Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya oleh perorangan, tetapi juga
oleh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera badan, jiwa dan social
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomi.
Data dari organisasi kesehatan dunia (WHO) menyebutkan, pada tahun 2010 diperkirakan penyakit ini
akan menempati urutan keempat sebagai penyebab kematian. Prevalensi terjadinya kematian akibat rokok
pada penyakit-penyakit paru obstruksi kronis tahun 2010 sebanyak 80-90% (kasanah, 2011).
Kebanyakan pasien PPOK adalah laki-laki hal ini disebabkan lebih banyak ditemukan perokok pada
laki-laki dibandingkan pada wanita. Hasil susenas (Survei Social Ekonomi Nasional) tahun 2001
menunjukkan bahwa sebanyak 62,2 % penduduk laki-laki merupakan perokok dan hanya 1,3% perempuan
yang merokok. Sebanyak 92,0% dari perokok menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah, ketika
bersama anggota keluarga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota keluarga merupakan perokok
pasif.
Penyakit ini akan terus mengalami perkembangan yang proresif dan belum ada penyembuhan secara
total. Maka dari itu, perawat terfokus untuk melakukan perawatan yang meliputi terapi obat, perubahan gaya
hidup, terapi pernafasan dan juga dukungan emosional bagi penderita penyakit paru obstruksi kronis.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada laporan kasus ini adalah
1. Apa definisi PPOK?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi PPOK?
3. Bagaimana Manifestasi Klinis PPOK?
4. Bagaimana patofisiologi PPOK?
5. Apa tanda dan gejala PPOK?
6. Bagaimana pencegahan PPOK?
7. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang pada PPOK?
9. Bagaimana penatalaksanaan PPOK?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu melakukan Asuhan Keperawatan Secara Komperhensif pada klien dengan PPOK.
2. Tujuan Khusus
Penulisan makalah tentang asuhan keperawatan pada klien dengan PPOK ini diharapkan dapat
membantu mahasiswa untuk:
a. Memahami tentang definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, tanda dan gejala,
pencegahan, komplikasi, pemeriksaan, diagnosa dan penatalaksanaan pada klien PPOK.

1
b. Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan PPOK.
c. Mampu menganalisa dan mempraktekan tindakan yang tepat, yang dapat dilakukan pada klien
PPOK.
d. Mampu membandingkan antara teori dan kasus.
D. Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan sumber dari litersi buku, internet serta melalui diskusi pembelajaran.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan suatu kelainan dengan ciri-ciri adanya
keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible (Lyndod Saputra, 2010). Pada klien PPOK paru-
paru klien tidak mengembang sepenuhnya dikarenakan adanya sumbatan karena secret yang menumpuk
pada paru-paru.
Penyakit paru obstruksi kronik menurut Susan Martin tucker dkk (1993), adalah kondisi kronis yang
berhubungan dengan riwayat emfisema paru, bronchitis kronis dan asma bronchiale disebabkan oleh
perokok aktif atau terpajan pada polusi udara, terdapat sumbatan jalan nafas yang secara progresif
meningkat.
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara disaluran nafas
yang bersifat progresif non reversible parsial, serta adanya respon implamasi paru terhadap partikel atau gas
yang berbahaya (Gold, 2009).
Selain itu menurut Arita Murwani (2011), penyakit paru obstruktif kronis merupakan salah satu
kelompok penyakit paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan nafas
kedalam paru, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronchitis, empisema paru, asma terutama yang
menahun, bronkiektasis.
PPOK/COPD (Cronic Obstruction Pulmonary Disease) merupakan istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (price, silvya anderson : 2005). Sedangkan menurut T.M.
Marrelli, Deborah S. Harper (2008), penyakit paru obstruktif kronis adalah suatu kondisi kronis yang
berkaitan dengan sekelompok penyakit : empisema, asma dan bronchitis.
Dari beberapa pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit paru obstruktif kronis
adalah suatu kelainan penyakit paru dengan ciri-ciri adanya keterbatasan udara yang mengakibatkan
obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan nafas didalam paru yang disebabkan oleh adanya
penumpukan secret, yang termasuk dalam kelompok ini adalah : bronchitis, empisema paru, dan asma.
B. Etiologi
Fakto-faktor yang menyebabkan timbulnya penyakit paru obstruksi kronis menurut Brashers (2007) adalah:
a. Merokok, merupakan > 90% resiko untuk PPOK dan sekitar 15% perokok menderita PPOK. Beberapa
perokok dianggap peka dan mengalami penurunan fungsi paru secara cepat. Pajanan asap rokok dari
lingkungan telah dikaitkan dengan penurunan fungsi paru dan peningkatan resiko penyakit paru pada
anak.
b. Terdapat peningkatan resiko PPOK bagi saudara tingkat pertama perokok. Pada < 1% penderita PPOK,
terdapat defek gen alfa 1 antritripsin yang diturunkan dan menyebabkan awitan awal emfisema.

3
c. Infeksi saluran nafas berulang pada masa kanan-kanak berhubungan dengan rendahnya tingkat fungsi
paru maksimal yang bisa dicapai dan peningkatan resiko terkena PPOK saat dewasa. Infeksi saluran
nafas kronis seperti adeno virus dan klamidia.
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Reeves (2001) adalah :
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis pada sistem
pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak hususnya yang makin
menjadi pada pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas akut. Batuk dan produksi
dahak (pada batuk yang dialami oleh perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan
produksi dahak yang semakin banyak.
Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan penurunan berat badan yang cukup
drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-
tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah
dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis,
sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya
kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan pencernaan sekunder
karena tidak cukupnya oksigen sel dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih
membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.
D. Patofisiologi
Saluran nafas dan paru berfungsi untuk proses resfirasi yaitu pengambilan oksigen untuk keperluan
metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga
tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam
paru. Difusi adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi adalah
distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan retriksi yaitu gangguan
pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran nafas. Parameter
yang sering dipakai untuk melihat gangguan retriksi adalah Kavasitas Vital (KV), sedangkan untuk
gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik utama (VEP 1) dan rasio volume
ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP 1/KVP)(Sherwood, 2001).
Factor resiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok merangsang
perubahan pada sel-sel penghasil mucus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mucus dan
silia ini mengganggu sistem escalator mukos siliaris dan menyebabkan penumpukan mucus kental dalam
jumlah besar dan sulit dikeluarkan dalam saluran nafas. Mucus berfungsi sebagai tempat persemaian mikro
organisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulent. Timbul peradangan yang menyebabkan edema
jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hyperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mucus yang kental akibat adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronis pada paru. Mediator-
mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur penunjang diparu. Akibat hilangnya
elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama

4
pada ekspirasi karena pada ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah
inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap didalam paru,
dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).
E. Gambaran

Sumber: http://dokumen_tips/document/patofisiologi-55cac88875acl.html
F. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:
1. Kelemahan badan
2. Batuk
3. Sputum putih atau mikoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen
4. Sesak napas
5. Sesak napas saat aktivitas dan napas berbunyi
6. Mengi atau wheeze
7. Ekspirasi yang memanjang
8. Bentuk dada tong (Barrel Chest) pada penyakit lanjut
9. Suara napas melemah

5
10. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
11. Oedema kaki, asites dan jari tabuh (PDPI, 2011)
G. Pencegahan
1. Mencegah terjadinya PPOK
a. Hindari asap rokok
b. Hindari polusi udara
c. Hindari infeksi saluran napas berulang
2. Mencegah perburukan PPOK
a. Berhenti merokok
b. Gunakan obat-obatan adekuat
c. Mencegah eksaserbasi berulang (PDPI, 2011).
H. Komplikasi
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg, dengan nilai saturasi
Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan
pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain : nyeri
kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan rangsangan otot
polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan
timbulnya dyspnea
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi terutama pada
klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi
klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma bronchial. Penyakit ini sangat berat,
potensial mengancam kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.
Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
(PDPI, 2011).
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru obstruksi kronis menurut PDPI (2012) antara
lain :
1. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan

6
a. Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel, keluar dari hilus
menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan  bronkus yang menebal
b. Corak paru yang bertambah
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu :
a. Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih
sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink puffer
b. Corakan paru yang bertambah
2. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang  bertambah dan KTP yang
normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi
maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang  pada stadium dini
perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi  berkurang.
3. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis, terjadi vasokonstriksi
vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan  polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia
menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.(5)
4. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat
deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio
R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet
5. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi
6. Laboratorium darah lengkap
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2002) adalah:
1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara
2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh
H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4
x 0,5 g/hari
b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya
adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang memproduksi beta lactamase
c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin pada pasien yang
mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dam membantu mempercepat
kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksasebrasi. Bila terdapat
infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat

7
d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya
sensitivitas terhadap CO2
e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik
f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik. Pada pasien dapat
diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide 250 mikrogram diberikan tiap 6 jam
dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan
3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x 0,25-0,5/hari dapat
menurunkan kejadian eksasebrasi akut
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap pasien maka sebelum
pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru
c. Fisioterapi
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
e. Mukolitik dan ekspektoran
f. Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II dengan PaO 2<7,3kPa (55
mmHg)
g. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu
perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi pada pasien dengan penyakit paru
obstruksi kronis adalah fisioterapi, rehabilitasi psikis dan rehabilitasi pekerjaan.
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang dikumpulkan atau
dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku
bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama
penanggung jawab.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau
berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan Penyakit Paru Obstriksi Kronik(PPOK)
didapatkan keluhan berupa sesak nafas.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak
nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga
ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan keluhan yang sama.
4) Riwayat Penyakit Keluarga

8
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang sama.
5) Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana
perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
6) Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a) Bernafas
Kaji pernafasan pasien. Keluhan yang dialami pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronik ialah batuk produktif/non produktif, dan sesak nafas.
b) Makan dan Minum
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan
PPOK akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan
pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.
7) Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan
sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
8) Gerak dan Aktivitas
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Pasien akan cepat
mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
9) Istirahat dan tidur
Akibat sesak yang dialami dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan
kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan
rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir,
berisik dan lain sebagainya.
10) Kebersihan Diri
Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus dibantu oleh orang
lain.
11) Pengaturan suhu tubuh
Cek suhu tubuh pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°-40°C), hiperpireksia=40°C<
ataupun hipertermi <35,5°C.
12) Rasa Nyaman
Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Nyeri dada meningkat
karena batuk berulang (skala 5).
13) Rasa Aman
Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakit yang dialaminya.
14) Sosialisasi dan Komunikasi
Observasi apakan pasien dapat berkomunikasi dengan perawat dan keluarga atau temannya.

15) Bekerja

9
Tanyakan pada pasien, apakan sakit yang dialaminya menyebabkan terganggunya pekerjaan
yang dijalaninya.
16) Ibadah
Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kali pasien sembahyang, dll.
17) Rekreasi
Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja meluangkan waktunya untuk
rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik yang tepat saat depresi.
18) Pengetahuan atau belajar
Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi sesak yang dirasakan. Disinilah peran
kita untuk memberikan HE yang tepat dan membantu pasien untuk mengalihkan sesaknya
dengan metode pemberian nafas dalam.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Doenges (2012)
adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma, peningkatan produksi sekret,
sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunanenergi atau kelemahan.
b. Kersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma, peningkatan produksi sekret,
sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunanenergi atau kelemahan.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,kelemahan, efek
samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan
kerja silia, menetapnya sekret;, tidak adekuatnya imunitas) kerusakan jaringan, peningkatan
pemajanan pada lingkungan, proses penyakitkronis, malnutrisi
1) Intervensi Keperawatan
Intervensi Keperawatan pada pasien dengan penyakit Paru Obstruksi kronis menurut Doenges
(2012) adalah :
a) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma, peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi atau kelemahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien akan
mempertahankan jalan nafas yang paten dengan bunyi nafas bersih atau jelas dengan
kriteria hasil pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
misalnya batuk efektif danmengeluarkan secret.
Intervensi :
 Mandiri :
 Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas misalnya mengi,
krekels,ronkhi.
R/ mengetahui ada tidaknya obstruksi jalan nafas dan menjadi manifestasi
adanya bunyi nafas adventisius.
 Kaji atau pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi atau ekspirasi.

10
R/ takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut.
 Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan lapar udara, gelisah,
ansietas,distress pernafasan, penggunaan otot bantu.
R/ mengetahui disfungsi pernapasan.
 Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur,
duduk pada sandaran tempat tidur.
R/mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi.
 Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir.
R/mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
 Observasi karakteristik batuk, misalnya batuk menetap, batuk pendek, basah.
Bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.
R/ batuk dapat menetap tetapi tidak efektif.
 Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan antara sebagai pengganti
makanan.
R/ hidrasi membantu menurunkankekentalan secret, mempermudah pengeluaran.
 Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi :
 Bronkodilator misalnya albuterol (ventolin)
 Analgesic, penekan batuk atau antitusif misalnya dextrometorfan.
 Bantu pengobatan pernafasan misalnya fisioterafi dada.
R/ merileksasikan otot halus dan menurunkan kongesti loka, menurunkan spasme
jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa.
b) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply oksigen (obstruksi jalan
nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien
menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang normal dan bebas gejala distress pernafasandengan kriteria hasil pasien akan
berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan atau situasi.
Intervensi :
 Mandiri :
 Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas
bibir, ketidak mampuan berbicara atau berbincang.
R/ berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan kronisnya proses
penyakit.
 Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan
atau toleransi individu.

11
R/posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan napas,
dispnea, dan kerja napas.
 Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukos.
R/apabila keabu-abuan dan sianosis sentral mengidentifikasikan beratnya
hipoksemia.
 Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila di indikasikan.
R/ banyaknya sekret menjadi sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan
nafas.
 Auskultasi bunyi nafas, &atat area penurunan aliran udara dan atau bunyi
tambahan. R/ bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau
areakonsolidasi.
 Palpasi fremitus.
R /penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
 Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.
R/ gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia.
 Evaluasi tingkat toleransi aktivitas.
 Berikan lingkungan tenang dan nyaman. Batasi aktivitas pasien atau dorong
untuk tidur atau istirahat di kursi selama fase akut . Mungkinkan pasien
melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.
R/ program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa
menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.
 Awasi tanda vital dan irama jantung.
R/ takikardia, disritmia dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung.
 Kolaborasi :
 Awasi dan gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.
R / PaCO2 biasanya meningkat dan PaCO2 secara umum menurun, sehingga
hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih besar.
 Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi
pasien.
R/ dapat memperbaiki/mencegah memperburuknya hipoksia.
 Berikan penekan SSP (antiansietas, sedativ, atau narkotik) dengan hati-hati.
R/ digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan konsumsi
oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dyspnea.
 Bantu intubasi, berikan atau pertahankan ventilasi mekanik dan pindahkan ke
ICU sesuai instruksi untuk pasien.
R/ terjadinya kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya tindakan
penyelamatan hidup.
c) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan,
efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.

12
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien menunjukkan
peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat dengan kriteria hasil pasien akan
menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi :
 Mandiri :
 Kaji kebiasaan diet, masukkan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makanan
R/ pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dyspnea, produksi
sputum dan obat.
 Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
R/meskipun kegagalan pernafasan membuat status hypermetabolik dengan
peningkatan kebutuhan kalori.
 Auskultasi bunyi usus.
R/ penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster dan
konstipasi.
 Berikan perawatan oralsering,buang secret, berikan wadah khusus untuk sekali
pakai dan tissue.
R/ Mencegah utama terhadap tidak nafsu makan dan dapat membuat mual dan
muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
 Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan, berikan porsi
makan kecil/sedikit tapi sering.
R/membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan
kesempatan untuk meningkatakan masukan kalori total.
 Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
R/ dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen dan
gerakan diafraghma, dapat meningkatkan dipsne.
 Hindari makanan yang sangat panas atau yang sangat dingin.
R/ suhu ekstrim dapat mencetuskan / meningkatkan spasme batuk.
 Timbang berat badan sesuai indikasi.
R/ berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat badan
dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
 Kolaborasi :
 Konsul ahli gizi atau nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang
mudak dicerna, secara nutrisi seimbang.
R/ memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal pasien / penggunaan
energy.
 Kaji pemeriksaan laboratoriummisalnya glucose, elektrolit. Berikan vitamin,
mineral atau elektrolit sesuai indikasi.
R/ mengevaluasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
 Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.

13
R/ menurunkan dipsnea dan meningkatkan energy untuk makan.
d) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
utama(penurunan kerja silia, menetapnya secret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan
jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses penyakit kronis, malnutrisi.
Setelah dilakukan penindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien
menyatakan pemahaman penyebab atau factor resiko individu dengan kriteria pasien akan
mengindikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi dan pasien akan
menunjukkan tehnik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Intervensi :
 Mandiri :
 Awasi suhu
R/ demam akan terjadi karena adanya infeksi atau dehidrasi
 kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan masukan
cairan adekuat.
R/aktivitas ini meningkatkan mobilisasidan pengeluaran secret untuk
menurunkan resiko terjadinya infeksi paru.
 Observasi warna, karakter, bau sputum
R/secret berbau, kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru
 Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tissue dan sputum.tekankan
teknik cuci tangan yang benar (perawat dan pasien)dan penggunaan sarung
tangan bila memegang atau membuang tissue, wadah sputum.
R/ mencegah penyebaran pathogen melalui cairan
 Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi
R/ menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius
 Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
R/ menurunkan kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki pertahanan
pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan.
 Kolaborasi :
 Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau penghisapan untuk pewarnaan
kuman gram, kultur, atau sensitifitas.
R/ dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan
terhadap berbagai anti microbial.
 Berikan antimicrobial sesuai indikasi
R/ dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur
dan sensitifitas, atau diberikan secara profilaktif karena resiko tinggi

14
BAB III

TINJAUAN KASUS

Kasus :

Seorang laki-laki usia 40 tahun, perokok dengan keluhan utama ; sesak napas berat 2 hari ini disertai nyeri dada
kanan. Dalam tiga hari ini batuk makin sering dengan dahak lebih pekat berwarna kuning kehijauan. Kedua
tungkai bengkak satu bulan ini. Riwayat batuk dan sesak sudah berjalan sejak sepuluh tahun yang lalu. Dua
tahun ini dirasa lebih berat dan sering diikuti mengi, BBnya mengalami penurunan. Pernah diberi obat hirup
(inhaler) dan disarankan berhenti merokok. Klien pernah bekerja di pabrik asbes selama tujuh tahun. Pada
pemeriksaan keadaan umum ; penderita gelisah dan sianosis. Pemeriksaan paru ; inspeksi statis dada kanan
menonjol dari pada kiri dan pada saat bernapas dada kanan tertinggal. Paru kanan perkusi hipersonor, auskultasi
suara napas melemah. Paru kiri didapatkan ronki dan wheezing. Pemeriksaan jumlah leukosit belum ada hasil.
Pemeriksaan foto toraks ; paru kanan kolaps disertai gambaran hiperlusen dan pleural line. Paru kiri
emfisematous. Pemeriksaan kultur mikroorganisme dan sitologi sputum belum ada hasil.

A. Pengkajian

Identitas Klien

Nama : Tn. S

Umur : 40 th

Jenis kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Buruh

Tgl masuk Rs : 6 Januari 2018

Dx Medis : PPOK

Alamat : Ciranjang

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama :
Sesak napas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak napas berat 2 hari ini disertai nyeri dada kanan. Dalam tiga hari ini batuk makin sering dengan
dahak lebih pekat berwarna kuning kehijauan. Kedua tungkai bengkak satu bulan ini.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat batuk dan sesak sudah berjalan sejak sepuluh tahun yang lalu. Dua tahun ini dirasa lebih berat
dan sering diikuti mengi, BBnya mengalami penurunan. Pernah diberi obat hirup (inhaler) dan
disarankan berhenti merokok.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit keturunan

15
5. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Klien pernah bekerja di pabrik asbes selama tujuh tahun.
C. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : penderita gelisah dan sianosis
Kesadaran : composmentis
Tanda Vital
 Tekanan Darah 130/80 mmHg
 Nadi : 80x/menit
 Pernapasan : 34x/menit
 Suhu : 37.7 C
 Keadaan gizi : kurang
 Tb : 161 cm
 Bb : 55 kg
b. Pemeriksaan khusus
Kepala
rambut : Hitam tidak mudah di cabut
mata : Bulu mata tidak mudah di cabut,sclera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis
Pendengaran : Bersih,tidak ada serumen, replek suara baik
Hidung : Bentuk simetris tidak terdapat pernafasan cuping hidung, tidak terdapat polip,
penciuman normal. tampak terpasang nasal kanul O2 ( 5 ltr/mnt )
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada pembengkakkan pada trachea
Paru : Inspeksi statis dada kanan menonjol dari pada kiri dan pada saat bernapas dada
kanan tertinggal.
Perkusi : Paru kanan hipersonor
Auskultasi : Suara napas melemah dan Paru kiri didapatkan ronki dan wheezing.
Extremitas : Ada oedema pada kedua tungkai
D. Data Penunjang
 Pemeriksaan jumlah leukosit belum ada hasil.
 Pemeriksaan foto toraks : paru kanan kolaps disertai gambaran hiperlusen dan pleural line. Paru kiri
emfisematous.
 Pemeriksaan kultur mikroorganisme dan sitologi sputum belum ada hasil.

16
E. ANALISA DATA

N DATA ETIOLOGI MASALAH


o
1. DS : Terpapar polusi udara yg terus Bersihan jalan napas tidak
 Klien mengatakan sesak napas menerus efektif
 Klien mengatakan batuk Hyfertropi dan hyperplasia
berdahak kelenjar mucus dan metaplasia
 Klien mengatakan sering batuk sel globek
DO : Sekret terakumulasi pada jalan
 Os. Tampak sering batuk, dahak nafas
pekat berwarna kuning Penurunan kemampuan
kehijauan. mengeluarkan secret
 Suara napas mengi dan Bersihan jalan nafas tidak
wheezing frekuensi nafas cepat efektif
R : 34 x/mnt
2. Ds : Obstruksi jalan nafas oleh Gangguan pemenuhan O2
 Os. Mengatakan sesak nafas secret
disertai nyeri dada
 Os. Mengeluh sesak kadang
disertai mengi
DO :
 Os. Tampak sesak, gelisah
 Os. Tampak sianosis
 R: 34x/mnt
 Suara nafas mengi dan weezing

3. DS : PaO2 rendah PaCO2 tinggi Intoleransi aktivitas


Klien mengatakan Kedua tungkai Gangguan metabolisme
bengkak jaringan
DO : Produksi ATP Menurun
Klien tampak lemah aktivitas di Defisit energi
bantu Intoleransi aktivitas
4. DS : Klien mengatakan BB nya Sesak napas dan batuk serta Resiko Perubahan nutrisi
mengalami penurunan adanya dahak
DO : BB :55 kg Mual dan Muntah
Penurunan berat badan
Resiko perubahan nutrisi
F. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekresi pada jalan nafas
2. Gangguan pemenuhan O2 berhubungan dengan Obstruksi jalan nafas oleh secret
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
17
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ditandai dengan penurunan berat badan
G. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1. Pola nafas tidak Tupan : 1. Obs TTV 1. Untuk menentukan
efektip berhubungan 2. Aukultasi bunyi intervening
dengan penumpukan Setelah dilakukan napas selanjutnya
sekresi pada jalan tindakan keperawatan 3. Pertahankan 2. Bunyi nafas tdk
nafas selama 3x24 jam pola posisi semi normal
DS: nafas kembali efektip fowler menandakan masih
 Klien mengatakan 4. Anjurkan pada adanya masalah
Tupen :
sesak napas klien minum air 3. Posisi semi fowler
 Klien mengatakan hangat dapat mengurangi
Pola nafas berangsur-
batuk berdahak 5. Bombing dan sesak
angsur membaik dengan
 Klien mengatakan latih teknik 4. Mengencerkan
kriteria hasil : Sesak
sering batuk nafas dalam dan dahak agar mudah
berkurang
DO: batuk efektip yg keluar
 Dahak pekat teratur 5. Batuk tidak
berwarna kuning 6. Pemberian terkontrol adalah
kehijauan. nebulezer melelahkan dan
 Batuknya sesuai indikasi tidak efektip
berdahak 7. Lanjutkan th/o2 menyebabkan
 suara napas mengi sesuai advis dr frustasi
dan wheezing 6. Pemberian
 frekuensi nafas nebulezer dapat
cepat mengencerkan
dahak
7. O2 dapat
1. Atur posisi semi
mengurangi sesak
fowler
dan membantu
2. Ajarkan Batuk
memenuhi
efektif
kebutuhan oksigen

2. Tupan :  Obs. TTV


Setelah dilakuakan  Auskultasi dada
tindakan keperawatan  Kaji frekuensi,
selama 3 x 24 jam irama dan
gangguan pemenuhan kedalaman
kebutuhan O2 teratasi pernafasan
 Atur posisi
18
klien semi
Tupen : powler
 Respirasi 18-20x/mnt  Obs. Pola batuk
 Sianosis (-) dan
 Os. Tampak tenang karakteristik
 Pola nafas normal atau secret
efektif  Lakukan
 Mengi (-) kolaborasipemb
 Weezing (-) erian terapi
 Saturasi O2 dalam oksigen 4-
batas normal 5L/mnt
 Ajarkan klien
untuk batuk
efektif
 Kolaborasi
untuk
pemberian
terapi
3. Intoleransi aktivitas Tupan : 1. Observasi 1. Mengetahui
berhubungan dengan tingkat aktivitas batasan yg dapat
kelemahan fisik Setelah dilakukan klien dilakukan klien
tindakan keperawatan 2. Bantu klien 2. Dg bantuan
DS :
selama 5 hari intolerasi melakukan oranglain
Klien mengatakan
aktivitas teratasi aktivitas yg kebutuhan ADL
Kedua tungkai
tidak dafat klien terpenuhi
bengkak
Tupen :
dilakukan 3. Mengurangi
DO :
3. Libatkan ketergantungan
Intoleransi aktivitas
Klien tampak lemah. keluarga dalam pada petugas
berangsur-angsur teratasi
Aktivitas di bantu pemenuhan 4. Aktivitas yg sesuai
dg kriteria
ADL dapat mencegah

Aktivitas klien tdk 4. Anjurkan klien kekakuan otot

dibantu melakukan 5. Mengurangi kerja

Memperlihatkan aktivitas sesuai otot meminimalkan

kemajuan pada tingkat dengan penggunaan energy

yang lebih tinggi dari kemampuannya yg berlebihan

aktivitas yang mungkin 5. Selingi periode


aktivitas dengan
istirahat
6. Konsultasikan
dengan ahli

19
terapi fisik
untuk
menentkan
program latihan
spesifik
terhadap
kemampuan
pasien.
4. Resiko perubahan Tupan : 1. Observasi 1. Sebagai dasar
nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tingkat untuk melakukan
kebutuhan tubuh tindakan perawatan pemasukan intervensi
ditandai dengan selama 5 hari nutrisi nutrisi klien selanjutnya
penurunan berat badan terpenuhi 2. Hindari klien 2. Makanan yg
Tupen : untuk merangsang batuk
DS : Setelah diberikan mengkonsumsi dapat
tindakan keperawatan makanan yg meningkatkan
Klien mengatakan BB
selama 1 hari nutrisi dapat frekwensi batuk
nya mengalami
berangsu-angsur merangasang lebih tinggi
penurunan
terpenuhi dg kriteria batuk 3. Mencegah klien
hasil : 3. Berikan cepat bosan
DO : BB :55 kg
Nafsu makan baik makanan pasien terhadap makanan
Bb naik dalam porsi yg di berikan
kecil tapi sering 4. Memenuhi
4. Anjurkan kebutuhan nutrisi
pemberian diit
TKTP

20
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi
dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan nyata yang dihadapi dan dialami oleh
khususnya pada Tn. S. Pembahasan ini sesuai dengan kebutuhan dasar manusia yaitu pernafasan.
Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan. Langkah ini berisi tentang penerapakan
pengetahuan dan pengalaman untuk mengumpulkan data tentang pasien, sehingga diperoleh gambaran
kebutuhan pasien yang nantinya digunakan untuk membuat diagnosis keperawatan dan menetapkan prioritas
yang akurat (Hidayat, 2006). Adapun data-data yang dikumpulkan dalam pengkajian ini diperoleh melalui
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Pengkajian pada Tn. S dilakukan padaTanggal 06 januari 2018, dengan
melakukan wawancara kepada perawat ruangan, pasien dan keluarganya, observasi dilakukan dengan mengamati
kondisi pasien selama dirawat di rumah sakit dan melihat catatan rekam medis pasien. Hasil dari pengkajian
sebagai berikut: Data subjektif Tn. S memperlihatkan bahwa pasien mengatakan sesak nafas disertai nyeri dada,
batuk lebih makin sering dengan dahak lebih pekat berwarna kuning kehijauan. Pasien juga menyatakan BBnya
mengalami penurunan. Pernah diberi obat hirup (inhaler) dan disarankan berhenti merokok. Klien pernah bekerja
di pabrik asbes selama tujuh tahun. Sementara data objektif memperlihatkan bahwa RR 34x/menit, batuk terus,
rokhi dan wheezing, hiperaktivitas bronkus, sputum dahak kental, dan terpasang O2 nasal kanul 4-5 L/menit.
Berat badan pasien 55kg.
Data pengkajian kemudian diklasifikasikan menjadi data mayor dan data minor. Data mayor adalah data
yang harus ada untuk merumuskan diagnosa keperawatan (minimal 1 datum), sedangkan data minor adalah data
yang boleh ada dan boleh tidak ada untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Data mayor pada kasus Tn. S
bersumber dari data subjektif dan data objektif. Data mayor meliputi sesak,batuk terus rokhi dan wheezing,
hiperaktivitas bronkus, sputum dahak kental, dan terpasang O2 nasal kanul 5L/menit. Data minor meliputi mual
dan penurunan berat badan dan BB 55kg.
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif yang telah diperoleh pada
tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosis keperawatan (Hidayat, 2006). Berdasarkan data yang diperoleh
pada Tn. S maka disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan yang sesuai dengan tinjauan teori yang ada adalah
bersihan jalan nafas tidak berhubungan dengan penumpukan sekret. Diagnosa keperawatan yang diprioritaskan
adalah bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret. Hal ini didasarkan bahwa
masalah ini dapat menimbulkan risiko gagal nafas pada pasien Tn. S dan akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Menurut PDPI (2003), batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk
bersifat produktif, yang awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk
disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan
purulen seiring dengan bertambahnya parahnya batuk.Pasien PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang
berlangsung lama, sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa pasien
PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami

21
eksaserbasi akut (PDPI, 2003). Pada kasus penelitian ini, Tn. S dibawa oleh keluarganya ke RSUD karena
mengalami sesak nafas.
Rencana keperawatan merupakan preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien atau
keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil yang diharapkan. Harapannya adalah perilaku
akan dipreskripsikan akan menguntungkan pasien dan keluarga dalam cara yang dapat diprediksi yang
berhubungan dengan masalah diidentifikasikan dan tujuan yangtelah dipilih (Hidayat, 2006).
Pada penelitian ini diagnosa keperawatan adalah bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan secret sehingga perecanaan keperawatan ditujukan sebagai upaya agar bersihan jalan nafas efektif
dengan berkurangnya/hilangnya sekret. Terapi bersihan jalan nafas tidak efektif dilakukan dengan batuk efektif.
Batuk efektif merupakan aktifitas keperawatan untuk membersihkan sekresi pada jalan nafas. Batuk efektif
merupakan suatu teknik batuk yang menekankan inspirasi dengan tujuan merangsang terbukanya sistem
kolateral,meningkatkan distribusi ventilasi, meningkatkan volume paru dan memfasilitasi pembersihan saluran
nafas. Dengan demikian batuk efektif dapat meningkatkan mobilisasi sekresi dan mencegah risiko tinggi retensi
sekresi (pneumonia, atelektasis, dan demam). Penerapan batuk efektif ini membantu pasien untuk batuk dengan
benar sehingga pasien dapat menghemat energi serta tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara
maksimal (Muttaqim, 2012). Batuk efektif antara lain dapat dilakukan dalam bentuk posisi semi flower, latihan
nafas dalam, dan latihan batuk efektif. Menurut Muttaqim (2012), posisi semi flower (setengah duduk) adalah
posisi tidur pasien dengan kepala dan dada lebih tinggi daripada posisi panggul dan kaki. Pada posisi semi
flower kepala dan dada dinaikkan dengan sudut 30 o-45o Posisi ini digunakan untuk pasien yang mengalami
masalahan pernafasan dan pasien dengan gangguan jantung. Latihan nafas dalam ditujukan untuk klien yang
mempunyai masalah dengan kapasitas dan ventilasi paru. Tujuan utama pemberian latian nafas dalam adalah
agar masalah keperawatan klien terutama ketidak efektifan pola nafas dan bersihan jalan nafas dapat secepatnya
diatasi oleh perawat.Latihan batuk efektif merupakan aktivitas perawat untuk membersihkan sekresi pada jalan
nafas. Tujuan batuk efektif adalah meningkatkan mobilisasi sekresi dan mencegah risiko tinggi retensi sekresi
(pneumonia, atelektasis, dan demam). Pemberian latihan efektif dilaksanakan terutama pada klien dengan
masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas dan masalah risiko tinggi infeksi saluran pernafasan bagian bawah
yang berhubungan dengan akumulasi sekret pada jalan nafas yang sering disebabkan oleh kemampuan batuk
yang menurun (Muttaqim, 2012).
Pada kasus Tn. S, rencana keperawatan bersihan jalan nafas melalui batuk efektif meliputi mengajarkan
teknik batuk efektif, latihan nafas dalam, mengajarkan batuk dengan posisi semi flower, dan membersihkan
sekret dari mulut dan trakea penghisapan.
Implementasi adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan (Hidayat, 2006). Pada penelitian ini, implementasi
keperawatan direncakanan dengan tujuan mengatasi masalah bersihan jalan nafas yang tidak efektif yang
berhubungan dengan penumpukan sekret. Untuk mencapai tujuan ini maka Tn. S diajari posisi semi flower,
latihan nafas dalam dan teknik batuk efektif, dan menganjurkan banyak minum air putih. Posisi semi flower
adalah sikap dalam posisi duduk 15-60 derajat. Prosedur dari posisi ini adalah mengangkat kepala dari tempat
tidur ke permukaan yang tepat (45-90 derajat) dengan meletakkan bantal di bawah pasien sesuai keinginan
pasien dan menaikkan lutut dari tempat tidur yang rendah untuk menghindari adanya tekanan di bawah jarak
poplital (di bawah lutut). Dengan teknik ini pasien akan mendapatkan perasaan lega (nyaman) saat mengalami

22
sesak nafas (Muttaqim, 2012). Tn.S juga diajari latihan nafas dalam. Latihan nafas dalam adalah bernafas
dengan perlahan dan menggunakan diafragma sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada
mengembang penuh. Latihan ini bertujuan untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk
mengurangi kerja bernafas, inflasi alveolar maksimal,meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan kecemasan,
menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna, tidak terkoordinasi, melambatkan
frekuensi pernafasan, mengurangi udara yang terperangkap, serta mengurangi kerja bernafas (Muttaqim, 2012).
Tn. S diajari pula batuk efektif. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar, sehingga pasien
dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah saat mengeluarkan dahak secara maksimal. Batuk
merupakan gerakan yang dilakukan oleh tubuh sebagai mekanisme alamiah terutama untuk melindungi paru
paru. Gerakan inilah yang kemudian dimanfaatkan kalangan medis sebagai terapi untuk menghilangkan lendir
yang menyumbat saluran pernafasan akibat sejumlah penyakit. Batuk efektif ini.
Evaluasi keperawatan memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses
tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian
pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di
rumuskan sebelumnya (Hidayat, 2006).
Hasil evaluasi untuk mengatasi masalah bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan penumpukan sekret
memperlihatkan bahwa pasien sudah tidak merasakan sesak nafas lagi dan sekret dapat dikeluarkan. Pasien
sudah dapat melakukan batuk efektif, tidak lagi terdengar rokhi dan wheezing. Kondisi vital pasien membaik.

23
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tentang penerapan batuk efektif pada Tn. S yang sedang
mendapatkan perawatan di ruangan. Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 06 januari 2018
menunjukkan bahwa Tn.S mengalami sesak nafas berulang, wheezing,rokhi, batuk kronis berdahak,
hiperaktivitas bronkus, nyeri dada, serta produksi dahak lebih pekat berwarna kuning kehijauan.
Diagnosa keperawatan yang ditetapkan adalah bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan
dengan penumpukan sekret.Rencana keperawatanyang dilakukan pada Tn. B adalah mengajari posisi semi
flower, teknik batuk efektif, latihan nafas dalam.
Tindakan dilakukan selama tiga hari, yaitu mengajari posisi semi flower, teknik batuk efektif, latihan
nafas dalam. Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis mengajukan saran bahwa untuk mengatasi
masalah bersihan jalan nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan penumpukan sekret pada pasien
PPOK dapat diatasi dengan mengajari posisi semi flower, teknik batuk efektif, latihan nafas dalam,
membersihkan sekret dari mulut dan trakea .
Pada kasus belum disertakan hasil laboratorium dan hasil sputum jadi belum bisa menegakkan diagnose
keperawatan yang lainnya.
B. Saran
1. Diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien PPOK dengan tepat,
sehingga dapat mencegah terjadinya kegawatan dan komplikasi.
2. Untuk umum lakukan pola hidup sehat, berhenti dan jauhi asap rokok serta polusi udara.
3. Lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala di pasilitas kesehatan.
4. Untuk petugas kesehatan perbanyak penyuluhan terhadap masyarakat tentang pola hidup sehat dan
bahaya merokok.

24
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, alih bahasa: Agung
Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC

Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan Manajemen Edisi 2. Jakarta : EGC
Buku Kedokteran.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC Buku Kedokteran
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran
Reeves, Charlene J. 2001. Buku Satu Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Hidayat,Azis Alimul. 2008.Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Doenges, Marilyn E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien.Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Sherwood, L., 2001.Sistem Pernafasan. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem edisi 2. Jakarta : EGC, 410-460.
Price, Sylvia A. Dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-ProsesPenyakit Edisi 6 volume 1. Jakarta : EGC.
Lyndon, Saputra, (2010), Buku KapitaSelekta Kedokteran Klinik, Bina Rupa Aksara Publiser. Tangerang.
Amin, Hardi.2013 Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC NOC.
Yogyakarta : Media Action.

25
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

Tema : Teknik nafas dalam dan batuk efektif

Sasaran : keluarga dan Pasien.

Hari/tanggal : Selasa, 09 januari 2018

Waktu : 10.00 – 10.45 WIB (45 menit)

Tempat : R.Matahari RSU SAYANG cianjur

A. Latar Belakang
Batuk merupakan gerakan refleks yang bersifat reaktif terhadap masuknya benda asing ke dalam saluran
pernapasan. Gerakan ini terjadi atau dilakukan tubuh sebagai mekanisme alamiah untuk melindungi organ paru-
paru. Batuk terjadi sebagai akibat stimulasi mekanik atau kimia pada nervus aferen pada percabangan bronkus.
Batuk secara terkekeh-tekeh dapat menyebabkan seseorang kehilangan banyak energi, sulit untuk mengeluarkan
dahak dan dapat mengiritasi tenggorokan.

Sebagian besar orang mencari pertolongan medis agar batuk cepat mereda, sementara itu ada orang yang
takut batuknya menjadi penyakit yang serius. Batuk mempengaruhi interaksi personal dan sosial, mengganggu
tidur dan sering menyebabkan ketidaknyamanan pada tenggorakan dan dinding dada. Untuk mengantisipasi hal-
hal tersebut, kita dapat menggunakan teknik batuk efektif.

Batuk efektif merupakan batuk yang dilakukan dengan sengaja. Namun dibandingkan dengan batuk biasa,
batuk efektif dilakukan melalui gerakan yang terencana atau dilatih terlebih dahulu, sehingga menghambat
berbagai penghalang atau menghilangkan penutup saluran pernapasan.

Teknik batuk efektif akan memberikan banyak manfaat, diantaranya untuk melonggarkan dan melegakan
saluran pernapasan maupun mengatasi sesak napas akibat adanya lendir yang memenuhi saluran pernapasan.
Lendir baik dalam bentuk dahak (sputum) maupun sekret dalam hidung, timbul akibat adanya infeksi pada
saluran pernapasan maupun karena sejumlah penyakit yang diderita oleh seorang individu.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 45 menit, diharapkan pasien dan keluarga memahami dan
memperagakan teknik batuk efektif.

2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan, sasaran mampu:

a. Menjelaskan penggertian batuk efeketif


b. Menjelaskan tujuan batuk efektif

26
c. Menjelaskan teknik batuk efektif
d. Mampu memperagakan teknik batuk efektif
C. Pokok Bahasan
Teknik Batuk Efektif

D. Sub Pokok Bahasan


a. Pengertian batuk efeketif
b. Tujuan batuk efektif
c. Teknik batuk efektif
E. Metode
1. Ceramah
2. Demonstrasi
3. Diskusi dan tanya jawab
F. Media dan Alat
1. Media : Infokus/flip chart, laptop dan leaflet
2. Alat : Tissue/sapu tangan, wadah tertutup untuk penampungan dahak dan gelas berisi air
hangat

G. Proses Pelaksanaan

No. Tahapan & Waktu Kegiatan Penyaji Kegiatan Audien

1. Pembukaan  Memberi salam  Menjawab salam


 Memperkenalkan anggota  Mendengarkan dan
(5 menit)
klompok dan pembimbing memperhatikan
 Melakukan kontrak waktu
 Menjelaskan tujuan dan
materi yang akan  Menyepakati kontrak

diberikan

 Memperhatikan dan
mendengarkan

2. Kegiatan  Menggali pengetahuan  Menanggapi dan


audien tentang nafas menjelaskan
(35 menit)
dalam batuk efektif
 Memberikan
 Memperhatikan dan
reinforcement positif
mendengarkan
27
 Menjelaskan pengertian  Memperhatikan dan
batuk efektif mendengarkan
 Menjelaskan tujuan
Nafas dalam dan batuk
 Memperhatikan dan
efektif
mendengarkan
 Menjelaskan teknik nafas
 Memperhatikan dan
dalam dan batuk efektif
mendengarkan
 Mendemonstrasikan
 Memperhatikan dan
teknik nafas dalam dan
mendengarkan
batuk efektif
 Mendemontrasikan batuk
 Mendemonstrasikan
efektif
bersama
 Memberikan pertanyaan
 Memberi kesempatan
audien untuk bertanya
 Memberikan  Memperhatikan dan
reinforcement positif mendengarkan
 Memberikan kesempatan  Memberikan jawaban
pada audien lain untuk
menjawab
 Memberikan
reinforcement positif dan
meluruskan konsep
 Meminta masukan dari  Memperhatikan dan
pembimbing akademik mendengarkan
dan atau pembimbing
klinik

 Memperhatikan dan
mendengarkan

3.

Penutup

(5 menit)

 Evaluasi validasi
 Menyimpulkan bersama-sama
 Mengucapkan terima kasih
 Mengucapkan salam penutup
 Menyimak

28
 Memperhatikan dan mendengarkan
 Memperhatikan dan mendengarkan
 Menjawab salam
G. Pengorganisasian
a. Penyaji : Rima phytriyani
b. Moderator : Yusuf abdul salam
c. Observer/fasilitator : Yudhi hadi

I. Uraian Tugas
a. Moderator
- Bertanggung jawab dalam kelancaran diskusi pada penyuluhan
- Memperkenalkan anggota kelompok dan pembimbing
- Menyepakati bahasa yang akan digunakan selama penyuluhan dengan audien
- Menyampaikan kontrak waktu
- Merangkum semua audien sesuai kontrak
- Mengarahkan diskusi pada hal yang terkait pada tujuan diskusi
- Menganalisis penyajian
b. Penyaji
- Bertangung jawab memberikan penyuluhan
- Memahami topik penyuluhan
- Meexplore pengetahuan audien tentang batuk efektif
- Menjelaskan dan mendemonstrasikan teknik batuk efektif dengan bahasa yang mudah dipahami
oleh audien
- Memberikan reinforcement positif atas partisipasi aktif audien
c. Fasilitator
- Menjalankan absensi audien dan mengawasi langsung pengisian di awal acara.
- Memperhatikan presentasi dari penyaji dan memberi kode pada moderator jika ada
ketidaksesuaian dengan dibantu oleh observer.
- Memotivasi peserta untuk aktif berperan dalam diskusi, baik dalam mengajukan pertanyaan
maupun menjawab pertanyaan.
- Membagikan leaflet di akhir acara.
d. Observer
- Mengoreksi kesesuaian penyuluhan dengan jadwal dan target
- Mengamati jalannya kegiatan penyuluhan
- Memberikan laporan evaluasi penyuluhan dengan merujuk ke SAP
e. Pembimbing
- Memberikan arahan dan masukan terhadap kelancaran penyuluhan.
- Mengevaluasi laporan dari observer.

29
J. Setting Tempat

Keterangan:

Penyaji

Moderator

Observer/fasilitator

Pembimbing

Pasien

Keluarga pasien

K. Evaluasi

Evaluasi akan dilakukan adalah:

1. Evaluasi Struktur
a. Pengorganisasian dilaksanakan sebelum pelaksanaan kegiatan.
b. Kontrak dengan peserta pada H-1, diulangi kontrak pada hari H.
c. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan sesuai satuan acara penyuluhan.
d. Pasien dan keluarga ± 10 orang ditempat penyuluhan sesuai kontrak yang disepakati.
2. Evaluasi Proses
Peserta antusias dalam menyimak uraian materi penyuluhan tentang latihan batuk efektif, tentang definisi
batuk efektif, tujuan batuk efektif, teknik batuk efektif dan mampu memperagakan cara batuk efektif.

3. Evaluasi Hasil
Setelah dilakukan penyuluhan selama 40 menit peserta mampu

30
a. 80% sasaran mampu menyebutkan pengertian batuk efektif dengan benar
b. 60% sasaran mampu menjelaskan tujuan batuk efektif
c. 60% sasaram mampu menjelaskan teknik batuk efektif dengan benar
d. 60% sasaran mampu mendemonstrasikan batuk efektif

Lampiran Materi

NAFAS DALAM DAN BATUK EFEKTIF

A. Pengertian
1. Nafas dalam
Latihan nafas dalam adalah bernapas dengan perlahan dan menggunakan diafragma, sehingga
memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh (Parsudi, dkk., 2002)
2. Batuk Efeketif
Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar dimana dapat energi dapat dihemat
sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal (Smeltzer, 2001).

31
B. Tujuan Teknik nafas dalam dan Batuk Efektif
1. Mengurangi nyeri luka operasi saat batuk

2. Membebaskan jalan nafas dari akumulasi sekret

3. Mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostik laboratorium

4. Mengurangi sesak nafas akibat akumulasi secret

5. Meningkatkan distribusi ventilasi.

6. Meningkatkan volume paru

7. Memfasilitasi pembersihan saluran napas

C. Indikasi teknik nafas dalam dan batuk efektif


Dilakukan pada pasien seperti :COPD/PPOK, Emphysema, Fibrosis, Asma, chest infection, pasien bedrest
atau post operasi
D. Kontra indikasi batuk efektif
1. Tension pneumotoraks
2. Hemoptisis

3. Gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, hipertensi, infark miokard


akut infark dan aritmia.
4. Edema paru
5. Efusi pleura yang luas
E. Alat dan Bahan yang disediakan
1. Tissue/sapu tangan
2. Wadah tertutup berisi cairan desinfektan (air sabun / detergen, air bayclin, air lisol) atau pasir.
3. Gelas berisi air hangat

F. Cara Mempersiapkan Tempat Untuk Membuang Dahak


1. Siapkan tempat pembuangan dahak: kaleng berisi cairan desinfektan yang dicampur dengan air (air
sabun / detergen, air bayclin, air lisol) atau pasir
2. Isi cairan sebanyak 1/3 kaleng
3. Buang dahak ke tempat tersebut
4. Bersihkan kaleng tiap 2 atau 3 kali sehari.
5. Buang isi kaleng bila berisi pasir : kubur dibawah tanah
6. Bila berisi air desinfektan : buang di lubang WC, siram
7. Bersihkan kaleng dengan sabun

32
G. Tehnik nafas dalam
1. menarik napas (inspirasi) secara biasa beberapa detik melalui hidung (bukan menarik napas dalam)
dengan mulut tertutup
2. kemudian mengeluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut dengan posisi seperti bersiul
3. Dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama ekspirasi
tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui hidung
akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian tekanan ini akan diteruskan melalui
cabang-cabang bronkus sehingga dapat mencegah air trapping dan kolaps saluran napas kecil pada
waktu ekspirasi

H. Teknik Batuk Efektif


1. Tarik nafas dalam 4-5 kali
2. Pada tarikan nafas dalam yang terakhir, nafas ditahan selama 1-2 detik
3. Angkat bahu dan dada dilonggarkan serta batukkan dengan kuat dan spontan
4. Keluarkan dahak dengan bunyi “ha..ha..ha” atau “huf..huf..huf..”
5. Lakukan berulang kali sesuai kebutuhan

33
34

Anda mungkin juga menyukai