Anda di halaman 1dari 148

PENDAPATAN USAHATANI INTEGRASI

POLA SAYURAN-TERNAK-IKAN
(Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Kampung Ciburial,
Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung)

Oleh:
RATU NURUL HANIFAH
A14103041

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN

RATU NURUL HANIFAH. Pendapatan Usahatani Integrasi Pola Sayuran-


Ternak-Ikan (Studi Kasus Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Kampung Ciburial,
Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung). Di bawah
bimbingan DWI RACHMINA.

Sejalan dengan semakin intensifnya pembangunan pertanian, terdapat


kecenderungan penggunaan pupuk dan pestisida kimia per hektar yang
meningkat dari tahun ke tahun, dicerminkan oleh semakin tingginya jumlah
penjualan pupuk dari tahun ke tahun. Hal inilah yang terjadi pada masa revolusi
hijau. Revolusi hijau telah menimbulkan kerusakan lingkungan serta perubahan
watak dan persepsi petani. Petani yang semula mandiri dalam berusahatani,
menjadi sangat tergantung kepada produsen pendukung revolusi hijau yang lebih
mengutamakan keuntungan jangka pendek daripada kelestarian ekologi jangka
panjang.
Untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani dengan tetap
menjaga kualitas lingkungan, dikembangkan integrasi antara usaha tanaman dan
peternakan, usaha tanaman dan perikanan, maupun usaha perkebunan dan
peternakan dan lain sebagainya yang disebut dengan usahatani pola integrasi
atau usahatani terpadu. Sistem usahatani integrasi dimaksudkan agar
peternakan, perikanan, dan budidaya tanaman dapat dilaksanakan secara sinergi
dimana masing-masing usaha yang diintegrasikan saling mendukung, saling
memperkuat, saling ketergantungan satu sama lain, dengan memanfaatkan
secara optimal seluruh potensi sumberdaya yang dimiliki.
Pondok Pesantren (ponpes) Al-Ittifaq merupakan salah satu pelaku
agribisnis yang menerapkan sistem pertanian integrasi. Integrasi yang dilakukan
ponpes adalah integrasi tiga komoditas yaitu Sayuran-Ternak-Ikan. Ketiga
cabang usahatani ini saling terintegrasi satu sama lain. Usahatani sayuran
menghasilkan limbah yang dapat dijadikan pakan untuk ternak dan ikan,
sebaliknya usahatani ternak menghasilkan feses yang dapat digunakan sebagai
pupuk tanaman dan kolam ikan.
Sayuran merupakan sumber makanan serta pendapatan utama bagi
ponpes. Komoditas utama yang dihasilkan Pondok Pesantren Al-Ittifaq adalah
sayuran dataran tinggi seperti wortel, tomat, buncis, kubis, bawang daun, dan
cabai. Sayuran menghasilkan produk sampingan (limbah) berupa brangkasan
dan sayuran afkir yang dikonsumsi oleh ternak dan ikan. Ternak yang dimiliki
ponpes adalah sapi dan domba. Ternak memproduksi susu dan daging untuk
memenuhi kebutuhan pangan ponpes dan sebagai sumber pendapatan.
Sebaliknya selain menghasilkan susu dan daging, ternak juga menghasilkan
produk sampingan berupa feses dan sisa pakan yang dapat dibuat pupuk organik
untuk sayuran dan kolam ikan. Ikan yang diusahakan oleh ponpes adalah ikan
mujair dan lele. Ikan-ikan ini diusahakan dengan tujuan untuk melengkapi
kebutuhan protein keluarga ponpes. Keempat elemen di atas merupakan siklus
yang berkesinambungan satu dengan yang lain.
Ada dua jenis limbah yang dihasilkan oleh usahatani sayuran, yaitu
brangkasan dan sayuran afkir. Dalam satu tahun total brangkasan dan sayuran
afkir yang dihasilkan masing-masing mencapai 145.534,40 kg dan 35.885,32 kg.
Brangkasan tersebut dapat mencukupi setengah dari kebutuhan pakan hijauan
ternak.
Jenis limbah yang dihasilkan oleh ternak sapi dan domba, yaitu feses,
urine, dan pakan hijauan. Limbah yang telah dimanfaatkan adalah feses dan sisa
pakan hijauan. Kedua limbah tersebut diolah kembali menjadi pupuk kompos cair
dan pupuk daun. Menurut penimbangan pada saat penelitian satu ekor sapi
dewasa (1 ST) dapat menghasilkan 18,5 kg feses per hari. Total produksi feses
ternak dalam satu tahun adalah 248.917,44 kg. Jumlah ini telah mencukupi
kebutuhan pupuk ponpes.
Jenis-jenis ikan yang diusahakan di Ponpes Al-Ittifaq adalah ikan mujair
dan lele. Keduanya tidak diusahakan untuk tujuan komersil melainkan hanya
untuk konsumsi keluarga ponpes. Jumlah pupuk organik yang digunakan dalam
setahun adalah pupuk kandang 3 kg. Sayuran afkir yang digunakan sebagai
pakan ikan adalah bawang daun dan kubis.
