Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN

KEPERAWATAN HALUSINASI

Pembimbing :
Dwi Agustanti, M.Kep., Sp.Kom.

DISUSUN OLEH :
FANNY AMALIA SAFITRI
1814401103
TINGKAT 2 REGULER 3

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG


DIII KEPERAWATAN TANJUNGKARANG
TAHUN AJARAN 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

I. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan sensori Persepsi : Halusinasi

II. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
Halusinasi adalah terjadinya penglihatan, suara, sentuhan, bau , maupun
rasa tanpa stimulus eksternal terhadap organ-organ indera ( Fontaine,2009)
Halusinasi merupakan suatu bentuk persepsi atau pengalaman indera
dimana tidak terdapat stimulasi terhadap reseptor-reseptornya, halusinasi
merupakan persepsi sensori yang salah yang mungkin meluputi salah satu
dari kelima panca indera (Towsend,2009)
Halusinasi adalah distorsi persepsi palsu yang terjadi pada respo
neurobiologis yang maladaptif, klien mengalami distorsi sensori yang nyata
dan meresponnya, namun dalam halusinasi stimulus internal dan eksternal
tidak dapat diidentifikasi (Stuart,2009)
Halusinasi merupakan perubahan dalam jumlah dan pola stimulus yang
diterima disertai dengan penurunan berlebih distorsi atau kerusakan respon
beberapa stimulus (NANDA-I 2009-2011)
Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa dimana klien
merasakan suatu stimulus yang sebenarnya tidak ada. Klien mengalami
perubahan sendiri persepsi ; merasakan sensasi palsu berupa suara,
pengelihatan, pengecapan, perasaan, atau penciuman. Salah satu
manifestasi yang timbul adalah halusinasi tidak dapat memenuhi
kehidupannya sehari-hari. Halusinasi merupakan salah satu dari sekian
banyak bentuk pisikopatologi yang paling parah dan membingungkan.
2. Jenis Halusinasi
a. Halusinasi pendengaran
Menurut Stuart (2009), pada klien halusinasi dengar tanda dan
gejala dapat di karakteristik mendengar bunyi atau suara, paling sering
dalam bentuk suara, rentang suara dari suara sederhana atau suara
yang jelas, suara tersebut membicarakan tentang pasien, sampai
percakapan yang komplet antara dua orang atau lebih seperti orang
yang berhalusinasi. Suara yang didengar dapat berupa perintah yang
memberitahu pasien untuk melakukan sesuatu, kadang-kadang dapat
membahayakan atau mencedera.
Halusinasi dengar merupakan gejala mayoritas yang sering
dijumpai pada pasien skizofrenia. Hasil penelitian Nayani dan David
( 1996, dalam Birchwood 2009) menunjukkan bahwa isi halusinasi
pendengaran 84 % berupa perintah untuk melakukan sesuatu, 77%
mengkritik individu, 70% menghina klien, 66% mengancam, 61%
membicarakan tentang orang lain, 53% mendebat klien , 48%
menyenagkan klien, 41% menanyakan sesuatu dan 40% menertawakan
klien. Halusinasi dengar harus menjadi fokus perhatian kita bersama
karena halusinasi dengar apabila tidak ditangani secara baik dapat
menimbulkan resiko terhadap keamanan diri klien sendiri, orang lain
dan juga lingkungan sekitaran.
b. Halusinasi penciuman
Pada halusinasi penciuman isi halusinasi dapat berupa klien
mencium aroma atau bau tertentu seperti urine atau feces atau bau
yang bersifat lebih umum atau bau busuk atau bau yang tidak sedap
( Cancro & Lehman, 2000 dalam Videbeck 2008).
c. Halusinasi penglihatan
Pada klien yang mengalami halusinasi penglihatan , isi dari
halusinasi berupa melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada sama
seklai, misalnya cahaya atau orang yang telah meninggal atau mungkin
sesuatu yang bentuknya menakutkan ( Cancro & Lehman, 2000 dalam
Videbeck 2008).
d. Halusinasi pengecapan
Pada halusinasi pengecapan , isi halusinasi berupa klien
mengecap rasa yang tetap ada dalam mulut atau perasaan bahwa
makanan terasa seperti sesuatu yang lain. Rasa tersebut dapat berupa
rasa logam atau pahit, dapat berupa rasa busuk, tak sedap dan anyir
seperti darah, urine dan feces (Stuart & Laraia, 2005 ; Stuart 2009).
e. Halusinasi perabaan
Isi halusinasi perabaan adalah klien merasakan sensasi seperti
aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubuh atau binatang kecil yang
merayap di kulit ( cancro & Lehman, 2000 dalam Videbeck 2008)
f. Halusinasi Chenesthetik
Halusinasi chenesthetik klien akan merasa fungsi tubuh seperti
darah berdenyut melalui vena dan arteri, mencerna makanan atau
bentuk urin ( Videbeck2008; Stuart 2009)
g. Halusinasi Kinesteteik
Terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi melaporkan sensasi gerakan
tubuh, gerakan tubuh yang tidak lazim seperti melayang di atas tanah.
Sensasi gerakan sambil berdiri tak bergerak ( Videbeck 2008; Stuart
2009)

 Jenis Halusinasi serta Ciri Objektif dan Subjektif Klien yang Mengalami
Halusinasi
Jenis Data Objektif Data Subjektif
halusinasi
Halusinasi  Bicara atau  Mendengar
Dengar tertawa suara – suara
( klien sendiri. atau
mendengar  Marah – marah kegaduhan.
suara / tanpa sebab.  Mendengar
bunyi yang  Mendekatkan suara yang
tidak ada telinga ke arah mengajak
hubunganny tertentu. bercakap-
a dengan  Menutup cakap.
stimulus telinga.  Mendengar
yang nyata / suara
lingkungan ) menyuruh
melakukan
sesuatu yang
berbahaya.
Halusinasi  Menunjuk- Melihat bayangan,
Penglihatan nunjuk ke arah sinar, bentuk
( klien tertentu. geometris, kartun,
melihat  Ketakutan pada melihat hantu, atau
gambaran sesuatu yang monster.
yang jelas / tidak jelas.
samar
terhadap
adanya
stimulus
yang nyata
dari
lingkungan
dan orang
lain tidak
melihatnya )
.
Halusinasi  Mengendus- Membaui bau-bauan
Penciuman endus seperti seperti bau darah,
( klien sedang urine, feses, dan
mencium membaui bau- terkadang bau-bau
suatu bau bauan tersebut
yang tertentu. menyenangkan bagi
muncul dari  Menutup klien.
sumber hidung.
tertentu
tanpa
stimulus
yang
nyata ).
Halusinasi  Sering Merasakan rasa
pengecapan meludah. seperti darah, urine,
( klien  Muntah. atau feses.
merasakan
sesuatu
yang tidak
nyata,
biasanya
merasakan
rasa
makanan
yang tidak
enak ).
Halusinasi Menggaruk-garuk  Mengatakan
Perabaan permukaan kulit ada serangga
( klien di permukan
merasakan kulit.
sesuatu  Merasa
pada seperti
kulitnya tersengat
tanpa ada listrik.
stimulus
yang
nyata ).
Halusinasi Memegang kakinya Mengatakan
Kinestetik yang dianggapnya badannya melayang di
( klien bergerak sendiri. udara.
merasa
badan nya
bergerak
dalam suatu
ruangan
atau
anggota
badan nya
bergerak ).
Halusinasi Memegang badannya Mengatakan perutnya
Viseral yang di anggapnya menjadi mengecil
( perasaan berubah bentuk dan setelah minum soft
tertentu tidak normal seperti drink.
timbul biasanya.
dalam
tubuhnya ).

Sumber: Stuart dan Sundeen (1998)

3. Fase Halusinasi
1. Comforting ( Halusinasi menyenangkan, cemas ringan)
Klien yang berhalusinasi mengalami emosi yang intense seperti
cemas, kesepian, rasa bersalah, dan takut dan mencoba untuk berfokus
pada pikiran yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan.
Perilaku yang dapat diobservasi :
1) Tersenyum lebar, menyeringai tetapi tampak tidak tepat
2) Menggerakkan bibir tanpa membuat suarapengerakan mata yang
cepat
3) Respon verbal yang lambat seperti asyik
4) Diam dan tampak asyik
2. Comdemning ( halusinasi menjijikan, cemas sedang)
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien yang
berhalusinasi mulai merasa kehilangan control dan mungkin berusaha
menjauhkan diri serta merasa malu dengan adanya pengalaman sensori
tersebut dan menarik diri dari orang lain.
Perilau yang dapat diobservasi :
1) Ditandai dengan peningkatan kerja system saraf autonomic yang
menunjukan kecemasan misalnya terdapat peningkatan nadi,
pernafasan dan tekanan darah
2) Rentang perhatian menjadi sempit
3) Asyik dengan pengalaman sendori dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realitas
3. Controlling (pengalam sensori berkuasa, cemas berat)
Klien yang berhalusinasi menyerah untuk mencoba melawan
pengalaman halusinasinya. Isi halusinasi bisa menjadi menarik/
memikat.
Perilaku yang dapat diobservasi :
1) Arahan yang diberikan halusinasi tidak hanya dijadikan objek saja
oleh klien tetapi mungkin akan diikuti/dituruti
2) Klien mengalami kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Rentang perhatian hanya dalam beberapa detik atau menit
4) Tampak tanda kecemasan berat seperti berkeringan , tremor, tidak
mampu mengikuti peritah
4. Conquering ( melebur dalam pengaruh halusinasi, panic)
Pengalaman sensori bisa mengancam jika klien tidak mengikuti perintah
dari halusinasi. Halusinasi mungkin berakhir dalam waktu empat jam
atau sehari bila tidak ada intervensi terapeutik.
Perilaku yang dapat diobservasi :
1) Perilaku klien tampak seperti dihantui teror dan panic
2) Potensi kuat untuk bunuh diri dan membunuh orang lain
3) Aktifitas fisik yang digambarkan klien menunjukkan isi dari
halusinasi misalnya klien melakukan kekerasan, agitasi, menarik diri
atau katatonia
4) Klien tidak dapat berespon pada arahan kompleks
5) Klien tidak dapat berespon pada lebih dari satu orang

4. Rentang respon neurobiologi

Rentang Respon Neurobiologis


Respon Adaptif R. Maladaptif

1. Kadang proses
1. Pikiran Logis 1. Gangguan
pikir terganggu
2. Persepsi Akurat proses pikir
2. Ilusi
3. Emosi (waham)
3. Emosi
konsisten 2. Halusinasi
4. Perilaku tidak
dengan 3. RPK
biasa
pengalaman 4. Perilaku tidak
5. Menarik diri
4. Perilaku sesuai terorganisir
5. Isolasi sosial
5. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
 Faktor Biologis
Menurut Videbeck (2008), faktor biologi yang dapat menyebabkan
terjadinya skizofrenia yaitu :
1) Genetik
Secara genetik ditemukan perubahan pada kromosom 5
dan 6 yang mempredisposisikan individu mengalami skizofrenia
(Copel, 2007). Sedangkan Buchanan dan Carpenter (2000, dalam
Stuart &Laraia, 2005; Stuart, 2009) menyebutkan bahwa
kromosom yang berperan dalam menurunkan skizofrenia adalah
kromosom 6. Sedangkan kromosom lain yang juga berpean
adalah kromosom 4,8,15,dan 22, Craddock et al (2006 dalam
Stuart, 2009). Penelitian juga menemukan gen GAD 1 yang
bertanggungjawab memproduksi GABA, dimana pada klien
skizofrenia tidakdapat meningkat secara normal sesuai
perkembangan pada daerah frontal, dimana bagian ini berfungsi
dalam proses berfikir dan pengambilan keputusan Hung et al,
(2007 dalam Stuart, 2009).
Penelitian yang paling penting memusatkan pada
penelitian anak kembar yang menunjukkan anak kembar identik
berisiko mengalami skizofrenia sebesar 50%, sedangkan pada
kembar non identik/ fraternal berisiko 15% mengalami
skizofrenia, angka ini meningkat sampai 35% jika kedua
orangtua biologis menderita skizofrenia (Cancro & Lehman,
2000; Videbeck, 2008; Stuart,2009). Semua penelitian ini
menunjukkan bahwa faktor genetik hanya sebagian kecil
penyebab terjadinya skizofrenia dan ternyata masih ada faktor
lain yang juga berperan sebagai faktor penyebab terjadinya
skizofrenia.

