Anda di halaman 1dari 9

Sejak diberlakukannya Undang-Undang Perbankan tahun 1998, periode tahun 1998 sampai

dengan akhir tahun 2004 dapat dikatakan merupakan masa boming pertumbuhan bank
syariah. Pada periode tersebut terjadi peningkatan jumlah bank dari 1 bank umum syariah dan
85 BPRS menjadi 3 bank umum syariah, 88 BPRS dan 15 UUS dari bank umum
konvensional. Demikian pula pertumbuhan total aset perbankan syariah meningkat sangat
pesat sekitar Rp 800 Miliar pada akhir tahun 1999 menjadi sebesar Rp1,4 Triliyun pada akhir
tahun 2004 atau tumbuh rata-rata 70% per tahun.
Selain itu, pertumbuhan jaringan kantor pada periode yang sama terus meningkat,
yaitu 120 kantor menjadi 407 kantor bank syariah diseluruh indonesia. Khususnya pada tahun
2004 telah dibuka 7 UUS dan satu bank umum syariah, sementara untuk BPR Syariah tidak
mengalami penigkatan yang berati. Hal tersebut merupakan hal yang sangat fenomenal terjadi
pada tahun 2004 karena dalam satu tahun terjadi pembukuan tujuh UUS dan konversi satu
bank umum konvensional menjadi bank umum syariah, padahal sebelumnya tambahan tujuh
Uus dan konversi satu bank umum konvensional memakan waktu sekitar lima tahun, yaitu
dari periode 1999 hingga 2003. Pertumbuhan bank syariah yang pesat selain dikarenakan
adanya potensi pasar yang mendapat sambutan yang cukup hangat dari masyarakat juga tidak
lepas dari dukungan Pemrintah, para ulama, dan regulasi Bi yang terus mengakomodasi
kebutuhan regulasi industri dan membuka kesempatan yang lebih luas kepada perbankan dan
investor untuk menjalankan kegiatan usaha bank syariah. Pada akhir tahun 2004, Bi telah
menerbitkan 17 regulasi mulai dari kelembagaan ( bank umum, dan BPRS)., prinsip kehati-
hatian (kualitas aktiva produktif, pencadangan penghapusan aktiva produktif), pasar
keuangan dan instrumen moneter (kliring, giro wajib minimum, pasar uang antar bank
syariah, fasilitas pinjaman jangka pendek bank syariah, Sertifikat wadiah bank Indonesia) dan
laporan ulanan ( Bank umum dan BPR syariah secara online)
Selain itu standart akuntansi bank syariah sampai kepada berbagai pedoman seperti
pedoman laporan hulanan, pedoman pembukuan kantor, pedoman akuntansi dan yang
lainnya. Dengan demikian, dari aspek sistem pengaturan, denwasa ini secara g;lobal Bi
merupakan bank sentral yang paling produktif dalam menerbitkan regulasi bank syariah dan
diperkirakan belum ada bank central di negara lain yang sedemikian aktif dalam menyusun
regulsi perbankkan syariah. Komitmen yang tinggi dari BI dalam menyusun peraturan
perbankkan syariah ini bertujuan untuk mewujudkan pertumbuhan bank syariah yang sehat
dan patuh kepada prinsip syariah. Selain itu penyusunan peraturan tersebut selalu didahului
dengan penelitian dan melalui diskusi yang panjang dengan para pelaku perbankkan syariah
sehingga regulasi yang diciptakan sudah merupakan research base policy dan berorientasi .
Berdasarkan kenyataan tentang pertumbuhan jumlah bank dan jaringan kantor bank
syariah dalam menyusun regulasi untuk menerapkan perlakuan yang adil dapat dikatakan
suatu yang ceroboh bila ada orang yang mengatakan bahwa BI menghambat pertumbuhan
bank syariah. Ketentuan yang mengatur ketentuan dibawah kantor cabang antara bank umum
konvensional yang membuka kegiatan syariah (UUS) diatur dalam PBI No 4/1/PBI/2002, dan
yang dilakukan oleh bank umum syariah diatur dalam PBI No 6/24/2004 . pada PBI No
4/1/2002 dibuka kesempatan pada bank konvensional untuk membuka cabang bank syariah
dengan peryaratan adanya pemisahan pembukuan, modal, pegawai, dengan keragaan
ruangan. Dalam PBI No 4/1/PBI/2002, ditetapkan pembukaan kantor kas dan kantor cabang
pembantu dilakukan dilakukan dalam wilayah kantor bank indonesia dengan kantor cabang
induknya sedangkan, dalam PBI No 6/24/PBI/2004 untuk pembukaan kantor kas atau kantor
cabang pembantu dalam satu wilayah cliring yang artinya wilayah kantornya lebih kecil
