Anda di halaman 1dari 5

Cara Menghitung Return on Equity (ROE)

Return on Equity (ROE) adalah salah satu rasio keuangan yang sering digunakan oleh investor untuk
menganalisis saham. Rasio ini menunjukkan tingkat efektivitas tim manajemen perusahaan dalam
menghasilkan laba dari dana yang diinvestasikan pemegang saham. Semakin tinggi ROE, semakin
besar laba yang dihasilkan dari sejumlah dana yang diinvestasikan sehingga mencerminkan tingkat
kesehatan keuangan perusahaan.

Bagian 1 dari 3:

Menghitung Return on Equity

Sunting

Hitunglah ekuitas pemegang saham (shareholders equity atau SE). Ekuitas pemegang saham
diperoleh dari selisih aset total (total asset atau TA) dengan liabilitas total (total liability atau TL).
Dengan demikian, SE = TA – TL. Informasi ini bisa diperoleh dari laporan keuangan tahunan atau
perempat tahunan di situs perusahaan.

Sebagai contoh, perusahaan memiliki aset total Rp750.000.000 dan liabilitas total Rp500.000.000.
Dengan demikian, ekuitas pemegang saham adalah Rp750.000.000 – Rp500.000.000 =
Rp250.000.000. Angka ini diperlukan untuk menghitung ekuitas rata-rata pemegang saham.
2

Hitunglah ekuitas rata-rata pemegang saham (shareholders average equity atau SEavg). Hitung dan
jumlahkan ekuitas pemegang saham pada awal periode (SE1) dan akhir periode (SE2) perusahaan
lalu bagikan dengan 2 untuk mencari SEavg. Dengan demikian investor bisa mengukur perubahan
profitabilitas perusahaan dalam satu periode atau tahun.[1]

Sebagai contoh, hitunglah ekuitas pemegang saham pada tanggal 31 Desember 2015 dengan
mengurangkan aset total dan liabilitas total. Lakukan hal yang sama untuk ekuitas pemegang saham
tanggal 31 Desember 2014, lalu bagi keduanya dengan 2. Sebagai contoh, Rp750.000.000 (aset) –
Rp250.000.000 (liabilitas) = Rp500.000.000 untuk tanggal 31 Desember 2014 dan Rp1.250.000.000
(aset) – Rp500.000.000 (liabilitas) = Rp750.000.000 untuk tanggal 31 Desember 2015. SEavg
perusahaan adalah (Rp500.000.000 + Rp750.000.000)/2 = Rp625.000.000. Angka ini dibutuhkan
untuk menghitung ROE.

Anda bisa memilih tanggal awal periode tahun kapan saja, dan kemudian bandingkan dengan
tanggal yang sama pada tahun sebelumnya.

Carilah laba bersih (net profit atau NP). Laba bersih perusahaan dicantunkan pada laporan keuangan,
tepatnya pada laporan laba-rugi. Laba bersih menunjukkan selisih dari pendapatan dan beban. Jika
perusahaan merugi (beban lebih besar dari pendapatan), gunakan angka negatif.
4

Hitunglah Return on Equity (ROE). Bagikan laba bersih dengan ekuitas rata-rata pemegang saham.
ROE = NP/SEavg.

Sebagai contoh, bagikan laba bersih Rp1.000.000.000 dengan ekuitas rata-rata pemegang saham
Rp625.000.000 = 1,6 atau 160% ROE. Artinya, perusahaan menghasilkan 160% laba pada setiap
rupiah yang diinvestasikan pemegang saham.

Perusahaan cukup menguntungkan jika ROE-nya minimal 15%

Hindari berinvestasi pada perusahaan yang memiliki ROE kurang dari 5%.

Bagian 2 dari 3:

Menggunakan Informasi ROE

Sunting

Bandingkan ROE perusahaan selama 5-10 tahun terakhir. Hal ini akan memberikan informasi
pertumbuhan perusahaan, namun tidak menjamin perusahaan akan terus tumbuh pada kecepatan
tersebut.[2]

Anda mungkin melihat kenaikan dan penurunan selama periode akibat meningkatnya utang dari
pinjaman. Perusahaan tidak dapat meningkatkan ROE tanpa pinjaman dana atau penjualan saham.
Pembayaran utang akan mengurangi laba bersih. Penjualan saham mengurangi laba per saham.[3]

Properti dengan tingkat pertumbuhan tinggi cenderung memiliki ROE yang tinggi karena mampu
menghasilkan pendapatan tambahan tanpa perlu didanai pihak eksternal.

