambung secara bertahap mengurangi sekresi asam
lambung sampai volume sekitar 75% dari normal pada usia 60 tahun. Hal
tersebut berdampak berkurangnya pepsin yang menghambat pencernaan
protein, dan tingkat asam klorida berkurang dan menyebabkan faktor
instrinsik untuk malabsorbsi besi, kalsium, vitamin B 12 dan asam folat.

Perubahan pada saluran pencernaan tersebut menyebabkan terjadinya


perubahan pola makan lansia antara lain merasa cepat kenyang, makan
menjadi malas dan tidak teratur sehingga berisiko mengalami gangguan pada
saluran pencernaan. Gangguan saluran pencernaan dapat diperberat adanya
faktor risiko pola makan pada lansia antara lain penyajian makanan, kesehatan
fisik, sosial ekonomi, aktivitas kemampuan fungsional, keadaan spikososial,
budaya dan pengaruh lingkungan (Miller, 2005). Gangguan pada saluran cerna
yang banyak diderita lansia adalah gastritis.

Gastritis adalah peradangan pada lapisan lambung (Medicastore, 2003).


Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa
lambung (Suyono, 2001). David Ovedorf (2002) mendefinisikan gastritis
sebagai inflamasi mukosa gaster akut atau kronik. Pengertian yang lebih
lengkap dari gastritis yaitu peradangan lokal atau menyebar pada mukosa
lambung yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan
bakteri atau bahan iritan lain (Reeves, 2002).

Severance (2001) menyatakan walaupun banyak kondisi yang dapat


menyebabkan gastritis, gejala dan tanda-tanda penyakit ini sama antara satu

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


26

dengan yang lainnya. Gejala-gejala tersebut antara lain perih atau sakit seperti
terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk
ketika makan (abdominal cramping and pain), mual (nausea), muntah
(vomiting), kehilangan selera (loss of appetite), kembung (Belching or
bloating), terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan, dan kehilangan
berat badan (weight loss). Gastritis yang terjadi tiba-tiba (akut) biasanya
mempunyai gejala mual dan rasa nyeri seperti terbakar (burning pain) atau
rasa tidak nyaman pada perut bagian atas, sedangkan gastritis kronis yang
berkembang secara bertahap biasanya menimbulkan gejala seperti sakit yang
ringan (dull pain) pada perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan
selera setelah makan beberapa gigitan.

Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor agresif


(asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa).
Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-
obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan substansi erosif,
merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat mengancam
ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat menimbulkan gejala berupa nyeri,
sakit, atau ketidaknyamanan yang terpusat pada perut bagian atas (Brunner,
2000).

Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh
berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya,
seperti asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan
faktor eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat
merusak integritas epitel mukosa lambung, misalnya Helicobacter pylori.
Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat melindungi integritas
mukosanya,yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif meliputi
produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran
penting baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa
lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja mentransport ion untuk
memelihara pH intraseluler dan produksi asam bikarbonat serta sistem

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


27

mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama yang


menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan memberikan
suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek
toksik metabolik yang merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai
akibat dari mekanisme pelindung ini hilang atau rusak, sehingga dinding
lambung tidak memiliki pelindung terhadap asam lambung (Prince, 2005).

Tanda dan gejala berupa sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium,
mual, kembung dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering
muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan
melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan.
Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, tanpa riwayat penggunaan
obat-obatan atau bahan kimia tertentu (Suyono, 2001).

Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi,


ketidaknyamanan abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan
dapat terjadi muntah, serta cegukan beberapa pasien adalah asimtomatik, kolik
dan diare dapat terjadi jika makanan pengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi jika
sudah mencapai usus besar, pasien biasanya sembuh kira-kira dalam sehari
meskipun nafsu makan kurang atau menurun selama 2 sampai 3 hari (Ester,
2001).

Komplikasi gastritis menurut Hirlan dalam Suyono (2001), komplikasi yang


timbul pada gastritis, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)
berupa hematemesis dan melena, berakhir dengan syok hemoragik, terjadi
ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi. Jika dibiarkan tidak
terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus peptikum dan pendarahan
pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko
kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada
dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung (Prince,
2005).Kebanyakan kanker lambung adalah adenocarcinoma, yang bermula
pada sel-sel kelenjar dalam mukosa. Adenocarcinoma tipe 1 biasanya terjadi

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


28

akibat infeksi Helicobacter pylori. Kanker jenis lain yang terkait dengan
infeksi akibat Helicobacter pylori adalah MALT (mucosa associated lyphoid
tissue) lymphomas, kanker ini berkembang secara perlahan pada jaringan
sistem kekebalan pada dinding lambung. Kanker jenis ini dapat disembuhkan
bila ditemukan pada tahap awal (Anonim, 2010).

Penatalaksanaan gastritis menurut Hirlan dalam Suyono (2001),


penatalaksanaan untuk gastritis akut adalah dengan menghilangkan
etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan sering. Gastritis kronis
diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat, mengurangi dan
memulai farmakoterapi.

2.4. Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas Pada Lansia dengan


Gastritis
Strategi intervensi keperawatan komunitas dalam praktik keperawatan yang
digunakan dalam implementasi ini adalah proses kelompok. Proses kelompok
adalah suatu bentuk intervensi keperawatan komunitas yang dilakukan
bersama dengan masyarakat melalui pembentukan peer atau sosial support
berdasarkan kondisi dan kebutuhan masyarakat (Stanhope & Lancaster,
2000).
2.4.1. Dukungan sosial
Pierce (dalam Kail dan Cavanaug, 2000) mendefinisikan dukungan sosial
sebagai sumber emosional, informasional atau pendampingan yang
diberikan oleh orang- orang disekitar individu untuk menghadapi setiap
permasalahan dan krisis yang terjadi sehari- hari dalam kehidupan.
Diamtteo (1991) mendefinisikan dukungan sosial sebagai dukungan atau
bantuan yang berasal dari orang lain seperti teman, tetangga, teman kerja
dan orang- orang lainnya.

Gottlieb (dalam Smet, 1994) menyatakan dukungan sosial terdiri dari


informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau
tindakan yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


29

manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihah penerima. Sarafino


(2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu pada memberikan
kenyamanan pada orang lain, merawatnya atau menghargainya. Pendapat
senada juga diungkapkan oleh Saroson (dalam Smet, 1994) yang
menyatakan bahwa dukungan sosial adalah adanya transaksi interpersonal
yang ditunjukkan dengan memberikan bantuan pada individu lain, dimana
bantuan itu umunya diperoleh dari orang yang berarti bagi individu yang
bersangkutan. Dukungan sosial dapat berupa pemberian infomasi, bantuan
tingkah laku, ataupun materi yang didapat dari hubungan sosial akrab yang
dapat membuat individu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai.
2.4.2. Faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan sosial
Menurut Stanley (2007), faktor- faktor yang mempengaruhi dukungan
sosial adalah sebagai berikut :
a. Kebutuhan fisik
Kebutuhan fisik dapat mempengaruhi dukungan sosial. Adapun
kebutuhan fisik meliputi sandang, pangan dan papan. Apabila seseorang
tidak tercukupi kebutuhan fisiknya maka seseorang tersebut kurang
mendapat dukungan sosial.
b. Kebutuhan sosial
Dengan aktualisasi diri yang baik maka seseorang lebih kenal oleh
masyarakat daripada orang yang tidak pernah bersosialisasi di
masyarakat. Orang yang mempunyai aktualisasi diri yang baik
cenderung selalu ingin mendapatkan pengakuan di dalam kehidupan
masyarakat. Untuk itu pengakuan sangat diperlukan untuk memberikan
penghargaan.
c. Kebutuhan psikis
Dalam kebutuhan psikis pasien pre operasi di dalamnya termasuk rasa
ingin tahu, rasa aman, perasaan religius, tidak mungkin terpenuhi tanpa
bantuan orang lain. Apalagi jika orang tersebut sedang menghadapi
masalah baik ringan maupun berat, maka orang tersebut akan cenderung
mencari dukungan sosial dari orang- orang sekitar sehingga dirinya
merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


30

2.4.3. Klasifikasi Dukungan sosial


Menurut Sheridan dan Radmacher (1992), Sarafino (1998) serta Taylor
(1999); membagi dukungan sosial kedalam 5 bentuk, yaitu
a. Dukungan instrumental (tangible or instrumental support)
Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat
memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian
barang, makanan serta pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat
mengurangi kecemasan karena individu dapat langsung memecahkan
masalahnya yang berhubungan dengan materi. Dukungan instrumental
sangat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dianggap dapat
dikontrol.
b. Dukungan informasional (informational support)
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, pengetahuan,
petunjuk, saran atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu.
Jenis informasi seperti ini dapat menolong individu untuk mengenali
dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.
c. Dukungan emosional (emotional support)
Bentuk dukungan ini melibatkan rasa empati, ada yang selalu
mendampingi, adanya suasanya kehangatan, dan rasa diperhatikan
akan membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin,
diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial sehingga
individu dapat menghadapi masalah dengan lebih baik. Dukungan ini
sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat
dikontrol.
d. Dukungan pada harga diri (esteem support)
Bentuk dukungan ini berupa penghargaan positif pada individu,
pemberian semangat, persetujuan pada pendapat individu dan
perbandingan yang positif dengan individu lain. Bentuk dukungan ini
membantu individu dalam membangun harga diri dan kompetensi.
e. Dukungan dari kelompok sosial (network support)
Bentuk dukungan ini akan membuat individu merasa menjadi anggota
dari suatu kelompok yang memiliki kesamaan minat dan aktivitas

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


31

sosial dengan kelompok. Dengan begitu individu akan memiliki


perasaan senasib.
2.4.4. Cakupan dukungan sosial
Menurut Saranson (1983) yang dikutip oleh Kuntjoro (2002), dukungan
sosial itu selalu mencakup 2 hal yaitu ;
a. Jumlah sumber dukungan sosial yang tersedia
Merupakan persepsi individu terhadap sejumlah orang yang dapat
diandalkan saat individu membutuhkan bantuan (pendekatan
berdasarkan kuantitas).
b. Tingkat kepuasan akan dukungan sosial yang diterima
Tingkatan kepuasan akan dukungan sosial yang diterima berkaitan
dengan persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi
(pendekatan berdasarkan kualitas).
2.4.5. Sumber- sumber dukungan sosial
Menurut Rook dan Dootey (1985) yang dikutip oleh Kuntjoro (2002), ada
2 sumber dukungan sosial yaitu sumber artifisial dan sumber natural.
a. Dukungan sosial artifisial
Dukungan sosial artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke
dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat
bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial.
b. Dukungan sosial natural
Dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi
sosial dalam kehidupanya secara spontan dengan orang- orang yang
berada di sekitarnya, misalnya anggota keluarga (anak, isteri, suami
dan kerabat), teman dekat atau relasi. Dukungan sosial ini bersifat non
formal.
2.4.6. Bentuk dukungan sosial
Menurut Kaplan and Saddock (1998), adapun bentuk dukungan sosial
adalah sebagai berikut ;
a. Tindakan atau perbuatan
Bentuk nyata dukungan sosial berupa tindakan yang diberikan oleh
orang disekitar pasien, baik dari keluarga, teman dan masyarakat.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


32

b. Aktivitas religius atau fisik


Semakin bertambahnya usia maka perasaan religiusnya semakin
tinggi. Oleh karena itu aktivitas religius dapat diberikan untuk
mendekatkan diri pada Tuhan .
c. Interaksi atau bertukar pendapat
Dukungan sosial dapat dilakukan dengan interaksi antara pasien
dengan orang- orang terdekat atau di sekitarnya, diharapkan dengan
berinteraksi dapat memberikan masukan sehingga merasa diperhatikan
oleh orang di sekitarnya.
2.4.7. Aktifitas dalam kelompok dukungan sosial sebagai berikut.
2.4.7.1. Pendidikan Kesehatan
Adalah kombinasi dari pengalaman belajar yang direncanakan
berdasarkan teori yang diberikan individu, kelompok dan masyarakat
kesempatan untuk memperoleh informasi dan keterampilan agar dapat
mengambil keputusan terhadap masalah kesehatannya (Wurzbach, 2004
dalam Edelmen & Mandle (2006). Proses ini melibatkan beberapa
komponen kunci; pertama pendidikan kesehatan melibatkan
penggunaan strategi mengajar belajar, yang kedua peserta didik
mengambil keputusan untuk membuat perubahan yang akan dilakukan
dan yang ketiga pendidikan kesehatan berfokus pada perubahan
perilaku untuk meningkatkan status kesehatan.

Tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk membantu individu,


keluarga dan komunitas mencapai, melalui tindakan mereka sendiri dan
inisiatif, agar status kesehatannya optimal. Pendidikan kesehatan akan
membangkitkan hal positif, menginformasikan perilaku gaya hidup
dalam mencegah penyakit akut dan kronis, mengurangi
ketidakmampuan dan membuat lebih sehat. Selain itu tujuan pendidikan
kesehatan adalah akan membantu keberhasilan perubahan perilaku
melalui pemberdayaan ( Anderson, Ward & Hatton, 2004).

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


33

Pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan


dan mengurangi disabilitas serta mengaktualisasikan potensi kesehatan
yang dimiliki oleh individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat
(Swanson & Nies, 1997). Pendidikan kesehatan dapat dikatakan efektif
apabila dapat menghasilkan perubahan pengetahuan, menyempurnakan
sikap, meningkatkan ketrampilan, dan bahkan mempengaruhi
perubahan di dalam perilaku atau gaya hidup individu, keluarga, dan
kelompok (Pender, Murdaugh, & Parsons, 2002).

Perubahan perilaku kesehatan berhubungan dengan pendidikan


kesehatan yang akan membantu mencegah sakit dan ketidakmampuan.
Dua tujuan utama dalam pendidikan kesehatan dan konseling merubah
perilaku kesehatan dan memperbaiki status kesehatan. Pendidikan
kesehatan dan konseling kesehatan merupakan dua hal yang saling
mendukung ( Edelmen & Mandle, 2006).

Evaluasi pelaksanaan pendidikan kesehatan harus dilakukan evaluasi


dengan mengacu kepada keberhasilan tujuan pembelajaran, seluruh
domain yang akan dinilai yaitu dengan menggunakan tulisan atau
bertanya, demonstrasi, obeservasi, catatan perorangan atau self
monitoring (Edelmen & Mandle, 2006).
2.4.7.2. Dinamika kelompok
Bentley (1997) menyampikan dinamika kelompok adalah suatu metode
dan proses yang bertujuan meningkatkan nilai-nilai kerjasama
kelompok. Artinya metode dan proses dinamika kelompok ini berusaha
menumbuhkan dan membangun kelompok, yang semula terdiri dari
kumpulan individu-individu yang belum saling mengenal satu sama
lain, menjadi satu kesatuan kelompok dengan satu tujuan, satu norma
dan satu cara pencapaian berusaha yang disepakati bersama.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


34

Pertumbuhan kelompok melalui beberapa fase, yaitu: fase performing (fase


berprestasi), fase norming (fase pembentukan norma), fase storming (fase
peralihan), dan forming (fase kekelompokan).

Tujuan dinamika kelompok yang diinginkan untuk setiap kelompok


dalam organisasi berfungsi: (a) Sebagai lumbung dari ide yang ingin
dilaksanakan.(b) Sebagai ikatan jiwa antara anggota kelompok.(c)
Menjadi sasaran dan sumber dari konsep perencanaan kerja. (d)
Menjadi motivasi dalam mengadakan persaingan/aktivitas.(e) Menjadi
perangsang untuk mendapatkan kepuasan kerja. (f) Menjadi arah yang
tetap dalam menjalankan tugas kelompok.

Lewin (1940) menyodorkan tiga tahap pembaharuan perilaku kelompok,


yaitu (1) tahap unfreezing, (2) moving, (3) refreezing. Oleh karena itu,
upaya yang dapat dilaksanakan ialah adanya regulasi proses feed-back
melalui optimalisasi Team Building. Tim building adalah suatu metoda
yang dirancang untuk membantu kelompok-kelompok untuk dapat
berperilaku secara lebih efektif dengan mengevaluasi dan meningkatkan
struktur, proses, kepemimpinan, komunikasi, resolusi konflik dan kepuasan
para anggota kelompok secara umum.

2.5. Peran dan Fungsi Spesialis Komunitas


Spesialis berperan sebagai care provider, advocate, educator, counselor,
case manager, consultan, reseacher, collaburator dan liaison ditatanan
komunitas ( Helvie, 1998 ; Hitchock, Scubert & Thomas, 1999).
Berikut ini dijelaskan masing-masing peran tersebut.
2.5.1 Care provider
Spesialis komunitas sebagai care provider yaitu memberikan asuhan
keperawatan kepada individu, keluarga dan komunitas secara langsung
menggunakan prinsip pencegahan primer, sekunder dan tertier. Spesialis
komunitas memberikan asuhan kepada lansia, keluarga maupun kelompok
lansia gastritis baik dalam upaya preventif dan promotif dengan
memberikan pendidikan kesehatan tentang perubahan lambung lansia

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


35

dikaitkan dengan pola makan, diit lambung bagi lansia dengan gastritis
dalam upaya pencegahan kekambuhan gastritis. Memberikan perawatan
langsung pada lansia dengan manageman stress menggunakan tehnik
relaksasi progresif, konseling stress dan modifikasi perilaku. Sedangkan
dalam perawatan terhadap nyeri yang dirasakan lansia dengan guide
imagery, akupresur, dan kompres hangat.
2.5.2. Advocate
Peran sebagai advocate ditunjukkan oleh spesialis komunitas yang tanggap
terhadap kebutuhan keluarga, kelompok lansia dengan gastritis dan mampu
mengkomunikasikan kebutuhan tersebut kepada pemberi pelayanan
puskesmas sampai dengan tatanan dinas kesehatan. Spesialis komunitas
mampu menggunakan sumber atau dukungan yang tersedia di masyarakat
seperti Lembaga Lansia Indonesia (LLI), BP2KB, Posbindu, PKK, Satgas
RW siaga kelurahan dan membantu keluarga dan kelompok lansia dengan
gastritis mengambil keputusan guna mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya melalui kegiatan kelompok dan perawatan dirumah.
2.5.3.Educator
Spesialis komunitas memiliki tanggungjawab sebagai pendidik kepada
individu, keluarga dan kelompok lansia gastritis. Pemberian informasi dapat
dilakukan oleh spesialis komunitas sesuai dengan tingkat kemampuan
masyarakat ( Stanhope & Lancaster, 2000), fokus dan isinya meliputi
peningkatan kesehatan lansia gastritis, pencegahan penyaki gastrititis,
dampak penyakit gastritis dan dinamika keluarga. Spesialis Keperawatan
komunitas mampu memberikan pendidikan kesehatan tentang gastritis dan
perawatannya, diet lambung untuk penderita gastritis, manageman stress
pada lanjut usia.
2.5.4. Counselor
Spesialis komunitas dapat mendengarkan keluhan klien secara obyektif,
memberikan umpan balik dan informasi serta membantu klien melalui
proses pemecahan masalah dan mengidentifikasi sumber yang dimiliki oleh
klien (ICN, 2002). Spesialis komunitas memberikan bantuan secara
profesional untuk mengatasi masalah psikologis lansia gastritis melalui

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


36

konseling keluarga dengan metode yang disesuaikan dengan kesulitan


masalah yang dihadapi lansia sampai menemukan solusi pemecahan
masalah, sehingga sumber stress terpecahkan.
2.5.5. Case manager
Spesialis keperawatan komunitas dapat mengkaji secara menyeluruh dan
mengidentifikasi kebutuhan kesehatan lansia gastritis sampai ditemukan
masalah kesehatan, merancang rencana keperawatan untuk pemenuhan
kebutuhan lansia gastritis, mengawasi dan mengevaluasi dampak terhadap
pelayanan yang diberikan pada lansia dengan gastritis. Spesialis komunitas
menunjukkan kemampuan dalam mengidentifikasi sumber yang ada di
komunitas dalam menyelesaikan lansia gastritis seperti, memotivasi dan
melakukan koordinasi dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan
pada kelompok lansia gastritis pada komunitas dan keluarga dengan
membentuk posbindu dan kelompok pendukung.
2.5.6. Consultant
Spesialis komunitas membantu klien untuk memahami dan membantu
komunitas dalam mengambil keputusan yang tepat. Spesialis keperawatan
komunitas perlu bertindak sebagai konsultan bagi perawat yang lain,
profesional lain dalam memberikan informasi dan bantuan dalam membantu
mengatasi masalah gastritis pada lansia. Konsultasi perawatan dapat
diakukan pada individu, keluarga, kelompok dan masayarakat terhadap
masalah lansia gastritis dan mengambil keputusan yang bijakan sesuai
dengan fasilitas dan sumber yang dimiliki masyarakat.
2.5.7. Reseacher
Peran sebagai peneliti ditunjukkan spesialis komunitas dengan berbagai
aktivitas penelitian yang berkaitan dengan lansia gastritis, mengaplikasikan
hasil riset tentang penanganan gastritis pada lansia dalam praktik
keperawatan, mengumpulkan data penelitian lansia gastritis, merancang dan
mendesiminasikan hasil penelitian lansia dengan gastritis yang telah
dilakukan. Spesialis komunitas dapat mengidentifikasi masalah,
mengumpulkan data, analisis data, intreprestasi data, mengaplikasikan
penemuan, mengevaluasi, mendesain dan menerapkan hasil temuan yang

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


37

berkaitan dengan gastritis dan pengembangan serta perbaikan praktik


keperawatan komunitas.
2.5.8. Collaburator
Peran sebagai collaburator dapat dilaksanakan antara spesialis komunitas
dengan lansia gastritis, tim kesehatan serta pihak terkait dalam memberikan
pelayanan kesehatan komunitas secara komprehensif. Spesialis komunitas
dapat berpartisipasi dalam kerjasama membuat keputusan kebijakan
pembentukan posbindu, berkomunikasi dengan pemegang program lansia,
berpartisipasi dalam kerjasama melaksanakan tindakan untuk
menyelesaikan masalah lansia gastritis. Spesialis komunitas harus
melakukan komunikasi secara efektif dengan puskesmas terutama
pemegang program lansia dalam melakukan implementasi dalam
menyelesaikan masalah lansia gastritis.
2.5.9. Liaison
Spesialis komunitas sebagai penghubung membantu mempertahankan
kontinuitas diantara petugas profesional dan non profesional. Spesialis
komunitas mampu merujuk permasalahan lansia gastritis kepada sarana
pelayanan kesehatan serta sumber yang ada di masyarakat, seperti
puskesmas, rumah sakit, tokoh agama, tokoh masyarakat (Alender &
Spradley, 2000). Spesialis komunitas melakukan rujukan ke sarana
pelayanan kesehatan apabila ditemukan permasalahan yang kompleks dan
memerlukan perawatan intensif di rumah sakit seperti ulkus peptikum
dengan komplikasi perdarahan pada lambung.

2.6. Teori dan Model Konseptual dalam Praktik Keperawatan Komunitas


Teori dan model konseptual pada tatanan praktek keperawatan komunitas
diperlukan sebagai panduan dalam melakukan asuhan keperawatan
komunitas khususnya pada aggregate lansia dengan gastritis. Penulis akan
menguraikan tentang teori manajemen keperawatan komunitas, model
community as partner, model konsekuensi fungsional dan family center
nursing yang mendasari praktik keperawatan komunitas pada aggregatte
lansia dengan masalah gastritis.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


38

2.6.1. Teori Manajemen Keperawatan


Manajemen keperawatan adalah suatu tugas khusus yang dilaksanakan
oleh perawat komunitas untuk merencanakan, mengorganisasikan,
mengarahkan serta mengawasi sumber-sumber yang ada, baik sumber
daya maupun dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan
yang efektif baik , keluarga dan masyarakat (Gillies, 2000). Marquis dan
Hutson (2003) menyampaikan sistem manajemen pelayanan keperawatan
sebaiknya dilakukan secara efektif, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
masyarakat. Pelaksanaan pelayanan keperawatan yang komprehensif dapat
dilakukan melalui penerapan manajemen keperawatan yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan.
2.6.1.1. Perencanaan
Swanburg (2000) menyampaikan perencanaan merupakan fungsi dasar
managemen. Perencanaan sangat penting untuk pembuatan keputusan,
pemecahan masalah dan perubahan efektif yang direncanakan. Aktivitas
yang dilakukan selama perencanaan adalah analisis, pengkajian suatu
sistem, penyusunan tujuan jangka panjang (strategi) dan jangka pendek
(operasional) serta memprioritaskan aktivitas termasuk alternatif.

Swanburg (2000) menyatakan perencanaan adalah kunci bagian dari


keperawatan yang memberikan arah, keterpaduan dan kepercayaan.
Unsur pokok dalam perencanaan adalah visi dan misi, atau tujuan umum,
filisofi, tujuan khusus dan rencana operasional. Perencanaan menerapkan
pemikiran khusus, berguna dan tujuan realistis yang kan mencerminkan
strategi dan operasional rencana managemen keperawatan yang akan
merinci kegiatan yang akan dilaksanakan, data target atau kerangka
waktu pencapaian, orang yang bertanggungjawab untuk mencapainya
dan strategi untuk pencapaian dalam aspek tehnik, ekonomi, sosial dan
politik. Rencana operasional akan memiliki sistem kontrol untuk
memantau penampilan dan memberikan umpan balik.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


39

2.6.1.2. Pengorganisasian
Urwick dalam Swanburg (2000) menyatakan bahwa pengorganisasian
adalah proses membuat suatu mesin. Pengorganisasian adalah
pengelempokkan aktivitas-aktivitas untuk mencapai obyektif, penugasan,
suatu kelompok dan menentukan cara dari pengorganisasian aktivitas
yang tepat dengan unit lainnya, baik secara vertikal maupun horisontal,
yang bertanggungjawab untuk mencapai onjektif organisasi.

Marquis dan Hustson (2003) menyampaikan fungsi pengorganisasian


adalah proses yang menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah
dirumuskan dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur
organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan organisasi
yang kondusif, dan dapat memastikan bahwa semua pihak dalam
organisasi dapat bekerja secara efektif dan efisien guna pencapaian
tujuan organisasi.

Pengorganisasian dalam pembagian kerja dalam suatu manajemen


pelayanan dapat digambarkan sebagai suatu birokrasi dalam suatu
struktur kerja. Weber; dalam Marquis dan Huston (2000) memberikan
karakteristik pembagian struktur kerja suatu organisasi adalah: (1)
adanya pembagian ketenagaan yang jelas, seperti individu dibagi
kedalam suatu unit yang menggambarkan kompetensi yang dimiliki
individu tersebut; (2) adanya struktur hirarki organisasi yang
menggambarkan jalur birokrasi dari atas dan ke bawah serta tentang
promosi jabatan; (3) adanya uraian tugas dan fungsi masing-masing
elemen yang ada dalam suatu organisasi; (4) adanya prosedur atau aturan
dalam bekerja; dan (5) adanya seleksi tenaga yang sesuai dan kompeten
dalam bidangnya serta adanya promosi bidang yang jelas.
2.6.1.3. Pengarahan
Marquis dan Hustson (2006) menyatakan pengarahan merupakan fungsi
manajemen yang menstimulir tindakan-tindakan agar betul-betul
dilaksanakan. Oleh karena tindakan-tindakan itu dilakukan oleh orang,

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


40

maka pengarahan meliputi pemberian perintah-perintah dan motivasi


pada personalia yang melaksanakan perintah-perintah tersebut.
Pengarahan (leading) adalah untuk membuat atau mendapatkan para
karyawan untuk melakukan apa yang diinginkan, dan harus mereka
lakukan. Dikenal sebagai leading, directing, motivating atau actuating.

Fungsi pengarahan dan implementasi adalah proses implementasi


program agar dapat dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta
proses memotivasi agar semua pihak tersebut dapat menjalankan
tanggungjawabnya dengan penuh kesadaran dan produktifitas yang
tinggi. Kegiatan dalam Fungsi Pengarahan dan Implementasi yaitu
mengimplementasikan proses kepemimpinan, pembimbingan, dan
pemberian motivasi kepada tenaga kerja agar dapat bekerja secara efektif
dan efisien dalam pencapaian tujuan, memberikan tugas dan penjelasan
rutin mengenai pekerjaan, menjelaskan kebijakan yang ditetapkan.
2.6.1.4. Pengawasan
Fungsi pengawasan pada dasarnya mencakup empat unsur yaitu:
penetapan standar pelaksanaan, penentuan ukuran-ukuran pelaksanaan,
pengukuran pelaksanaan nyata dan membandingkannya dengan standar
yang telah ditetapkan, dan pengambilan tindakan koreksi yang diperlukan
bila pelaksanaan menyimpang dari standar.

Swanburg (2000) menyatakan pengendalian/pengawasan adalah proses


mengarahkan seperangkat variable/unsure (manusia, peralatan, mesin,
organisasi) kearah tercapainya suatu tujuan atau sasaran manajemen.
Pengendalian dan pengawasan diperlukan untuk mengetahui apakah
pelaksanaan suatu kegiatan dalam organisasi sesuai dengan rencana dan
tujuan yang telah digariskan atau ditetapkan. Pengawasan (controlling)
merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu
organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai
fungsi pengawasan. Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu
kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


41

berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi


tercapai. Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan itu
dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya.
2.6.2. Model Community As Partner dalam Asuhan Keperawatan Komunitas
Model pengkajian yang akan dikembangkan pada aggregate lansia dengan
gastritis adalah aplikasi dari community as partner yang dikembangkan oleh
Anderson dan McFarlane dari teori Betty Neuman (Anderson & McFarlane,
2004). Model ini lebih berfokus pada perawatan kesehatan masyarakat
adalah praktek, keilmuan, dan metodenya melibatkan masyarakat untuk
berpartisipasi penuh dalam meningkatkan kesehatannya. Pada pengkajian
model ini mempunyai dua komponen utama yaitu core dan subsistem.

