World Health Organization (WHO) merumuskan suatu program kesehatan
masyarakat dunia yaitu Sustainable Development Goals (SDGs) yang bertujuan untuk mensejahterakan kesehatan masyarakat dunia. Salah satunya yaitu menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) secara global pada tahun 2030 1 menjadi 70 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Kematian ibu menurut definisi WHO adalah kematian selama kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab yang terkait dengan yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan kecelakaan/cidera. Berdasarkan Survey Penduduk antar Sensus (SUPAS) tahun 2015 AKI di 2 Indonesia yaitu sebanyak 305 per 100.000 kelahiran hidup. AKI menurut Profil Kesehatan Jawa Barat pada tahun 2015 untuk wilayah Jawa Barat sejumlah 823 kematian, menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, angka kematian ibu dan bayi (AKI dan AKB) relatif tinggi. Menunjuk dari 100.000 kelahiran hidup, 305 di antaranya berakhir dengan kematian. Sedangkan di Kota Bandung, pada tahun 2018, terdapat 29 kasus 3 kematian ibu. Sedangkan kematian bayi sebanyak 113 kasus. Penyebab kematian ibu di Indonesia terbesar terjadi karena hipertensi dan pre eklamsi berat (PEB) (27,1%), infeksi (7,3%), partus lama (1,8%), abortus 4 (0,0%), perdarahan (30,3%) dan penyebab lainnya (40,8%). Perdarahan dapat terjadi pada saat kehamilan muda, kehamilan lanjut, persalinan maupun pasca persalinan. Perdarahan pada saat persalinan dapat terjadi karena koagulopati (kegagalan pembekuan darah) dan ruptur uteri. Pada pasca persalinan dapat terjadi karena atonia uteri, robekan serviks, vagina, dan perineum, sisa plasenta, perdarahan pasca persalinan tertunda (sekunder), dan 10 juga dapat terjadi karena retensio plasenta. Retensio plasenta adalah tertahannya plasenta atau belum lahirnya 5 plasenta hingga atau melebihi 30 menit setelah bayi lahir. Retensio plasenta dapat terjadi karena usia kehamilan yang kurang bulan, kontraksi rahim yang 6 lemah, dan tindakan manajemen aktif kala III yang tidak benar. Adapun faktor penyebab lain terjadinya retensio plasenta yaitu usia ibu < 20 tahun dan > 35 tahun, overdistensi rahim, seperti kehamilan kembar, hidramnion, atau bayi besar, partus lama atau persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan lebih dari 18 jam pada multi, partus presipitatus, kotiledon tertinggal, riwayat atonia uteri, plasenta akreta, inkreta dan perkreta, 7 gangguan koagulopati seperti anemia dan hipofibrinogenemi. Retensio plasenta juga dapat dipengaruhi oleh paritas ibu. Hasil penelitian Khotijah dan Tri Anasari menunjukkan bahwa ibu bersalin yang paritasnya 8 berisiko (>4) sebagian besar berisiko retensio plasenta. Plasenta yang belum lahir dapat menyebabkan komplikasi dalam persalinan yaitu syok neurogenik, dapat terjadi plasenta inkarserata, infeksi karena sebagai benda mati, dan perdarahan pasca partum yang dapat mengancam jiwa ibu serta perdarahan 9 yang hebat hingga memerlukan transfusi darah bahkan adanya kematian. Menurut data yang diperoleh dari UPT Puskesmas Puter Koda Bandung pada bulan 1 Januari 2019 – 31 Desember 2019 angka kejadian Retensio Plasenta yaitu sebanyak 76 orang dari 764 kelahiran hidup atau sebesar 10%. Berdasarkan data diatas penulis tertarik untuk mengetahui lebih dalam mengenai Retensio Plasenta serta penangannya melalui penyusunan Laporan Tugas Akhir yang berjudul “Asuhan Kebidanan pada Ny.I usia 26 tahun dengan Retensio Plasenta di UPT Puskesmas Puter Kota Bandung”. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaksanakan manajemen asuhan kebidanan secara benar dan baik pada masa intranatal maupun postnatal pada kasus Retensio Plasenta. 2. Tujuan Khusus a. Diperoleh data subjektif pada Ny. I usia 26 tahun dengan retensio plasenta di UPT Puskesmas Puter Kota Bandung. b. Diperoleh data objektif melalui pemeriksaan fisik pada Ny. I usia 26 tahun dengan retensio plasenta di UPT Puskesmas Puter Kota Bandung. c. Ditegakkan analisa pada Ny. I usia 26 tahun dengan retensio plasenta di UPT Puskesmas Puter Kota Bandung. d. Dibuatnya rencana asuhan yang sesuai dengan manajemen kebidanan untuk memenuhi seluruh kebutuhan klien dan menatalaksanakan tindakan kebidanan sesuai dengan rencana asuhan yang diberikan dan melakukan evaluasi hasil dari asuhan yang tersebut. e. Diketahuinya faktor pendukung dan faktor penghambat yang didapatkan saat melakukan asuhan pada kasus retensio plasenta. DAFTAR PUSTAKA 1. Hoelman, B. Mickael, dkk. 2015. Panduan SDGs untuk Pemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten) dan Pemangku Kepentingan Daerah. 2. Departemen Kesehatan RI. 2015. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia 3. Profil Kesehatan Jawa Barat. 2018. 4. Kementrian Kesehatan RI. Info DATIN. Jakarta Selatan: Pusat Data dan Informasi; 2015. [Diakses tanggal 25 januari 2020]. Didapat dari http://www.depkes.go.id 5. Saifudin, Abdul Bari dkk. 2013. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 6. Varney, Helen, dkk. 2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 Volume 2. Jakarta: EGC. 7. Prof. Sastrawinata, Sulaiman. 2005. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC. 8. Khotijah, dkk. 2011. Jurnal Hubungan Usia dan Paritas dengan Retensio Plasenta. 9. Manuaba, IGB. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC. 10.Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo