Anda di halaman 1dari 17

ISSN 2407-4551 Volume 3, Nomor 1, Mei 2017

LADANG HITAM PASCA PERISTIWA GERAKAN 30 SEPTEMBER 1965


(Studi Kasus Tragedi Kemanusiaan Anggota PKI di Desa Penglatan,
Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali dan
Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah Kontenporer Indonesia)

Ketut Sedana Arta, Desak Made Oka Purnawati, Made Pageh


Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial, Universitas
Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia
sedana.arta@gmail.com

Abstrak

Secara umum tujuan penelitian ini adalah (1)untuk mengetahui latar


belakang peristiwa tragedi kemanusiaan pasca peristiwa Gerakan 30
September 1965 di Desa Penglatan; (2) untuk menganalisis proses tragedi
kemanusiaan pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965 di Desa
Penglatan;(3) untuk menganalisis implikasi tragedi kemanusiaan pasca
peristiwa Gerakan 30 September 1965 di Desa Penglatan: (4) untuk
mengetahui aspek-aspek dari tragedi kemanusiaan pasca peristiwa Gerakan
30 September 1965 di Desa Penglatan yang dapat dijadikan sebagai sumber
belajar
Penelitian ini secara metodologis menggunakan pendekatan kualitatif,
teknik penentuan informan dengan purposive sampling dan informan terus
dikembangkan dengan teknik snowball. Dalam pengumpulan data peneliti
menggunakan: (1) Wawancara; (2) Observasi partisipasi Agar observasi
partisipasi bisa terarah, maka ditetapkan aspek-aspek yang diobservasi; (3)
Analisis dokumen
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latar belakang peristiwa tragedi
kemanusiaan pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965 di Desa
Penglatan adalah 1). Adanya persaingan politik, persaingan tersebut berakar
dari persaingan antara PNI dan PKI yang embrionya dimulai sejak tahun
1955, (2) Proses tragedi kemanusiaan pasca peristiwa Gerakan 30
September 1965 di Desa Penglatan terjadi beberapa minggu setelah kudeta
tahun 1965 (Gestok, I Oktober 1965), melibatkan organisasi sayap partai dari
PNI meliputi GSNI, PETANI, LKN, GPM, GPD, serta ormas yang tergabung
dalam PKI seperti BTI, Lekra, maupun Pemuda Rakyat. (3) Implikasi tragedi
kemanusiaan pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965 bagi desa dan
keluarga di Desa Penglatan adalah membawa dampak yang luas bagi
keluarga yang ditinggalkan, dampak yang paling dirasakan adalah rasa
trauma simpatisan dan pengurus PKI. Keluarga-keluarga kehilangan tulang
punggung keluarga, dan dirasakan dampaknya merekapun mendapatkan
perlakuan diskriminatif, seperti adanya kode ET, yang berarti eks tahanan
politik; (4) Aspek-aspek dari tragedi kemanusiaan pasca peristiwa Gerakan
30 September 1965 di Desa Penglatan 1) Aspek Historis, yang dapat

Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 58


ISSN 2407-4551 Volume 3, Nomor 1, Mei 2017

dijadikan sebagai sumber belajar sejarah kontemporer Tragedi kemanusiaan


dengan terbunuhnya beberapa pengurus PKI dan simpatisan PKI (Pemuda
Rakyat).2) Kolaborasi Pembunuhan Anggota PKI, yang melibatkan
kekuasaan Pepelrada Bali Pangdam XVI/Udayana, serta RPKAD

Kata kunci: Gerakan 30 September, tragedi kemanusiaan, sumber belajar


sejarah

Abstract

In general the purpose of this study is (1) to know the background


events of human tragedy after the events of the Movement of 30 September
1965 in Penglatan Village; (2) to analyze the process of human tragedy after
the events of the 30 September 1965 Movement in Penglatan Village; (3) to
analyze the implications of humanitarian tragedy after the events of the 30
September 1965 Movement in Penglatan Village: (4) to know aspects of the
humanitarian tragedy after the Movement September 30, 1965 in Penglatan
Village which can be used as a learning resource
This research methodologically using qualitative approach,
informative determination technique with purposive sampling and informant
continue to be developed with snowball technique. In collecting data
researchers use: (1) Interviews; (2) Observation of participation In order for
participant observation to be directed, the observed aspects are stipulated;
(3) Document analysis
The results of this study indicate that the background events of
human tragedy after the events of the Movement of 30 September 1965 in
Penglatan Village is 1). The existence of political competition, the competition
is rooted in the rivalry between the PNI and the PKI, whose embryo began in
1955, (2) The process of human tragedy after the September 30, 1965
Movement in Penglatan Village occurred several weeks after the 1965 coup
(Gestok, I October 1965) Involving party wing organizations from the PNI
including GSNI, PETANI, LKN, GPM, GPD, and mass organizations
belonging to the PKI such as BTI, Lekra, and Pemuda Rakyat. (3) The
implications of humanitarian tragedy after the events of the September 30th
Movement of 1965 for villages and families in Penglatan Village were to have
a wide impact on abandoned families, the most perceived impact was the
trauma of sympathizers and administrators of the PKI. Families lose the
backbone of the family, and feel their effects are subject to discriminatory
treatment, such as the existence of the ET code, which means former political
prisoners; (4) Aspects of the humanitarian tragedy after the events of the
September 30th Movement of 1965 in Penglatan Village 1) The historical
aspect, which can be used as a source of contemporary history learning The
tragedy of humanity with the killing of several PKI officials and sympathizers

Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 59


ISSN 2407-4551 Volume 3, Nomor 1, Mei 2017

of the PKI (Pemuda Rakyat) .2) Collaborative Murders Members of the PKI,
involving the power of Pepelrada Bali Pangdam XVI / Udayana, and RPKAD

Keywords: September 30th Movement, humanitarian tragedy, historical


learning resource

PENDAHULUAN kita harus welas asih yang sekaligus


Bali adalah daerah yang dikenal berarti ahimsa terhadap semua makhluk.
sebagai pulau dewata, seribu pura, dan Dengan demikian ahimsa adalah intisari
masyarakat diikat oleh simpul-simpul kasih dan sifat manusia (Sing, 2007:89)
budaya Bali diantara desa pekraman, Simpul-simpul budaya Bali yang
subak, sekeha dan dilandasi ideologi Tri dilandasi ajaran agama Hindu tersebut
Hita Karana. Menurut Wiana (2007:125) nampaknya diabaikan karena
Pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha perbedaanperbedaan politik dalam sejarah
Esa dalam konsep Tri Hita Karana masyarakat Bali. Hal ini Nampak dari
disamping membangun sikap hidup adanya politik kekerasan yang terjadi
memelihara kesejahteraan alam juga pasca peristiwa 30 September yang
menumbuhkan hubungan yang harmonis memakan korban tidak sedikit. Menurut
dalam kehidupan bersaama dalam suatu Galtung kekerasan dapat didefinisikan
masyarakat. Mengacu pada gagasan sebagai penyebab perbedaan antara yang
Atmadja (2014) untuk mewujudkan potensial dan yang actual. Kekerasan
harmonisasi dalam suatu masyarakat yang terjadi pada masa itu berwujud
maka perlu ada pelembagaan teoekologi. kekerasan fisik sampai penghilangan
Gagasan ini bertumpu pada pemikiran nyawa dan kekerasan psikologis, yakni
bahwa alam, manusia, Tuhan (Brahman) kekerasan terhadap jiwa dan rohani.
merupakan satu kesaatuan yang tidak bisa menurut Semelin (2003) hal ini bisa
terpisahkan. Selain itu masyarakat Bali disebut kekerasan yang tidak nampak.
juga lekat dengan ajaran Tat Twam Asi (itu Pada masa awal kemerdekaan PKI
adalah kamu). Konsep ini melahirkan kembali muncul sebagai kekuatan politik
jargon Vasudhaiva Kutumbakham (semua yang patut diperhitungkan dengan
makhluk adalah bersaudara. Gagasan ini datangnya kembali para pemimpin yang di
membawa implikasi menyakiti makhluk tahan di Boven Digul, Eksistensi PKI
hidup yang lain sama artinya menyakiti dimungkinkan dengan cara menempuh
saudara sendiri. sikap moderat dengan mendukung
Masyarakat Bali juga diikat oleh pemerintah bernegosiasi dengan Belanda.
ajaran agama Hindu yaitu ahimsa atau Konpensasinya PKI mendapat jatah
nirkekerasan, yakni doktrin yang melarang anggota Parlemen dari 2 orang menjadi 35
manusia melakukan kekerasan terhadap orang. Eksistensi PKI tidak bisa
makhluk lain dalam pikiran, ucapan dan dilepaskan dari peran dari Nyoto, Aidit dan
tindakan guna mewujudkan kedamaian. Lukman yang membangun sekaligus
Ahimsa berkaitan dengan Tat Twam Asi menata ulang organisasi PKI setelah
yang melahirkan gagasan bahwa kita compang-camping terimbas meletusnya
bersaudara. Karena kita bersaudara maka Peristiwa Madiun tahun 1948. Mereka

Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 60


ISSN 2407-4551 Volume 3, Nomor 1, Mei 2017

meluncurkan dokumen Djalan Baru untuk paramiliter sebagai pelaku tindak


Memenangkan Revolusi. dalam kekerasan di lapangan, namun sebagian
kepemimpinan PKI baru, Aidit menjabat besar pembunuhan-pembunuhan yang
Sekjen, MH Lukman Wakil Sekjen, dan sebenarnya diserahkan pada rakyat biasa
Njoto Wakil Sekjen II (Julius Pour, 2010: (Frans Husken, 2003; Budi Susanto, 2003:
22). 24)
Pembunuhan-pembunuhan Dampak dari peristiwa tragedi
terhadap anggota PKI dan simpatisan PKI kemanusiaan pasca Gerakan 30
dilatarbelakangi oleh kekerasan yang September 1965 menimbulkan trauma
terjadi antara dua partai besar di Bali yaitu dalam berbegai segi kehidupan terutama
PNI dan PKI dan pembekuan aktivitas PKI mereka yang berasal dari keluarga korban
dan organisasi-organisasi yang berafiliasi tragedi tersebut. Peristiwa ini merupakan
dengan PKI, serta adanya penahanan pelanggaran Hak Azasi Manusia yang
terhadap pendukung PKI dan penyusunan diperkuat dari pengumuman laporan
daftar anggota PKI dan organisasi Komnas HAM tentang tragedi 65 di
masanya. Pertentangan antara PKI dan Jakarta, 23 Juli 2012 (Baskara. T
PNI terjadi sejak diberlakukannya Wardaya, 2014:2). Penelitian ini dapat
Demokrasi Terpimpin yang dicerminkan memperkaya materi bahwa pasca
dari aksi-aksi massa seperti rapat umum peristiwa Gerakan 30 September 1965
politik, defile dan demonstrasi dikelola tragedi kemanusiaan tidak hanya terjadi di
PKI/BTI maupun PNI/Petani (Robinson, Jawa tetapi terjadi juga di Kabupaten
1995: 269-270). Aksi-aksi masa tersebut Buleleng, khususnya di tingkat desa yang
disertai dengan ungkapan-ungkapan yang latar belakang, proses dan implikasinya
saling menjelekan antar partai dalam sangat menarik untuk dikaji. Dengan
pidato-pidato partai politik (Vickers, 1989: adanya sumber-sumber materi sejarah
169; H. Geertz, 1991: 180-182). Di tempat- lokal diharapkan penanaman nilai-nilai
tempat di mana sebagian besar sejarah sejarah melalui proses pendidikan
pembantaian terjadi memang sudah ada bersifat ekstrensik tetapi juga pencapaian
ketegangan selama bertahun-tahun nilai intinsik yang membentuk intelektual
karena program land reform yang merujuk yang kritis dan rasional (Abdullah, 1996;
pada UU Agraria 1960, yang didukung dan Widja 1996)
dilaksanakan oleh PKI dan organisasi-
organisasi front PKI. Ini terjadi di Jawa METODE
tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Penelitian ini menggunakan
Bali (Jusuf Wanandi, 2014:91) pendekatan kualitatif, yang teknik
Proses terjadinya tragedi penentuan informannya menggunakan
kemanusiaan ini tidak bisa lepas dari purposive sampling. Adapun teknik
peran negara, kususnya keterlibatan pengumpulan datanya menggunakan
Angkatan Darat dalam pembunuhan- wawancara mendalam terhadap tokoh-
pembunuhan yang terjadi dengan tokoh yang terlibat langsung dalam
menyediakan dukungan logistic seperti peristiwa tragedi kemanusiaan anggota
transportasi, daftar orang yang dibunuh, PKI di Desa Penglatan, dan diperkuat
latihan bahkan senjata, dan dorongan dengan observasi tempat tragedi
semangat kepada kelompok-kelompok kemanusiaan tersebut terjadi, serta

Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 61


ISSN 2407-4551 Volume 3, Nomor 1, Mei 2017

menganalisis dokumen-dokumen untuk Masing-masing penguru partai membentuk


memperkuat analisis kejadian. Untuk kepengurusan di tingkat ranting. Untuk
menjamin kesahihan data maka dilakukan PNI pengurus di tingkat ranting dipimpin
trianggulasi data. Sedangkan teknik oleh I Wayan Darpa, dan PKI dipimpin
analisis datanya menggunakan model oleh Bapak Nurita. Persaingan politik di
interaktif yang meliputi reduksi data, Desa Penglatan melibatkan kubu
penyajian data, penafsiran data, dan nasionalis (PNI) dan kubu komunis (PKI)
menarik kesimpulan. merambah juga pada persaingan di
bidang ekonomi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 2. Proses tragedi kemanusiaan pasca
1. latar belakang peristiwa tragedi peristiwa Gerakan 30 September 1965
kemanusiaan pasca peristiwa di Desa Penglatan
Gerakan 30 September 1965 di Berdasarkan hasil wawancara
Desa Penglatan dengan narasumber pasca peristiwa
Berdasarkan wawncara dengan Gestok (Gerakan 31 September 1965)
tokoh PNI di Desa Penglatan tragedi sebenarnya keadaan tidaklah segawat
kemanusiaan yang terjadi dilatarbelakangi seperti yang ada di Jakarta sebagai
adanya persaingan politik antara PNI dan barometer perpolitikan nasional. Keadaan
PKI yang embrionya dimulai ketika pemilu tersebut berubah ketika ada instruksi dari
1955 yang dimenangkan oleh PNI, petinggi Angkatan Darat untuk
sementara di Bali PKI menjadi partai melaksanakan kebijakan tumpas kelor.
pemenang ke dua. kekerasan yang terjadi Angkatan darat memainkan peran
di Indonesia saat itu dilakukan dengan penting dalam mendukung awal terjadinya
menggunakan senjata tajam seperti pisau, pembantaian, dengan kesatuan RPKAD
clurit, maupun pedang, tetapi juga yang mendarat di Bali pada 7-8 Desember
menggunakan senjata tumpul seperti 1965, menyebarkan daftar hitam anggota
pentungan, tongkat dan alat kekerasan PKI yang harus dibunuh. Angkatan Darat
lainnya serta menggunakan senjata api. juga merangkul dan melatih gerombolan
Berdasarkan wawancara dan milisi, para pemuda sipil yang disebut
observasi di lapangan tempat terjadinya tameng untuk menguasai teknik-teknik
eksekusi adalah seme atau kuburan desa dasar membantai. Para pemuda PNI yang
setelah penjemputan secara paksa yang tergabung dalam Gerakan Siswa Nasional
teridentifikasi sebagai anggota dan Indonesia (GSNI), PETANI (Persatuan
simpatisan PKI oleh masa PNI. Menurut Petani Nasional Indonesia), LKN
Hermawan Sulistyo (2000:204) pada (Lembaga Kebudayaan Nasional),
tingkat pelaku pembataian di lapangan Gerakan Pendidik Marhaenis, Gerakan
tidak terdapat struktur jaringan yang ketat, Pemuda Demokrat secara aktif ikut dalam
bahkan cenderung longgar. usaha-usaha pendataan anggota-anggota
Menurut Wayan Renten dan Wayan PKI yang terganung dalam BTI dan Lekra
Sedana (wawancara tanggal 22 Agustus maupun Pemuda Rakyat
2016) menyatakan persaingan politik di
tingkat pusat tercermin pula di tingkat akar 3. Implikasi tragedi kemanusiaan
rumput terutama di Desa Penglatan. pasca peristiwa Gerakan 30

Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 62


ISSN 2407-4551 Volume 3, Nomor 1, Mei 2017

September 1965 bagi desa dan sebenarnya awalnya aman-aman saja,


keluarga di Desa Penglatan tetapi ketika gaung penumpasan PKI di
Dampak yang dirasakan oleh Jawa tengah dan Jawa Timur terdengar di
anggota PKI di Desa Penglatan adalah Bali, timbul ketegangan-ketegangan
trauma yang mendalam. Keluarga yang antara masa PKI dan PNI termasuk di
ditinggal juga mendapat sanksi sosial dari Desa Penglatan.
masyarakat di lingkungan desa, mereka 2) Kolaborasi Pembunuhan Anggota
dicap sebagai keturunan PKI, setiap PKI,
aktivitas mereka selalu mendapat Tanggal 17 November 1965,
pengawasan dari aparat warga, aparat kekuasaan Pepelrada Bali Pangdam
desa dan pihak berwajib. Dalam XVI/Udayana yang sebelumnya dipegang
pelayanan administrasi pasca peristiwa G oleh Gubernur Bali Anak Agung bagus
30 September 1965, merekapun Sutedja. Pepelrada juga mengeluarkan
mendapatkan perlakuan diskriminatif, keputusan pada tanggal 24 November
seperti adanya kode ET, yang berarti eks 1965 tentang pedoman untuk menumpas
tahanan politik, dan mereka tidak dapat G 30 S/PKI dan kewenangan TIM
melamar kerja diinstansi pemerintah Pemerintah Daerah (Teperda) dalam
karena adanya litsus. memeriksa oknum-oknum yang terlibat G
Trauma mendalam yang dialami 30 S/PKI. Salah satu strategi yang
oleh penduduk pasca pembersihan ditempuh di Bali oleh RPKAD dalam
terhadap anggota PKI, menyebabkan upayanya melaksanakan tugas menumpas
mereka mencari kedamaian melalui PKI di Bali adalah dalam bentuk
ajaran-ajaran kerohanian seperti mengikuti mengendalikan dan memfasilitasi
acara-acara pesantian dengan sumber- ekseskusi terhadap yang dicurigai sebagai
sumber seperti Bhagawad Githa, Arjuna komunis dengan penyediaan dukungan
Wiwaha, Ramayana, Sucita. logistik yang penting berupa senjata,
amunisi, truk, komunikasi, dan fasilitas
4. Aspek-aspek tragedi kemanusiaan penahanan. Militer juga mendorong
pasca peristiwa Gerakan 30 gerombolan satgas keamanan anti PKI
September 1965 yang dapat bersenjata. Yang paling menonjol dan
dijadikansebagai sumber paling ditakuti adalah tameng marhaenis
pembelajaran sejarah yang disokong PNI, kawanan
1) Aspek Historis, Tragedi beranggotakan delapan atau sepuluh
kemanusiaan dengan terbunuhnya orang yang berkeliaran dalam busana
beberapa pengurus PKI dan simpatisan hitam-hitam, bersenjatakan belati, tombak
PKI (Pemuda Rakyat) yang dapat dan bedil.
dijadikan sebagai sumber belajar sejarah
kontemporer. Buku-buku sejarah yang B. PEMBAHASAN
memuat peristiwa pasca gerakan 30 1. Latar belakang peristiwa tragedi
September 1965 atau di Bali dikenal kemanusiaan pasca peristiwa Gerakan
sebagai Gestok, hanya memuat peristiwa 30 September 1965 di Desa Penglatan
yang ada di Jakarta, sedikit yang Tindak kekerasan politik dan politik
membahas daerah-daerah lainnya.Untuk kekerasan yang kadang kala terjadi dalam
Bali Pasca peristiwa Gestok di Bali, skala massif, tampak menjadi warna yang

Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 63


ISSN 2407-4551 Volume 3, Nomor 1, Mei 2017

paling dominan selama berlangsungnya orang-orang PNI di pemerintahan


praktek politik rezim Orde Baru. Tampilnya mempermudah PNI menyampaikan
kekuatan politik Orde Baru menggantikan program-programnya kepada masyarakat,
rezim politik Demokrasi terpimpin di dan adanya kesamaan program PNI
panggung politik Indonesia ditandai dengan pemerintah. Ketiga, adanya
dengan proses berlangsungnya tindakan dukungan rakyat di luar pemerintah,
yang menafikan nilai-nilai kemanusiaan, terutama mantan pejuang revolusi 1945,
berupa pembantaian terhadap paling tidak para pejuang mempunyai pengaruh besar
puluhan ribu orang-orang yang tergabung bagi PNI dalam memenangkan pemilu
dalam organisasi komunis selama kurun 1955. Peranan Ketut Widjana dari
waktu 1965-1966. Kendati demikian, Penataran, Singaraja, Nyoman gde
proses pembersihan terhadap orang-orang Mangku dari Jagaraga, Nengah Sari dari
Komunis di Bali dan Khususnya desa-desa Desa Sekumpul mempunyai andil besar
di Bali Utara tidak berhenti pada tahun- dalam proses pengembangan PNI di
tahun tersebut, karena kekerasan secara Buleleng. Keempat,PNI dengan asas
psikologis sebagai anak PKI terus sosionasionalisme dan sosiodemokrasi
dilabelkan pada orang-orang yang pernah bertujuan untuk menampung dan
tergabung dalam organisasi PKI. memperjuangkan kepentingan rakyat,
Secara lebih rinci latar belakang tanpa membedakan suku, agama, dan
tragedi kemanusiaan di Desa Penglatan, pelapisan dalam masyarakat. Kelima,
Kecamatan Buleleng, Kabupaten situasi pemilu dengan menggunakan
Buleleng dapat dirinci sebagai berikut: demokrasi liberal, sistem ini
1. Persaingan Politik memungkinkan masyarakat betul-betul
Menurut hasil wawancara dengan bebas memilih partai sesuai dengan
Wayan Sedana tokoh PNI di Desa aspirasinya. Keenam, partisipasi
Penglatan, persaingan politik tersebut di masyarakat, khususnya di Kabupaten
Desa Penglatan terjadi antara PNI dan PKI Buleleng cukup tinggi. Ini membuka
yang memiliki basis kuat diakar rumput. peluang bagi PNI untuk memperoleh
Persaingan kedua partai tersebut bahkan dukungan . Pada pemilu 1955, di
mulai terjadi ketika ada pemilu tahun 1955. Kabupaten Buleleng tercatat 144.838
Walaupun PNI unggul dalam perolehan orang pemilih, dengan suara sah
suara namun PKI juga memperoleh suara sebanyak 127.467. Jadi partisipasi politik
yang tidak bisa diremehkan. masyarakat Buleleng pada tahun 1955
Kuatnya PNI di Swapraja Buleleng adalah 88% (Budiasih, 1992:75-79)
disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Wayan Renten
Pertama, dekatnya PNI dengan Bung (wawancara tanggal 22 Agustus 2016)
Karno yang secara geneologis namanya menyatakan persaingan politik di tingkat
sangat harum di mata rakyat Buleleng pusat tercermin pula di tingkat akar rumput
karena memiliki orang tua dari garis ibu terutama di Desa Penglatan. Masing-
yang berasal dari banjar Paket Agung masing penguru partai membentuk
Singaraja. Disamping itu, Bung Karno kepengurusan di tingkat ranting. Untuk
dengan ajarannya terutama Marhaenisme PNI pengurus di tingkat ranting dipimpin
dan Pancasila telah mempengaruhi tokoh- oleh I Wayan Darpa, dan PKI dipimpin
tokoh di Buleleng. Kedua, duduknya oleh Bapak Nurita. Untuk memperkuat

Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 64


ISSN 2407-4551 Volume 3, Nomor 1, Mei 2017

basis masa masing-masing partai Penuturan I Wayan Renten memberikan


mengadakan konsolidasi partai dalam gambaran anggota PKI yang memiliki
bentuk rapat-rapat partai, menonjolkan aktivitas ekonomi seperti berdagang, maka
simbol-simbol partai seperti pada saat anggota PNI tidak mau berbelanja
pertemuan PKI mereka sering keanggota PKI, demikian juga sebaliknya,
menyanyikan lagu-lagu PKI seperti genjer- demikian pula pada saat musim panen
genjer, sedangkan PNI memakai symbol- petani PKI (BTI) tidak mau meseke
simbol seperti lambing kebesaran PNI dengan petani yang berpartai PNI yang
kepala banteng dalam segitiga pada dibuktikan dengan symbol-simbol partai
peralatan pertanian mereka, langkah ini pada alat-alat pertanian mereka.
diikuti oleh PKI dengan menyertakan Perkembangan PKI yang demikian
symbol-simbol PKI (Palu arit) pada pesat membuat khawatir kalangan kaum
peralatan pertanian anggota PKI. kanan, hal tersebut diakui oleh pimpinan
Nuansa persaingan politik di tingkat PNI seperti Wayan Darpa, Wayan Sedana,
pedesaan juga tidak bisa dilepaskan Wayan Renten, Gusti Putu Teken.
situasi politik di tingkat nasional, dengan Diperhitungkan, kalau berlangsung
adanya selogan semangat revolusi belum pemilihan umum, PKI akan mencapai
berakhir yang terus dikobarkan oleh kemenangan besar, bahkan kedudukan
Presiden Sukarno membawa implikasi presiden bisa direbut oleh PKI. Maka
pada lahirnya proses radikalisme massa untuk mencegah terjadinya hal tersebut,
dan mobilisasi politik. Berpangkal keadaan pihak Angkatan Darat mengusulkan
ini berbagai kekuatan politik merasa penundaan Pemilihan Umum, dan A.H
mendapat legitimasi dalam rangka Nasution mengajukan gagasan presiden
melakukan tindakan yang bersifat seumur hidup, agar wakil PKI tidak bisa
revolusioner. Mereka menjalankan peran merebut kedudukan ini. Gagasan ini
pencarian dukungan massa dalam rangka diajukan pada Suwirjo (Ketua PNI) yang
jor-joran Manipol. Yang kemudian terjadi mendukung gagasan ini. Maka diusulkan
adalah bukan sekadar petunjuk dari Bung Karno jadi presiden seumur hidup
meningkatnya politisasi dan mobilisasi melalui ketetapan MPRS Nomor
politik serta radikalisme masa. Lebih III/MPRS/1963.
disayangkan juga melahirkan proses Berkembangnya PKI di desa-desa
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan termasuk di Desa Penglatan tidak bisa
bernegara yang menonjolkan identitas dilepaskan focus PKI yang menggarap
social baik itu agama, ideology, suku masa dari kaum tani. Seperti yang
maupun kelompok. Implikasi yang dikemukakan oleh Suar Suroso (2013:210)
kemudian harus diterima adalah bahwa Aidit sampai-sampai harus
terdapatnya konflik ideology secara mengadakan riset ke desa-desa dengan
terbuka antarkekuatan politik (Ignas praktek tiga sama yakni sama bekerja,
Cleden, 1998:30) sama makan, dan sama tidur. Dalam
2. Persaingan Ekonomi risetnya Aidit di tahun 1964 menyimpulkan
Persaingan politik di Desa bahwa maha pentingnya kaum tani atau
Penglatan melibatkan kubu nasionalis desa dalam revolusi.
(PNI) dan kubu komunis (PKI) merambah Program yang ditawarkan oleh oleh
juga pada persaingan di bidang ekonomi. pimpinan pusat PKI ditambah dengan

Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 65


ISSN 2407-4551 Volume 3, Nomor 1, Mei 2017

gerakan PKI untuk kembali ke desa, telah untuk mengadakan kampanye aksi,
mampu meningkatkan anggota PKI yang pertama-tama usulan itu harus
berbasis sebagai petani. Program turun ke didiskusikan dan disetujui terlebih dahulu
bawah sebuah kampanye untuk oleh organisasi partai di tingkat desa, lalu
menguatkan kader-kader partai di meminta kesepakatan organisasi petani di
perkotaan besar maupun kecil agar pergi skala nasional (BTI). Meski prosedur untuk
ke desa-desa, mengakrabkan diri dengan sebuah aksi cukup ketat dan panjang,
kondisi-kondisi setempat, dan mendidik namun yang penting adalah jika
kaum tani dalam kebijakan dan program kepercayaan para petani sudah bisa
tani, program ini juga dimaksudkan dalam diciptakan aksi-aksi ke depan tentunya
rangka menanggulangi kurangnya jumlah akan berjalan sukses. Namun ketegangan-
aktivis di desa-desa yang memahami ketegangan akibat perbedaan partai cukup
tujuan-tujuan partai dan bersedia terasa di Desa Penglatan, gambaran
mewujudkannya menghadapi perlawanan tersebut dikemukakan oleh I Wayan
para pemuka tinggi desa. Hal tersebut Renten mantan sekdes Desa Penglatan
dibenarkan oleh mantan ketua ranting PKI yang menginformasikan bahwa masing-
desa Penglatan bernama Ketut Nurita masing anggota partai baik PNI maupun
bahwa keikutsertaan penduduk desa PKI membekali diri dengan senjata tajan
dalam organisasi PKI karena program- seperti pedang dan tidak lupa juga
program partai yang ditawarkan dan juga membekali diri dengan ilmu kebal.
karena pemerintah menjamin kebebasan 2. Proses tragedi kemanusiaan pasca
dalam berpartai serta diakuinya PKI peristiwa Gerakan 30 September
sebagai partai yang sah di Desa 1965 di Desa Penglatan
Penglatan. Pendapat tersebut diperkuat Berdasarkan hasil wawancara
oleh Suar Suroso (2013:195) bahwa PKI dengan narasumber pasca peristiwa
diakui sebagai salah satu partai yang sah Gestok (Gerakan 31 September 1965)
berdasarkan Keputusan Presiden RI No. sebenarnya keadaan tidaklah segawat
123/1961. Dengan adanya PKI yang seperti yang ada di Jakarta sebagai
memiliki basis masa besar di Penglatan, barometer perpolitikan nasional. Keadaan
maka terdapat beberapa partai yang besar tersebut berubah ketika ada instruksi dari
seperti PNI, PKI dan Partindo. petinggi Angkatan Darat. Kebijakan
Perekrutan dan pendidikan aktivis- tumpas kelor (menghabisi hingga ke akar-
aktivis PKI di tingkat desa dimaksudkan akarnya sudah diawali sejak bulan
untuk memenangkan kepercayaan kaum Oktober 1965. hal ini diawali oleh
tani. Gerakan kembali ke desa mengalami pernyataan Jendral Abdul Haris Nasution
beberapa hambatan antara lain setelah pemakaman para Jendral yang
keterbelakangan ekonomi dan tingkat terbunuh tanggal 1 Oktober 1965 bahwa
pendidikan yang masih rendah sehingga PKI harus dibasmi sampai keakar-akarnya
memerlukan kerja keras dalam rangka dan kampanya bahwa PKI merupakan
menanamkan nilai ideology partai. Para dalang dari G 30 S yang telah dimulai
aktivis yang telah mendapatkan sejak 1 Oktober 1965 oleh harian militer
pendidikan kaderisasi diberikan instruksi Angkatan Bersenjata dan berita Yudha
tidak boleh melakukan gerakan apapun yang diizinkan terbit 1-8 Oktober 1965.
tanpa persiapan mendalam sehingga

Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 66


ISSN 2407-4551 Volume 3, Nomor 1, Mei 2017

Pada tanggal 17 Oktober 1965, hitam dan bercadar, menandai rumah, dan
pasukan para Komando Angkatan Darat di membakar rumah, beranggotakan 10-15
bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhie orang, sasarannya tidak hanya PKI dalam
Wibowo, diperintahkan berangkat ke Jawa satu desa bisa pula menyasar anggota
Tengah untuk membersihkan PKI di luar desa.
keterpecahan pasukan di provinsi itu Ada kenyataan berbeda proses
akibat ketidakpercayaan sebagian besar terjadinya pembantaian anggota PKI di
anggota Divisi Diponogoro terhadap pusat. Desa Penglatan, terutama Banjar Kajanan
Pembasmian Komunis dan sekutu- dan Banjar Kelodan. Khusus untuk banjar
sekutunya dimulai di Jawa Tengah dan Kelodan anggota PKI yang terbunuh
dengan cepat menyebar ke Jawa Timur sebanyak tiga orang, berbeda dengan
dan provinsi-provinsi lainnya. Sebagian Banjar Kajanan yang tewas sebanyak 17
besar berita yang masuk menyetujui orang, diantaranya Caklik, Loka, Loso,
Angkatan Darat yang memulai Genah, Jimat, sedangkan banjar Kelodan
pembantaian masal rakyat Indonesia jumlah korban hanya tiga orang, yaitu
beberapa bulan kemudian, namun Nyoman Swica, Ketut Koyan, Men Biji.
dibanyak tempat termasuk di Bali Khusus untuk kasus men Biji terpaksa
Angkatan darat tidak bekerja sendirian dibunuh karena mempunyai ilmu Black
melainkan dibantu kelompok-kelompok Magic (Ilmu Hitam/Pengeleakan). Men Biji
pemuda yang anti Komunis yang menjadi beradu ilmu dengan tokoh PNI bernama I
eksekutor di lapangan termasuk di Desa Dayuh yang berprofesi sebagai dukun di
Penglatan Desa Penglatan. Menurut informan yang
Angkatan darat memainkan peran diwawancarai I Dayuh mengajarkan ilmu
penting dalam mendukung awal terjadinya aliran kanan tetapi yang diajarkan berbau
pembantaian, dengan kesatuan RPKAD Islam, karena dalam proses pembelajaran
yang mendarat di Bali pada 7-8 Desember yang diajarkan kepada murid-muridnya
1965, menyebarkan daftar hitam anggota menggunakan rerajahan huruf arab.
PKI yang harus dibunuh. Angkatan Darat Beliau pernah melakukan perang tanding
juga merangkul dan melatih gerombolan kekuatan ilmu dengan Men Biji yang
milisi, para pemuda sipil yang disebut konon bisa mengubah wujudnya menjadi
tameng untuk menguasai teknik-teknik rangda. Menurut I Wayan Renten perang
dasar membantai. tetapi orang-orang Bali tanding antara Bape Dayuh dan Men Biji
melampaui instruktur mereka dengan dimenangkan oleh Bape Dayuh, konon
menyerang anggota PKI dengan kuku rangda penjelmaan Men Biji berhasil
keganasan yang sangat mengerikan. dipotong. Masa yang marah mencari Men
Pendapat tersebut dibenarkan oleh Biji di rumah banjar Dauh Tukad, di bawah
Suryawan (2007) yang mendeskripsikan bantalnya ditemukan sabuk pengeleakan
militer mendorong kelompok-kelompok yang sangat panjang. Selanjutnya Men Biji
pemuda untuk mengambil peran aktif diarak keliling banjar adat, dan dibunuh di
dalam proses pembantaian ini. Kelompok kuburan Banjar Adat Kelodan oleh
yang paling beringas adalah Tameng pasukan Tameng PNI. Nyoman Swica,
Marhaenis (PNI). Menurut tokoh PNI Ketut Koyan dibunuh oleh Sibang, Neca,
Penglatan kelompok ini menyasar rumah dan Merta.
anggota PKI pada malam hari, berpakaian

Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 67


ISSN 2407-4551 Volume 3, Nomor 1, Mei 2017

Kuburan Banjar Adat kelodan juga darah seperti saudara kandung, memisan,
sebagai tempat eksekusi anggota PKI dari keponakan, dan tunggal dadia.
Desa Silangjana sebanyak 9 orang, Kebanyakan anggota PKI di Kelodan
namun pihak aparat desa Penglatan tidak diamankan di rumah pengurus ranting PKI
tahu identitas orang-orang tersebut, selain untuk mendapat perlindungan sampai
dari Silangjana ada tiga korban keadaan aman, dalam hal ini ada hutang
pembunuhan anggota PKI dari Tenaon budi anggota PKI yang tidak terbunuh
yang terdiri dari Konod, Garwa, Sriya. kepada pengurus PNI.
Orang-orang dari Desa Tenaon tersebut Untuk Banjar Kajanan anggota PKI
tersebut secara psikologis sangat tertekan yang terbunuh sebanyak 17 0rang,
hal tersebut pernyataan tumben menek mereka dikategorikan simpatisan PKI,
motor jani mati sube. pengurus PKI, dan orang-orang yang
Pasukan Tameng PNI yang dituduh sebagai anggota PKI. menurut I
berseragam hitam-hitam mempunyai andil Wayan Sedana, mereka terbunuh selain
besar dalam usaha pembasmian orang- karena perbedaan ideologi partai juga
orang PKI baik di Desa Penglatan maupun disebabkan karena adanya sentimen
desa-desa lainnya, mereka bekerjasama pribadi, anggota PKI di Banjar kajanan
dengan anggota tameng PNI dari Desa dieksekusi di seme Banjar Kajanan,
Penarungan, Jinangdalem, Alasangker. berbeda halnya dengan warga kelodan
dalam melaksanakan tugasnya anggota yang masih terikat rasa kekeluargaan.
Tameng PNI memakai sandi-sandi yang Untuk banjar dauh Tukad yang meninggal
hanya bisa dimengerti oleh anggotanya, adalah Swindra, Swenten, Windra,
seperti penggunaan sandi Mawar harus Budana. Keadaan pembunuhan terhadap
dibalas Sandat, Karung harus dijawab tokoh PKI bernama Swindra sangat kejam,
Ember, Serang dijawab Diam. Kalau hal tersebut berdasarkan penuturan I
balasan sandi benar maka orang yang Wayan Sedana aktivis PNI yang
diajak berhadap-hadapan itu adalah menceritakan bahwa tubuh I wayan
teman dari Tameng PNI, kalau salah Windra diseret di jalan raya dari
berarti adalah musuh. Masing-masing Banyuning Selatan sampai Perempatan
anggota Tameng PNI sudah terbagi dalam Banyuning Selatan, tubuhnya berdarah-
tugas masing-masing, ada yang darah sampai menghembuskan napasnya
mengintai, membawa minyak gas, ada .
yang mengekseskusi rumah yang menjadi 3. Implikasi tragedi kemanusiaan pasca
anggota PKI, sementara penghuni rumah peristiwa Gerakan 30 September 1965
pasrah menyerahkan diri, ada yang bagi desa dan keluarga di Desa
dieksekusi di tempat, dibawa ke kuburan Penglatan
desa ada yang dibawa ke kuburan desa 1. Trauma Mendalam
lainnya seperti di Banjar Adat Kelodan Tragedi kemanusiaan yang terjadi
serta ada di bawa ke seme sakit di Yeh di Desa penglatan membawa dampak
Taluh. yang luas bagi keluarga yang ditinggalkan,
Anggota PKI di Banjar Kelodan dampak yang paling dirasakan adalah
yang terbunuh hanya 3 orang disebabkan rasa trauma, banyak diantara keluarga
adanya rasa belas kasihan dari anggota yang ditanya peneliti tidak ingin
PNI yang masih terikat oleh pertalian menceritakan bagaimana kisah dari

Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 68


ISSN 2407-4551 Volume 3, Nomor 1, Mei 2017

peristiwa pembunuhan terhadap keluarga secara tekun mendengarkan kotbah di


mereka yang dulu menjadi simpatisan dan sela-sela pesantian yang acaranya di
pengurus PKI. Keluarga-keluarga malam hari, sehingga oleh masyarakat
kehilangan tulang punggung keluarga, dan yang kurang bersimpati kelompok
dirasakan dampaknya secara ekonomi. kerohanian ini mendapat julukan sebagai
Keluarga yang ditinggal juga PKI malam.
mendapat sanksi sosial dari masyarakat di 3. Kemiskinan
lingkungan desa, mereka dicap sebagai Setelah terjadi pemberontakan G
keturunan PKI, setiap aktivitas mereka 30 S/PKI (gestok), banyak anggota PKI
selalu mendapat pengawasan dari aparat dan simpatisannya terbunuh akibat
warga, aparat desa dan pihak berwajib. penumpasan, keadaan tersebut juga
Dalam pelayanan administrasi pasca dialami anggota keluarga yang tergabung
peristiwa G 30 September 1965, dalam kelompok megeguritan, karena
merekapun mendapatkan perlakuan keanggotaan dalam PKI dan Partindo.
diskriminatif, seperti adanya kode ET, Mereka kehilangan orang tua, saudara,
yang berarti eks tahanan politik, dan pekerjaan yang berimplikasi terhadap
mereka tidak dapat melamar kerja sosial perekonomian. Anggota keluarga-
diinstansi pemerintah.Litsus : Penelitian keluarga yang ditinggal harus
Khusus, sebuah proses seleksi untuk menanggung beban ekonomi yang berat.
meneliti calon anggota legislatif yang Krisis ekonomi memang mereka alami
diajukan partai politik. Diterapkan pada sebelum peristiwa G 30 S/PKI dan
masa orde baru untuk menghindari calon berlanjut hingga awal tahun 1970-an.
yang berafiliasi paham komunis dan 4. Aspek-aspek tragedi kemanusiaan
meyakinkan bahwa calon memiliki sifat pasca peristiwa Gerakan 30 September
monoloyalitas. Pada akhirnya listsus 1965 yang dapat dijadikansebagai
dipakai untuk menyingkirkan tokoh yang sumber pembelajaran sejarah
bersebrangan dengan pemerintah dan 1. Aspek Historis
menghegemoni sikap kritis anggota DPR. Tragedi kemanusiaan dengan
2. Mencari kedamaian rohani terbunuhnya beberapa pengurus PKI dan
Trauma mendalam yang dialami simpatisan PKI (Pemuda Rakyat) bisa
oleh penduduk pasca pembersihan dijadikan sumber belajar terutama pada
terhadap anggota PKI, menyebabkan matakuliah sejarah Indonesia IV atau
mereka mencari kedamaian melalui dikenal juga sebagai mata kuliah sejarah
ajaran-ajaran kerohanian seperti mengikuti Kontenporer Indonesia. Buku-buku
acara-acara pesantian dengan sumber- sejarah yang memuat peristiwa pasca
sumber seperti Bhagawad Githa, Arjuna gerakan 30 September 1965 atau di Bali
Wiwaha, Ramayana, Sucita. Dalam dikenal sebagai Gestok, hanya memuat
perkembangannya mereka mendapat peristiwa yang ada di Jakarta, sedikit yang
bimbingan ajaran agama Budha. membahas daerah-daerah lainnya.Untuk
Bimbingan kerohanian ini mampu menarik Bali Pasca peristiwa Gestok di Bali,
minat eks anggota PKI untuk memeluk sebenarnya awalnya aman-aman saja,
agama Budha. Bersama-sama dengan tetapi ketika gaung penumpasan PKI di
penduduk dari Desa Alasangker, Jawa tengah dan Jawa Timur terdengar di
Petandakan yang mempunyai nasib sama Bali, timbul ketegangan-ketegangan

Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 69


ISSN 2407-4551 Volume 3, Nomor 1, Mei 2017

antara masa PKI dan PNI termasuk di benteng-benteng PKI di Jawa Tengah,
Desa Penglatan. Timur, Bali, dan Sumatera Utara.
Dalam buku-buku sejarah Pembantaian ini hampir tidak pernah
dijelaskan Pembantaian 1965-1966, yang disebutkan dalam buku sejarah Indonesia,
menjadi korban adalah orang-orang yang dan hanya memperoleh sedikit perhatian
menjadi bagian dari PKI serta orang-orang dari orang Indonesia maupun warga
yang dituduh sebagai komunis.Meski internasional.
banyak spekulasi menyebut, si anu dan si Secara umum di Bali, sepanjang
anu, namun dalang di balik pembantaian Oktober dan November 1965, timbul
massal itu hingga kini masih belum dirilis ketegangan politik yang serius kampanye
secara resmi. Pembantaian di Indonesia anti PKI tidak mengakibatkan
1965–1966 adalah peristiwa pembantaian pembunuhan besar-besaran di Bali.
terhadap orang-orang yang dituduh Selama Oktober dan medio November
komunis di Indonesia pada masa setelah 1965, gempuran terhadap PKI di Bali pada
terjadinya Gerakan 30 September di umumnya berbentuk pembersihan politik
Indonesia. Diperkirakan lebih dari di pelbagai jawatan pemerintahan,
setengah juta orang dibantai dan lebih dari universitas, dan organisasi politik, selain
satu juta orang dipenjara dalam peristiwa kehilangan pekerjaan, para korban
tersebut. pembersihan ini diwajibkan melapor ke
Pembersihan ini merupakan pihak berwenang militer, dengan
peristiwa penting dalam masa transisi ke kemungkinan dikenai penahanan tanpa
Orde Baru, Partai Komunis Indonesia tuduhan formal atau proses pengadilan.
(PKI) dihancurkan, pergolakan Mereka yang melapor juga diwajibkan
mengakibatkan jatuhnya presiden membawa daftar anggota lain PKI dan
Soekarno, dan kekuasaan selanjutnya organisasi massanya, sehingga
diserahkan kepada Soeharto. Kudeta yang menyediakan sarana untuk pembersihan
gagal menimbulkan kebencian terhadap yang lebih sistematis di kemudian hari. Hal
komunis karena kesalahan dituduhkan sama dialami oleh Pak Mawit (mantan
kepada PKI. Komunisme dibersihkan dari ketua ranting PKI Desa Penglatan) yang
kehidupan politik, sosial, dan militer, dan mengatakan dirinya pernah dipanggil
PKI dinyatakan sebagai partai terlarang. tentara dan disuruh untuk menyerahkan
Pembantaian dimulai pada Oktober 1965 nama-nama yang termasuk anggota PKI,
dan memuncak selama sisa tahun beliau tidak terbunuh karena dianggap
sebelum akhirnya mereda pada awal sangat kooperatif dengan pihak
tahun 1966. Pembersihan dimulai dari ibu keamanan, padahal istrinya Ketut Puspa
kota Jakarta, yang kemudian menyebar ke sudah memberikan tirta pengentas dan
Jawa Tengah dan Timur, lalu Bali. Ribuan mengiklaskan kepergiannya, namun nasib
vigilante (orang yang menegakkan hukum berkehendak lain, beliau masih hidup
dengan caranya sendiri) dan tentara dengan anak-anak yang sudah sukses
angkatan darat menangkap dan hidupnya, bahkan ada anaknya yang
membunuh orang-orang yang dituduh menjadi pegawai negeri.
sebagai anggota PKI. Meskipun
pembantaian terjadi di seluruh Indonesia, 2. Kolaborasi Pembunuhan
namun pembantaian terburuk terjadi di Anggota PKI

Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 70


ISSN 2407-4551 Volume 3, Nomor 1, Mei 2017

Tanggal 17 November 1965, terhadap anggota dan simpatisan PKI


kekuasaan Pepelrada Bali Pangdam tidak dipandang oleh pembunuhnya
XVI/Udayana yang sebelumnya dipegang sendiri sebagai perbuatan criminal atau
oleh Gubernur Bali Anak Agung bagus tindakan politik. kalau orang Bali ditanya
Sutedja. Pepelrada juga mengeluarkan apa yang membuat mereka ikut dalam
keputusan pada tanggal 24 November pembunuhan itu, jawabanya pasti selalu
1965 tentang pedoman untuk menumpas sama, yakni demi memenuhi kewajiban
G 30 S/PKI dan kewenangan TIM religious untuk menyucikan pulau.
Pemerintah Daerah (Teperda) dalam PNI Cabang Buleleng membagi
memeriksa oknum-oknum yang terlibat G empat wilayah kerja sehubungan dengan
30 S/PKI (Sarwa, 1985:71-72) upaya penumpasan PKI. Di wilayah
Salah satu strategi yang ditempuh Buleleng Timur meliputi wilayah Tejakula,
di Bali oleh RPKAD dalam upayanya Kubutambahan, dan Sawan yang
melaksanakan tugas menumpas PKI di operasinya dipimpin oleh Nyoman Gede
Bali adalah dalam bentuk mengendalikan Mangku selaku Kepala Staf Komando
dan memfasilitasi ekseskusi terhadap Wilayah Buleleng Timur. Nyoman Gede
yang dicurigai sebagai komunis dengan Mangku adalah mantan ketua IV PNI
penyediaan dukungan logistik yang Cabang Buleleng kelahiran Desa
penting berupa senjata, amunisi, truk, Jagaraga, Kecamatan Sawan, seorang
komunikasi, dan fasilitas penahanan. tokoh yang ditakuti lawan-lawannya.
Pada sejumlah kasus, eksekusi massal Wilayah Buleleng Kota yang
tidak mungkin terjadi tanpa dukungan meliputi wilayah Kecamatan Buleleng
semacam ini. Militer juga mendorong dipimpin oleh I Ketut Artja selaku Kepala
gerombolan satgas keamanan anti PKI Staf Komando Wilayah Kota. Dengan
bersenjata. Yang paling menonjol dan demikian kasus penumpasan PKI di
paling ditakuti adalah tameng marhaenis wilayah kota maupun desa-desa yang ada
yang disokong PNI, kawanan di Kecamatan Buleleng termasuk di Desa
beranggotakan delapan atau sepuluh Penglatan merupakan tanggung jawab
orang yang berkeliaran dalam busana dari I Ketut Artja. Wilayah Buleleng
hitam-hitam, bersenjatakan belati, tombak Selatan yang meliputi seluruh desa-desa
dan bedil. Kasus yang terjadi di Desa yang berada di wilayah Kecamatan
Penglatan sama dengan yang terjadi di Sukasada dipimpin oleh I Ketut Sumidra
desa-desa lainnya di Buleleng, namun sebagai Kepala Staf Komando. Di wilayah
dengan korban lebih sedikit, karena Buleleng Barat yang meliputi Banjar,
kuatnya ikatan tali persaudaraan dalam Seririt dan Gerokgak pelaksanaannya
tunggal dadia. dipimpin oleh Putu Dana. Masing-masing
Partai-partai, khususnya PNI, juga Kepala Staf bertanggung jawab pada
membina gagasan bahwa kampanye wilayah kerjanya. Dalam menjalankan
menentang PKI adalah perang suci penumpasannya, PNI bersama-sama front
sehingga menopengi kuatnya unsur-unsu Marhaenis di wilayahnya dan RPKAD
oportunisme politik dan pembalasan yang serta dukungan massa secara spontan
memotivasi banyak pemimpin dan dan sukarela melakukan penumpasan.
anggotanya. Suryawan (2010:514) Tokoh-tokoh PNI di Desa Penglatan
menyatakan bahwa pembunuhan berusaha supaya kasus pembunuhan

Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 71


ISSN 2407-4551 Volume 3, Nomor 1, Mei 2017

terhadap anggota PKI tidak berkembang, Marhaenis. Korban di Desa Penglatan


sehingga banyak tokoh PKI yang bisa terbanyak di Banjar Kajanan sejumlah
selamat dari upaya eksekusi, tokoh-tokoh 17 orang yang di eksekusi seme Dalem
PNI yang dimaksud adalah Gusti Putu Alit dan Banjar Kelodan 3 orang yang
Teken, Nengah Sadra, Wayan Siden, dieksekusi di seme Banjar Kelodan
Nyoman dayuh, Putu Suwindra, Nyoman 3. Implikasi tragedi kemanusiaan anggota
Gede. Tokoh-tokoh PNI terutama di Banjar PKI adalah Keluarga-keluarga
Kelodan mengamankan tokoh-tokoh PKI kehilangan tulang punggung keluarga,
antara lain Pan Kayun, Widra, Loka, Ketut dan dirasakan dampaknya secara
Jimat, Joreng, Pan Natih, Mudana, Oka, ekonomi.Keluarga yang ditinggal juga
Japa, Linggih, dan Santya. Tokoh-toh PKI mendapat sanksi sosial dari masyarakat
yang diamankan selamat karena di lingkungan desa, mereka dicap
mendapat perlindungan dari tokoh-tokoh sebagai keturunan PKI, setiap aktivitas
PNI. mereka selalu mendapat pengawasan
IV. PENUTUP dari aparat warga, aparat desa dan
A. SIMPULAN pihak berwajib. Dalam pelayanan
1. latar belakang peristiwa tragedi administrasi pasca peristiwa G 30
kemanusiaan pasca peristiwa Gerakan September 1965, merekapun
30 September 1965 di Desa Penglatan mendapatkan perlakuan diskriminatif,
adalah 1). Adanya persaingan politik, seperti adanya kode ET, yang berarti
persaingan tersebut berakar dari eks tahanan politik
persaingan antara PNI dan PKI, 2). 4. Aspek-aspek dari tragedi kemanusiaan
Persaingan ekonomi antara masyarakat pasca peristiwa Gerakan 30 September
yang tergabung dalam PNI dan PKI 1965 di Desa Penglatan 1) Aspek
2. Para pemuda PNI yang tergabung Historis, yang dapat dijadikan sebagai
dalam Gerakan Siswa Nasional sumber belajar sejarah kontemporer, 2).
Indonesia (GSNI), PETANI (Persatuan Kolaborasi Pembunuhan Anggota PKI
Petani Nasional Indonesia), LKN yang melibatkan Pepelrada Bali
(Lembaga Kebudayaan Nasional), Pangdam XVI/Udayana, mengeluarkan
Gerakan Pendidik Marhaenis, Gerakan keputusan pada tanggal 24 November
Pemuda Demokrat secara aktif ikut 1965 tentang pedoman untuk
dalam usaha-usaha pendataan menumpas G 30 S/PKI dan
anggota-anggota PKI yang terganung kewenangan TIM Pemerintah Daerah
dalam BTI dan Lekra maupun Pemuda (Teperda) dalam memeriksa oknum-
Rakyat. Anggota PKI di Desa Penglatan oknum yang terlibat G 30 S/PKI
tidak mengadakan perlawanan ketika
dijemput oleh pasukan Tameng

DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A.C. 2002. Pokok Kualitatif Dasar-dasar Merancang dan Melakukan
Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya
Astrid Susanto.2006.Pengantar Sosiologi Dan Perubahan Sosial.Bandung:Bina Cipta.
Atmadja. Nengah Bawa. 2014. Saraswati dan Ganesha Sebagai Simbol Paradigma
Interpretativisme dan Positivisme Visi Integral Mewujudkan Iptek dari Pembawa

Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 72


ISSN 2407-4551 Volume 3, Nomor 1, Mei 2017

Musibah Menjadi Berkah bagi Umat Manusia. Denpasar: Pustaka Larasan.


Baskara. T Wardaya. 2014 Luka Bangsa Luka Kita Pelanggaran HAM Masa Lalu dan
Tawaran Rekonsiliasi. Yogyakarta: Galang Pustaka.
Budi Susanto. 2003. Politik & Poskolonialitas di Indonesia. Yogyakarta: Kanisius
Budiasih, Ni Luh. 1992. “Partai nasional Indonesia di Buleleng (1950-1973)”(Skripsi)
pada Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Udayana
Degung Santikarma. 2013. Menulis Sejarah dan Membaca Kuasa: Politik pasca-1965
di Bali dalamPerpektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia. Henk Schulte
Nordholt, Bambang Purwanto, Ratna Saptari (Ed). Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia
Deliar Noer. 2000., Pemikiran Politik Di Negeri Barat, Bandung : Mizan.
Dom Helder Camara.2000. Spiral Kekerasan,Yogyakarta : Insist, Pustaka Pelajar.
Dwipayana dan Nazaruddin Syamsuddin. 1991. Jejak Langkah Pak Harto 1 Oktober
1965-27 Maret 1968. Jakarta: Citra Lamtoro Gung Sejahtera.
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip.2011. Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan
GejalaPermasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya.Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Frans Husken. 2003. Orde Zonder Order Kekerasan dan Dendam di Indonesia 1965-
1998. Yogyakarta: LkiS
Geertz, Hildred. 1991. “ A Theatre of Cruelty: The Contexs of a Topeng Performance”.
Dalam Hilred Geertz (ed.). State and Society in Bali. Leiden: KTTLV Press
Ignas Cleden. 1998. Paham kebudayaan Clifford Geertz. Jakarta: LP3ES
Irving M. Zeitlin.1998.Memahami Kembali Sosiologi.Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto.2005. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
John Galtung. 2002. Kekerasan Kultural dalam Wacana Kekerasan (Dalam
Masyarakat Transisi). Yogyakarta: Insist
Joko Suryo, 2000. “Mengungkap Gejala Kekerasan dalam Sejarah Manusia”,
dalam Yayah Khisbiyah (ed), Melawan Kekerasan Tanpa Kekerasan,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Julius Pour. 2010. Gerakan 30 September Pelaku, Pahlawan & Petualang. Jakarta:
Kompas
Jusuf Wanandi. 2014. Menyibak Tabir Orde Baru Memoar Politik Indonesia 1965-
1998. Jakarta : Kompas
Kamus Besar Bahasa Indonesia.2005.Jakarta: Balai Pustaka
Karwono, 2007. “Pemanfaatan Sumber Belajar dalam Upaya Peningkatan Kualitas
dan Hasil Belajar”. Makalah. FKIP Universitas Muhhmadiyah
Kusnadi.2002.Masalah Kerja Sama, Kekerasan dan Kinerja. Malang : Taroda.
Majid, Abdul. 2007 . Perencanaan Pembelajaran . Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Miles, M.B dan A.M. Hubermen. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang
Metode-metode Baru. (Tjetjep Rohendi Rohidi Penerjemah). Jakarta: UI Press.
Moedjanto G.1993.Indonesia Abad Ke-20 (Dari Kebangkitan Nasional Sampai
Linggajati). Yogyakarta :Kanisius.

Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 73


ISSN 2407-4551 Volume 3, Nomor 1, Mei 2017

Nana, Sudjana,dkk. 2001. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar


Baru Algensindo
Nasikun.2003. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Rex Mintimer. 1969. Class, Social Cleveage and Indonesia Communism. Dalam
Indonesia, No. 8 , Oktober, 1969.
Robert H. Lauer.2001. Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Robert lawang1994. Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana
Sardiman, A.M. 2001, 2005. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar .Jakarta: Raja
Grafindo
Sing, T.D. 2007. Kehidupan dan Evolusi Spiritual. Made Wardhana (Penerjemah).
Denpasar: Yayasan Institut Bhaktivedanta Indonesia.
Soerjono Soekanto.1992. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Soerjono Soekanto.1993. Kamus Sosiologi.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Soetomo.1995.Masalah Sosial dan Pembangunan. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya,
Suryawan. 2007. Ladang Hitam di Pulau Dewata: Pembantaian Massal 1965 di Bali.
Yogyakarta: Galang Press
Thomas Santoso, 2000. Teori-Teori Kekerasan, Jakarta: Ghalia Indonesia,
Vickers, Adrian. 1989. Bali: A Paradise Created. Singapura: Periplus Edition
Wiana. 2007. Tri Hita Karana Menurut Konsep Hindu. Surabaya: Paramitha
Widja. 1996. Permasalahan Metodologi Dalam Pengajaran Sejarah di Indonesia
Suatu Tinjauan Reflektif Dalam Mengatasi Perkembangan Abad XXI Dalam
Konggres Nasional Sejarah. Jakarta: Depdikbud.
Yahya A. Muhaimin. 2005. Perkembangan Militer Dalam Politik di Indonesia 1945-
1966. Yogyakarta: gajah Mada University Press

Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 74

Anda mungkin juga menyukai