2) Neuroanatomi
Penelitian menunjukkan kelainan anatomi, fungsional
dan neurokimia di otak klien skizofrenia hidup dan postmortem,
penelitian menunjukkan bahwa kortek prefrontal dan sistem
limbik tidak sepenuhnya berkembang pada di otak klien dengan
skizofrenia. Penurunan volume otak mencerminkan penurunan
baik materi putih dan materi abu-abu pada neuron akson
(Kuroki et al, 2006; Higgins, 2007 dalam Stuart, 2009). Hasil
pemeriksaan Computed Tomography (CT) dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI), memperliatkan penurunan volume
otak pada individu dengan skizofrenia, temuan ini
memperlihatkan adanya keterlambatan perkembangan jaringan
otak dan atropi. Pemeriksaan Positron Emission Tomography
(PET)menunjukkan penurunan aliran darah ke otak pada lobus
frontal selama tugas perkembangan kognitif pada individu
dengan skizofrenia. Penelitian lain juga menunjukkan terjadinya
penurunan volume otak dan fungsi otak yang abnormal pada
area temporalis dan frontal (Videbeck, 2008). Perubahan pada
kedua lobus tersebut belum diketahui secara pasti
penyebabnya.
Keadaan patologis yang terjadi pada lobus temporalis
dan frontalis berkolerasi dengan terjadinya tanda-tanda positif
dan negatif dari skizofrenia. Copel (2007) menyebutkan bahwa
tanda-tanda positif skizofrenia seperti psikosi disebabkan karena
fungsi otak yang abnormal pada lobus temporalis. Sedangkan
tanda-anda negatif seperti tidak memiliki kemauan untuk
motivasi dan anhedonia disebabkan oleh fungsi otak yang
abnormal pada lobus frontalis.
Hal ini sesuai dengan Sadock dan Sadock (2007 dalam
Towsend, 2009) yang menyatakan bahwa fungsi utama lobus
frontalis adalah aktivasi motorik, intelektual, perencanaan
konseptual, aspek kepribadian, aspek produksi bahasa. Sehingga
apabila terjadi gangguan pada lobus frontalis, maka akan terjadi
perubahan pada aktivitas motorik, gangguan intelektual,
perubahan kepribadian dan juga emosi yang tidak stabil.
Sedangkan fungsiutam adari lobus temporalis adalah
pengaturan bahasa, ingatan dan juga emosi. Sehingga gangguan
yang terjadi pada korteks temporalis dan nukleus-nukleus limbik
yang berhubungan pada lobus temporalis akan menyebabkan
timbulnya gejala halusinasi.

3) Neurokimia
Penelitian di bidang neurotransmisi telah memperjelas
hipotetsi disregulasi pada skizofrenia, gangguan terus menerus
dalam satu atau lebih neurotransmiter atau neuromodulator
mekanisme pengaturan homeostatic menyebabkan
neurotransmisi tidak stabil atau tidak menentu. Teori ini
menyatakan bahwa area mesolimbik overaktif terhadap
dopamine, sedangkan area prefrontal mengalami hipoaktif
sehingga terjadi ketidakseimbangan antara sistem
neurotransmiter dopamine dan serotonin serta yang lain
(Stuart, 2009). Pernyataan ini memberi arti bahwa
neurotransmitter mempunyai peranan yang penting
menyebabkan terjadinya skizofrenia.
Beberapa referensi menunjukkan bahwa
neurotransmiter yang bereperan menyebabkan skizofrenia
adalah dopamin dan serotonin. Satu teori yang terkenal
memperlihatkan dopamin sebagai faktor penyebab, ini
dibuktikan dengan obat-obatan yang menyekat reseptor
dopamin pascasinaptik mengurangi gejala gejala psikotik dan
pada kenyataan nya semakin efektif obat tersebut dalam
mengurangigejala skizofrenia. Sedangkan serotonin berfungsi
sebagai modulasi dopamine, yang membantu mengontrol
kelebihan dopamine, beberapa peneliti yakin bahwa kelebihan
serotonin itu sendiri bereperan dalam perkembangan
skizofrenia, ini dibuktikan dengan penggunaan obat antipsikotik
atipikal seperti klozapin (clorazil) yang merupakan antagonis
dopamine dan serotonin. Penelitian menunjukkan bahwa
klozapin dapat menghasilkan penurunan gejala psikotik secara
dramatis dan mengurangi tanda-tanda negatif skizofrenia
(O’Connor, 1998; Marder, 2000 dalam Videbeck, 2008).
Adanya overload reuptake neurotransmiter dopamin
dan serotonin mengakibatkan kerusakan komunikasi antar sel
otak, sehingga jalur penerima dan pengiriman informasi di otak
terganggu. Keadaan inilah yang mengakibatkan informasi tidak
dapat diproses sehingga terjadi kerusakan dalam persepsi yang
berkembang menjadi halusinasi dan kesalahan dalam membuat
kesimpulan yang berkembang menjadi delusi.

