FARMAKOTERAPI 2
DISUSUN OLEH :
Kelompok 3
Kelas : C5NR
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapakan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya kami diberikan kesehatan dan kesempatan
dalam meyelesaikan makalah Farmasi Kemaritiman ini yang berjudul “Sindrom
Gagal Jantung”.
Penulis
DAFTAR ISI
Sampul ............................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................. ii
Daftar isi .......................................................................................................... iii
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari gagal jantung ?
2. Bagaimana klasifikasi gagal jantung ?
3. Bagaimana etiologi gagal jantung ?
4. Jelaskan patofisiologi gagal jantung ?
5. Bagaimana pengobatan gagal jantung ?
C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mengerti landasan teori tentang gagal jantung
2. Mahasiswa mengerti bagaimana asuhan keperawatan gagal jantung
D. Manfaat
Dengan adanya penyusunan makalah ini mampu mempermudah
penyusun dan pembaca guna memahami materi tentang gagal jantung dan
bagaimana asuhan keperawatan gagal jantung.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Jantung adalah organ otot berongga, berongga yang memompa darah
melalui pembuluh darah oleh kontraksi berirama yang berulang. Berarti
jantung istilah yang terkait dengan jantung, dari kata Yunani cardia untuk
jantung. Jantung adalah salah satu organ tubuh manusia yang berperan dalam
sistem peredaran darah.
B. Klasifikasi
1. Klasifikasi gagal jantung
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana
seorang pasien harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas
pendek yang tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak
kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan
kaki); adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat
istrahat.
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung
atau berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA.
a. Klasifikasi berdasarkan kelainan struktural jantung
1) Stadium A Memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal
jantung. Tidak terdapat gangguan struktural atau fungsional jantung,
tidak terdapat tanda atau gejala
2) Stadium B Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang
berhubungan dengan perkembangan gagal jantung, tidak terdapat
tanda atau gejala
3) Stadium C Gagal jantung yang simtomatik berhubungan dengan
penyakit struktural jantung yang mendasari
4) Stadium D Penyakit jantung struktural lanjut serta gejala gagal
jantung yang sangat bermakna saat istrahat walaupun sudah
mendapat terapi medis maksimal (refrakter)
b. Klasifikasi berdasarkan kapsitas fungsional (NYHA)
1) Kelas I Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktifitas fisik.
Aktifitas fisik sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi
atau sesak nafas .
2) Kelas II Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak terdapat keluhan
saat istrahat, namun aktifitas fisik sehari-hari menimbulkan
kelelahan, palpitasi atau sesak nafas
3) Kelas III Terdapat batasan aktifitas bermakna. Tidak terdapat
keluhan saat istrahat, tetapi aktfitas fisik ringan menyebabkan
kelelahan, palpitasi atau sesak
4) Kelas IV Tidak dapat melakukan aktifitasfisik tanpa keluhan.
Terdapat gejala saat istrahat. Keluhan meningkat saat melakukan
aktifitas.
Cairan juga dapat terjadi yang berujung pada kongesti paru dan
edema perifer yang disebut gagal jantung kongestif.
Gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dibedakan menurut
lokasi kelainan secara anatomis yang juga bermanifestasi klinis berbeda.
Sisi kiri dan kanan jantung merupakan satu rangkaian sirkulasi. Gejala dan
tanda dari gagal jantung kiri meliputi peningkatan tekanan dan kongesti
pada vena pulmonalis dan kapiler. Sedangkan gagal jantung kanan
bermanifes sebagai peningkatan tekanan dan kongesti vena-vena sistemik
yang dapat diperiksa pada pembesaran vena jugularis serta kongesti hepar.
Gagal jantung sistolik dideskripsikan sebagai gagal jantung dengan
kelainan dinding ventrikel berupa dilatasi, pembesaran, dan hipertrofi, di
mana output terbatas karena ejeksi yang terganggu selama sistol. Sementara
itu, gagal jantung diastolik merujuk kepada dinding ventrikel yang menebal,
ruang ventrikel mengecil, di mana pengisian selama diastol terganggu.
C. Epidemiologi
Diperkirakan terdapat sekitar 23 juta orang mengidap gagal jantung di
seluruh dunia. American Heart Association memperkirakan terdapat 4,7 juta
orang menderita gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun 2000 dan
dilaporkan terdapat 550.000 kasus baru setiap tahun. Prevalensi gagal jantung
di Amerika dan Eropa diperkirakan mencapai 1 – 2%. Namun, studi tentang
gagal jantung akut masih kurang karena belum adanya kesepakatan yang
diterima secara universal mengenai definisi gagal jantung akut serta adanya
perbedaan metodologi dalam menilai penyebaran penyakit ini.
Meningkatnya harapan hidup disertai makin tingginya angka survival
setelah serangan infark miokard akut akibat kemajuan pengobatan dan
penatalaksanaannya, mengakibatkan semakin banyak pasien yang hidup
dengan disfungsi ventrikel kiri yang selanjutnya masuk ke dalam gagal jantung
kronis. Akibatnya, angka perawatan di rumah sakit karena gagal jantung
dekompensasi juga ikut meningkat. Dari survei registrasi di rumah sakit
didapatkan angka perawatan pasien yang berhubungan dengan gagal jantug
sebesar 4,7% untuk perempuan dan 5,1 % untukk laki-laki. Secara umum,
angka perawatan pasien gagal jantung di Amerika dan Eropa menunjukkan
angka yang semakin meningkat.
Insidensi dan prevalensi gagal jantung meningkat secara dramatis sesuai
dengan peningkatan umur. Studi Framingham menunjukkan peningkatan
prevalensi gagal jantung, mulai 0,8% untuk orang berusia 50-59 hingga 2,3%
untuk orang dengan usia 60-69 tahun. Gagal jantung dilaporkan sebagai
diagnosis utama pada pasien di rumah sakit untuk kelompok usia lebih dari 65
tahun pada tahun 1993. Beberapa studi di Inggris juga menunjukkan adanya
peningkatan prevalensi gagal jantung pada orang dengan usia lebih tua.
D. Etiologi
Perubahan struktur atau fungsi dari ventrikel kiri dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya gagal jantung pada seorang pasien, meskipun etiologi
gagal jantung pada pasien tanpa penurunan Ejection Fraction (EF) berbeda dari
gagal jantung dengan penurunan EF. Terdapat pertimbangan terhadap etiologi
dari kedua keadaan tersebut tumpang tindih. Di Negara-negara industri,
Penyakit Jantung Koroner (PJK) menjadi penyebab predominan pada 60-75%
pada kasus gagal jantung pada pria dan wanita. Hipertensi memberi kontribusi
pada perkembangan penyakit gagal jantung pada 75% pasien, termasuk pasien
dengan PJK. Interaksi antara PJK dan hipertensi memperbesar risiko pada
gagal jantung, seperti pada diabetes mellitus. Emboli paru dapat menyebabkan
gagal jantung, karena pasien yang tidak aktif secara fisik dengan curah jantung
rendah mempunyai risiko tinggi membentuk thrombus pada tungkai bawah
atau panggul. Emboli paru dapat 7 berasal dari peningkatan lebih lanjut
tekanan arteri pulmonalis yang sebaliknya dapat mengakibatkan atau
memperkuat kegagalan ventrikel . Infeksi apapun dapat memicu gagal jantung,
demam, takikardi dan hipoksemia yang terjadi serta kebutuhan metabolik yang
meningkat akan memberi tambahan beban pada miokard yang sudah kelebihan
beban meskipun masih terkompensasi pada pasien dengan penyakit jantung
kronik.
Menurut beberapa penelitian penyakit jantung disebabkan oleh
beberapa hal yaitu :
