Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Covid-19
Corona Virus Disease (COVID-19) adalah jenis virus baru yang menular
pada manusia dan menyerang gangguan system pernapasan sampai berujung
pada kematian (Thalia, 2020). Virus Corona atau COVID-19, kasusnya dimulai
dengan pneumonia atau radang paru-paru misterius pada Desember 2019. Kasus
ini diduga berkaitan dengan pasar hewan Huanan di Wuhan yang menjual
berbagai jenis daging binatang, termasuk yang tidak biasa dikonsumsi, misal
ular, kelelawar, dan berbagai jenis tikus. Kasus infeksi pneumonia misterius ini
memang banyak ditemukan di pasar hewan tersebut. Virus Corona atau COVID-
19 diduga dibawa kelelawar dan hewan lain yang dimakan manusia hingga
terjadi penularan. Coronavirus sebetulnya tidak asing dalam dunia kesehatan
hewan, tapi hanya beberapa jenis yang mampu menginfeksi manusia hingga
menjadi penyakit radang paru. Tanda-tanda umum orang terinfeksi virus ini
adalah demam di atas 38˚C, batuk, sesak, dan susah bernapas. Ciri-ciri virus
Corona atau Covid-19 dan gejalanya kebanyakan muncul 2-10 hari setelah
kontak dengan virus. Tapi pada beberapa kasus, ciri-ciri awal dan gejalanya baru
muncul sekitar 24 hari.
Pandemi atau epidemi global mengindikasikan infeksi COVID-19 yang
sangat cepat hingga hampir tidak ada negara atau wilayah di dunia yang absen
dari virus Corona. Peningkatan jumlah kasus terjadi dalam waktu singkat
sehingga membutuhkan penanganan secepatnya. Namun, sampai saat ini belum
ada obat spesifik untuk menangani kasus infeksi virus Corona atau COVID-19.
2.2 Pengertian Psikosomatis
Psikosomatis berasal dari bahasa Yunani psyche yaitu jiwa dan Soma adalah
badan (Atkinson, 1999). Kartini Kartono (1986) mendefinisikan psikosomatis
adalah bentuk macam-macam penyakitfisikyangditimbulkanoleh konflik psikis
dan kecemasan kronis. Senada dengan hal tersebut, (Wika & Yusleny)
menyebutkan psikosomatis adalah gangguan fisik yang disebabkan faktor
kejiwaan dan sosial emosi yang menumpuk serta dapat menimbulkan guncangan
dalam diri seseorang.
Definisi-definisi tersebut, merujuk pada kesimpulan bahwa psikosomatis
adalah penyakit fisik disebabkan oleh tekanan psikologis yang dapat berasal dari
stressor/sumber stress seperti lingkungan sosial sehingga membentuk kecemasan
yang memengaruhi fungsi tubuh, contohnya stress dapat menyebabkan magh.
Hakim (2004) menjelaskan keluhan psikosomatis dapat berupa jantung berdebar,
sakit maag, sakit kepala, sesak napas, dan lesu. Psikosomatis erat kaitannya
dengan psikososial, teori behavioristik menyatakan bahwa lingkungan sangat
memengaruhi kepribadian individu, saat ini informasi dapat dijangkau secara
mudah dan cepat oleh masyarakat melalui jaringan internet.
Gangguan psikosomatis merupakan kondisi ketika tekanan psikologis
memengaruhi fungsi fisiologis (somatik) secara negatif hingga menimbulkan
gejala sakit. Hal ini bisa terjadi karena adanya disfungsi atau kerusakan organ
fisik akibat aktivitas yang tidak semestinya dari sistem saraf tak sadar dan
respons biokimia tubuh. Ketika cemas, amygdala, pusat rasa cemas pada otak,
merespons dengan mengaktifkan sistem saraf otonom secara berlebihan. Tubuh
dibuat seolah sedang menghadapi ancaman sehingga selalu siaga. Akibatnya
gejala psikosomatis muncul, denyut jantung dan tekanan darah meningkat,
menciptakan rasa sakit di dada.
2.3 Kecenderungan Terjadinya Psikosomatis Ditengah Pandemi Covid-19
Pandemi COVID-19 tidak hanya memengaruhi kesehatan mental masyarakat
umum. Kebijakan pembatasan fisik membikin banyak orang harus beraktivitas
tidak sebagaimana biasanya. Akibat “dirumahkan” banyak masyarakat mulai
merasakan penat. Di tingkat kelompok yang lebih tua, kebijakan ini juga
berdampak pada penurunan kognitif/demensia, menjadikan mereka lebih mudah
cemas, marah, stres, dan gelisah. Tekanan psikis masyarakat semakin berat
ketika negara memutuskan melakukan karantina wilayah. Di saat bersamaan
mereka harus menerima informasi meluap dari media sosial, termasuk laporan
soal kekurangan pasokan APD, staf medis, dan kapasitas rumah sakit di Wuhan.
Semakin hari banyak informasi yang menyebar perihal Covid-19, dari
informasi hoax hingga informasi yang bersifat resmi dan akurat. Keadaan ini
membuat individu merasa cemas dan banyak menimbulkan respon negatif seperti
terobsesi untuk menimbun alat kesehatan hingga dapat berdampak psikosomatis.
Dr. Martina mengatakan kepada Metro (dikutip dari Yasinta, 2020) bahwa sangat
mungkin banyak orang mengembangkan gejala yang mirip dengan virus Corona,
hanya karena kecemasan. Banyaknya informasi yang menjelaskan bahwa Covid-
19 menyebabkan kematian membuat individu merasa cemas yang berlebih.
Kecemasan terhadap kematian yang berlebih akan menimbulkan gangguan
fungsi emosional seperti neurotisma, depresi, dan gangguan psikosomatis (Gina,
dkk, 2017). Dr. Martina juga mengatakan kepada Metro, serangan panik dapat
dengan mudah disalahartikan sebagai permulaan virus Corona. Theory of
somatic weakness menyatakan bahwa psikosomatis dapat terjadi karena organ
secara biologis sudah peka/lemah. Hal tersebut memberi arti bahwa psikosomatis
akan sering terjadi/banyak menyerang masyarakat Indonesia seiring dengan
berkembangnya informasi dan kurangnya pengetahuan terhadap hal ini, terlebih
jika individu yang mengalami memiliki organ biologis yang lemah.
Kecenderungan psikosomatis akibat Covid-19 juga dapat diperkuat oleh
pendapat Prawiharjo (1973) yang menyebutkan salah satu jenis psikosomatis
adalah system respiratory (psikosomatis yang sering menyerang saluran
pernapasan), mengingat bahwa Covid-19 juga menyerang sistem pernapasan
manusia, dengan ini jelas bahwa individu yang secara tiba-tiba mengalami sesak
napas belum tentu mengalami gejala Covid, tetapi dapat diklasifikasikan pada
psikosomatis sebagai respon dari ketegangan yang dialami.
2.4 Upaya Pencegahan Terjadinya Psikosomatis
Banyaknya informasi yang beredar mengenai virus Corona (Covid-19) dapat
memengaruhi kesehatan mental. Rasa panik, stres, takut kehilangan orang-orang
tercinta, dan perubahan aktivitas adalah beberapa dampak dari mewabahnya
Covid-19. Mengikuti perkembangan informasi tentang virus Corona penting
untuk kewaspadaan. Namun jika terus terpapar informasi, baik yang terpercaya
maupun tidak, akan berdampak pada kesehatan fisik dan mental. Orang yang
sebelumnya sudah mengalami gangguan mental adalah kelompok yang mungkin
paling rentan terkena dampak psikis dari pandemi ini. Begitu pula dengan anak-
anak dan orang-orang yang turun langsung menangani virus Corona, khususnya
dokter atau tenaga kesehatan. Efek fisik maupun psikologis yang bisa muncul
meliputi rasa takut dan khawatir berlebihan terhadap kesehatan diri sendiri
maupun orang-orang tercinta, perubahan pola tidur dan pola makan, serta
memburuknya masalah kesehatan yang sudah ada. Berikut upaya dalam
mencegah terjadinya psikosomatis:
1. Mencari Sumber yang Terpercaya
Dengan beragam informasi yang kita peroleh sebaiknya kita lebih hati-
hati karena tidak menutup kemungkinan bahwa berita itu tidak benar, dan
menambah rasa panik dan cemas.
2. Menjaga Kesehatan
Di tengah pandemi Covid-19, salah satu hal yang dapat dilakukan agar
lebih tenang adalah menjaga kesehatan. Saat kita merasa tidak menjaga
kesehatan diri dengan cukup baik, akan menimbulkan rasa takut tertular yang
berlebihan.
3. Tetap Berhubugan dengan Keluarga
Kebijakan isolasi telah diberlakukan di beberapa wilayah demi
mencegah penyebaran virus corona, yang membuat kita merasa kesepian.
Dengan tetap memelihara komunikasi bersama keluarga rasa panik, takut, dan
lelah akan berkurang.
4. Berpikir Positif
Dengan memberikan sugesti positif pada diri sendiri, lebih berfokus pada
hal-hal baik dan menyenangkan dalam hidup membuat kita lebih merasa lebih
tenang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini, yaitu:
1. Corona Virus Disease (COVID-19) adalah jenis virus baru yang menular
pada manusia dan menyerang gangguan system pernapasan sampai berujung
pada kematian (Thalia, 2020).
2. Psikosomatis berasal dari bahasa Yunani psyche yaitu jiwa dan Soma adalah
badan (Atkinson, 1999). Kartini Kartono (1986) mendefinisikan psikosomatis
adalah bentuk macam-macam penyakitfisikyangditimbulkanoleh konflik
psikis dan kecemasan kronis. Senada dengan hal tersebut, (Wika & Yusleny)
menyebutkan psikosomatis adalah gangguan fisik yang disebabkan faktor
kejiwaan dan sosial emosi yang menumpuk serta dapat menimbulkan
guncangan dalam diri seseorang.
3. Pandemi COVID-19 tidak hanya memengaruhi kesehatan mental masyarakat
umum. Kebijakan pembatasan fisik membikin banyak orang harus
beraktivitas tidak sebagaimana biasanya. Akibat “dirumahkan” banyak
masyarakat mulai merasakan penat, menjadikan mereka lebih mudah cemas,
marah, stres, dan gelisah. Tekanan psikis masyarakat semakin berat ketika
negara memutuskan melakukan karantina wilayah dan disaat yang bersamaan
mereka harus menerima informasi meluap dari media sosial, termasuk
laporan soal kekurangan pasokan APD, staf medis, dan kapasitas rumah sakit
yang memicu terjadinya gangguan psikosomatis.
4. Upaya untuk mencegah atau mengurangi psikosomatis yaitu, mencari sumber
yang terpercaya, menjaga kesehatan, tetap berhubugan dengan keluarga, dan
berpikir positif.
3.2 Saran
Saran dari pembuatan makalah ini yaitu, kiranya setiap individu tetap tenang
dalam menghadapi situasi yang terjadi saat ini dengan mewabahnya Covid-19,
kita dapat mengganti respon negatif menjadi positif sebagai upaya untuk
meminimalisir terjadinya psikosomatis.
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Thalia. 2020. “Gaya hidup orang percaya berlandaskan Mazmur 91 : 1-16
dalam menyikapi masalah virus corona (Covid-19) masa kini”. Institut
Agama Kristen Negeri Toraja.
Ahdiany, Gina Nur, dkk. 2017. “Tingkat Kecemasan Terhadap Kematian Pada
ODHA”. Jurnal Keperawatan Soedirman volume 13 No. 3 (hlm.199).
Rachmania, Ana. 2018 “Kecenderungan Psikosomatis Pada Remaja yang Tinggal Di
Pondok Pesantren”. Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya(hlm34).
Prawiharjo, Soejono. 1973. “Klasifikasi Penyakit Jiwa dan Aspek-Aspek
Pengobatannya” . Yogyakarta.
Lubis, Wika & Yusuf. “Peran Hipnoterapi dan Akupuntur pada Gangguan
Psikosomatis”. Universitas SumateraUtara
Sari, Dian & Basri, Augustine Sukarlan 2017. “Gambaran Kecemasan pada Siswi
yang Mengalami Kesurupan Massal”. Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia.
Rahmawati, Yasinta “Merasa Timbul Gejala Usai Membaca Corona Jangan Panik
Dulu”

Anda mungkin juga menyukai