4) Imunovirologi
Sebuah penelitian untuk menemukan “virus Skizofrenia”
telah berlangsung (Torrey et al, 2007; alman et al, 2008). Bukti
campuran menunjukkan bahwa paparan prenatal terhadap virus
influenza, terutama selama trimester pertama, mungkin
menjadi salah satu faktor penyebab skizofrenia pada beberapa
orang tetapi tidak pada orang lain (Brown et al, 2004). Teori ini
didukung oleh temuan riset yang memperlihatkan lebih banyak
orang dengan skiofrenia lahir di musim dingin atau awal musim
semi dan di daerah perkotaan (Van Os et al, 2004). Temuan ini
menunjukkan musim potensial dan tempat lahir dampak
terhadap resiko untuk skizofrenia. Infeksi virus lebih sering
terjadi pada tempat-tempat keramaian dan musim dingin dan
awal musing semi dan dapat terjadi in utero atau pada anak usia
dini pada beberapa orang yang rentan (Gallagher et al, 2007;
Velling et al, 2008 dalam Stuart, 2009)
 Psikologis
Awal terjadinya skizofrenia difokuskan pada hubungan dalam
keluarga yang mempengaruhi perkembangan gangguan ini, teori
awal menunjukkan kurangnya hubungan antara orangtua dan anak,
serta disfungsi sistem keluarga sebagai penyebab skizofrenia. Dalam
penelitian lain, beberapa anak dengan skizofrenia menunjukkan
kelainan halus yang meliputi perhatian, koordinasi, kemampuan
sosaial, fungsi neuromotordan respon emosional jauh sebelum
mereka menunjukkan gejala yang jelas dari skizofrenia (Schiffman et
al, 2004 dalam Stuart, 2009). Hal di atas dukung oleh Sinaga., (2007)
yang menyebutkan bahwa lingkungan emosional yang tidak stabil
mempunyai resiko yang besar terhadap perkembangan skizofrenia,
pada masa kanak disfungsi situasi sosial seperti trauma masa kecil,
kekerasan, hostilitas dan huungan interpersonal yang kurang hangat
diterima oleh anak sangat mempengaruhi perkembangan
neurologikal anak sehingga lebih rentan mengalami skizofrenia
dikemudian hari.
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005) faktor psikologis yang
dapat mempengaruhi adalah tingkat intelegensi, kemampuan
verbal, moral, kepribadian, pengalaman masa lalu, konsep diri dan
motivasi. Selain itu faktor penyebab terjadinya skizofrenia
berdasarkan teori interpersonal berpendapat bahwa s skizofrenia
muncul akibat hubungan disfungsional pada masa kehidupan awal
dan masa remaja, skizofrenia terjadi akibat ibu yang cemas atau
ayah yang jauh dan suka mengonbtrol (Torrey, 1995 dalam
Videbeck, 2008). Halini memberiarti bahwa anak akan belajar pada
orangtua nya yang mengalami skizofrenia dan akan mempraktekkan
apa yang dilihatnya setelah ia besar dalam setiap ia mengalami
masalah.

