Anda di halaman 1dari 38

BAGIAN PSIKIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

REFARAT : TRANSGENDER
LAPSUS : SKIZOFRENIA

Oleh:
Muhammad Yusuf
111 2018 1017

Pembimbing
dr. Agus Japari , M.Kes, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini, saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :


Nama : Muhammad Yusuf
Stambuk : 111 2018 1017
Judul Refarat : Transgender
Judul Laporan Kasus : Skizofrenia
Telah menyelesaikan dan mempresentasikan tugas Referat dalam rangka
tugas kepaniteraan klinik pada Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran,
Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, November 2019


Pembimbing,

(dr. Agus Japari , M.Kes, Sp.KJ )

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………….. 1


LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………… 2
DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. 3
I. PENDAHULUAN …………………………………………………….. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi....................................................................................6
2.2 Etiologi....................................................................................7
2.3 Epidemiologi...........................................................................8
2.4 Gambaran Klinis………………………………………………... 9
2.5 Klasifikasi................................................................................11
2.6 Diagnosis................................................................................13
2.7 Penatalaksanaan....................................................................13
III. KESIMPULAN.................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA........................................................................17
LAPORAN KASUS..........................................................................19

3
BAB I
PENDAHULUAN
Identitas gender adalah keyakinan diri sebagai laki-laki atau
perempuan, yang tertanam sejak awal masa kanak-kanak. Pada kondisi
normal, identitas gender sesuai dengan anatomi gender. Identitas gender dan
anatomi gender merupakan ciri utama dari perkembangan identitas masa
remaja. Hal ini disebabkan tugas perkembangan pada masa remaja adalah
mencari/menemukan identitas yang cocok dengan diri dan anatomi gendernya.
Ketidak-sesuaian antara identitas gender dan anatomi gender menyebabkan
gangguan identitas gender. Gangguan identitas gender terjadi pada anak-anak,
remaja, maupun dewasa. Gangguan identitas gender berkaitan dengan
banyaknya perilaku lintas gender, misalnya berpakaian seperti lawan jenis,
menyukai permainan lawan jenis, dan lebih suka bermain dengan teman-
teman lawan jenis. Gangguan identitas gender menyebabkan depresi,
kecemasan, dan stress, serta orang yang mengalami gangguan ini
mendapatkan diskriminasi dari orang-orang sehingga mengalami
homophobia / biphobia / transphobia.
Sebagian besar anak yang mengalami gangguan identitas gender
tumbuh dewasa secara fisik sebagai orang normal, tetapi tanpa bantuan
professional mereka tumbuh sebagai lesbian, gay, biseksual dan transgender.
Identitas seksual merupakan salah satu dari 4 faktor psikososial yang
mempengaruhi kepribadian, perkembangan, dan fungsi seorang psikoseksual.
Identitas seksual adalah pola karakteristik biologis seorang yang terdiri atas
khromosom, genitalia interna dan eksterna, susunan hormon, gonad dan
karakteristik seks sekunder. Identitas gender adalah perasaan seseorang
tentang kejantanan atau kewanitaan diri yang merupakan kondisi seorang
dalam menyatakan dirinya maskulin atau feminism. Terdapat peran gender
maskulin atau feminism, yaitu yang terikat pada identitas gendernya misalnya
memasak buat perempuan, perang buat lelaki, tetapi dalam masyarakat

4
terdapat lintas peran gender dimana lelaki mahir memasak dan perempuan
menjadi tentara.
Orientasi seksual menunjukkan kepada objek dari impuls seksual
seseorang, seperti heteroseksual, homoseksual dan biseksual. Yang terakhir
adalah perilaku seksual, termasuk nafsu, fantasi, pencarian pasangan,
autoerotika, dan semua kegiatan untuk mengekspresikan serta memuaskan
kebutuhan seksual baik dengan lawan ataupun sesama jenis.12

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFENISI
Transgender adalah sebuah pengertian yang mengacu pada orang-orang yang

mempresentasikan gendernya secara berbeda dari idealnya, yaitu jenis kelamin yang

mereka terima sejak lahir sebagai penanda bahwa mereka adalah pria atau wanita dan

meliputi identitas sebagai trans men (FtM), trans women (MtF), perempuan lesbian,

dan orang-orang yang melakukan cross dress.1

Transgender adalah istilah yang menggambarkan orang-orang yang

mengalami dan atau mengungkapkan gender mereka agak berbeda dari apa yang

kebanyakan orang harapkan. Ini adalah istilah yang menyeluruh yang mencakup

orang-orang transeksual dan cross-dressers (memakai pakaian lawan jenisnya) serta

siapa saja yang menyatakan karakteristik gender yang tidak sesuai dengan

karakteristik tradisional yang menjadi anggapan masyarakat. Ini bukan orientasi

seksual. Beberapa orang transgender mungkin mendefinisikan diri mereka sebagai

female-to-male atau male-to-female transeksual dan dapat mengambil resep dokter

untuk penyuntikan hormon dan menjalani prosedur medis untuk operasi ganti

kelamin dan beberapa orang lainnya mengidentifikasi sebagai transgender karena

mereka tidak merasa terganggu dengan jenis kelamin laki-laki dan wanita secara

ekslusif.2 Jadi individu transgender adalah orang yang melakukan perubahan peran

gender ke gender lawannya, disertai dengan perubahan penampilan melalui proses

6
transisi untuk menjadi gender lawan jenisnya yang meliputi cross-dress (penggunaan

