HIPERTENSI
2. Klasifikasi Hipertensi
1. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
a. Hipertensi Esensial (Primer)
Hipertensi pimer di sebut juga dengan esensial atau hipertensi idiopatik.
Etiologinya banyak faktor, dengan penyebab yang tidak dapat diidentifikasi, tetapi
beberapa yang umumnya terlibat berkaitan dengan hemeostatik, tekanan darah
terus tinggi dan terus naik dari waktu ke waktu karena peningkatan progresif dan
terus menerus dalam resistensi arteri ferifer. Kenaikan terus menerus dalam
resistesi arteri adalah karna resisitensi ginjal yang tidak sesuai terhadap garam dan
air atau ketidak normalan pada dinding pembuluh darah. (Joyce & Jane 2014)
Beberapa faktor yang terjadi dalam hipertensi esensial seperti : Faktor
genetic, stress dan fsikologis, serta faktor lingkungan dan diet, peningkatan
pengunaan garam dan berkurangnya asupan kalium atau kalsium, peningkatan
tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda hipertensi primer,
umumnya gejala baru terlihat setelah terjadi komplikasi pada organ target, seperti
ginjal, mata, otak dan jantung.(Wijaya & Putri.2013).
b. Hipertensi Sekunder
Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologinya dapat di ketahui
dengan jelas sehinga lebih mudah untuk di kendalikan dengan obat-obatan,
penyebab hipertensi sekunder di antaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor,
diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelaianan endokrin lainya, seperti
obesitas, resisitensi insulin, hipertirodisme dan pemakaian obat-obatan
kontrasepsi oral dan kartikosteroid.(Andre & Yesie.2013)
2. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hipertensi
Tabel 1. Klasasifikasi Hipertensi menurut JNC VIII
Tekanan Sistolik Tekanam Diastolik
Derajat (mmHg) (mmHg)
< 120 < 80
Normal
Pre-hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 >160 >100
Sumber : National, Heart, Lung and Blood Institute, (2013).
Tabel 2 Klasifikasi Hipertensi Menurut Eeuropean society of cardiology
Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik
Kategori
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal
120-129 80-84
Normal Tinggi
130-139 85-89
Hipertensi Drajat 1
140-159 90-99
Hipertensi Drajat II
160-179 100-109
Hipertensi Drajat III
> 180 > 110
Hipertensi Sistolik Terisolir
> 190 < 90
3. Patofisiologi
a. Patofisiologi Hipertensi Primer
Dasar-dasar patologis yang tepat dari hipertensi primer tetap harus
disusun. Faktor apa saja yang menghasilkan perubahan pada resistesi vaskuler
perifer, denyut jantung atau curah jantung mempengaruhi tekanan darah arteri
sistemik . Empat sistim kontrol yang memainkan peran utama dalam menjalankan
tekanan darah: (1) sistim baroreseptor dan komoreseptor arteri; (2) pengaturan
volume cairan tubuh; (3) sistim renin-angiotensin; (4) auto regulasi vaskuler.
Hipertensi primer kemungkinan besar terjadi karna kerusakan atau malfungsi pada
beberapa atau semua sistim ini. Agaknya bukan kerusakan tunggal yang
menyebabkan hipertensi esensial pada semua orang yang terkena.
Baroreseptor dan komoreseptor arteri bekerja secara refleks untuk
mengontrol tekanan. Baroreseptor, reseptor peregang utama, ditemukan di sinus
karotis, aorta, dan dinding bilik jantung kiri. Mereka memonitor tingkat tekanan
arteri dan mengatasi peningkatan melalui vasodilatasi dan memperlambat denyut
jantung melalui saraf vagus. Komoreseptor, berada di medula dan tubuh karotis
dan aorta, sensitive terhadap perubahan dalam konsentrasi oksigen, karbon
dioasida, dan ion hydrogen (pH) dalam darah. Penurunan konsentrasi oksigen atau
pH menyebabkan kenaikan refleksif pada tekanan, sementara kenaikan
konsentrasi karbon dioksida menyebabkan penurnan tekanan darah. Perubahan-
perubahan pada volume cairan mempengaruhi tekanan arteri sistemik. Dengan
demikian kelainan dalam transport natrium dalam tubulus ginjal mungkin
menyebabkan hipertensi esensial. Ketika kadar natrium dan air berlebih, volume
total darah meningkat, dengan demikian meningkatkan tekanan darah. Perubahan-
perubahan patologis yang mengubah ambang tekanan di mana ginjal
mengekskresikan garam dan air mengubah tekan darah sistemik. Selain itu,
produksi itu produksi hormon penahan natrium yang berlebihan menyebabkan
hipertensi.
Renin dan angiotensin memainkan peran dalam pengaturan tekanan darah.
Rennin adalah enzim yang di produksi oleh ginjal yang mengatalisis substrat
protein plasma untuk memisahkan angiotennsisn I, yang yang di hilangkan oleh
enzim pengubah ke paru-paru untuk membentuk angiotensin II dan kemudian
angiotensin III. Angiotensin II dan III bertindak sebagai vasokonstriktor dan juga
merangsang plasma aldosteron. Dengan meningkatnya aktivitas sistim saraf
simpatik, angiotensin II dan III tampaknya juga menghambat ekskresi natrium,
yang menghasilkan naiknya tekanan darah. Sekresi rennin yang bertambah telah
diteliti sebagi penyebab meningkatya resisten vaskuler periferal pada hipertensi
primer.
Sel endotel vaskuler terbukti penting dalam hipertensi. Sel endotel
memproduksi nitrat oksida yang mendilatasi arteriol dan endothelium yang
mengontriksinya. Difusi endothelium telah berimplikasi pada hipertensi esensial
manusia. (Joyce & Jane 2014)
b. Patofisiologi Hipertensi Sekunder
Banyak masalah ginjal, vaskuler, neurologis dan obat dan makanan yang
secara langsung atau tidak langsung berpengaruh negatif terhadap ginjal dapat
mengakibatkan gangguan serius pada orang-organ ini yang menganggu ekskresi
natrium, perfusi renal, atau mekanisme renninangiotensin-aldosteron yang
mengakibatkan naiknya tekanan darah.
Glumelonefritis dan stenosis arterial renal kronis adalah penyebab yang
paling umum dari hipertensi sekunder. Juga, kelenjar adrenal dapat
mengakibatkan hipertensi sekunder jika ia memproduksi aldosteron, kortisol, dan
katokolomin berlebih. Kelebihan aldosteron megakibatkan renal menyimpan
natrium dan air, memperbanyak volume darah, dan menaikan tekanan darah.
Feokromositoma, tumor kecil di medula adrenal, dapat mengakibatkan hipertensi
dramatis karna pelepasan jumlah epinefrin norepinoprin (disebut katekolamin)
yang berlebihan. Permasalahan adrenokorsikal lainnya dapat mengakibatkan
produksi kortisol yang berlebih (sindrom chusing). Klien dengan sindrom chusing
memiliki resiko 80% resiko pengembangan hipertensi. Kortisol mengakibatkan
tekanan darah dengan meningkatnya simpanan natrium renal, kadar angiotensin II,
dan reaktivitas vaskuler terhadap norepinefrin. Stres kronis meningkatkan kadar
katekolamin, aldosteron, dan kortisol dalam darah. (Joyce & Jane 2014)
4. Pathway
Hipertensi
Kerusakan vaskuler pembulu darah
Perubahan setruktur pembuluh darah
Penyumbatan pembuluh darah
Vasokontraksi
Gangguan Sirkulasi
Resistensi Iskemik
pembuluh
darah otak Vaso Kontriksi
Nyeri akut
Resiko
Penurunan
Curah Jantung
Fatique
Intoleransi
aktivitas
5. Manifestasi klinis
Pada tahap awal perkembangan hipertensi, tidak ada manifestasi yang di
catat oleh klien atau praktisi kesehatan. Pada akhirnya tekana darah akan naik, dan
jika keadaan ini tidak terditeksi selama pemeriksaan rutin, klien akan tetap tidak
sadar bahwa tekanan darsahnya naik, jika keadaan ini dibiarkan tidak terdiagnosis,
tekanan darah akan terus naik, manifestasi klinis akan menjadi jelas dan klien
pada akhirnya akan datang kerumah sakit dengan mengeluhkan sakit kepala terus-
menerus, kelelahan, pusing, berdebar-debar, sesak, pandangan kabur, atau
penglihatan ganda, atau mimisan, sakit kepala, mudah lelah, palpasasi, mual.
(Joyce & Jane 2014& Haryani 2015).
6. Komplikasi
Tekanan darah tinggi apabila tidak diobati dan ditanggulangi, maka dalam
jangka panjang akan menyebabkan kerusakan arteri dalam tubuh sampai organ
yang mendapat suplai darah dari arteri tersebut. Menurut (wijaya&putri, 2013)
Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ sebagai berikut :
a. Kerusakan ginjal
Tekanan darah tinggi juga meyebabkan kerusakan ginjal, tekanan darah tinggi
dapat menyebabkan kerusakan sistim penyaringan dalam ginjal akibatnya
lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak di butuhkan
tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di dalam
tubuh.
b. Otak
Komplikasi hipertensi pada otak, menimbulkan resiko stroke, apa bila tidak di
obati resiko terkenak setroke 7 kali lebih besar.
c. Mata
Pada mata hipertensi dapat mengakibatkan terjadinya rentinopati hipertensi
dan mengakibatkan kebutaan.
d. Gagal jantung
Tekanan darah tinggi dapat menyebakan terjadinya gagal jantung dan
penyakit jantung koroner, pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan
meningkat, otot janung akan berkurang elastisitasnya, yang di sebut
dekompresi. Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa sehingga
banyak cairan tertahan di paru maupun jaringan tubuh lain yang dapat
menyebabkan sesak nafas atau odema , kondisi iini di sebut gagl jantung
(Helmanu & Ulfa 2015).
7. Pemeriksaan Diagnostik
Uji yang di gunakan dalam evaluasi hipertensi rutin termasuk jumlah sel
darah lengkap, urinealisis. Penentuan serum kalium dan kadar natrium. Kadar
glukosa darah saat puasa, kadar serum kolestrol, nitrogen urem darah, dan kadar
serum keratin elektrokardiogram, dan radiografidada. Tes ini menyediakan
informasi yang berguna dalam menentukan keparahan penyakit vaskuler, luasnya
kerusakan organ sasaran, dan kemungkinan penyebab hipertensi. Klien dengan
potensi hipertensi sekunder mungkin memerlukan uji yang lebih luas (Joyce &
Jane 2014).
8. Penatalaksanaan Hipertensi
Menurut (Wijaya & Putri, 2013) penatalaksanaan untuk menangani
hipertensi terdiri atas 2 yaitu :
a. Penatalaksanaan Nonfarmkologi :
penatalaksanaan non farmakologis dengan modifikasi gaya hidup sangat
penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi. Penatalaksanan hiperteni
dengan nonfarmakologis terdiri dari berbagai macam cara modifikasi gaya hidup
untuk menurunkan tekanan darah yaitu :
1). Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan ideal sesuai boddy mass index (BMI) dengan
rentang 18,5-24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan membagi barat badan
dengan tinggi badan yang telah dikuadratkan dalam satuan meter. Mengatasi
obesitas (kegemukan) juga dapat dilakukan dengan melakukan diet rendah
kolesterol namun kaya denagn protein dan jika berhasil menurunkan berat badan
2,5-5 kg maka tekanan darah diastolik dapat diturunkan sebanyak 55 mmHg.
2). Kurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara diet rendah garam
yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari ( kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr gram/hari.
Jumlah yang lain dengan mengurangi asupan garam sampai kurang dari 2300 mg
(1 sendok teh) setiap hari.pengurangan konsumsi garam menjadi ½ sendok
the/hari, dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg dan tekan diastolik
sekitar 2,5 mmHg.
3). Batasi konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol harus dibatasi karena konsumsi alkohol berlebihan dapat
meningkatan darah. Para peminum berat mempunyai resiko mengalami hipertensi
empat kali lebih besar dari pada mereka yang tidak minum minuman beralkohol.
4). Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Pertahankan asupan diet pottasium ( >90 mmol 3500 mg/hari )dengan cara
konsumsi diet tinggi buah dan dan sayur dan diet rendah lemak dengan cara
mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak total. Kalium dapat menurunkan tekan
darah dengan dengan meningkatkan jumlah natrium yang terbuang bersama air
kencing. Dengan setidaknya mengkonsumsi buah-buahan sebanyak 3-5 kali dalam
sehari, seseorang bisa mencapai asupan potassium yang cukup.
5). Menghindari merokok
Merokok memang tidak berhubungan secara langsung dan timbulnya
hipertensi. Tetapi merokok dapat meningkatkan risiko komplikasi pada pasien
hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke, maka perlu dihindari
mengkonsumsi tembakau (rokok) karena dapat memperberat hipertensi.
Nikotin dalam tembaku membuat jantung bekerja lebih keras karena
menyempitakn pembuluh darah dn meningkatkan frekuensi denyut jantung serta
tekanan darah. Maka pada penderita hipertensi dianjurkan untuk menghentikan
6). Penurunan stres
Stres memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika
episode stres sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan sementara yang sangat
tinggi. Menghindari stres dengan menciptakan suasana yang menyenangkan bagi
penderita hipertensi dan memperkenalkan berbagai metode relaksasi seperti
yogaatau meditasi yang dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat
menurunkan tekanan darah.
7). Terapi masase (pijat)
Pada prinsip pizat yang dilakukan pada penderita hipertensi adalah untuk
memperlancar aliran energi dalam tubuh sehingga gangguan hipertensi dan
komplikasinya dapat diminimalisir, ketika semua jalur energi terbuka dan aliran
energi tidak lagi terhalang oleh ketegangan otot dan hambatan lain maka resiko
hipertensi dapat ditekan.
b. Penatalaksanaan farmakologi
1) Diuretik (Hidroklorotiazid)
Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan tubuh berkurang dan
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.
2) Penghambat simpatetik (Metildopa, klonidin dan reserpin)
Menghambat aktifitas saraf simpatis
3) Betabloker (Metroprolol, Propanolol dan Reserpin)
Menurunkan daya pompa jantung, Tidak di anjurkan pada penderita yang
telah mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronchial
Pada penderita diabetes militus : dapat menutupi gejala hipoglikemia
4) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan reaksi otot polos
pembuluh darah.
5) ACE inhibitor (Captopril)
a) Menghambat pembentukan zat Angiotensin II
b) Efek samping: batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemes.
6) Penghambat Reseptor Angeotensin II (Vaisartan)
Menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptor sehingga
memperingan daya pompa jantung
7) Antagonis kalsium ( Ditiasem dan Varapamil)
Menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas)
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama: biasanya pasien datang ke RS dengan kepala terasa pusing
dan bagian kuduk terasa berat, tidak bisa tidur.
b. Riwayat kesehatan sekarang: biasanya pada saat dilakukan pengkajian
pasien masih mengeluh kepala terasa sakit dan berat, penglihatan
berkunang-kunang, tidak bisa tidur
c. Riwayat kesehatan dahulu: biasanya penyakit hipertensi ini adalah
penyakit yang menahun yang sudah lama dialami oleh pasien, dan
biasanya pasien mengkonsumsi obat rutin seperti captopril.
d. Riwayat kesehatan keluarga: biasanya penyakit hipertensi ini adalah
penyakit keturunan
3. Data dasar pengkajian
a. Aktifitas / istirahat
Gejala: kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda: frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
b. Sirkulasi
Gejala: riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner,
penyakit serebrovaskular
Tanda: kenaikan tekanan darah, hipotensi postural, takhikardi, perubahan
warna kulit, suhu dingin
c. Integritas ego
Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, faktor
stress multiple.
Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan continue perhatian,
tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela,
peningkatan pola bicara
d. Eliminasi
Gejala: gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
e. Makanan / cairan
Gejala: makanan yang disukai dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolestrol.
Tanda: BB normal atau obesitas, adanya edema
f. Neurosensori
Gejala: keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala,
berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda: perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggam, perubahan
retinal optic
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oxipital
berat, nyeri abdomen
h. Pernafasan
Gejala: dispnea yang berkaiatan dengan aktifitas, takipnea, ortopnea,
dispneanoctural proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat
merokok
Tanda: distress respirasi/pengguanaan otot aksesoris pernafasan, bunyi
nafas tambahan, sianosis
i. Keamanan
Gejala: gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda: episode parestesia unilateral transien, hipotensi postural
j. Pembelajaran/penyuluhan
Gejala: faktor resiko keluarga; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
DM, penyakit ginjal, faktor resiko etnik, pengguaan pil kb atau hormone.
2. Penyimpangan KDM
Hipertensi
Kerusakan vaskuler pembulu darah
Perubahan setruktur pembuluh darah
Penyumbatan pembuluh darah
Vasokontraksi
Gangguan Sirkulasi
Nyeri akut
Resiko
Penurunan
Curah Jantung
Fatique
Intoleransi
aktivitas
3. Diagnosa keperawatan
Brunner &Suddarth. 2015. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: Egc..
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI
Suzanne dan Brenda G. Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah
Volume 3. EGC : Jakarta