 Sosial Budaya
Faktor sosial budaya yang dapat menyebabkan terjadinya
skizofrenia adalah adanya double bind didalam keluarga dan konflik
dalam keluarga. Torrey (1995 dalam Videbeck , 2008) menyebutkan
bahwa salah satu faktor sosial yang dapat menyebabkan terjadinya
skizofrenia adalah asnya disfungsi dalam pengasuhan anak maupun
dinamika keluarga.
Seaward (1997, dalam Videbeck 2008) menyebutkan bahwa fakor
budaya dan sosial dapat menyebabkan terjadinya skizofrenia adalah
karena tidak adanya penghasilan, adanya kekerasan , tidak memiliki
tempat tinggal, kemiskinan dan diskriminasi ras, golongan , usia
maupun jenis kelamin.

b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus halusinasi diakibatkan gangguan umpan balik di
otak yang mengatur jumlah dan waktu dalam proses informasi. Stimulasi
pemglihatan dan pendengaran pada awalnya di saring oleh hipotalamus
dan dikirim untuk diproses oleh lobus frontal dan bila informasi yang
disampaikan terlalu banyak pada suatu waktu atau jika informasi
tersebut salah, lobus frontal mengirimkan pesan overload ke ganglia
basal dan di ingatkan lagi hipotalamus untuk mmeperlambat transmisi
ke lobus frontal. Penurunan fungsi dari lobus frontal menyebabkan
gangguan pada proses umpan balik dalam penyampaian informasi yang
menghasilkan proses informasi overload ( Stuart & Laraia 2005 ; Stuart
2009). Selain itu , penurunan pintu mekanisme / gatting proses ini
ditunjukkan dengan ketidakmampuan individu dalam memilih stimuli
secara selektif ( Hong et al, 20027 dalam Stuart 2009).

c. Penilaian Terhadap Stressor


Penilaian terhadap stressor merupakan penilaian individeu
ketika mengalami stressor yang datang. Menurut Sinaga (2007), faktor
biologis, psikososial dan lingkungan saling berintegrasi datu sama lain
pada saat individu mengalami stress sedangkan individu sendiri memilki
kerentanan (diatesis), yang jika diaktifkan oleh pengaruh stress maka
akan menimbulkan gejala skizofrenia. Berdasarkan Stuart dan Laraia
(2005), penilaian terhadap stressor terdiri dari respon kognitif, afektif,
fisiologis, perilaku dan sosial. Hal ini memberikan arti bahwa apabila
individu mengalami suatu stressor maka ia akan merespon stressor
maka ia akan merespon stressor tersebut dan akan tampak melalui
tanda dan gejala yang muncul.

d. Sumber Koping
Berdasarkan Stuart dan Laraia (2005), sumber koping
merupakan hal yang penting dalam membantu klien dalam mengatasi
stressor yang dihadapinya. Sumber koping tersebut meliputi aset
ekonomi, sosial support, nilai dan kemampuan individu mengatasi
masalah. Apabila individu mempunyai sumber koping yang adekuat
maka ia akan mampu beradaptasi dan mengatasi stressor yang ada.
Keluarga merupakan salah satu sumber koping yang dibutuhkan
individu ketika mengalami stress. Hal terseut sesuai dengan Videbeck
(2008) yang menyatakan bahwa keluarga memang merupakan salah
satu sumber pendukung yang utama dalam penyembuhan klien
skizofrenia. Psikosis atau skizofrenia adalah penyakit menakutkan dan
sangat menjengkelkan yang memerlukan penyesuaian baik bagi klien
dan keluarga. Proses penyesuaian psikotik terdiri dari empat fase : (1)
disonansi kognitif (psikosis aktif), (2) pencapaian wawasan, (3) stabilitas
dalam semua aspek kehidupan (ketetapan kognitif), dan (4) bergerak
terhadap prestasi kerja atau tujuan pendidikan. Proses multifase
penyesuaian dapat berlangsung 3 sampai 6 tahun (Moller, 2006 dalam
Stuart,2009) :
a) Efikasi/ Kemanjuran pengobatan untuk secara konsisten mengurangi
gejala dan menstabilkan disonansi kognitif setelah episode pertama
memakan waktu 6 sampai 12 bulan.
b) Awal penegenalan diri/ insight sebagai proses mandiri melakukan
pemeriksaan realitas yang dapat diandalkan. Pencapaian keterampilan
ini memakan waktu 6 sampai 18 bulan dan tergantung pada
keberhasilan pengobatan dan dukungan yang berkelanjutan.
c) Setelah mencapai pengenalan diri/ insight, proses pencapaian kognitif
meliputi keteguhan melanjutkan hubungan interpersoanl normal dan
reengaging dalam kegiatan yang sesuai dengan usia yang berkaitan
dengansekolah dan bekerja. Fase ini berlangsung 1 sampai 3 tahun.
d) Ordinariness/ kesiapan kembali seperti sebelum sakit ditandai dengan
kemampuan untuk secara konsisten dan dapat diandalkan dan terlibat
dalam kegiatan yang sesuai dengan usia lengkap dari kehidupan sehari-
hari mencerminkan tujuan prepsychosis. Fase ini berlangsung minimal 2
tahun. Sumber daya keluarga, seperti pemahaman orang tua terhadap
penyakit, keuangan, ketersediaan waktu dan energi, dan kemampuan
untuk menyediakan dukungan yang berkelanjutan, mempengaruhi
jalannya penyesuaian pospsychotic.