pakaian dari gender lawan). 1

2.2 Etiologi

Awal teori menekankan peran faktor lingkungan yang berakar pada tradisi

pembelajaran psikoanalitik dan sosial. Teori psikoanalitik berpendapat bahwa

karakteristik tertentu dari orang tua dan sifat interaksi mereka dengan anak bias

menyebabkan anak untuk mengidentifikasi dengan induk dari lawan jenis. Demikian

pula, teori pembelajaran sosial menunjuk peran orang tua dalam sosialisasi jenis

kelamin, dengan alasan bahwa kurangnya model peran yang tepat dan penggunaan

yang tidak efektif dari hukuman dapat menyebabkan anak-anak untuk belajar perilaku

gender yang selaras dengan jenis kelamin mereka ditugaskan. Studi meneliti faktor

orangtua dianggap berkorelasi dengan gender dysphoria telah menemukan beberapa

hasil positif, tetapi dalam banyak kasus, temuan studi entah meyakinkan atau tidak

cukup.10

Faktor penyebab gangguan identitas gender meliputi menjadi dua faktor saja

yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi psikologis (diri sendiri)

dan keluarga sedangkan faktor eksternal melitputi lingkungan.11

Adapun penyebab seorang pria menjadi seorang wanita atau waria atau penyebab

terjadinya transgender dapat diakibatkan 2 faktor yaitu: 3

a) Faktor bawaan (hormon dan gen)

7
Faktor genetik dan fisiologis adalah faktor yang ada dalam diri individu

karena ada masalah antara lain dalam susunan kromosom,

ketidakseimbangan hormon, struktur otak, kelainan susunan syaraf otak.

b) Faktor lingkungan.

Faktor lingkungan di antaranya pendidikan yang salah pada masa kecil

dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku

perempuan, pada masa pubertas dengan homoseksual yang kecewa dan

trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami atau istri.

Perlu dibedakan penyebab transseksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus

transseksual karena keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan),

menyeimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis

kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki

kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan berpenampilan

lawan jenis hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah

sesuatu yang menyimpang dan tidak dibenarkan.3

2.3 EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian transgender di dunia tidak dapat diukur secara pasti karena

belum ada perhitungan berbasis penelitian yang dilakukan. Selama ini estimasi

jumlah transgender hanya berdasarkan diagnosis gangguan identitas gender, dan

pasien yang mengunjungi klinik gender yang ada. Angka perkiraan jumlah

transgender di dunia untuk pria menjadi wanita sejumlah 1 dari 30.000 populasi

8
sampai 6 dari 1000 populasi, sedangkan untuk wanita menjadi pria sejumlah 1 dari

100.000 sampai 1 dari 33.800 populasi.4 Hal ini didasari oleh terjadinya gangguan

identitas gender, dimana gangguan identitas gender terjadi 3 kali lebih besar pada pria

dibandingkan wanita.4

2.4 GEJALA KLINIS

Ciri-ciri klinis dari Gangguan Identitas Gender adalah sebagai

berikut:

1. Identitas yang kuat terhadap gender lainnya. Setidaknya 4 dari 5 ciri di

bawah ini diperlukan untuk memberikan diagnosis tersebut pada anak-

anak:

2. Ekspresi yang berulang dari hasrat untuk menjadi anggota dari gender

lainnya (atau ekspresi dari kepercayaan bahwa dirinya adalah bagian dari

gender lain),

3. Preferensi untuk mengenakan pakaian yang merupakan stereotipikal dari

gender lainnya,

4. Adanya fantasi yang terus menerus mengenai menjadi anggota dari gender

lain, atau asumsi memainkan peran yang dilakukan oleh anggota gender

lain dalam permainan “pura-pura”

5. Hasrat untuk berpartisipasi dalam aktivitas waktu luang dan permainan

yang merupakan stereotip dari gender lainnya,

6. Preferensi yang kuat untuk memiliki teman bermain dari gender lainnya

9
(pada usia dimana anak-anak biasanya memilih teman bermain dari

gendernya sendiri) Remaja dan orang dewasa biasanya mengekspresikan

keinginan untuk menjadi bagian dari gender lainnya, seringkali

berperilaku sebagai anggota gender lainnya, dan berharap untuk hidup

sebagai bagian dari gender lainnya, atau percaya bahwa emosi dan

perilaku mereka setipe dengan gender lainnya.

7. Perasaan tidak nyaman yang kuat dan terus ada dengan anatomi gendernya

sendiri atau dengan perilaku yang merupakan tipe dari peran gendernya.

Pada anak-anak, ciri-ciri ini biasanya muncul: anak laki-laki mengutarakan

bahwa alat genital eksternal mereka menjijikan, atau akan lebih baik jika

tidak memilikinya, menunjukan penolakan pada mainan laki-laki, dan

permainan yang kasar serta jungkir balik. Anak perempuan memilih untuk

tidak buang air kecil sambil duduk, menunjukan keinginan untuk tidak

menumbuhkan payudara atau menstruasi, atau menunjukkan penolakan

pada pakaian feminim. Remaja dan dewasa biasanya menunjukkan

bahwa mereka dilahirkan dengan gender yang salah dan mengekspresikan

harapan untuk intervensi medis (misalnya penanganan hormon atau

pembedahan) untuk menghilangkan karakteristik seksual mereka dan

untuk meniru karakteristik dari gender lainnya.

8. Tidak ada kondisi interseks, seperti anatomi seksual yang ambigu, yang

mungkin membangkitkan perasaan-perasaan tersebut.

10
9. Ciri-ciri tersebut menimbulkan distres yang serius pada area penting yang

terkait dengan pekerjaan, sosial atau fungsi lainnya.5

2.5 KLASIFIKASI

Pembagian menurut PPDGJ-III, gangguan identitas jenis kelamin dibagi menjadi:

a. F64.0 Transseksualisme

 Untuk menegakkan diagnosis, identitas transseksualisme harus

sudah menetap selama minimal 2 tahun, dan harus bukan merupakan

gejala dari gangguan jiwa lain seperti : Skizofrenia, atau berkaitan

dengan kelainan interseks, genetic atau kromosom.

 Gambaran identitas tsb:

- Adanya hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari

kelompok lawan jenisnya, biasanya disertai perasaan risih,

atau ketidakserasian, dengan anatomi seksualnya; dan

- Adanya keinginan untuk mendapatkan terapi hormonal dan

pembedahan untuk membuat tubuhnya semirip mungkin

dengan jenis kelamin yang9 diinginkan.

b. F64.1 Transvestisme peran ganda

 Mengenakan pakaian dari lawan jenisnya sebagai bagian dari

11
eksistensi dirinya untuk menikmati sejenak pengalaman sebagai

anggota lawan jenisnya;

 Tanpa hasrat untuk mengubah jenis kelamin secara lebih permanen

atau berkaitan dengan tindakan bedah;

 Tidak ada perangsangan seksual yang menyertai pemakaian pakaian

lawan jenis tersebut, yang membedakan gangguan ini dengan

transvestisme fetihistik (F65.1)

c. F64.2 Gangguan identitas jenis kelamin masa kanak

 Gambaran esensial untuk diagnosis adalah :

- Keinginan anak yang “ mendalam” (perpasif) dan “ menetap”

(persisten) untuk menjadi (atau keteguhan bahwa dirinya

adalah) jenis kelamin lawan jenisnya, disertai penolakan

terhadap perilaku, atribut dan / atau pakaian yang sesuai

untuk jenis kelaminnya; tidak ada rangsangan seksual dari

pakaian;

- Yang khas adalah bahwa manifestasi pertama timbul pada

usia pra sekolah. Gangguan harus sudah tampak sebelum

pubertas;

- Pada kedua jenis kelamin kemungkinan ada penyangkalan

pada struktur anatomi jenis kelaminnya sendiri, tetapi hal ini

jarang terjadi titik.

12
- Ciri khas lain, anak dengan gangguan identitas jenis kelamin,

menyangkal bahwa dirinya terganggu, meskipun mereka

mungkin tertekan oleh konflik dengan keinginan orang tua

atau lawan sebayanya dan oleh ejekan dan / atau penolakan

oleh orang orang yang berhubungan dengan dirinya.

d. F64.8 Gangguan identitas jenis kelamin lainnya

e. F64.9 Gangguan identitas jenis kelamin ytt6

2.6 DIAGNOSIS

Menurut DSM-IV , ciri penting dari gangguan identitas jenis kelamin adalah

penderitaan yang persisten dan kuat tentang jenis kelamin seseorang . Berikut Kriteria

Diagnostik untuk Gangguan Identitas Jenis Kelamin.:

A. Identifikasi kepada jenis kelamin (cross-gender) yang kuat dan persisten (bukan

semata-mata keinginan mendapatkan sesuatu keuntungan kultural karena memiliki

jenis kelamin lain.

B. Ketidak sukaan yang menetap dengan jenis kelaminnya sendiri atau merasa tidak

sesuai dalam peran jenis kelamin tersebut.

C. Gangguan tidak bersamaan dengan kondisi interseks fisik.

D. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan

dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.7

2.7 TATALAKSANA

Protokol pengobatan untuk GID adalah terapi hormonal (cross-gender

hormonal treatment) dan terapi pembedahan (sex reassignment surgery). Tujuan dari

13
terapi-terapi tersebut adalah pengubahan gender dan perubahan organ kelamin. Terapi

hormonal diberikan selama 2 tahun, setelah itu baru dilakukan terapi pembedahan,

dan kembali dilanjutkan terapi hormonal hingga 5 tahun. Setelah terapi hormonal dan

terapi pembedahan, penyesuaian hingga pembentukan sikap dan gaya yang sesuai pun

tetap harus dilakukan dan memakan waktu sampai tahunan. Pada operasi pengubahan

jenis kelamin perempuan menjadi laki-laki sulit dilakukan dan memiliki angka

kegagalan dan kematian pasien yang tinggi. Namun, bukan berarti operasi laki-laki

menjadi perempuan pun tidak berisiko.

Sebelum dilakukannya terapi hormonal dan SRS (sexual reassignment surgery),

dokter harus memberitahu pasien mengenai apa itu terapi hormonal dan SRS beserta

manfaat dan efek samping yang mungkin terjadi setelah pemberian terapi dan

pembedahan. Pasien harus dipastikan mengerti akan informasi tersebut. Setelah

pasien benar-benar paham, barulah diminta untuk menandatangani lembar informed

consent yang disediakan. Pasien juga harus kompeten secara mental, atau dengan kata

lain pasien sadar penuh dan memang ingin melakukan terapi tersebut atas

kemauannya sendiri, bukan atas paksaan orang lain. Pasien juga harus dipastikan

statusnya sah secara legal untuk dilakukannya terapi. Di Thailand, pasien yang

dibolehkan untuk melakukan terapi adalah yang berusia di atas 18 tahun. Sedangkan

di Indonesia, belum ada undang-undang yang mengatur tentang terapi penggantian

gender tersebut.

Setelah dilakukan terapi hormonal serta terapi pembedahan, kualitas hidupnya

mungkin akan membaik dibandingkan saat sebelum dilakukannya terapi. Sebelum

14
terapi, pasien akan merasakan pergolakan batin di dalam dirinya, karena apa yang dia

rasakan berbeda dengan apa yang ada pada dirinya saat itu. Pasien akan merasa tidak

nyaman ataupun tidak puas dengan tubuhnya sendiri, terutama dengan anatomi alat

kelaminnya. Ketidak puasan dan ketidak nyamanan ini tentu akan mengganggu

aktivitas hidupnya sehari-hari. Apabila terapi hormonal dan terapi pembedahan

berhasil, kualitas hidup pasien akan meningkat karena pasien merasa puas dengan

jenis kelamin barunya saat ini yang memang sesuai dengan keinginannya. Pasien

akan lebih nyaman menjalani hidup karena sudah menemukan jati dirinya.8

Psikoterapi

Tujuan umum adalah untuk menemukan cara untuk memaksimalkan

keseluruhan kesejahteraan psikologis seseorang, kualitas hidup, dan pemenuhan diri.

Biasanya tujuan pengobatan menyeluruh adalah untuk membantu waria, transgender,

dan gender individu mencapai kenyamanan jangka panjang dalam jenis kelamin

mereka. Dengan peluang realistis untuk sukses dalam diri mereka hubungan,

pendidikan, dan pekerjaan. Terapi keluarga untuk klien transisi mungkin juga

berguna. Tambahan, terapi kadang-kadang mungkin diperlukan pada setiap tahap

kehidupan pasca- transisi.9

Pengobatan untuk bertujuan membantu mereka hidup dalam identitas yang

mereka sukai. Ada beberapa pilihan pengobatan, dan individu dapat mengejar satu,

beberapa, atau semua perawatan yang tersedia tergantung pada tujuan mereka. Medis

dan pilihan psikologis termasuk terapi hormon untuk kewanitaan atau maskulinisasi

tubuh, berbagai jenis operasi untuk mengubah karakteristik seks primer dan sekunder

15
(misalnya, payudara, alat kelamin, fitur wajah), dan psikoterapi untuk membantu

dengan aspek-aspek sosial dari perubahan jenis kelamin, seperti sebagai membantu

individu mengatasi tantangan di tempat kerja dan mempertahankan dukungan dari

keluarga mereka. Pilihan lain termasuk dukungan berbasis masyarakat, elektrolisis

dan perawatan laser untuk hair removal, dan terapi suara untuk bantuan dengan

mengembangkan keterampilan komunikasi baru.10

BAB III

KESIMPULAN

Identitas gender adalah keyakinan diri sebagai laki-laki atau perempuan, yang

tertanam sejak awal masa kanak-kanak. Pada kondisi normal, identitas gender sesuai

dengan anatomi gender. Identitas gender dan anatomi gender merupakan ciri utama

dari perkembangan identitas masa remaja. Angka kejadian transgender di dunia tidak

dapat diukur secara pasti karena belum ada perhitungan berbasis penelitian yang

dilakukan. Selama ini estimasi jumlah transgender hanya berdasarkan diagnosis

gangguan identitas gender, dan pasien yang mengunjungi klinik gender yang ada.

Faktor penyebab gangguan identitas gender meliputi menjadi dua faktor saja

yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi psikologis (diri sendiri)

dan keluarga sedangkan faktor eksternal melitputi lingkungan.

Pengobatan untuk bertujuan membantu mereka hidup dalam identitas yang

mereka sukai. Ada beberapa pilihan pengobatan, dan individu dapat mengejar satu,

beberapa, atau semua perawatan yang tersedia tergantung pada tujuan mereka. Medis

dan pilihan psikologis termasuk terapi hormon untuk kewanitaan atau maskulinisasi

16
tubuh, berbagai jenis operasi untuk mengubah karakteristik seks primer dan sekunder

(misalnya, payudara, alat kelamin, fitur wajah), dan psikoterapi untuk membantu

dengan aspek-aspek sosial dari perubahan jenis kelamin, seperti sebagai membantu

individu mengatasi tantangan di tempat kerja dan mempertahankan dukungan dari

keluarga mereka.

17
REFERENSI

1. Levitt, H. M.&Ippolito, M. R. (2014). Being transgender: The experience

of transgender identity development. Journal of Homosexuality. 61, 1727–

1758.

2. Herbst, J.H., Elizabeth D.J., Finlayson, T. J., McKleroy, V. S., Neumann,

M. S.& Crepaz N.(2007) Estimating HIV prevalence and risk behaviors of

transgender persons in the United States: A systematic review. AIDS and

Behavior, 12(1), 1-17.

3. Juwilda. 2009. TRANSGENDER “Manusia Keragaman Dan Kesetaraannya”.

Palembang: Universitas Sriwijaya. Available from: https://juwilda.files

.wordpress. com/2010/10/ transgender_manusia- keragaman-dan-

kesetaraannya.pdf

4. Landén M, Wålinder J, Lundström B. Prevalence, incidence and sex ratio of

transsexualism. Acta Psychiatr Scand. 1996;93(4):221---223.

5. Jeffrey S. Nevid, Psikologi Abnormal, Jilid 2, h. 75.

6. Maslim,Rusdi. Buku Saku Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa

III(PPDGJ III).Jakarta : PT Nuh Jaya, 2013.

7. American Psychiatric Association (1994). Diagnostic and Statistical Manual

of Mental Disorders, Fourth Edition (DSM IV). American Psychiatric

Association, Washington, DC.

18
8. Hume, M.C. (2011) ‘Sex, Lies, and Surgery: The Ethics of Gender

Reassignment Surgery’, Res Cogitans, vol. 2, p. 37-48

9. Psychiatry (Tasman) Psychiatry / edited by Allan Tasman, Jerald Kay,

Jeffrey A. Lieberman, Michael B. First, Michelle B. Riba.–Fourth edition.

10. Cristina L. Magalhães & Ellen S. Magalhães, The SAGE Encyclopedia of

Psychology and Gender, “Gender Dysphoria”, SAGE Publications, Inc.2017

11. Fakih, Mansour. 2013. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Cetakan

ke-15. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

12. Adikusumo, Arman. Damping, Charles E. 2014. Buku Ajar Psikiatri :

Gangguan Psikoseksual. Edisi ke 2. Fakultas kedokteran Universitas

Indonesia: Jakarta. Hal 337.

19
I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Y

Umur : 19 tahun

Alamat : Dusun bungatoi RT 002

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Pasien masuk ke UGD Jiwa RSKD pada tanggal 6 November 2019

untuk pertama kalinya diantar oleh keluarganya

II. RIWAYAT PSIKIATRI

Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis, dan alloanamnesis dari :

Nama : Ny. S

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SMA

Alamat : Luwu

Hubungan dengan pasien : Ibu kandung

20
A. Keluhan Utama:

Gelisah

B. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang

1. Keluhan dan gejala

Seorang Laki-laki datang ke UGD RSKD Dadi dengan keluhan Gelisah

sejak kurang lebih 2 minggu terakhir, diantar oleh Ibu dan tante pasien.

Pasien sering mondar-mandir dirumah, kadang-kadang pasien tidur setelah

itu terbangun dengan kaget. Memberat 2 hari yang lalu, Pasien suka

melempar barang-barang yang dianggapnya aneh. Pasien sering mendengar

suara bisikan-bisikan, Pasien menganggap istrinya adalah seorang artis

( via vallen ) dan jika dia berkata istriku via vallen, seperti ada yang

membisikannya “ ia suamiku” (suara perempuan). Padahal pasien belum

pernah menikah. Pasien juga pernah mendengar suara seseorang yang

menyuruhnya untuk menusuk dirinya sendiri. Pasien suka berbicara sendiri

dengan kalimat yang tidak jelas. Pasien suka menyanyi-menyanyi sendiri.

Pasien susah tidur, dan kadang tiba-tiba bangun terkaget. nafsu makan

pasien baik, 4 kali sehari. Pasien mandi 2 kali sehari.

Awal perubahan perilaku dialami kurang lebih 3 bulan sejak bulan

agustus tahun 2019. Awalnya pasien bermimpi ayahnya meninggal dunia,

kemudian terbangun lalu menangis dan tidak bisa tidur kembali karena

ketakutan, keesokan harinya pasien mengamuk dan mau keluar dari rumah.

21
Sehingga diikat oleh keluarganya. Pasien mempunyai riwayat minum pil

kianpi (obat penggemuk) dengan teman-temannya sewaktu kelas 3 SMA.

Hubungan pasien dengan teman-temannya baik. Sehari-hari pasien suka

mengikuti ayahnya untuk bekerja dikelapa sawit. Pasien pernah berobat di

RS belopa selama 1 minggu pada tanggal 2 November 2019. Riwayat

pengobatan ada, Obat yang pernah dikonsumsi adalah haloperidol dan

clozapine tetapi pasien tidak teratur minum obat.

Hendaya Fungsi

 Hendaya dalam bidang sosial : Terganggu

 Hendaya dalam aspek pekerjaan : Terganggu

 Hendaya dalam penggunaan waktu senggang : Terganggu

2. Faktor stressor psikososial : Tidak jelas

3. Hubungan gangguan sekarang dengan gangguan riwayat penyakit

fisik dan psikis sebelumnya

 Riwayat infeksi : Tidak Ada

 Riwayat trauma : Pasien pernah jatuh dari motor tahun

2018

 Riwayat kejang : Tidak Ada

 Riwayat merokok : Tidak Ada

 Riwayat alkohol : Tidak Ada

22
 Riwayart NAPZA : Tidak Ada

C. Riwayat Gangguan Psikiatri sebelumnya


Awal perubahan perilaku dimulai Agustus 2019 . Pasien pernah
dirawat di RS belopa tahun 2019 selama 1 minggu, obat yang
dikonsumsi oleh pasien yaitu haloperidol dan clozepine. Pasien tidak
rutin meminum obat.
D. Riwayat Kehidupan Pribadi

1. Riwayat Prenatal dan Perinatal

Pasien lahir dalam keadaan normal dan cukup bulan di rumahnya

pada tanggal 1 juli 1999. Kelahiran pasien dibantu oleh dukun. Tidak

ditemukan cacat lahir ataupun kelainan bawaan. Selama kehamilan,

ibu pasien dalam keadaan sehat.

2. Riwayat Masa Kanak Awal (Usia 0-3 tahun)

Di usia ini, pasien diasuh oleh kedua orang tuanya. Sejak pasien

dilahirkan pasien mendapat ASI. Pada saat bayi, pasien tidak pernah

mengalami demam tinggi dan kejang. Pasien mengalami

keterlambatan Berbicara.

3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (Usia 4-11 tahun)

Saat ini, pasien masih diasuh oleh kedua orang tuanya. Pasien mulai

bersekolah SD di usia 6 tahun dan dapat mengikuti pelajaran dengan

baik serta memiliki banyak teman.

23
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (Usia 12-18 tahun)

Usia remaja, pasien masuk ke Sekolah Menengah Pertama (SMP),

kemudian setelah lulus masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga

kelas XII SMA. Selama disekolah hubungan pasien dengan guru dan

teman-temannya baik, tetapi pasien tipe orang yang pendiam dan

pemalu.

5. Riwayat Masa Dewasa

- Riwayat Pekerjaan : Tidak ada

- Riwayat Pernikahan : belum menikah

- Riwayat Agama : Pasien memeluk agama Islam.

- Aktivitas Sosial : Sebelum perubahan perilaku, termasuk orang

yang Pendiam dan pemalu

E. Riwayat Kehidupan Keluarga

Pasien merupakan anak ke-1 dari 4 bersaudara ♂,♂,♂,♂ Pasien

Belum menikah Saat ini pasien tinggal bersama orang tuanya dan

ketiga adiknya. Tidak ada riwayat penyakit yang sama di dalam

keluarga pasien.

24
Genogram

Keterangan :

: Laki-Laki / : Meninggal

: Perempuan

: Pasien

F. Situasi Sekarang :

25
Pasien tinggal dengan orangtuanya dan Ketiga adiknya . Pasien selalu

berbicara dan sangat gelisah, Kadang pasien mengamuk. Pasien

seorang ibu rumah tangga.

G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya :

Pasien merasa bahwa kehidupannya sekarang sesuai dengan apa yang

dia harapkan

III. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI


a. Status Internus
Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 78x/menit, frekuensi
pernapasan 18x/menit, Suhu 36,5 ºC, konjungtiva tidak pucat dan
sklera tidak ikterus. Pada ekstremitas atas dan bawah tidak
ditemukan kelainan.
b. Status Neurologi
Gejala rangsang selaput otak; kaku kuduk (-), Kernig’s sign (-)/(-),
pupil bulat dan isokor, reflex cahaya (+)/(+). Fungsi motorik dan
sensorik keempat ekstremitas dalam batas normal, dan tidak
ditemukan refleks patologis.
IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
a. Deskripsi umum
1. Penampilan : Seorang laki-laki, wajah sesuai umur (19-an tahun),
perawakan pendek, rambut hitam lurus, wajah sesuai umur, kulit
agak putih, memakai kaos abu-abu, celana pendek hitam, sendal
hitam, memakai kacamata hitam,perawatan diri cukup.
2. Kesadaran : Normal
3. Perilaku dan aktifitas psikomotor: Tenang

26
4. Pembicaraan: Spontan, lancar, intonasi biasa, cerewet, dan tidak
nyambung
5. Sikap terhadap pemeriksa: Cukup Kooperatif
b. Keadaan afektif
1. Mood : eutimia
2. Afek : tumpul
3. Empati : Tidak dapat dirabarasakan
c. Fungsi Intelektual (Kognitif)
1. Taraf pendidikan:
Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan
tingkat pendidikannya
2. Orientasi
a. Waktu : Baik
b. Tempat : Baik
c. Orang : Baik
3. Daya ingat
a. Jangka panjang : Baik
b. Jangka pendek : Baik
c. Jangka segera : Baik
4. Konsentrasi dan Perhatian : Cukup
5. Pikiran abstrak : tidak ada
6. Bakat Kreatif : tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
d. Gangguan Persepsi
 Halusinasi :
- Visual : Tidak Ada

27
- Auditorik : ada ada (Selalu ada mebisikkan ketika pasien
mengatakan “ Istriku Via Vallen jawabnya Iya suamiku
(Suara perempuan))

 Ilusi : tidak ada


 Depersonalisasi : Tidak ada
 Derealisasi : Tidak ada

e. Proses berfikir
1. Produktivitas : cukup
Kontuinitas : cukup
Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran
Preokupasi : tidak ada
Gangguan isi pikir : Waham Kebesaran : Pasien merasa dia

adalah suami dari seorang artis “Via Vallen”

f. Pengendalian Impuls : baik


g. Daya Nilai dan Tilikan
1. Norma Sosial : baik
2. Uji Daya Nilai : baik
3. Penilaian Realitas : baik
4. Tilikan : derajat 1 (Penyangkalan)
h. Taraf Dapat Dipercaya : dapat dipercaya.

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA


 Seorang laki-laki usia 19 Tahun

28
 Pasien Gelisah, Sering berbicara sendiri, kadang pasien
mengamuk, dan mengganggap dirinya suami artis
 Awal perubahan perilaku pada 2019, pasien bermimpi ayahnya
meninggal dan bangun terkaget dan menangis.
 Pasien seering mengkonsumsi pil kianpi
 Pada tahun 2019 sempat dirawat di RS Belopa selama 1 minggu
 Pasien mengkonsumsi obat haloperidol dan clozapin
 Pasien melanjutkan pengobatannya namun tidak rutin minum obat.

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL


Aksis I: Skizofrenia paranoid (F.20.0)
Dari alloanamnesis dan autoanamnesis didapatkan gejala klinis
berupa pola perilaku kadang mengamuk, melempar barang, dan
gelisah, sampai pasien sering kabur dari rumah. Keadaan ini
mengakibatkan keluarga dan pasien terganggu dan tidak nyaman
(distress), sulit melakukan pekerjaan dengan benar, dan sulit mengisi
waktu luangnya dengan hal yang bermanfaat (disability), sehingga
dapat digolongkan Gangguan Jiwa.
Pada pemeriksaan juga ditemukan adanya hendaya berat dalam
menilai realita yaitu halusinasi dan waham sehingga dapat
digolongkan Gangguan Jiwa Psikotik.
Pada riwayat penyakit sebelumnya dan pemeriksaan status
internus dan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan yang
mengindikasikan gangguan medis umum yang menimbulkan disfungsi
otak maupun gangguan yang secara patologis langsung
mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita pasien saat ini, sehingga

29
menurut PPDGJ-III didiagnosis Gangguan Jiwa Psikotik Non
Organik.
Pada pemeriksaan autoanamnesis ditemukan beberapa hal yang
bermakna yaitu adanya waham kebesaran yaitu pasien berfikir dirinya
adalah suami via vallen, Halusinasi auditorik yang menonjol pasien
mendengar suara bisikan-bisikan yang aneh, seperti pasien sering
mendengar suara perempuan mengatakan iya suamiku. Pasien juga
mendengar suara bisikan yang menyuruhnya untuk menusuk dirinya
sendiri sehingga berdasarkan PPDGJ III dapat digolongkan ke
diagnosis Skizofrenia paranoid (F20.0)

Aksis II
Tidak memenuhi kriteria salah satu ciri kepribadian tertentu
sehingga pada pasien ini dikatakan belum mengarah ke salah satu ciri
kepribadian.
Aksis III
Tidak ada diagnosis
Aksis IV
Stressor tidak jelas
Aksis V
GAF Scale sekarang 50-41 (gejala berat, disabilitas berat)
VII. DAFTAR MASALAH
 Organobiologik:
Tidak ditemukan kelainan fisik bermakna, namun karena terdapat
ketidakseimbangan neurotransmitter maka memerlukan
psikofarmaka.

30
 Psikologik:
Ditemukan adanya masalah psikologi sehingga memerlukan
psikoterapi.
 Sosiologi:
Didapatkan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan dan
penggunaan waktu senggang, sehingga memerlukan sosioterapi.

VIII. PROGNOSIS :
Dubia
Faktor pendukung :
 Tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama
Faktor penghambat :
 Keluarga bersifat tidak cukup kooperatif dan tidak punya waktu
untuk mengawasi pasien
IX. RENCANA TERAPI
 Haloperidol 5mg 3x1
 Clozapin 25 mg 0-0-1
X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien serta perkembangan
penyakitnya, selain itu menilai efektifitas terapi dan kemungkinan efek
sampingnya.
XI. DISKUSI

31
Berdasarkan PPDGJ III, harus ada sedikitnya satu gejala berikut
ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-
gejala itu kurang tajam atau kurang jelas): 1
a. – Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda, atau
- Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari
luar masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya
diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal) dan
- Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umumnya mengetahuinya.
b. - Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar atau
- Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatantertentu dari luar atau
- Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya=
secara jelas ,merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau
kepikiran, tindakan atau penginderaan khusus).
- Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya , biasanya bersifat mistik
dan mukjizat.
c. Halusional Auditorik ;
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap prilaku pasien .
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian
tubuh.

32
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang
mustahi,misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu
atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan mahluk
asing atau dunia lain) Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini
yang harus selalu ada secara jelas:
e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan yang
tidak relevan atau neologisme.
g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement),
posisi tubuh tertentu (posturing) atay fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons
emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika.
* adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal);
* Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku

33
pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri
sendiri (self absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.1

Perjalanan Gangguan Skizofrenik dapat diklasifikasi dengan


menggunakan kode lima karakter berikut: F20.X0 Berkelanjutan,
F20.X1 Episodik dengan kemunduran progresif, F20 X2 episodik
dengan kemunduran stabil, F20.X3 Episode berulang , F20. X4 remisi
tak sempurna, F20.X5 remisi sempurna, F20.X8. lainnya, F20.X9.
Periode pengamatan kurang dari satu tahun. 1,5

Aksi Dan Farmakologi klinis:


 Haloperidol adalah butyrophenone antipsikotik turunan dengan sifat-
sifat yang telah dianggap sangat efektif dalam pengelolaan
hiperaktivitas, gelisah, dan mania.
 Haloperidol adalah neuroleptic yang efektif dan juga memiliki sifat
Antimuntah, tetapi memiliki kecenderungan untuk memprovokasi
ditandai efek ekstrapiramidal dan relatif lemah adrenolytic alfa-properti.
Ini juga menunjukkan anorexiant hipotermia dan efek dan mungkin
terjadi tindakan barbiturates, anestesi umum, dan obat-obatan
depresan SSP lain.3

Farmakokinetik:
Puncak haloperidol tingkat plasma terjadi dalam waktu 2 sampai 6 jam
pemberian dosis oral dan sekitar 20 menit setelah im administrasi. Mean
plasma (terminal tereliminasi) paruh telah ditetapkan sebagai 20,7 ± 4.6 (SD)

34
jam, dan meskipun ekskresi dimulai dengan cepat, hanya 24 sampai 60%
dari obat radioaktif tertelan diekskresikan (terutama sebagai metabolit dalam
urin, beberapa di tinja) pada akhir minggu pertama, dan sangat kecil tetapi
tingkat radioaktivitas dideteksi terus berada di dalam darah dan dikeluarkan
selama beberapa minggu setelah pemberian dosis. Sekitar 1% dari dosis
yang tertelan kembali berubah dalam urin.

Indikasi Dan Penggunaan Klinis:


Terapi psikosis akut dan kronis, termasuk skizofrenia dan manik. Ini mungkin
juga nilai dalam pengelolaan perilaku agresif dan gelisah pada pasien
dengan sindrom otak kronis dan keterbelakangan mental dan dalam
mengendalikan gejala Gilles de la Tourette’s syndrome.3

Kontra-Indikasi:
Pada keadaan koma dan dalam kehadiran depresi SSP karena alkohol atau
obat depresan lainnya. Hal ini juga kontraindikasi pada pasien dengan
depresi berat negara, penyakit kejang sebelumnya, lesi ganglia basal, dan
dalam sindrom Parkinson, kecuali dalam kasus dyskinesias akibat
pengobatan levodopa. Tidak boleh digunakan pada pasien yang diketahui
sensitif terhadap obat, atau di pikun pasien dengan Parkinson yang sudah
ada gejala seperti. Anak-anak: Keamanan dan efektivitas pada anak-anak
belum ditetapkan, karena itu, haloperidol adalah kontraindikasi pada
kelompok usia ini.3

Kehamilan dan Laktasi:


Haloperidol tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam anomali
janin dalam studi populasi yang besar. tidak akan diberikan pada wanita yang

35
potensial melahirkan atau ibu menyusui kecuali, menurut pendapat para
dokter
Tua atau lemah pasien yang menerima obat itu harus diamati dengan hati-
hati untuk kelesuan dan penurunan sensasi rasa haus karena hambatan
utama yang dapat menyebabkan dehidrasi dan berkurangnya ventilasi paru-
paru dan bisa mengakibatkan komplikasi, seperti terminal bronkopneumonia.
Haloperidol dapat memperpanjang aksi hipnotis barbiturates dan mungkin
memberi kekuasaan pengaruh alkohol dan obat-obatan depresan SSP
lainnya seperti obat bius dan narkotika; hati-hati karenanya harus
dilaksanakan bila digunakan dengan agen jenis ini dan penyesuaian dalam
dosis yang mungkin diperlukan.3

Pencegahan:
Administrasi untuk pasien dengan keterlibatan jantung berat harus dijaga,
terlepas dari kenyataan bahwa baik haloperidol ditoleransi oleh pasien
dengan insufisiensi jantung dan itu telah digunakan dengan hasil yang baik
untuk mempertahankan fungsi kardiovaskular pasien dengan excitive krisis.
Dalam kasus yang sangat jarang, telah merasa bahwa sumbangan untuk
haloperidol adalah presipitasi serangan di angina-pasien rawan. Moderat
hipotensi dapat terjadi dengan administrasi atau berlebihan parenteral dosis
haloperidol oral, namun, vertigo dan sinkop terjadi hanya jarang. 4

Interaksi Obat:
 Haloperidol dilaporkan dapat mengganggu sifat antikoagulan
phenindione dalam kasus yang terisolasi, dan kemungkinan harus
diingat efek yang serupa terjadi ketika haloperidol digunakan dengan
antikoagulan lain.

36
 Dalam studi farmakokinetik, ringan sampai sedang meningkat tingkat
haloperidol telah dilaporkan ketika haloperidol diberikan secara
bersamaan dengan obat-obatan berikut: quinidine, busipirone,
fluoxetine. Mungkin perlu untuk mengurangi dosis haloperidol. 3,5

Efek SSP lain:


Insomnia, reaksi depresif, dan beracun negara confusional adalah efek yang
lebih umum ditemui. Mengantuk, kelesuan, pingsan dan katalepsia,
kebingungan, kegelisahan, agitasi, gelisah, euforia, vertigo, kejang grand
mal, dan eksaserbasi gejala psikotik, termasuk halusinasi, juga telah
dilaporkan.3

Overdosage:
Gejala: Secara umum, gejala akan overdosage berlebihan efek farmakologi
yang sudah diketahui dan reaksi yang merugikan, yang paling menonjol dari
daerah yang akan 1) reaksi ekstrapiramidal berat, 2) hipotensi, atau 3)
sedasi. Pasien akan muncul pingsan dengan depresi pernapasan dan
hipotensi yang dapat cukup parah untuk menghasilkan shock-seperti negara.
Reaksi yang ekstrapiramidal akan terwujud oleh kelemahan otot atau
kekakuan dan getaran umum atau lokal seperti yang ditunjukkan oleh akinetic
atau agitans masing-masing jenis.3

Dosis Dan Administrasi:


Oral:
1. Skizofrenia dan psikosis lain, mania, terapi tambahan jangka pendek
untuk agitasi psikomotor, eksitasi, perilaku kekerasan atau impulsif
yang berbahaya:
 dosis awal 1,5-3 mg, 2-3 kali sehari

37
 atau 3-5 mg, 2-3 kali sehari pada kasus berat atau resisten.
2. Pada skizofrenia resisten
 sampai 100 mg (jarang sampai 120 mg) per hari mungkin
diperlukan.
 Sesuaikan dengan respons, dosis pemeliharaan efektif
serendah mungkin (sampai serendah 5-10 mg/hari).
 LANSIA (atau debil) dosis awal setengah dosis dewasa. 3

38

Anda mungkin juga menyukai