Anda di halaman 1dari 22

KONSEP PENGKAJIAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN DAN SISTEM

IMMUNE

untuk memenuhi tugas mata kuliah KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


(KMB) II

Disusun Oleh :
Nama : Putri Indah Pramesti
NIM : 18042
Tingkat : II A

AKADEMI KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH CIREBON


Jalan Walet No.21 Telp/Fax (0231) 201942 Cirebon

Tahun ajaran 2019/2020

2
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah

Keperawatan Medikal Bedah (KMB) II dengan judul “Konsep Pengkajian Gangguan

Sistem Integumen Dan Sistem Immune”.

Dalam menyusun makalah ini, saya banyak menemui kesulitan dan

hambatan sehingga tidak terlepas dari segala bantuan, arahan, dorongan semangat dari

berbagai pihak. Dan akhirnya dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu ingin

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada

berbagai pihak yang telah membantu saya yang tidak dapat sebutkan satu persatu.

Terima kasih atas kesabaran dan keikhlasannya dalam memberikan masukan,

motivasi dan bimbingan selama penyusunan makalah ini.

Segala kemampuan dan daya upaya telah saya usahakan semaksimal mungkin,

namun menyadari bahwa saya selaku penulisan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari para pembaca. Penulis berharap semoga hasil makalah ini

memberikan manfaat bagi kita semua, Aamin.

Cirebon, April 2020

Penuli
s

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1

Latar Belakang............................................................................................................. 1
Rumusan Masalah........................................................................................................ 2
Tujuan Masalah............................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................ 3
2.1 Konsep Pengkajian Gangguan Sistem Integumen dan Sistem Immune.......... 3
2.1.1 Gangguan Sistem Integumen..................................................................... 3
2.1.2 Gangguan Sistem Immune......................................................................... 8

BAB III PENUTUP............................................................................................ 14

3.1 Kesimpulan................................................................................................ 14

3.2 Saran........................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 15

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan,


melindungi, dan menginformasikan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini
seringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit,
rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir). Kata
ini berasal dari bahasa Latin "integumentum", yang berarti "penutup".
Secara ilmiah kulit adalah lapisan terluar yang terdapat diluar jaringan yang
terdapat pada bagian luar yang menutupi dan melindungi permukaan tubuh, kulit
merupakan organ yang paling luas permukaan yang membungkus seluruh bagian luar
tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia.
Cahaya matahari mengandung sinar ultra violet dan melindungi terhadap
mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh. misanya menjadi pucat,
kekuning-kunigan, kemerah-merahan atau suhu kulit meningkat. Ganguan psikis juga
dapat mengakibatkan kelainan atau perubahan pada kulit misanya karna stress

5
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan sistem integumen?
b. Bagaimana cara penulisan dan memperoleh anamnesis pada asuhan
keperawatan dengan gangguan sistem integumen?
c. Bagaimana pemeriksaan fisik pada asuhan keperawatan dengan gangguan
sistem integumen?
d. Apa saja pemeriksaan diagnostic pada asuhan keperawatan dengan gangguan
sistem integumen?

1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui definisi sistem integumen
b. Untuk mengetahui cara penulisan anamnesis yang benar dan cara
memperolehnya dengan benar
c. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik pada masalah gangguan sistem
integumen
d. Untuk mengetahui macam macam pemeriksaan diagnostic pada masalah
sistem integumen

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Sistem Integumen

Seluruh tubuh manusia bagian terluar terbungkus oleh suatu sistem yang
disebut sebagai sistem integumen. Sistem integumen adalah sistem organ yang paling
luas. Sistem ini terdiri atas kulit dan aksesorisnya, termasuk kuku, rambut, kelenjar
(keringat dan sebaseous), dan reseptor saraf khusus (untuk stimuli perubahan internal
atau lingkungan eksternal). Berikut ini adalah bagian-bagian dari sistem integumen :
1. EPIDERMIS

Epidermis sering kita sebut sebagai kuit luar. Epidermis merupakan lapisan
teratas pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda : 400-600 μm untuk
kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 μm untuk kulit tipis (kulit
selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut).

