Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN KEBIJAKAN (POLICY)

Kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy‖ berasal dari bahasa inggris
yang artinya a course or principle of action adopted or proposed by a government,
party, business, or individual” yaitu suatu prinsip tindakan yang diajukan oleh
pemerintah, organisasi, partai atau individu. PBB mendefinisikan kebijakan sebagai
pedoman untuk bertindak. Pedoman tersebut dapat sederhana atau kompleks, umum
atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, publik atau
privat, kualitatif atau kuantitatif.

Sementara Menurut James E. Anderson (1978) kebijakan adalah perilaku dari


aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu
bidang kegiatan tertentu. Pengertian ini memberikan pemahaman bahwa kebijakan
dapat berasal dari seorang pelaku atau sekelompok pelaku yang berisi serangkaian
tindakan yang mempunyai tujuan tertentu. Kebijakan ini diikuti dan dilaksanakan oleh
seorang pelaku atau sekelompok pelaku dalam rangka memecahkan suatu masalah
tertentu. Kebijakan dan politik tidak dapat dipisahkan. Pengambilan keputusan
mengenai tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif
dan penyusunan skala prioritas. Untuk melaksanakan tujuan itu perlu ditentukan
kebijaksanaan publik (public Policy) yang menyangkut pembagian (distribution) atau
alokasi (allocation). James E. Anderson secara lebih jelas menyatakan bahwa yang
dimaksud kebijakan publik adalah kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan
pejabat-pejabat pemerintah. Pengertian ini, menurutnya, berimplikasi:

1. Bahwa kebijakan selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang
berorientasi pada tujuan
2. Bahwa kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat-
pejabat pemerintah
3. Bahwa kebijakan merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah
4. Bahwa kebijakan bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk
tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti
merupakan keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu
5. Bahwa kebijakan, dalam arti positif, didasarkan pada peraturan perundang-undangan
dan bersifat memaksa (otoritatif).

Dalam pengertian ini, James E. Anderson menyatakan bahwa kebijakan publik


selalu terkait dengan apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah.
Pernyataan bahwa kebijakan publik terkait dengan pemerintah tidak hanya disampaikan
oleh James E. Anderson. Thomas R. Dye menyatakan ―Public policy is whatever
governments choose to do or not to do (kebijakan sebagai apa yang dinyatakan dan
dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah). Kebijakan itu dapat berupa sasaran
atau tujuan dari program-program pemerintah. Penetapan kebijakan tersebut dapat
secara jelas diwujudkan dalam peraturan-peraturan perundang-undangan atau dalam
pidato-pidato pejabat teras pemerintah serta program-program dan tindakan-tindakan
yang dilakukan pemerintah.