e. Mekanisme Koping
Menurut Stuart & Laraia, 2005 ; Stuart, 2009), pada klien
skizofrenia, klien berusaha untuk melindungi dirinya dan pengalaman
yang disebabkan oleh penyakitnya. Klien akan melakukan regresi untuk
mengatasi kecemasan yang dialaminya, melakukan proyeksi sebagai
usaha untuk menjelaskan persepsinya dan menarik diri yang
berhubungan dengan masalah membangun kepercayaan dan keasyikan
terhadap pengalaman internal.

A. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji

NO DATA YANG PERLU DIKAJI MASALAH


1 2) Mendengar suara yang Halusinasi
mengajak bercakap-cakap
3) Mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang
berbahaya
4) Melihat bayangan, sinar,
bentuk geometris, bentuk
kartun, melihat hantu atau
monster
5) Mencium bau-bauan seperti
bau darah, urin, feses,
kadang-kadang bau itu
menyenangkan
6) Merasakan rasa seperti darah,
urin atau feses
7) Merasa takut atau senang
dengan halusinasinya

 Data objektif :
1) Bicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga ke arah
tertentu
4) Menutup telinga
5) Menunjuk-nunjuk ke arah
tertentu
6) Ketakutan pada sesuatu yang
tidak jelas
7) Mencium sesuatu seperti
membaui bau-bauan tertentu
8) Menutup hidung
9) Sering meludah
10) Muntah
11) Mengaruk-garuk permukaan
kulit

B. Pohon Masalah
Resiko perilaku Kekerasan
Gangguan Sensori Persepsi:
Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah

III. Diagnosa Keperawatan


1. Resiko perilaku kekerasan
2. Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah
IV. Rencana Tindakan Keperawatan (Tulis Sesuai Dengan Masalah Utama)
Dengan Diagnosa Keperawatan : Gangguan sensori persepsi : Halusinasi