2. DERMIS
Dermis atau cutan (cutaneus), yaitu lapisan kulit di bawah epidermis.
Penyusun utama dari dermis adalah kolagen. Membentuk bagian terbesar kulit dengan
memberikan kekuatan dan struktur pada kulit, memiliki ketebalan yang bervariasi
bergantung pada daerah tubuh dan mencapai maksimum 4 mm di daerah punggung.
3. RAMBUT DAN KULIT

7
Kulit manusia mempunyai ketebalan yang bervariasi, muIai dari 0,5 mm sampai 5
mm, dengan luas permukaan sekitar 2 m² dan berat sekitar 4 kg. Kulit dalam bahasa Latin
dinamakan cutis dan di bagian bawahnya terdapat lapis an bemama subcutis.Jika kulit dicubit
dan diangkat, kulit itu terasa longgar terhadap lapisan subcutis di bawahnya. Lapisan subcutis
ini sering menjadi temp at untuk suntikan obat tertentu. Lapisan kulit sendiri terdiri dari
dermis di sebelah dalam dan lapisan epidermis di sebelah luar.

Masalah yang sering terjadi pada sistem integumen adalah banyak faktor yang mempengaruhi
timbulnya penyakit ini. Di antaranya adalah faktor kebersihan, daya tahan tubuh (imunitas),
kebiasaan, atau perilaku sehari-hari (makanan, pergaulan, atau pola hubungan) seksual, faktor fisik,
bahan kimia, mikrobiologi, serta faktor lingkungan. Banyak klien dengan masalah penyakit kulit lebih
senang berobat jalan dan dirawat dirumah, karena merasa tidak bermasalah secara klinis, dan baru
mau menjalani perawatan dirumah sakit jika kondisi penyakitnya sudah parah. Ini perlu diperhatikan
oleh perawat maupun klien menjalani peawatan dirumah. Klien perlu dibekali dengan pengetahuan
tentang proses penyakit., cara perawatan lesi, prosedur pengobatan, maupun pola hidupnya. Hal ini
perlu dilakukan agar penyakit klien tidak menjadi kronis dan klien dapat berobat secara tuntas
sehingga tidak menulari angota keluarga atau orang lain.

2.1.2. Anamnesis

Anamnesis

a. Tanggal dan waktu pengkajian

b. Biodata: nama, umur (penting mengetahui angka prevelensi), jenis kelamin, pekerjaan (pada
beberapa kasus penyakit kulit, banyak terkait dengan factor pekerjaan, [misalnya, dermatitis
kontak alergi]).

c. Riwayat kesehatan: meliputi masalah kesehatan sekarang, riwayat penyakit dahulu, status
kesehatan keluarga, dan status perkembangan.

Menurut Bursaids (1998), disamping menggali keluhan-keluhan diatas, anamnesis harus


menyelidiki 7 ciri lesi kulit yang membantu anda membuat diagnosis, yaitu :

1. Lokasi anatomis, tempat lesi pertama kali timbul, jika perlu digambar.

8
2. Gejala dan riwayat penyakit yang berhubungan.

3. Urutan waktu perkembangan perubahan kulit atau gejala sistemik yang berkaitan.

4. Perkembangan lesi atau perubahan lesi sejak timbul pertama kali.

5. Waktu terjadinya lesi, atau kondisi seperti apa yang menyebabkan lesi.

6. Riwayat pemaparan bahan kimia dan pemakaian obat-obatan.

7. Efek terpapar sinar matahari.

d. Riwayat pengobatan atau terpapar zat: obat apa saja yang pernah dikonsumsi atau pernahkah
klien terpapar faktor-faktor yang tidak lazim. Terkena zat-zat kimia atau bahan iritan lain,
memakai sabun mandi baru, minyak wangi atau kosmetik yang baru, terpapar sinar matahari.

e. Riwayat pekerjaan atau aktifitas sehari-hari: bagaimana pola tidur klien, lingkungan kerja klien
untuk mengetahui apakah klien berkontak dengan bahan-bahan iritan, gaya hidup klien (suka
begadang, minum-minuman keras, olah raga atau rekreasi, pola kebersihan diri klien).

f. Riwayat psikososial: Stress yang berkepanjangan

2.1.3. Pemeriksaan Fisik

- Perubahan menyeluruh

a. Kaji ciri kulit secara keseluruhan. Informasi tentang kesehatan umum klien dapat diperoleh
dengan memeriksa turgor, tekstur, dan warna kulit.