2.2. UNSUR-UNSUR DALAM KEBIJAKAN PUBLIK


Kebijakan publik merupakan suatu sistem ilmu yang terdiri dari subsistem, dan
dalam kebijakan publik terdapat dua (2) perspektif, yaitu perspektif proses kebijakan
dan struktur kebijakan. Dari perspektif proses kebijakan terdapat tahapan identifikasi
masalah, tujuan, formulasi kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan evaluasi kebijakan.
sedangkan pada perspektif struktur, terdapat lima (5) unsure kebijakan, sebagai
berikut :
1. Tujuan kebijakan
Kebijakan yang baik harus mempunyai tujuan yang baik. Tujuan yang baik
tersebut sekurang-kurangnya harus memenuhi 4 kriteria sebagai berikut :
a. Apa yang diinginkan untuk dicapai
b. Bersifat rasional atau realistis (rational or realistic)
c. Jelas (clear)
d. Berorientasi kedepan (future oriented)
2. Masalah
Masalah merupakan unsur yang sangat penting dalam kebijakan. Kesalahan dalam
menentukan masalah secara tepat dapat menimbulkan kegagalan total dalam
seluruh proses kebijakan. Jadi kalau suatu masalah telah dapat diidentifikasi
secara tepat, maka ini berarti sebagian pekerjaan dapat dianggap dikuasai. Sebab,
apabila keliru mengidentifikasi masalah, maka orang terperosok pada anggapan
bahwa sebuah gejala sebagai masalah. Sebagai contoh, kekeliruan mendiagnosa
sakit panas pada tubuh pasien antara orang awam dengan dokter. Demikian juga
kekeliruan dalam merumuskan masalah antara urbanisasi dengan tingkat
kriminalitas.
3. Tuntutan (demand)
Secara umum sudah diketahui, bahwa partisipasi merupakan indikasi dari
masyarakat maju. Partisipasi itu dapat berbentuk dukungan, tunttan dan tantangan
atau kritik. 8 Seperti halnya prtisipasi pada umumnya, tuntutan dapat bersifat
moderat atau radikal. Kedua sifat ini tergantungtingkat urgensinya, gerahnya
masyarakat dan sikap pemerintah dalam menggapai tuntutan itu. Tuntutan terjadi
karena salah satu dari 2 sebab sebagai berikut : a. Karena terabaikannya
kepentigan suatu golongan dalam proses kebijakan , sehingga kebijakan yang
dibuat pemerintah dirasakan tidak memenuhi atau merugikan kepentingan mereka.
b. Karena munculnya kebutuhan baru setelah tujuan tercapai atau suatu masalah
terpecahkan.
4. Dampak (Impact)
Dalam ekonomi, dampak ganda disebut multiplier effect. Misalnya kebijakan
dalam investasi, perpajakan, atau pengeluaran pemerintah untuk membiayai
program rutin atau pembangunan dan sebagainya. Tindakan kebijakan itu
membawa pengaruh pada pertambahan atau pengurangan yang berlipat ganda atas
pertambahan pendapatan masyarakat secara menyeluruh. Multiplier effect juga
dapat terjadi pada bidang social dan politik baik positif maupun negative. Setiap
kebijakan yang bersifat positif ataupun negative dapat berdampak positif atau
negative pula.
5. Sarana (Policy Instrument)
Suatu kebijakan dilaksanakan dengan menggunakan sarana dimaksud. Sarana
tersebut antara lain berupa kekuasaan, insentif, pengembangan kemampuan,
simbolis dan perubahan kebijakan itu sendiri.
2.3. KRITERIA KEBIJAKAN PUBLIK

Dalam mengambil suatu kebijakan, ada beberapa pilihan yang harus


dipertimbangkan agar kebijakan itu ada manfaatnya atau mendapat respons positif
dari masyarakat luas. Dalam mengambil kebijakan publik ada 6 (enam) kriteria yang
harus diperhatikan, sebagai berikut :

1. Effectiveness (evektifitas)
yang mengukur apakah suatu alternatif sasaran yang dicapai dengan suatu alternatif
kebijakan dapat menghasilkan tujuan akhir yang diinginkan. Misalnya, apakah
deregulasi investasi dapat meningkatka pertumbuhan ekonomi dan memperluas
kesempatan kerja.
2. Efficiency (efisiensi)
yang selalu menjadi tolok ukur adalah bidang keuangan. Misalnya dalam
mengukur biaya per unit seperti besarnya biaya per meter bujur sangkar sebuah
bangunan, besarnya biaya per kubik air dalam suatu irigasi dan lainlain.
Dibandingkan dengan efektifitas yang berorientasi kepada kualitas maka efisiensi
lebih berorientasi pada kuantitatif.
3. Adequacy (cukup)
yaitu kriteria yang berkaitan dengan variasi antarsumberdaya dan tujuan yang
ingin dicapai : a Pencapaian sasaran tertentu dengan biaya tertentu b Pencapaian
salah satu diantara banyak sasaran dengan biaya tetap c Pencapaian tujuan tertentu
dengan biaya yang dapat berubah d Pencapaian salah satu diantara banyak sasaran
dengan biaya yang dapat berubah
4. Equity (adil)
yaitu untuk mengukur suatu strategi kebijakan yang berhubungan dengan
penyebaran atau pembagian hasil dan ongkos atau pengorbanan diantara berbagai
pihak dalam masyarakat. Misalnya keadilan dalam pemerataan pembangunan
diseluruh indonesia.
5. Responsiveness (terjawab)
strategi kebijakan dapat memenuhi kebutuhan suatu golongan atau suatu masalah
tertentu dalam masyarakat. Misalnya, kebijakan pembangunan Indonesia Daerah
Tertinggal (IDT) untuk menjawab agar pembangunan diwilayah IDT
menyejahterakan masyarakat dimana masyarakat kota lebih dahulu menikmati,
baik proses maupun hasil pembangunan.
6. Approriatness (tepat)
yaitu kombinasidari kriteria diatas yang saling mendukung atau ada kriteria yang
cocok tapi tidak untuk kriteria lain tetapi akhirnya harus dilakukan dalam rangka
terwujudnya suatu kebijakan pilihan terakhir. Misalnya, kebijakan menaikkan
BBM secara adil tidak terakomodasi tetapi dari sudut efficiency sangat bermanfaat.