Pada usahatani sayuran total penerimaan pada kondisi 2 bernilai lebih
besar dibandingkan pada kondisi 1. Pada kondisi 2 hasil samping yang
dihasilkan usahatani sayuran dijual keluar dengan harga per satuan yang lebih
tinggi dibandingkan bila usahatani sayuran mentransfer limbah tersebut ke
usahatani ternak. Total biaya pada kondisi 2 lebih besar dari kondisi 1, hal ini
disebabkan oleh biaya pembelian pupuk organik dari luar yang harganya lebih
tinggi dari pupuk organik buatan ponpes. Selain itu pupuk organik yang
digunakan jumlahnya disetarakan dengan standar yang digunakan petani sekitar,
sehingga secara kuantitas pupuk organik yang digunakan jumlahnya lebih tinggi.
Walaupun terjadi peningkatan penerimaan pada kondisi 2, peningkatan biaya
yang terjadi ternyata lebih besar dibanding peningkatan penerimaannya,
sehingga pendapatan pada kondisi 1 bernilai lebih besar dari kondisi 2.
Pada usahatani ternak, penerimaan total pada kondisi 1 lebih tinggi dari
kondisi 2. Hal ini disebabkan oleh tambahan penerimaan berupa pupuk organik
yang diproduksi sendiri oleh ponpes. Karena itu tambahan biaya berupa biaya
pembelian bahan penunjang pembuatan pupuk organik. Biaya-biaya inilah yang
menyebabkan nilai biaya total pada kondisi 1 lebih tinggi dari kondisi 2. Total
biaya pada kondisi 1 bernilai lebih kecil dibandingkan kondisi 2. Hal ini
disebabkan oleh penghematan biaya pakan hijauan pada kondisi 1 akibat
adanya hasil samping usahatani sayuran.
Pada usahatani ikan pendapatan atas biaya total pada kedua kondisi
menunjukkan hasil yang negatif. Nilai rasio R/C atas biaya total pada kedua
kondisi bernilai kurang dari 1. Hal ini berarti usahatani ikan yang dilakukan pada
kondisi yang diintegrasikan ataupun tidak terbukti belum efisien.
Total pendapatan pada usahatani integrasi lebih besar daripada
usahatani yang tidak terintegrasi. Total pendapatan atas biaya tunai maupun atas
biaya total pada usahatani yang terintegrasi lebih besar daripada usahatani yang
tidak terintegrasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani sayuran, ternak
dan ikan yang selama ini terintegrasi terbukti lebih menguntungkan dibandingkan
jika cabang-cabang usahatani tersebut berdiri sendiri.
Nilai rasio R/C atas biaya tunai maupun total pada usahatani terintegrasi
lebih besar dari usahatani yang tidak terintegrasi. Hal ini dapat diartikan bahwa
usahatani sayuran, ternak dan ikan yang terintegrasi, memiliki efisiensi yang
lebih tinggi daripada usahatani yang tidak terintegrasi.
Beberapa saran yang dapat diberikan untuk perbaikan usahatani integrasi
Pondok Pesantren Al-Ittifaq adalah perlu dibuat pembukuan usahatani yang
menyeluruh dan membiasakan para santri untuk tertib administrasi. Efisiensi
produksi pupuk organik pada usahatani ternak harus ditingkatkan agar biaya
yang dikeluarkan dapat diminimalisir. Ponpes harus meningkatkan efisiensi
usahatani ikan. Salah satu cara yang mungkin dilakukan adalah dengan
memperluas kolam agar ikan yang dihasilkan lebih produktif. Ponpes harus
meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja santri, karena selama ini
ponpes telah melakukan pemborosan tenaga kerja. Salah satu usaha yang dapat
dilakukan adalah dengan membuat kelas tambahan yang memberikan materi
pertanian, sehingga santri paham cara bertani yang benar.
Sistem usahatani integrasi yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al-
Ittifaq dapat dijadikan acuan bagi pengusaha agribisnis lainnya, termasuk bagi
pengambil kebijakan atau pemerintah dalam upaya membentuk suatu usaha
pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Meskipun begitu perlu
penelitian lebih lanjut mengenai nilai gizi brangkasan dan sayuran afkir yang
dikonsumsi oleh ternak dan ikan. Di masa mendatang ponpes dianjurkan untuk
memberi pakan sesuai jumlah dan nilai gizi dengan membuat ransum berbasis
hasil penelitian Balitnak (sedang berlangsung). Selain itu perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut mengenai skala usahatani integrasi yang optimal yang
harus dilakukan ponpes, sehingga dapat memberikan keuntungan yang lebih
tinggi di masa mendatang.
PENDAPATAN USAHATANI INTEGRASI
POLA SAYURAN-TERNAK-IKAN
(Studi Kasus Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Kampung Ciburial,
Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung)