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Konsumsi garam berlebih
4. Keturunan
5. Hiperaktivitas system syaraf simpatis
6. Stress
7. Obesitas
8. Olahraga tidak teratur
9. Merokok
10. Konsumsi alcohol dan kopi berlebih
11. Hipertensi
12. Ischaemik heart disease
13. Konsumsi alkohol
14. Hypothyroidsm
15. Penyakit jantung congenital
16. Kardiomiopati
17. Infeksi juga dapat memicu timbulnya gagal jantung.
E. Patofisiologi
Penurunan curah jantung pada gagal jantung mengaktifkan serangkaian
adaptasi kompensasi yang dimaksudkan untuk mempertahankan homeostasis
kardiovaskuler. Salah satu adaptasi terpenting adalah aktivasi system saraf
simpatik, yang terjadi pada awal gagal jantung. Aktivasi system saraf simpatik
pada gagal jantung disertai dengan penarikan tonus parasimpatis. meskipun
gangguan ini dalam kontrol otonom pada awalnya dikaitkan dengan hilangnya
penghambatan masukan dari arteri atau refleks baroreseptor kardiopulmoner,
terdapat bukti bahwa refleks rangsang juga dapat berpartisipasi dalam
ketidakseimbangan otonom yang terjadi pada gagal jantung. dalam kondisi
normal masukan penghambatan dari “tekanan tinggi” sinus karotis dan
baroreceptor arcus aorta dan “tekanan rendah” mechanoreceptor
cardiopulmonary adalah inhibitor utama aliran simpatis, sedangkan debit dari
kemoreseptor perifer nonbaroreflex dan otot “metaboreseptor” adalah input
rangsang utama outflow simpatik. Pada gagal jantung, penghambat masukan
dari baroreseptor dan mekanoreseptor menurun dan rangsangan pemasukan
meningkat, maka ada peningkatan dalam aktivitas saraf simpatik, dengan
hilangnya resultan dari variabilitas denyut jantung dan peningkatan resistensi
pembuluh darah perifer.
F. Faktor resiko
Beberapa orang semakin berpotensi mengalami penyakit ini. Faktor
tersebut antara lain:
G. Manifestasi klinik
Menurut Wijaya & putri (2013), manifestasi gagal jantung sebagai
berikut :
1. Gagal jantung kiri
Menyebabkan kongestif, bendungan pada paru dan gangguan pada
mekanisme kontrol pernafasan. Gejala :
a. Dispenea
Terjadi karena penumpukan atau penimbunan cairan dalam
alveoli yang mengganggu pertukaran gas . dispnea bahkan dapat terjadi
saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atu sering.
b. Orthopnea
Pasien yang mengalami orthopnea tidak akan mau berbaring,
tetapi akan menggunakan bantal agar bisa tegak ditempat tidur atau
duduk dikursi, bahkan saat tidur.
c. Batuk
Hal ini disebabkan oleh gagal ventrikel bisa kering dan tidak
produktif, tetapi yang sering adalah batuk basah yaitu batuk yang
menghasilkan aputum berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang
disertai dengan bercak darah.
d. Mudah lelah
Terjadi akibat curah jantung yang kurang, menghambat jaringan
dari srikulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang di
gunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distress
pernafasan dan batuk.
e. Ronkhi
f. Gelisah dan Cemas
Terjadi akibat gangguan oksigen jaringan, stres akibat kesakitan
berfasan dan pengetahuan bahkan jantung tidak berfungsi dengan baik.
2. Gagal jantung kanan
Menyebabkan peningkatan vena sistemik. Gejala :
a. Oedem parifer
b. Peningkatan BB
c. Distensi vena jugularis
d. Hepatomegali
e. Asites
f. Pitting edema
g. Anoreksia
h. Mual
3. Secara luas peningkatan CPO dapat menyebabkan perfusi oksigen
kejaringan rendah, sehingga menimbulkan gejala :
a. Pusing
b. Kelelahan
c. Tidak toleran terhadap aktivitas dan panas
d. Ekstrimitas dingin
4. Perfusi pada ginjal dapat menyebabkan pelepasan renin seta sekresi
aldosteron dan retensi cairan dan natrium yang menyebabkan peningkatan
volume intravaskuler.
Menurut Nurhidayat, Saiful 2011 manifestasi klinis gagal jantung
secara keseluruhan sangat bergantung pada etiologinya. Namun dapat
digambarkan sebagai berikut :
a. Orthopnea, yaitu sesak saat berbaring.
b. Dyspnea on effert (DOE), yaitu sesak bila melakukan aktivitas
c. Paroxyimal nocturnal dyspnea (PND), yaitu sesak nafas tiba-tiba pada
malam hari disertai batuk
d. Berdebar-debar
e. Lekas capek
f. Batuk-batuk
H. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologi (Menurut kasron, 2012)
a. CHF Kronik
1) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan
menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan
aktivitas.