2.4. PERAN DAN FUNGSI KEBIJAKAN PUBLIK

Menurut Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn, terdapat sepuluh macam peran
kebijakan, yaitu:

1. Policy as a Label for a Feld of Activity (Kebijakan sebagai Sebuah Label atau
Merk bagi Suatu Bidang Kegiatan Pemerintah)

Penggunaan istilah kebijakan paling sering kita jumpai adalah dalam konteks
pernyataan-pernyataan umum mengenai kebijakan ekonomi (economic policy)
pemerintah. kebijakan social (social policy) pemerintan atau kebijakan luar negri
(foreign policy) pemerintah. Dalam lingkup label yang masih umumini kita masih
dapat menemukan hal-hal lebih spesifik yang mengacu kepada kabijakan pemerintah
tersebut. Beberapa contoh dapat dikemukakan disini. Misalnya, dalam lingkup
kebijakan ekonomi pemerintah Indonesia, ada kebijakan imbal dagang dengan
Negara-negara di timor tengah, kebijakan memberikan tax holiday kepada investor
asing, kebijakan penghematan energy, kebijakan penangulangan kemiskinan
perkotaan, kebijakan penigkatan ekspor non migas dan kebijakan privatisasi badan
usaha milik Negara (BUMN) Dalam lingkup kebijakan social, misalnya ada
kebijakan memberikan vaksin polio secara gratis bagi ribuan anak dari kelangan
keluarga miskin, pemberian beras untuk keluarga miskin (raskin) atau kebijakan
pemberian kredit murah untuk perumahan rakyat dan lain sebagainya. Konsep lain
yang meski lebih abstrak sifatnya, namun bermanfaat adalah yang disebut ruang
kebijakan (policy space). Konsep ini dapat kita pergunakan untuk menggambarkan
bagaiamana suatu ruang kebijakan tertentu cenderung semakin 19 padat sepanjang
tahun, yang ditandai dengan semakin gencarnya campur tangan pemerintah dan
semakin kompleksnya interaksi antar instansi pemerintah yang terlibat didalamnya.
Sebaliknya, konsep itu juga dapat kita pakai untuk menggambarkan betapa pada
ruang kebijakan tertentu masih relative kosong dari campur tangan pemerintah.
2. Policy as an Expression of General Purpose or Desired State of Affairs
(Kebijakan sebagai Suatu Pernyataan Mengenai Tujuan Umum atau Keadaan
Tertentu yang Dikehendaki)

Istilah kebijakan kerapkali juga dipakai untuk menunjukkan adanya


pernyataanpernyataan kehendak ( keinginan ) pemerintah mengenai tujuan-tujuan
umum dari kegiatan-kegiatan yang dilakukannya dalam suatu bidang tertentu, atau
mengenai keadaan umum yang diharapkan dapat dicapai dalam kurun waktu
tertentu. Beberapa contoh mengenai pernyataan kehendak dari pemerintah tersebut
misalnya, keinginan pemerintah untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan pancasila, keinginan pemerintah untuk meningkatkan kualitas
pendidikan, keinginan pemerintah untuk meningkatkan swasembada pangan,
menciptakan disiplin nasional, dan keinginan pemerintah untuk memberantas KKN.
Memang sebagai sebuah pernyataan kehendak, kosep kebijakan dalam pengertian
seperti itu jelas belum ―membumi‖ atau belum operasional dan dalam banyak hal ia
masih sebatas wacana, lebih merupakan retorika politik ketimbang kenyataan.