Oleh:
RATU NURUL HANIFAH
A14103041

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul : Pendapatan Usahatani Integrasi Pola Sayuran-Ternak-Ikan (Studi
Kasus Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Kampung Ciburial, Desa Alam
Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung)
Nama : Ratu Nurul Hanifah
NRP : A14103041

Menyetujui,
Dosen Pembimbing,

Ir. Dwi Rachmina, MS.


NIP. 131 918 503

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian,

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr.


NIP. 131 124 019

Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Pendapatan


Usahatani Integrasi Pola Sayuran-Ternak-Ikan (Studi Kasus Pondok Pesantren
Al-Ittifaq, Kampung Ciburial, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali,
Kabupaten Bandung)” belum pernah diajukan pada perguruan tinggi lain atau
lembaga lain manapun untuk tujuan memperoleh gelar akademik tertentu. Skripsi
ini merupakan hasil karya sendiri dan tidak mengandung bahan-bahan yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang
dinyatakan dalam naskah.

Bogor, Desember 2007

Ratu Nurul Hanifah


A14103041
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 18 Maret 1985 sebagai putri

bungsu dari pasangan M. Yadi Mulyadi dan Siti Aisyah Priyati. Penulis

menyelesaikan sekolah dasar di KPS (Kontraktor-Production Sharing)

International School, Balikpapan, Kalimantan Timur pada tahun 1997. Pada

tahun yang sama penulis melanjutkan ke SLTP Lab School, Jakarta dan

menyelesaikan studinya pada tahun 2000. Penulis mendapatkan beasiswa studi

SMA di Madania Boarding School, Parung, Bogor dan lulus pada tahun 2003.

Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi

Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur

USMI. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di berbagai kegiatan

kemahasiswaan, salah satunya adalah IAAS (International Association of

Agricultural Student and Related Sciences). Selain itu sejak tahun 2005 penulis

bekerja sebagai staf pengajar di lembaga kursus Bahasa Inggris English Avenue.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga skripsi yang berjudul ”Pendapatan Petani dalam Usahatani
Integrasi Ternak, Sayuran dan Ikan (Studi Kasus Pondok Pesantren Al-Ittifaq,
Kampung Ciburial, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten
Bandung)” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah
satu syarat penelitian untuk meraih gelar Sarjana Pertanian di Program Studi
Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sayur-sayuran menghasilkan produk samping yang bila tidak dikelola
dengan baik, berpotensi mengganggu lingkungan. Masalah ini dapat diatasi
antara lain dengan memberikan limbah tersebut pada ternak sapi yang juga
berperan sebagai penghasil pupuk organik. Inovasi teknologi ini memungkinkan
sapi dipelihara dengan biaya minimum karena bahan pakan tersedia sepanjang
waktu. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan dorongan
untuk lebih meningkatkan program pengembangan sistem dan usaha agribisnis
pola integrasi.
Penulis menyadari bahwa tidak ada tulisan yang benar-benar sempurna.
Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan masukan saran dan kritik yang
membangun guna penyempurnaan skripsi dan penelitian ke depan. Semoga
tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.

