Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan
aktivitas, seperti berdiri, berjalan, dan bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang tidak
terlepas dari keadekuatan sistem saraf dan muskuloskeletal. Aktivitas adalah suatu
energi atau keadaan bergerak di mana manusia memerlukannya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah,
teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk
kemandirian (Barbara Kozier, 1995). Sebaliknya keadaan imobilisasi adalah suatu
pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri
dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada
pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring (Susan
J. Garrison, 2004).
            Mobilisasi secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu mobilisasi secara pasif
dan mobilisasi secara aktif. Mobilisasi secara pasif yaitu: mobilisasi dimana pasien
dalam menggerakkan tubuhnya dengan cara dibantu dengan orang lain secara total
atau keseluruhan. Mobilisasi aktif yaitu: dimana pasien dalam menggerakkan tubuh
dilakukan secara mandiri tanpa bantuan dari orang lain (Priharjo, 1997). Mobilisasi
secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan
pasien. Secara psikologis mobilisasi akan memberikan kepercayaan pada pasien
bahwa dia mulai merasa sembuh.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kebutuhan mobilitas dan imobilitas ?
2. Apa contoh masalah pada kebutuhan aktivitas (mobilisasi) ?
3. Bagaimana terjadinya masalah pada kebutuhan aktivitas ?
4. Apa sajakah sistem bagian tubuh yang berperan dalam kebutuhan aktivitas ?
5. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada kebutuhan aktivitas ?

1
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian kebutuhan mobilitas dan imobilitas
b. Untuk mengetahui masalah pada kebutuhan mobilitas
c. Untuk mengetahui terjadinya masalah pada kebutuhan aktivitas
d. Untuk mengetahui sistem bagian tubuh yang berperan dalam kebutuhan
aktivitas
e. Untuk mengetahui proses asuhan keperawatan pada kebutuhan aktivitas
(mobilisasi) berdasarkan kasus yang disajikan.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Imobilisasi
Imobilitas atau imobilisasi merupakan keadaan di mana seseorang tidak bisa
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas),
misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada
ekstremitas (Hidayat, 2006). Imobilitas adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian,
pergerakan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas dari tubuh atau
lebih (NICNOC, 2007). Gangguan mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang
untuk bergerak dengan bebas, dan imobilisasi mengacu pada ketidakmampuan
seseorang untuk bergerak dengan bebas. Mobilisasi dan imobilisasi berada pada suatu
rentang dengan banyak tingkatan imobilisasi parsial di antaranya. Beberapa klien
mengalami kemunduran dan selanjutnya berada di antara rentang mobilisasi-
imobilisasi, tetapi pada klien lain, berada pada kondisi imobilisasi mutlak dan
berlanjut sampai jangka waktu tidak terbatas (Potter dan Perry, 1994).
Perubahan mobilisasi akan mempengaruhi fungsi metabolisme endokrin,
resorpsi kalsium dan fungsi sistem gastrointestinal. Sistem endokrin menghasilkan
hormon mempertahankan dan meregulasi fungsi vital, seperti : berespon pada stres
dan nyeri, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, mempertahankan lingkunagn
internal serta produksi, pembentukan dan penyimpanan energi (Potter & Perry, 2009).
Perubahan metabolisme yang menyertai mobilisasi dapat meningkatkan efek tekanan
yang berbahaya pada kulit klien yang imobilisasi. Hal ini membuat imobilisasi
menjadi masalah resiko yang besar terhadap ulkus tekan. Terganggunya integritaas
kulit yang lain akan sulit di sembuhkan. Mencegah ulkus tekan akan lebih mudah dari
pada menyembuhkannya (Potter & Perry, 2009).
Dampak dari imobilitas dalam tubuh dapat mempengaruhi system tubuh,
seperti perubahan dalam metabolisme tubuh, ketidakseimbangan ciaran dan elektrolit,
gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan
system pernafasan, perubahan kardiovaskuler, perubahan system muskuloskletal,

3
perubahan kulit, perubahan eliminasi, dan perubahan perilaku (Hidayat, 2006).
Universitas Sumatera Utara 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi adalah
pengaruh otot, pengaruh skelet (Kaspernet al, 1993 dan Holm, 1989), gaya hidup,
proses penyakit/cidera, kebudayaan, tingkat energi usia dan status perkembangan
(Hidayat, 2006).
B. Konsep Stroke
Stroke merupakan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensi semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Stroke adalah gangguan darah otak yang
menyebabkan defisit neurologis mendadak sabagai akibat iskemia atau hemoragi
sirkulasi saraf otak(Sudoyo, 2009). Stroke non hemoragik adalah infark pada otak
yang biasanya timbul setelah beraktivitas fisik atau karena psikologis disebabkan oleh
trombus maupun emboli pada pada pembuluh darah diotak (Fransisca, 2008).

Jumlah penderita stroke di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, ini
sejalan dengan perubahan pola hidup masyarakat. Saat ini Indonesia merupakan
negara dengan jumlah penderita stroke terbesar di Asia (Yastroki, 2007). Menurut
data Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas(2013), prevalensi stroke di Indonesia 12,1 per
pembuluh darah diotak 1.000 penduduk. Angka itu naik dibandingkan Riskesdas
2007 yang sebesar 8,3 persen. Sedangkan kasus tertinggi stroke dijawa tengah yaitu
sebesar 3.986 kasus (17,91%). Di Kota Semarang terdapat proporsi sebesar 3,18%.
Sedangkan kasus tertinggi kedua adalah Kabupaten Sukoharjo yaitu 3.164 kasus
(14,22%) dan apabila dibandingkan dengan jumlah keseluruhan di Kabupaten
Sukoharjo adalah sebesar 10,99%. Rata-rata kasus Stroke di Jawa Tengah adalah
635,60 kasus (WHO, 2010). Hingga kini, stroke merupakan penyebab kematian
nomor satu di berbagai rumah sakit di tanah air (Rachmawati, 2007).

Penyebab tersering stroke adalah penyakit degeneratif arterial, baik


aterosklerosis pada pembuluh darah besar (dengan tromboemboli) maupun penyakit
pembuluh darah kecil (lipohialinosis). Kemungkinan berkembangnya penyakit
degeneratif arteri yang signifikan meningkat pada beberapa faktor resiko vaskuler,
salah satunya dalah hipertensi(Ginsberg, 2008). Faktor yang menimbulkan terjadinya

4
resiko stroke salah satunya adalah hipertensi. Hipertensi merupakan faktor resiko
yang bisa dikendalikan. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun
menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah, maka
timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit, maka aliran
darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami kematian(Ariani,
2012). Apabila pengendalian faktor resiko dapat dicegah dengan baik, maka biaya
upaya tersebut jauh lebih murah dibanding dengan perawatan stroke. Perawatan
stroke, termasuk upaya rehabilitasi (Purwanti, Arina, 2008).

Penanganan tekanan darah adalah salah satu strategi untuk mencegah stroke
dan mengurangi risiko kekambuhan pada stroke iskemik dan perdarahan. Penanganan
hipertensi dapat mengurangi kerusakan di sekitar daerah iskemik hingga kondisi
pasien stabil (Astutik, Didik, Nailis, 2013). Faktor lain yang tidak bisa dikendalikan
seperti umur, jenis kelamin, herediter, ras dan etnis, geografi (Setyopranoto, 2011).
Stroke bisa terjadi karena ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau
embolus, maka area sistem saraf pusat (SSP) yang diperdarahi akan mengalami infark
jika tidak ada perdarahan kolateral yang adekuat. Disekitar zona nekrotik sentral,
terdapat penumbra iskemik yang tetap viabel untuk suatu waktu, artinya fungsinya
dapat pulih jika aliran darah baik kembali. Iskemia sistem saraf pusat dapat disertai
oleh pembekakan karena dua alasan yaitu edema sitotoksik (akumulasi air pada sel-
sel glia dan neuron yang rusak, kemudian edema vasogenik (akumulasi cairan
akstraseluler akibat perombakan sawar darah otak. Edema otak dapat menyebabkan
perburukkan klinis yang berat beberapa hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan
tekanan intrakranial dan kompresi struktur-struktur di sekitarnya (Ginsberg, 2008).

Secara klinis gejala yang sering muncul adalah adanya serangan defisit
neurologis / kelumpuhan fokal seperti : hemiparesis, yaitu lumpuh sebelah badan
yang kanan atau yang kiri saja, kemudian bicara menjadi pelo atau bicaranya tidak
begitu jelas, kesulitan berjalan dan kehilangan keseimbangan. 4 Masalah yang sering
muncul pada pasien stroke adalah gangguan gerak, pasien mengalami gangguan atau
kesulitan saat berjalan karena mengalami gangguan pada kekuatan otot dan

5
keseimbangan tubuh(Junaidi, 2006). Seseorang yang mengalami gangguan gerak atau
gangguan pada kekuatan ototnya akan berdampak pada aktivitas sehari-harinya.
Untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit lain maka perlu dilakukan latihan
mobilisasi. Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.

Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan


kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk
aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh(Mubarak, Lilis, Joko, 2015). Latihan
mobilisasi atau rehabilitasi pada pasien stroke ini juga bertujuan untuk memperbaiki
fungsi neurologis melalui terapi fisik dan tehnik-tehnik lain. Mobilisasi dan
rehabilitasi dini di tempat tidur merupakan suatu program rehabilitasi stroke,
khususnya selama beberapa hari sampai minggu setelah stroke. Tujuannya adalah
untuk mencegah terjadinya kekakuan (kontraktur) dan kemunduran pemecahan
kekakuan (dekondisioning), mengoptimalkan pengobatan sehubungan masalah medis
dan menyediakan bantuan psikologis pasien dan keluarganya(Junaidi, 2006).

C. Sistem Tubuh Yang Berperan Dalam Kebutuhan Aktivitas


1. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi mekanis
untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot, fungsi sebagai tempat
penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang bisa dilepaskan setup saat
susuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum tulang dalam membentuk sel darah, dan
fungsi pelindung organ-organ dalam.
Terdapat tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan pelvis,
tulang kuboid seperti tulang vertebrata dan tulang tarsalia, dan tulang panjang seperti
tulang femur dan fibia. Tulang panjang umumnya berbentuk lebar pada kedua ujung
dan menyempit di tengah. Bagian ujung tulang panjang dilapisi kartilago dan secara
anatomis terdiri dari epifisis, metafisis, dan diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat
pada kedua ujung tulang dan terpisah dan lebih elastic pada masa anak-anak serta
akan menyatu pada masa dewasa.

6
2. Otot dan Tendon.........................................................................................
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak
sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta dihubungkan
dengan tulang melalui tendon yang bersangkutan, sehingga diperlukan
penyambungan atau jahitan agar dapat berfungsi kembali.
3. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.
Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu jika
terputus akan mengakibatkan ketidakstabilan.
4. Sistem Saraf...............................................................................................
Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula spinalis) dan sistem
saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki somatic dan
otonom. Bagian soamtis memiliki fungsi sensorik dan motorik. Terjadinya kerusakan
pada sistem saraf pusat seperti pada fraktur tulang belakang dapat menyebabkan
kelemahan secara umum, sedangkan kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan
terganggunya daerah yang diinervisi, dan kerusakan pada saraf radial akan
mengakibatkan drop hand atau gangguan sensorik pada daerah radial tangan.
5. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat
segmentasi dari rangka tubuh dan memungkinkan gerakan antar segemen dan
berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis sendi, misalnya sendi
synovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang berhadapan dilapisi oleh kartilago
artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul sendi dan berisi cairan synovial. Selain itu,
terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis sendi lain sepertii
sindesmosis, sinkondrosis dan simpisis.

B. Asuhan Keperawatan pada Masalah Kebutuhan Mobilitas dan Imobilitas


1) Pengkajian Keperawatan, terdiri atas
1. Riwayat Keperawatan Sekarang, meliputi alasan pasien yang menyebabkan
terjadi keluhan / gangguan dalam mobilitas dan imobilitas, seperti adanya nyeri,

7
kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, dan lama terjadinya
gangguan mobilitas.
2. Pengkajian Keperawatan Penyakit yang Pernah Diderita, berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem
neurologis, riwayat penyakit kardiovaskular, riwayat penyakit sistem
muskuloskeletal, riwayat penyakit sistem pernapasan, riwayat pemakaian obat seperti
sedativa, hipnotik, depresan sistem saraf pusat, laksania, dan lain-lain.
3. Kemampuan Fungsi Motorik, pengkajiannya antara lain pada tangan kanan dan
kiri, kaki kanan dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau
spastis.
4. Kemampuan Mobilitas, dilakukan dengan tujuan untuk menilai kemampuan
gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan.
Kategori tingkat kemampuanaktivitas adalah sebagai berikut:
Tingkat Aktivitas/Mobilitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan & peralatan
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan

5. Kemampuan Rentang Gerak, pengkajian rentang gerak (range of motion – ROM)


dilakukan pada daerah seperti bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki.
Gerak Sendi Derajat Rentang Normal
 Bahu
Abduksi : gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke atas kepala, telapak
tangan menghadap ke posisi yang paling jauh 180
 Siku
Fleksi : angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah atas menuju bahu 150
Pergelangan Tangan

8
Fleksi : tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam lengan bawah 80-90
Ekstensi : luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi 80-90
Hipereskstensi : tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh mungkin 70-90
Abduksi : tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak tangan
menghadap ke ata s0-20
Abduksi : tekuk pergelangan tangan ke arah kelingking, telapak tagang
menghadap ke atas 30-50
 Tangan dan Jari
Fleksi : buat kepalan tangan 90
Ekstensi : Luruskan jari90
Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin30
Abduksi : kembangkan jari tangan20
Abduksi : rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi20

6. Perubahan Intoleransi Aktivitas, berhubungan dengan perubahan pada sistem


pernapasan, antara lain : suara napas, analisis gas darah, gerakan dinding thorak,
adanya mukus, batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat respirasi.
Pengkajian intoleransi aktivitas terhadap perubahan sistem kardiovaskular, seprti nadi
dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta perubahan tanda
vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi.
7. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi, dalam mengkaji kekuatan otot dapat
ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak. Derajat kekuatan otot dapat
ditentukan dengan :
Skala Persentase Kekuatan Normal Karakteristik
00 Paralisis sempurna
110 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau dilihat
225 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan
350 Gerakan yang normal melawan gravitasi
475 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan tahanan minimal
5100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan tahan

9
penuh

8. Perubahan Psikologis, disebabkan karena adanya gangguan mobilitas dan


imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, perubahan dalam
mekanisme tulang, dan lain-lain.
2) Diagnosis / Masalah Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik akibat trauma tulang belakang, fraktur, dan lain-lain
b. Gangguan penurunan curah jantung akibat imobilitas
c. Risiko cedera (jatuh) akibat orthostatik pneumonia
d. Intoleransi aktivitas akibat menurunnya tonus dan kekuatan otot
e. Sindrom perawatan diri akibat menurunnya fleksibilitas otot
f. Tidak efektifnya pola napas akibat menurunnya ekspansi paru
g. Gangguan pertukaran gas akibat menurunnya gerakan respirasi
h. Gangguan eliminasi akibat imobilitas
i. Retensi urine akibat gangguan mobilitas fisik
j. Inkontinensia urine akibat gangguan mobilitas fisik
k. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) akibat menurunnya nafsu makan
(anoreksia) akibat sekresi lambung menurun, penurunan peristaltik usus
l. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrrolit akibat kurangnya asupan (intake)
m. Gangguan interaksi sosial akibat imobilitas
n. Gangguan konsep diri akibat imobilitas
3) Perencanaan Keperawatan........................................................................
Tujuan :.......................................................................................................
Meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi
Dapat dilakukan dengan cara :........................................................................
a. Pengaturan posisi dengan cara mempertahankan posisi dalam postur tubuh yang
benar. Cara ini dapat dilakukan dengan membuat sebuah jadwal tentang perubahan
posisi selama kurang lebih setengah jam. Pelaksanaannya dilakukan secara
bertahap agar kemampuan kekuatan otot dan ketahanan dapat meningkat secara
berangsur-angsur.

10
b. Ambulasi dini merupakan salah satu tindakan yang dapat meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melatih posisi
duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, berdiri di samping tempat tidur,
bergerak ke kursi roda, dan seterusnya. Kegiatan ini dapat dilakukan secara
berangsur-angsur.
c. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk melatih kekuatan dan
ketahanan serta kemampuan sendi agar mudah bergerak.
d. Latihan isotonik dan isometrik.
Latihan ini juga dapat digunakan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot
dengan cara mengangkat beban yang ringan, kemudian beban yang berat. Latihan
isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara
aktif, sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan
meningkatkan curah jantung ringan dan nadi.
e. Meningkatkan fungsi kardiovaskular.........................................................
Meningkatkan fungsi kardiovaskular sebagai dampak dari imobilitas dapat
dilakukan antara lain dengan cara ambulasi dini, latihan aktif, dan pelaksanaan
aktivitas sehari-hari secara mandiri. Hal tersebut dilakukan secara bertahap. Di
samping itu, dapat pula dilakukan pengukuran tekanan darah dan nadi setiap kali
terjadi perubahan posisi. Untuk meningkatkan sirkulasi vena perifer dapat
dilakukan dengan cara mengangkat daerah kaki secara teratur.
f. Meningkatkan fungsi respirasi.................................................................
Meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak dari imobilitas dapat
dilakukan dengan cara melatih pasien untuk mengambil napas dalam dan batuk
efektif, mengubah posisi pasien tiap 1-2 jam, melakukan posturnal drainage,
perkusi dada, dan vibrasi.
g. Meningkatkan fungsi gastrointestinal........................................................
Meningkatkan fungsi gastrointestinal dapat dilakukan dengan cara mengatur
diet tinggi kalori, protein, vitamin, dan mineral. Selain itu, untuk mencegah
dampak dari imobilitas dapat dilakukan dengan altihan ambulasi.

11
h. Meningkatkan fungsi sistem perkemihan..................................................
Meningkatkan sistem kemih dapat dilakukan dengan latihan atau mengubah
posisi serta latihan mempertahankannya. Pasien dianjurkan untuk minum 2500 cc
per hari atau lebih, dan menjaga kebersihan perineal. Apabila pasien tidak dapat
buang air kecil secara normal, dapat dilakukan kateterisasi. Di samping itu, untuk
mencegah inkontinensia urine, dapat dilakukan dengan cara minum banyak pada
siang hari dan minum sedikit pada malam hari.
i. Memperbaiki gangguan psikologis............................................................
Meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi emosi sebagai dampak dari
imobilitas dapat dilakukan dengan cara komunikasi secara terapeutik dengan
berbagai perasaan, membantu pasien untuk  mengekspresikan kecemasannya,
meningkatkan privasi pasien, memberikan dukungan moril, mempertahankan citra
diri, menganjurkan untuk melakukan interaksi sosial, mengajak untuk berdiskusi
tentang masalah yang dihadapi, dan seterusnya.
4) Pelaksanaan (Tindakan) Keperawatan...........................................................
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah pengaturan posisi tubuh
sesuai kebutuhan pasien serta melakukan ROM pasif dan aktif.

Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien................................................


Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas dapat
disesuaikan dengan tingkat gangguan, seperti fowler, sim, trendelenburg, dorsal
recumbent, lithotomi, dan genu pectoral. Posisi Fowler, adalah posisi setengah duduk
atau duduk, di mana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini
dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan
pasien.

12
BAB III

LAPORAN KASUS DAN PEMBAHASAN

LAPORAN KASUS

A. Pengkajian
Klien bernama Tn.M menderita Stroke Non Hemoragik.
Penanggungjawab klien adalah Ny. N, umur 52 tahun, pendidikan SD,
pekerjaan buruh, hubungan dengan klien istri klien.
Keluhan utama yang dirasakan klien adalah anggota gerak bagian
kanan tidak dapat digerakan. Riwayat penyakit sekarang Tn. M mengatakan ia
mulai merasakan anggota gerak bagian kanan tidak dapat digerakan sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit. Tiga hari sebelumnya ia mengeluh kemeng-
kemeng, bicara pelo, kemudian klien dibawa oleh keluarga ke RSUD
Gemolong dan mendapatakan penanganan awal dan pemeriksaan, klien
didiagnosa stroke. Klien kemudian dirujuk ke RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Tiba di IGD RSUD Dr. Moewardi Surakarta jam 10.00 WIB tanggal
30 Maret 2012, klien mendapatkan penanganan dengan terapi; infus NaCl 0,9
% 20 tetes/menit, tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 60x /menit dan suhu 36
C. Klien dianjurkan untuk rawat inap, kemudian klien dipindah ke Ruang
Anggrek II kamar 2D untuk diberikan perawatan lebih lanjut.
Hasil pengkajian di Ruang Anggrek II tanggal 3 april jam 08.00 WIB,
riwayat penyakit dahulu, klien sebelumnya pernah mondok di RSUD
Gemolong karena pingsan tidak sadarkan diri di jalan secara tiba-tibasekitar
sebulan yang lalu. Klien tidak punya riwayat penyakit hipertensi, diabetes
mellitus aupun asma. Klien juga mempunyai kebiasaan merokok kurang lebih
sudah 10 tahun dan suka mengonsumsi kopi, klien mengatakan dianjurkan
oleh dokter untuk berhenti dari kebiasaannya tersebut semenjak mondok
pertama kali ketika klien jatuh pingsan dan saat ini klien tidak merokok dan
mengonsumsi kopi.

13
Hasil pengkajian riwayat keluarga, klien mengatakan dikeluarganya
tidak ada yang menderita penyakit seperti klien, dan tidak ada yang
mempunyai riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes mellitus maupun
asma.
Hasil pemeriksaan ekstremitas, untuk ekstremitas atas, kekuatan otot
kanan 1, otot kiri 5, capilary refile kurang dari 2 detik, tidak ada perubahan
bentuk tulang dan perabaan akral hangat, terpasang infus NaCl 0,9% 20 tetes/
menit di tangan kiri, untuk ekstremitas bawah, kekuatan otot kanan 3, otot kiri
5, capilary refile kurang dari 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang dan
perabaan akral hangat.

B. Perumusan Masalah Keperawatan


Mengacu pada pengkajian dan observasi di atas, penulis melakukan
analisa data kemudian merumuskan diagnosa keperawatan yang prioritas.
Prioritas diagnosa keperawatan yang utama adalah gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, ditandai dengan anggota
gerak bagian kanan klien tidak bisa digerakkan, kekuatan otot ekstremitas atas
kanan 1, kekuatan otot ekstremitas kiri 5, kekuatan ekstremitas kanan bawah
3, kekuatan otot ekstremitas kiri bawah 5, tingkat kemandirian 2 dengan
aktivitas klien yang sebagian besar dibantu oleh oranglain karena klien
mengalami kelemahan atau ketidakmampuan untuk bergerak.
C. Perencanaan Keperawatan
Tujuan dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
gangguan mobilisasi Tn. M teratasi dengan kriteria hasil kekuatan otot
meningkat ekstremitas atas kanan dari 1 menjadi 2 dan ekstremitas bawah
kanan dari 3 menjadi 4, tingkat kemandirian 0, klien tidak lemah.
Intervensi atau rencana yang akan dilakukan yaitu kaji kekuatan otot
dan kemampuan kemandirian klien untuk mengidentifikasikan kekuatan otot
agar dapat memberikan informasi mengenai pemulihan dan mengetahui
tingkat kemandirian aktivitas klien, pantau tanda-tanda vital untuk

14
mempertahankan tekanan darah secara konsisten, menurut alogaritma
penatalaksanaan stroke dengan medikamentosa posisikan dengan head up 30
derajat menurunkan tekanan arteri dan meningkatakan drainase serta
meningkatkan sirkulasi atau perfusi serebral, ajarkan ROM aktif atau pasif
untuk meminimalkan atrofi otot dan meningkatkan sirkulasi, kolaborasi
dengan fisioterapi untuk membantu memulihkan kekuatan otot, berkolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat Sohobion 1 ml, Citicolin 250 mg,
Ranitidin 50mg untuk menghilangkan spasitas pada ekstremitas yang
terganggu. ( Wilkinson, 2006)

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada Tn. M dapat dibaca pada
tabel di bawah ini.

Hari/ tanggal No Implementasi Respon klien


Dx
Selasa, 3 April 1 - Mengkaji kekuatan S : klien mengatakan
2012 otot ekstremitas anggota gerak kanan
08.30 tidak dapat
digerakkan.
O : kekuatan otot
ekstremitas atas:
kanan 1, kiri 5,
ekstremitas bawah :
kanan 3, kiri 5.

08.35 1 - Mengkaji tingkat S : klien mengatakan


kemandirian aktivitasnya dibantu
aktivitas oleh istri.
O : tingkat
kemandirian 2
08.40 - Memberikan terapi S : klien mengatakan
injeksi Sohobion maudisuntik.
1ml, Citicolin O : tidak ada alergi
250mg, Ranitidin dan tidak ada muntah
50mg.
08.45 1 - Mengajarkan ROM S : klien mengatakan
anggota gerak bagian
kanan tidak dapat
digerakan.

15
O : ekstremitas atas
kanan pasif, kiri aktif,
ekstremitas kanan
bawah pasif, dan kiri
pasif.
09.00 1 - Memberikan posisi S : klien mengatakan
nyaman (head up nyaman dengan
30 derajat) posisinya.
O : posisi klien tidur
dengan kepala head
up 30 derajat
11.30 1 - Memonitor tanda- S : klien mengatakan
tanda vital tidak pusing.
O : tekanan darah
100/70 mmHg, nadi
70x/menit, respirasi
20x/menit, suhu 36,6
derajat celcius.
Rabu, 4 april 1 - Mengkaji ulang S : klien mengatakan
2012 kekuatan otot dan anggota gerak bagian
08.00 tingkat kemandirian kanan masih lemah,
kaki dapat sedikit
digerakkan dan
aktivitasnya dibantu
oleh istrinya.
O : kekuatan otot
ekstremitas kanan 1,
kiri 5, ekstremitas
bawah kanan 4, kiri 5,
tingkat kemandirian
2.
08.15 1 - Memberikan terapi S : klien mengatakan
injeksi Sohobion mau disuntik.
1ml, Citicolin O : tidak ada alergi
250mg, Ranitidin dan tidak muntah.
50mg.
08.30 1 - Mengajarkan ROM S : klien mengatakan
anggota gerak kanan
masih sulit untuk
digerakkan, tetapi
untuk kaki kana
sedikit dapat
digerakkan.
O : ekstremitas atas

16
kanan pasif, kiri aktif,
ekstremitas bawah
kanan aktif, kiri aktif.
09.00 1 - Memberikan posisi S : klien mengatakan
yang nyaman (head nyaman dengan
up30 derajat ) posisinya.
O : posisi klien tidur
dengan kepala head
up 30 derajat, tangan
diganjal bantal
10.00 1 - Berkolaborasi S : klien mengatakan
dengan fisioterapi sudah bisa
menggerakkan sedikit
demi sedikit anggota
gerak kanannya
meskipun dengan
bantuan tangan yang
sehat.
O : tangan kanan
digerakkan dengan
bantuan tangan kiri
yang sehat, kaki
kanan dapat
digerakkan namun
tidak dapat menahan
beban
12.00 1 - Memonitor tanda- S : klien mengatakan
tanda vital tidak pusing
O : tekanan darah
100/70mmHg, nadi
72x/menit, respirasi
20x/menit, susu 36
derajat celcius.
Kamis, 5 April 1 - Mengkaji ulang S : klien mengatakan
2012 kekuatan otot dan tangan kanan masih
08.00 tingkat kemandirian lemah, kaki kiri sudah
dapat bergerak sedikit
demi sedikitnamun
pergerakannya
lambat, aktivitasnya
dibantu oleh istri dan
keluarga.
O : kekuatan otot
ekstremitas atas

17
kanan 2, kiri 5,
ekstremitas bawah
kanan 4, kiri 5, dan
tingkat kemandirian
2.
08.30 1 - Memberikan terapi S : klien mengatakan
injeksi Sohobion mau disuntik.
1ml, Citicolin O : tidak ada alergi
250mg, Ranitidin dan tidak muntah
50mg.
08.40 1 - Memberikan posisi S : klien mengatakan
yang nyaman nyaman dengan
posisinya.
O : posisi klien
dengan tidur setengah
duduk.
08.50 1 - Memberikan S : keluarga klien
motivasi kepada mengatakan akan
keluarga untuk tetap melatih dan
tetap melatih ROM merawat klien saat di
kepada klien di rumah.
rumah. O : klien rencana
pulang
11.0 1 - Memonitor tanda- S : klien mengatakan
tanda vital tidak pusing dan
keadaanya sedikit
membaik.
O : tekanan darah
110/70mmHg, nadi
70x/menit, respirasi
20x/menit, suhu 36
derajat celcius.

E. Evaluasi
Hasil evaluasi yang dilakukan pada hari Selasa, 3 April 2012 jam 12.00 WIB,
dengan menggunakan metode SOAP yang dihasilkan adalah klien mengatakan
anggota gerak bagian kanan masih belum bisa digerakkan, kekuatan otot ekstremitas
atas: kanan 1, kiri 5, ekstremitas bawah : kanan 3, kiri 5, klien lemah, tingkat
kemandirian aktivitas 2, dengan masalah belum teratasi dan lanjutkan dari seluruh
intrevensi: kaji ulang kekuatan otot dan tingkatkan kemandirian, posisikan head up 30
derajat ketika klien tidur, ajarkan ROM, kolaborasi dengan fisioterapi.

18
Hasil evaluasi yang dilakukan pada hari Rabu, 4 April 2012 jam 11.30 WIB,
dengan menggunakan metode SOAP yang dihasilkan adalah klien mengatakan
anggota gerak bagian kanan sudah dapat sedikit digerakkan, kekuatan otot
ekstremitas kanan 1, ekstremitas atas kiri 5, ekstremitas bawah kanan 4, ekstremitas
bawah kiri 5, klien sedikit lemah, tingkat kemandirian aktifitas 2, dengan masalah
belum teratasi dan lanjutkan seluruh dari intervensi: kaji ulang kekuatan otot dan
tingkat kemandirian, posisikan head up 30 derajat ketika klien tertidur, ajarkan ROM,
kolaborasi dengan fisioterapi.
Hasil evaluasi yang dilakukan pada hari Kamis, 5 April 2012 WIB, dengan
menggunakan metode SOAP yang dihasilkan adalah klien mengatakan anggota gerak
bagian kanan sudah mulai dapat sedikit demi sedikit digerakkan, kekuatan oto
ekstremitas atas kanan 2, ekstremitas atas kiri 5, ekstremitas bawah kanan 4,
ekstremitas bawah kiri 5, klien masih sedikit lemas. Tingkat kemandirian aktifitas 2,
dengan masalah teratasi, klien rencana pulang dan motivasi keluarga untuk tetap
melatih ROM kepada klien di rumah.

PEMBAHASAN
Pengkajian pada asuhan keperawatan gangguan mobilitas fisik dengan stroke
non hemoragik, pengkajian dilakukan dengan cara autoanamnese dan alloanamnese,
mulai dari biodata, riwayat kesehatan, pengkajian pola kesehatan, pengkajian fisik,
dan didukung dengan hasil pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik terutama saat dilakukan pengkajian keluhan utama adalah
mengeluh anggota gerak bagaian kanan tidak bisa digerakkan atau hemiparese
dextra. Sekitar 50% dari penderita stroke yang mengalami kelumpuhan separuh
badan dan gejala berat lainnya, bisa kembali memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri.
Mereka bisa berpikir dengan jernih dan berjalan dengan baik, meskipun penggunaan
lengan atau tungkai yang terkena agak terbatas. Sekitar 20% penderita stroke
meninggal di rumah sakit. (Dewi, 2011)
Gejala-gejala serangan stroke pada seseorang dapat dikenali antara lain seperti
tiba-tiba lemah (lumpuh) pada satu sisi tubuh (sisi kiri atau kanan), rasa baal dan

19
kesemutan pada satu sisi tubuh, pandangan gelap, bila melihat ada bayangan (melihat
dobel), tiba-tiba tidak dapat berbicara, pelo, mulut jadi mengot (miring ke kanan atau
kiri), tiba-tiba perasaan mau jatuh saat akan berjalan, kadang-kadang disertai pusing
terasa berputar, mual-mual dan muntah, sakit kepala, atau kesadaran tiba-tiba
menurun. (Virzara, 2007)
Ketidakmampuan dalam mobilisasi merupakan penyebab utama klien tidak
mampu melakukan aktivitas seperti biasanya contoh aktivitas sehari-hari (ADL).
Imobilitas merupakan suatu kondisi yang relatif. Individu tidak saja kehilangan
kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktivitas dari
kebiasaan normalnya. Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri,
meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit
degeneratif, dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh). Mobilisasi adalah
kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Kehilangan kemampuan untuk
bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan.
(Wahit, 2007)
Mengkaji kemampuan aktivitas, gerak fungsional merupakan gerak yang
harus distimulasi secara berulang-ulang supaya terjadi gerakan yang terkoordinasi
secara disadari serta menjadi refleks secara otomatis berdasarkan ketrampilan
aktivitas sehari-hari (AKS). Latihan pergerakan bagi klien stroke merupakan
prasyarat bagi tercapainya kemandirian klien, karena latihan akan membantu secara
berangsur-angsur fungsi tungkai dan lengan kembali atau mendekati normal, dan
memberi kekuatan pada klientersebut untuk mengontrol kehidupannya. (Irdawati,
2012)
Memberikan terapi injeksi sesuai program dokter, jika pada menit pertama
sampai beberapa jam setelah terjadi iskemik pada stroke akut, sel-sel neuron otak
segera mengalami kerusakan. Bila tidak mendapatkan pengobatan yang optimal,
maka kerusakan sel-sel neuron otak tersebut akan berlangsung terus sehingga
mengakibatkan kerusakan yang permanen pada sel-sel neuron otak yang disebut
sebagai infark. (Marwatal, 2005)

20
Mengajarkan Range of Motion, latihan ROM berpengaruh terhadap
peningkatan kekuatan otot dan kemampuan fungsional, namun tidakberpengaruh
terhadap luas gerak sendi. Dalam analisis multivariat, ditemukan bahwa variabel
perancu: umur, frekuensi, dan jenis stroke tidak berhubungan dengan kemampuan
fungsional. (Maria et al, 2011)
Memberikan posisi yang nyaman (head up 30 derajat) dan rileks untuk
meningkatkan kenyamanan, menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan drainase
serta meningkatkan sirkulasi atau perfusi serebral, memberikan kesempatan
beristirahat pada klien. (Potter, 2005). Memonitor tanda-tanda vital, penderita stroke
tekanan darahnya harus diturunkan dan dipertahankan secara konsisten pada tekanan
yang dapat diterima penderita dan tidak sampai menyebabkan terjadinya iskemik
otak, yaitu antara 120-140/80-85 mmHg. (Iskandar, 2009)
Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 3x24 jam diperoleh hasil
evaluasi klien mengatakan anggota gerak bagian kanan sudah mulai dapat sedikit
demi sedikit digerakkan, kekuatan otot ekstremitas kanan 2, ekstremitas atas kiri 5,
ekstremitas bawah kanan 4, ekstremitas bawah kiri 5, klien masih sedikit lemah,
tingkat kemandirian aktivitas 2, dengan masalh teratasi, klien rencana pulang dan
motivasi keluarga untuk tetap melatih ROM kepada klien di rumah.

21
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Stroke merupakan salah satu penyakit tidak menular yang prevalensi semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Indonesia adalah negara dengan penderita stroke
terbesar di Asia. Latihan mobilisasi atau rehabilitasi pada pasien stroke ini juga
bertujuan untuk memperbaiki fungsi neurologis melalui terapi fisik dan tehnik-tehnik
lain. Asuhan Keperawatan pada Masalah Kebutuhan Mobilitas dan Imobilitas dapat
ditegakkan dalam 5 proses keperawatan, yaitu pengkajian, diagnosis/masalah
keperawatan, intervensi/perencanaan, implementasi/pelaksanaan, dan evaluasi. Dalam
tubuh manusia terdapat beberapa sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan
aktivitas antara lain tulang, otot dan tendon, ligamen, sistem saraf dan sendi.

B. SARAN

Menurut kami dengan meningkatkan pravelansi penyakit stroke diharapkan


kepada seluruh masyarakat untuk dapat lebih meningkatkan kualitas pola hidup sehat.
Saat ini langkah yang paling tepat diambil adalah pencegahan, dimana apabila kita
mampu mencegah faktor risiko yang menimbulkan stroke seperti hipertensi, maka
biaya upaya tersebut jauh lebih murah dibandingkan pengobatan penyakit stroke.
Penulis menyadari banyak makalah diatas banyak kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dalam penulisan
makalah dikemudian hari.

22
DAFTAR PUSTAKA

Dodya,P.(2016). Upaya Peningkatan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke


Nonhemoragik Di Rsud Dr. Soehadi Prijonegoro, hal 2-3
http://hermankampus.blogspot.com/2013/02/makalah-kebutuhan-
aktivitas.html
http://sumbermakalahkeperawatan.blogspot.com/2012/12/kebutuhan-
aktivitas-mobilitas.html
http://nurseviliansyah.blogspot.com/2015/01/kebutuhan-
aktivitas.html#.XR7G41J3CKE
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/55322/Chapter
%20I.pdf;jsessionid=AA4
http://sumbermakalahkeperawatan.blogspot.com/2012/12/kebutuhan-
aktivitas-mobilitas.html

23

Anda mungkin juga menyukai