3. Policy as Spesific Proposals (Kebijakan sebagai Usulan-Usulan Khusus)

Kebijakan kadang kala juga dimaksudkan untuk menunjukkan adanya usulan-usulan


tertentu (spesifik), baik yang dilontarkan oleh mereka yang berada diluar struktur
pemerintah (kelompok-kelompok kepentingan atau pertain politik) maupun yang
disampaikan oleh mereka yang berada di struktur pemerintahan semisal anggota 20
kebinet agar dilaksanakan oleh pemerintah. Usulan-usulan tersebut biasanya
dimaksudkan untuk mempengaruhi proses pengesahan kebijakan mungkin bersifat
sementara, atau terkait dengan usulan-usulan lainnya, atau mungkin pula
menunjukkan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih besar (makro).

4. Policy as Decision of Government (Kebijakan sebagai Keputusan-Keputusan


Pemerintah)

Suatu keputusan pemerintah harus mendapat pengesahan agar dapat menjadi suatu
kebijakan publik. Peluang bagi setiap keputusan pemerintah apakah pada akhirnya
akan mendapat pengesahan dari parlemen (DPR), atau sebaliknya ditolak, sedikit
banyak akan ditentukan oleh mekanisme dan corak struktur politik yang berlaku di
masing-masing sistem politik.

5. Policy as Formal Authorization (Kebijakan sebagai Bentuk Otorasi atau


Pengesahan Formal)

Apabila pada suatu saat seorang menteri menyatakan bahwa pemerintah telah punya
kebijakan‖ mengenai suatu bidang permasalahan tertentu, maka yang biasanya diacu
olehnya adalah adanya undang-undang yang telah disahkan oleh DPR atau adanya
seperangkat peraturan pemerintah (PP) yang memungkinkan agar suatu tindakan
tertentu dapat dilaksanakan. Sering pula dikatakan oleh para pejabat pemerintah
setingkat direktur jendral (Dirjen) atau sekretaris jendral (Sekjen) jika suatu
rancangan Undang-Undang, maka dianggap bahwa kebijakan itu telah
diimplementasikan.

6. Policy as Programme (Kebijakan sebagai Program)

Program pada umumnya adalah suatu lingkup kegiatan pemerintah yang relatif
khusus dan cukup jelas batas-batasnya. Dalam konteks program itu sendiri biasanya
akan mencakup serangkaian kegiatan yang manyangkut pengesahan/legislasi
pengorganisasian danpengerahan atau penyediaan sumber-sumber daya yang
diperlukan.
7. Policy as Output (Kebijakan sebagai Keluaran)

Sebagai keluaran, maka kebijakan itu dilihat dari apa yang senyatanya dihasilkan
atau diberikan oleh pemerintah, sebagai kebalikan dari apa yang secara verbal telah
dijanjikan atau telah disahkan lewat undang-undang. Keluaran itu bentuknya
macammacam, misalnya pemberian manfaat secara langsung (berupa uang),
pemberian pelayanan kepada publik berupa barang (air bersih atau beras untuk orang
miskin) atau jasa tertentu (pemberian vaksin polio), pemberlakuan peraturan-
peraturan, himbauan-himbauan simbolik atau pengumpulan pajak. Dengan
demikian, bentu keluaran-keluaran itu dapat saja berbeda antara kebijakan yang satu
dnegan yang lainnya.
8. Policy as Outcome (Kebijakan sebagai Hasil Akhir)

Cara akhir untuk memahami makna kebijakan adalah dengan melihatnya dari sudut
hasil akhirnya, yaitu dari apa yang senyatanya telah dicapai. Meski penting, dalam
praktik upaya untuk menarik garis pembeda antara keluaran-keluaran kebijakan dan
hasil akhir kebijakan (dampak dari kegiatan-kegiatan tersebut) tidaklah begitu
mudah. Patut dicatat, bahwa cara memahami kebijakan dari sudut hasil akhir itu
akan memungkinkan kita untuk memberikan penilaian mengenai apakah tujuan
formal/normatif dari suatu kebijakan benar-benar telah terbukti terwujud dalam
praktik kebijakan yang sebenarnya.