Bandingkan angka ROE dari perusahaan-perusahaan dengan ukuran dan industri yang sama.
Mungkin, angka ROE rendah karena industri yang digeluti memiliki margin laba yang rendah.
2

Pertimbangkanlah berinvestasi pada perusahaan dengan ROE rendah (di bawah 15%). Mungkin
perusahaan sedang mengambil kebijakan besar-besaran, misalnya pemutusan kerja sebagian
karyawannya, yang mengakibatkan angka pendapatan perusahaan negatif dan rendahnya ROE.
Dengan demikian, pengukuran profitabilitas perusahaan bisa salah jika hanya melihat ROE dan
tingkat laba/ruginya saja. Evaluasilah tolok ukur profitabilitas lain pada perusahaan yang memiliki
ROE rendah, misalnya tingkat arus kas bebas (free cash flow) sebelum mencoret perusahaan dari
daftar investasi.[4]

Sebagai contoh, laba bersih perusahaan ABC menurun akibat meningkatnya beban akibat
pemutusan kerja, pembelian peralatan baru, atau pemindahan kantor. Perusahaan bukan berarti
tidak akan menghasilkan laba di masa depan karena kebijakan besar perusahaan biasanya terjadi
hanya sesekali.

Bandingkan ROE dengan Return on Assets (ROA). ROA adalah tingkat kemampuan perusahaan
menghasilkan laba dari setiap rupiah aset yang dimilikinya. Aset ini termasuk kas di bank, piutang
perusahaan, tanah dan bangunan, peralatan, persediaan, dan perabotan. ROA dihitung dengan
membagi laba bersih (diperoleh dari pernyataan laba/rugi) dan aset total perusahaan (diperoleh dari
neraca). Semakin kecil ROA, profitabilitas perusahaan semakin rendah. Perusahaan dapat memiliki
angka ROA dan ROE yang jauh berbeda, dikarenakan utang perusahaan.[5]

Aset = liabilitas + ekuitas. Dengan demikian, perusahaan yang tidak memiliki utang mempunyai
angka aset dan ekuitas yang sama. Oleh karenanya, angka ROA dan ROE perusahaan pun sama.

Tetapi, jika perusahaan meminjam dana dan berutang, aset perusahaan meningkat (akibat
pertambahan kas) dan ekuitas berkurang (karena ekuitas = aset – liabilitas).

Ketika ekuitas berkurang, ROE meningkat.

Ketika aset meningkat, ROA berkurang.

Advertisement

Bagian 3 dari 3:

Mengevaluasi Tingkat Kesehatan Perusahaan

Sunting

Selidiki jumlah utang perusahaan. Jika perusahaan memiliki banyak utang, di atas kertas ROE
perusahaan akan tinggi. Hal ini dikarenakan utang mengurangi ekuitas perusahaan dan
meningkatkan ROE-nya. Namun, jumlah aset turut meningkat akibat penerimaan kas dari utang.
Oleh karenanya, ROA akan lebih rendah karena laba bersih dibagi oleh aset total.[6]

Hitung rasio harga terhadap laba (Price Earnings Ratio atau P/E ratio). Rasio ini menunjukkan harga
saham perusahaan saat ini dibandingkan laba per sahamnya. Rumusnya, bagikan Harga Pasar per
Saham (harga pasar saham saat ini) dengan Laba per Saham.[7]

Sebagai contoh, harga pasar per saham perusahaan saat ini Rp25.000/laba per saham Rp5.000 =
Rasio P/E sebanyak 5.

Rasio P/E yang tinggi menandakan investor mengharapkan pertumbuhan laba yang tinggi di masa
depan. Rasio P/E yang rendah menunjukkan bahwa perusahaan tidak menarik bagi investor atau
sedang berjalan lebih baik dari tren di masa lalu. [8] Rasio P/E rata-rata sejak abad ke 19 berkisar
pada angka 16,6.[9]

Bandingkan Laba per Saham (Earnings per Share) perusahaan. Perusahaan seharusnya menunjukkan
pertumbuhan pendapatan dari penjualan yang berkelanjutan selama 5-10 tahun terakhir. Laba
(earnings) adalah

Anda mungkin juga menyukai