dibandingkan dengan wilayah kantor bank indonesia.adanya klasifikasinya pengaturan ini
menimbulkan adanya anggapan bahwa pengaturan BI tidak “equal” dibandingkan pegaturan
pada UUS bank umum konvensional. Persyaratan pembukaan kantor pada unit usaha syariah
jauh lebih berat dibanding pembukaan kantor oleh bank umum syariah. Bank konvensional
yang membuka kantor bank syariah diwajibkan menyediakan modal kerja minimal 2 M untuk
wilayah jabodetabek dan 1 M luar Jabodetabek atau kantor cabang pembantu minimal 500
juta untuk wilayah Jadobetabek dan 250 juta untuk luar wilayah Jadobetabek. Kewajiban
penyedia modal terpisah untuk pembukaan bank umum syariah tidak diwajibkan . tetapi
berdasarkan PBI bank umum syariah dapat membuka unit pelayanan syariah pada gedung
kantor mitra strategis dari bank tersebut sepanjang dalam berada satu wilayah kerja BI
dengan kantor cabang induknya dan berada diluar Ibukota Provinsi.
Tujuan pembukaan UPS berada diluar Ibukota Provinsi adalah bank umum syariah
bisa berkontribusi dalam menjangkau UMKM yang ada dipedesaan . selain itu tujuan lainnya
adalah kewajiban bank menggunakan sumber daya sendiri dalam oprasional kantor bank
syariah. Dasar pertimbangan pengaturan tersebut terkait dengan prinsip kehati-hatian.
Adanya anggapan bahwa BI menghambat bank syariah merupakan informasi yang
misleading kepada masyarakat apalagi informasi tersebut tidak diganti oleh data-data yang
akurat. Khusunya dalam pembukaan bank syariah, BI telah menyediakan regulasi yang cukup
memadai untuk pendirian baru, konversi dan membolehkan bank umum konvensional
membuka kantor bank syariah. Dengan regulasi tersebut, pertumbuhan bank syariah pada
tahun 1999 hingga akhir 2004 terus meningkat. Demikian pula pertumbuhan jaringan kantor
dan volume usaha menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat.
Kedepan pertumbuhan bank dan kantor bank syariah akan terus meningkat dengan
semakin banyaknya bank syariah baru terutama dalam bentuk UUS oleh bank-bank
pembangunan daerah. Diperkirakan pangsa aset perbankkan syariah pada tahun 2011 akan
melebihi terget blue print (cetak biru) bank indonesia, sebesar 5% dari pansa perbankan
nasional.
e. Pengaturan Bank Syariah melalui UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Peluang dan
Tantangannya. Perbankan Syariah menunjukkan fenomena yang perkembangannya telah
mengejutkan para pengamat perbankan konvensional. Bank – bank besar dari negara non muslim
telah memasuki pasar perbankan Islam dengan membuka Islamic Window, seperti City Bank,
Manhattan Bank, ANZ Bank dan Jardin Fleming telah membuka Islamic window agar dapat berkiprah
memberikan jasa – jasa perbankan Islam. Sahril Sabirin mengatakan bahwa pengalaman selama
krisis ekonomi masa lalu memberikan suatu pelajaran berharga bahwa prinsip risk sharing ( berbagi
risiko ) atau profit and los sharing ( bagi hasil ) merupakan prinsip yang dapat meningkatkan
ketahanan satuan – satuan ekonomi. 17 Pertumbuhan lembaga keuangan syariah di Indonesia ( LKS)
di Indonesia lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan LKS di Malaysia. Gubernur Bank Indonesia
Burhanuddin Abdullah menegaskan pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia mencapai 50 %.
Sementara di Malaysia daan di negara lain sekitar 15 – 20 %.18 Perbankan Syariah sebagai salah satu
sistem perbankan nasional memerlukan berbagai sarana pendukung agar dapat memberikan
kontribusi yang maksimum bagi perekonomian nasional. Salah satu sarana pendukung vital adalah
adanya pengaturan yang memadai dan sesuai dengan karakteristiknya. UU 17 Sutan Remy
Syahdaeni. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Perbankan Indonesia, Pustaka Utama
Grafiti, Jakarta, 1999, hlm. xvii 18 Republika, 13 April 2004. 30 perbankan yang telah ada dirasakan
masih kurang mengakomodir karakteristik operasional bank syariah. Untuk menjamin kepastian
hukum bagi stakeholder, memberikan keyakinan kepada masyarakat dalam menggunakan produk
dan jasa bank syariah, menjamin terpenuhnya prinsip-prinsip Syariah, prinsip-prinsip kesehatan Bank
Syariah dan terutama untuk memobilisasi dana dari negara lain yang mensyaratkan pengaturan
terhadap Bank Syariah dalam undang-undang tersendri, sangat mendesak disusun dan
diundangkannya UU Perbankan Syariah. Setelah melalui proses yang cukup panjang, tanggal 7 Mei
2008 DPR telah mensahkan UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. UU ini terdiri dari XIII
Bab, 70 pasal.Undang-undang ini mengatur mengenai : a. Jenis Usaha Bank Syariah; b. Ketentuan
pelaksanaan syariah; c. Kelayakan usaha; d. Penyaluran dana bank syariah; e. Larangan bagi bank
syariah dan Unit Usaha Syariah; f. Kepatuhan Syariah Kedudukan Undang-undang Perbankan Syariah
adalah merupakan lex specialis dari UU Perbankan. Hal ini dikarenakan UU Perbankan Syariah
merupakan undang-undang yang khusus mengatur perbankan syariah sedangkan UU Perbankan
mengatur perbankan secara umum, baik perbankan syariah maupun perbankan konvensional.Salah
satu asas perundang-undangan adalah lex specialis derogat lex generalis,yaitu undang-undang yang
bersifat khusus mengenyampingkan undang-undang yang bersifat umum.Dengan demikian jika
dalam UU Perbankan Syariah ada pengaturan yang berbeda dengan yang diatur dalam UU
Perbankan, maka bagi Perbankan Syariah undang-undang yang digunakan adalah UU Perbankan
Syariah. 31 Beberapa pengaturan tentang bank syariah pada UU Perbankan dan UU Perbankan
Syariah. Pengaturan tentang UU Perbankan UU Perbankan Syariah Beberapa Pengertian Pengertian
Bank Konvensional Tidak ada Pasal 1 angka 4 ” Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara
konvensional dan menurut jenisnya terdiri dari atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan
Rakyat”. Pengertian Bank Syariah Tidak ada Pasal 1 angka 7 ” Bank yang menjalankan kegiatan
usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri dari atas Bank Umum Syariah
dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah”. Prinsip Syariah Pasal 1 angka 13 ” Prinsip syariah adalah
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara
lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil ( Mudharabah ), pembiayaan berdasarkan prinsip
penyertaan modal ( musharakah ), ……” Pasal 1 angka 12 ” Prinsip Syariah adalah prinsip hukum
Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah”. Akad Tidak ada Pasal 1 angka 13 ” akad
adalah kesepakatan antara Bank Syariah atau UUS dan pihak lain 32 yang memuat adanya hak dan
kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah ”. Macam-macam simpanan dan
investasi Pasal 1 Pasal 1 disertai dengan jenis akadnya sesuai prinsip syariah. Asas Perbankan Asas
Perbankan Pasal 2 “ Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”. Pasal 2 “ Perbankan Syariah dalam melakukan
kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian”.
Perizinan Izin usaha Bank Umum, BPR,pembukaan kantor cabang Pasal 16 dan Pasal 17 Izin usaha
diberikan oleh Pimpinan Bank Indonesia. Pasal 5 dan Pasal 6 Izin Usaha dan UUS diberikan oleh
Pimpinan Bank Indonesia. Bentuk Badan Hukum Bentuk Badan Hukum Bank Umum, BPR Pasal 21
(1): Bentuk hukum Bank Umum dapat berupa Perseroan Terbatas, Koperasi atau Perusahaan
Daerah. Pasal 21(2) : Bentuk hukum BPR dapat berupa Perusahaan Daerah,Koperasi,Perseroa n
Terbatas, Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 7 : Bentuk badan hukum
Bank Syariah adalah Perseroan Terbatas. ( dengan demikian, bentuk badan hukum Bank Umum
Syariah dan BPRS harus Perseroan Terbatas ) Usaha Bank Umum dan BPR / BPRS Usaha bank umum
Pasal 16 dan 17 : Bank Umum dapat melakukan 18 macam usaha Pasal 19 dan 20 : BUS dapat
melakukan 32 macam usaha. UUS dapat melakukan 21 macam usaha 33 BPR/ BPRS Pasal 13 : BPR
dapat melakukan 4 macam usaha. Pasal 21 : BPRS dapat melakukan 5 macam usaha Larangan bagi
Bank Umum dan BPR Bank Umum Pasal 10 : bank Umum dilarang melakukan usaha penyertaan
modal, melakukan usaha perasuransian,melakukan usaha lain sebagaimana yang dimaksud Pasal 6
dan Pasal 7 Pasal 24 : BUS dan UUS dilarang melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan
prinsip syariah, kegiatan jual beli secara langsung di pasar modal, penyertaan modal kecuali yang
ditetapkan dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dan huruf c, kegiatan usaha perasuransian kecuali sebagai
agen pemasaran produk asuransi syariah. BPR Pasal 14 : BPR dilarang menerima simpanan berupa
giro, dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran, melakukan kegiatan valuta asing, penyertaan
modal, melakukan usaha perasuransian,melakukan usaha lain sebagaimana yang dimaksud Pasal 13.
Pasal 25 : BPRS dilarang melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah,
menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran, melakukan kegiatan
valuta asing, penyertaan modal, melakukan usaha perasuransian,melakuka n usaha lain
sebagaimana yang dimaksud Pasal 21. Penggabungan, peleburan,pengambilalihan Penggabungan,
peleburan,pengambilaliha n Tidak ada Pasal 17 : (1) Penggabungan,Pelebura n, dan Pengambilalihan
Bank Syariah wajib terlebih dahulu mendapat izin dari Bank Indonesia. 34 (2) Dalam hal terjadi
Penggabungan,Pelebura n, dan Pengambilalihan Bank Syariah dengan bank lainnya, bank hasil
Penggabungan, Peleburan tersebut wajib menjadi Bank Syariah. (3) Ketentuan mengenai
Penggabungan,Pelebura n, dan Pengambilalihan Bank Syariah dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan. Struktur Organisasi Pemegang saham pengendali Tidak ada Pasal 27
Dewan Komisaris dan Direksi Pasal 38 dan Pasal 39 Pasal 28 s.d. Pasal 31 Dewan Pengawas Syariah
Tidak ada Pasal 32 (1) Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk oleh Bank Syariah dan Bank umum
konvenional yang memiliki UUS. Good Corrporate Governace GCG/Tata Kelola Tidak diatur secara
khusus dalam pasal tertentu Pasal 34 Penyelesaian Sengketa Alternatif penyelesaian sengketa Tidak
ada Pasal 55 (1) penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Agama; (2) dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa
selain sebagaimana 35 dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi
akad; (3) penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksudkan ayat (2) tidak boleh bertentangan
dengan Prinsip Syariah. Sanksi Pidana Pasal 46 s.d. Pasal 51 Pasal 59 s.d. Pasal 66 Administratif Pasal
52 dan Pasal53 Pasal 56 s.d. Pasal 58 - Tidak melaksanakan prinsip syariah - Melanggar rahasia bank
(+sanksi pidana ) - Tidak memberikan keterangan Walaupun beberapa pakar perbankan syariah dan
para ulama menyampaikan beberapa kekurangan dan kelemahan UU Perbankan Syariah namun
lahirnya UU Perbankan Syariah memberikan peluang yang sangat besar bagi perkembangan bank
syariah di Indonesia. Hal-hal yang membuka peluang besar pangsa perbankan syariah sesuai UU
tersebut adalah: 19 a.Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat tidak dapat dikonversi
menjadi Bank Konvensional, sementara Bank Konvensional dapat dikonversi menjadi Bank Syariah
(Pasal 5 ayat 7); b.Penggabungan (merger) atau peleburan (akuisisi) antara Bank Syariah dengan
Bank nonSyariah wajib menjadi Bank Syariah (Pasal 17 ayat 2); c.Bank Umum Konvensional yang
memiliki Unit Usaha Syariah (UUS) harus melakukan pemisahan (spin off) apabila UUS mencapai
asset paling sedikit 50% dari total nilai asset bank induknya; atau 15 tahun sejak berlakunya UU
Perbankan Syariah (Pasal 68 ayat 1) 19 Mrtza Gamal, http://asia.groups.yahoo.com/group/ekonomi-
islami/surveys 36 d.Dimungkinkannya warga negara asing dan/atau badan hukum asing yang
tergabung secara kemitraan dalam badan hukum Indonesia untuk mendirikan dan/atau memiliki
Bank Umum Syariah (Pasal 9 ayat 1 butir b). Pemilikan pihak asing tersebut dapat secara langsung
maupun tidak langsung melalui pembelian saham di bursa efek Pasal 14 ayat (1). e.UU Perbankan
Syariah juga memberikan peluang akivitas usaha bank syariah yang lebih banyak dan beragam
dibandingkan bank konvensional. Terdapat usaha-usaha yang bisa dilakukan oleh sebuah bank
umum syariah dan tidak dapat dilakukan oleh bank konvensional ( Pasal 19 s.d 21). Dengan
demikian, perbankan syariah dapat menawarkan jasa-jasa lebih dari yang ditawarkan oleh
investment banking, karena jasa-jasa bank syariah merupakan suatu kombinasi yang dapat diberikan
oleh commercial bank, finance company, dan merchant bank. f. Kegiatan usaha yang dapat
dilakukan oleh sebuah Bank Umum Syariah (BUS) lebih luas dibandingkan dengan Unit Usaha Syariah
(UUS) dari sebuah bank konvensional. g.Selain usaha komersial, bank syariah dapat pula
menjalankan fungsi sosial dalam bentuk: lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari
zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi
penelola zakat (Pasal 4 ayat 2); dan menghimpun dana sosial dari wakaf uang dan menyalurkannya
kepada lembaga pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif) (Pasal 4 ayat 3).
UU Perbankan Syariah, di samping memberikan peluang usaha yang lebih beragam bagi bank syariah
dan kemungkinan untuk percepatan pertumbuhan perbankan syariah ke depan, juga memiliki
tantangan persaingan yang lebih tajam. Tantangan tersebuat antara lain :20 20 Merza Gamal, Ibid.
37 a. Bagi pelaku bank syariah nasional dengan lahirnya UU Perbankan Syariah adalah adanya
pembebasan pemilikan bank umum syariah oleh badan hukum Indonesia dengan warga negara asing
dan/atau badan hukum asing secara kemitraan secara langsung (Pasal 9) maupun melalui bursa efek
merupakan tantangan yang sangat besar bagi warganegara dan badan hukum Indonesia dalam
kepemilikan bank syariah ke depan; b. Ketentuan tentang pembebasan penggunaan tenaga kerja
asing (Pasal 33 ayat (1) dapat merupakan tantangan besar bagi warganegara Indonesia sebagai
pengelola dan atau pekerja di perbankan Syariah; c. Tantangan lainnya adalah prinsip syariah yang
menjadi dasar produk/jasa perbankan syariah dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia oleh
Komite Perbankan Syariah berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (Pasal 26). Hal ini dapat
membatasi produk/jasa yang dapat dilakukan perbankan syariah di Indonesia. Suatu produk/jasa
perbankan syariah yang dapat dilakukan perbankan syariah di dunia internasional bisa saja tidak
dapat dilakukan di Indonesia; d. Ketentuan tentang calon pemegang saham pengendali (memiliki
saham lebih dari 25% atau kurang dari 25% tetapi dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian
perusahaan secara langsung ataupun tidak langsung) wajib lulus uji kemampuan dan kepatutan dari
Bank Indonesia (Pasal 27), juga merupakan sebuah tantangan karena hal ini akan membatasi para
pemodal untuk memiliki bank Syariah; e. Penyelesaian sengketa perbankan syariah dapat dilakukan
oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama atau jalur lain sepanjang telah diperjanjikan
dalam akad (Pasal 55) merupakan 38 tantangan bagi bank syariah untuk memilih jalur yang tepat
dalam setiap akad perjanjian untuk menyelesaikan sengketa di kemudian hari, mana yang bisa
diserahkan kepada Peradilan Agama dan mana yang diserahkan kepada lembaga lain. Dari uraian di
atas, tantangan bagi Perbankan Syariah harus ditanggapi dengan spirit untuk meningkatkan kualitas
Perbankan Syariah Nasional, Hal ini baik berkaitan dengan Sumber Daya Manusia (pemilik Bank,
pemegang saham pengendali, karyawan ) maupun produk perbankan syariah. Hal ini dikarenakan
produk perbankan syriah harus sesuai dengan Fatwa Majelis Ulama, walaupun produk tersebut
digunakan secara internasional.

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA

Bank Indonsia dalam mengembangkan syariah menganut strategi market driven, fair
treatment dan memberlakukan tahapan yang berkesinambungan yang sesuai dengan prinsip syariah.
Tahapan terseut dimulai dari tahap pertama meletakkan landasa yang kuat bagi pertumbuhan
industri perbankan syariah (2002-2004). Tahapan berikutnya memasuki fase untuk memperkuat
struktur industri perbankan syariah (2006-2009). Tahap ketiga perbankan syariah diarahkan untuk
dapat memenuhi standart keuangan dan mutu pelayananinternasional (2010-2012). Pada tahap
keempat dibentuknya integrasi lembaga keuangan syariah (2013-2015). Pada tahun 2015 diharapkan
berbankan syariah di indonesia telah memiliki pangsa pasar yang signifikan yang ikut ambil bagian
dalam mengembangkan perekonomian nasional yang dapatb menyejahterakan masyarakat. Bank
indonesia telah merumuskan Sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah,
sebagai strategi komprhensif pengembangan pasar sebagai upaya pengembangan perbankan syariah
di indonesia.

Beberapa hal penting yang perlu mendapatkan perhatian dalam pengembangan perbankan syariah
adalah

1. Kerangka dan perangkat pengaturan perbankan syariah belum lengkap


2. Cakupa pasar masih terbatas
3. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai produk dan jasa perbankan syariah
4. Institusi pendukung yang belum lengkap dan efektif
5. Efesiensi operasional perbankan syariah yang masih belum optimal
6. Porsi skim pembiayaan bagi hasil dalam transaksi bank syariah masih perlu ditingkatkan
7. Kemampuan untuk memenuhi standart keuangan syariah internasional

Muhammad mengidentifikasi adanya problemma secara eksternal problem bank syariah terkait
dengan

1. Faktor ekonomi : perkembangan ekonomi yang terjadi secara keeluruhan akan


mempengaruhi strategi dasar bank termasuk bank syariah. Bank syariah harus menjalankan
strategi yang berbeda ketka kondisi ekonmi sedang naik turun.
2. Faktor sosial : nilai, sikap pergerakan keagamaan yang mempengaruhi kecenderungan
orietasi dan prefensi masyarakat. Bank syariah harus ters menerus melakukan evaluasi
terhadap semua produknya.
3. Faktor politik : penentuan parameter legal dan regulasi yang membatasi operasi bank.
4. Faktor hukum : Bank syariah harus tunduk pada hukum nasional terutama pada saat
disahkannya UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah
5. Faktor teknologi : bank syariah harus mampu meningkatkan produk dan prosesnya melalui
teknologi baru.
6. Faktor lingkungan : perbankan syariah harus peduli terhadap isu lingkungan yang
berkembang agar proyek investasi yang dibiayai tidak merusak lingkungan.
Sedangkan masalah mikro erat kaitannya dengan pendekatan yang digunakan bank syariah selama
ini seperti :

1. Pendekatan akomodatif dan asimilatif : semua produk bank syariah harus mampu
mencerminkan nilai-nilai syariah dalam semua aplikasi produknya dan perlu melakukan
evaluasi terus menerus untuk meningkatkan produknya agar mampu sejalan dengan prinsip
syariah
2. Antara moneter dan riil : bank syariah harus hati-hati dalam menciptakan produk keuangan
karena produk keuangan yangvterlepas dari sektor riil akan mengakibatkan derivasi yang
bisa menyebabkan timbulnya bubble economics.
3. Penetapan harga : untuk produk jual beli bank syariah dapat enentukan tingkat keuntungan
yang sama dengan bank konvensional.
4. Kurangnya deposito : terjadi karena bank syariah menggunakan prinsip mudharabah dimana
deposan ikut menanggung profit and loss sharing
5. Likuidasi berlebihan : terjadi karena kecenderungan bank syariah mempertahankan risiko
lebih tinggi antara uang tunai dengansimpanan dibandingkan bank berassas bunga.
6. Problem biaya yang profitabilitas : persoalan yang sering muncul adalah pengeluaran
manajerial dalam melakukan supervisi atau pengelolaan secara langsung operasional suatu
proyek. Oleh karena itu diperlukan perolehan keuntngan yang lebih tinggi untk menutupi
biaya yang keluar dan untuk mengkompensasi kerugian yang timbul dimasa sulit.
7. Pendanaan pinjaman : bank syariah membatasi dana yang akan dipinjamkan selain itu bank
syariah juga memperhitungkan keuntungan yang diperoleh dari pinjaman konsumtif.
8. Masalah sekuritas : keterbatasan instrumen sekuritas syariah menyebabkan bank syariah
mengalami kesulitan mengelola likuiditas dan investasi jangka panjangnya di pasar uang dan
pasar modal.
9. Sumber daya manusia : kurangnya tenaga kerja yang menguasai dengan baik ilmu perbankan
murni dan syariah sekaligus

KEBIJAKAN PENGELOLAAN REKSADANA

Pengelolaan reksadana diatur secara langsung oleh Bapepam karena menyangkut dana
masyarakat investor sehingga perlu perlindunganyang memadai. Oleh karena itu Bappepam
mengeluarkan pedoman pengelolaan reksadana termasuk pelarangan dan pembatasan yang dapat
dan tidak dapat dilakukan oleh manajer investasi. Pembatasan dan pelarangan reksadana tersebut
antara lain :

1. Menerima atau memberikan pinjaman secara langsung


2. Membeli saham atau unit penyertaan reksadana lainnya
3. Membeli efek luar negeri
4. Membeli efek yang diterbitkan oleh suatu emiten melebihi 5% dari jumlah modal yang
disetor emiten
5. Memberi efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan melebihi 10% dari nilai NAB
reksadana pada saat pembelian. Termasuk didalamnya surat berharga yang dikeluarkan oleh
bank. Tetapi tidak termasuk sertifikat Bank Indonesia Syariah.
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PASAR UANG DI INDONESIA

Pasar uang merupakan salah satu institusi yang memiliki peranan penting bagi bank sentral
terutama dalam mengimplementasikan kebijakan moneter. Kebijakan moneter diambil melalui
operasi pasar terbuka baik melalui target kuantitas atau suku bunga. Bagi bank sentral yang
menggunakan suku bunga , pengendalian suku bunga sangat penting sebagai sinyal arah kebijakan
moneter. Sinyal tersebut akan berfungsi bila pasar uang berada dalam kndisi ideal (efisien). Pasar
uang yang efisien ditandai dengan pemilikan likuiditas yang optimum stabil. Bank indonesia telah
mengambil beberapa kebijakan yang bertujuan untuk menciptakan sistem keuangan yang sehat,
meningkatkan ketersedian informasi bagi pelaku pasar serta meningkatkan efektifitas kebijakan
moneter Instrumen Konvensional yang diterbitkan antara lain :

1. Penggunaan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebagai peranti Operasi pasar terbuka dan
sekaligus piranti pasar uang dengan tujuan utama sebagai piranti kebijakan moneter
khususnya untuk kobtraksi moneter sebagai pengganti peranti pasar uang dan salah satu
alternatif bagi perbankan untuk menempatkan kelebihan likuiditas yang dimiliki
2. Pengembangan Psat Informasi Pasar Uang (PIPU) yang merupakan sistem automasi yang
tidak hanya terbatas pada pasar uang rupiah dan valuta asing. Tetapi juga informasi lainnya
yang terkait dengan pasar keuangan bag anggota, pelanggan dan Bank Indonesia
3. Penggunaan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) untuk memberikan pilihan kepada pelaku
pasar uang dalam menempatkan dana yang tidak terpakai
4. Penetapan Jakarta Offered Rate (JIBOR) sebagai referensi yang dapat diakses pada PIPU.
JIBOR merupakan hasil rata-rata tertimbang suku bunga dari 18 bank yang dipilih
berdasarkan keaktifan mereka dipasar uang.
5. Penyelesaian transaksi secara otomatis tanpa menggunakan kertas. Tahun 1999 diterapkan
sistem pembayaran transaksi secra online antar Bank dan Bank Indonesia dan diperkenalkan
pula Bank Indonesia Real Time Gross Settelment System.

Anda mungkin juga menyukai