9. Policy as a Theory or Model (Kebijakan sebagai Teori atau Model)


Semua kebijakan, pada dasarnya mengandung asumsi-asumsi mengenai apa yang
dapat dilakukan oleh pemerintah dan akibat yang ditimbulkan. Asumsi-asumsi ini
memang jarang dikemukakan secara terus terang atau eksplisit. Namun, kebijakan
publik itu pada umumnya memuat suatu teori atau model tertentu yang manyiratkan
adanya hubungan sebab akibat.

10. Policy as Process (Kebijakan sebagai Proses)

Jika konsep kebijakan publik kita pandang sebagai proses, yakni sebagai proses
politik, maka oleh sebagian pakar adakalanya hal tersebut dipersepsikan sebagai
sebuah siklus.disini pusat perhatian akan diberikan kepada tahap-tahap yang ada
pada siklus tersebut. Dilihat sebagai sebuah siklus, maka pembuatan kebijakan
(public policy making) akan bermula dari adanya isu-isu tertentu yang dianggap oleh
pemerintah sebagai suatu masalah, kemudian pemerintah mulai mencari
alternatifalternatif tindakan kearah pemecahannya, dilanjutkan dengan adopsi
kebijakan serta diimplementasikan oleh institusi atau personel terkait, dievaluasi,
diubah dan pada kahirnya akan diakhiri atas dasar keberhasilannya.
Sementara fungsi dari kebijakan publik antara lain :
1. Mencapai beberapa tujuan luas yang mempengaruhi segmen besar warga suatu
negara atau publik.
Kebijakan publik akan mengatur segala kepentingan yang berpengaruh pada
aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur dan diintervensi oleh
pemerintah atau aturan sosial. Segmen besar yang dimaksud adalah berbagai bidang,
seperti sosial, politik, ekonomi, kesehatan, pertahanan, keamanan, pendidikan, dan
lainnya. Misal pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Menekan dan mendorong aktivitas masyarakat pada suatu negara.
Misal Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2008 tentang Kawasan
Tanpa Rokok dan Kawasan berbatasan Rokok.
3. Mewujudkan campur tangan dan pengaturan pemerintah terhadap kehidupan
masyarakatnya di berbagai bidang.
Kebijakan ini berfungsi selain untuk mengatasi masalah ekonomi karena
melonjakkan harga minyak dunia, juga berfungsi untuk menstabilkan dan menjaga
sumberdaya alam yang dimiliki oleh negara Indonesia yang sekarang ini telah
menipis.
4. Melindungi dan menjaga kepentingan dan keinginan seluruh masyarakat
Misal ketersediaan udara bersih, air bersih, kesehatan yang baik, ekonomi yang
inovatif, perdagangan yang aktif, pencapaian pendidikan yang tinggi, rumah yang
layak, kemiskinan yang rendah, tingkat kriminal yang rendah, dan lainnya.
5. Membangun lingkungan yang memungkinkan setiap pelaku, baik bisnis maupun
non bisnis untuk mampu mengembangkan diri menjadi pelaku-pelaku yang
kompetitif.
6. Melakukan serangan frontal terhadap isu publik.
Misal Jaminan Persalinan (Jampersal) merupakan kebijakan pemerintah yang
bertujuan untuk menjawab isu publik mengenai tingginya tingkat kematian ibu
akibat pelayanan proses persalinan yang buruk. Diharapkan pelaksanaan kebijakan
ini dapat berkontribusi menurunkan Angka Kematian Ibu di Indonesia yang
terbilang cukup tinggi.
7. Membantu untuk pengaturan analisis isu perdebatan yang sedang terjadi maupun
akan terjadi di masa mendatang.

Anda mungkin juga menyukai