Anderson dan McFarlane (2004) menyampaikan Model community as


partner terdapat dua faktor utama yaitu fokus pada komunitas sebagai mitra
dan proses keperawatan. Pada pengkajian komunitas terdapat core dan 5
(delapan) subsistem dari masyarakat. Core yang terdiri dari demografi,
statistik vital. Di dalam inti komunitas terdiri dari data demografi seperti
umur, jenis kelamin, suku, agama, pekerjaan lansia sedangkan statistik vital
adalah angka kejadian kesakitan dan kematian lansia gastritis di wilayah
puskesmas Tugu. Sedangkan pada subsistem terdapat lingkungan fisik yang
dikaji adalah mobilitas geografi keluarga, pelayanan kesehatan meliputi
jenis pelayanan kesehatan dan jaminan pelayanan kesehatan yang dimiliki
lansia, ekonomi : jenis pekerjaan, jumlah penghasilan, sumber penghasilan.
Untuk vaiabel transportasi adalah jarak dan alat transposrtasi untuk
mencapai pelayanan kesehatan dan rekreasi terdiri atas kesadaran rekreasi,
jenis rekreasi dan keikutsertaan keluarga dalam rekreasi.
2.6.3. Model konsekuensi fungsional
Miller (2005) menyampaikan konsekuensi fungsional adalah efek-efek dari
tindakan-tindakan, faktor-faktor resiko, dan perubahan terkait usia.
Tindakan-tindakan termasuk intervensi-intervensi oleh keluarga, perawat
dan pemberi perawatan lainnya.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


42

Faktor-faktor risiko bisa dari lingkungan atau pengaruh dari fisiologis dan
psikologi dengan keadaan sosial lansia. Akibat konsekuensi fungsional
positif adalah ketika lansia berada pada kondisi kesehatan yang paling tinggi
dan jumlah ketergantungan paling sedikit. Sebaliknya yang negatif adalah
ketika mengganggu tingkat berfungsi atau kualitas atau meningkatkan
ketergantungan kehidupan lansia. Ketergantungan terhadap orang lain
menyebabkan lansia membutuhkan dukungan orang lain dalam
kehidupannya.

Miller (2005) mengemukakan konsekuensi fungsional yang negatif secara


khas terjadi disebabkan oleh perubahan terkait dengan usia dan faktor-faktor
resiko. Kondisi lain juga bisa disebabkan efek dari intervensi. Konsekuensi
fungsional yang positif adalah suatu kondisi yang disebabkan intervensi
yang baik. Perubahan terkait usia dan faktor-faktor resiko adalah konsep-
konsep krusial untuk teori konsekuensi fungsional.

Perubahan terkait dengan menua pada sistem pencernaan antara lain


penurunan sekresi lambung, volume lambung menurun, hilangnya elastisitas
dinding lambung dan usus, penurunan sensasi, motilitas lambung menurun.
Konsekuensi negatif pada lambung antara lain penurunan penyerapan zat
besi, asam folat, kalsium dan vitamin B 12. Malnutrisi dan dehidrasi,
penurunan memperoleh, mempersiapkan, mengkonsumsi dan menikmati
makanan. Pada faktor risiko : tidak adanya gigi, penurunan sensai dan bau,
faktor-faktor yang mengganggu kemampuan memperoleh, mempersiapakan
dan mengkonsumsi dan menikmati makanan.

2.6.4. Model Family Center Nursing


Friedman (1998) menyatakan bahwa praktek keluarga sebagai pusat
keperawatan (family-centered nuring) didasarkan bahwa keluarga adalah
unit dasar untuk perawatan individu dari anggota keluarga dan dari unit
yang lebih luas. Keluarga adalah unit dasar dari masyarakat, dan merupakan
lembaga sosial yang paling banyak memiliki efek-efek yang paling

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


43

menonjol terhadap anggotanya. Pada teori ini mempertimbangkan faktor


sosial, ekonomi, politik dan budaya ketika melakukan pengkajian dan
perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan keluarga.

Dalam pengkajian ditekankan pada sosikultural, struktur dan fungsi


keluarga secara menyeluruh dan terintegrasi. Nilai-nilai yang dianut
keluarga seperti pola makan, penyimpanan makanan dan penggunaan obat.
Pada fungsi keluarga antara lain perawatan kesehatan, fungsi afektif dan
fungsi sosialisasi. Pada pengkajian ini lebih menekankan sistem pendukung
dalam keluarga yang berasal dari keluarga maupun masyarakat sekitar
lansia. Ini didapatkan dari hasil pengkajian terhadap lima fungsi keluarga
dalam mengenal masalah, mengambil keputusan, melakukan perawatan,
melakukan modifikasi perilaku dan menggunakan fasilitas kesehatan yang
ada.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


BAB 3
KERANGKA KERJA DAN PROFIL WILAYAH

Bab ini akan menjelaskan tentang framework atau kerangka konsep manajemen
pelayanan dan asuhan keperawatan komunitas dengan menggunakan integrasi
teori manajemen, community as partner, model kensekuensi fungsional dan
family centered nursing dalam mencegah kekambuhan lansia dengan gastritis.
Selanjutnya akan dibahas juga tentang profil wilayah Kelurahan Tugu yang telah
di intervensi dengan kelompok pendukung dalam mencegah kekambuhan gastritis
pada lansia.

3.1. Kerangka Kerja


Kerangka kerja pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan pada aggregate
lansia dengan gastritis di wilayah Kelurahan Tugu menggunakan pendekatan
integrasi manajemen pelayanan kesehatan komunitas, community as partner
model, model kensekuensi fungsional dan family center nursing model.
Program inovasi yang dilakukan untuk melakukan pencegahan gastritis pada
lansia adalah dengan membentuk kelompok pendukung. Kelompok
pendukung ini berfungsi memberikan dukungan terhadap lansia gastritis dan
keluarganya.

Praktik keperawatan komunitas yang dilaksanakan pada aggregate lansia


dengan gastritis tergambar dalam diagram berikut ini:

44 Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


45

Gambar 3.1. Kerangka Kerja Penyelesaian Masalah Lansia dengan Gastritis dengan Intervensi Kelompok Pendukung di Kelurahan Tugu

INPUT PROSES OUTPUT

Managemen Pelayanan Managemen pelayanan  Terbentuknya


 Perencanaan : visi dan misi, Komunitas kelompok pendukung
tujuan, peraturan  Wadah Kegiatan kelompok  Terbentuknya posbindu
 Pengorganisasian : Struktur pendukung  Peningkatan
organisasi, job diskripsi
 Struktur organisasi dan tugas, pengetahuan sikap dan
 Pengarahan: penjadwalan,
motivasi, supervisi
kewenangan ketrampilan kelompok
 Pengontrolan: monitor dan  Supervisi, pengarahan dan pendukung dalam
evaluasi bimbingan mencegah kekambuhan
 Monitor dan evaluasi gastritis
Community as partner
 Core: demografi dan statisik Masalah
keperawatan Asuhan Keperawatan keluarga Meningkatnya
vital
 5 Subsistem: lingkungan fisik pada aggregat Kelompok  Konseling pengetahuan, sikap dan
lansia, pelayanan kesehatan, lansia dengan Pendukung  Modifikasi perilaku ketrampilan keluarga
ekonomi, transportasi dan gastritis g  Demontrasi keperawatan dalam mencegah
rekreasi langsung : relaksasi progresif, kekambuhan gastritis
Model Konskuensi Fungsional guide imagery, kompres
 Perubahan yang berhubungan hangat
dengan proses menua
 Konsekuensi negatif pada
lambung
Meningkatnya pengetahuan
 Faktor risiko yang memperberat Asuhan Keperawatan Komunitas sikap, ketrampilam lansia
 Pendidikan Kesehatan gastritis dalam mencegah
 Demostrasi relaksasi autogenik kekambuhan gastritis
Family Center Nursing
 Sosiokultural
 Struktur keluarga
 Fungsi keluarga

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


46

Kerangka konsep gambar 3.1. merupakan gabungan dari model manajemen


pelayanan kesehatan komunitas, model community as partner, model family
center nursing, dan model konsekuensi fungsional.

Kerangka kerja manajemen pelayanan kesehatan dilakukan dengan


mengidentifikasi fungsi manajemen pelayanan, yaitu pembentukan kelompok
pendukung, perekrutan calon anggota, struktur organisasi, jobdiskripsi,
supervisi, pengarahan dan bimbingan serta monitor dan evaluasi pelaksanaan
kegiatan kelompok pendukung dan posbindu.

Pengkajian asuhan keperawatan menggunakan integrasi tiga teori dan model


keperawatan, yaitu model community as partner, model konsekuensi
fungsional, dan family center nursing. Model community as partner terdiri
komponen inti komunitas yaitu demografi dan vital statistik serta lima
subsistem. Pada variabel lima subsistem pengkajian dalam kerangka kerja
menggunakan variabel lingkungan fisik yang berada disekitar lansia,
pelayanan kesehatan yang digunakan dan diakses oleh lansia, ekonomi lansia,
transportasi yang digunakan lansia untuk mengakses pelayananan kesehatan
dan rekerasi yang dilakukan oleh lansia.

Variabel dari model family center nursing yang digunakan dalam pengkajian
keperawatan keluarga adalah sosiokultural keluarga, pelaksanaan struktur
keluarga, keberlangsungan fungsi keluarga. Variabel dari model konsekuensi
fungsional yang digunakan dalam pengkajian pada kerangka kerja adalah
perubahan yang berhubungan dengan proses menua, konsekuensi negatif pada
lambung, faktor risiko yang memperberat masalah pada lambung lansia.

Hasil pengkajian keperawatan komunitas baik manajemen pelayanan dan


asuhan keperawatan lansia gastritis tersebut kemudian dilakukan analisis data
untuk merumuskan permasalahan yang muncul pada lansia dengan gastritis.
Masalah pelayanan kesehatan dan masalah asuhan keperawatan mengacu

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


47

pada diagnosa NANDA 2009-2011 baik aktual, promosi kesehatan, risiko,


ataupun wellness lansia dengan gastritis.

Program intervensi kelompok pendukung dalam managemen pelayanan


dilakukan sosialisasi pembentukan terkait dengan tujuan dibentuknya
kelompok pendukung, perekrutan calon anggota, jobsdiskripsi, struktur
organisasi, supervisi, pengarahan dan bimbingan serta melakukan monitor
dan evaluasi terhadap kelompok pendukung. Anggota kelompok pendukung
terdiri dari kader yang aktif di masyarakat yang merupakan perwakilan RT.
Syarat anggota kelompok pendukung minimal berpendidikan
SLTA/sederajat, mampu mempengaruhi masyarakat, mampu menyampaikan
pesan kepada orang lain/terutama pada orang tua yang usianya lebih tua.
Anggota kelompok pendukung terdiri atas 12 orang kader yang aktif
dimasyarakat. Pembentukan posbindu berfungsi sebagai wadah dalam
kegiatan kelompok pendukung dan kader dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada lansia. Pelatihan kelompok pendukung melalui 8 kali
pertemuan.

Pada proses asuhan keperawatan keluarga kelompok pendukung mampu


melakukan pemantauan terhadap keluarga lansia dengan gastritis. Kelompok
pendukung memiliki buku cacatan sederhana terhadap masalah kesehatan
lansia dengan gastritis dan melakukan rujukan ke pelayanan kesehatan yang
terdekat seperti posbindu, puskesmas maupun rumah sakit. Buku cacatan
dilaporkan kepada posbindu setiap bulan dan dilakukan diskusi secara berkala
oleh kader untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan lansia dengan
gastritis. Pada asuhan keperawatan komunitas adalah melakukan pelayanan
kesehatan aggregat lansia dengan gastritis melaui posbindu, penyuluhan
kesehatan yang dilakukan oleh residen dan anggota kelompok pendukung
serta penyebarluasan leaflet dan poster di wilayah kelurahan Tugu.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


48

Evaluasi hasil pelaksanaan kegiatan kelompok pendukung pada tatanan


manageman pelayanan dengan terbentuknya kelompok pendukung dan
posbindu dengan tersusunan struktur organisasi kelompok pendukung, jadwal
kegiatan kelompok pendukung, supervisi dan evaluasi kegiatan. Evaluasi
pelaksanaan posbindu melalui lembar observasi terhadap pelayanan kepada
lansia melalui meja I sampai dengan meja V. Evaluasi terhadap pengetahuan,
sikap dan perilaku keluarga dilakukan melalui kunjungan keluarga dengan
lima tugas kesehatan keluarga, mampu mengenal masalah kesehatan, mampu
mengambil keputusan, mampu melakukan perawatan, mampu memodifikasi
lingkungan dan mampu menggunakan fasilitas kesehatan. Evaluasi pada
asuhan keperawatan komunitas dengan keterlibatan kelompok pendukung
dalam pendidikan kesehatan pada aggregat lansia dengan gastritis melalui pre
test dan post test terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku setalah dilakukan
pendidikan kesehatan dan demonstrasi.

3.2. Profil Wilayah Puskesmas Kelurahan Tugu

Kelurahan Tugu merupakan salah satu kelurahan yang berada pada wilayah
kerja Puskesmas Tugu Kecamatan Cimanggis Kota Depok dengan luas
wilayah kerja + 504.009 ha. Jumlah penduduk kelompok lanjut usia yang
berusia 45-64 terdapat 7.753 jiwa dan yang berusia > 65 tahun terdapat
2.851 jiwa. Jumlah penduduk miskin di wilayah Puskesmas Tugu adalah
3.286 kepala keluarga. Sarana kesehatan yang dimiliki dalam memberikan
pelayanan kesehatan kepada lansia terdapat 12 posbindu (Profil Puskesmas
Tugu, 2009).

Rata-rata pendidikan lansia adalah SD dan tidak memiliki pekerjaan tetap


yang dapat menopang kehidupan masa tuanya. Lansia yang tidak memiliki
penghasilan tetap menggantungkan kehidupannya kepada anak, orang lain
yang dekat dengannya, hal tersebut menjadi sumber stres dalam kehidupan
lansia, lansia juga terkadang hidup sendiri dan sangat tergantung dengan
orang lain. Bagi lansia yang sudah tua tidak bisa menyediakan keperluan

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


49

hidupnya seperti makan, pakaian karena kemunduran fisik yang dialaminya.


Hal tersebut merupakan faktor penyebab terjadinya gastritis pada lanjut usia
di Kelurahan Tugu.

Mayoritas penduduk Kelurahan Tugu adalah pendatang yang berasal dari


orang Jawa, dan Sumatra dan penduduk aslinya adalah Betawi. Kebanyakan
memiliki aktivitas bekerja sebagai pedagang, buruh pabrik dan karyawan
swasta. Usaha perdagangan yang dilakukan diantaranya adalah berjualan
makanan terutama makanan padang. Hampir disetiap jalan akses menuju
Kelurahan Tugu banyak pedagang masakan padang yang menyediakan
makanan serba pedas. Hal tersebut juga merupakan salah satu faktor
pendukung terjadinya kejadian gastritis pada lanjut usia. Penduduk asli
dengan budaya betawi memiliki budaya turun temurun dengan sering
meminum kopi setiap pagi dan ketan. Hal tersebut juga mendukung kejadian
gastritis pada lansia di Kelurahan Tugu.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


BAB 4

PELAYANAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA AGGREGATE


LANSIA DENGAN GASTRITIS DI KELURAHAN TUGU KECAMATAN
CIMANGGIS KOTA DEPOK

Pada bab ini menguraikan pelaksanaan managemen pelayanan yang terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan. Pelaksanaan
asuhan keperawatan komunitas dan keluarga yang meliputi kegiatan pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan evaluasi.

4.1 Pengelolaan Pelayanan Keperawatan Komunitas


4.1.1 Analisis sistuasi
4.1.1.1. Perencanaan
Visi dan misi dan tujuan program lansia di tingkat dinas kesehatan Kota
Depok mengacu pada visi, misi dan tujuan Dinas Kesehatan kota Depok.
Program yang dijalankan untuk lansia gastritis berdasarkan permasalahan
yang ditemukan di pelayanan kesehatan terutama puskesmas. Prevalensi
gastritis di Kota Depok cukup tinggi dan terus mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Penyakit gastritis merupakan penyakit tidak menular
yang dapat menimbulkan masalah bagi penderitannya. Pada tahun 2009
gastritis menempati urutan ke - 11 pola penyakit rawat jalan berumur 45-
64 tahun di puskesmas di Kota Depok, sedangkan pada umur lebih dari
65 tahun menempati urutan ke-16 (Profil Kesehatan Kota Depok, 2009).

Memperhatikan peningkatan prevalensi penyakit tidak menular dan


mortalitas yang diakibatkannya, WHO SEARO berkerjasama dengan
negara anggotanya mengembangkan program intervensi pencegahan dan
pengendalaian penyakit tidak menular, dan terpilih digunakan untuk pilot
studi pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular berbasis
masyarakat salah satunya adalah Indonesia (Departemen Kesehatan RI,
2008). Program pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular
berbasis masyarakat tersebut dalam bentuk pos pembinaan terpadu
penyakit tidak menular. Kota Depok mulai mengimplementasikan

50 Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


51

posbindu penyakit tidak menular tahun 2003-2005. Kegiatan dalam pos


pembinaan terpadu lansia antara lain deteksi dini faktor risiko yaitu
aktivitas fisik, indeks masa tubuh, pengukuran tekanan darah, memantau
kadar gula darah, kolesterol, aram urat.

Dinas kesehatan Kota Depok tahun 2009 telah mencanangkan enam


program utama posbindu yaitu : desiminasi dan informasi program
lansia, monitoring dan evaluasi posbindu, pelatihan kader posbindu
penyakit tidak menular, sosialisasi puskesmas santun lansia dan
pengadaan sarana dan prasarana cetak dan lansia kit dan pemetaan
penyakit tidak menular pada lansia. Meskipun demikian pencegahan dan
penanggulangan gastritis belum terintegrasi dalam keenam program yang
ada.

Pelaksanaan skrining kesehatan lansia dilaksanakan setiap bulan sekali


melalui kegiatan posbindu, akan tetapi lansia dengan keterbatasan fisik
tidak dapat berkunjung ke posbindu dan tidak semua lansia mau
berkunjung ke posbindu. Belum seluruh RW memiliki posbindu dan
Puskesmas mencanangkan posbindu dibentuk disetiap RW sehingga
terdapat wadah pelayanan kesehatan di masyarakat termasuk lansia
dengan gastritis. Sistem pelaporan belum mencantumkan keluhan yang
dirasakan lansia yang mengarah ke gastritis. Hal tersebut berdampak
belum tersediannya data yang akurat terkait dengan penderita gastritis di
wilayah Dinas Kesehatan Kota Depok. Pada profil kesehatan, data yang
ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Depok hanya berdasarkan
jumlah penderita gastritis yang berkunjung dan berobat di puskesmas,
belum mewakili keseluruhan lansia di wilayah kerja Dinas Kesehatan
Kota Depok.

Puskesmas Tugu sebagai penanggungjawab program posbindu telah


melaksanakan program yang ditetapkan dinas kesehatan. Program yang
dilakukan antara lain pembentukan posbindu lansia dan skrining penyakit

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


52

tidak menular pada lanjut usia, akan tetapi belum memasukkan gastritis
sebagai masalah yang harus diidentifikasi dan segera harus ditangani.
Kartu Menuju Sehat Lansia merupakan alat yang digunakan dan tidak
ada skrining untuk lansia dengan gastritis.

Perencanaan anggaran pelayanan kesehatan lansia oleh Dinkes Kota


Depok bersumber pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kota
Depok. Sumber dana penyelanggaraan pembinaan kesehatan lansia
sangat terbatas dan tidak mencukupi karena anggaran diutamakan untuk
kegiatan penyakit penyakit menular. Program promosi kesehatan
pencegahan dan penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular
terutama gastritis belum optimal dilaksanakan. Kegiatan masih berfokus
pada pengobatan di puskesmas, konseling secara individu saat melakukan
pemeriksaan kesehatan dampaknya tidak tersediannya data yang akurat
jumlah lansia yang mengalami gastritis di wilayah kota depok. Indikator
jangka pendek dan jangka panjang pencegahan dan penanggulangan
faktor risiko penyakit tidak menular termasuk gastritis belum ada. Hal ini
berdampak pada tidak jelasnya tujuan yang ingin dicapai.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perencanaan


program pencegahan dan penatalaksanaan penyakit tidak menular
termasuk gastritis dalam upaya preventif dan promotif belum
dilaksanakan secara optimal.

4.1.1.2. Pengorganisasian
Program pelayanan kesehatan lansia di Dinas Kesehatan Kota Depok
berada dibawah koordinasi bidang pelayanan kesehatan masyarakat
dengan penanggungjawab kegiatan dibawah seksi kesehatan keluarga.
Penanggungjawab program pelayanan kesehatan lansia di tingkat
puskesmas dipegang oleh seorang penanggungjawab program lansia yang
tugasnya bertanggungjawab atas semua pelaksanaan kegiatan posbindu
diwilayah kerja Puskesmas Tugu. Kader merupakan penanggungjawab

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


53

kegiatan posbindu di masyarakat yang dipilih oleh masyarakat dan


bersedia bekerja sosial untuk kepentingan masyarakat.

Penanggungjawab pembinaan kesehatan lansia di Puskesmas Tugu


memiliki peran ganda dan multifungsi karena juga menjadi
penanggungjawab program kegiatan yang lain. Peran ganda dan
multifungsi petugas kesehatan disebabkan adanya keterbatasan
sumberdaya manusia yang dimiliki Puskesamas Tugu, sehingga
penyelenggaraan kegiatan manageman layanan lansia belum optimal.

Peran dan fungsi kader memberikan pelayanan kesehatan kepada lansia


belum optimal. Hal ini di dukung dengan data kader yang ada di
Kelurahan Tugu terdapat 150 orang yang aktif di wilayah kerja
Puskesmas Tugu yang telah dilatih terdapat 47 orang. Pelatihan
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Depok dengan materi pengetahuan
ketrampilan penyakit menular termasuk gastritis akan tetapi masih dalam
bentuk materi, belum mengarah ke ketrampilan kader dalam melakukan
skrining kepada lansia yang mengalami gastritis. Pelatihan kader
posbindu tentang lima meja dan kader memberikan penyuluhan
kesehatan tentang penyakit tidak menular belum pernah dilakukan.
Dampaknya adalah pengetahuan dan ketrampilan kader dalam
penatalaksanaan penyakit gastritis kurang

Posbindu sebagai wadah kegiatan pelayanan kesehatan di masyarakat


yang melibatkan kader, di wilayah Kelurahan Tugu terdapat 19 RW akan
tetapi yang memiliki posbindu terdapat 12 RW. Dampaknya pelayanan
kesehatan pada lansia belum optimal.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi


pengorganisasian khususnya peran dan fungsi kader dalam memberikan
pelayanan kesehatan lansia terutama gastritis belum berjalan secara
optimal.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


54

4.1.1.3.Pengarahan
Hasil pengkajian menunjukkan antara penanggungjawab program belum
adanya jalur koordinasi yang jelas, dan belum adanya integrasi dengan
pihak-pihak terkait dalam jalur komunikasi yang efektif. Aktivitas
pengarahan hanya dilakukan oleh masing-masing bagian tanpa ada
komunikasi efektif bagian lain. Dampaknya adalah program pelayanan
kesehatan lansia berjalan kurang optimal.

Proses pemberian motivasi, pengarahan dan bimbingan dan supervisi


terkait program lansia dari dinas kesehatan, puskesmas sampai kader
posbindu belum terselenggara dengan optimal. Hal ini ditunjukan dengan
pengarahan, bimbingan dan pemberian motivasi dilakukan pada saat
kegiatan supervisi ke posbindu satu kali sebulan namun sifatnya masih
sebatas pelaksanaan administratif dan proses kegiatan posbindu.

Pengarahan, bimbingan, dan supervisi yang telah dilakukan kurang


berdampak hal ini terlihat dari motivasi kader dalam penyelenggaraan
posbindu. Kader hanya menjalankan posbindu secara rutin pada setiap
bulannya, jumlah kader aktif dalam pelaksanaan posbindu 7-8 orang dari
10 kader posbindu. Sedangkan pada wilayah RW yang belum memiliki
posbindu belum memiliki kader untuk memberikan pelayanan kesehatan
lansia di wilayahnya.

Kader yang telah dilatih oleh dinas kesehatan maupun puskesmas


melakukan peran dan fungsinya sebagai penyuluh kesehatan, pelayanan
kesehatan melalui posbindu akan tetapi kegiatan itu belum dilaksanakan
secara optimal, karena tidak ada motivasi kader dalam menjalankan
perannya.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa


supervisi pelaksanaan program pembinaan kesehatan lansia belum optimal,
hal ini ditunjukkan dengan belum adanya pedoman supervisi dan format

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


55

supervisi serta belum efektifnya jalur komunikasi antar bagian, pengarahan


dan bimbingan yang diberikan masih belum optimal yang berdampak pada
motivasi dan kapasitas kader dalam pelayanan kesehatan lansia masih
kurang.

4.1.1.4.Pengontrolan
Hasil pengkajian ditemukan kegiatan penilaian penampilan kinerja belum
dilakukan, pengawasan yang dilakukan hanya terkait kuantitas pelayanan
belum meliputi kualitas pelayanan. Monitoring dan evaluasi dari
puskesmas ke tingkat kader belum berjalan baik dan tidak optimal.

Di wilayah Puskesmas Tugu kegiatan pengontrolan dilakukan bersamaan


dengan pertemuan kader baik kader posbindu maupun kader posyandu
yang diselenggarakan setiap bulan sekali yang dihadiri oleh anggota PKK
Kelurahan Tugu, Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Depok. Kegiatan
pengontrolan yang dilakukan tersebut menilai keberlangsungan kegiatan
posbindu, posyandu yang diselenggarakan oleh tim penggerak PKK
kelurahan Tugu, Dinas Kesehatan Kota Depok maupun Puskesmas Tugu.
Namun pada kegiatan tersebut belum digunakan untuk menilai kinerja
kader maupun evaluasi dari puskesmas ke tingkat kader. Kegiatan monitor
dan evaluasi dari Dinas Kesehatan dilaksanakan hanya terkait dengan
program yang telah diselenggarakan. Pengontrolan dan evaluasi sudah
memiliki instrumen hasil kegiatan akan tetapi belum miliki instrumen
proses kegiatan.

Penilaian terhadap kinerja kader selama ini belum dilaksanakan optimal


dampaknya kader tidak mengetahui kualitas pelayanan yang telah
diberikan kepada lansia. Kerjasama lintas program maupun sektoral dalam
pengontrolan dan pengembangan posbindu belum optimal, hal ini
disebabkan karena belum optimalnya jalur komunikasi dan koordinasi
dalam pembinaan pelayanan kesehatan lansia dengan gastritis.
Pembiayaan pelaksanaan posbindu PTM seharusnya dilakukan melalui

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


56

upaya antara lain sosialisasi terkait masing-masing indikator tingkat


perkembangan posbindu dan mengupayakan kerjasama lintas program
maupun sektoral dengan potensi masyarakat, organisasi, swasta dan
lembaga tertentu dalam pengembangan posbindu.

Fungsi pengontrolan tidak berjalan dengan baik dapat disebabkan oleh


tidak jelasnya indikator pencapaian tujuan jangka pendek maupun jangka
panjang terkait program yang dilaksanakan, dengan demikian maka
evaluasi proses dan hasil tidak dapat dijalankan secara maksimal sehingga
berdampak pada perbaikan dan modifikasi terhadap rencana tujuan dan
standart pengawasan yang telah ditetapkan. Fungsi pengontrolan tidak
efektif ini menyebabkan tidak dapat dilakukannya pengembangan dan
modifikasi program untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus
berkembang terutama pada lansia gastritis

4.1.2. Fish bond


Berdasarkan uraian tentang pelaksanaan empat fungsi manajemen
pelayanan kesehatan pada lansia dengan gastritis di wilayah kerja
Puskesmas Tugu Kota Depok, dapat digambarkan dengan diagram fish
bone agar lebih mudah dalam merumuskan masalah dari data tersebut.
Diagram fish bone tentang masalah manajemen pelayanan kesehatan pada
lansia dengan gastritis adalah sebagai berikut.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


57

Perencanaan

Program skrening lansia setiap Belum tersedianya data


Pengorganisasia bulan belum memasukkan akurat untuk jumlah lansia
Dikelurahan Tugu n identifikasi lansia dengan yang mengalami gastritis di
Pelayanan kesehatan gastritis wilayah Kota Depok
terdapat 19 RW
namun baru ada 12 lansia belum optimal
Posbindu
Sumber dana pembinaan lansia
di kota depok berasal dari Anggaran pembinaan lansia
Penyelenggaraan kegiatan o Kurang optimalnya kerjasama
APBD diutamakan untuk gastritis masih terbatas
manageman layanan lansia lintar sektoral dan lintas
Penanggungjawab penyakit menular
belum optimal program dalam pembinaan
pembinaan kesehatan kesehatan lansia dengan
lansia memiliki peran gastritis
Pengetahuan dan Tujuan belum jelas dan
Indikator jangka panjang dan
ganda ketrampilan kader dalam
jangka pendek untuk
perencanaan program sulit o Belum optimalnya peran dan
Jumlah kader posbindu yang
penatalaksanaan penyakit untuk di evaluasi serta fungsi kader memberikan
aktif 150 dan yang terlatih penanggulangan masalah
gastritis kurang dimodifikasi pelayanan kepada lansia
terdapat 47 kader gastritis pada lansia belum ada
dengan gastritis

o Belum optimalnya sarana


Kader tidak mengetahui Belum adanya jalur posbindu sebagai upaya
kualitas pelayanan yang koodinasi yang jelas program preventif dan promotif
dan komuniasi penanggulangan faktor risiko
Evaluasi penampilan telah diberikan kepada Program pelayanan
PTM lansia gastritis.
kinerja puskesmas lansia belum terjalin antar kesehatan lansia berjalan
kepada kader belum penanggungjawab kurang optimal o Belum optimalnya evaluasi
ada program kegiatan pelaksanaan program
Monev dari puskesmas
Kader tidak mengetahui pembinaan kesehatan lansia
terhadap kinerja kader Pemberian motivasi,
dilakukan bersamaan dengan kelemahan pelayanan yang Kader yang aktif dalam
pengarahan,bimbingan
pertemuan kader di Kelurahan sudah dijalankan di penyelenggaraan
dan supervisi belum
sebulan sekali dan hanya posbindu terselnggara optimal posbindu 7-8 orang
bersifat melaporkan
Belum optimalnya
Belum adanya jalur
kerjasama lintas
komunikasi dan koordinasi
sektoral maupun lintas
dalam pelayanan kesehatan
program
lansia Pengarahan

Pengontrolan

Universitas Indonesia
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
57

4.1.3. Penapisan masalah.

Hasil analisis dengan diagram fish bone manajemen pelayanan kesehatan


lansia dengan gastritis merumuskan masalah manajemen pelayanan
keperawatan komunitas pada aggregate lansia dengan gastritis. Penapisan
yang digunakan dengan mempertimbangkan tingkat pentingnya masalah,
perubahan positif bagi masyarakat jika masalah diselesaikan, peningkatan
kualitas hidup jika diselesaikan dan dan prioritas masalah. Kemudian hasil
penapisan tersebut akan dilakukan intervensi, implementasi dan evaluasi
setelah penyusunan skala prioritas masalah. Penyusunan prioritas masalah
dilakukan setelah masalah teridentifikasi kemudian membuat prioritas
masalah kesehatan dengan mempertimbangkan sumber yang tersedia,
keterbatasan yang dimiliki oleh masyarakat (Maglaya, 2009).
Berdasarkan hasil prioritas masalah dengan menggnunakan skroring pada
lampiran 1, maka masalah manajemen pelayanan kesehatan lansia yang
teridentifikasi adalah :

a. Belum optimalnya sarana posbindu sebagai upaya program preventif dan


promotif penanggulangan faktor risiko penyakit gastritis lansia di
Kelurahan Tugu.
b. Belum optimalnya peran dan fungsi kader dalam memberikan pelayanan
kepada lansia dengan gastritis dalam upaya pembinaan lansia dan
keluarga di wilayah Kelurahan Tugu
Kedua masalah manajemen pelayanan kesehatan komunitas tersebut
kemudian diselesaikan melalui program inovasi yang dilakukan selama 1
tahun di Kelurahan Tugu. Perencanaan dan planing of action yang
dilakukan lihat di lampiran 2 Adapun penyelesaian masalah pelayanan di
komunitas dan program inovasi tersebut adalah sebagai berikut.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


58

4.1.4. Perencanaan Masalah Manajemen 1:


a. Masalah
Belum optimalnya sarana posbindu sebagai upaya program preventif
dan promotif penanggulangan faktor risiko penyakit gastritis lansia di
Kelurahan Tugu.
b. Tujuan Umum :
Setelah dilakukan intervensi kelompok pendukung selama 1 tahun
diharapkan terdapat sarana posbindu sebagai upaya program preventif
dan promotif dalam penanggulangan faktor risiko gastritis pada lansia
di Kelurahan Tugu.
c. Tujuan Khusus :
Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas
melalui kelompok pendukung selama 9 bulan diharapkan :
1) Terbentuknya struktur organisasi kelompok dan proses kelompok
pendukung gastritis wilayah Kelurahan Tugu
2) Adanya peningkatan pengetahuan 10%, sikap 12% dan
ketrampilan 11% stelah dilakukan pelatihan kelompok pendukung
3) Adanya posbindu sebagai wadah kelompok pendukung dalam
memberikan pelayanan kesehatan
d. Rencana Kegiatan
Rencana kegiatan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut.
1) Melakukan program sosialisasi kelompok pendukung dan
posbindu
2) Melakukan rekruitmen terhadap calon anggota kelompok
pendukung dan posbindu
3) Memberikan persetujuan menjadi anggota kelompok pendukung
dan posbindu
4) Pengembangan struktur organisasi dan pembagian tugas kelompok
pendukung dan posbindu
5) Menyusun kurikulum pelatihan kelompok pendukung
6) Membuat media pembelajaran pelatihan kelompok pendukung

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


59

7) Melakukan koordinasi narasumber dalam pelatihan dengan dinas


kesehatan dan puskesmas
8) Membuat instrumen kegiatan kelompok pendukung dengan pre dan
post test terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku.
9) Membuat insrtumen evaluasi pelayanan posbindu melalui meja I
sampai dengan V menggunakan lembar obsaevasi.
e. Pembenaran
Penbentukan kelompok pendukung dimasyarakat pada dasarnya
digunakan sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul,
bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi,
terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang,
material, mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan lain
sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai
tujuan kelompok.

Hal ini didukung Urwick dalam Swanburg (2000) yang menyatakan


bahwa pengorganisasian merupakan proses membuat suatu mesin.
Pengorganisasian adalah pengelempokkan aktivitas-aktivitas untuk
mencapai obyektif, penugasan, suatu kelompok dan menentukan cara
dari pengorganisasian aktivitas yang tepat dengan unit lainnya, baik
secara vertikal maupun horisontal, yang bertanggungjawab untuk
mencapai tujuan organisasi.

Sebuah organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa


aspek seperti penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan
perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut terhadap masyarkat.
Organisasi yang dianggap baik adalah organisasi yang dapat diakui
keberadaannya oleh masyarakat disekitarnya, karena memberikan
kontribusi seperti; pengambilan sumber daya manusia dalam
masyarakat sebagai anggota-anggotanya.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


60

4.1.5. Implementasi, evaluasi dan rencana tindak lanjut


a. Implementasi yang dilakukan
1) Pelatihan/pembekalan anggota anggota kelompok pendukung.
Pelaksanaan pelatihan kelompok pendukung dilaksanakan sesuai
jadwal yang disepakati diawal pembenntukan kelompok
pendukung. Setiap pertemuan memerlukan waktu kurang lebih 90-
100 menit. Materi dalam pembelajaran anggota kelompok
pendukung belajar mengenai penyakit gastritis pada lansia dan
perawatannya, diit lambung pada lansia gastritis, aktivitas
ergonomis bagi lansia, managenen stress pada lansia, simulasi
menangangi nyeri gastritis pada lansia, role play kunjungan
keluarga dan pada pertemuan terakhir pendampingan dalam
melakukan pemantauan terhadap lansia gastritis dikeluarga.

Melakukan kegiatan proses belajar/pelatihan kelompok yang


melibatkan seluruh anggota kelompok. Metode yang dilakukan
dalam proses kelompok antara lain : Simulasi terhadap
penanganan nyeri pada lansia gastritis, roleplay penyuluhan pada
lansia dengan materi gastritis dan perawatannya, diit lambung pada
lansia gastritis dan melakukan relaksasi outogenik saat merasakan
nyeri pada lansia dengan gastritis dan Praktek langsung penyuluhan
ke keluarga dengan didampingi oleh pelatih/residen.

Pelatihan dilakukan melalui 8 kali pertemuan dengan dengan


menggunakan media pembelajaran ceramah dan diskusi antara lain
lembar balik, kertas manila, spidol, LCD dan laptop. Sedangkan
untuk praktek yaitu rauangan yang cukup luas, jenis-jenis makanan
yang dikonsumsi lansia gastriti, botol kaca, kain lap/kain bersih.

Evaluasi pelaksanaan kegiatan kelompok pendukung adalah


mengunakan angket pengetahuan yang berjumlah 14 butir
pertanyaan berkaitan dengan penyakit gastritis dan perawatannya.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


61

Sedangkan untuk evaluasi sikap anggota kelompok pendukung


dengan menggunakan instrumen yang terisi atas 10 pertanyaan
dengan menggunakan skala likert. Evaluasi hasil akan
membandingkan antara pengetahuan dan sikap sebelum dan
sesudah dilakukan pelatihan kelompok pendukung. Sedangkan
evaluasi terhadap ketrampilan melalui angket yang dibagikan
kepada keluarga/lansia yang menilai terhadap kemampuan
kelompok pendukung.

2) Kegiatan pelayanan posbindu oleh anggota kelompok pendukung.


Pembentukan posbindu merupakan upaya kegiatan pemberdayaan
masyarakat sebagai sarana upaya preventif dan promotif dalam
penanggulangan faktor risko gastritis pada lansia. Keberadaan
posbindu ditengah-tengah masyarakat dalam memberikan
pelayanan kepada aggregat lansia dengan gastritis untuk
meningkatan kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan.

Struktur organisasi posbindu telah dibentuk dan disusun oleh


masyarakat dan disyahkan melalui Surat Keputusan Lurah Tugu,
akan tetapi tidak dapat befungsi secara optimal sehingga
memanfaatkan kelompok pendukung untuk melaksanakan program
posbindu. Kelompok pendukung yang juga menjalankan peran dan
fungsi kader posbindu dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada lansia.

Tujuannya dibentuknya posbindu adalah sebagai wadah kegiatan


pemberdayaan masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan
lansia diwilayah kerjanya. Demikian pula dengan masalah
kesehatan lansia dengan gastritis dilayani melalui kegiatan
posbindu. Bentuk pelayanan yang diberikan dalam posbindu antara
lain melalui pelayanan dalam 5 meja dalam posbindu. Meja
pertama pendaftaran, meja kedua penimbangan, meja ketiga

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


62

pemeriksaan kesehatan, meja keempat penyuluhan, dan meja


kelima pelayanan kesehatan.

Pelayanan yang diberikan dalam kegiatan posbindu oleh kelompok


pendukung antara lain pemeriksaan kesehatan fisik, pencatatan dan
pelaporan, penyuluhan kesehatan, pemberian makanan tambahan
bagi lanjut usia, pemberian informasi kegaiatan posbindu seperti
olah raga, rekreasi dan sebagainya.

Evaluasi pelaksanaan posbindu yang dilakukan oleh kelompok


pendukung dengan menggunakan lembar observasi terhadap
pelayanan yang dilakukan oleh kelompok pendukung melalui
pelayanan lima meja dari meja I sampai dengan meja V di
posbindu

b. Evaluasi
1) Pada aktivitas kelompok pendukung terjadi peningkatan
pengetahuan sebanyak 17%, sikap 9 3% dan perilaku sebanyak 19
%.
2) Anggota kelompok pendukung yang aktif dan rutin datang pada
pertemuan terdapat 10 orang dari awal pembentukan 14 orang.
3) Pelaksanaan posbindu didapatkan pelayanan yang dilakukan di
meja I cukup baik, meja II baik, meja III baik, meja IV cukup baik
dan di meja V baik.
c. Rencana Tindak Lanjut
Rencana tindak lanjut terhadap penyelesaian masalah tersebut diatas
adalah:
1) Melakukan rekruitmen anggota kelompok pendukung baru untuk
menggantikan anggota kelompok yang tidak aktif.
2) Melaksanakan program pelayanan posbindu sesuai jadwal yang
telah disepakati dengan pihak puskesmas setiap hari senin minggu
ke empat dalam setiap bulannya. Kelompok pendukung selalu

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


63

hadir dalam kegiatan posbindu agar dapat memberikan pelayanan


kesehatan kepada lansia dengan gastritis
4.1.6. Perencanaan Masalah Managemant 2
a. Masalah
Belum optimalnya peran dan fungsi kader dalam memberikan
pelayanan kepada lansia dengan gastritis dalam upaya pembinaan
lansia dan keluarga di wilayah Kelurahan Tugu.
b. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan selama 1 tahun
diharapkan peran dan fungsi kader dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada lansia dapat berjalan optimal.
c. Tujuan Khusus :
Setelah dilakukan pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas
selama 8 bulan teridentifikasinya.
1) Kemampuan anggota kelompok pendukung dalam melakukan
kunjungan keluarga lansia dengan gastritis di wilayah Kelurahan
Tugu.
2) Kemampuan anggota kelompok pendukung dalam melakukan
penyuluhan kepada masyarakat, lansia dengan gastritis maupun
berisiko melalui posbindu atau pertemuan tingkat RT/RW.
d. Rencana Kegiatan :
1) Menyiapkan materi kegiatan kunjungan dan penyuluhan yang akan
dilakukan.
2) Menyiapkan metode yang akan digunakan dalam setiap kunjungan
keluarga dan penyuluhan yang akan dilakukan anggota kelompok
pendukung.
3) Menyiapkan fisik dan mental dalam setiap kunjungan keluarga dan
melakukan penyuluhan yang akan dilakukan.
e. Pembenaran:
Fungsi manajemen pengarahan dan pengendalian intervensi
ditekankan pada motivasi kader dalam kegiatan kelompok pendukung
dan memberikan penyuluhan kesehatan di masyarakat serta adanya

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


64

monitoring dan evaluasi kegiatan melalui supervisi kelompok


pendukung dan penyuluhan kader di masyarakat. Pengarahan dapat
dilakukan melalui pemberian fasilitasi dan motivasi tim dalam
menjalankan program akan dapat meningkatkan hasil kerja suatu
organisasi (Marquis & Huston, 2003). Kegiatan supervisi memberikan
arah terhadap pencapaian standar atau indikator program melalui
pembenaran dan pengarahan kekurangan dalam pelaksanaan kegiatan
(Marquis & Huston, 2003).
4.1.7. Implementasi, Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut
a. Implementasi
1) Melakukan pendampingan anggota kelompok pendukung ke
keluarga oleh residen ataupun petugas puskesmas.
Melakukan pendampingan anggota kelompok pendukung dan kader
dalam melakukan penyuluhan kesehatan dan pemantauan terhadap
keluarga dengan lansia yang mengalami gastritis. Kegiatan
pendampingan ke keluarga dilakukan setelah semua anggota
kelompok pendukung mendapatkan pelatihan dalam kelompok.
Pemantauan yang dilakukan kelompok pendukung dilakukan
dengan cara berkunjung kepada keluarga yang mengalami gastritis.

Pelaksanaan pendampingan anggota kelompok pendukung ke


keluarga lakukan untuk melihat kemampuan kelompok pendukung
dalam melakukan aktivitas penyuluhan di keluarga. Anggota
kelompok mendukung membawa buku pegangan kelompok
pendukung dan mengisinya sesuai dengan kondisi lansia yang
ditemukan dalam keluarga. Pengisian buku kelompok pendukung
bersifat sederhana yaitu menuliskan tanda dan gejala yang dialami
lansia gastritis, tindakan yang telah dilakukan anggota kelompok
pendukung kepada lansia. Apabila lansia mengalami kesulitan
karena tidak ada keluarga yang dekat dengan lansia sementara
lansia sangat membutuhkan bantuan dari pihak keluarga, maka
kelompok pendukung menghubungi keluarganya tersebut. Apabila

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


65

ditemukan permasalahan yang cukup berat pada lansia yang tidak


memungkinkan dilakukan perawatan sederhana dirumah, maka
kelompok pendukung mendampingi keluarga lansia untuk
mengakses pelayanan kesehatan ke puskesmas atau rumah sakit
terdekat.

Buku pegangan kelompok pendukung tersebut digunakan untuk


menyampaikan laporan ke posbindu, sehingga posbindu memiliki
data yang akurat terhadap lansia yang mengalami gastritis di
wilayahnya. Kelompok pendukung juga bisa langsung memberikan
laporan penemuannya kepada petugas puskesmas sehingga
keluarga lansia dengan gastritis bisa mendapatkan perawatan di
rumah oleh petugas puskesmas.

Evaluasi pemantauan terhadap kelompok pendukung adalah dengan


memberikan format evaluasi kepada lansia terhadap kemampuan
kelompok pendukung dalam memberikan pelayanan kepada lanjut
usia. Format evaluasi disampaikan kepada keluarga setelah anggota
kelompok pendukung selesai melakukan kunjungan ke keluarga.

2) Pendampingan anggota kelompok pendukung dalam


melakukan penyuluhan di masyarakat
Penyuluhan anggota kelompok pendukung yang diikuti oleh
anggota kelompok pendukung lainnya. Pendampingan kader dalam
melakukan penyuluhan kesehatan dilakukan antara residen dengan
ketua tim penggerak PKK dan satgas RW siaga RW Kelurahan
Tugu.

Media yang digunakan dalam melakukan pendampingan dengan


kelompok pendukung adalah flipchart tentang gastritis dan
perawatannya. Flipchart ini teah disediakan oleh residen dan
anggota kelompok pendukung tinggal menggunakannya. Metode

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


66

yang dipilih oleh anggota dalam melakukan penyuluhan biasannya


ceramah dan diskusi.

Penilaian kemampuan anggota kelompok pendukung dalam


melakukan penyuluhan menggunakan format evaluasi. Format
evaluasi telah dilakukan sosialisasi sebelum pelaksanaan kegiatan
penyuluhan oleh anggota kelompok pendukung. Penilaian terhadap
kemampuan anggota kelompok pendukung dalam melakukan
penyuluhan dilakukan oleh ketua RW siaga dan residen. Hasil
evaluasi disampaikan kepada kader yang melakukan penyuluhan
guna perbaikan terhadap penampilan kader dalam melakukan
penyuluhan.
b. Evaluasi
1) Hasil evaluasi terhadap pemantauan kader ke keluarga dengan
kategori kurang baik 33.3% (2 orang), baik 50% (3 orang) dan
sangat baik 16,7% ( 1 orang).
2) Anggota kelompok pendukung dalam memberikan penyuluhan
kesehatan di masyarakat, keluarga lansia gasritis dan kelompok
yang berisko gastritis memiliki ketrampilan dalam melakukan
penyuluhan dengan nilai 79 poin
c. Rencana Tindak Lanjut
1) Ada supervisi secara berkala dari puskesmas kepada kelompok
pendukung dalam melakukan pemantauan keluarga lansia gastritis.
2) Penyuluhan rutin oleh anggota kelompok pendukung kepada
aggregat lansia dengan risiko gastritis menggunakan media dan
metode yang berbeda.

4.2. Asuhan Keperawatan Keluarga


Pada asuhan keperawatan keluarga diberikan pada 10 keluarga binaan dan
asuhan keperawatan komunitas dengan melibatkan kelompok pendukung
dalam intervensi yang dilakukan yaitu melakukan pemantauan terhadap
keluarga lansia dengan gastritis. Sedangkan pada asuhan keperawatan

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


67

komunitas lebih menekankan pelayanan yang dilakukan kelompok


pendukung pada aggregat lansia dengan gastritis.
4.2.1 Analisis situasi
Ibu S Rb (60 tahun) tinggal bersama anak keduannya sdr F (27 tahun).
Keluarga Ibu SR termasuk keluarga nuclear family karena tinggal bersama
anak keduanya sedangkan suaminya sudah meninggal dunia 3 tahun yang
lalu dan anak pertamanya sudah menikah dan tinggal di Lampung bersama
dengan keluarganya. Sudah 3 tahun ini Ibu SR keluar masuk rumah sakit
karena menderita gastritis kronis bahkan pernah muntah darah. Hasil
pemeriksaan Endoskopi dari salah satu rumah sakit swasta di depok
didapatkan dua ulkus di area lambung. Ibu SR jarang keluar rumah karena
tetangga sering menggunjingkan kehidupan rumah tanggannya,
diantarannya sakit ibu SR karena diguna-guna oleh orang lain. Ibu Sr
memiliki anak yang tinggal bersamanya sdr F (27 tahun) yang bekerja
disebuah perusahaan konfeksi besar di kota Depok. Sdr F bekerja dari
mulai jam 7 pagi sampai rumah jam 8 malam dan jarang sekali dirumah
menemani ibu SR. Sdr F disukai dan pernah dilamar oleh salah satu
manager di perusahaannya akan tetapi sebelum proses lamaran Ibu Sr
didatangi oleh wanita yang mengaku istri dari manager anaknya, dan
diancam supaya tidak memperbolehkan anaknya dilamar oleh suaminya.
Semenjak kejadian tersebut tetangga depan, dan samping rumah kelihatan
kurang baik dengan ibu SR.

Ibu SR jika memikirkan anak keduanya menjadi lupa makan dan tidak
terasa lapar sehingga kadang jatuh sakit sampai harus di rawat di rumah
sakit karena mual-mual dan muntah ada sedikit darah kurang lebih satu
sendok. Setiap hari ibu SR hanya makan bubur nasi halus habis 4-6 sendok,
makan selalu diupayakan 3 kali sehari. Ketika dirawat dirumah sakit Ibu SR
selalu ditunggui oleh saudaranya yang tinggal dekat dengan rumah Ibu SR.
Ibu SR juga mengatakan hidupnya sudah tidak ada gunanya lagi semanjak
ditinggal suaminya meninggal dunia, harus menangung banyak masalah
dalam kehidupan rumah tangga yang berasal dari anak-anaknya, dan tidak

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


68

lagi memiliki penghasilan tetap sehingga semua bergantung pada anak


keduannya. Anak pertamanya yang sudah hidup mandiri memiliki istri yang
kurang sayang terhadapnya, bahkan memperlakukan ibu SR seperti
pembantu rumah tangga bila Ibu SR datang kerumah anaknya. Ibu SR juga
memikirkan cucu dari anak pertamanya yang mengalami kecacatan tidak
bisa berbicara layaknya anak-anak yang lainnya.

Semenjak pulang dirawat dari rumah sakit ibu SR setiap harinnya ditunggui
oleh saudaranya. saudaranya ini selalu mengantar kontrol kerumah sakit,
menemani saat sendirian dan selalu menyediakan makan setiap harinya. Ibu
SR aktivitas sehari-harinya untuk mengisi waktu luang menjahit pakaian
atau pernak-pernik keperluan rumah tangganya.

4.2.2. Diagram Masalah


Berdasarkan hasil pengkajian dan rumusan masalah keperawatan yang
ditemukan dapat dianalisis dengan pendekatan web of causation, sebagai
berikut.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


69

Gambar 4.2. Web of causation asuhan keperawatan keluarga

Risiko Ketidakseimbangan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh

Risiko terjadinya nyeri


akut maupun kronis
Intake makanan kurang Koping tidak efektif

Pemeliharaan kesehatan
diri tidak efektif

Stress psikologis

Pola hidup yang tidak


baik
Perubahan pola Harga diri rendah Dukungan keluarga Isolasi sosial
makan kurang

Defisit sumber
Kurang pengetahuan Kehilangan finansial keluarga Konflik Dukungan sosial
tentang gastritis pasangan hidup keluarga kurang

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


70

4.2.3. Penapisan masalah


Berdasarkan web cousation diatas maka diagnosa keperawatan yang muncul
kemudian dilakukan penapisan dengan mempertimbangkan sifat masalah,
kemungkinan masalah untuk diubah, dan potensial masalah untuk dicegah.
Prioritas masalah lihat dilapiran 4 dan ditetapkan dua diagnosa keperawatan
berikut untuk selanjutnya diintervensi:
1) Koping tidak efektif pada keluarga Ibu SR khususnya ibu SR
2) Risiko keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada
keluarga Ibu SR khususnya ibu SR
Selanjutnya diagnosa keperawatan yang muncul akan dilakukan
intervensi dengan menyusun rencana keperawatan dan planing of
action yang dapat dilihat lampiran 5
4.2.4. Perencanaan Masalah 1
Koping tidak efektif pada keluarga Ibu SR khususnya ibu SR
a. Tujuan
1) Umum: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 tahun,
koping pada ibu SR meningkat.
2) Khusus: 1) Keluarga mengalami peningkatan pengetahuan dalam
mengenal stres, penyebab, tanda dan gejala, cara manajemen stres. 2)
Keluarga mengalami peningkatan ketrampilan keluarga dalam
melakukan tehnik relaksasi progresif, pengelolaan stres dan
modifiksi lingkungan sosial. 3) Peningkatan sikap positif dalam
pengelolaan stress dan pemanfaatan pelayanan kesehatan untuk
mengatasi gastritis.

b. Intervensi: 1) Konseling keluarga tentang stres 2) Melakukan


demonstrasi relaksasi progresif untuk menurunkan stress 3)
Modifikasi perilaku keluarga yang dapat menurunkan stress melalui
dukungan sosial keluarga 4) Menggunakan fasilitas pelayanan
kesehatan untuk mengatasi masalah stres.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


71

c. Pembenaran:
Dukungan sosial dapat memberikan kenyamanan fisik dan psikologis
kepada individu dapat dilihat dari bagaimana dukungan sosial
mempengaruhi kejadian dan efek dari keadaan kecemasan. Lieberman
(1992) mengemukakan bahwa dukungan sosial dapat menurunkan
munculnya kejadian yang dapat mengakibatkan stress dan kecemasan.
Apabila kejadian tersebut muncul, interaksi dengan orang lain dapat
memodifikasi atau mengubah persepsi individu pada kejadian tersebut
dan oleh karena itu akan mengurangi potensi munculnya kecemasan
dan stress.

Dukungan sosial dapat mengubah hubungan antara respon individu


pada kejadian yang dapat menimbulkan stress dan kecemasan.
Kecemasan dan stress itu sendiri mempengaruhi strategi untuk
mengatasi kecemasan/stress dan dengan begitu memodifikasi
hubungan antara kejadian yang menimbulkan kecemasan dan efeknya.
Pada derajat dimana kejadian yang menimbulkan kecemasan
mengganggu kepercayaan diri dan dukungan sosial dapat
memodifikasi efek itu.
4.2.5 Implementasi, Evaluasi dan Rencana Tindak lanjut
a. Implementasi
1) Melakukan konseling stres dengan mengidentifikasi kebutuhan,
menetapkan tujuan, memilih tindakan yang akan dilakukan dan
evaluasi dalam pengambilan keputusan. 2) Memotivasi keluarga
meningkatkan kemampuan koping dengan cara asertif 2)
Mendemontrasikan relaksasi progresif dari mulai relaksasi tahap
pertama sampai gerakan relaksasi tahap 10. 3) Melibatkan kelompok
pendukung dalam upaya memberikan dukungan sesuai kebutuhan
lansia.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


72

b. Evaluasi
Hasil evaluasi yang dapat dilakukan dari beberapa implementasi
keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan
keluarga yang pertama adalah sebagai berikut:
1) Meningkatnya pengetahuan keluarga dalam managemen stress
2) Meningkatnya ketrampilan keluarga dalam melakukan tehnik
relaksasi progresif secara berurutan.
3) Meningktanya kemampuan keluarga dalam pemanfaat sosial
support di keluarga dan lingkungan sekitarnya
4) Menurunnya level stress keluarga dari tingkat sedang ke ringan.
c. Rencana Tindak Lanjut
Rencana tindak lanjut yang disusun adalah
1) Melakukan konseling berkelanjutan untuk menghilangkan stress
dalam keluarga
2) Melakukan demostrasi managemen stress dengan tehnik yang lain
3) Melibatkan anggota kelompok pendukung untuk melakukan
pemantauan berkala dikeluarga untuk mempertahankan
kemampuan keluarga yang telah dicapai dan melaporkan kegiatan
tersebut ke posbindu.
4.2.6 Perencanaan Masalah 2
Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada
keluarga ibu SR khususnya ibu SR.
a. Tujuan:
1) Umum: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 tahun
diharapkan nutrisi seimbang sesuai dengan kebutuhan tubuh pada
keluarga Ibu SR
2) Khusus: a) keluarga mengalami peningkatan pengetahuan dalam
mengenal kekurangan nutrisi, penyebab, tanda dan gejala, kekurangan
nutrisi pada lansia gastritis b) Keluarga mengalami peningkatan
ketrampilan dalam melakukan demonstrasi menu simbang lansia
gastritis, food record selama 3 hari dan modifikasi lingkungan sosial
untuk meningkatkan asupan nutrisi lansia.c) Peningkatan sikap positif

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


73

dalam mengatur menu bagi lansia dan pemanfaatan pelayanan


kesehatan untuk mengatasi kekurangan nutrisi pada lanjut usia
b. Intervensi:. 1) Konseling dan pendidikan kesehatan keluarga tentang
nutrisi lansia gastritis 2) Memandu demonstrasi menu seimbang bagi
lansia gastritis dan menyampaikan food record 3) Melakukan
modifikasi perilaku keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi
melalui dukungan sosial keluarga 4) Menggunakan fasilitas pelayanan
kesehatan untuk mengatasi masalah kekurangan nutrisi.
c. Pembenaran
Kemalasari (2011) menyampaikan adanya gangguan mobilisasi
(artritis dan stroke), gangguan kapasitas aerobik, gangguan indra
(mencium, merasakan, dan penglihatan), gangguan gigi
geligi/kemampuan mengunyah, malabsorbsi, penyakit kronik
(anoreksia, gangguan metabolisme), alkohol, dan obat-obatan
menyebabkan usia lanjut mudah mengalami malnutrisi. Faktor
psikologis seperti depresi dan dimensia serta faktor sosial ekonomi
(keterbatasan keuangan, pengetahuan gizi yang kurang, fasilitas
memasak yang kurang dan ketergantungan dengan orang lain) juga
dapat menyebabkan usia lanjut mengalami malnutrisi. Malnutrisi
berhubungan dengan gangguan imunitas, menghambat penyembuhan
luka, penurunan kualitas hidup, peningkatan biaya penggunaan
fasilitas kesehatan, dan peningkatan mortalitas (Meiner, 2006).

Keluarga merupakan orang yang terdekat dalam memberikan


dukungan terhadap lansia, yaitu dengan penyediaan diit, mengatur
menu makanan dan pola makan pada lansia dengan gastrtis.
Ketergantungan lansia terhadap orang lain saat tidak sehat, bisa
diberikan dukungan dari anggota keluarganya sendiri atau orang lain
yang peduli dengan lingkungannya.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


74

4.2.7. Implementasi, Evaluasi dan Rencana Tindak lanjut


a. Implementasi
1) Melakukan konseling nutrisi dengan mengidentifikasi kebutuhan,
menetapkan tujuan, memilih tindakan yang akan dilakukan dan evaluasi
dalam pengambilan keputusan. 2) Mendemonstrasikan menu simbang
bagi lansia gastritis dan food record selama 3 hari. 3) Melibatkan
kelompok pendukung dalam upaya memberikan dukungan dalam
pemenuhan nutrisi lansia.

b. Evaluasi
Hasil evaluasi yang dapat dilakukan dari implementasi keperawatan yang
dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan keluarga yang kedua
adalah sebagai berikut:
1) Meningkatanya pengetahuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi.
2) Meningkatnya ketrampilan keluarga dalam menyusun menu simbang
bagi lansia gastritis.
3) Peningkatan kemampuan keluarga dalam pemanfaat sosial support di
keluarga dan lingkungan sekitarnya dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi.
4) Hasil peninmbangan berat badan setelah 8 minggu penerapan diit,
berat badan awal 48,3 kg menjadi 48,5 kg.
c. Rencana Tindak Lanjut
Rencana tindak lanjut yang disusun adalah
1) Melakukan konseling berkelanjutan untuk nutrisi
2) Melibatkan anggota kelompok pendukung untuk melakukan
pemantauan berkala dikeluarga dalam menyediakan menu dan
melaporkan kegiatan tersebut ke posbindu.
3) Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan pekarangan guna menanam
sayuran dan buah yang sehat bagi lansia dengan gastritis untuk
memenuhi kecukupan gizi.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


75

4.2.7. Simpulan asuhan keperawatan terhadap 9 keluarga


Evaluasi kuantitatif pencapaian keluarga dalam pelaksanaan lima tugas
kesehatan keluarga dalam perawatan lansia dengan gastritis di keluarga
dapat dilakukan penilaian sebagai berikut.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


76

Tabel. 4.1. Resume 9 keluarga binaan yang dilakukan pemantauan oleh kelompok pendukung

No Keluarga Diagnosa Keperawatan yang muncul Intervensi yang dilakukan Indikator Pencapaian Keberhasilan Hasil Akhir
Pengetahuan Sikap Ketrampilan
1. 2 Koping tidak efektif  Melakukan konseling stres √ √ - Stress
 Memandu demonstrasi relaksasi √ √ √ menurun
progresif pada keluarga
 Melakukan modifikasi perilaku √ √ √
Keseimbangan Nutrisi kurang dari  Melakukan konseling nutrisi √ √ - Berat badan
kebutuhan tubuh lansia gastritis. meningkat
 Memandu demonstrasi menu √ √ √
seimbang bagi lansia gastritis dan
food record
 Melakukan modifikasi perilaku √ √ √
penyediaan menu sehat bagi
lansia gastritis
Nyeri kronis  Memandu demonstrasi guide √ √ √ Skala nyeri
imagery menurun
 Melakukan terapi Akupresur √ √ √
gastritis
 Memberikan kompres hangat √ √ √
kering
2. 3 Koping tidak efektif  Melakukan konseling stres √ √ - Stress
 Memandu demonstrasi relaksasi √ √ √ menurun
progresif
 Melakukan modifikasi perilaku √ √ √
Risiko kesimbangan nutrisi kurang dari  Melakukan konseling nutrisi √ √ - Berat badan
kebutuhan tubuh lansia gastritis. meningkat
 Memandu demonstrasi menu √ √ √
seimbang bagi lansia gastritis dan
food record

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


77

 Melakukan modifikasi perilaku √ √ √


penyediaan menu sehat bagi
lansia gastritis
3 4 Koping tidak efektif  Melakukan konseling stress √ √ - Level stres
 Memandu demonstrasi relaksasi √ √ √ tetap : stress
progresif sedang
 Melakukan modifikasi perilaku √ √ √
Keseimbangan Nutrisi kurang dari  Melakukan konseling nutrisi √ √ - Berat badan
kebutuhan tubuh lansia gastritis. meningkat
 Memandu demonstrasi menu √ √ √
seimbang bagi lansia gastritis dan
food record
 Melakukan modifikasi perilaku √ √ √
penyediaan menu sehat bagi
lansia gastritis
Nyeri kronis  Memandu demonstrasi guide √ √ √ Skala nyeri
imagery menurun
 Melakukan terapi Akupresur √ √ √
gastritis
 Memberikan kompres hangat √ √ √
kering area lambung
4. 5 Koping tidak efektif  Melakukan konseling stres √ √ - Level stress
 Memandu demonstrasi relaksasi √ √ √ menurun
progresif
 Melakukan modifikasi perilaku √ √ √
Risiko kesimbangan nutrisi kurang dari  Melakukan konseling nutrisi √ √ - Berat badan
kebutuhan tubuh lansia gastritis. tetap :
 Memandu demonstrasi menu √ √ √ 49,5Kg
seimbang bagi lansia gastritis dan
food record
 Melakukan modifikasi perilaku √ √ √
penyediaan menu sehat bagi
lansia gastritis

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


78

5. 6 Koping tidak efektif  Melakukan konseling stres √ √ - Level stress


 Memandu demonstrasi relaksasi √ √ √ tetap : stres
progresif sedang
 Melakukan modifikasi perilaku √ √ √
Risiko kesimbangan nutrisi kurang dari  Melakukan konseling nutrisi √ √ - Berat badan
kebutuhan tubuh lansia gastritis. tetap : 50,1
 Memandu demonstrasi menu √ √ √ Kg
seimbang bagi lansia gastritis dan
food record
 Melakukan modifikasi perilaku √ √ √
penyediaan menu sehat bagi
lansia gastritis
6. 7 Koping tidak efektif  Melakukan konseling stres √ √ - Level stres
 Memandu demonstrasi relaksasi √ √ √ menurun
progresif
 Melakukan modifikasi perilaku √ √ √
Risiko kesimbangan nutrisi kurang dari  Melakukan konseling nutrisi √ √ - Berat badan
kebutuhan tubuh lansia gastritis. tetap 47,7
 Memandu demonstrasi menu √ √ √
seimbang bagi lansia gastritis dan
food record
 Melakukan modifikasi perilaku √ √ √
penyediaan menu sehat bagi
lansia gastritis
7 8 Koping tidak efektif  Melakukan konseling stres √ √ - Level stress
 Memandu demonstrasi relaksasi √ √ √ menurun
progresif
 Melakukan modifikasi perilaku √ √ √
Keseimbangan Nutrisi kurang dari  Melakukan konseling nutrisi √ √ - Berat badan
kebutuhan tubuh lansia gastritis. naik
 Memandu demonstrasi menu √ √ √
seimbang bagi lansia gastritis dan
food record

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


79

 Melakukan modifikasi perilaku √ √ √


penyediaan menu sehat bagi
lansia gastritis
Nyeri kronis  Memandu demonstrasi guide √ √ √ skala nyeri
imagery menurun
 Melakukan terapi akupresur √ √ √
gastritis
 Memberikan kompres hangat √ √ √
kering area ulu hati
8 9 Koping tidak efektif  Melakukan konseling stress √ √ - Level stress
 Memandu demonstrasi relaksasi √ √ √ menurun
progresif
 Melakukan modifikasi perilaku √ √ √
Keseimbangan Nutrisi kurang dari  Melakukan konseling nutrisi √ √ - Berat Badan
kebutuhan tubuh lansia gastritis. meningkat
 Memandu demonstrasi menu √ √ √
seimbang bagi lansia gastritis dan
food record
 Melakukan modifikasi perilaku √ √ √
penyediaan menu sehat bagi
lansia gastritis
Nyeri kronis  Memandu demontrasi guide √ √ √ Skala nyeti
imagery menurun
 Melakukan terapi Akupresur √ √ √
gastritis
 Melakukan kompres hangat √ √ √
kering area ulu hati
9 10 Koping tidak efektif  Melakukan konseling stres √ √ - Tingkatan
 Memandu demonstrasi relaksasi √ √ √ strass tetap :
progresif stress sedang
 Modifikasi perilaku √ √ √
Risiko kesimbangan nutrisi kurang dari  Melakukan konseling nutrisi √ √ - Berat badan
kebutuhan tubuh lansia gastritis. naik

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


80

 Memandu demonstrasi menu √ √ √


seimbang bagi lansia gastritis dan
food record
 Melakukan modifikasi perilaku √ √ √
penyediaan menu sehat bagi
lansia gastritis

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


81

Berdasarkan tabel 4.1. dapat disimpulkan terjadi perubahan pengetahuan,


sikap dan ketrampilan keluarga dalam melakukan pencegahan kekambuhan
gastritis dengan mengatasi masalah koping tidak efektif, kesimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan nyeri kronis. Indikator keberhasilan
pencegahan kekambuhan adalah terjadi peningkatan berat badan,
menurunnya tingkat stres yang dialami keluarga lansia gastritis dan skala
nyeri lansia gastritis, dan didapatkan pula indikator keberhasilan masih tetap
untuk tingkatan stres sedang pada 3 keluarga dan berat badan tetap pada 3
keluarga.

4.3. Asuhan Keperawatan Komunitas


4.3.1. Analisis situasi
Hasil pengkajian 79 lansia yang mengalami gastritis di wilayah Kelurahan
Tugu didapatkan 11,4% tidak mendapatkan dukungan dari keluarga. Hal
ini terlihat dari keterlibatan keluarga yang kurang dalam penyediaan diit
diidentifikasi dari riwayat pola diet kurang baik 30.4%. Sedangkan peran
keluarga terhadap pemantauan konsumsi obat terutama analgetik pada
lansia kurang, hal ini dapat dilihat dari riwayat penggunaan obat tidak baik
21.5%. Keluarga juga merupakan sumber stress lansia, hal ini dapat
terlihat dari data banyaknya lansia yang mengalami masalah keluarga dan
dibebani dengan pekerjaan rumah tangga oleh anak-anaknya 27.8%.
Keluarga lansia tidak memiliki jaminan pemeliharaan kesehatan dan
lansia menggantungkan sumber penghasilan dari anak-anaknya terdapat
46,8%.

Hasil wawancara dengan tokoh masyarakat menggambarkan bahwa lansia


kadang hidup sendiri atau tinggal hanya dengan pasangan hidupnya
sehingga tidak ada pemantauan terhadap pola makan lansia dan lansia
jarang mau berbagi masalah dengan orang lain di luar keluarga. Demikian
juga dengan hasil wawancara dengan 5 lansia yang mengalami gastritis
bahwa mereka belum mengetahui adanya kelompok pendukung dan

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


82

fungsinya kelompok pendukung yang ada dilingkungan tempat tinggal


mereka.

Hasil pengkajian juga menemukan pengetahuan lansia kurang terhadap


penyebab gastritis 19%, pengetahuan lansia kurang terhadap tanda dan
gejala gastritis 10.1%, pengetahuan lansia kurang terhadap cara
mengatasi gastritis 22.8% dan pengetahuan lansia kurang terhadap
komplikasi gastritis 31.6%. Sekitar 60.8% lansia memiliki latar belakang
lulus SD, hal ini menjadi salah satu penyebab sulitnya merubah perilaku
lansia. Cara lansia dalam mengatasi masalah gastritis kurang baik 31.6%,
artinya lansia belum tahu tentang perawatan gastritis yang baik dan
menyebabkan kekambuhan. Data tersebut menunjukkan bahwa lansia
gastritis yang sering mengalami kekambuhan disebabkan karena kebiasaan
makan yang tidak baik dan terbebani banyak masalah dalam keluarga.

Hasil wawancara dengan tokoh masyarakat di wilayah RW 04 lansia


biasanya banyak mengalami masalah terutama berkaitan dengan fikiran,
terbebani dengan masalah pekerjaan mengasuh cucu-cucunya. Kadang
lansia tinggal sendiri atau dengan pasangannya dan memiliki penyakit
kronis yang tidak sembuh, lansia makan seadanya karena tidak ada yang
menyediakan makanan dan mengingatkan makan.

4.3.2. Diagram masalah


Data tersebut di atas dapat dianalisis dengan menggunakan pohon masalah
sebagai berikut.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


83

Gambar 4.3. Web of causation asuhan keperawatan komunitas pada lansia


dengan gastritis

Pemeliharaan kesehatan diri tidak efektif :


sering kekambuhan gastritis pada aggregat
lansia dengan gastritis

Koping aggregat lansia


gastritis tidak efektif

Peningkatan kejadian gastritis


pada lansia

Pola hidup tidak Peran keluarga kurang Kurangnya pengetahuan dan Dukungan pelayanan
sehat pemahaman Lansia gastritis kesehatan kurang optimal

Belum optimalnya
penggunaan jaminan Konflik keluarga
pelayanan kesehatan

4.3.3. Penapisan Masalah


Dari hasil pengkajian tersebut, ditemukan 2 diagnosa keperawatan
komunitas. Diagnosa keperawatan yang muncul kemudian disusun
berdasarkan prioritasnya dengan membertimbangkan risiko terjadi, risiko
parah, potensial dilakukan pendidikan kesehatan, minat masyarakat,
kemungkin diatasi, keseuaian dengan program pemerintah, tempat, waktu,
dana, fasilitas kesehatan dan sumberdaya dapat dilihat dilampiran 6.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


84

Berdasarkan prioritas masalah, maka malakukan intervensi pada 2


diagnosa keperawatan komunitas, yaitu
a. Pemeliharaan Kesehatan Tidak efektif pada lansia gastritis di wilayah
Kelurahan Tugu
b. Koping aggregat lansia gastritis Kelurahan Tugu tidak efektif
Kedua diagnosa keperawatan prioritas tersebut kemudian dilakukan
penyusunan rencana intervensi keperawatan dan planing of action yang
dapat dilihat di lampiran 7
4.3.4. Perencanaan Masalah 1
a. Masalah: Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada aggregat lansia
Kelurahan Tugu.
b. Tujuan:
1) Tujuan Umum: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1
tahun pemeliharaan kesehatan efektif kembali pada aggregat lansia
di Kelurahan Tugu.
2) Tujuan Khusus: aggregat lansia gastritis terjadi
a) Peningkatan pengetahuan 10% pada aggregat lansia gastritis
Kelurahan Tugu tentang penyakit gastritis dan perawatannya.
b) Peningkatan pengetahuan, sikap dan ketrampilan aggregat
lansia dengan gastritis tentang penatalaksanaan diit bagi lansia
dengan gastritis.
c. Rencana Tindakan
1) Melakukan koordinasi dengan tokoh masyarakat terkait dengan
tempat dan waktu kegiatan pendidikan kesehatan terhadap aggregat
lansia dengan gastritis dengan tema
2) Melakukan sosialisasi kegiatan pendidikan kesehatan kepada
aggregat lansia dengan gastritis
3) Melibatkan anggota kelompok pendukung dalam kegiatan
pendidikan kesehatan dalam persiapan media, metode dan sarana
prasarana pendidikan kesehatan.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


85

d. Pembenaran
Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan perilaku yang
dinamis dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia
yang meliputi komponen pengetahuan, sikap ataupun praktik yang
berhubungan dengan tujuan hidup sehat baik secara individu, kelompok
maupun masyarakat, serta merupakan komponen dari program
kesehatan.

Menurut Committee President on Health Education (1977) yang dikutip


oleh Notoatmodjo (1997), pendidikan kesehatan meruapakan proses
yang menjembatani kesenjangan antara informasi kesehatan dan
praktek kesehatan, yang memotivasi seseorang untuk memperoleh
informasi dan berbuat sesuatu sehingga dapat menjaga dirinya menjadi
lebih sehat dengan menghindari kebiasaan yang buruk dan membentuk
kebiasaan yang menguntungkan kesehatan.

4.3.5. Implementasi, Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut


a. Implementasi.
1) Melakukan pendidikan kesehatan mengenai penyakit gastritis
dan perawatnnya
Tujuan dari pendidikan kesehatan adalah untuk meningkatkan
pengetahuan dari aggregat lansia gastritis tentang penyakit
gastritis pada aggregat lansia. Pendidikan kesehatan dilakukan
pada aggregat lansia gastritis melibatkan anggota kelompok
pendukung. Pada kegiatan ini anggota kelompok pendukung
selalu dilibatkan untuk memberikan informasi kepada lansia
gastritis termasuk menyebarkan undangan kegiatan dan
menggerakkan aggregat gastritis untuk datang ke penyuluhan.

Materi pendidikan kesehatan yang dilakukan penataan diit pada


lansia gastritis. Media yang digunakan untuk melakukan

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


86

penyuluhan adalah LCD dan Laptop, alat tulis dan kertas koran
untuk menampung pertanyaan lansia.

Metode yang digunakan dalam penyuluhan adalah melalui curah


pendapat dan diskusi. Lansia gastritis lebih aktif dalam kegiatan
kegiatan tersebut untuk mengungkapkan pengalamannya
menderita sakit gastritis. Penyuluh menampung permasalahan
yang dikeluhkan lansia dan anggota kelompok pendukung
mencatat.

Anggota kelompok pendukung menjadi fasilitator dalam kegiatan


penyuluhan dan menyediakan saran prasarana yang dibutuhkan
saat melakukan pendidikan kesehatan pada aggregat lansia
dengan gastritis. Kelompok pendukung berfungsi memberikan
motivasi kepada lansia untuk mau mengungkapkan masalah yang
dirasakan selama menderita gastritis.

Hasil evaluasi kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan


metode curah pendapat ini adalah menggunakan angket tingkat
pengetahuan yang tujuannya untuk mengetahui perubahan
sebelum dan sesudah dilaksanakan pendidikan kesehatan. Selain
itu juga menggunakan evaluasi proses melalui bertanya kepada
lansia gastritis tujuannya dalah untuk mengetahui sejauh mana
pendidikan kesehatan dapat terserap oleh lansia dengan gastritis.

2) Melakukan pendidikan kesehatan mengenai menu dan


pengaturan diit bagi lanjut usia
Pendidikan kesehatan mengenai menu dan diit terhadap aggregat
lansia dengan gastritis tujuannya adalah lansia dapat mengatur
menu makanan yang tepat bagi dirinya dan menghindari makanan
yang dipantang yang menyebabkan kekambuhan gastritis.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


87

Metodenya adalah simulasi dan ceramah dengan membawa menu


makanana seimbang bagi lansia gastritis, makanan yang bolah
dan tidak boleh dikonsumsi. Selain itu juga contoh pengaturan
menu pagi hari, makanan selingan, minuman, meu makan siang,
makanan selingan sore dan menu malam hari.

Metode dan media yang dipilih tersebut harapannya memberikan


gambaran akan kepada lansia gastritis dalam penyediaan menu
sehari-hari. Lansia dapat menyediakan makanan sesuai
kebutuhannya dan menghindari makanan-makanan yang
dipantang serta melakukan dalam aktivitas keseharian hidupnya.

Evaluasi kegiatan pendidikan kesehatan kepada lansia dengan


gastritis mengenai cara pengaturan diit dilakukan dengan
memberikan soal pre dan post test terhadap penyediaan menu
sehari-hari. Soal pre dan post terst ini akan mengukur
pengetahuan, sikap dan perilaku dalam penyusunan menu
makanan bagi diri lansia gastritis.
b. Evaluasi
1) Terjadi peningkatan pengetahuan 14%, sikap 8% dan perilaku
7 % pada aggregat lansia dengan gastritis.
2) Terjadi peningkatan pengetahuan tentang penatalaksanaan diit
sebesar 16%, sikap meningkat 6% dan perilaku meningkat 8%
setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
c. Rencana Tindak Lanjut
1) Melakukan pendidikan kesehatan dimasyarakat menggunakan
metode dan media yang berbeda seperti pemutaran film, video
sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti kegiatan
tersebut.
2) Melakukan penyuluhan menu dengan mambuat variasi
makanan dan sajian makanan yang berbeda.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


88

4.3.6. Perencanaan Masalah 2


a. Masalah : Koping tidak efektif pada aggregate gastritis di Kelurahan
Tugu
b. Tujuan
1) Tujuan Umum: Setelah dilakukan intervensi keperawatan dengan
kelompok pendukung selama 1 tahun, koping aggregate lansia
gastritis efektif
2) Tujuan Khusus: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 8
bulan dengan kelompok pendukung dapat teridentifikasi;
a) Peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku aggegrate lansia
gastritis setelah dilakukan penyuluhan kesehatan mengenai
penyakit gastritis dan perawatannya
b) Peningkatan kemamampuan aggregate lansia dengan gastritis
dalam melakukan manageman stress dengan tehnik relaksasi
autogenik
c. Rencana Kegiatan
1) Penyusunan jadwal penyuluhan kesehatan dan demonstrasi tentang
gastritis dan perawatannya.
2) Sosialisasi kegiatan penyuluhan dan demonstreai relaksasi autogenik
dan autogenik kepada aggregate lansia dengan gastritis
3) Membuat media penyuluhan kesehatan dan demontrasi relaksasi
outogenik yang sesuai untuk lansia dengan gastritis.
4) Siapkan sarana dan prasarana untuk melakukan penyuluhan dan
demonstrasi relaksasi outogenik.
5) Libatkan anggota kelompok pendukung dalam kegiatan sosialisasi,
persiapan saran dan prasarana dalam melakukan pendidikan
kesehatan.
d. Pembenaran
Prinsip pendidikan kesehatan tujuannya dalah perubahan perilaku akibat
latihan dan observasi. Menurut Kurt Lewin dalam Notoatmodjo (2005)
yaitu perubahan kognitif, perubahan motivasi, perubahan idelogi yang
menyangkut norma atau segi kebudayaan dan perubahan kemampuan.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


89

Pendidikan kesehatan dalam berbagai upaya pelayanan kesehatan yaitu


upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pendidikan kesehatan
merupakan proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
memelihara kesehatan dan meningkatkan kesehatan Notoatmodjo (2005).

Adanya sarana dan prasarana pelayanan kesehatan kesehatan pada lansia


dengan gastritis menunjukkan kepedulian atau sosial support dari
lingkungannya terhadap kesehatan lanjut usia. Sarana pelayanan
kesehatan pada lansia akan meningkatkan koping aggregat dan
menurunkan angka kekambuhan gastritis di masayarakat.
4.3.7. Implementasi, Evaluasi dan Rencana Tindak lanjut
a. Pelaksanaan
1) Melakukan penyuluhan kesehatan pada aggregat lansia gastritis
tentang gastritis dan perawatannya.
Tujuan dari pelaksanaan penyuluhan adalah untuk meningkatkan
pengetahuan dan pemahaman lansia yang dapat mempengaruhi koping
aggrerat lansia.

Pendidikan kesehatan melalui posbindu merupakan salah satu bentuk


upaya dari oleh dan untuk masyarakat mendapatkan pengetahuan
tentang penyakit gastritis dan perawatannya. Aggregate lansia dengan
gastritis dilakukan penyuluhan dengan berbagai metode dan media
sesuai dengan pendidikan dan latar belakang budaya lansia.
Penyuluhan dilakukan residen pada aggregate lansia dengan gastritis
dengan menggunakan media yang telah disediakan.

Pendidikan kesehatan bisa dilakukan oleh anggota kelompok


pendukung dengan cara mengumpulkan lansia yang mengalami
gastritis di satu tempat. Media yang digunakan untuk melakukan
pendidikan kesehatan kepada lansia gastritis adalah lembar balik
karena jumlah lansia gastritis 10 orang. Materi pendidikan kesehatan

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


90

yang dilakukan oleh kelompok pendukung adalah gastritis dan


perawatannya.

Metode pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh residen dengan


ceramah dan tanya jawab setelah pelaksanaan pemeriksaan pelayanan
kesehatan melalui 5 meja dalam posbindu maupun dengan
mengumpulkan lansia pada suatu tempat. Metode pendidikan
kesehatannya dengan ceramah dan diskusi lansia mengajukan
pertanyaan terhadap hal-hal yang tidak dipahami selama proses
penyuluhan. Residen melakukan pendidikan kesehatan kepada lansia
dari mulai persiapan sampai dengan penutupan.

Evaluasi pelaksanaan penyuluhan kesehatan melalui posbindu dapat


dilakukan dengan cara menyebarkan angket tentang pengetahuan,
sikap dan perilaku lansia sebelum dilakukan dan sesudah dilakukan
penyuluhan oleh anggota kelompok pendukung yang sudah disiapkan
oleh residen.
2) Memandu demonstrasi relaksasi outogenik untuk manageman
stres pada lanjut usia dengan gastritis.
Pelaksanaan demonstrasi relaksasi outogenik diikuti oleh 10 lansia
gastritis di tempat yang tenang bebas suara dan tidak ada anak kecil.
Tujuannya adalah untuk melakukan manegemen stress dan
mengurangi stres pada aggregate lansia. Sebelum pelaksanaan
demonstrasi relaksasi progresif dimulai, dilakukan pengukuran
terhadap tanda-tanda vital yang meliputi tekanan darah, dan nadi
kemudian masing-masing hasilnya dicatat.

Demonstrasi yang dilakukan bersama-sama dengan instruktur residen


memerlukan waktu kurang lebih 1 jam sampai aggregat dapat
mendemotrasikan kembali tehnik relaksasi autogenik. Demonstrasi
relaksasi outogenik dilakukan dengan simulasi oleh residen kemudian

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


91

diikuti oleh aggregate lansia gastritis. Pelaksanaan relaksasi outogenik


dimulai dengan relaksasi otot dikombinasi dengan nafas dalam.

Setelah dilakukan demonstrasi juga dilakukan pengukuran terhadap


tekanan darah dan nadi aggregat kemudian dicatat dalam buku
kegiatan. Evaluasi kegiatan dilakukan dengan menggunakan lembar
observasi terhadap kemampuan aggregate lansia gastritis dalam
mendemonstrasikan relaksasi outogenik.

b. Evaluasi
1) Terjadi peningkatan pengetahuan 14% setelah dilakukan
pendidikan kesehatan, sikap meningkat 8% dan perilaku terjadi
peningkatan 7% pada aggregate lansia dengan gastritis.
2) Kemampuan melakukan demonstransi relaksasi outogenik rata-rata
baik dari 10 lansia dengan gastritis dan dan seluruh peserta
mendemoatrasikan kembali relasasi awal sampai dengan relaksasi
akhir.
c. Rencana Tindak Lanjut
1) Melibatkan anggota kelompok pendukung untuk melakukan
penyuluhan di posbindu pada aggregate lansia dengan gastritis
dengan tema dan media yang berbeda setiap ada kegiatan posbindu.
2) Mengajarkan tehnik manajeman stres yang lain untuk menurunkan
level stres pada lansia gastritis.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


BAB 5
PEMBAHASAN

Bab ini akan dilakukan pembahasan terhadap hasil pelaksanaan intervensi


kelompok pendukung dibandingkan dengan teori dan hasil riset yang ada di
tatanan praktik keperawatan komunitas dan implikasinya pengambil kebijakan :
Puskesmas dan dinas kesehatan, bagi asuhan keperawatan dan penelitian
selanjutnya.

5.1. Pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas


Hasil pelatihan kelompok pendukung didapatkan peningkatan pengetahuan,
sikap dan kemampuan anggota kelompok pendukung dalam melakukan
pemantauan terhadap keluarga. Hal tersebut terjadi akibat dari proses
pembelajaran dalam kelompok, dengan belajar bersama, berdiskusi akan ada
proses interaksi yang saling mendukung dan memudahkan untuk belajar dan
mengingat sesuatu. Pelatihan merupakan upaya percepatan dan pemberian
arah melalui proses alamiah yaitu mempercepat terjadinya perubahan,
pertumbuhan dan perkembangan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap.

Hasil penelitian Perminasari dan Susiloretni (2009) yang melakukan


penelitian tentang efektifitas dinamika kelompok untuk meningkatkan
pengetahuan dan sikap siswa SMP mengenai makanan jajanan, didapatkan
Perbedaan metode penyuluhan yang digunakan tidak berpengaruh terhadap
pengetahuan akhir (p>0,05) tetapi berpengaruh terhadap sikap akhir (p<0,05).

Hasil pelatihan yang dilakukan residen dengan hasil penelitian Perminasari


dan Susisloretni terjadi perbedaan hasil hal ini disebabkan adanya perbedaan
tingkat tumbuh kembangan antara remaja dengan orang dewasa. Proses
pembelajaran remaja memerlukan aktivitas fisik yang lebih untuk
menyalurkan energinya, sedangkan pada orang dewasa lebih mementingkan
konten dari pembelajaran sehingga dinamika kelompoknya dapat berjalan.
Metode ceramah dan dinamika kelompok lebih tepat diberikan pada

92 Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


93

pembelajaran orang dewasa karena dengan adanya kelompok akan terjadi


proses belajar bersama. Proses peningkatan kemampuan berkelompok
dilakukan secara dinamis, disamping dapat menggali dan memperkuat potensi
yang ada didalam diri manusia, harus juga mampu memberikan pengalaman
belajar secara langsung, yang sekaligus dapat mempengaruhi otak, sebagai
sumber intelegensia, jiwa, sebagai sumber perasaan dan raga, sebagai sumber
karya ketrampilan.

Dinamika kelompok sebagai suatu metode dan proses, merupakan salah satu
alat manajemen untuk menghasilkan kerjasama kelompok yang optimal, agar
pengelolaan organisasi menjadi lebih efektif, efisien dan produktif. Sebagai
metode, dinamika kelompok, membuat setiap anggota kelompok semakin
menyadari siapa dirinya dan siapa orang lain yang hadir bersamanya dalam
kelompok dengan segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Kesadaran semacam ini perlu diciptakan karena kelompok atau organisasi
akan menjadi efektif apabila memiliki satu tujuan, satu cara tertentu untuk
mencapai tujuan yang diciptakan dan disepakati bersama dengan melibatkan
semua individu anggota kelompok tersebut sesuai dengan kemampuannya
masing-masing.

Sebagai suatu proses, dinamika kelompok berupaya menciptakan situasi


sedemikian rupa, sehingga membuat seluruh anggota kelompok merasa
terlibat secara aktif dalam setiap tahap perkembangan atau pertumbuhan
kelompok, agar setiap orang merasakan dirinya sebagai bagian dari kelompok
dan bukan orang asing. Dengan demikian diharapkan bahwa setiap individu
dalam organisasi merasa turut bertanggung jawab secara penuh terhadap
pencapaian tujuan organisasi yang lebih luas.

Pada proses kelompok terjadi tahap pembentukan rasa yaitu setiap individu
dalam kelompok melakukan berbagai penjajagan terhadap anggota lainnya
mengenai hubungan antar pribadi yang dikehendaki kelompok, sekaligus
mencoba berperilaku tertentu untuk mendapatkan reaksi dari anggota lainnya.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


94

Bersamaan dengan tampilnya perilaku individu yang berbeda-beda tersebut,


secara perlahan-lahan, anggota kelompok mulai menciptakan pola hubungan
antar sesama mereka.

Pada tahap tersebut secara berangsur-angsur mulai diletakkan pola dasar


perilaku kelompok, baik yang berkaitan dengan tugas-tugas kelompok, atau
yang berkaitan dengan hubungan antar pribadi anggotanya. Dalam kaitannya
dengan tugas kelompok, tujuan kelompok belum jelas dan satu sama lain
masih mencari-cari. Semua anggota mulai meraba-raba dan menjajagi situasi
kelompok. Hubungan satu sama lainnya diliputi oleh perasaan malu-malu,
ragu-ragu, dengan sopan santun yang bersifat basi. Suasana hubungan satu
dengan lainnya masih terlihat kaku, namun pada umumnya setiap individu
senang memperlihatkan aku-nya, dengan menceritakan berbagai keunggulan
dirinya secara lengkap dan berkepanjangan.

Pada tahap berikutnya memperjelas tujuan kelompok mulai tampak,


partisipasi anggota meningkat. Pada tahap ini anggota kelompok mulai
mendeteksi kekuatan dan kelemahan masing-masing anggota kelompok
melalui proses interaksi yang intensif, ditandai dengan mulai terjadinya
konflik satu sama lain, karena setiap anggota mulai semakin menonjolkan
aku-nya masing-masing.

Anggota kelompok selanjutnya mulai melihat karakteristik kepribadian


masing-masing secara lebih mendalam, sehingga lebih memahami mengapa
terjadi perbedaan dan konflik, bagaimana berkomunikasi dengan orang-orang
tertentu, bagaimana cara membantu orang lain dan bagaimana cara
memperlakukan orang lain dalam kelompok. Dengan adanya pemahaman
demikian, ikatan dan rasa percaya serta kepuasan hubungan dan konsensus
diantara anggota kelompok dalam pengambilan keputusan meningkat,
anggota mulai merasakan perlunya kesatuan pendapat mengenai perilaku
yang boleh dan yang tidak boleh ditampilkan dalam pergaulan kelompok atau

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


95

norma kelompok, agar kelompok bisa bekerja secara efektif dan efesien
dalam memecahkan masalah yang dihadapi bersama.

Pada proses berikutnya terciptanya suasana penuh keharmonisan dalam


kelompok, sehingga hubungan antar pribadi yang semula penuh dengan
keragu-raguan dan konflik satu sama lain akibat ketertutupan diri, telah
berubah menjadi sarana untuk pemecahan masalah dan penyelesaian
pekerjaan kelompok. Selain itu sudah jelas pula peran apa yang harus
dimainkan oleh setiap anggota dalam penyelesaian pekerjaan kelompok
sesuai dengan kemampuan yang bisa dberikan kepada kelompok.

Pada tahap terakhir kelompok sudah dibekali dengan suasana hubungan kerja
yang harmonis antara anggota yang satu dengan yang lainnya, norma
kelompok telah disepakati, tujuan dan tugas kelompok serta peran masing-
masing anggota telah jelas, ada keterbukaan dalam komunikasi dan
keluwesan dalam berinteraksi satu sama lain, perbedaan pendapat ditolerir,
inovasi berkembang.

Kemampuan kelompok pada tahap-tahapan proses kelompok melalui hal


yang sama karena kelompok memiliki karakteristik sosial budaya yang sama,
sehingga rasa keterikatan yang tinggi sehingga saling mendukung antara satu
dengan yang lainnya. Keterikatan kelompok ini membuat kelompok memiliki
toleransi dan penyesuaian yang tinggi terhadap satu anggota dengan anggota
yang lainnnya dan meningkatkan kepedulian terhadap anggota kelompoknya.

5.2. Asuhan keperawatan keluarga


Pada saat pengakajian asuhan keperawatan pada keluarga dengan lansia
gastritis ditemukan berbagai macam masalah antar lain stres pada lansia. Stres
yang terjadi pada lansia gastritis antara lain adalah karena kehilangan
pasangan hidup, memikirkan anak-anaknya, konflik dengan keluarga antar
generasi, diberikan beban pekerjaan yang lebih pada anak-anaknya. Menurut
Haryadi (2009), faktor keluarga juga sangat berperan besar dalam kejadian

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


96

stres para lansia. Keadaan seperti adanya konflik internal keluarga atau
merasa menjadi beban keluarga akan menjadi pemicu utama keadaan stres
lansia. Stres pada lansia juga bisa dipicu oleh adanya relasi sosial atau kondisi
lingkungannya yang buruk. Kondisi lingkungan seperi macet, kepadatan,
bising, dan kumuh bisa menjadi pemicu stres bagi para lansia. Kondisi
lingkungan yang buruk tersebut akan berdampak pada ketidaknyamanan
hidupnya yang terakumulasi setiap hari sehingga lama-kelamaan bisa
membuat dirinya stres.

Lansia membutuhkan mekanisme pertahanan diri yang disebut koping.


Koping ialah suatu pemecahan masalah yang digunakan untuk mengelola
stres ataupun suatu kejadian yang dialami oleh lansia. Lansia dapat
menanggulangi suatu stres dengan menggunakan ataupun mengambil sumber
koping baik sosial, interpersonal, serta intrapersonal. Penanggulangan stres
yang buruk akan mengalami isolasi sosial, gangguan citra diri, ataupun
menarik diri ( Subardi & Putra, 2008)

Menurut Hawari dan Dadang (2001) menyatakan penanggulangan stres dapat


berupa terapi, yakni; terapi pijat, terapi meditasi, terapi relaksasi, yoga,
hipnosis, maupun konseling. Terapi seperti konseling memiliki manfaat baik
dari klien (konseli) maupun perawat (konselor). Konseling adalah suatu
proses interaksi untuk menolong seseorang menemukan permasalahan dan
memecahan permasalah tersebut, interaksi terjadi antara pihak yang
membutuhkan (konseli) dengan pihak yang mempunyai keterampilan khusus
dalam memberi bantuan (konselor) dalam hubungan yang profesional.
Konseling lebih efektif diberikan pada lansia yang mengalami gangguan stres
dan koping, karena konseling adalah sebuah sarana untuk lansia bercerita dari
alam sadar ke alam tak sadar, dan interaksi ini sangat membutuhkan trust atau
kepercayaan.

Pada 10 keluarga yang dibina ditemukan masalah stress pada lansia, untuk
mengatasi masalah tersebut menggunakan konseling untuk menurunkan stress

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


97

pada keluarga. Hasil dari konseling dalam keluarga terdapat 7 keluarga


mengalami penurunan stres sedang menjadi stress ringan, dan terdapat 3
keluarga yang mengalami stress sedang setelah dilakukan konseling tetap
mengalami stress sedang. Hal ini dapat terjadi karena stimulasi stress dalam
keluarga sangat berbeda dan kompleksitas masalahnya dari 10 keluarga
tersebut berbeda. Sumber dan kekuatan stress yang berbeda akan
menyebabkan tingkat kesulitan memecahkan masalah dalam keluarga.
Sumber stress masa pensiuan akan sangat berbeda sekali dengan stress yang
bersumber dari konflik keluarga. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian
Agustianto (2011) yang meneliti hubungan stress dan koping masa pensiun di
RW 11 Komplek Mabad Rempoa Ciputat Timur Tangerang Selatan yang
didapatkan hubungan bermakna antara stress dengan koping lansia pada masa
pensiun.

Pengembangan mekanisme koping dalam keluarga sangat tergantung oleh


dukungan dalam keluarga tersebut. Keluarga yang memiliki dukungan dan
kepedulian terhadap lansia memudahkan lansia mencari solusi dan koping
yang tepat. Pendapat tersebut didukung oleh Boss dalam Sussman dan
Steinment (1998) yang menyatakan sumber koping keluarga merupakan
kekuatan individual dan kekuatan bersama pada saat mengahadapi stress.
Sumber koping tersebut antara lain jaminan ekonomi, kesehatan,
pengetahuan, sikap, kedekatan, semangat kerja, hubungan dengan orang lain
dan dukungan sosial.

Intervensi yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan stress pada lansia


itu adalah menggunakan kelompok pendukung yang memberikan dukungan
sosial terhadap lansia. Hal ini sesuai dengan pendapat Lieberman (1992) yang
menyatakan dukungan sosial dapat menurunkan kecenderungan munculkan
kejadian yang dapat menyebabkan stress, interaksi dengan orang lain dapat
memodifikasi atau mengubah persepsi individu pada kejadian tersebut, oleh
karena itu akan mengurangi munculnya stress. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Oktizuvia dan Conny (2010) yang meneliti

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


98

hubungan antara dukungan keluarga dengan kejadian depresi pada lansia di


wilayah Kelurahan Parupuk Tabing Kecamatan Kota Tengah Padang
didapatkan hasil terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga
dengan kejadian depresi (p<0,05).

Intervensi yang dilakukan untuk menurunkan stres dalam keluarga yaitu


menggunakan tehnik managemen stres dan modifikasi perilaku. Setiap
keluarga memiliki kemampuan yang berbeda dalam melakukan managemn
stress dalam keluarga. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Usman (2008)
tentang manageman stress merupakan kemampuan penggunaan sumber daya
(manusia) secara efektif untuk mengatasi gangguan atau kekacauan mental
dan emosional yang muncul karena tanggapan (respon). Tujuan dari
manajemen stres itu sendiri adalah untuk memperbaiki kualitas hidup
individu itu agar menjadi lebih baik.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Asminarsih (2010) salah satu


manajemen stres efektif dalam menurunkan tingkat nyeri, frekuensi
kekambuhan gastritis, tingkat stres, dan mekanisme koping maladaptif. Hasil
pelaksanaan manajemen stres melalui proses kelompok menunjukkan terdapat
peningkatan pengetahuan dan sikap keluarga dalam merawat lansia gastritis,
serta terjadi perubahan perilaku positif yaitu penurunan lansia dengan pola
makan tidak teratur, kebiasaan konsumsi makanan pedas dan asam, serta
konsumsi obat anti nyeri.Hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada 10
keluarga lansia gastritis menunjukkan bahwa kombinasi terapi modifikasi
perilaku dan manajemen stres efektif dalam mencegah kekambuhan gastritis.

Intervensi antara penelitian ini dengan yang dilakukan oleh Asminarsih


(2010) didapatkan terjadi perubahan tingkat stres disebabkan lansia memiliki
karakater yang sama dalam kehidupan. Pada intervensi penelitian ini lebih
menekankan sistem dukungan keluarga untuk mengatasi stres dalam keluarga
sehingga lansia mendapatkan dukungan sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini
didukung pendapat Kuypers dan Bengston (1973) ketersediaan layanan oleh

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


99

anggota keluarga dapat mengubah pandangan lansia mengeanai lingkungan


sosialnya. Mereka akan tetap mampu untuk berperan aktif dengan layanan
yang ada dan juga mereka akan mengubah pandangan dunia sosial yang
negatif dan meniadakan pemberian label sebagai seseorang yang tidak
mampu (incompetent). Dorongan untuk berpartisipasi aktif orang-orang
disekitarnya dapat meningkatkan kepuasan hidup dan perasaan positif mereka
terhadap dirinya sendiri.

Masalah risiko keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dari 10


keluarga yang dilakukan implementasi keluarga dengan menggunakan
konseling keluarga tentang diit dan nutrisi bagi lansia dengan gastritis,
demonstrasi menu seimbang bagi lansia gastritis serta modifikasi perilaku
menu sehat bagi lansia gastritis efektif digunakan untuk mengatasi masalah
keimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Hal ini terlihat dari
perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap lansia yang mengalami
gastritis melalui lima tahap tugas kesehatan keluarga. Indikator
keberhasilannya dapat dilihat dari peningkatan berat badan, dari 10 keluarga
terjadi kenaikan berat badan 8 keluarga dan tidak mengalami kenaikan berat
badan terdapat 2 keluarga.

Terjadinya perubahan berat badan sesudah dilakukan implementasi


disebabkan keluarga mematuhi aturan diit seperti makanan yang boleh
dimakan, tidak dimakan, jadwal makan, jenis makanan. Keterlibatan
keluarga sangat penting untuk menyediakan nutrisi yang baik di semua
lingkungan. Kemampuan untuk memberikan makanan kesukaan lansia dan
memberikan atmosfer sosial yang mendorong asupan makanan adalah hal
terbaik yang dapat dilakukan oleh keluarga. Hal ini di dukung hasil penelitian
Fatah (2010) yang meneliti hubungan dukungan keluarga dengan pemenuhan
kebutuhan gizi pada lansia hasilnya didapatkan hubungan yang signifikan
antara dukungan keluarga dengan pemenuhan gizi pada lansia di Desa
Banjaragung Kecamatan Bareng Jombang dengan nilai signifikansi 0,032 dan
koefisien korelasi 0,183.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


100

Keluarga memiliki peranan penting terhadap penyajian makan bagi lanjut usia
hasi ini sesuai dengan hasil penelitian Kuswandari (2009) yang meneliti
tentang peranan keluarga terhadap perilaku hidup sehat lansia di wilayah
kerja Puskesmas Darussalam Medan didapatkan 70,8% keluarga berperan
baik dan menyajikan makanan lansia secara tepat waktu variasi dan
menentukan menu sesuai dengan penyakit yang diderita lansia serta
menganjurkan selalu disiplin menjalankan dietnya.

Tidak adanya peningkatan berat badan lansia disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain lansia selain menderita gastritis juga kadang menderita penyakit
lain yang kadang membutuhkan pengobatan yang intensif. Efek samping dari
pengobatan pada lansia antara lain menurunkan nafsu makan lansia,
konatipasi, mual dan penurunan absorbsi nutrien (Beare dan Stanley, 2007).
Selain itu penurunan fungsi fisik pada lansia seperti gigi yang sudah tanggal
pengecapan yang berkurang sensitifitasnya menyebabkan lansia kurang nafsu
makan sehingga tidak tertarik dengan makanan yang disediakan oleh
keluarga. Adanya malabsorbsi nutrisi pada tubuh lansia menyebabkan lansia
makan banyak tetapi tidak mengalami peningkatan berat badan.

Faktor psikososial lansia juga sangat mempengaruhi pemasukan nutrisi pada


lansia. Hal ini sesuai dengan pendapat Greenberg (2002) yang menyatakan
faktor psikososial yang terjadi pada lansia antara lain kehilangan (pasangan,
teman, keluarga, pekerjaan, kegiatan, hubungan sosial), penyakit kronik yang
dialami, serta peningkatan ketergantungan pada orang lain dalam pemenuhan
kebutuhan hidup dapat merupakan sumber stres yang menyebabkan lansia
malas makan.

Selain itu lansia yang hidup hanya dengan pasangannya atau hidup sendiri
tidak memiliki penghasilan yang tetap sehingga untuk menyediakan makan
sehari-hari tidak cukup. Pemberian intervensi dengan menu yang cukup
bervasiasi setiap hari tidak bisa dilakukan oleh lansia karena untuk
menyediakan makan setiap harinya kadang tidak ada. Hal ini di dukung oleh

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


101

pendapat Bierman dan Hazzard (1991) penyebab dari kekurangan nutrisi


pada lansia antara lain keterbatasan ekonomi keluarga, penyakit kronis,
pengaruh psikologis, hilangnya gigi, kesalahan pola makan dan juga kurang
pengetahuan tentang gizi dan cara pengolahan makanan.

Pada 10 keluarga yang dilakukan asuhan keperawatan, ditemukan 4 keluarga


lansia gastritis masalah nyeri baik kronis karena timbul berulang kali setiap
lansia mengalami kekambuhan. Implementasi yang dilakukan untuk
menyelesaikan nyeri tersebut dengan menggunakan guide imagery, akupresur
dan kompres hangat kering pada area lambung. Hasilnya didapatkan terjadi
penurunan skala nyeri rata-rata 3 skala nyeri. Penatalaksanan nyeri dengan
kombinasi terapi keperawatan akan menyebabkan penurunan nyeri pada
lansia. Kondisi psikosisial pasien yang sudah jenuh terhadap kekambuhan
gastritis membuat pasien mencoba mencari berbagai alternatif penyembuhan,
dengan adanya perawat yang melaksanakan home care merupakan alternatif
pilihan. Keterbatasan sumberdaya yang tersedia di keluarga terutama
keuangan membuat lansia tidak bisa mengakses pelayanan kesehatan dengan
harga relatif mahal. Jarak lansia dan keterbatasan fisik lansia dalam
mengakses pelayanan kesehatan juga menjadi penyebab lansia membutuhkan
perawatan yang diberikan dirumah.

Pendapat Beare dan Stanley (2007) yang menyatakan bahwa nyeri gastritis
akan menurun setelah penyebabnya ditangani dengan pengobatan, istirahat,
kompres hangat atau dengan imobilisasi/istirahat. Hasil penelitian Sumartini
(2012) yang meneliti tentang pengaruh relaksasi guide imagery terhadap
intersitas nyeri angina pectoris di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
didapatkan perbedaan bermakna intensitas nyeri Angina Pectoris antara
sebelum dan sesudah perlakuan baik pada kelompok intervensi maupun pada
kelompok kontrol, dan hasil kelompok intervensi lebih baik daripada pada
kelompok kontrol. Hal ini menyatakan bahwa guided imagery relaxation
dapat menurunkan intensitas nyeri angina pectoris.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


102

Kompres hangat kering merupakan tindakan perawatan sederhana yang bisa


dilakukan oleh lansia dan keluarga. Stimulasi kulit dapat memberikan
peredaan nyeri smentara yang efektif, dan juga bisa mendistraksi klien
sehingga klien memfokuskan perhatian pada stimulasi taktil, mengalihkan
dari sensasi menyakitkan, sehingga mengurangi persepsi nyeri (Kozier,
2010). Stimulasi kulit adalah tindakan ini dapat dilakukan di rumah, sehingga
memungkinkan klien dan keluarga melakukan upaya kontrol gejala nyeri dan
penanganannya. Penggunaan stimulasi kulit yang benar dapat mengurangi
persepsi nyeri dan membantu mengurangi ketegangan otot (Potter & Perry,
2005).

Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu hangat


setempat yang dapat menimbulkan beberapa efek fisiologis. Kompres hangat
dapat digunakan pada pengobatan nyeri dan merelaksasi otot-otot yang
tegang (Gabriel, 2000). Efek terapeutik pemberian kompres hangat
mengurangi nyeri, meningkatkan aliran darah, mengurangi kejang otot,
menurunkan kekakuan tulang sendi (Snyder, 1992). Hal ini di dukung oleh
penelitian Putra (2011) yang meneliti pengaruh pemberian kompres hangat
terhadap penurunan skala nyeri punggung bawah pada pengrajin ukiran di
Desa Sumita Giyanar Bali didapatkan ada pengaruh pemberian kompres
hangat terhadap penurunan skala nyeri punggung bawah nilai p-value 0,0001
< α 0,05.

Hasil intervensi kelompok pendukung dalam melakukan


pemantauan/dukungan keluarga didapatkan terjadi perbedaan baik
pengetahuan, sikap maupun perilaku keluarga, hal ini dikarenakan kelompok
pendukung dapat memberikan bantuan-bantuan yang sifatnya dukungan
instrumental sesuai dengan kebutuhan lansia seperti memberikan pinjaman
dalam bentuk barang, atau bahkan keuangan, makanan yang dibutuhkan
lansia terutama lansia yang sudah tua dan hanya tinggal sendiri atau hanya
dengan pasangannya. Kelompok pendukung juga memberikan bantuan yang
sifatnya emotional support seperti mendampingi, empati pada lansia yang

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


103

memberikan rasa nyaman. Suatu studi yang dilakukan oleh Argyle dan
Furnham (dalam Veiel & Baumann,1992) menemukan tiga proses utama
dimana sahabat atau teman dapat berperan dalam memberikan dukungan
sosial. Proses yang pertama adalah membantu meterial atau instrumental.
Stres yang dialami individu dapat dikurangi bila individu mendapatkan
pertolongan untuk memecahkan masalahnya. Pertolongan ini dapat berupa
informasi tentang cara mengatasi masalah atau pertolongan berupa uang.

Proses kedua adalah dukungan emosional. Perasaan tertekan dapat dikurangi


dengan membicarakannya dengan teman yang simpatik. Harga diri dapat
meningkat, depresi dan kecemasan dapat dihilangkan dengan penerimaan
yang tulus dari sahabat karib. Proses yang ketiga adalah integrasi sosial.
Menjadi bagian dalam suatu aktivitas waktu luang yang kooperatif dan
diterimanya seseorang dalam suatu kelompok sosial dapat menghilangkan
perasaan kesepian dan menghasilkan perasaan sejahtera serta memperkuat
ikatan sosial.

Sumber dukungan dari orang-orang terdekat yang mempunyai potensi sebagai


sumber dukungan dan senantiasa bersedia untuk memberikan bantuan dan
dukungannya ketika individu membutuhkan. Keluarga sebagai suatu sistem
sosial, mempunyai fungsi- fungsi yang dapat menjadi sumber dukungan
utama bagi individu, seperti membangkitkanpersaan memiliki antara sesama
anggota keluarga, memastikan persahabatan yang berkelanjutan dan
memberikanrasa aman bagi anggota- anggotanya. Menurut Argyle (dalam
Veiel dan Baumann,1992), bila individu dihadapkan pada suatu stresor maka
hubungan intim yang muncul karena adanya sistem keluarga dapat
menghambat, mengurangi, bahkan mencegah timbulnya efek negatif stresor
karena ikatan dalam keluarga dapat menimbulkan efek buffering (penangkal)
terhadap dampak stresor. Munculnya efek ini dimungkinkan karena keluarga
selalu siap dan bersedia untuk membantu individu ketika dibutuhkan serta
hubungan antar anggota keluarga memunculkan perasaan dicintai dan
mencintai. Intinya adalah bahwa anggota keluarga merupakan orang- orang

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


104

yang penting dalam memberikan dukungan instrumental, emosional dan


kebersamaan dalam menghadapi berbagai peristiwa menekan dalam
kehidupan.

Peningkatan pengetahuan, sikap dan ketrampilan keluarga setelah dilakukan


intervensi terlihat dari indikator hasil yaitu tidak terjadi kekambuhan apabila
indikatornya dapat diatasi. Indikator tersebut adalah tingkat stress menurun,
berat badan naik dan penurunan skala nyeri pada lansia gastritis. Hal ini
sesuai dengan pendapat uripi (2009) yang menyatakan penyembuhan gastritis
membutuhkan pengaturan makanan sebagai upaya untuk memperbaiki
kondisi pencernaan. Gastritis biasanya diawali oleh pola makan yang tidak
teratur sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat.
Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran macam
dan model bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari (Margatan, 1995).
Pola makan terdiri dari frekuensi makan, jenis makanan. Dengan menu
seimbang perlu dimulai dan dikenal dengan baik sehingga akan terbentuk
kebiasaan makan makanan seimbang dengan dikemudian hari. Pola makan
yang baik dan teratur merupakan salah satu dari penatalaksanaan gastritis dan
juga merupakan tindakan preventif dalam mencegah kekambuhan gastritis.

Dalam sebuah jurnal kedokteran, peneliti dari Unversitas Leeds,


mengungkapkan stres dapat mempengaruhi kebiasaan makan seseorang. Saat
stres, orang cenderung makan lebih sedikit, stres juga menyebabkan
perubahan hormonal dalam tubuh dan merangsang produksi asam lambung
dalam jumlah berlebihan. Akibatnya, lambung terasa sakit, nyeri, mual,
mulas, bahkan bisa luka (Kamal, 2007).

5.3. Asuhan keperawatan komunitas


Intervensi kelompok pendukung pada komunitas adalah dengan memberikan
dukungan informasional yang diberikan kepada aggregat lansia dengan
gastritis melalui pendidikan kesehatan.Selain itu pemberian dukungan

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


105

informasional diberikan langsung dari residen kepada aggregat lansia dengan


gastritis langsung dengan pendidikan kesehatan melalui curah pendapat.

Pada hasil Penelitian ini terjadi perbedaan pengetahuan, sikap dan perilaku
lansia setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Hal ini didukung hasil
penelitian Wigati (2007) yang meneliti tentang pengaruh pendidikan
kesehatan tentang penyakit degeneratif terhadap keefektifan lansia dalam
kegiatan posyandu lansia Krida Darma Kelurahan Jebres didapatkan ada
pengaruh keaktifan lansia dalam kegiatan posyandu lansia antara kelompok
yang diberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit degeneratif dan yang
tidak diberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit degeneratif di
Posyandu Lansia Krida Dharma Wreda Kelurahan Jebres.

Terjadinya persamaan dalam penelitian ini adalah lansia memiliki


karakteristik yang hampir sama dan budaya yang sama yaitu berasal dari Jawa
Tengah. Budaya yang melekat adalah sangat menghargai terhadap orang yang
baru dikenal, menghargai terhadap seseuatu hal yang baru didengar.
Ketertarikan terhadap pendidikan kesehatan pada lansia gastritis karena
keadaan yang dialaminya dirasakan sangat mengganggu aktifitas sehari-hari
dalam pemenuhan kebutuhan hidup dan melakukan aktivitas sosial
kemasyarakatan, sehingga harus mencari sumber pelayanan dan informasi
yang tepat utuk mengatasi masalah tersebut. Pada lansia di wilayah kelurahan
Tugu memiliki karakteristik terbuka dengan sesuatu yang baru dan dan jarang
ditemukan/dilakukan di masayarakat.

Demikian juga dengan pendapat Suhita (2002) yang menyatakan pendidikan


kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang yang
dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu, dan masyarakat.
Pendidikan kesehatan tidak dapat diberikan kepada seseorang oleh orang lain,
bukan seperangkat prosedur yang harus dilaksanakan atau suatu produk yang
harus dicapai, tetapi sesungguhnya merupakan suatu proses perkembangan
yang berubah secara dinamis, yang didalamnya seseorang menerima atau

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


106

menolak informasi, sikap, maupun praktek baru, yang berhubungan dengan


tujuan hidup sehat.

Tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk membantu individu, keluarga dan


komunitas mencapai, melalui tindakan mereka sendiri dan inisiatif, agar
status kesehatannya optimal. Pendidikan kesehatan akan membangkitkan hal
positif, menginformasikan perilaku gaya hidup dalam mencegah penyakit
akut dan kronis, mengurangi ketidakmampuan dan membuat lebih sehat.
Selain itu tujuan pendidikan kesehatan adalah akan membantu keberhasilan
perubahan perilaku melalui pemberdayaan (Anderson, Ward & Hatton, 2004).

Pendidikan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan


mengurangi disabilitas serta mengaktualisasikan potensi kesehatan yang
dimiliki oleh individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Swanson &
Nies, 1997). Pendidikan kesehatan dapat dikatakan efektif apabila dapat
menghasilkan perubahan pengetahuan, menyempurnakan sikap,
meningkatkan ketrampilan, dan bahkan mempengaruhi perubahan di dalam
perilaku atau gaya hidup individu, keluarga, dan kelompok lansia (Pender,
Murdaugh, & Parsons, 2002). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ratnasari
(2011) yang meneliti Pengaruh Pendidikan Kesehatan Activities Daily Living
(ADL) Lansia Terhadap Pengetahuan dan Sikap Keluarga di Wilayah RW V
Kelurahan Giriwono Kecamatan Wonogiri. Hasil penelitian menunjukkan
adanya pengaruh yang bermakna antara pengetahuan responden tentang ADL
lansia sebelum dan setelah mendapatkan pendidikan kesehatan (p=0,000; α <
0,05). Terdapat pengaruh yang bermakna antara sikap responden sebelum dan
setelah mendapatkan pendidikan kesehatan ADL lansia (p=0,003; α<0,05).

Perubahan perilaku kesehatan berhubungan dengan pendidikan kesehatan


yang akan membantu mencegah sakit dan ketidakmampuan. Dua tujuan
utama dalam pendidikan kesehatan dan konseling merubah perilaku
kesehatan dan memperbaiki status kesehatan. Pendidikan kesehatan dan

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


107

konseling kesehatan merupakan dua hal yang saling mendukung ( Edelmen &
Mandle, 2006).

Pendidikan kesehatan dapat dilakukan secara individu, kelompok, maupun


komunitas. Upaya pendidikan kesehatan di tingkat komunitas penting
dilakukan dengan beberapa alasan, yaitu: individu akan mudah mengadopsi
perilaku sehat apabila mendapatkan dukungan sosial dari lingkungannya
terutama dukungan keluarga, intervensi di tingkat komunitas dapat mengubah
struktur sosial yang kondusif terhadap program promosi kesehatan, unsur-
unsur di dalam komunitas dapat membentuk sinergi dalam upaya promosi
kesehatan (Meillier, Lund & Kok, 1996).

Kemampuan kelompok pendukung dalam melakukan penyuluhan di


masayarakat meningkatkan motivasi anggota kelompok untuk mengasah
ketrampilan dalam melakukan penyuluhan. Kelompok melakukan latihan
berkala dalam melakukan penyuluhan sehingga mereka saling memberikan
masukan terhadap kekurangan saat menjadi penyuluh. Demikian pula dengan
latihan konseling sebaiknya diberikan kepada lansia oleh orang prosesional
sehingga kelompok pendukung hanya bersifat memberikan bantuan
informational, emtional maupun isntrumental

5.4. Keterbatasan
Keterbatasan yang ditemukan dalam pada intervensi kelompok pendukung ini
adalah;
5.4.1. Keterbatasan waktu dalam mengikuti proses kelompok/pelatihan
Anggota kelompok pendukung diantaranya memiliki kesibukan dengan
pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, mencari tambahan nafkah dan aktif
dalam kegiatan sosial kemasyarakatan sehingga kadang tidak dapat
melakukan kegiatan kelompok sesuai dengan jadwal yang disepakati diawal
pertemuan. Jadwal pertemuan kelompok pendukung kadang berbenturan
dengan kegiatan kemasyarakatan sehingga yang hadir dalam kelompok
pendukung sekitar 90% dari seluruh anggotanya (12 orang). Keterbatasan

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


108

waktu yang dimiliki oleh anggota kelompok pendukung menyebabkan


penundaan kujungan keluarga dan tidak sesuai dengan janji yang
disampaikan pada keluarga, terkadang bahkan mengalami kegagalan dalam
melakukan kunjungan. Pematauan oleh kelompok pendukung tidak optimal
mengakibatkan keluarga kadang menungggu cukup lama untuk dilakukan
kunjungan dan kadang lansia sudah lupa yang disampaikan pertemuan
sebelumnya. Hal tersebut berdampak kelompok pendukung harus
mengulang apa yang disampaikan pada pertemuan berikutnya, sehingga
anggota kelompok pendukung merasa bosan dan tidak ada motivasi karena
menganggap usaha yang dilakukan dampaknya kurang optimal dikeluarga.

5.4.2. Kurang percaya diri dalam melakukan penyuluhan dan pemantauan


terhadap lansia gastritis dikeluarga.
Kurangnya rasa percaya diri menghadapi lansia dengan bermacam status
sosial mengakibatkan belum semua anggota kelompok pendukung
melakukan kegiatan yang direncanakan seperti melakukan kunjungan
keluarga. Kurangnya percaya diri anggota kelompok pendukung
mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja kelompok
pendukung kurang. Kemampua kinerja kelompok pendukung dalam
melakukan penyuluhan dan pemantauan terhadap keluarga lansia gastritis
kurang optimal.

5.4.3. Tidak tergalinya pengalaman dan perasaan kelompok pendukung.


Pengalaman dan perasaan kelompok pendukung dalam dinamika kelompok
tidak terkaji oleh peneliti. Pada proses shering setiap pertemuan tidak
mampu menggali pengalaman dan perasaan personal. Hal tersebut terjadi
karena pada proses shering setiap pertemuan kelompok cenderung
membahas materi dan berdiskusi kegiatan disetiap pertemuan. Materi
tersebut merupakan hal baru sehingga anggota kelompok pendukung
terfokus pada aktivitas pembelajaran kelompok, sehingga pengalaman dan
perasaan anggota kelompok pendukung justru tidak tergali.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


109

5.5. Implikasi
Intervensi kelompok pendukung ini memiliki implikasi terhadap pelaksanaan
program home care di puskesmas, pengembangan Kebijakan Dinas
Kesehatan Kota Depok
5.5.1. Program home care di Puskesmas
Pada asuhan keperawatan keluarga, kelompok pendukung sangat
membantu dalam pelaksanaan program kunjungan keluarga atau home
care terutama dalam memberikan dukungan informasional,
instrumental, dan emotional. Keberadaan kelompok pendukung mampu
mengatasi permasalahan-permasalahan yang muncul dalam keluarga
lansia dengan gastritis terutama bagi lansia yang tinggal sendiri atau
hanya bersama dengan pasangannya.

Pemantauan secara berkala oleh kelompok pendukung dapat


mengatasi frekuensi kekambuhan gastritis pada keluarga lansia gastritis.
Bentuk dukungan informasional yang dilakukan oleh kelompok
pendukung dalam bentuk pendidikan kesehatan penyakit gastritis dan
perawatannya, diit bagi lansia dengan gastritis dan food record selama
3 hari. Bentuk dukungan instrumental yang diberikan kelompok
pendukung kepada keluarga lansia dengan gastritis adalah
menghubungi keluarga bila lansia dalam kondisi tidak sehat,
menyediakan makanan dan melayani lansia bila tinggal sendiri dan
tidak ada keluarga. Dukungan emotional yang diberikan kelompok
pendukung kepada keluarga berupa; perasaan empati, selalu
mendampingi dan menemani, memperhatikan lansia gastritis. Bentuk-
bentuk dukungan yang diberikan kelompok pendukung terbukti efektif
untuk melakukan pencegahan kekambuhan gastritis pada lansia di
keluarga.

Keberadaan kelompok pendukung harus tetap mendapatkan


pemantauan dan pendampingan oleh pemegang kegiatan home care
pada lansia di puskesmas. Karena lansia dengan gastritis membutuhkan

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


110

dukungan dari orang lain disekitarnya sehingga keluarga lansia ada


yang tetap melakukan pemantauan dan pendampingan secara terus
menerus.

Kemampuan yang harus dimiliki oleh Pelaksana home care pada lansia
gastritis di keluarga yaitu konseling, manageman stres dengan relaksasi
progresif dan modifikasi perilaku. Konseling nutrisi gastritis,
demonstrasi menu seimbang dan food record serta modifikasi perilaku
penyediaan menu sehat bagi lansia gastritis diperlukan untuk mengatasi
kesimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Sedangkan untuk
mengatasi nyeri kronis membutuhkan keterampilan keperawatan
langsung pada lansia seperti guide imagery, terapi akupresur dan
kompres hangat kering.

Perawat puskesmas perlu diberikan keterampilan untuk meningkatkan


kinerja dalam melakukan pelayanan keperawatan. Keterampilan-
keetrampilan keperawatan tersebut dapat dipenuhi melalui pendidikan
berkelanjutan baik formal maupun informal bagi perawat puskesmas.

5.5.1. Implikasi bagi Dinas Kesehatan


Keberadaan kelompok pendukung di masyarakat secara struktur
organisasi keberadaannya sangat melekat pada posbindu, sehingga
upaya yang dilakukan oleh kelompok pendukung sangat membantu
pelaksanaan pelayanan posbindu. Kegiatan posbindu melalui pelayanan
lima meja merupakan bentuk peran serta aktif dan pemberdayaan
masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatannya sendiri di
masyarakat. Bentuk pelayanan yang diberikan melalui posbindu oleh
kelompok pendukung berupa pendidikan kesehatan, skrining lansia
dengan gastritis melalui meja III.

Aktifitas pelayanan yang dilakukan oleh kelompok pendukung melalui


posbindu memiliki peranan penting juga dalam menjalankan program

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


111

penyakit tidak menular. Kelompok pendukung melakukan pemantauan


dan pencatatan terhadap hasil skrining dan kunjungan keluarga lansia
gastritis yang dilaporkan ke puskesmas. Pelaporan kelompok
pendukung yang dilakukan setiap bulan akan menyumbangkan data
yang akurat penyakit tidak menular lansia gastritis di setiap RW yang
memiliki posbindu, sehingga manajeman program pelayanan data lansia
dapat secara optimal dilaksanakan di tatanan dinas kesehatan.

Keberlanjutan program kelompok pendukung pada pelaksanaan


posbindu dan data lansia gastritis memerlukan supervisi pengelolaam
program yang berkelanjutan oleh Puskesmas Tugu, agar kegiatan
kelomok pendukung dapat berperan dan berfungsi secara optimal di
masyarakat.

5.5.2. Implikasi terhadap masyarakat


Terbentuknya kelompok pendukung dimasyarakat merupakan sarana
masyarakat berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial yang berupaya
untuk menyelesaikan masalah kesehatannya yang dirasakan. Kelompok
pendukung yang sudah terlatih memiliki kemampuan yang lebih
dibandingkan dengan anggota masyarakat yang tidak terlatih.
Kelompok pendukung di masyarakat memiliki potensi besar yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat dan dapat dipergunakan oleh
masyarakat untuk membantu menyelesaikan masalah kesehatan lansia
dengan gastritis.

Kelompok pendukung akan memberikan dukungan yang bersifat


informasional, emosional, instrumental, harga diri pada aggregate
lansia dengan gastritis. Lansia yang tinggal sendiri atau dengan
pasangannya membutuhkan orang lain yang perduli terhadap
masalahanya, maka kelompok pendukung ini yang akan memberikan
dukungan sesuai dengan kebutuhan lansia.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


112

5.5.3. Implikasi terhadap penelitian


Pada hasil residensi ini menggunakan proses kelompok sebagai bentuk
intevensi dalam upaya mencegah kekambuhan pada lansia dengan
gastritis pada manajeman pelayanan komunitas, asuhan keperawatan
keluarga dan komunitas, terbukti sangat efektif untuk mencegah
kekambuhan gastritis.

Intervensi dalam kelompok pendukung secara tidak langsung memiliki


fungsi menghubungkan ide terhadap hal akan dilaksanakan di lansia,
memiliki keterikatan jiwa antar anggota kelompok, memiliki rencana
kerja, motivasi untuk menyelesaikan masalah kesehatan di masyarakat.
Kebersamaan dalam kelompok membuat kelompok memiliki kerikatan
sebagai keluarga yang membuat saling mendukung dan memahami
antar anggota kelompok.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dijelaskan tentang simpulan dan saran terhadap intervensi
kelompok pendukung di Kelurahan Tugu. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
simpulan dan saran sebagai berikut.
6.1. Simpulan.
6.1.1 Terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan ketrampilan setelah dilakukan
pelatihan kelompok pendukung. Hal ini berarti anggota kelompok
pendukung lansia gastritis telah memiliki cukup bekal pengetahuan dan
pemahaman untuk mencegah kekambuhan. Kelompok pendukung telah
memiliki nilai-nilai positif dalam dirinya seperti berorganisasi, mencapai
tujuan bersama, pembagian tugas, memiliki visi dan misi yang sama dalam
membantu aggregat lansia dengan gastritis mengatasi kekambuhan di
keluarga dan masyarakat dan perilaku yang positif terhadap upaya-upaya
pencegahan kekambuhan gastritis.

6.1.2. Asuhan keperawatan terhadap 10 keluarga lansia dengan gastritis


mengalami perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga yang dilihat
dari tidak terjadi kekambuhan yang dapat dikukur dengan terjadi penurunan
tingkat stress dalam keluarga, peningkatan berat badan dan penurunan skala
nyeri pada keluarga lansia dengan gastritis. Peningkatan pengetahuan sikap
dan perilaku keluarga dapat dinilai dari kemampuan keluarga dengan
menggunakan lima tugas kesehatan keluarga yaitu mengenal masalah
kesehatan, mengambil keputusan, merawat anggota keluarga yang sakit,
memodifikasi lingkungan dan menggunakan fasilitas kesehatan. Keluarga
yang dapat melakukan 5 tugas kesehatan keluarga dapat melakukan
pencegahan kekambuhan gastritis pada lansia gastritis yang tinggal bersama
keluarga.Berdasarkan Surat Keputusan Kemenkes No
279/Menkes/SK/IV/2006 Tingkat kemandirian keluarga melalui kunjungan
keluarga yang cocok terdapat pada tahu dan dapat mengunkapkan masalah

113 Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


114

kesehatannya, mampu melakukan perawatan sederhana, memanfaatkan


pelayanan kesehatan.

6.1.3. Terjadi peningkatan pengetahuan, sikap dan ketrampilan pada aggregat


lansia dengan gastritis setelah dilakukan intervensi dengan kelompok
pendukung. Hal ini menunjukkan bahwa lansia gastritis telah memahami
gastritis dan perawatannya, pengaturan diit dan melakukan demonstrasi
manajeman stres bagi dirinya untuk meningkatkan koping dan pemeliharaan
kesehatan dalam upaya mencegah kekambuhan gastritis.

6.2. Saran
6.2.1. Kelurahan Tugu
Keberadaan kelompok pendukung dimasyarakat merupakan upaya
pemberdayaan masayarakat dalam mengatasi masalah kesehatan. Oleh
karena itu hendaknya Kelurahan Tugu dapat memfasilitasi anggota
kelompok pendukung untuk melakukan pemantauan terhadap lansia
gastritis di keluarga. Melalui RW siaga kelurahan Tugu dapat
mengalokasikan dana untuk operasional kegiatan kelompok pendukung,
juga memfasilitasi untuk mendapatkan dana dari lintas sektoral maupun
lintas program.

Selain itu untuk kerlangsungan kegiatan posbindu yang sudah


terbentuk, hendaknya Kelurahan Tugu juga dapat memfasilitasi untuk
mendapatkan dana dan sponsorship dari lintas program dan sektoral.
Dukungan informasional dan instrumental juga dibutuhkan kelompok
pendukung untuk menjalankan pelayanan di posbindu, harapannya
Kelurahan Tugu dapat memberikan dukungan tersebut melalui RW
siaga.

6.2.2. Untuk Puskesmas


Untuk meningkatkan kapasitas dan kepercayaan diri anggota kelompok
pendukung yang sudah dibentuk, hendaknya puskesmas dapat

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


115

melakukan pelatihan berkala pada anggota kelompok pendukung


sebagai upaya program pengembangan kelompok pendukung yang
tujuannya meningkatkan kapasitas kelompok pendukung dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada lansia melalui posbindu.
Pelatihan dikembangkan sesuai kebutuhan kelompok pendukung yang
tujuannya adalah membekali kelompok pendukung untuk memberikan
pelayanan kepada lanjut usia di Kelurahan Tugu.

Untuk mengantisipasi ketidakhadiran anggota kelompok pendukung


dalam kegiatan kelompok dan pemantauan ke keluarga karena harus
mencari nafkah tambahan untuk keluarga hendaknya puskesmas dapat
memberikan jasa transport bagi anggota kelompok pendukung dalam
melakukan pemantauan terhadap keluarga lansia dengan gastritis.

Puskesmas hendaknya bisa memberikan otoritas terhadap pelaksanaan


home care tanpa harus membatasi kunjungan terhadap keluarga karena
permasalahan yang dihadapi keluarga sangat kompleks dan bervariasi.
Rata-rata untuk mencapai indikator hasil akhir dari tindakan asuhan
keperawatan memerlukan 10 kali kunjungan, sehingga diharapkan
puskesmas dapat mengalokasikan dana Biaya Operasional Kesehatan
untuk memberikan transport dan jasa pelayanan keperawatan kepada
keluarga setiap kali kunjungan.

Untuk melakukan home care pada lansia dengan gastritis memerlukan


ketrampilan keperawatan langsung pada lansia melalui konseling,
manageman stress, modifiksi perilaku, demonstrasi menu simbang bagi
lansia gastritis dan food record, terapi akupresur, guide imagery dan
kompres hangat kering, sehingga harapannya pemegang program lansia
dapat menguasi ketrampilan-ketrampilan tersebut untuk melakukan
home care pada keluarga lansia dengan gastritis. Ketrampilan tersebut
dapat diperoleh dengan pendidikan formal dan informal pemegang
program puskesmas sehingga harapannya puskesmas meningkatkan

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


116

kapasitas pemegang program lansia di puskesmas dengan pendidikan


minimal Ners atau D III keperawatan dengan pelatihan - pelatihan
perawatan lansia gastritis dan minimal dengan pengalaman kerja 5
tahun di klinik.

6.2.3. Dinas Kesehatan Kota Depok


Dalam rangka penataan manajemen pelayanan lansia dan keberlanjutan
program perawatan kesehatan masyarakat memerlukan menajemen
data yang baik di tingkat dinas kesehatan, baik data terkait dengan
penyakit tidak menular dan data lansia dengan permasalahan kesehatan,
hendaknya Dinas Kesehatan Kota depok dapat menempatkan Perawat
Spesialis Komunitas pada tatanan manajemen program. Sedangkan
untuk pelaksanaan program lansia di tingkat puskesmas hendaknya
menempatkan seorang Ners sehingga terjadi kesinambungan antara
program kerja di Dinas Kesehatan dan Puskesmas.

Untuk meningkatkan kapasitas pemegang program lanjut usia di


puskesmas, harapannya Dinas Kesehatan Kota Depok dapat
memberikan usulan peningkatan pendidikan berkelanjutan kepada
Badan Kepegawaian Daerah Kota Depok untuk mengembangkan
sumber daya manusia di tingkat Puskesmas. Selain itu Dinas Kesehatan
Kota Depok dapat mengusulkan dan menfasilitasi pengembangan
sumber daya manusia puskesmas untuk dapat menyerap dana
pengembangan sumber daya manusia melalui Kementrian Kesehatan RI
sehingga tenaga keperawatan puskesmas dapat menempuh pendidikan
keperawatan berkelanjutan.

Kelompok pendukung yang secara organisasi di bawah posbindu di


tingkat RW dan penyakit tidak menular di Dinas Kesehatan Kota
Depok sangat membutuhkan dukungan untuk keberlanjutannya,
harapannya Dinas Kesehatan Kota Depok dapat mengalokasikan

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


117

anggaran untuk kegiatan program Kelmpok pendukung lanjut usia di


Kelurahan Tugu melalui kegiatan posbindu.

Keluarga yang menjadi sasaran pelayanan tersebar luas di wilyah RW


mengakibatkan mobilisasi perawatan komunitas sangat tinggi sehingga
perawatan komunitas memerlukan energi dan sarana transpoertasi untuk
dapat mencapai akses terhadap sasaran. Diharapkan Dinas Kesehatan
Kota Depok memberikan kebijakan anggaran untuk penyediaan sarana
transposrtasi motor atau uang transport sebagai pengganti sarana
transposrtasi untuk setiap perawatan komunitas.

6.2.4. Mengembangkan penelitian selanjutnya.


Kurang aktifnya kelompok pendukung ke keluarga yang diakibatkan
tidak percaya diri dan juga kurang motivasi maka disarankan untuk
intervensi kelompok pendukung sebaiknya diambil dari salah satu
anggota keluarga lansia yang tinggal bersama lansia atau disebut care
giver. Caregiver ini akan memberikan seluruh dukungan yang
dibutuhkan lansia dalam keluarga. Bertambahnya pengetahuan, sikap
dan perilaku melalui kegiatan kelompok mendukung diharapkan dapat
meningkatkan peran bagi keluarga terutama dalam merawat lansia.
Lansia lebih senang dirawat di rumah karena mereka mendapatkan rasa
nyaman dan aman dan selalu berada di tengah-tengah keluarga. Oleh
karena itu diperlukan perawatan lansia dirumah dimana perawatan
lansia diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup lansia sehingga
mereka tetap merasa bahagia dan dapat menjalani kehidupan masa
tuanya dengan lebih baik.

Mengembangkan penelitian yang berkaitan kelompok pendukung baik


penelitan kualitatif maupun kuantitatif. Adapun judul penelitian
kualitatifnya adalah;

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


118

a. Studi fenomenologi pengalaman kelompok pendukung dalam


melakukan pemantauan terhadap keluarga lansia dengan gastritis di
wilayah Kelurahan Tugu
b. Studi fenomenologi dinamika kelompok pendukung dalam
melakukan aktivitas dukungan informasional, instrumental dan
emosional pada lansia dengan gastritis di Kelurahan Tugu
Adapun judul penelitian kuantitatif
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika kelompok pendukung
dalam melakukan pemantauan terhadap lansia gastritis di keluarga.
b. Pengaruh motivasi terhadap kinarja kelompok pendukung di wilayah
Kelurahan Tugu.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kelompok pendukung
dalam melakukan pendidikan kesehatan dan pemantauan terhadap
lansia gastritis di keluarga.

Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


DAFTAR PUSTAKA

Allender, J.A. & Spardley, B.W. (2001). Community Health Nursing: Promoting
and Protecting the Public’s Health. Philadelpia: Lippincott Williams &
Wilkins

Almatsier. (2002). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Anderson, E., & Mc Farlane, J. (2004). Community As Partner: Theory and


Practice in Nursing, 4th edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Anonimous. (2010). Gastritis. http://bluebear.student.umm.ac.id/2010/07/14/-


gastritis-magh. Diakses tanggal 04 Januari 2012.

Anonimous. (2011). Kenapa Setelah Minum Kopi Perut Terasa Sakit.


http://cupu.web.id/kenapa-setelah-minum-kopi-perut-terasa-sakait/. Diakses
tanggal 04 Januari 2012.

Arifa, Amelia D. (2008). Uji Efek Antiulcer. http://etd.eprints.ums.ac.id/-


3374/1/K100040224.pdf. Diakses tanggal 04 Januari 2012.

Arifianto. (2009). Gastritis. http://tonyarf87.blogdpot.com/2009/02/-gastritis.htm.


Diakses tanggal 04 Januari 2012.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitiaan Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: PT. Asdi Mahasatya

Azwar, A. (1996). Program Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, Yayasan


Penerbitan IDI, Jakarta.

Azizah.M.L. (2011). Keperawatan lanjut usia. Graha Ilmu. Yogyakarta

Baliwati, Yayak. F.(2004). Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar


Swadaya

Beyer. (2004). Medical Nutrition Therapy for Upper Gastrointestinal Tract


Disorders. Philadelphia: Saunders

Bowo.A. (2008). Pengantar managemen. Pusat pengembangan bahan ajar : UMB

Brunner dan Suddart.( 2000). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Budiana. (2006) Gambaran Pengetahuan Klien Tentang Gastritis.


http://www.scribd.com/doc/41520350/Gambaran-Pengetahuan-Klien-
Tentang-Gastritis/. Diakses tanggal 05 Januari 2012.

118 Universitas Indonesia


Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
119

Budiyanto, Carko. (2010). Merokok memangt ternyata nikmat.


http://nina9yuli.student.umm.ac.id/2010/02/11/Merokok-Memang-Ternyata-
Nikmat/. Diakses tanggal 05 Januari 2012.

Capezuti, Eugenis, sielgler, Mazey. D. (2007). Encyclopedia of elder care : the


comprehensive resources on geriatric and social care. e book.Google.co.id
diakses tanggal 23 Mei 2012

Chandrasoma, Parakrama. (2005). Ringkasan patologi anatomi Edisi 2. Jakarta:


EGC

Cabot,Sandra. (2005). Buku pintar terapi jus yang dapat menyelamatkan hidup
anda!. PT. Pustaka Delapratasa. 2005.

Departemen Kesehatan RI. (2001). Rencana pengembangan lima tahun Vib


bidang kesehatan. http://www.depkes.go.id. Diakses tanggal 05 Januari
2012.

DeLaune, S.C. & Patricia K. L. (2002). Fundamental of nursing: standards


andpPractice (2rd ed). USA: Delmar/Thomson Learning.

Depkes, R.I.( 1991). Petunjuk menyusun menu bagi lanjut usia. Depkes, Jakarta.

Ditjen bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI (2009).10 penyakit


terbanyak pada lansia rawat inap di rumah sakit seluruh Indonesia.
http://www.infodokterku.com/index.php?option=com_content&view=article
&id=137:data-10-penyakit-terbanyak-di-rumah-sakit-rs-di-
indonesia&catid=40:data&Itemid=54. Diakses 02 Maret 2012

Edelman, Mandle (2006). Health promotion throughout the life span.Mosby.


Elseiver saunder

Ervin, NF. (2002). Advanced community health nursing : Concept and practice. 5
th ed. Philadelphia : Lippincot.

Ester, Monica ( 2001). Pedoman perawatan pasien. Jakarta: EGC

Fahrial, Ari. (2009). Sakit gastritis, penyakit menahun yang membandel. Koran
Indonesia Sehat

Firmansyah, Andan(2010). Perawat Komunitas Sebagai Edukator.


http://andaners.wordpress.com/2010/11/16/perawat-komunitas-sebagai-
perawat-edukator-diabetes/. Diakses 20 Januari 2011.

Friedman, M.M., Bowden, V.R., & Jones, E.G. (2010). Family nursing: research
theory & practice. New Jersey: Prentice Hall.
.

Universitas Indonesia
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
120

Friscaan. (2010). Semua Tentang Maag. http://www.medicalera.com/index.php


?option=com myblog. Diakses tanggal 04 Januari 2012.

Ganong, William F. (2001). Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC

Gillies, D.A. (2000). Nursing management: a system approach.5rd


ed.,Philadelphia : W.B.Saunders Company.

Gladding, Samuel T,. (2002). Family therapy: history, theory, and practise. 3rd ed.
New Jersey: Precinte-Hall.

Green, Kreuter. (2000). PRECEDE-PROCEED Model of health promotion.


Diakses dari http://uob-community.ballarat.edu.au/jbli

Guyton, Arthur C., John E. Hall. (2001). Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta:
EGC

Hartono (2001). Upaya-upaya hidup sehat sampai tua. Depot Informasi Obat,
Jakarta.

Hitchcock,JE., Scubert, PE., & Thomas, SA (1999). Community health nursing :


caring in action. USA : Delmar Publisher.

Hurlock (1999), Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang rentang


kehidupan. Erlangga, Jakarta.

Iskandar, H. Yul. (2009). Saluran cerna. Jakarta: Gramedia

Kelly, Gregory. (2010). Perceived stress scale.


http://healthsceneinvestigation.com/files/2010/07/Percived-Stress-Scale.pdf.
Diakses tanggal 14 Februarh 2012.

Kozier, B., Erb, Glenora., Berman,A., & Synder, S.J. (2004). Fundamentals of
nursing : concept, process and practice. Ner Jersey : Pearson education,Inc.

Nadesul. (2005) Sakit lambung, bagaimana terjadinya.


http://www.kompas.com/Sakit-Lambung-Bagaimana/Terjadinya. Diakses
tanggal 04 Januari 2012.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi penelitiaan kesehatan. Jakarta: PT.


Asdi Mahasatya

Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu


keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Okviani, Wati. (2011). Pola makan gastritis. http://www.library.upnvj.ac.id/-


pdf/2s1keperawatan/205312047/.pdf Diakses tanggal 10 Januari 2012.

Universitas Indonesia
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
121

Maglaya.A. (2009). Nursing practice in the community fifth edition. Nangka


markina city . Argonauta corporation.

Marquis.L.B, Hutson.J.C (2000). Leadership role and management fungtions in


nursing theory and apploication. Lippincott william anf wilkins . A wolters
Kluwer Company

Marquis.L.B, Hutson.J.C (2003). Leadership role and management fungtions in


nursing theory and apploication. Lippincott william anf wilkins .A wolters
Kluwer Company

Marquis,B.L. and Huston, Carol J.(2006). Leadership roles and roles


management functions in nursing : theory and application.5th ed.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.

Mc.Murray, A. (2003). Community health and wellness : a sociological approach.


Toronto : Mosby

Miller.A.C. (2005). Nursing care of older adults theory and practice second
edition. J.B. Lipincott company philadelpia.

Meiner (2006). Gerontologic nursing third edition. Mosby elsevier. Louis


Missouri

Mubaraq, Wahid Iqbal ( 2006). Ilmu keperawatan komunitas . CV Sagung Seto :


Jakarta
NANDA. (2009), Nursing diagnoses NANDA: definition and clasification 2009-
2011.

Nies, M.A., and McEwan, M. (2001). Community health nursing: promoting the
health of population. (3rd Ed.), Philadelphia: Davis Company.

Nugroho (2000). Keperawatan gerontik. EGC, Jakarta.

Nugroho. (1995).Perawatan lanjut Usia, EGC, Jakarta.

Pilotto A, Dimorio F (2007). Managemen og gastrointertinal desease in the


elderly. E boook.google.co.id diakses tanggal 23 mei 2012.

Pender, N.J., Carolyn, L.M., Mary, A.P. (2002). Health Promotion in Nursing
Practice. 4rd edition. Stamford: Appleton & Lange.

Potter, Patricia A. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses


dan Praktek. Jakarta: EGC

Prince, Sylvia A., Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis
proses-proses penyakit. Jakarta: EGC

Universitas Indonesia
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
122

Rafani. (2009). Askep anak dengan gastritis. http://www.rafani.co.id/Askep-


Anak-dengan-Gastritis/. Diakses tanggal 10 Januari 2012.

Riyanto, H. (2008). Gastritis. http://www.wordpress.co.id/gastritis/ Diakses


tanggal 10 Januari 2012, 11:17 WIB

Rosniyanti. (2010). AINS. http://doctorology.net/?cat=169 Diakses tanggal 10


Januari 2012.

Sabri,Luknis dan Hastono,S.P.(2006). Statistik kesehatan. edisi revisi, Jakarata;


Rajawali Press.

Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Sekarini (2009) Forum pembelajaran kesehatan masyarakat


http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/09/26/proses-menua-pada-
sistem-gastro/. Diakses 30 April 2012

Shinya, Hiromi. (2008). The miracle ofeEnzyme : self-healing program. Bandung:


Qanita

Springhouse (2002). Better elder care a nurse’s gude to caring for older adults.
Spinghouse corporation.

Stanhope, M. dan Lancaster, J. (1996). Community health nursing : promoting


health of agregates, families and individuals, 4 th ed. St.Louis : Mosby, Inc.

Stanhope, M. dan Lancaster, J. (2002). Community health nursing : promoting


health Of Agregates, Families And Individuals, 4 th ed. St.Louis : Mosby,
Sabiston, David C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC

Stanley.M, Beare.G.P ( 2007). Buku ajar keperawatan gerontik. Edisi 2. Penerbit


buku kedokteran EGC : Jakarta.

Stuart. (2009). Principles and practice of psychiatric ursing 9ed. St Louis:


Elsevier Mosby

Suharyanto. (2002). Penelitian kesehatan. Jogjakarta: UGM Press untuk kalangan


sendiri.

Sutopa ( 1998). Administrasi manajemen dan organisasi. Jakarta: LAN RI.

Swanburg. C. Russell. Alih Bahasa Samba.Suharyati. (2000). Pengantar


kepemimpinan dan manajemen keperawatan, Untuk Perawat Klinis. EGC.
Jakarta

Universitas Indonesia
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
123

Synder, Mariah., Ruth Lindquist. (2002). Complementary/alternative therapies in


nursing (4th ed). New York: Springer Publishing company.

Supriatna. (2009). Hati-hati dengan rasa nyeri di lambung.


http://suaramerdeka.cetak/2009/05/22/14265/Hati-hati-dengan-Rasa-Nyeri-
Lambung. Diakses tanggal 13 Januari 2012.

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai
Penerbitan FKUI

Touty.A.T, Jett.F.K (2010). Ebersole and hess gerntological nursing healty aging
third editon. Mosby elsevier. Louis missouri.

Thompson. 2010. Alcoholism. http://emedicine.medscape.com/article/285913


overview Diakses tanggal 10 Januari 2012, 11:37 WIB.

Vallejo.R.H (2009). Support group for latino caregiver of dimentia elder: cultural
humillity and cultural competence.agein int. Springer science. Busies media.

Warianto, Chaidar. (2011). Minum kopi bisa berakibat gangguan pencernaan.


http://www.griyawisata.com/pdf. php ? url pdf = 28640 Diakses tanggal 11
Januari 2012, 09:05 WIB.

Wehdi M. (2010) Gastritis, acute. Updated : July 30, 2008. Available from URL :
http://emedicine.medscape.com/article/175472-overview.htm.Accessed May
10, 2012

Weis.J. (2003) Support group for cancer patient . Reviev articel. Sptinger-verlag

Watson .(2003). Perawatan pada Lansia. EGC, Jakarta.

Wibawa (2006). Penanganan Dispepsia pada lanjut usia. Jurnal penyakit dalam
Volume 7 no 3.

Wijoyo, M. Padmiarso.(2009). 15 Ramuan Penyembuh Maag. Jakarta: Bee Media


Indonesia

Wright, L. M. & Leahey, M. (2000). Nurses and Families: A Guide to Family


Assessment and Intervention. Philadelphia: FA. Davis.

Wijono, Djoko (1997).Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan.


Surabaya. Air Langga University Press.

-----------. Profil Dinas Kesehatan Kota Depok 2009.

------------. Profil Puskesmas Tugu 2009.

Universitas Indonesia
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
124

-----------. Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kota Depok 2007 – 2012.

-----------. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2010.

-----------. KepMenKes No. 279/MenKes/SK/IV/2006.

Universitas Indonesia
Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011
Lampiran 1

PRIORITAS MASALAH MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN KOMUNITAS LANSIA DENGAN GASTRITIS DI KELURAHAN TUGU
KECAMATAN CIMANGGIS DEPOK

No Masalah Manajeman Tingkat pentingnya


Perubahan positif Peningkatan
bagi kualitas Prioritas masalah dari Jumlah
masalah untuk diselesaikan
masayarakat jika masalah
hidup jika diselesaikan 1 sampai 6 ;
: diselesaikan : ; 1 = kurang penting
1 = rendah 0= tidak ada 0= tidak ada 6 = sangat penting
2 = sedang 1=rendah 1=rendah
3 = tinggi 2= sedang 2= sedang
3=tinggi 3=tinggi
1 Belum optimalnya sarana posbindu 3 3 3 5 14
untuk program preventif dan promotif
penanggulangan faktor risiko gastritis
di wilayah Kelurahan Tugu
2 Belum optimalnya peran dan fungsi 3 3 3 4 13
kader dalam memberikan pelayanan
kepada lansia dengan gastritis serta
keluargannya di wilayah Kelurahan
Tugu
3 Belum optimalnya evaluasi kegiatan 3 3 3 3 12
pelaksanaan program pembinaan lansia
gastritis
4 Belum optimalnya kerjasama lintas 3 3 2 3 11
program dan lintas sektoral dalam
pembinaan lansia dengan gastritis di
wilayah keluarahan Tugu

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


Lampiran 2

RENCANA MANAJEMEN PELAYANAN KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan Rencana Evaluasi


No Keperawatan Umum Khusus Strategi Tindakan Kriteria Indikator Evaluator
1 Belum Optimalnya Setelah dilakukan Setelah dilakukan
sarana posbindu pengelolaan pengelolaan
sebagai upaya pelayanan pelayanan
promotif dan keperawatan keperawatan
preventif dalam komunitas selama komunitas selama
penanggulangan 1 tahun 8 bulan
faktor risiko diharapkan diharapkan :
gastritis pada lanjut terdapat sarana 1. Adanya KIE  Melakukan ▪ Terdapat  Tersampaikannya Residen
usia posbindu dalam sosialisas sosialisasi kegiatan pemberitahuan undangan 90% Kelompok
upaya preventif kegiatan kelompok kepada calon kepada calon anggota pendukung
dan promotif kelompok pendukung peserta kelompok kelompok
penanggualangan pendukung pendukung pendukung
faktor risiko dan posbindu
gastritis pada ▪ Tersusun oraganisasi Residen
lanjut usia  Membentuk ▪ Adanya struktur katua kelompok dan Kelompok
2. Tersusunya struktur organisasi organisasi dan wakilny, sekretaris I pendukung
struktur  KIE dan jobdiskripsi disepakati peran dan sekretaris II,
organisasi masing-masing dan fungsi bendahara I dan II
kelompok struktur masing-masing serat anggota
pendukung yang ada struktur kelompok
organisasi pendukung dan
3. Tersusunnya fungsi dan
kurukulum tanggungjawanb
pendidikan masing-masing .
kelompok ▪ Penyusuanan  Adanya materi ▪ Pelatihan diselesaik Residen
pendukung kurikulum yang akan 8 kali pertemuan kelompok
pelatihan kelompok disampaikan dan masing-masing 90 pendukung
pendukung jadwal menit dan metode
4. Adanya penyampainnya serta media yang
peningkatan digunakan sesuai
pengetahuan, dengan rencana
sikap dan Proses  Melakukan ▪ Peningkatan ▪ Meningkatnya
perilaku kelompok pelatihan pengetahuan, pengetahuan melalui

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


kelompok Kelompok sikap dan pre dan post test
pendukung pendukung ketrampilan 10%, , meningkatnya
5. Adanya kelompok sikap anggota
kegiatan pendukung kelompok
posbindu selama pelatihan pendukung sebelum
sebagai wadah dan sesudah
kelompok pelatihan sebanyak
pendukung 11% dan
dalam meningkatnya
melakukan perilaku anggota
kegiatan kelompok
pelayanan di pendukung melalui
masayarakat pre dan post test
sebanyak 10%

 Melakukan  Meningkatnya  80% Kelompok Residen


pelayanan kemampuan pendukung dapat Kelompok
kesehatan kader dalam mengisi kolom dalam pendukung
melalui posbindu melakukan KMS dengan benar
dengan 5 meja pencatatan dalam sesuai kunjungan dan
KMS dan pemeriksaan yang
pelaksanaan lima dilakukan oleh kader
meja dalam dan 80% kader
posbindu mampu
menggunakan
dengan benar alat
pengukur tekanan
darah digital
 70% kelompok
pendukung dapat
mengisi KMS
dengan benar pada
kolom yang ada
dalam KMS lansia
sesuai kondisi lansia
yang periksa, 80%
kader dapat
melakukan
pencatatan dan

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


pelaporan dengan
benar pada format
yang disediakan
puskesmas dan kader
pada pelaksanaan
lima meja 75%
melakukan sesuai
tugas dan perannya
di meja yang
ditempatinya

2. Belum optimalnya Setelah dilakukan Setelah dilakukan Pendidikan ▪ Melakukan ▪ Kader ▪ Meningkatnya Residen
peran dan fungsi pengelolaan pengelolaan kesehatan pendampingan menampilkan kemampuan dan
kader dalam pelayanan pelayanan terhadap kader kemampuan ketrampilan kader
memberikan keperawatan keperawatan posbindu dalam melakukan dalam melakukan
pelayanan selama 1 tahun komunitas selama melakukan penyuluhan penyuluhan tentang
kesehatan kepada melalui 8 bulan penyuluhan kepada gastritis minimal
lansia dengan kelompok diharapkan : gastritis di masyarakat skroe
gastritis di wilayah pendukung, peran wilayah RW ketrampilannya 75
Keluarahan tugu dan fungsi kader ▪ Kelompok masing-masing. dari nilai total 100
dalam pendukung
memberikan mampu
pelayanan melakukan ▪ Melakukan ▪ Anggota ▪ Anggota kelompok Residen
kesehatan kepada pemantauan pendampingan kelompok pendukung
lansia dengan terhadap lansia anggota memiliki mendapatkan
gastritis optimal gastritis di kelompok ketrampilan penilaian kurang baik
keluarga pendukung dalam melakukan dalam memberikan
▪ Kelompok dalam pemantauan pelayanan ke
pendukung melakukan terhadap lansia keluarga kurang biak
mampu pemantauan dengan gastritis 16,7%, baik terdapat
memberikan terhadap dengan nilai baik 50% dan sangat baik
penyuluhan keluarga lansia 33,3%
kepada lansia dengan gastritis.
gastritis

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


Lampiran 3

BUKU PEDOMAN KERJA

SUPPORT GROUP

( LANSIA DENGAN MAAG )

OLEH

SURATINI

NPM 0906505035

PROGRAM SPESIALIS KEPERAWATAN KOMUNITAS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN BUKU KERJA

UNIVERSITAS INDONESIA SUPPORT GROUP

2012

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


( LANSIA DENGAN MAAG)

UNTUK MASYARAKAT PEDULI LANJUT USIA GASTRITIS DI KELURAHAN TUGU CIMANGGIS


DEPOK 2012

Nama Kelompok : ................................................................

Nama Peserta : ................................................................

Alamat : ................................................................

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat-Nya, buku ini dapat
tersusun. Buku ini merupakan buku pelengkap dari pegangan kegiatan support group bagi lanjut usia yang
menderita maag. Buku ini untuk memberikan panduan kepada masyarakat yang peduli tentang kesehatan
khususnya masalah Maag pada lanjut usia di wilayah RW 04 Kelurahan Tugu, Cimanggis, Depok.

Maag merupakan masalah umum yang paling sering dijumpai pada lanjut usia, akan tetapi kurang disadari
dan mendapat perhatian. Maag kronis dan yang sukar sering terjadi kekambuhan bisa menimbulkan banyak
masalah kesehatan pada lansia yaitu beresiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, perdarahan lambung dan
sebagainya.

Dengan terbentuknya support group, yang terdiri dari anggota masyarakat yang peduli dengan lansia, maka
diharapkan perhatian terhadap masalah maag dan penanganannya menjadi lebih cepat, tepat dan efektif,
sehingga kualitas hidup lansia menjadi semakin baik.

Kami menyadari, bahwa buku kerja support group ini masih jauh dari sempurna, sehingga masukan dari
semua pihak sangat kami harapkan.

Depok, 26 November 2012

Penyusun

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


DAFTAR ISI

Halaman

Halaman sampul ................................................................................. 1


Kata Pengantar.................................................................................... 2
Daftar Isi............................................................................................. 3
Petunjuk Pengisian buku pegangan Support Group.......................... 4
Gastritis dan perawatannya................................................................. 5
Diit lambung I .................................................................................... 12
Diit Lambung II ................................................................................. 15
Diit Lambung III................................................................................. 17
Jadwal Pengaturan menu dan jenis-jenis menu................................... 19
Manajemen stres pada lansia............................................................... 22
Aktivitas ergonomis lansia.................................................................. 24
Tehnik relaksasi outogenik.................................................................. 25
Terapi menggambar............................................................................ 27
Daftar keluhan dan masalah pada lansia gastritis................................ 28
Penutup................................................................................................. 34

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


PMILIK BUKU

Nama : .........................................................................

Jenis kelamin : .........................................................................

Tempat/tanggal lahir : .........................................................................

Usia : ..............................tahun

Pekerjaan : ........................................................................

Agama : .......................................................................

Alamat : .......................................................................

.......................................................................

No Telp. Rumah : ......................................................................

Hand phone : ......................................................................

Tugas utama saya : .....................................................................

Tekad saya menjadi anggota support group ini adalah:

........................................................................................................................................................................... .....
................................................................................................................................................................................
.......................................................................................................................

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


ISI BUKU

BUKU KERJA SUPPORT GROUP ( MAAG LANSIA )

Apakah Buku Kerja Support Group ?

Buku kerja Support ini merupakan buku kerja atau panduan bagi siapa saja yang membentuk Support Group
maag pada lansia. Buku panduan ini berisi tentang pengetahuan singkat maag, langkah-langkah penemuan
masalah, langkah-langkah penanganan masalah maag dan cara mencegah kekambuhan.

Apa manfaat buku kerja support group ?

Manfaat buku kerja support group ini adalah sebagai pedoman bagi kelompok masyarakat peduli maag pada
lansia, dalam membantu lansia dan keluarganya dalam mengenal, mengatasi dan mencegah maag pada lanjut
usia secara berkesinambungan.

Kapan buku kerja support group ini digunakan ?

Buku kerja support group ini digunakan pada saat anggota support group melakukan pertemuan dengan
sesama anggota support group baik pertemuan yang dilakukan secara teratur maupun ketika ditemukan
masalah.

Siapa yang mengisi buku kerja support group ini ?

Setiap anggota support group, kader atau petugas kesehatan.

Bagaimana cara mengisi buku buku kerja support group ini ?

Bagian yang diisi adalah adalah tanggal, masalah, daftar cara penyelesaiaan masalah dan cara mencegah
kekambuhan. Sebelumnya, data tentang nama peserta, alamat peserta dan identitas lain dari pemilik buku ini
perlu diisi dengan lengkap.

Buku ini berisi daftar langkah-langkah dalam support group antara lain :

a. Langkah I : daftar tanggal kegiatan dilakukan pada kolom tanggal


b. Langkah II : daftar nama dari lansia yang memiliki risiko tinggi maag dan menunjukkan gejala maag
c. Langkah III : faktor risiko dan masalah kesehatan yang ditemukan pada lansia yang namanya ditulis pada
langkah II
d. Langkah ke IV : rencana tindakan yang akan dilakukan oleh support group untuk mengatasi masalah
tersebut

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


MASALAH KESEHATAN

Petunjuk pengisian

Daftar masalah kesehatan ini diisi setelah keompok mendiskusikan masalah kesehatan yang diungkapkan oleh
masing-masing anggota kelompok terkait adanya masalah depresi yang dialami oleh lanjut usia.

1. Kolom tanggal berisi tanggal masalah tersebut didiskusikan


2. Kolom nama berisi nama dan umur lansia yang memiliki risiko atau menunjukkan tanda dan gejala
gastritis
3. Kolom masalah berisi daftar risiko dan tanda/gejala gastritis yang ditemukan pada lansia.
Contoh cara pengisian :

NO HARI/ NAMA/ FAKTOR RISIKO, TANDA DAN GEJALA MAAG YANG


TANGGAL UMUR TAMPAK
1 1/11/2010 Ibu S Ibu Rumah Tangga, mengalami banyak masalah pada
keluarganya, sering mengeluh nyeri ulu hati, perut sering
kembung, dan muntah, tidak nafsu makan, sering meringis
menahan sakit di perut karena perih dan pernah dirawat di rumah
sakit karena mengalami berak berwarna hitam

MASALAH KESEHATAN YANG DITEMUKAN

NO HARI/TANG NAMA/ FAKTOR RISIKO, TANDA DAN GEJALA MAAG YANG


GAL UMUR TAMPAK

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


MASALAH KESEHATAN YANG DITEMUKAN

NO HARI/T NAMA/UMUR FAKTOR RISIKO, TANDA DAN GEJALA MAAG YANG


ANGG TAMPAK

AL

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


MASALAH KESEHATAN YANG DITEMUKAN

NO HARI/T NAMA/UMU FAKTOR RISIKO, TANDA DAN GEJALA MAAG YANG


ANGG R TAMPAK

AL

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


CARA PENYELESAIAN MASALAH

Petunjuk pengisian

Lembar cara penyelesaian masalah diisi setelah kelompok mendiskusikan cara menyelesaikan masalah, dari
masalah yang ditetapkan. Cara penyelesaian masalah adalah adalah cara yang telah disepakati untuk
ditetapkan oleh anggota kelompok. Pengisian sebagai berikut:

1. Kolom nomor berisi nomor urut dari penyelesaian masalah yang dilakukan.
2. Kolom tanggal berisi tanggal diskusi penyelesaian masalah yang telah dilaksanakan.
3. Kolom masalah diisi dengan masalah yang telah disepakati untuk dicari cara penyelesaiannya.
4. Kolom cara penyelesaian diisi dengan cara penyelsaian yang telah disepakati oleh anggota kelompok.

Contoh

NO TANGGAL MASALAH CARA PENYELESAIAN

1 1/11/2010 Keluarga Ibu S tidak Ajak keluarga ibu S mendiskusikan masalah ibu S,
perhatian sibuk dengan anjurkan ikut ke posbindu. Memecahkan masalah
pekerjaannya, sering keluarga sebagai sumber stress. Mengingatkan kepada
menyediakan makanan keluarga untuk memantau makanan yang dikonsumsi Ibu
yang pedas, sering S sedikit tapi sering.
mengalami konflik
dengan menantunya

PENYELESAIAN MASALAH

NO TANGGAL MASALAH CARA PENYELESAIAN

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


PENYELESAIAN MASALAH

NO TANGGAL MASALAH CARA PENYELESAIAN

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


PENYELESAIAN MASALAH

NO TANGGAL MASALAH CARA PENYELESAIAN

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


CARA MENCEGAH KEKAMBUHAN

Petunjuk pengisian

Lembar cara mencegah kekambuhan diisi setelah kelompok mendiskusikan cara-cara mencegah kekambuhan
dalam tahap pencegahan kekambuhan.

1. Kolom nomor berisi nomor urut pencegahan kekambuhan yang dilakukan


2. Kolom tanggal diisi dengan tanggal dilaksanakannya diskusi cara pencegahan kekambuhan yang
dilakukan
3. Kolom nama dan masalah diisi dengan nama lansia dan masalah yang dihadapi.
4. Kolom cara mencegah kekambuhan berisi cara yang dilakukan dalam mencegah kekambuhan gastritis
pada lansia.

PENCEGAHAN KEKAMBUHAN

NO TANGGAL NAMA DAN CARA YANG DILAKUKAN


MASALAH

1 1/11/2010 Ibu S Dukungan Keluarga ibu S:


keluarga kurang, sering
mengalami kekambuhan - Memperhatikan lansia
gastritisnya - Menyediakan makanan yang tidak mengandung gas,
tidak pedas, tidak asam dan tidak mengandung alkohol
- Menyelesaiakan konflik dalam keluarga

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


Kepada ibu S

- Rajin ikut posbindu


- Melakukan aktivitas dzikir dan pengajian rutin di
tingkat RW/RT
- Relaksasi outogenik maupu progresif secara teratur

Masyarakat

- Ikut Memotivasi Ibu S aktif dalam kegiatan sosial


masyarakat

PENCEGAHAN KEKAMBUHAN

NO TANGGAL NAMA DAN CARA YANG DILAKUKAN


MASALAH

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


PENCEGAHAN KEKAMBUHAN

NO TANGGAL NAMA DAN CARA YANG DILAKUKAN


MASALAH

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


PENCEGAHAN KEKAMBUHAN

NO TANGGAL NAMA DAN CARA YANG DILAKUKAN


MASALAH

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


MATERI MAAG PADA LANSIA

Apa sebenarnya maag ?

Peradangan pada permukaan lapisan lambung sehingga terjadi perlukaan akibat asam lambung

Apa Penyebab Maag ?

1. Pola makan tidak teratur


2. Sering makan makanan yang asam seperti kedondong, rujak dll
3. Suka makan makanan yang pedas seteri sambal, cabai, saos dan lain-lain

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


4. Suka makan makanan yang banyak mengandung gas seperti kubis/kol, sawi, nangka, duren
5. Suka minum kopi/minuman bersoda
6. Stress ( pikiran sumpek)
7. Suka minuman beralkohol
8. Kebiasaan merokok
9. Infeksi karena kuman helicobacter pylory

Tanda dan Gejala Sakit Maag

1. Nyeri ulu hati


2. Mual muntah
3. Perut terasa kembung
4. Keringat dingin
5. Nadinya cepat
6. Nafsu makan menurun
7. Kadang berat badan menurun

Bagaimana Mencegah Maag Pada Lansia ?

1. Makan sedikit tapi sering

2. Mengindari makanan yang terlalu pedas

3. Menghindari makanan yang terlalu asam

4. Menghindari makanan yang banyak mengandung alkohol

5. Menghindari makanan yang banyak mengandung gas

6. Menghindari stress berat dalam keluarga maupun masyarakat

7. Membawa makanan kecil setiap bepergian keluar rumah dengan periode waktu relatif lama

8. Tidak merokok

9. Tidak minum kopi

10. Tidak menggunakan obat-obatan anti nyeri untuk menghilangkan rasa sakit

Cara pencegahan maag pada lansia

1. Pola makan yang sehat ( 3 benar waktunya, benar makanananya dan benar caranya)
2. Kendalikan stress dan atasi stress
3. Olah raga teratut dan banyak minum air putih
Apa yang harus dilakukan keluarga pada lansia maag ?

1 Atasi rasa tidak nyaman karena nyeri ulu hati dengan kompes air hangat
2 Minum air hangat manis sebelum makan dan jika terasa mual
3 Memberikan makan dengan porsi kecil tapi sering ( 2-4 jam sekali), menyediakan camilan
4 Perawatan dengan herbal

Peran masyarakat dalam mengatasi maag pada lansia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


1. Berikan dukungan kepada lansia yang berisiko mengalami gastritis

a. Sering mendapatkan masalah dalam keluarganya

b. Tidak memiliki keluarga/tinggal sendiri

c. Tidak memiliki penghasilan tetap

2. Laksanakan kegiatan Posbindu Lansia (Senam, Dzikir,pengajian rutin, pemeriksaan dan pengobatan).

3. Kembangkan pengajian, arisan dan aktivitas lain.

4. Bentuk kelompok swabantu untuk membantu lansia yang tidak mampu mengikuti Posbindu

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


Lampiran 4

1. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada keluarga Ibu SR khususnya ibu SR
Kriteria Perhitungan Skor Pembenaran
Sifat Masalah : tidak sehat 3/3 X 1 1 Masalah merupakan tidak sehat, saat ini Ibu SR sering
mengalami kekambuhan gastritisnya. Beberapa bulan yang
lalu pernah dirawat di rumah sakit karena sering kambuh
apabila banyak fikiran dan kurang dapat mengontrol
makanan. Setiap kali banyak fikiran Ibu SR sering
merasakan tidak nafsu makan perut terasa perih yang
menyerang tiba-tiba.
Kemungkinan masalah 1/2 X 2 ½ Ibu SR mempunyai kebiasaan baik sering melakukan
dapat diubah : sebagian aktifitas seperti senam lansia terlibat dalam kegiatan
kemasyarakat seperti kader dan tim penggerak pkk
kelurahan Tugu.
Potensial masalah dapat 3/3 X 1 1 Ibu SR berusaha mengatur pola makan keluarga terutama
dicegah : tinggi memasakkan makanan teratur dan menghindari makananan
yang dapat menyebabkan kekambuhan gastritis.
Menonjolnya masalah : Ada 1/2 X 1 ½ Keluarga SR mengatakan ada masalah dan segera di tangani
masalah dan segera supaya tidak berlanjut masalahnya dan ibu SR menjadi
ditangani sehat kembali
Total 3

2. Koping tidak efektif pada keluarga Ibu SR terutama pada Ibu SR


Kriteria Perhitungan Skor Pembenaran
Sifat Masalah : Ancaman 2/3 X 1 2/3 Masalah merupakan ancaman, Ibu SR mengetahui penyakit
maag akan kambuh bila mendapatkan masalah dalam
keluarga dan bila selalu memikirkannya terus menerus yang
menyebabkan sehingga lupa makan.

Kemungkinan masalah 1/2 X 2 1 Ibu SR kadang membicarakan masalah terhadap


dapat diubah : sebagian menantunya yang sering memperlakukan tidak baik
kepadanya, dan juga pada anak keduanya sering
membicarakan tentang pernikahannya yang mengalami
kegagalan.
Potensial masalah dapat 1/3 X 1 2/3 Ibu SR memiliki kebiasaan menggunakan fasilitas
dicegah : Tinggi kesehatan terdekat bila sakit dan sering menyerahkan
semuanya kepada Tuhan dengan banyak sholat malam dan
dzikir.
Menonjolnya masalah : Ada 2/2 X 1 1 Ibu SR mengatakan ada masalah dan segera perlu ditangani
masalah dan perlu segera karena mereka takut penyakitnya makin parah dan selalu
ditangani masuk rumah sakit sehingga harus mengeluarkan biaya
yang cukup besar
Total 3 1/3

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


Lampiran 5

No Dx Kep Keluarga Tujuan Kriteria Evaluasi Rencana Tindakan


Umum Khusus Kriteria Standar
1. Koping tidak Setelah 1. Setelah 1.1 Menyebutkan Pengertian stress adalah KIE:
efektif pada dilakukan dilakukan pengeertian stress kondisi yang dialami
keluarga Ibu SR kunjungan kunjugan seseorang sebagai respon 1.1.1. Diskusikan pengetian stress.
rumah 2 kali
khususnya Ibu SR rumah 8 kali terhadap kondisi normal 1.1.2. Anjurkan keluarga
selama 45
selama 45 menit setiap mengungkapkan kembali
menit selama kunjungan, pengertian stress dengan bahasa
kunjungan, diharapkan sedrhana
diharapkan keluarga 1.1.3. Beri pujian atas kemampuan
koping ibu mampu keluarga
menjadi mengenal
komunikasi 1.2 Menyebutkan Menyebutkan minimal 3 KIE:
efektif
yang efektif penyebab stress penyebab stress dari faktor
antara
orangtua dan internal dan eksternal : 1.2.1 Identifikasi bersama keluarga
menantu penyebab stress dalam keluarga
Faktor internal : 1.2.2 Anjurkan keluarga
mengungkapkan kembali
1. Perasaan tertekan, bersalah 1.2.3 Beri pujian atas kemampuan
2. Kurang percaya diri keluarga
3. Keinginan untuk mandiri
4. Penyakit kronis

Faktor ekternal

1. Keluarga sakit/ meninggal


2. Tekanan kelompok
3. Kondisi pekerjaan tidak
menentu
4. Status sosial ekonomi
tidak memadai

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


5. Lingkungan tidak aman
/nyaman
6. Support sistem tidak
adekuat

1.3 Mampu menyebutkan Menyebutkan minimal 4 dari KIE


tanda dan gejala stress 11 tanda dan gejala stress :
1.3.1. Diskusikan tanda dan gejala
1. Keringat berlebihanan stress.
2. Sakit kepala 1.3.2. Bantu keluarga mengidentifikasi
3. Mudah marah tanda dan gejala stress yang ada
4. Sulit Tidur dalam keluaga.
5. Tegang pada tengkuk 1.3.3. Beri pujian atas kemampuan
6. Cemas keluarga menyebutkan kembali
7. Mudah lelah tanda dan gejala
8. Sesak nafas
9. TD dan gula darah
meningkat
10. Menarik diri
11. Sulit Konsentrasi

2. Setelah 2.1 Menyebutkan akibat Menyebutkan 3 dari 7 akibat Konseling:


dilakukan lanjut dari stress lanjut dari setress bila tidak
kunjungan dikelola dengan baik 2.1.1. Jelaskan akibat lanjut bila stress
rumah 1 kali tidak dikelola dengan baik
selama 45 menit 1. Munculnya penyakit fisik, 2.1.2. Beri kesempatan keluarga
setiap HT, stroke, DM, jantung bertanya
kunjungan, koroner, gastritis 2.1.3. Dorong keluarga untuk
diharapkan 2. Gangguang pesikologis : mengungkapkan kembali akibat
keluarga mampu depersi, tidak dapat lanjut bila stress tidak dikelola
mengambil mengontrol diri, dengan baik
keputusan penggunaan 2.1.4. Berikan pujian atas kemampuan
dalam Keluarga obat/minuman,

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


mampu kertas.rokok keluarga
mengambil 3. Gangguan hubungan sisual
keputusan untuk 4. Kurang motivasi kerja
melakukan 5. Keratifitas menurun
menageman 6. Ibadah tidak optimal
stress 7. Resiko cidera atau
kecelakaan

3 Setelah 3.1 Menyebutkan cara Menyebutkan minimal 3 dari 6 Konseling:


dilakukan 2 mencegah stress di cara mencegah timbulnya
kali kunjungan rumah stress di rumah 3.1.1 Diskusikan dengan keluarga
rumah selama tentang cara mencegah stress
45 menit setiap 1. Makan makanan seimbang 3.1.2 Diskusikan dengan keluarga
kunjungan, tentang hubungan gastritis
2. Hindari/kuragi makanan
diharapkan dengan stress.
keluarga yang dapat merangsang
timbulnya sterss : makan 3.1.3 Kembangkan metode bersama
mampu keluarga untuk merencanakan
melakukan berlemak. Terlalua sin, strategi dalam mengatasi stress
managenan terlalu manis. Kopi, teh, dalam keluarga
stress ciokelat 3.1.4 Bantu keluarga untuk dapat
3. Hindari konsumsi rokok/ memilih startegi mengatasi stress
minuman bera;kohol 3.1.5 Berikan reinforcement positif
4. Olah raga secra teratur atas hal yang akan dilakukan
oleh keluarga
5. Stirahat/tidur cukup
6. Berfikir positif

3.2 Melakukan tehnik Dengan melakukan tehnik Tehnik relaksasi progresif


reslaksasi progresif relaksasi progresif bermanfaat
untuk manageman : 3.2.1 Berikan arahan kepada keluarga
stress untuk melakukan tehnik
1. Menurunkan stress, nyeri relaksasi progresif termasuk
kecemasan gerakan dan arahan
2. Mengatasi masalah sulit 3.2.2 Bersama keluarga melakukan
tidur langkah-langkah tehnik relaksasi
3. Mengatasi mual dan progresif
muntah 3.2.3 Pandu keluarga melakukan
4. Mengatasi otot-otot tubuh tehnik relakasasi progresif

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


yang tegang 3.2.4 Motivasi keluarga untuk
5. Meningkatkan kesegaran mendemontrasikan langkah-
dan daya tahan tubuh langkah tehnik relaksasi
6. Mencegah kekambuhan progresif
penyakit 3.2.5 Berikan reinfrcement positif
terhadap keluarga

4 Setelah 4.1 Mengidentifikasi Agar komunikasi efeketif ada Konseling:


dilakukan 2 situasi sosial dan beberapa kesehalan yang
kali kunjungan emosional yang harus dihindari orang tua 4.1.1 Diskusikan faktor-faktor
rumah selama mempengaruhi stress kebiasaan dan budaya yang
ketika menyampaikan pesan
45 menit setiap dalam keluarga mempengaruhi komunikasi dalam
kali kunjungan, dengan menantu, antara lain :
keluarga
diharapkan 4.1.2 Diskusikan dengan keluarga untuk
keluarga 1. Lebih banyak berbicara dari dapat melakukan komunikasi
mampu mendengar terbuka pada kesempatan
memodifikasi 2. Memotong pembicaraan berkumpul keluarga misal saat
lingkugan orangtua yang sedang makan malam
dalam berbicara 4.1.3 Informasikan apakah dibutuhkan
mengatur stress 3. Tidak fokus ketika dukungan kelompok dan keluarga
mendengar pembicaraan untuk bantuan
menantu 4.1.4 Identifikasi keterlibatkan keluarga
4. Marah dan merasa putus asa dalam melakukan komunikasi
ketika salah satu terbuka antar anggota keluarga
mengungkapkan
perasaannya
5. Tidak menerima kenyataan
yang diungkapkan menantu.
6. Berbicara dengan nada
tinggi dan mendominasi
7. Tidak mau berbicara

5 Setelah 5.1 Menyebutkan fasilitas Fasilitas kesehatan dan sosial KIE:


dilakukan 1 social dan kesehatan yang dapat digunakan
kali kunjungan dalam menunjang keluarga untuk menangani 5.1.1 Diskusikan jenis-jenis pelayanan

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


rumah selama komunikasi efektif komunikasi pada anggota kesehatan yang digunakan
45 menit setiap dalam keluarga keluarga keluarga dalam mengatasi
kali kunjungan, akibat komunikasi tidak terbuka
diharapkan terutama yang berkaitan dengan
1. Puskesmas
keluarga gastritis
mampu 5.1.2 Bantu keluarga memilih fasilitas
memanfaatkan 2. Rumah Sakit kesehatan yang akan digunakan.
pelayanan 5.1.3 Beri pujian atas pilihan keluarga.
kesehatan 3. Dokter praktik
untuk fasilitasi
komunikasi
efektif dalam 4. Psikolog
keluarga
5.2 Mengunjungi fasilitas Kunjungan keluarga pada KIE
kesehatan dan social fasilitas jesehatan dan social 5.2.1 Fasilitasi keterlibatan tenaga
dalam menciptakan dalam menciptakan kesehatan lainnya untuk
komunikasi efektif mengatasi masalah komunikasi
komunikasi efektif dalam
dalam keluarga orang tua dan menantu
keluarga 5.2.2 Komunikasikan rencana
intervensi dengan tim secara
teratur
2. Risiko ketidak Setelah 1. Setelah 1.1. Mengidentifikasi Nutrisi seimbang bagi lansia KIE
seimbangan dilakukan 8 dilakukan 1 kebutuhan nutrisi pada dengan gastritis 1.1.1. Gali pemahaman keluarga
nutrisi kurang dari kali kali kunjungan lansia dengan gastritis tentang nutrisi pada lansia
keluarga dapat 1.1.2. Diskusikan dengan keluarga
kebutuhan tubuh kunjungan 1. Faktor yang mempengaruhi
mengenal menggunakan lembar balik dan
pada keluarga keluarga kebutuhan nutrisi lansia
masalah nutrisi leaflet tentang : faktor yang
bapak SY nutrisi pada 2. Pedoman gizi seimbang
pada lansia mempengaruhi kebutuhan nutrisi
terutama ibu SR Ibu SR bagi lansi
lansia, pedoman gizi seimbang
3. Kebutuhan nutrisi lansia
terpenuhi bagi lansia, kebutuhan nutrisi
4. Makan yang tidak boleh
lansia, makan yang tidak boleh
dimakan lansia, hal-hal
dimakan lansia, hal-hal yang
yang penting untuk jadwal
penting untuk jadwal makan
makan lansi dengan
lansi dengan gastritis, contoh
gastritis, contoh porsi
porsi makan untuk lansia.
makan untuk lansia.
1.1.3. Diskusikan kepada keluarga
tentang hal yang belum
dimengerti tentang nutrisi bagi
lansia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


1.1.4. Minta keluarga untuk lebih
mengenali masalah kekurangan
nutrisi pada lansia.

2. Mengambil 2.1. Mengidentifikasi Apabila kebutuhan nutrisi KIE


keputusan akibat jika nutrisi pada pada lansia tidak terpenuhi 2.1.1 Diskusikan bersama keluarga
untuk lansia tidak terpenuhi akibat nutrisi yang tidak
mengatasi terpenuhi pada lansia
1. Lansia mengalami
gastritis dengan a. Dampak lebih lanjut lansia
kerentanan terhadap
; memutuskan yang kekurangan nutrisi
penyakit
untuk merawat b. Biaya perawatan dan
2. Biaya perawatan yang
anggota pengobatan tinggi bila lansia
dikeluarkan akan lebih
keluarga kurang nutrisi
banyak oleh keluarga
dengan c. Produktifitas kerja/aktivitas
3. Produktivitas kerja sehari-
masalah nutrisi sehari-hari menurun akibat
hari lansia menurun
pada lansia kurang nutrisi
4. Menyebabkan anemia pada
2.1.1. Berikan kesempatan keluarga
lansia
untuk melakukan internalisasi
diri atas akibat yang bisa terjadi
pada dirinya.
2.1.2. Motivasi keluarga untuk
memutuskan tindakan yang akan
dilakukan untuk mengatasi
gastritis
3. Setelah 2 kali 3.1. Mengatur pola diet Diet gastritis Konseling
45 menit 3.1.1. Diskusikan tentang pentingnya
kunjungan 1. Tujuan diet gastritis pengelolaan menu makanan
keluarga dapat 2. Syarat Diet gastritis yang aman dan sesuai.
merawat 3. Prinsip pengaturan 3.1.2. Diskusikan prinsip pengaturan
anggota makanan makan pada penderita gasritis
keluarga yang 4. Bahan makanan yang 3.1.3. Diskusikan jenis makanan yang
kurang nutrisi dianjurkan dan tidak dianjurkan dan dihindari/batasi
akibat sakit dianjurkan 3.1.4. Latih keluarga dalam pengaturan
gastritis menu makanan yang aman dan
sesuai, dengan memberikan
contoh yang nyata
3.1.5. Jadwalkan kunjungan rumah
yang tidak direncanakan

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


3.2. Jadwal makan lansi a Jadwal makan lansia dengan Konseling
dengan gastritis gastritis dengan selang waktu 3.2.1. Identifikasi bersama keluarga
3 jam agar lambung tetap jadwal makan dengan keluarga
terisi
3.2.3. Diskusikan cara melakukan
pengaturan menu makanan.
3.2.4. Berikan contoh jadwal makan
yang benar.
3.2.5. Motivasi keluarga untuk selalu
melakukan manajemen menu
makanan lansia setipa harinya.
3.2.6. Buatkan rencana/jadual makan
dalam tiga hari kedepan
3.2.7. Jadwalkan kunjungan rumah
yang tidak direncanakan dengan
keluarga
3.3. Mendemonstrasikan Jadwal makanan yang baik 3.3.1. Tuliskan jadwal menu dalam
cara mengatur menu bagi lansia dengan gastritis food record lansia
makanan untuk lansia mengajarkan pada lansia
dengan gastritis
untuk makan teratur tetapi
tidak merangsang

4. Setelah 4.1. Memodifikasi menu 1. Penyusunan jadwal KIE


kunjungan 1 x bagi lanjut usia 2. Alternatif makanan 4.1.1.Diskusikan dengan keluarga
45 menit selingan tentang modifikasi menu
3. Penyajian menarik makanan bagi lanjut usia dengan
keluarga
gastritis.
Memodifikasi
lingkungan a. Jadwal penyusunan menu
agar sesuai dalam satu bulan ke depan
untuk
b. Alternatif makan selingan
mendukung
untuk lansia
pengelolaan c. Penyajian makanan menarik
nutrisi bagi bagi lansia
lansia 4.1.2. Identifikasi jenis-jenis makanan
yang disukai oleh lansia
4.1.3. Diskusikan cara menciptakan
lingkungan keluarga yang

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


mendukung pengelolaan makan
yang baik untuk lansia, seperti
makanan ditutup, disajikan
menarik.
4.1.4. Pada kunjungan yang tidak
direncanakan, perawat
menemukan rumah keluarga
dalam keadaan mendukung
masalah klien.menyajikan
makanan menu seimbang bagi
lansia
5. Setelah 1 kali 5.1. Jenis-jenis fasilitas Fasilitas kesehatan untuk KIE
kunjungan kesehatan yang bisa konsultasi nustrisi pada lansia
keluarga dapat diakses bila lansia antara lain 5.1.1.Diskusikan jenis fasilitas
Mampu mengalami masalah kesehatan yang tersedia
memanfaatkan nutrisi akibat gastritis 1. Puskesmas dilingkungan keluarga bila
fasilitas 2. Rumah sakit kurang memahami tentang
kesehatan 3. Pelayanan kesehatan masalah nutrisi bagi lansia
swasta lain
5.1.2
4. Bantu keluarga memilih fasilitas
kesehatan yang sesuai dengan
kondisi keluarga

5.1.3.Anjurkan keluarga memanfaatkan


fasilitas kesehatan sesuai pilihan

5.1.4. Klarifikasi pengetahuan keluarga


tentang manfaat fasilitas
kesehatan

5.1.5.Diskusikan manfaat fasilitas


kesehatan

5.1.6. Diskusikan kondisi klien yang


harus segera dibawa ke fasilitas
kesehatan

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


Lampiran 6

SKORING DIAGNOSA KEPERAWATAN KOMUNITAS

No Diagnosa Keperawatan Pembobotan JML


A B C D E F G H I J K
1 Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada aggregrate lanjut usia dengan gastritis di 4 4 4 3 3 4 3 3 2 3 3 36
Kelurahan Tugu
2 Koping aggregat lansia gastritis di wilayah keluarhan Tugu tidak efektif 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 33

3 Managemen kesehatan diri tidak efektif pada aggregate lansia dengan gastritis 4 3 3 2 3 2 2 3 2 3 3 30

Keterangan Pembobotan:
1. Sangat rendah A: Risiko terjadi F: Sesuai program pemerintah
2. Rendah B: Risiko parah G: Tempat
3. Cukup C: Potensial penkes H: Waktu
4. Tinggi D: Minat Masyarakat I: DanaSangat tinggi
E: Kemungkinan diatasi J : Fasilitas kesehatan
K..Sumber Daya

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


Lampiran 7

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

No Diagnosa Tujuan Rencana Kegiatan Evaluasi


Keperawatan Umum Khusus Strategi Intervensi Kriteria Standar Evaluator
1 Pemeliharaan Setelah Setelah dilakukan
kesehatan diri intervensi tindakan keperawatan
tidak efektif kelompok selama 8 bulan
pada aggregat pendukung diharapkan ▪ Menentukan  Waktu saat lansia ▪ Tersusunnya Residen
lansia dengan selama 1 tahun, 1. Terjadi KIE waktu untuk gastritis tidak ada jadwal kegiatan Kelompok
gastritis pemeliharaan peningkatan melakukan kegiatan untuk melakukan pendukung
kesehatan pengetahuan 10%, pendidikan dilingkungan pendidikan
efektif aggregat sikap 12% dan kesehatan kepada rumahnya kesehatan
lansia dengan ketrampilan 15% aggregat lansia
gastritis efektif pada lansia gastritis dengan gastritis
Kelurahan Tugu
tentang gastritis ▪ Sosialisasi  Adanya  Tersebarnya
2. Terjadinya kegiatan pemberitahuan undangan untuk Residen
peningkatan pendidikan kepada lansia baik lansia dengan Kelompok
pengetahuan 10%, kesehatan secara lisan maupun gastritis 80% dari pendukung
sikap 7% dan melalui undangan tulisan kepada target yang telah
perilaku 6% dan aggregat lansia ditentukan
terhadap diit bagi pemberitahuan dengan gastritis
lansia dengan secara tertulis
gastritis pada aggregat

▪ Pilih media dan ▪ Adanya media  Tersedianya media Residen


metode untuk pendidikan kesehatan pendidikan Kelompok
melakukan sesuai dengan metode kesehatan seperti pendukung
pendidikan yang dipilih untuk seperti leaflet,
kesehatan pada lansia adalah curah lembar balik,
aggregat lansia pendapat tentang flipchart gastritis.
dengan gastritis gastritis yang dialami
oleh lanjut usia

▪ Persiapkan ▪ Adanya tempat yang ▪ Tempat bersih Residen


Kelompok

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


sarana dan luas yang dapat nyaman dan pendukung
fasilitas untuk menampung aggregat terang, dapat
pendidikan lansia dengan gastritis manampung
kesehatan yang cukup nyaman seluruh lansia
yang diundang
dan tersedinya
faslititas
pendidikan
kesehatan
Residen
▪ Persiapkan diri ▪ Residen ▪ Residen memiliki Kelompok
baik fisik berpenampilan kemampuan Pendukung
maupun manarik dan bersih, mempengaruhi
psikologis dalam percaya diri dalam orang lain, tampil
melakukan penyampaian materi percaya diri dan
pendidikan pendidikan kesehatan menarik serta
kesehatan meyakinkan
aggregat lansia
dengan gastritis
Residen
▪ Lakukan ▪ Adanya kegiatan ▪ Terjadi Kelompok
pendidikan pendidikan kesehatan peningkatan pendukung
kesehatan kepada sesuai dengan jadwal pengetahuan 10%,
aggregat lansia dan waktu yang sikap 12% dan
dengan gastritis disepakati perilaku 10% pada
sesuai rencana aggregat lansia
dan jadwal yang dengan gastritus
disepakti. Residen
▪ Pendidikan ▪ Peningkatan Kelompok
▪ Melakuka kesehatan terlaksana pengatahuan pendukung
pendikan dengan membawa lansia menganai
kesehatan pada contoh menu, jadwal pengaturan diit
aggregat lansia dan pengaturan menu bagi lansia
dengan simbang bagi lansia gastritis
pengaturan diit gastritis sebanyak 16%,
bagi lambung, sikap 6% dan
modidifikasi perilaku 8%
menu, makanan
yang dipantang

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


dan jumlah
makanan dalam
takaran rumah
tangga

2 Koping aggregat Setelah Setelah dilakukan


lansia kelurahan intervensi tindakan keperawatan
tugu tidak keperawatan selama 8 bulan
efektif selama 1 tahun, diharapkan :
koping aggregat 1. Terjadi KIE ▪ Susun jadwal ▪ Adanya jadwal  Tersusunnya Residen
lansia kelurahan peningkatan kegiatan kegiatan pendidikan waktu melakukan pendukung
tugu efektif pengetahuan pendidikan kesehatan yang pendidikan
aggregat lansia kesehatan disosialisasikan kesehatan, tempat
kelurahan Tugu pendidikan kepada aggregat dan pelaksana
kesehatan pada lansia dengan serta
aggregat lansia gastritis. penanggungjawab
dengan gastritis kegiatan
pendidikan
kesehatan
2. Meningkatanya Residen
kemampuan ▪ Sosialisasi jadwal ▪ Terdapat ▪ Tersebarnya Kelompok
aggregat lansia penydidikan pemberitahuan undangan pada pendukung
dengan gastritis kesehatan pada kepada aggregat 90% lansia
dalam melakukan lanjut usia lansia dengan gastritis
manageman stress gastritis gastritis

Residen
▪ Menyiapkan  Adanya media ▪ Tersedianyaleaflet Kleompok
mediauntuk pembelaajran sesuai gastritis dan pendukung
melakukan dengan tema yang perawatannya, diit
pendidikan akan disampaikan gastritis dan
kesehatan dan sesuai pengaturannya
kepada aggregat sebanyak 60
lansia dengan lembar
gastritis
▪ Tersedianya Residen
▪ Memilih metode ▪ Menggunakan contoh-contoh Kelompok
untuk metode ceramah dan menu makanan pendukung

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


melakukan membawa contoh- untuk lansia
pendidikan contoh makanan gastritis beserta
kesehatan serta takarannya dengan ukuran
dalam rumah tangga rumah tangga
seperti gelas,
mangkok, sendok

▪ Menyiapkan  Adanya tempat yang ▪ Tempat dapat Residen dan


sarana dan cukup luas dan menampung kelompok
prasarana untuk nyaman, dan media minimal 20 orang pendukung
melakukan pendidikan kesehatan lansia, bersih,
pendidikan nyaman dan
kesehatan media tersedia
liflet 70 lembar
lembar balik 2
buah
Pendididikan ▪ Melakukan ▪ Adanya kegiatan ▪ Terjadinya Residen
kesehatan pendidikan pendidikan kesehatan peningkatan Kelompok
kesehatan dengan kepada aggregat pengetahuan pendukung
metode ceramah lansia dengan sebanyak 14%,
dan gastritis tentang diit sikap 8% dan
menggunakan lambung I, II dan III Perilaku 7%
media jenis-jenis
makanan dalam
ukuran rumah
tangga
Demonstrasi ▪ Penyusunan ▪ Adanya kesepakatan ▪ Tersusunnya Residen dan
jadwal kegiatan waktu antara aggregat jadwal kediatan kelompok
untuk melakukan dengan residen untuk demonstrasi pendukung
demonstrasi mengajarakan meliputi waktu
manageman manageman stress tempat
stress terhadap pada lanjut usia pelaksanaan
lansia gastritis dengan gastritis

▪ Sosialisasi ▪ Adanya pemberitahuan ▪ Undangan Residen dan


kepada aggregat kegiatan demonstrasi tersebar 90% kelompok

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


lansia dengan manageman stress pada lanjut usia pendukung
gastritis tentang pada aggregat lansia dengan gastritis
kegiatan dengan gastritis
deminstrasi
maageman stress
pada lansia
dengan gastritis
▪ Adanya tempat dan ▪ Ruangan
▪ Menyiapkan ruangan yang luas, menampung lebih Residen dan
tempat dan sarana bersih dan nyaman dari 10 orang, kelompok
untuk melakukan untuk kegiatan terdapat alas pendukung
demonstrasi tersebut /tikar, bersih
manageman cukup luas, lansi
stress pada lansia menggunakan
dengan gastritis kaos olah raga
▪ Aggregat lansia
dengan gastritis ▪ Lansia dapat Residen dan
▪ Melakukan melakukan gerakan mendemostrasika kelompok
demostrasi relaksasi autogenik n gerakan pendukung
relaksasi dari gerakan pertama relaksasi
autogenik pada samapai dengan 10 autogenik 70%
10 lansia gastiris peserta melakkan
yang hadir berurutan dan
bertahap

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


Lampiran 8
RENCANA KERJA (PLAN OF ACTION/POA) MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN KOMUNITAS PADA AGGREGAT LANSIA DENGAN
GASTRITIS DI KELURAHAN TUGU KECAMATAN CIMANGGIS KOTA DEPOK

No Rencana Kegiatan Tujuan Kegiatan Sumberdaya

Penanggung Jawab Waktu Alokasi Dana Tempat


Pelaksanaan Pelaksanaan

1. Sosialisai kelompok ▪ Adanya penyebarluasan informasi kepada Residen Minggu II Residen RW 04


pendukung dan posbindu tokoh masayarakat dan puskesmas November 2011

2 Rekuitmen terhadap calon ▪ Adanya calon anggota kelompok Residen Minggu III Residen RW 04
anggota kelompok pendukung yang dipilih oleh tokoh Tokoh masyarakat November 2011
pendukung masayarakat
3 Memberikan format ▪ Adanya penyataan persetujuan menjadi Residen Minggu IV Residen RW 04
persetujuan menjadi anggota anggota kelompok pendukung November 2011
kelompok pendukung
4 Pengembangan struktur  Tersusunnya struktur organisasi kelompok Residen Minggu 1 Residen RW 04
organisasi kelompok pendukung dengan jobdiskripsi tugas Tokoh masyarakat Desember 2011
pendukung

5 Menyusuan kurikulum  Adanya jadwal kegiatan, materi, metode Residen Minggu II Residen RW 04
pelatihan kelompok dan media yang digunakan dalam Desember 2011
pendukung pelatihan kelompok pendukung
6. Membuat media pelatihan  Tersedianya media pelatihan sesuai Residen Minggu II Residen RW 04
kelompok pendukung dengan metode yang digunakan dalam Desember 2011
pelatihan kelompok pendukung
7 Melakukan koordinasi  Adanya kesediaan narasumber yang Residen Minggu II Residen RW 04
narasumber dalam pelatihan telah di hubungi oleh residen Desember 2011
8 Membuat isntrumen evaluasi  Tersusunnya alat dan instrumen evaluasi Residen Minggu II Residen RW 04
kegiatan pelatihan kelompok kegiatan yang meliputi pengatahuan, Desember 2011
pendukung melalui pre dan sikap dan ketrampilan kelompok
post test pendukung

9 Membuat isntrumen evaluasi  Tersusunnya alat dan instrumen evaluasi Residen Minggu II Residen RW 04
pelaksanaan pelayanan di kegiatan posbindu pada pelayanan lima Desember 2011

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


posbindu meja dengan lembar observasi

10 Pelatihan anggota kelompok  Adanya kegiatan kelompok pendukung Residen Minggu III Residen RW 04
pendukung yang terdiri dari 8 kali pelatihan dengan Desember 2011-
materi sesuai dengan kurikulum yang Minggu IV Maret
direncanakan 2012
11 Pelaksanaan kegiatan  Anggota kelompok pendukung Residen Mingu IV Februari Tokoh RW 04
posbindu memberikan pelayanan kesehatan pada 2012 masyarakat
lanjut usia melalui lima meja di
posbindu
12. Pelaksanaan evaluasi  Teridenfitikasinya peningkatan Residen Minggu IV Maret Residen RW 04
kegiatan posbindu dan pengetahuan, sikap dan ketrampilan 2012
kelompok pendukung dalam kegiatan kelompok pendukung
dan posbindu

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


Lampiran 9
RENCANA KERJA (PLAN OF ACTION/POA) KELUARGA PADA AGGREGAT LANSIA DENGAN GASTRITIS
DI KELURAHAN TUGU, KECAMATAN CIMANGGIS KOTA DEPOK

No Rencana Kegiatan Tujuan Kegiatan Sumberdaya

Penanggung Jawab Waktu Alokasi Dana Tempat


Pelaksanaan Pelaksanaan

1 Identifikasi keluarga dengan Teridentifikasi 5 keluarga binaan dengan Residen Minggu I dan II Residen RW 04
anggota keluarga lansia yang anggota keluarga lansia yang menderita Kader Oktober 2011
menderita gastritis gastritis di Kelurahan Tugu Pengurus RW
2 Pengkajian keluarga dengan Terkajinya 5 keluarga binaan dengan lansia Residen Minggu III dan IV Residen RW 04
lansia yang menderita gastritis menggunakan model family Oktober 2011
gastrits centered nursing
3 Perumusan Terumuskannya diagnosa keperawatan Residen Minggu I Residen RW 04
diagnosa/masalah keluarga berdasarkan NANDA dan prioritas November 2011
keperawatan keluarga masalah berdasarkan Bailon Maglaya
dengan lansia gastritis dan
penetapan prioritas masalah
4 Penyusunan perencanaan Tersusunanya perencanaan asuhan Residen Minggu I s.d II Residen RW 04
asuhan keperawatan keluarga keperawatan keluarga dengan lansia yang November 2011
dengan masalah pada lansia menderita gastritis
gastritis
5 Implementasi asuhan Terlaksananya tindakan keperawatan pada Residen Minggu III Residen RW 04
keperawatan keluarga keluarga dengan lansia yang menderita November s.d II
dengan lansia yang gastritis menggunakan strategi : Desember 2011
menderita gastritis 1. Pendidikan kesehatan
2. Konseling
3. Terapi Modifikasi perilaku
4. Latihan Relaksasi progresif

6 Evaluasi asuhan keperawatan Terevaluasinya asuhan keperawatan Mahasiswa Minggu II dan IV Residen RW 04
keluarga dengan lansia yang keluarga dengan lansia yang menderita Kader Desember 2011
menderita gastritis gastritis berdasarkan tingkat kemandirian
keluarga I s/d IV

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


No Rencana Kegiatan Tujuan Kegiatan Sumberdaya

Penanggung Jawab Waktu Alokasi Dana Tempat


Pelaksanaan Pelaksanaan

1 Identifikasi keluarga dengan Teridentifikasi 5 keluarga binaan dengan Residen Minggu I dan II Residen RW 04
anggota keluarga lansia yang anggota keluarga lansia yang menderita Kader Pebruari 2012
menderita gastritis gastritis di Kelurahan Tugu Pengurus RW
2 Pengkajian keluarga dengan Terkajinya 5 keluarga binaan dengan lansia Residen Minggu III dan IV Residen RW 04
lansia yang menderita gastritis menggunakan model family Pebruari 2012
gastrits centered nursing
3 Perumusan Terumuskannya diagnosa keperawatan Residen Minggu I Maret Residen RW 04
diagnosa/masalah keluarga berdasarkan NANDA dan prioritas 2012
keperawatan keluarga masalah berdasarkan Bailon Maglaya
dengan lansia gastritis dan
penetapan prioritas masalah
4 Penyusunan perencanaan Tersusunanya perencanaan asuhan Residen Minggu I s.d II Residen RW 04
asuhan keperawatan keluarga keperawatan keluarga dengan lansia yang Maret 2012
dengan masalah pada lansia menderita gastritis
gastritis
5 Implementasi asuhan Terlaksananya tindakan keperawatan pada Residen Minggu III Maret Residen RW 04
keperawatan keluarga keluarga dengan lansia yang menderita s.d III April 2012
dengan lansia yang gastritis menggunakan strategi :
menderita gastritis 1. Pendidikan kesehatan
2. Konseling
3. Terapi Modifikasi perilaku
4. Latihan Relaksasi progresif

6 Evaluasi asuhan keperawatan Terevaluasinya asuhan keperawatan Mahasiswa Minggu II dan III Residen RW 04
keluarga dengan lansia yang keluarga dengan lansia yang menderita Kader April 2012
menderita gastritis gastritis berdasarkan tingkat kemandirian
keluarga I s/d IV

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


Lampiran 10
RENCANA KERJA (PLAN OF ACTION/POA) KOMUNITAS PADA AGGREGAT LANSIA DENGAN GASTRITIS
DI KELURAHAN TUGU KECAMATAN CIMANGGIS KOTA DEPOK
No Rencana Kegiatan Tujuan Kegiatan Sumberdaya

Penanggung Jawab Waktu Alokasi Dana Tempat


Pelaksanaan Pelaksanaan

1 Sosialisasi kegiatan Tersosialisasi program pendidikan Residen Minggu II s.d III Swadana RW 04
pendidikan kesehatan kesehatan pada aggregat lanjut usia Pengurus RW November masyarakat
kepada aggregat lansia 2011dan Februari
dengan gastritis 2012
2 Mempersiapkan media Tersediannya media pendidikan kesehatan Residen Minggu II s.d III Residen RW 04
pendidikan kesehatan yang akan dipergunakan dalam pendidikan Oktober 2011
kesehatan
3 Memilih metode pendidikan Mempersiapkan metode pendidikan Residen Minggu III s.d IV Residen RW 04
kesehatan kesehatan sesuai dengan materi yang akan Oktober 2012
disampaiakn kepada aggregat lansia dengan
gastritis
4 Mempersiapkan sarana dan Adanya tempat yang nyaman dan mudah Residen Minggu II Swadaya RW 04
prasarana diakses oleh lansia dengan gastritis Pegurus Rw November 2011 masyarakat
Kader
5 Mempersiapkan diri baik Kesiapan residen dan kelompok pendukung Residen Minggu IV Residen RW 04
fisik maupun psikologisnya dalam memberikan pendidikan kesehatan November 2011
baik penampilan maupun mental di
hadapan aggregat lansia dengan gastritis
6 Mempersiapkan alat evaluasi Untuk mengukur hasil pendidikan Residen Minggu IV Residen RW 04
pelaksanaan pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan, sikap dan November 2011
kesehatan perilaku aggregat lansia dengan gastritis

7 Melaksanakan pendidikan Melaksanakan pendidikan kesehatan Residen Minggu I s.d II Residen RW 04


kesehatan dengan metode dengan menggunakan media dan metode Anggota kelompok Desember 2011 Swadana
dan media yang dipilih sesuai dengan materi yang disampaikan pendukung dan Pebruari 2012 masyarakat

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


8 Melakukan evaluasi dengan  Melaksanakan pre dan post test Residen Minggu I s.d II Swadana RW 04
kegiatan pendidikan pengetahuan, sikap dan perilaku Desember 2011 masyarakat
kesehatan dengan aggregat lansia dengan gastritis dan Pebruari 2012
memberikan instrumen
sebelum dan sedudah
dilakukan pendidikan
kesehatan

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


Lampiran 11
KEGIATAN
KELOMPOK PENDUKUNG

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


KEGIATAN

KELOMPOK PENDUKUNG

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


Lampiran 12

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Suratini
Tempat/Tanggal Lahir : Kulon Progo, 19 Desember 1976
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat Rumah : RT 12/RW 06 Tambak Triharjo Wates Kulon Progo
Alamat kantor : Program Strudi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta
Jalan Munir No 267 Serangan Ngampilan Kota
Yogyakarta No Telp (0274) 374427
No Hand Phone : 081392850501 dan 085743050401
Alamat email : anisa_tini@yahoo.com atau tini_alnisa@yahoo.com

Riwayat Pendididikan
No Jenis Pendidikan Tahun
1. Sekolah Dasar Negeri Karangwuni Tahun 1983-1989
2. Sekolah Menengah Pertama Negeri Sogan Tahun 1989-1992
3. Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Wates Tahun 1992-1995
4. Akademi Perawatan Muhammadiyah Gombong Tahun 1995-1998
5. Program Studi Ilmu Keperawatan – Fakultas Kedokteran Tahun 2000-2003
Universitas Padjadjaran Bandung
6. Program Magister Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Tahun 2009-2011
Keperawatan Universitas Indonesia
7 Program Spesialis Keperawatan Komunitas Fakultas Ilmu Tahun 2011-2012
keperawatan Universitas Indonesia

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011


Riwayat Pekerjaan
No Pekerjaan Tahun
1. Staf pengajar AKPER Wiyata Husada Yogyakarta 2003 – 2004
2. Dosen tetap Prodi Keperawatan STIKES ‘Aisyiyah 2004-sampai
Yogyakarta sekarang

Riwayat Publikasi Ilmiah


No Publikasi penelitian Tahun
1. Gambaran tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi siswa 2005
kelas I SMA Pasundan Sumedang
2. Hubungan dukungan keluarga dengan tingkat depresi 2006
keluarga di kampung kauman Yogyakarta
3. Hubungan tingkat depresi dengan kejadian inkontinensia urine 2007
di Panti Sosial Tresna Werda Budi Luhur Yogyakarta
4. Hubungan tingkat pengetahuan sikap perilaku dengan 2008
kejadian tuberkulosis di kecamatan Piyungan Bantul
Yogyakarta

Kelompok pendukung..., Suratini, FIK UI, 2011

Anda mungkin juga menyukai