2) Diet pembatasan natrium (<4 gr/hari) untuk menurunkan edema.
3) Menghentikan obat-obatan yang mempengaruhi NSAID karena efek
prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium.
4) Pembatasan cairan (± 1200-1500 cc/hari).
5) Olahraga secara teratur.
b. CHF Akut
1) Oksigenasi (ventilasi mekanik)
2) Pembatasan cairan (1,5 liter/hari)
b. PENYEKAT β
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua
pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.
Penyekat β memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi
perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan
kelangsungan hidup.
c. Antagonis Aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis
kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 %
dan gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa
hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup.
f. Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat
digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat
lain (seperti penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung
simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin
dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap
angkakelangsungan hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B).
g. Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda
klinis atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan
dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan
hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai
kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.
Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 20122
3. Pendidikan Kesehatan
a. Informasikan pada pasien, keluarga dan pemberi perawatan tentang
penyakit dan penanganannya.
b. Monitoring difokuskan pada : monitoring BB setiap hari dan intake
natrium.
c. Diet yang sesuai untuk lansia CHF : pemberian makanan tambahan yang
banyak mengandung kalium seperti; pisang,jeruk, dan lain-lain.
d. Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat ditoleransi
dengan bantuan terapi.
I. Contoh Kasus
Identitas
Tn. S berusia 60 tahun, seorang petani, masuk ke ICCU dengan
keluhan utama yaitu sesak napas dan berkurang jika posisi setengah duduk
atau tidur dengan bantal tinggi, sesak napas kadang dirasakan pada malam
hari (batuk kadang-kadang). Nyeri pada dada. Tn. S mempunyai kebiasaan
merokok 5 tahun yang lalu, Tn. A juga mempunyai penyakit hipertensi serta
riwayat DM.
Diagnosa : Decompensasi Cordis
Terapi perawatan
1. Digoxin
2. Furosemide
3. Captopril
4. Inhalasi (ventolin, bisolvon)
Hasil pemeriksaan laboratorium
1. Foto rontgen : CTR + 75%
2. EKG : gelombang QRS membesar
1. Digoxin
Komposisi : Tiap tablet mengandung digoksin 0,25 mg.
Kemasan : Botol berisi 100 tablet Kotak berisi 10 strip @ 10 tablet
Mekanisme Kerja Obat :
Digoksin merupakan prototipe glikosida jantung yang berasal dari
Digitalis lanata. Mekanisme kerja digoksin melalui 2 cara, yaituefek
langsung dan tidaklangsung. Efek langsung yaitu meningkatkan kekuatan
kontraksi otot jantung (efek inotropik positif). Hal ini terjadi berdasarkan
penghambatan enzim Na+, K+ -ATPasedan peningkatan arus masuk
ionkalsium keintra sel. Efektidak langsung yaitu pengaruh digoksin
terhadap aktivitas saraf otonom dan sensitivitas jantung terhadap
neurotransmite
Indikasi :
Untuk payah jantung kongestif, fibrilasi atrium, takikardia atrium
proksimal dan flutter atrium.
Kontra indikasi :
Dewasa: Dosis digitalisasi rata-rata 3-6 tablet sehari dalam dosis terbagi.
Untuk digitalisasi cepat dimulai2 - 3 tablet, diikuti 1 -2 tablet tiap 6-8 jam
sampai tercapai digitalisasi penuh. Untuk digitalisasi lambat dan dosis
penunjang 1/2-2 tablet sehari (1/2 - 1 tablet pada usia lanjut),
tergantung pada berat badan dan kecepatan bersihan kreatinin.
Dosis harus dikurangi pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal.
h. Dosis lebih rendah pada pasien dengan berat badan rendah.usia lanjut,
hipokalemia dan hipotiroid. Setelah pemberian selama 14 hari,
dosis hams diturunkan dan disesuaikan dengan respon pasien. Hati-
hati pemberian pada ibu hamil dan menyusui
i. Hati-hati pemberian pada penderita gagal jantung yang menyertai
glomerulonefritis akut, karditis berat, gangguan fungsi ginjal sedang
sampai berat, hipokalsemia, hipomagnesemia, aritmia atrium yang
disebabkan keadaan hipermetabolik, penyakit nodus SA, Sindroma
Wolff - Parkinson - White, perikarditis konstriktif kronik, bayi
neonatus dan bayi prematur. Blok AV tidak lengkap pada pasien
dengan serangan Stokes - Adams dapat berianjut menjadi Blok AV
lengkap. Jangan digunakan untuk terapi obesitas atau takikardia sinus,
kecuali jika disertai gagal jantung.
j. Digoksin dapat menimbulkan perubahan ST-T yang pgsitjf semu pada
EKG selama testlatihan. Anoreksia, mual, muntan dan aritmia dapat
merupakan gejala penyerta gagal jantung atau gejala-gejala keracunan
digitalis. Bila timbul keracunan digitalis maka pemberian obat digitalis
dandiuretik dihentikan.
Efek Samping :
Dapat terjadi anoreksia, mual, muntah dan sakitkepala.
Gejala toksik pada jantung, Gejala neurologik dan Gangguan pada mata.
Interaksi Obat :
Kuinidin, verapamil, amiodarondan propafenon dapat
meningkatkan kadar digitalis. Diuretik, kortikosteroid, dapat menimbulkan
hipokalemia, sehingga mudah terjadi intoksikasi digitalis. Antibiotik
tertentu menginaktivasi digoksin melalui metabolisme bakterial di usus
bagian bawah. Propantelin, difenoksilat, meningkatkan absorpsi digoksin.
Antasida, kaolin-peptin, sulfasalazin, neomisina, kolestiramin, beberapa
obat kanker, menghambat absorpsi digoksin. Simpatomimetik,
meningkatkan resiko aritmia. Beta - bloker, kalsium antagonis, berefek
aditif dalam penghambatan konduksiAV.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Gagal jantung merupakan suatu keadaan patologis adanya kelainan fungsi jantung
berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan.
2. Klasifikasi jantung yaitu berdasarkan kelainan struktural jantung (Stadium A,
Stadium B, Stadium C dan Stadium D) dan berdasarkan kapsitas fungsional
(NYHA) (Kelas I, Kelas II, Kelas III dan Kelas IV).
3. Penyakit jantung disebabkan oleh beberapa hal yaitu : Usia, Jenis kelamin,
Konsumsi garam berlebih, Keturunan, Hiperaktivitas system syaraf simpatis,
Stress, Obesitas dll.
DAFTAR PUSTAKA
Bui, L.B., Horwich, T.B & Fonarow, G.C., 2011, Epidemiology and risk profile
of heart failure, Nature Reviews Cardiology, vol 8, 30-41
Arroll, B., Doughty, R. & Andersen V., 2010, Investigation and Management of
Congestive Heart Failure, BMJ, 341, 190-195
Cole, J.A., Norman, H., Weatherby, L.B. & Walker, A.M., 2006, Drug
Copayment and Adherence in Chronic Heart Failure: Effect on Cost and
Outcomes, Pharmacotherapy, 26 (8), 1157–1164
Davis, R.C., Hobbs, F.D.R. & Lip, G.Y.H., 2003, ABC of heart failure: History
and epidemiology, British Medical Journal, 320, 39-42
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G. & Posey, L.M.,
2008, Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, Seventh Edition,
New york: Appleton and Lange
Dosh, S.A., 2004, Diagnosis of Heart Failure in Adults, American Family
Physician, 70 (10), 2145-2152.
Fakultas Kedokteran UI, 2000, Kardiologi; Gagal Jantung, In: Mansjoer, A.,
Triyanti, K., Savitri, R., Wardhan, W.I. & Setyowulan, W., edisi ketiga,
Kapita Kedokteran, Yogyakarta
Figueroa, M.S & Peters, J.I., 2006, Congestive Heart Failure: Diagnosis,
Pathophysiology, Therapy and Implication, Respiratory Care, 51 (4),
403-412
Francis, G.S & Tang, W., 2003, Pathophysiology of Congestive Heart Failure.