Turgor kulit umumnya mencerminkan status dehidrasi. Pada klien yang dehidrasi dan lansia,
kulit terlihat kering. Pada klien lansia, turgor kulit mencerminkan hilangnya elastisitas kulit dan
keadaan kekurangan air ekstrasel.

Tekstur kulit pada perubahan menyeluruh perlu dikaji, karena tekstur kulit dapat berubah-
ubah di bawah pengaruh banyak variabel. Jenis tekstur kulit dapat meliputi kasar, kering atau
halus.

b. Perubahan warna kulit juga dipengaruhi oleh banyak variabel. Gangguan pada melanin
dapat bersifat menyeluruh atau setempat yang dapat menyebabkan kulit menjadi gelap atau
lebih terang dari pada kulit yang lainnya. Kondisi tanpa pigmentasi terjadi pada kasus albino.

9
Ikterus adalah warna kulit yang kekuningan yang disebabkan oleh endapan pigmen empedu
didalam kulit, sekunder akibat penyakit hati atau hemolisis sel darah merah. Sianosis adalah
perubahan warna kulit menjadi kebiruan; paling jelas terlihat pada ujung jari dan bibir.
Sianosis ini disebabkan oleh desiturasi hemoglobin.

Pada teknik palpasi, gunakan ujung jari untuk merasakan permukaan kulit dan
kelembapannya. Tekan ringan kulit dengan ujung jari untuk menentukan keadaan teksturnya.
Secara normal, tekstur kulit halus, lembut dan lentur pada anak dan orang dewasa. Kulit
telapak tangan dan kaki lebih tebal, sedangkan kulit pada penis paling tipis. Kaji turgor dengan
mencubit kulit pada punggung tangan atau lengan bawah lalu lepaskan. Perhatikan seberapa
mudah kulit kembali seperti semula. Normalnya, kulit segera kembali ke posisi awal . pada
area pitting tekan kuat area tersebut selama 5 detik dan lepaskan. Catat kedalaman pitting
dalam millimeter, edema +1 sebanding dengan kedalaman 2 mm, edema +2 sebanding
dengan kealaman 4 mm.

- Perubahan setempat

a. Mula-mula, lakukan pemeriksaan secara sepintas ke seluruh tubuh. Selanjutnya, anjurkan


klien untuk membuka pakaiannya dan amati seluruh tubuh klien dari atas kebawah, kemudian
lakukan pemeriksaan yang lebih teliti dan evaluasi distribusi, susunan, dan jenis lesi kulit.
Distribusi lesi dan komposisi kulit sangat bervariasi dari satu bagian tubuh kebagian tubuh
lainnya. Lesi yang timbul hanya pada daerah tertentu menandakan bahwa penyakit tersebut
berkaitan dengan keistimewaan susunan kulit daerah tersebut. Pada daerah kulit yang lembab
permukaan kulit bergesekan dan mengalami maserasi dan mudah terinfeksi jamur superficial.
Kondisi ini banyak kita jumpai pada daerah aksila, lipat paha, lipat bokong, dan lipatan di
bawah kelenjar mamae.

Pada daerah kulit yang kaya keratin, seperti siku, lutut, dan kulit kepala, sering tejadi
gangguan keratinisasi. Misalnya psoriasis, yaitu kelainan kulit pada bagian epidermis yang
berbentuk plak bersisik.

b. Mengenai susunan lesi, tanyakan bagaiman pola lesinya. Lesi kulit dengan distribusi
sepanjang dermatom menunjukan adanya penyakit herpes zoster. Disini, lesi vesikuler timbul
tepat pada daerah distribusi saraf yang terinfeksi. Linearitas merupakan lesi yang terbentuk
garis sepanjang sumbu panjang suatu anggota tubuh yang mungkin mempunyai arti tertentu.
Garukan pasien merupakan penyebab tersering lesi linear. Erupsi karena poison iny, seperti
dermatitis kontak, berbentuk linear karena iritannya disebabkan oleh garukan yang bergerak

10
naik-turun. Peradangan pembuluh darah atau pembuluh limfe dapat menyebabkan lesi linear
berwarna merah. Sedangkan parasit scabies dapat membuat liang-liang pendek pada lapisan
epidermis, terutama pada kulit di antara jari-jari tangan, kaki, atau daerah lain yang memiliki
lapisan epidermis tipis dan lembap sehingga akan membentuk lesi linear yang khas berupa
garis kebiru-biruan.

