Anda di halaman 1dari 8

Nama : Artika Utari

Kelas : XI IPS 1

Materi : Mawaris

1. Menurut bahasa, mewarisi artinya harta yang diwariskan. Sedangkan menurut istilah, warisan adalah
berpindah-pindahnya gak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih
hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa harta, tanah, atau apa saja yang berupa gak milik legal secara
syar'i. Adapun hukum mempelajari ilmu faraid adalah fardhu kifayah, artinya semua kaum muslimin
akan berdosa jika tidak ada sebagian dari mereka yang mempelajari ilmu faraid dengan segala
kesungguhan.

2. Rukun dan Syarat Waris Rukun waris di antaranya:

a.Pewaris adalah orang yang telah meninggal dan mewariskan hartanya kepada ahli warisnya.

b. Ahli waris yaitu orang yang mendapatkan harta warisan.

c. Harta yang diwariskan yaitu harta warisan yang siap dibagikan kepada ahli waris setelah diambil
untuk kepentingan pemeliharaan jenazah (tajhiz al-janazah), pelunasan hutang mayit, dan pelaksanaan
wasiat mayit.

Seorang muslim berhak mendapatkan warisan apabila memenuhi syårat-syarat sebagai berikut:

a. Tidak adanya salah satu penghalang dari penghalang-penghalang untuk mendapatkan


warisan.

b. Kematian orang yang diwarisi, walaupun kematian tersebut berdasarkan vonis pengadilan.
Misalnya hakim memutuskan bahwa orang yang hilang itu dianggap telah meninggal dunia.

c. Ahli waris hidup pada saat orang yang memberi warisan meninggal dunia. Jadi, jika seorang
wanita mengandung bayi, kemudian salah seorang anaknya meninggal dunia, maka bayi tersebut berhak
menerima warisan dari saudaranya yang meninggal itu, karena kehidupan janin telah terwujud pada
saat kematian saudaranya terjadi.

3. Seseorang mendapatkan harta warisan disebabkan salah satu dari beberapa sebab sebagai berikut:

1) Nasab (keturunan), yakni seseorang menjadi ahli waris karena mempunyai hubungan nasab,
mempunyai hubungan darah, atau mempunyai hubungan kekeluargaan dengan pewaris. Yang termasuk
kelompok ini antara lain kakek, nenek, ayah, ibu, anak laki-laki, anak perempuan, cucu, saudara, paman,
dan seterusnya.

2) Hubungan pernikahan. Pemikahan dalam hal ini adalah pernikahan yang sah menurut aturan syariat
Allah Swt. bukan sekadar sah menurut catatan admin- istrasi negara. Dalam suatu ikatan akad nikah
yang sah, seorang istri berhak mewarisi harta suaminya demikian pula sebaliknya meskipun belum
pernah terjadi percampuran di antara keduanya.

3) Wala", yaitu seseorang yang memerdekakan budak laki-laki atau budak wanita. Jika budak yang
dimerdekakan meninggal dunia sedang ia tidak meninggalkan ahli waris, maka hartanya diwarisi oleh
yang memerdekakannya itu.

4) Sebab kesamaan agama. Kesamaan agama dapat juga terjadi apabila ada orang Islam yang meninggal
dunia sedangkan ia tidak mempunyai ahli waris (baik sebab nasab, nikah maupun wala') maka harta
warisan peninggalannya diserahkan kepada baitul mal untuk umat Islam.

Hal-hal yang menjadikan peng- halang untuk mendapatkan warisan adalah:

1) Membunuh

Seseorang yang membunuh kerabat keluarganya tidak berhak mendapatkan harta warisan dari
yang terbunuh.

2) Perbedaan Agama

Orang Islam tidak dapat mewarisi harta warisan dari orang kafir meskipun masih kerabat
keluarganya.

3) Perbudakan

Seorang budak tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi, baik budak secara utuh ataupun
sebagiannya, misalnya jika seorang majikan menggauli budaknya hingga melahirkan anak, maka ibu dari
anak majikan tersebut tidak dapat diwarisi ataupun mewarisi. Demikian juga mukatab (budak yang
dalam proses pemerdekaan dirinya dengan cara membayar sejumlah uang kepada pemilik- nya), karena
mereka semua tercakup dalam perbudakan. Namun demikian, sebagian ulama mengecualikan budak
yang hanya sebagiannya dapat mewarisi dan diwarisi sesuai dengan tingkat kemerdekaan yang
dimilikinya.

4.Berikut yang termasuk ahli waris laki-laki di antaranya:

a. suami

b. anak laki-laki

c. cucu laki-laki
d. bapak

e. kakek dari bapak sampai ke atas

f. saudara laki-laki kandung

g. saudara laki-laki seayah

h. saudara laki-laki seibu

i. anak laki-laki saudara laki-laki sekandung

j. anak laki-laki saudara laki-laki seayah

k. paman sekandung dengan bapak

l. paman seayah dengan bapak

m. anak laki-laki paman sekandung dengan bapak n. anak laki-laki paman seayah dengan bapak

o. orang yang memerdekakan

Jika semua ahli waris laki-laki di atas ada semua, maka yang mendapat warisan adalah suami,
anak laki-laki, dan bapak, sedangkan yang lain terhalang. Adapun ahli waris perempuan antara lain:

a. istri

b. anak perempuan

c. cucu perempuan dari anak laki-laki

d. ibu

e. nenek dari ibu

f. nenek dari bapak

g. saudara perempuan kandung

h. saudara perempuan seayah

i. saudara perempuan seibu

j. orang perempuan yang memerdekakan

5.
a. Ashabul furudh adalah keadaan ahli waris yang memperoleh bagian tertentu dari harta warisan yang
ada.

b. Furudhul Muqaddarah. Kata al-furud adalah bentuk jamak dari al-fard artinya bagian atau ketentuan.
Al-muqaddarah artinya ditentukan besar kecilnya. Jadi Furudhul Muqaddarah adalah bagian yang di
dapat oleh ahli waris yang telah ada ketentuannya dalam ketentuan AL-Quran dan Al-Hadist.

c. Dzawil arham memiliki pengertian golongan kerabat yang tidak termasuk golongan Ashabul furud dan
ashobah. Menurut Ulama Sunni kelompok dzawil arham adalah semua orang yang mempunyai
hubungan kekerabatan dengan pewaris tetapi tidak menerima warisan karena terhijab oleh ahli
waris dzawil furudh dan ashabah.

6.

1) Hijab nuqsan yaitu pengurangan bagian dari harta warisan, karena ada ahli waris lain yang
membersamai.

2) Hijab hirman yaitu penghapusan seluruh bagian, karena ada ahli waris yang lebih dekat hubungannya
dengan orang yang meninggal.

7. Ashabah adalah ahli waris yang mendapat- kan sisa harta warisan yang telah dibagi kepada dzawil
furudh yang berhak mendapatkannya. Karena mendapatkan sisa pembagian, ahli waris 'ashabah berhak
atas seluruh sisa harta warisan yang tertinggal setelah dibagi kepada ahli waris yang berhak. Dengan
demikian, ahli waris 'ashabah dapat memiliki seluruh harta warisan bila tidak ada ahli waris lain selain
dirinya dan sebaliknya dapat pula tidak mendapatkan harta warisan apabila ternyata habis dibagi
kepada ahli waris yang berhak.

1) Ashabah binafsih

Ashabah binafsih adalah ahli waris yang memperoleh sisa harta dengan sendirinya, tanpa
sebab yang semua lainnya. Ahli waris yang termasuk'ashabah binafsi yaitu;

a) anak laki-laki,

b) cucu laki-laki,

c) ayah, kakek dari pihak ayah,

d) saudara laki-laki sekandung,

e) saudara laki-laki seayah,

g) anak laki-laki saudara laki-laki sekandung (keponakan),


g) anak laki-laki saudara laki-laki seayah (keponakan),

h) paman sekandung anak paman (sepupu),

i) anak laki-laki dari paman sekandung,

j) anak laki-laki dari paman seayah,

k) orang laki-laki yang memerdekakan budak.

2) Ashabah bil ghair

Ashabah bil ghair adalah ahli waris yang berhak mendapat semua sisa harta karena ada
saudarnya yang menjadi 'ashabah. Adapun ahli waris 'ashabah bil ghair yaitu:

a) Anak perempuan bisa menjadi 'ashabah bila bersama dengan saudara laki-lakinya.

b) Cucu perempuan keturunan anak laki-laki bisa menjadi 'ashabah bila bersama dengan saudara laki-
lakinya atau anak laki-laki pamannya (cucu laki-laki dari anak laki-laki), baik yang sederajat dengannya
atau bahkan lebih di bawahnya.

c) Saudara kandung perempuan akan menjadi 'ashabah bila bersama dengan saudara kandung laki-laki.

d) Saudara perempuan seayah akan menjadi 'ashabah bila bersama dengan saudara laki-laki.

3) Ashabah mna'al ghair

Ashabah ma'al ghair adalah ahli waris perempuan yang menjadi 'ashabah dengan adanya ahli
waris perempuan lain. Mereka adalah:

a) Saudara perempuan sekandung satu orang atau lebih berada bersama dengan anak perempuan satu
atau lebih atau bersama putri dari anak laki-laki satu atau lebih atau bersama dengan keduanya.

b) Saudara perempuan seayah satu orang atau lebih bersama dengan anak perempuan satu atau lebih
atau bersama putri dari anak laki-laki satu atau lebih atau bersama dengan keduanya.

8. Sebelum harta warisan dibagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya, hen- daknya
dilaksanakan hal-hal yang bersangkutan dengan si mayat sebagai berikut.

a. Hutang. Jika si mayat meninggalkan utang semasa hidupnya, ahli warisnya berke- wajiban membayar
utang yang ditinggalkannya.
b. Biaya pengurusan jenazah seperti membeli kain kafan, menyewa ambulans biaya pemakaman, dan
biaya untuk perawatan waktu sakit.

c. Zakat. Jika warisan sudah mencapai nisab, wajib untuk dizakati sebelum díba- gi-bagikan kepada ahli
waris yang berhak menerimanya.

d. Wasiat, yaitu pesan si pewaris sebelum meninggal dunia agar sebagian harta peninggalannya kelak
setelah ia meninggal diserahkan kepada seseorang atau suatu lembaga (dakwah atau sosial) Islam.
Wasiat seperti tersebut harus dipenuhi dengan syarat jumlah harta peninggalan yang diwasiatkannya
tidak lebih dari 1/3 harta peninggalan. Selain itu, tidak dibenarkan berwasiat kepada ahli waris, seperti
anak kandung dan kedua orang tuanya karena ahli waris tersebut sudah tentu akan mendapat bagian
waris yang telah ditetapkan syara'. Berwasiat kepada ahli waris bisa dilakukan apabila disetujui oleh ahli
waris laiinya.

9.

A. Tabayun

Tabayun adalah terjadinya dua angka yang dapat dikalikan secara langsung sehingga tidak terjadi
pecahan, seperti antara 1/3 dengan 1/2 maka 3 x 2 = 6. Jadi, asal masalahnya adalah 6. Demikian juga
antara 1/3 dengan 1/4, maka 3 x 4 = 12. Jadi, asal masalahnya adalah 12. Karena itu, antara 3 dengan 2
dan 3 dengan 4 disebut “ Tabayun” .

B. Tadakhul

Tadakhul adalah mengambil angka yang terbesar dari salah satu bentuk ke-1 atau ke- 2, seperti 1/2
dengan 1/8 asal masalah adalah 8, karena kedua angka itu berada pada bentuk ke- 2. Hal sama terjadi
antara 1/3 dengan 1/6 = 6, karena kedua angka tersebut berada pada bentuk ke-1. Demikian juga antara
1/2 dengan 1/4 yang menjadi asal masalah adalah angka penyebut terbesar yaitu 4, karena kedua angka
itu berada pada bentuk ke-1.

C. Tamasul

Tamasul adalah dua angka atau penyebutnya sama, karenanya cukup mengambil salah satu dari
penyebutnya. Misal antara 1/3 dengan 2/3, maka untuk asal masalahnya 3, karena penyebut sama.
Demikian juga antara ½ dengan ½, asal masalahnya ada 2.

D. Tawafuq

Tawafuq adalah dua penyebut sama hasil perkaliannya setelah dibagi dua dan dikalikan dengan
penyebut satu sama lainnya. Misalnya bilangan 1/6 dengan 1/8. 6: 2 = 3 x 8 = 24 begitu juga 8 : 2 = 4 x 6
= 24 sehingga sama-sama menghasilkan 24. Demikian juga dengan 1/2 dengan 1/6. 2 : 2 = 1 x 6 = 6. 6 : 2
= 3 x 2 = 6. Cara ini disebut Tawafuq. Hasil perkalian itulah yang digunakan sebagai asal masalah untuk
membagi harta.
Cara membagi waris denagan asala masalah

Bila bilangan itu datang dari bentuk ke-1, maka asal masalahnya adalah bagian yang terkecil. Misalnya:

1/3 dengan 1/6 = 6

2/3 dengan 1/6 = 6

Bila ada angka ½ bergabung dengan bentuk ke- 1 maka asal masalahnya adalah 6. Misalnya :

½ dengan 1/3 = 6

½ dengan 2/3 = 6

½ dengan 1/6 = 6

Bila ada angka ¼ bergabung dengan bentuk ke- 1 maka asal masalahnya adalah 12. Misalnya:

¼ dengan 1/3 = 12

¼ dengan 2/3 = 12

¼ dengan 1/6 = 12

Bila ada angka 1/8 bergabung dengan bentuk ke- 1 maka asal masalahnya adalah 24. Misalnya:

1/8 dengan 1/3 = 24

1/8 dengan 2/3 = 24

1/8 dengan 1/6 = 28

10. Radd merupakan kebalikan dari masalah 'aul. Jika dalam masalah aul terjadi kekurangan, pada radd
terjadi kelebihan harta. Masalah radd terjadi apabila dalam pembagian harta warisan terdapat kelebihan
harta setelah ahli waris dzawil furudh nmemperoleh bagiannya.

Contoh radd dengan ahli waris tidak ada suami atau istri:

Contoh 1: Seseorang meninggal dengan mewariskan harta berupa tanah sebanyak 24 nektare. Ahli waris
yang ada adalah seorang nenek dan seorang saudari seibu. Nenek mendapatkan bagian 1/6, sedangkan
saudari seibu mendapatkan bagian 1/6. Dengan asal masalah (KPK) 6 maka perhitungannya adalah:

-Nenek : 1/6 x 6 = 1

-Saudari seibu : 1/6 x 6 = 1

Jumlah yang didapatkan : 2 sisa 4


KPK (asal masalah) 6 diubah menjadi 2

-Nenek : 1/2 x 24 hektare = 12 hektare

-Saudari seibu : 1/2 x 24 hektare = 12 hektare

Anda mungkin juga menyukai