SEBUAH PERKENALAN
(RADHIYALLAHU ‘ANHU)
Oleh
Rimbun Natamarga
1
BAB I
PRIBADI DAN KELUARGA UTSMAN
2
tidak lama hidupnya. Ia meninggal dunia ketika berumur enam
tahun.
3
memberikan harta kepada satu kaum dan tidak memberi harta
kepada kaum yang lain, karena khawatir mereka akan dimasukkan
Allah ke dalam Neraka. Sebagian orang memrotes Utsman karena
apa yang ia lakukan itu, sebagaimana yang dilakukan orang-orang
Khawarij kepada Rasulullah atas pembagian harta rampasan Perang
Hunain.”
4
Selain Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah bintu Al
Walid, wanita Quraisy yang juga pernah dinikahi Utsman adalah
Ramlah bintu Syaibah. Darinya, lahir anak-anak Utsman yang
bernama Aisyah, Ummu Aban, dan Ummu ‘Amr.
Satu-satunya istri Utsman yang berasal dari kalangan ahlul
kitab adalah Nailah bintu Al Farafishah. Ketika Utsman dibunuh,
Na-ilah sempat menjadikan dirinya sebagai tameng untuk
suaminya. Dari Na-ilah, Utsman mendapatkan seorang putri yang
bernama Maryam.
5
BAB II
UTSMAN SEMASA RASULULLAH HIDUP
6
Ketidakhadiran Utsman dalam perang ini disebabkan oleh tugas
khusus yang diberikan oleh Rasulullah untuk merawat Ruqayyah
yang sedang sakit waktu itu. Rasulullah sendiri, ketika Perang
Badar berkecamuk, menembakkan anak-anak panah beliau atas
nama Utsman. Demikian pula ketika pembagian harta rampasan
perang, Rasulullah menjatahkan satu bagian untuk Utsman.
Keistimewaan seperti itu bisa didapati juga dalam beberapa
peristiwa lainnya. Di antaranya adalah ketika Baiat Ridhwan,
menjelang terjadi Perjanjian Hudaibiyah pada tahun ke-6 H.
Sebelum baiat, Rasulullah mengutus Utsman untuk mendatangi
kaum musyrikin Quraisy di Mekkah guna menjelaskan maksud
kedatangan rombongan Rasulullah ke Mekkah. Waktu itu,
Rasulullah dan 1.400 orang sahabat hendak melakukan umrah di
Mekkah.
Akan tetapi, kaum musyrikin menolak itikad tersebut.
Mereka bahkan menyuruh Rasulullah serta rombongan untuk
pulang kembali ke Madinah dan baru boleh umrah pada tahun ke-7
H. Utsman yang menjadi utusan Rasulullah ditahan oleh mereka
sementara waktu, sampai akhirnya beredar kabar bahwa Utsman
dibunuh oleh kaum musyrikin.
Menyikapi kabar itu, Rasulullah meminta para sahabat
beliau untuk berbaiat, berjanji setia untuk tidak lari dan siap
berperang sampai mati untuk membela kehormatan Islam. Mereka
pun berbaiat, satu demi satu, di bawah pohon samurah yang ada di
daerah Hudaibiyah.
Khusus untuk Utsman, Rasulullah mengangkat tangan
kanan beliau dan berkata, “Ini adalah tangan Utsman.” Dengan
tangan mulia itulah, Rasulullah mewakili Utsman dalam Baiat
Ridhwan, sehingga Utsman pun terhitung sebagai salah seorang
7
peserta Baiat Ridhwan yang tentangnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
8
Kaum muslimin yang akan berangkat berperang berjumlah
lebih dari 30.000 orang. Sementara itu, bekal yang ada tidak
mencukupi. Rasulullah pun mendorong sahabat-sahabat beliau
untuk membantu kesiapan pasukan. Para sahabat nabi
berbondong-bondong menyumbang apa saja yang mereka mampu.
Sampai-sampai, orang-orang munafik menghina sahabat-sahabat
nabi tersebut.
9
“Tidak ada dosa (lantaran tidak bisa berperang) atas orang-orang
yang lemah, orang-orang yang sakit, dan orang-orang yang tidak
memperoleh apa yang akan mereka gunakan sebagai bekal, apabila
mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan rasulNya. Tidak ada jalan
sedikit pun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik.
Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. At Taubah:
91), dan juga,
َو َﻻ َ َﲆ ا ِ َﻦ ا َذا َﻣﺎ ﺗ َْﻮكَ ِﻟ َﺘ ْﺤ ِﻤﻠَﻬ ُْﻢ ﻗُﻠْ َﺖ َﻻ ِ ﺪُ َﻣﺎ ْ ِﲪﻠُ ُ ْﲂ َﻠَ ْﯿ ِﻪ ﺗ ََﻮﻟﻮ ْا و ْﻋ ُﯿﳯُ ُ ْﻢ
َ ﺗَ ِﻔ ُﺾ ِﻣ َﻦ ا ْﻣﻊ ِ َﺣ َﺰ ً ﻻ َﳚِﺪُ و ْا َﻣﺎ ﯾُﻨ ِﻔ ُﻘ
ﻮن
“Tiada pula berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang
kepadamu agar engkau memberi mereka tunggangan, lalu engkau
katakan, ‘Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawa
kalian.’ Mereka pun pulang, sedangkan mata mereka bercucuran air
mata karena sedih lantaran mereka tidak memperoleh apa yang
akan mereka gunakan sebagai bekal.” (QS. At Taubah: 92)
10
“Tidak ada yang dapat membahayakan Utsman setelah apa yang
dilakukannya pada hari ini (2x).” (HR. At Tirmidzi dan di-hasan-
kan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dalam kitab
Shahih Sunan At Tirmidzi)
َﻣ ْﻦ َْﺸ َ ِﱰي ﺑ ُ ْﻘ َﻌ َﺔ ٓ ِل ﻓُ َﻼ ٍن ﻓَ َ ِﲒﯾﺪَ ﻫَﺎ ِﰲ اﻟْ َﻤ ْﺴ ِ ِﺪ ِ َﲞ ْ ٍﲑ ِﻣ ْﳯَﺎ ِﰲ اﻟْ َﺠﻨ ِﺔ
“'Siapa yang akan membeli sebidang tanah milik keluarga Fulan,
lalu ia tambahkan tanah itu ke tanah masjid karena mengharap
yang terbaik baginya di surga kelak?” (HR. At Tirmidzi dan di-
hasan-kan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani dalam
kitab Shahih Sunan At Tirmidzi)
11
Utsman segera menginfakkan 1.000 dirham untuk membeli dan
menggali sumur Rumah. Karenanya, Utsman mendapatkan
keutamaan yang disebutkan Rasulullah dalam salah satu sabda
beliau,
َﴩ ٌة ِﰲ اﻟْ َﺠﻨ ِﺔ ﺑُﻮ َ ْﻜ ٍﺮ ِﰲ اﻟْ َﺠﻨ ِﺔ َو ُ َﲻ ُﺮ ِﰲ اﻟْ َﺠﻨ ِﺔ َو ُﻋﺜْ َﻤ ُﺎن َو َ ِﲇ َو اﻟﺰﺑ َ ْ ُﲑ َو
َْﻋ
َﻃﻠْ َ ُﺔ َو َﻋ ْﺒﺪُ اﻟﺮ ْ َﲪ ُﻦ َو ﺑُﻮ ُﻋ َﺒ ْﯿﺪَ ُة َو َﺳ ْﻌﺪُ ْ ُﻦ ِﰊ َوﻗﺎص
“Sepuluh orang di Surga. Abu Bakar di Surga. Umar di Surga.
Utsman, Ali, Zubair, Thalhah, Abdurrahman [bin ‘Auf], Abu
‘Ubaidah, dan Sa’ad bin Abi Waqqash di Surga.” [HR. At Tirmidzi
nomor 3748 dan disahihkan oleh Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al Albani dalam kitab Shahih Sunan At Tirmidzi]
12
BAB III
UTSMAN SETELAH RASULULLAH WAFAT
اﴐ ْب ﻟَﻬُﻢ ﻣ َ َﻞ اﻟْ َﺤ َﯿﺎ ِة ا ﻧْ َﯿﺎ َ َ ء َﺰﻟْﻨَﺎ ُﻩ ِﻣ َﻦ اﻟﺴ َﻤﺎ ِء ﻓَﺎ ْﺧ َﻠَﻂَ ِﺑ ِﻪ ﻧ َ َﺒ ُﺎت
ِ ْ َو
ﳾ ٍء ﻣ ْﻘ َ ِﺪر ًا ّ ِ ُ ا ْ ْر ِض ﻓَ ْﺻ َﺒ َﺢ ﻫ َِﺸ ً ﺗ َْﺬ ُرو ُﻩ ّ ِاﻟﺮ َ ُح َو َﰷ َن ا ُ َ َﲆ
َْ ﰻ
‘Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan
dunia sebagai air hujan yang Kami turunkan dari langit. Maka
13
menjadi suburlah tumbuh-tumbuhan di muka bumi karenanya. Lalu,
tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin.
Dan adalah Allah yang maha kuasa atas segala sesuatu.’ (QS. Al
Kahfi: 45)
14
rezeki yang demikian banyak. Dalam kitab At Tarikh karya Al
Bukhari, Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan,
15
Qur-an yang terakhir dibacakan Jibril ‘alaihis salam kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semua itu bermula dari laporan Hudzaifah bin Al Yaman
radhiyallahu ‘anhuma ketika mengikuti sejumlah penaklukan
wilayah-wilayah non-muslim pada masa Utsman. Dalam beberapa
kesempatan, Hudzaifah menyaksikan adanya perdebatan yang
mejurus kekerasan terkait perbedaan qira-ah di tengah kaum
muslimin. Orang-orang Syam, misalnya, mengambil qira-ah dari Al
Miqdad bin Al Aswad dan Abud Darda’ radhiyallahu ‘anhuma.
Sementara itu, orang-orang Irak mengambil qira-ah dari Abdullah
bin Mas’ud dan Abu Musa Al Asy’ari.
Yang patut disayangkan, waktu itu banyak dari kaum
muslimin yang tidak tahu bahwa Al Qur-an turun dalam beberapa
qira-ah dan inilah yang menjadi pangkal masalah. Akibatnya, ada
sejumlah kaum muslimin yang menyalahkan bacaan kaum
muslimin lainnya yang berbeda dalam qira-ah. Bahkan, ada di
antara mereka yang bukan hanya menyalahkan, tetapi juga
mengafirkan orang yang berbeda qira-ah darinya.
Dari situlah kemudian Hudzaifah memberanikan diri melapor
sekaligus meminta kepada Utsman agar mengambil tindakan
secepatnya. “Wahai Amirul Mukminin,” kata Hudzaifah, “benahilah
umat ini sebelum mereka berselisih tentang kitab suci mereka
sebagaimana perselisihan yang terjadi di kalangan orang-orang
Yahudi dan Nasrani terhadap kitab-kitab suci mereka.”
Utsman segera mengambil tindakan. Beliau kumpulkan
sahabat-sahabat Rasulullah dan musyawarahkan hal tersebut. Dari
hasil musyawarah itu, Utsman kemudian meminta lembaran-
lembaran Al Qur-an yang dulu dikumpulkan pada masa
pemerintahan Abu Bakar—sebelum kemudian dipegang oleh Umar
16
radhiyallahu ‘anhu pada masa pemerintahannya dan dipegang oleh
Hafshah bintu Umar radhiyallahu ‘anhuma.
Setelah itu, Utsman perintahkan Zaid bin Tsabit radhiyallahu
‘anhu agar menyalinnya dengan dibacakan oleh Sa’id bin Al Ash Al
Umawi dan disaksikan oleh Abdullah bin Az Zubair dan
Abdurrahman bin Harits Al Makhzumi radhiyallahu ‘anhum. Jika
mereka berselisih, Utsman memerintahkan mereka agar menulisnya
sesuai dengan bahasa Arab yang dipakai Quraisy.
Dari kerja tim kecil itu, dihasilkanlah enam kopi bundel
lembaran-lembaran Al Qur-an yang tertulis atau yang diistilahkan
dengan mush-haf Al Qur-an. Keenam kopi mush-haf itu kemudian
ditetapkan sebagai al mashahif al a-immah atau mushaf-mushaf
induk dan disebar ke beberapa penjuru wilayah Islam: satu mushaf
untuk penduduk negeri Syam, satu mushaf untuk penduduk negeri
Mesir, satu mushaf untuk penduduk negeri Bashrah, satu mushaf
untuk penduduk negeri Kufah, satu mushaf untuk penduduk negeri
Mekkah – Yaman, dan satu mushaf untuk Madinah.
Mushaf-mushaf induk itulah yang disebut dengan mashahif
Utsmaniyyah atau mushaf rasmu Utsmani yang artinya mushaf yang
ditulis Utsman. Maksudnya, mushaf yang ditulis pada masa
pemerintahan Utsman atas inisiatif beliau dan penulisannya
dilakukan oleh Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu.
Apa yang dilakukan oleh Utsman itu adalah perkara yang
disepakati oleh para sahabat Rasulullah dan bahkan dinilai sebagai
sesuatu yang tepat. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, misalnya,
pernah mengatakan, “Jika Utsman tidak melakukannya, niscaya
aku yang akan melakukannya.”
Sebelum menyebar mushaf-mushaf tersebut, Utsman
memerintahkan agar semua mushaf yang berbeda dan beredar di
tengah kaum muslimin dikumpulkan untuk kemudian dibakar.
17
Tentang ini, banyak timbul reaksi dari kaum muslimin sendiri.
Akan tetapi, para sahabat nabi sendiri yang waktu itu membela apa
yang dilakukan oleh Utsman. Ali bin Abi Thalib, misalnya,
mengatakan,
18
Orang ketiga adalah Sudan bin Humran Al Muradi. Ialah
yang membuat jari-jari istri Utsman, Na-ilah, terputus ketika
hendak melindungi suaminya. Ketika tidak terhalang lagi, Sudan
segera menikam Utsman sampai terbunuh. Belum sempat beranjak
pergi, Sudan dibunuh oleh salah seorang pelayan Utsman.
Orang keempat adalah ‘Amr bin Hamq. Melihat Utsman telah
ditikam, ‘Amr segera menduduki dada Utsman. Dengan penuh
kebencian, ‘Amr menikam Utsman yang sudah tidak bernyawa lagi
itu. “Tiga tikaman,” kata ‘Amr, “kuberikan karena Allah. Enam
tikaman lagi kuberikan karena dendam yang menyesakkan
dadaku.”
Khalifah Khayyath, dalam kitab tarikh miliknya,
menambahkan orang kelima, Jabalah. Ia berasal dari rombongan
yang datang dari Mesir. Orang inilah yang diyakini oleh banyak
orang sebagai pembunuh Utsman sebenarnya.
Antara keluarnya Al Mawt Al Aswad dan masuknya Kinanah
bin Bisyr, sempat masuk Muhammad bin Abi Bakar, putra Abu
Bakar Ash Shiddiq dari istri yang bernama Asma’ binti Umais.
Muhammad segera memegang jenggot Utsman, tetapi melihat
keadaan Utsman waktu itu ia urung melanjutkan apa yang akan
dilakukannya.
Muhammad kemudian menyesal lalu pergi keluar. Ia yang
bergabung dengan rombongan orang-orang dari Mesir sempat
berusaha menahan dan menyadarkan teman-temannya. Meski
demikian, amarah massa sudah tidak terbendung lagi dan usaha
Muhammad pun berlalu sia-sia.
19
BAB IV
MUTIARA HIKMAH DARI LISAN UTSMAN
َ ﳞَﺎ اﻟﻨ ُﺎس اﺗ ُﻘﻮا َر ُ ْﲂ َواﺧْﺸَ ْﻮا ﯾ َ ْﻮﻣ ًﺎ ﻻ َ ْﳚ ِﺰي َوا ِ ٌ َﻋﻦ َو َ ِ ِﻩ َو َﻻ َﻣ ْﻮﻟُﻮ ٌد ﻫ َُﻮ
َ ﺎ ٍز َﻋﻦ َوا ِ ِ ِﻩ َﺷ ْ ًﺎ ان َو ْﺪَ ا ِ َﺣﻖ ﻓَ َﻼ ﺗَﻐُﺮ ُ ُﲂ اﻟْ َﺤ َﯿﺎ ُة ا ﻧْ َﯿﺎ َو َﻻ ﯾَﻐُﺮ ُﲂ
ِ ِ اﻟْﻐ َُﺮ ُور
‘Wahai manusia, bertakwalah kalian kepada Rabb kalian dan
takutlah akan satu hari yang (pada hari itu) seorang ayah tidak dapat
menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat menolong
ayahnya sedikit pun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka
janganlah sekali-kali kehidupan dunia menipu kalian dan jangan
(pula) setan itu menipu kalian dengan tipu daya’. (QS. Lukman: 33)”
20
“Sesungguhnya Allah hanya memberi kalian dunia agar dengannya
kalian bisa mencari akhirat dan Allah tidak memberi kalian agar
kalian condong kepadanya. Sesungguhnya, dunia itu fana dan
akhirat abadi. Janganlah kalian tertipu dengan sesuatu yang fana
dan janganlah hal yang demikian menyibukkan kalian dari sesuatu
yang abadi. Kejarlah sesuatu yang abadi di atas sesuatu yang fana.
Sebab sesungguhnya dunia itu akan lenyap dan sesungguhnya
tempat pulang adalah kepada Allah. Bertakwalah kepada Allah.
Sebab ketakwaan kepada Allah itu perisai dari siksaNya dan jalan
menujuNya. Berhati-hatilah kalian dari perubahan zaman.
Berpeganglah pada jamaah kaum muslimin dan jangan ikuti
kelompok-kelompok [sesat].
ﻨﱲ ْﺪَ اء ﻓَ ﻟ َﻒ ﺑ َ ْ َﲔ ﻗُﻠُﻮ ِ ُ ْﲂ ﻓَ ْﺻ َﺒ ْﺤ ُﱲ ِﺑﻨِ ْﻌ َﻤﺘِ ِﻪ ْ ُ َو ْاذ ُﻛ ُﺮو ْا ِﻧ ْﻌ َﻤ َﺖ ا ّ ِ َﻠَ ْﯿ ُ ْﲂ ا ْذ ُﻛ
ﻨﱲ َ َ َﲆ َﺷ َﻔﺎ ُﺣ ْﻔ َﺮ ٍة ِّﻣ َﻦ اﻟﻨﺎ ِر ﻓَ ﻧ َﻘ َﺬ ُﰼ ِّﻣ ْﳯَﺎ َﻛ َﺬ ِ َ ﯾ ُ َﺒ ِ ّ ُﲔ ا ّ ُ ﻟَ ُ ْﲂ ٓ َ ﺗِ ِﻪ
ْ ُ اﺧ َْﻮا ً َو ُﻛ
َ ُﻟ َ َﻌﻠ ُ ْﲂ ﲥَ ْ َﺘﺪ
ون
‘Dan ingatlah nikmat Allah kepada kalian ketika dulu kalian
bermusuh-musuhan. Allah pun menyatukan hati-hati kalian, lalu
jadilah kalian karena nikmat Allah itu orang-orang yang bersaudara.
Sementara dulu kalian telah berada di tepi jurang Neraka, lalu Allah
selamatkan kalian darinya. Demikianlah Allah terangkan ayat-
ayatNya kepada kalian agar kalian mendapatkan petunjuk’.
21
‘Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru
kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan melarang dari
yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung’. (QS. Ali
Imran: 104)”
22
luar hari raya dan hari tasyriq). Ketika dibunuh oleh kawanan
pemberontak pun Utsman sedang dalam keadaan shaum.
Utsman juga dikenal sebagai orang yang gemar shalat malam
dan paling panjang shalat malamnya. Istri-istri dan orang-orang
terdekat Utsman pun tahu bagaimana Utsman sering meng-khatam-
kan Al Qur-an dalam satu rakaat shalat malam beliau.
Kebiasaan itu terus berlangsung sampai Utsman menginjak
usia lanjut. Salah seorang tabi’in yang bernama Atha bin Abi Rabah
pernah mengatakan, “Sesungguhnya Utsman pernah mengimami
shalat berjamaah. Setelah itu, beliau mengerjakan shalat malam di
belakang maqam Ibrahim. Beliau menggabungkan seluruh isi Al
Qur-an dalam satu rakaat witir beliau.”
Membaca Al Qur-an, baik dengan hafalan ataupun dengan
membaca mushaf, tampaknya menjadi kebiasaan Utsman hingga
beliau terbunuh dalam keadaan sedang membacanya. Karena
seringnya membaca Al Qur-an, kata Al Hasan Al Bashri, “Ketika
Utsman meninggal dunia, mushaf beliau robek karena sering sekali
dibaca.” Tentang kebiasaan membaca Al Qur-an ini, Utsman pernah
mengatakan, “Seandainya hati-hati kalian itu bersih, niscaya kalian
tidak akan pernah kenyang dari [membaca] kalam Allah. Tidaklah
ada yang aku senangi ketika datang siang dan malam, kecuali
menatap kalam Allah.”
23
DAFTAR RUJUKAN
24
Bayumi, Muhammad. Al Mubasysyiruna bil Jannah wal
Mubasysyiruna bin Nar. Al Manshurah: Maktabah Al
Iman. 1415H/1995M.
25