Bogor, September 2007

Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan
hidayah-Nya. Dengan segala kerendahan hati, melalui tulisan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ir. Dwi Rachmina, MS., selaku dosen pembimbing skripsi atas kesabaran
dalam membimbing, ilmu dan pengalaman, serta dorongan yang selalu
diberikan selama proses penelitian dan penulisan.
2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS., selaku dosen penguji utama atas kritik dan
sarannya yang sangat membangun dan memperkaya tulisan ini.
3. Etriya, SP., MM., selaku dosen penguji perwakilan departemen atas kritik,
dan sarannya yang sangat membangun dan memperkaya tulisan ini.
4. Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ittifaq KH. Fuad Affandy, putera-puteri
Mang Haji (Om Dandan, Ibu Enung, Teh Neneng, dll.), santri dan santriat
yang telah banyak membantu dalam penelitian di lapangan.
5. Penyuluh Pertanian Ahli Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Ir. Djedje
selaku pembimbing LM3 yang telah banyak membantu dalam penelitian di
lapangan.
6. Dr. Anna Laksanawati H. Dibiyantoro, MS., Peneliti Utama Balai Penelitian
Sayuran Departemen Pertanian, yang telah memberikan masukan selama
penelitian di lapangan.
7. Sahabat-sahabat terbaikku Ali-Yuli-Alya, Reny, Icha, Ila, Nisa dan keluarga,
atas masukan, saran dan bantuannya selama proses studi di IPB.
8. Rekan-rekan AGB 40, 41, dan 42 atas persahabatan yang indah semoga
tali silaturahmi ini tetap terjaga.
9. My beloved family: Papih, Mamih, A Dian, Kak Evi, A Panpan, A Irfan, Teh
Irma, Kak Joe, Kak Sis dan keluarga, Saki, Hafidz, Nisa, dan Kifa. Yes, i’ve
been act on my desire and proud to say that i’ve achieved truly remarkable
results.
10. Cepi Tri Sumantri, S.KH. yang memberikan inspirasi pemilihan topik
penelitian ini serta memberikan dukungannya selama penulisan.
11. Keluarga besar English Avenue, atas kesempatan yang diberikan untuk
selalu berkarya.
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii


DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah....................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................... 5
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pertanian Berkelanjutan .................................................... 7
2.2 Konsep Sistem Pertanian Integrasi................................................. 8
2.3 Kajian Empiris tentang Sistem Pertanian Integrasi ......................... 14
2.4 Pola Tanam Usahatani ................................................................... 17
2.5 Kajian Empiris Usahatani Sayuran ................................................. 18
2.6 Usaha Peternakan.......................................................................... 19
2.6.1 Ternak Sapi Perah .............................................................. 20
2.6.2 Ternak Domba Potong........................................................ 21
2.6.3 Kajian Empiris Pendapatan Usahatani Ternak .................... 21
2.6.4 Pakan Ternak ..................................................................... 22
2.6.5 Produksi Feses Ternak ....................................................... 23
2.6.6 Pupuk Organik .................................................................... 25
2.7 Usahatani Ikan ............................................................................... 28
III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 30
3.2 Jenis dan Sumber Data .................................................................. 30
3.3 Responden Penelitian .................................................................... 31
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data........................................... 32
3.4.1 Harga Transfer.................................................................... 33
3.4.2 Analisis Pendapatan Usahatani .......................................... 33
3.4.3 Analisis Efisiensi Rasio R/C ................................................ 36
IV KERANGKA PEMIKIRAN
4.1 Kerangka Teoritis ........................................................................... 37
4.1.1 Konsep Usahatani............................................................... 37
4.1.2 Penerimaan dan Biaya Usahatani....................................... 38
4.1.3 Analisis Pendapatan Usahatani .......................................... 38
4.1.4 Analisis Efisiensi Rasio R/C ................................................ 40
4.1.5 Teknologi Baru: Inovasi Produksi........................................ 41
4.1.6 Keputusan dalam Produksi Pertanian ................................. 44
4.2. Kerangka Operasional.................................................................... 45
V GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL-ITTIFAQ
5.1 Sejarah Pondok Pesantren Al-Ittifaq............................................... 49
5.2 Lokasi dan Kondisi Geografis ......................................................... 50
5.3 Organisasi dan Kelembagaan ........................................................ 51
5.3.1 Visi dan Misi........................................................................ 51
5.3.2 Lembaga-Lembaga............................................................. 52
5.4 Santri Pondok Pesantren Al-Ittifaq.................................................. 54
VI KERAGAAN USAHATANI INTEGRASI PONPES AL-ITTIFAQ
6.1 Usahatani Integrasi Sayuran-Ternak-Ikan ...................................... 57
6.2 Usahatani Sayuran ......................................................................... 59
6.2.1 Penggunaan Lahan Usahatani ........................................... 59
6.2.2 Pola Tanam Usahatani Sayuran ......................................... 60
6.2.3 Penggunaan Input Usahatani.............................................. 62
6.2.4 Kegiatan Usahatani Sayuran .............................................. 70
6.2.5 Pasca Panen ...................................................................... 75
6.2.6 Produksi Limbah Sayuran ................................................... 76
6.3 Usahatani Ternak ........................................................................... 79
6.3.1 Perkandangan .................................................................... 80
6.3.2 Pengadaan Bibit ................................................................. 80
6.3.3 Pemeliharaan Ternak.......................................................... 82
6.3.4 Tenaga Kerja ...................................................................... 83
6.3.5 Produksi Susu..................................................................... 85
6.3.6 Produksi dan Pengolahan Limbah Ternak .......................... 86
6.4 Usahatani Ikan ............................................................................... 87
6.4.1 Penggunaan Input Usahatani Ikan ...................................... 87
6.4.2 Pemeliharaan...................................................................... 90
6.4.3 Panen ................................................................................. 90
VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI
7.1 Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran........................................ 91
7.1.1 Penerimaan Usahatani Sayuran ......................................... 92
7.1.2 Biaya Usahatani Sayuran.................................................... 97
7.1.3 Pendapatan Usahatani Sayuran ......................................... 102
7.2 Analisis Pendapatan Usahatani Ternak .......................................... 103
7.2.1 Penerimaan Usahatani Ternak............................................ 103
7.2.2 Biaya Usahatani Ternak...................................................... 106
7.2.3 Pendapatan Usahatani Ternak............................................ 109
7.3 Analisis Pendapatan Usahatani Ikan .............................................. 111
7.3.1 Penerimaan Usahatani Ikan................................................ 111
7.3.2 Biaya Usahatani Ikan .......................................................... 112
7.3.3 Pendapatan Usahatani Ikan................................................ 114
7.4 Analisis Pendapatan Usahatani Integrasi dan Tidak Terintegrasi ... 114
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan .................................................................................... 117
8.2 Saran ............................................................................................. 117
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 119
DAFTAR TABEL

No Hal
1 Produksi dan Penjualan Pupuk Tahun 2000-2005 (Revisi)
dalam 000 (ton) ...................................................................................... 1
2 Perkembangan Nilai PDB Sub Sektor Pertanian Tahun 2000-2004
(Milyar Rp) ............................................................................................. 3
3 Perbandingan Penerimaan dan Keuntungan Usahatani Tanaman
Pangan dan Ternak Sapi yang Dikelola Secara
Parsial dan Terpadu Menurut Agroekosistem di Indonesia, 2003 ........... 15
4 Susunan Bahan Makanan yang Terkandung pada Hasil Samping
Tanaman Setiap 100 kg ......................................................................... 23
5 Kotoran Padat dan Cair dari Beberapa Jenis Ternak Dewasa ................ 23
6 Satuan Hitung Ternak ............................................................................. 24
7 Perbandingan Penggunaan Pupuk Anorganik dengan dan
Tanpa Penggunaan Pupuk Organik pada Usahatani Padi
pada Petani Contoh Menurut Agroekosistem, 2003 ................................ 26
8 Perolehan Data Primer pada Pondok Pesantren Al-Ittifaq ....................... 32
9 Pembagian Kerja Santri Kobong dan Santri Mukim Pondok Pesantren
Al-Ittifaq (data terakhir, April 2007).......................................................... 56
10 Rincian Luas Lahan Kebun-kebun yang Digarap Oleh Pondok
Pesantren Al-Ittifaq.................................................................................. 59
11 Jumlah Permintaan Sayuran dari Swalayan pada Bulan Maret 2007
untuk Pondok Pesantren Al-Ittifaq (kg) .................................................... 61
12 Penggunaan Benih dan Bibit pada Usahatani Sayuran
di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun .................................... 62
13 Jenis dan Jumlah Kebutuhan Pupuk pada Usahatani Sayuran
di Pondok Pesantren Al-Ittifaq................................................................. 64
14 Jenis dan Jumlah Kebutuhan Pestisida pada Usahatani Sayuran
di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu tahun ..................................... 66
15 Alokasi Penggunaan Tenaga Kerja Santri (aktual) pada Usahatani
Sayuran di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu tahun ....................... 68
16 Peggunaan Jam Kerja Efektif per Komoditas pada Usahatani Sayuran
di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu tahun ..................................... 69
17 Nilai Penyusutan Alat-alat yang Digunakan pada Usahatani Sayuran
di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun .................................... 70
18 Panen yang Dihasilkan Usahatani Sayuran dalam Satu Tahun di
Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun........................................ 73
19 Produksi dan Kebutuhan Sayuran dalam Satu Tahun di
Pondok Pesantren Al-Ittifaq..................................................................... 74
20 Alokasi Penggunaan Sayuran Afkir yang Dihasikan Usahatani
Sayuran dalam Satu Tahun di Pondok Pesantren Al-Ittifaq ..................... 76
21 Bobot Brangkasan yang Dihasikan Usahatani Sayuran dalam
Satu Tahun di Pondok Pesantren Al-Ittifaq.............................................. 79
22 Jumlah Ternak dan Satuan Ternak di Pondok Pesantren Al-Ittifaq
Tahun 2007............................................................................................. 81
23 Pemberian Pakan Ternak pada Usahatani Ternak di Pondok
Pesantren Al-Ittifaq Tahun 2006-2007..................................................... 83
24 Alokasi Penggunaan Tenaga Kerja Santri (aktual) pada Usahatani
Ternak dalam Satu Tahun di Pondok Pesantren Al-Ittifaq ....................... 84
25 Penggunaan Jam Kerja Efektif per Jenis Ternak pada Usahatani
Ternak di Pondok Pesantren Al-Ittifaq ..................................................... 84
26 Produksi Feses Ternak per Satuan Ternak di Pondok Pesantren
Al-Ittifaq................................................................................................... 86
27 Nilai Penyusutan Alat-alat yang Digunakan pada Usahatani Ikan
di Pondok Pesantren Al-Ittifaq................................................................. 89
28 Penggunaan Jam Kerja Efektif pada Usahatani Ikan di di Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun..................................................... 90
29 Penerimaan Total Usahatani Sayuran Kondisi 1 di Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 93
30 Penerimaan Total Usahatani Sayuran Kondisi 2 di Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 96
31 Rincian Perkiraan Penggunaan Pupuk Kandang dan Pupuk Kompos
pada Kondisi 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun............ 98
32 Biaya Total Usahatani Sayuran Kondisi 1 di Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 99
33 Biaya Total Usahatani Sayuran Kondisi 2 di Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 101
34 Perbandingan Struktur Pendapatan Usahatani Sayuran Kondisi 1 dan 2
di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun .................................... 102
35 Penerimaan Total Usahatani Ternak Kondisi 1 di Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 104
36 Penerimaan Total Usahatani Ternak Kondisi 2 di Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 105
37 Biaya Total Usahatani Ternak Kondisi 1 di Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 107
38 Biaya Total Usahatani Ternak Kondisi 2 di Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 109
39 Perbandingan Struktur Pendapatan Usahatani Ternak Kondisi 1 dan 2
di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun .................................... 110
40 Penerimaan Total Usahatani Ikan Kondisi 1 dan 2 di Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 112
41 Biaya Total Usahatani Ikan Kondisi 1 di Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 112
42 Biaya Total Usahatani Ikan Kondisi 2 di Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007) ................................ 113
43 Perbandingan Struktur Pendapatan Usahatani Ikan Kondisi 1 dan 2
di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun .................................... 114
44 Struktur Pendapatan Usahatani Integrasi di Pondok Pesantren
Al-Ittifaq untuk Satu Tahun...................................................................... 115
45 Struktur Pendapatan Usahatani Tidak Terintegrasi di Pondok Pesantren
Al-Ittifaq untuk Satu Tahun...................................................................... 115
DAFTAR GAMBAR

No Hal
1 Diagram Alur Integrated Farming System ................................................ 11
2 Titik Impas (Break Even Point) Usahatani................................................ 41
3 Pengaruh Teknologi Baru Terhadap Produksi.......................................... 43
4 Kerangka Operasional Penelitian............................................................. 48
5 Siklus Integrasi Antar Komoditas di Pondok Pesantren Al-Ittifaq.............. 58
DAFTAR LAMPIRAN

No Hal
1 Perencanaan Penggunaan Lahan Pondok Pesantren Al-Ittifaq............... 123
2 Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Kondisi 1 Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun..................................................... 124
3 Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Kondisi 2 Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun..................................................... 126
4 Analisis Pendapatan Usahatani Ternak Kondisi 1 Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun..................................................... 128
5 Analisis Pendapatan Usahatani Ternak Kondisi 2 Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun..................................................... 130
6 Analisis Pendapatan Usahatani Ikan Kondisi 1 Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun..................................................... 131
7 Analisis Pendapatan Usahatani Ikan Kondisi 2 Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun..................................................... 132
8 Penggunaan Tenaga Kerja pada Usahatani Sayuran
per Musim Tanam ................................................................................... 133
9 Biaya Penyusutan Alat-alat Usahatani Ternak ........................................ 134
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor yang sangat berpengaruh bagi kehidupan

masyarakat dunia yang menyediakan hampir seluruh kebutuhan umat manusia.

Oleh karena itu, di beberapa negara maju dan berkembang, sektor tersebut telah

mendapat prioritas untuk dikembangkan, begitupun Indonesia.

Menurut Suwandi (2005) pembangunan pertanian terkait dengan

pemanfaatan sumberdaya alam terutama lahan dan perairan pada suatu wilayah.

Pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan tanpa memperhatikan

kelestarian lingkungan dapat berdampak negatif yang lebih besar daripada

manfaat yang diperoleh.

Sejalan dengan semakin intensifnya pembangunan pertanian, terdapat

kecenderungan penggunaan pupuk kimia dan pestisida per hektar meningkat

dari tahun ke tahun, dicerminkan dari semakin tingginya jumlah produksi dan

penjualan pupuk kimia dari tahun ke tahun (Tabel 1).

Tabel 1 Produksi dan Penjualan Pupuk Kimia Tahun 2000-2005 (Revisi)


dalam (000 ton)
Produksi Penjualan Dalam Negeri
Tahun
Urea SP-36 ZA NPK Total Urea SP-36 ZA NPK Total
2000 5.748 468 491 30 6.737 4.047 623 507 20 5.197
2001 5.199 654 448 57 6.358 4.340 669 620 35 5.664
2002 5.404 553 420 65 6.442 4.318 581 608 75 5.582
2003 5.425 688 479 114 6.706 4.691 770 676 116 6.253
2004 5.667 738 573 202 7.180 5.007 797 667 194 6.665
2005 5.849 820 644 277 7.590 5.416 818 684 265 7.183
Sumber: Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia (APPI), 2005

Hal inilah yang terjadi pada masa revolusi hijau. Revolusi hijau

merupakan usaha pengembangan teknologi pertanian untuk meningkatkan

produksi pangan, mengubah dari pertanian tradisional menjadi pertanian yang

menggunakan teknologi lebih maju. Teknologi yang digunakan antara lain adalah
penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Gerakan Revolusi Hijau di Indonesia

tidak mampu menghantarkan Indonesia menjadi sebuah negara yang

berswasembada pangan secara tetap, tetapi hanya mampu dalam waktu lima

tahun, yakni tahun 1984-1989. