Anda di halaman 1dari 8

Nama : Iis Ismayanti

Kelas : 1B

NIM : 1901277050

Prodi : D-III Keperawatan

Matkul : Etika Keperawatan

Perihal : Tugas Harian “kesimpulan trilogy etika kedokteran”

Dosen Pengampu : Bpk. H.Iif Taufiq El Haque, S.Kep, MH.Kes

Kesimpulan Trilogy Rahasia Kedokteran

1. Persetujuan tindakan medic (infrmed consent)


2. Rekam medic (medical record)
3. Rahasia kedokteran (medical secrecy)

 PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK


1. PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK (INFORMED CONSENT)
Informed = telah mendapat penjelasan
Consent = memberikanpersetujuan
“Informed consent” adalah adanya persetujuan yang timbul dari informasi yang
dianggap jelas oleh pasien terhadap suatu tindakan medik yang akan dilakukan
kepadanya sehubungan dengan keperluan diagnosa dan/atau terapi kesehatan.
 PENGATURAN INFORMED CONSENT PENGATURAN INFORMED CONSENT
1. Pasal 45 UU No. 29/2004 Tentang Praktik Kedokteran
2. Peraturan Menteri Kesehatan No. Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 290 / /
MENKES/PER/I MENKES/PER/III II/ /2008 2008 tentang Persetujuan Tindakan
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
Di dalam Pasal 1 a Di dalam Pasal 1 angka 1 ngka 1 disebutkan bahwa : “ “Persetujuan
tindakan Persetujuan tindakan kedokteran kedokteran adalah adalah persetujuan yang
diberikan pasien atau keluarganya persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya
atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut”
 UNSUR INFORMED CONSENT
Tiga unsur persetujuan tindakan medik iga unsur persetujuan tindakan medik, yaitu :
1. Informasi dari dokter : keterangan yang diberikan oleh dokter kepada pasien tentang
perlunya tindakan medik yang bersangkutan dan resiko yang akan terjadi di dalam
melakukan tindakan medic
2. Persetujuan : persesuaian pernyataan kehendak antara dokter dengan pasien, dan
3. Tindakan medik, yaitu suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa diagnostik
(penentuan jenis penyakit) atau terapeutik (pengobatan penyakit).
 PRINSIP INFORMED CONSENT
Seorang dokter yang akan melakukan tindakan kedokteran / tindakan medis, terlebih dahulu
dokter tersebut harus memberikan penjelasan (informasi) harus memberikan penjelasan
(informasi) mengenai tindakan apa yang hendak dilakukan, mengenai tindakan apa yang
hendak dilakukan, apa resikonya, tindakan alternatif lainnya, apa apa resikonya, tindakan
alternatif lainnya, apa kemungkinan yang akan terjadi jika tindakan kemungkinan yang akan
terjadi jika tindakan tersebut tidak dilakukan. Keterangan ini harus tersebut tidak dilakukan.
Keterangan ini harus diberikan secara jelas dan dalam bahasa yang diberikan secara jelas dan
dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh pasiennya dengan dapat dimengerti oleh pasiennya
dengan memperhitungkan tingkat pendidikan dan memperhitungkan tingkat pendidikan dan
intelektualnya. Jika pasien sudah mengerti intelektualnya. Jika pasien sudah mengerti
sepenuhnya dan memberikan persetujuan sepenuhnya dan memberikan persetujuan (izinnya)
(izinnya), maka barulah dokter tersebut boleh melakukan tindakannya.
SIAPA YG MEMBERI PENJELASAN?
Yang berwenang memberikan penjelasan (informasi) kepada pasien yang akan diberikan
tindakan medik, yaitu :
 Dalam hal tindakan medik yang akan dilakukan adalah tindakan bedah (operasi) atau
tindakan invasif lainnya, maka penjelasan (informasi) harus diberikan oleh dokter yang
akan dokter yang akan melakukan operasi itu sendiri. melakukan operasi itu sendiri.
 Dalam keadaan tertentu dimana tidak ada dokter yang akan mengoperasi tersebut,
penjelasan (informasi) harus diberikan oleh dokter lain dengan pengetahuan atau
petunjuk dokter dokter lain dengan pengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung
jawab yang bertanggung jawab
 Dalam hal tindakan yang bukan bedah (operasi) dan tindakan invasif lainnya, penjelasan
(informasi) dapat diberikan oleh dokter lain atau perawat dengan pengetahuan atau dokter
lain atau perawat dengan pengetahuan atau petunjuk dokter yang bertanggung jawab.
SIAPA YG MEMBERI PERSETUJUAN ?
1. Orang dewasa:
 Pasien dewasa, dengan syarat : Berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau telah
menikah, dalam keadaan sadar, dan sehat mental,
2. Wali/kurator : Pasien dewasa yang berada di bawah pengampuan.
3. Orang tua/wali/keluarga terdekat : Pasien yang berada di bawah umur 21 (dua puluh satu)
tahun,
4. Keluarga terdekat; Pasien yang tidak sadar/pingsan didampingi oleh keluarga terdekat.
Tetapi apabila tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medik berada dalam
keadaan darurat yang memerlukan tindakan medik segera untuk kepentingannya, tidak
diperlukan persetujan dari siapapun
 BENTUK & WUJUD INFORMED CONSENT BENTUK & WUJUD INFORMED
CONSENT
1. Lisan : Untuk Tindakan medik yang tidak beresiko tinggi (Non Bedah/Operasi, Non
Invasif)
2. Tertulis : Untuk Tindakan medik yang beresiko tinggi (Bedah/Operasi, Invasif) (Dalam
Formulir Informed Consent)
 TUJUAN INFORMED CONSENT TUJUAN INFORMED CONSENT
Memberikan perlindungan hukum bagi pasien dan dokter Memberikan perlindungan hukum
bagi pasien dan dokter. Bagi pasien adalah agar pasien mendapat pelayanan kesehatan secara
maksimal dari dokter yang menanganinya. Bagi dokter adalah menjaga kemungkinan
timbulnya gugatan oleh pasien atau keluarganya apabila ia lalai dalam melaksanakan
kewajibannya.
 REKAM MEDIK (MEDICAL RECORD)
Diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam
Medik
Definisi menurut Ketentuan Pasal 1 angka 1 :
“Rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien”.
 ISI DATA / DOKUMEN REKAM MEDIK
Data dalam rekam medik terdiri dari : 1.Data medis/klinis, yaitu segala data dan informasi
tentang keadaan medis / klinis pasien. 2.Data sosiologis/non medis, yaitu segala data atau
informasi yang bersangkut paut dengan data identitas pasien yang sifatnya non medis.
Dimana kedua bentuk data tersebut bersifat rahasia (confidential).
 Untuk pasien rawat jalan, rekam medis sekurang-kurangnya memuat :
- Identitas pasien
- Anamnese
- Diagnosis
- Tindakan/pengobatan yang diberikan kepada pasien.
 Untuk pasien rawat nginap sekurang-kurangnya memuat :
- Identitas pasien
- Anamnese
- Riwayat penyaki
- Hasil pemerikaan laboratorik
- Diagnosis
- Persetujuan tindakan medik
- Tindakan/pengobatan
- Catatan perawat
- Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
- Resume akhir dan evaluasi pengobatan.
 ISI DATA / DOKUMEN REKAM MEDIK
Dokumen : milik dokter atau sarana pelayanan kesehatan,
Isi : milik pasien, yang dititipkan / diamanatkan kepada dokter untuk memperlakukan sesuai
dengan ketentuan penyelenggaraan yang berlaku.
 LAMA PENYIMPANAN LAMA PENYIMPANAN
Lamanya waktu penyimpanan rekam medik : sekurangkurangnya untuk jangka waktu 5
(lima) tahun terhitung sejak dari tanggal terakhir pasien berobat.
 PEMAPARAN ISI REKAM MEDIK
 Hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat pasien dengan izin tertulis dari pasien
 Oleh pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat dilakukan tanpa izin pasien berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
 KEGUNAAN REKAM MEDIK
1. Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien
2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum
3. Sebagai bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan d.Sebagai dasar pembayaran
biaya pelayanan kesehatan
4. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.
Maka dengan demikian, kegunaan rekam medik kegunaan rekam medik dipandang dari
bebagai aspek adalah :
a. Segi administrasi, isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung
jawab sebagai tenaga kesehatan dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan
b. Segi medis, catatan tersebut digunakan sebagai dasar perencanaan atas
pengobatan/perawatan kepada pasien
c. Segi hukum, isinya menyangkut adanya jaminan atas kepastian hukum serta penyediaan
bahan tanda bukti untuk penegakan keadilan
d. Segi keuangan, isinya dapat dijadikan sebagai dasar penetapan biaya pelayanan kepada
pasien
e. Segi penelitian, isinya dapat dijadikan bahan penelitian guna pengembangan ilmu
pengetahuan
f. Segi pendidikan, isinya dapat digunakan sebagai bahan/referensi pengajaran di bidang
profesi si pemakai
g. Segi dokumentasi, isinya menjadi sumber ingatan yang harus di dokumentasikan dan
dapat dipakai sebagi bahan pertanggung jawaban rumah sakit.
 RAHASIA KEDOKTERAN (MEDICAL SECRETERY)
Hakikat rahasia : “Suatu hal yang tidak boleh atau tidak dikehendaki untuk diketahui oleh
orang yang tidak berkepentingan atau tidak berhak mengetahui hal itu”
 DASAR HUKUM DASAR HUKUM
1. Pasal 322 KUHPidana (KUHP) Pasal 322 KUHPidana (KUHP) yang menyebutkan :
“Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang ia wajib menyimpan oleh
jabatan atau pekerjaannya, baik sekarang maupun yang dahulu, dihukum dengan penjara
selama-lamanya sembilan bulan atau denda.”
2. Pasal 1365 KUH Perdata Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum
(onrechmatige daad). Dimana disebutkan setiap perbuatan melanggar hukum yang
mengakibatkan kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya
menyebabkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
3. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1966 tentang Wajib Peraturan Pemerintah No. 10
Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran. Simpan Rahasia Kedokteran.
 Hubungan kerahasiaan antara dokter dan pasien adalah “Kerahasiaan atas segala
informasi atau pengakuan, dokumen, hasil laboratorium, komunikasi, hasil investigasi,
hasil observasi, hasil diagnosis maupun terapeutik, fakta, data, atau informasi tentang
jiwa dan raga
Menjaga rahasia pasien oleh Tenaga Kesehatan berarti : Tenaga Kesehatan tidak boleh
membuka rahasia pasien untuk : merugikan kepentingan pasien tersebut dan kepentingan
pribadi atau kepentingan pihak ketiga.Bisa dibuka asalkan berdasarkan Bisa dibuka
asalkan berdasarkan persetujuan pasien (dengan Surat Kuasa) persetujuan pasien
(dengan Surat Kuasa)
Rahasia kedokteran dapat dibuka jika :
1. Untuk kepentingan kesehatan pasien
2. Untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan
hukum
3. atas permintaan pasien sendiri
4. Berdasarkan ketentuan perundang-undangan lainnya.

Kesimpulan Trilogi Etika Kedokteran

 Dalam menjalankan profesi kedokteran/kesehatan, ada satu hal yang jarang disadari dokter,
yaitu bahwa saat ia menerima pasien untuk mengatasi masalah kesehatan baik di bidang
kuratif, preventif, rehabilitatif, maupun promotif, sebetulnya telah terjadi transaksi atau
persetujuan antara dua pihak dalam bidang kesehatan.
Menurut ketentuan hukum,hubungan demikian berlaku sebagai undang-undang. Artinya tiap-
tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban yang harus ditaati. Bila salah satu pihak tidak
memenuhi kewajibannya, pihak yang dirugikan dapat menuntut atau menggugat pihak
lain.Untuk melihat atau mendudukkan hubungan dokter dengan pasien yang mempunyai
landasan hukum, dapat dimulai dengan pasal 1313 KUH Perdata:
“Suatu nya adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih.”
 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata membedakan dengan jelas antara perikatan yang lahir
dari perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-undang. Akibat hukum suatu perikatan
yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh para pihak, karena memang perjanjian
didasarkan atas kesepakatan yaitu persesuaian kehendak antara para pihak yang membuat
perjanjian. Sedangkan akibat hukum suatu perikatan yang lahir dari undang-undang mungkin
tidak dikehendaki oleh nya pihak, tetapi hubungan hukum dan akibat hukumnya ditentukan
oleh undang-undang.DalamDalam bidang pengobatan, jelas ada hubungan atau persetujuan
antara pasien atau keluarga pasien dan satu orang dokter atau beberapa dokter.
 Terdapat beberapa bentuk hubungan kontrak dokter-pasien, yaitu:
1. Kontrak yang nyata (expressed contract)
Dalam bentuk ini sifat atau luas jangkauan pemberian pelayanan pengobatan sudah
ditawarkan oleh sang dokter yang dilakukan secara nyata dan jelas, baik secara tertulis
maupun secara lisan.
2. Kontrak yang tersirat (implied contract)
Dalam bentuk ini adanya kontrak disimpulkan dari tindakan-tindakan para pihak.
Timbulnya bukan karena adanya persetujuan, tetapi dianggap ada oleh hukum berdasarkan
pertimbangan akalsehat, kebiasaan dan keadilan.
 Dalam KODEKI terdapat pasal-pasal tentang kewajiban dokter terhadap pasien yang
merupakan pula hak-hak pasien yang perlu diperhatikan. Pada dasarnya hak-hak pasien adalah
sebagai berikut:
1. Hak untuk hidup, hak atas tubuhnya sendiri, dan hak untuk mati secara wajar.
2. Memperoleh pelayanan kedokteran yang manusiawi sesuai dengan standar profesi
kedokteran.
3. Memperoleh penjelasan tentang diagnosis dan terapi dari dokter yang mengobatinya.
4. Menolak prosedur diagnosis dan terapi yang direncanakan, bahkan dapat menarik diri dari
kontrak terapeutik.
5. Memperoleh penjelasan tentang riset kedokteran yang akan diikutinya.
6. Menolak atau menerima keikutsertaannya dalam riset kedokteran.
7. Dirujuk kepada dokter spesialis kalau diperlukan, dan dikembalikankepada dokter yang
merujuknya setelah selesai konsultasi atau pengobatan untuk memperoleh perawatan atau
tindak lanjut.
8. Kerahasiaan dan rekam mediknya atas hal pribadi.
9. Memperoleh penjelasan tentang peraturan rumah sakit. 10. Berhubungan dengan keluarga,
penasihat, atau rohaniawan, dan lain-lain yang diperlukan selama perawatan di rumah
sakit.
10. Memperoleh penjelasan tentang perincian biaya rawat inap.
 Menjaga rahasia pasien tersebut mestinya berlaku terhadap hal-hal sebagai berikut
1. Jika ada persetujuan dari pasien untuk dibuka informasi tersebut.
2. Jika dilakukan komunikasi dengan dokter yang lain dari pasien tersebut.
3. Jikaormasi tersebut bukan informasi yang tergolong rahasia. Bandingkan dengan
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
yang juga menentukan kekecualian terhadap kewajiban membuka rahasia dokter tersebut
yaitu sebagai berikut
4. Jika dilakukan untuk kepentingan kesehatan pasien, atau
5. Jika dilakukan atas permintaan penegak hukum, atau
6. Jika dilakukan atas permintaan pasien sendiri, atau
7. Jika dilakukan berdasarkan ketentuan perundang-undangan lainnya. (vide pasal 48 ayat
(2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004). Karena itu, sebagai kekecualian, seorang
dokter mestinya diperkenankan untuk membuka rahasia pasiennya secara terbatas kepada
pihak tertentu saja, asalkan ada alasan pembenar yang masuk akal.
Dalam hal ini, berlaku 3 (tiga) syarat batasan sebagai berikut:
1. Syarat keterbatasan para pihak, yakni boleh dibuka rahasia hanya terhadap pihak yang
relevan saja, misalnya hanya kepada pihak istri/suami, mantan istri/suami, pengadilan,
pihak yang mungkin akan ketularan penyakit, dan lain-lain.
2. Syarat keterbatasan informasi, yakni hanya dibuka informasi sejauh yang diperlukan saja
oleh pihak yang menerima informasi.
3. Syarat keterbatasan persyaratan, yakni hanya dibuka informasi jika ada persyaratan
tertentu saja, antara lain persyaratan-persyaratan sebagai Berikut:
 Ada risiko (misalnya menularnya penyakit) terhadap pihak-pihak keluarga/teman
dekat dari pasien.
 Secara medis informasi tersebut layak dibuka. Jadi, dokter sebagai salah seorang
profesional, secara etika (yang dikuatkan oleh hukum) wajib juga menjaga rahasia
yang didapatinya dari pasiennya.
Akan tetapi, ketentuan ini tidaklah berlaku mutlak disebabkan alasan-alasan sebagai berikut:
1. Dokter tidak semata-mata merupakan alter ago dari pasiennya, tetapi merupakan pihak
profesional yang bekerja sesuai etika profesi.
2. Masih ada kepentingan lain yang mungkin lebih penting dari kepentingan melindungi
rahasia antara dokter dan pasien.

 Pelanggaran profesi kedokteran di bidang hukum dapat dilakukan berdasarkan sesuatu yang
terletak dalam:
1. Bidang MEDIK
2. NON-MEDIK (informed consent, surat keterangan yang tidak benar, membuka rahasia
medis pasien, dsb).

 Pelanggaran hukum dapat menimbulkan Tanggung jawab hukum “legal liability”.


Dengan Rahasia Medis, di dalam prinsip etika diketahui bahwa norma-norma etika
merupakan “self-imposed regulation”yang ditaati atau tidaknya tergantung kepada hati-
nurani si pelaku sendiri. Sanksi etika dapat dijatuhkan oleh organisasi. Demikian pula Lafal
Sumpah Kedokteran yang ditetapkan dalam berbagai peraturan, namun secara yuridis tidak
ada dasar hukumnya untuk menggugatnya.
Dasar yuridis untuk menuntut yang berkenaan dengan Rahasia Medis terdapat pada:
(1) Yurisprudensi Belanda berdasarkan sifat dari :
a) Hoge Raad 21 April 1913
b) Arrondissementsrechtbank Haarlem
c) 11 Desember 1984 tentang larangan mengungkapkan Rahasia Medis,

(2) Hukum Perdata Indonesia


a) Perjanjian terapeutik antara dokter dan pasien (hukum)
b) Pasal 1909 tentang hak Tolak Mengungkap (verschoningsrecht),
c) Pasal 1365 tentang perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad).
(3) Hukum Pidana
a) Pasal 322 tentang wajib menyimpan rahasia
b) Pasal 224 tentang Panggilan Menghadap sebagai Saksi Ahli
(4) Hukum Acara Pidana (KUHAP)
a) Pasal 170 tentang Wajib menyimpan rahasia
b) Pasal 179 tentang Wajib memberikan keterangan sebagai Ahli Kedokteran
Kehakiman, atau sebagai Dokter.
(5) Hukum Acara Perdata (Reglemen Indonesia yang diperbaharui).
a) Pasal 146 ayat 3. (Reglemen Luar Jawa)
b) Pasal 174.
(6) Hukum Administrasi Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1946 Yang memperluas
jangkauan Wajib simpan Rahasia Kedokteran terhadap tenaga kesehatan lainnya.
(7) Konvensi Internasional (sesudah Ratifikasi)
a) United Nations Declaration of Human Rights
b) Declaration of Lisbon

 Hak Rahasia atas diri pribadi


Untuk memahami soal rahasia jabatan ditilik dari sudut hukum, tingkah laku seorang dokter
kita bagi dalam 2 jenis:
1. Tingkah laku yang bersangkutan dengan pekerjaan sehari-hari. Dalam hal ini yang harus
diperhatikan ialah:
a. Pasal 322 KUHP yang berbunyi:
(1) “Barang siapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia yang ia
wajib menyimpannya oleh karena jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang
maupun yang dulu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan
bulan atau denda sebanyak-banyaknya enam ratus rupiah"
(2) “Jika kejahatan ini dilakukan terhadap seorang yang tertentu, ia hanya dituntut atas
pengaduan orang itu”
b. Pasal 1365 KUH Perdata
“Barangsiapa yang berbuat salah sehingga seorang lain menderita kerugian, berwajib
mengganti kerugian itu”.
2. Tingkah laku dalam keadaan khusus Menurut hukum, setiap warga negara dapat
dipanggil oleh pengadilan untuk didengar sebagai saksi. Selain itu, seorang yang
mempunyai keahlian dapat juga dipanggil sebagai ahli. Dengan demikian, dapatlah
terjadi, bahwa seorang yang mempunyai keahlian, umpamanya seorang dokter, dipanggil
sebagai saksi, sebagai ahli atau sekaligus sebagai saksi ahli.

Anda mungkin juga menyukai