Lesi satelit adalah suatu lesi sentral yang sangat besar yang dikelilingi oleh dua atau lebih lesi
serupa tetapi lebih kecil yang menunjukan asal lesi dan penyebarannya, seperti yang dijumpai
pada melanoma malignum atau infeksi jamur. Tapi lesi merupakan cirri penting yang berguna
dalam menegakkan diagnosis. Lesi berbatas tegas adalah lesi yang mempunyai batas yang
jelas, sedangkan lesi terbatas tidak tegas adalah lesi kulit yang menyatu tanpa batas tegas
dengan kulit yang normal.

- Ruam kulit

Untuk mempelajari ilmu penyakit kulit, mutlak diperlukan pengetahuan tentang ruam kulit
atau ilmu yang mempelajari lesi kulit. Ruam kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya
penyakit. Kadang-kadang perubahan ini dapat dipengaruhi oleh keadaan dari luar, misalnya
trauma garkan dan pengobatan yang diberikan., sehingga perubahan tersebut tidak biasa lagi.
Perawat perlu menguasai pengetahuan tentang ruam primer atau ruam sekunder untuk
digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan pengkajian serta membuat diagnosis penyakit
kulit secara klinis.

a. Ruam primer adalah kelainan yang pertama timbul, berbentuk macula, papula, plak, nodula,
vesikula, bula, pustule, irtika, dan tumor.

b. Ruam sekunder adalah kelainan berbentuk skuama, krusta, fisura, erosion, ekskoriasio,
ulkus, dan parut.

Tabel 1.1 bentuk-bentuk ruam primer

Gambaran Keterangan

Makula Macula adalah kelainan kulit yang sama


tinggi dengan permukaan kulit, warna
berubah dan berbatas jelas, contoh :
meladonema, petekie.

11
Papula Papula adalah kelainan kulit yang lebih
tinggi dari permukaan kulit, padat,
berbatas jelas, ukuran kurang dari 1 cm.
contoh : dermatitis, kutil.

Plak Plak adalah kelainan kulit yang melingkar,


menonjol, lesi menonjol lebih dari 1 cm.
contoh : Fugoides mikosis terlokalisasi,
neurodermatitis.

Nodula Nodula adalah kelainan kulit yang lebih


tinggi dari permukaan kulit, padat berbatas
jelas, ukurannya lebih dari 1 cm. contoh ;
epitelioma.

Vesikula

Vesikula adalah gelembung berisi cairan,


berukuran kurang ari 1 cm. contoh ; cacar
air, dermatitis kontak.

Bula

Bula adalah sama dengan vesikula, tapi


Pustule ukurannya lebih dari 1 cm, contoh ; luka
bakar.

Urtika
Postula adalah sama dengan vesikula tapi
berisi nanah, contoh ; scabies.

Urtika adalah kelainan kulit yang lebih


tinggi dari permukaan kulit, edema, warna

12
Tumor merah jambu, bentuknya bermacam-
macam. Contoh ; gigitan serangga.

Tumor adalah kelainan kulit yang


menonjol, ukurannya lebih besar dari 0,5
cm.

Tabel 1.2 Bentuk-bentuk ruam sekunder

Gambaran keterangan

Skuama Skuama adlah jaringan mati dari lapisan


tanduk yang terlepas, sebagian kulit
menyerupai sisik. Contoh : ketombe,
psoriasis.

Krusta Krusta adalah kumpulan eksudat atau


sekret diatas kulit. Contoh : impetigo,
dermatitis terinfeksi.

Fisura
Fisura adlah epidermis yang retak, hingga
dermis yerlihat, biasanya nyeri. Contoh :
sifilis konginetal, kaki atlet.

Erosio
Erosion adalah kulit yang bagian
epidermisnya bagian atas terkelupas,
Eksrosio contoh : abrasi.

Eksrosio adalah kulit yang epidermisnya

13
Ulkus terkelupas, lebih dalam dari pada erosion.

Ulkus adalah kulit (epidermis dan dermis)


terlepas karena destruksi penyakit.
Pelepasan ini dapat sampai kejaringan
subkutan atau lebih dalam.

Parut

Parut adalah jaringan ikat yang kemudian


terbentuk menggantikan jaringan lebih
dalam yang telah hilang. Contoh : keloid

2.1.4. Pemeriksaan Diagnostik

a. Biopsi kulit. Mengambil contoh jaringan dari kulit yang terdapat lesi. Apabila jaringan yang diambil
cukup dalam, kita perlu menggunakan anestesi local. Digunakan untuk menentukan ada keganasan
atau infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan jamur.

b. Uji kultur dan sensitivitas. Untuk mengetahui adanya virus, bakteri, atau jamur pada kulit yang
diduga mengalami kelainan. Uji ini juga digunakan untuk mengetahui mikroorganisme tersebut
resisten terhadap obat-obatan tertentu. Cara pengambilan bahan untuk uji kultur adalah dengan
mengambil eksudat yang terdapat pada permukaan lesi. Alat yang digunakan untuk mengambil
eksudat harus steril.

c. Pemeriksaan dengan menggunakan pencahayaan khusus. Mempersiapkan lingkungan


pemeriksaan dengan pencahayaan khusus sesuai dengan kasus yang dihadapi. Hindari ruangan
pemeriksaan yang menggunakan lampu berwarna-warni karena hal ini akan mempengaruhi hasil
pemeriksaan. Pada kasus tertentu, pencahayaan dengan menggunakan sinar matahari (sinar
untraviolet) justru sangat membantu dalam menentukan jenis lesi kulit.

d. Uji temple. Dilakukan pada klien yang diduga menderita alergi untuk mengetahui apakah lesi
tersebut ada kaitannya dengan faktor imunologis, juga untuk mengidentifikasi respon alerginya.
Misalnya, untuk membedakan apakah klien menderita dermatitis kontak alergi atau dermatitis
kontak iritan. Uji ini menggunakan bahan kimia yang ditempelkan pada kulit. Selanjutnya, kita lihat

14
bagaimana reaksi local yang ditibulkan. Apabila ditemukan kelainan atau ada perubahan pada kulit,
hasil uji ini positif.

2.2. Pengertian Sistem Immunologi

Sistem Imun dan Gangguan Imun Merupakan semua mekanisme yang digunakan badan
untuk mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat
ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup yang berguna untuk :

1. Pertahanan

2. Homeostasi

3. Pengawasan

Dalam pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme, timbul respon imun. Ada 2 macam RI,
yaitu :

1. RI Spesifik : deskriminasi self dan non self, memori, spesifisitas.

2. RI non Spesifik : efektif untuk semua mikroorganisme Sel-sel yang berperan dalam sistem
imun / respon imun :

a. Sel B

b. Sel T

c. Makrofag

d. Sel dentritik dan Langerhans

e. Sel NK

f. Sebagai mediator : sitokin

g. Limfosit B terdapat pada darah perifer (10 20%), sumsum tulang, jaringan limfoid perifer,
lien, tonsil. Adanya rangsangan, sel B, berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma,
yang mampu membentuk Ig : G, M, A, D, E

15
Respon imun berawal sewaktu sel B atau T berikatan, seperti kuci dengan anak gemboknya,
dengan suatu protein yang diidentifikasi oleh sel T atau B sebagai benda asing. Selama
perkembangan masa janin di hasilkan ratusan ribu sel B dan sel T yang memilki potensi yang
berikatan dengan protein spesifik. Protein yang dapat berikatan dengan sel T dan B mencakup
protein yang terdapat di membran sel bakteri, mikoplasma, selubung virus, atau serbuk
bunga, debu, atau makanan tertentu. Setiap sel dari seseotang memilki proitein-protein
permukaan yang dikenali berbagai benda asing oleh sel T atau B milik orang lain. Protein
yang dapat berikatan dengan sel; atau B di sebut deengan antigen, apabila suatu antigen
menyebabkan sel T atau B menjadi aktif bermultiplikasi dan berdeferensiaasi lebih lanjut,
maka antigen tersebut dapat bersifat imunogenik. Antigen banyak benda asing jika
dimasukkan ke dalam tubuh hospes berkali-kali, respon yang ditimbulkan selalu sama.
Namun, ada benda asing tertentu yang mampu menimbulkan perubahan pada hospes
sedemikian rupa sehingga reaksi selanjutnya berbeda daripada reaksi sewaktu pertama kali
masuknya benda asing tersebut. Respon yang berubah semacam itu dipihak hospes disebut
sebgai respon imunologis dan benda-benda asing yang menyebabkan reaksi tersebut
dinamakan antigen atau imunogen. Tujuan utama respon imun adalah menetralkan ,
menghancurkan atau mengeluarkan benda asing tersebut lebih cepat dari biasanya.

2.2.1. Konsep Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Immune

A. Anamnesis

Pengkajian riwayat kesehatan difokuskan pada mendeteksi tanda gejala yang paling umum
dari gangguan sistem imun: perdarahan abnorm limfadenopati (hipertrofi jaringan limfoid,
seringkali disebut pembengka kelenjar), keletihan, kelemahan, demam dan nyeri sendi.
Berfokus pada masalah sistem imun, tetapi pertahankan pendekatan holistik dengan meminta
keterangan tentang sistem yang lain dan tentang kekhawatiran yang berhubungan dengan
kesehatan. Masalah sistem imun dapat desebabkan oleh masalah sistem lain, atau dapat
merusak aspek-aspek kehidupan klien. contoh pertanyaan pada pola sehat dan sakit
membantu pera&at mengidentifikasi masalah kesehatan aktual atau potensial yang
berhubungan dengan im pertanyaan pada kelompok pola peningkatan dan perlindungan keseh
membantu pera&at menentukan bagaimana gaya hidup dan perilaku klien dapat
mempengaruhi sistem imun. Pertanyaan pada kelompok pola peran dan hubungan membantu
pera&at menentukan bagaimana masalah imun mempengaruhi gaya hidup dan hubungan
klien dengan orang lain.

16
- Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluhan umum yang dialami oleh pasien yang mengalami ganggu imunologi termasuk
diantaranya fatigue atau kekurangan energi, kepala terasa ringan, sering mengalami memar,
dan penyembuhan luka yang lambat.

- Riyawat Kesehatan dahulu

Eksplorasi penyakit utama yang pernah diderita oleh pasien, penya ringan yang terjadi secara
berulang, kecelakaan atau cedera, tindakan operasi, dan alergi. Panyakan jika ia pernah
mengalami tindakan6 prosedur yang berdampak terhadap sistem imun, seperti transdusi
darah atau transplantasi organ

- Riwayat Keluarga dan Sosial

Klarifikasi jika pasien memiliki riwayat kanker dalam keluarga gangguan hematologi atau
imun. Tanyakan tentang lingkungan dimana ia bekerja dan tinggal utnuk membantu
menentukan jika ia terpapar oleh bahan berbahaya atau lainnya

B. Pemeriksaan Fisik

Efek dari gangguan sistem imun biasanya sulit untuk diidentifikasi dan dapat berdampak
pada semua sistem tubuh. Berikan perhatian khusus pada kulit, rambut, kuku, dan membran
mukosa.

a. Inspeksi

- Observasi terhadap pallor, cyanosis, dan jaundice. Juga cek adanya erithema yang
mengindikasi inflamasi lokal dan plethora.

- Evaluasi integritas kulit. Catat tanda dan gejala inflamasi atau infe seperti kemerahan,
pembengkakan, panas, tenderness, penyembuhan luka yang lama, drainage luka, induration
(pengerasan jaringan) dan lesi.

- Inspeksi kuku terhadap warna, tekstur, longitudinal striations, onycholysi dan clubbing.

- Inspeksi membran mukosa oral terhadap plak, lesi, oedema kemerahan, dan perdarahan

17
- Inspeksi area dimana pasien melaporkan pembengkakan kelenjar “lump” terutama
abnormalitas warna dan pembesaran nodus lymp visible

- Inpeksi inflamasi pada anus atau kerusakan permukaan mukosa

b. Palpasi

- Palpasi nadi perifer, dimana seharusnya simetris dan reguler

- Palpasi abdomen, identifikasi adanya pembesaran organ dan tenderness

- Palpasi joint , cek pembengkakan. enderness, dan nyeri

- Palpasi nodus lymph superfisial di area kepala, leher, axilla, epitrochlea inguinal dan
popliteal. Jika saat palpasi reveals pembesaran nodus atau kelainan lain, catat lokasi, ukuran,
bentuk, permukaan, konsist kesimetrisan, mobilitas, warna, tenderness, suhu, pulsasi, dan
vaskularisasi dari nodus.

c. Perkusi

Perkusi anterior, lateral, dan posterior dari thorax. Bandingkan satu dengan sisi lainnya.
Bunyi dull mengindikasikan adanya konsolidasi yang biasa terjadi pada pneumonia.
Hiperesonan (meningkatnya bunyi perkusi) dapat dihasilkan oleh udara yang terjebak seperti
pada asthm

d. Auskultasi

- Auskultasi diatas paru untuk mengecek suara tambahan yang abnormal Wheezing bisa
ditimbulkan oleh asthma atau respon alergi. Dan dapat disebabkan oleh infeksi saluran
pernafasan seperti pneumonia.

- Auskultasi bunyi jantung diatas precordium. Auskultasi normal reveals hanya bunyi jantung
1 dan 2.

- Auskultasi abdomen untuk bunyi bowel. Gangguan autoimmun yang menyebabkan diare,
bunyi bowel meningkat. Scleroderma (pengerasan dan penebalan kuit dengan degenerasi
jaringan konektif) dan gangguan autoimmun lainnya yang menyebabkan konstipasi, bunyi
bowel menurun

18
C. Pemeriksaan Diagnostik

Untuk klien dengan tanda dan gejala gangguan imun, berbagai pemeriksaan diagnostik dapat
memberikan petunjuk mengenai kemungkinan penyebab gangguan.

1. Aglutinin Febrile/Cold

Nilai normal

 Febrile aglitinin :tidak ada penggumpalan pada liter ≤ 1 :180


 Cold agglutinin : tidak ada penggumpalan pada titer ≤ 1 : 16

2. Antinuclear antibody (ANA)

Tipe tes : darah vena pungsi 7ml

Nilai normal : titer < 1 :20

3. Anticardiolipin antybody (aCL.ACA)

Tipe tes : darah 5-7 ml dari pungsi vena

Nilai normal

igD Anticardiolipin antybody <23 g/L

nilai normal

 Dewasa : 3,0 – 8,2 sibley – Lehninger U/dl atau 22 – 59 mU pada suhu 37°C (SI unit)
 Anak : sekitar 2 kali nilai dewasa
 Bayi : 4 kali nilai dewasa

19
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Sistem integumen adalah suatu sistem organ yang membedakan, memisahkan,


melindungi, dan menginformasikan hewan terhadap lingkungan sekitarnya. Komponen
dari sistem ini merupakan bagian sistem organ yang terbesar yakni :

kulit merupakan lapisan terluar pada tubuh manusia. Terdiri dari dua bagian yaitu
kulit tipis dan kulit tebal.
Rambut merupakan organ seperti benang yang tumbuh di kulit hewan, terutama
mamalia.
Bulu merupakan struktur keratin yang karakteristiknya terdapat pada bangsa aves
dianggap sebagai modifikasi dari sisik.
Kuku, adalah bagian tubuh binatang yang terdapat atau tumbuh di ujung jari.
Kelenjar keringat, berupa saluran melingkar dan bemuara pada kulit ari dan berbentuk
pori-pori halus.

Sistem kekebalan tubuh ( imunitas ) adalah sistem mekanisme pada organisme


yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan
membunuhpatogen serta seltumor.sistem imun terbagi dua berdasarkan perolehannya
atau asalnya,yaitu :

Sistem imun Non Spesifik (Sistem imun alami)


Sistem imun Spesifik (Sistem imun yang didapat/hasil adaptasi)

3.2 Saran

20
Makalah ini hanya mencakup materi-materi umum Sistem Integumen dan system
imun sehingga masih diperlukan referensi-referensi lain dalam menyusun makalah
maupun pembuatan tugas.

21
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, S. C., Bare, B. G. 2001 Buku Ajar Keperawatan medikal-bedah Brunner &
suddarth-Ed. 8.Vol 3. Jakarta: EGC

Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan-Ed. 2. Jakarta:


Salemba Medika

Taylor, C. M., Ralph, S. S. Diagnosis Keperawatan: Dengan Rencana Asuhan-Ed. 10.


Jakarta: EGC

22

Anda mungkin juga menyukai