Perencanaan
No
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
1 Pasien Mampu : Setelah 4x pertemuan, SP 1
1) Mengontrol pasien dapat 1) Membantu pasien mengenal 1) Men
halusinasi dengan menjelaskan tentang: halusinasi ( isi, frekuensi, waktu pasi
cara menghardik. 1) Cara Menghardik terjadinya, situasi pencetus,
2) Mengontrol 2) Cara minum obat (6 perasaan saat terjadi halusinasi)
halusinasi dengan Benar) 2) Menjelaskan cara mengontrol 2) Mem
cara minum obat (6 3) Bercakap-cakap halusinasi : hardik, obat,
Benar) dengan orang lain. bercakap-cakap, melakukan
3) Mengontrol 4) Melakukan Kegiatan kegiatan harian 3) Mem
halusinasi dengan Harian. 3) Mengajarkan pasien mengontrol untu
cara bercakap- halusinasi dengan cara
cakap dengan orang menghardik halusinasi 4) Men
lain. 4) Masukan oada jadwal kegiatan suda
4) Mengontrol untuk latihan menghardik
SP 2
halusinasi dengan
1) Evaluasi kegiatan menghardik, 1) Mem
cara melakukan
beri pujian
kegiatan harian.
2) Latih cara mengontrol halusinasi' 2) Mem
untu
3) Latih cara mengontrol halusinasi 3) Mem
dengan obat ( jelaskan 5 benar : untu
jenis, guna, dosis, frekuensi,
cara,kontinuitas minum obat)
4) Masukan pada jadwal kegiatan 4) Men
untuk latihan menghardik dan suda
minum obat
SP 3
1) Evaluasi kegiatan harian 1) Mem
menghardik dan obat, beri pujian
2) Latih cara mengontrol halusinasi 2) Mem
bercakap-cakap saat terjadi untu
halusinasi 3) Men
3) Masukkan pada jadwal kegiatan suda
untuk latihan menghardik, minum
obat dan bercakap-cakap.
SP 4
1) Evaluasi kegiatan harian 1) Mem
menghardik, minum obat dan
bercakap-cakap, beri pujian
2) Latih cara mengontrol halusinasi 2) Mem
dengan melakukan kegiatan untu
harian (mulai 2 kegiatan)
3) Masukkan pada jadwal kegiatan 3) Men
untuk latihan menghardik, minum suda
obat, bercakap-cakap dan
kegiatan harian.
2 Keluarga mampu Setelah 4x pertemuan SP 1
merawat anggota keluarga mampu 1) Diskusikan masalah yang 1) Men
keluarga yang meneruskan melatih dirasakan dalam merawat klien dala
mengalami masalah pasien dan mendukung 2) Jelaskan pengertian, tanda dan 2) Mem
gangguan persepsi agar kemampuan gejala dan proses terjadinya
sensori : halusinasi mengontrol halusinasi 3) Mem
halusinasinya 3) Jelaskan cara merawat halusinasi 4) Mem
meningkat. 4) Latih cara merawat halusinasi : men
hardik 5) Men
laku
5) Anjurkan membantu klien sesuai
jadwal dan memberi pujian
SP 2
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam 1) Mem
merawat/melatih klien
menghardik, beri pujian
2) Jelaskan 6 benar cara 2) Mem
memberikan obat
3) Latih cara memberikan/ 3) Mem
membimbing minum obat. men
4) Anjurkan membantu klien sesuai 4) Men
jadwal dan memberi pujian laku
SP 3
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam 1) Mem
merawat/melatih klien
menghardik dan memberikan
obat, beri pujian 2) Mem
2) Jelaskan cara bercakap-cakap dan
melakukan kegiatan untuk
mengontrol halusinasi 3) Mem
3) Latih dan sediakan waktu men
bercakap-cakap dengan klien
terutama pada saat halusinasi 4) Men
4) Anjurkan membantu klien sesuai laku
jadwal dan memberikan pujian
SP 4
1) Evaluasi kegiatan keluarga dalam 1) Mem
merawat/ melatih klien
menghardik, memberikan obat,
dan bercakap-cakap, beri pujian
2) Jelaskan follow up ke RSJ/PKM, 2) Mem
tanda kambuh, rujukan
3) Anjurkan membantu klien sesuai 3) Men
jadwal dan memberikan pujian laku

Terapi Tindakan Keperawatan Spesialis


1. Terapi infivisu : Terapi perilaku
2. Terapi kelompok :Psikoedukasi kelompok
3. Terapi keluarga : Terapi Triangel.
4. Terapi komunitas : Assertive community therapy (ACT)

Rencana Tindakan Medis/ psikofarmadinamika :


a. Anti Psikotik :
1. Chlorpromazine ( Promactile, Largactile)
2. Haloperidol ( Haldol, srenace, Lodomer)
3. Stelazine
4. Clozapine (Clozaril)
5. Risperidone ( Risperidal)
b. Anti parkinson :
1. Trihexyphenidile
2. Arthan

DAFTAR PUSTAKA

Depkes. (2000). Standar Pedoman Jiwa


Nurjanah, Intisari. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :
Momedia
Fik-Ui (2014). Standar Asuhan Keperawatan: Spesialis Keperawatan Jiwa. Workshops
Ke- 7, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta. EGC
Stuart, G.W., And Laraia (2005), Principles And Practice Of Psychiaatric Nursing, (7th Ed.)
St. Louis : Mosby Year Book.
Stuart, G.W. (2009). Principles And Pratice Of Psichiatric Nursing. ( 9th Ed.) St. Louis :
Mosby
Suliswati, Dkk (2005). Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai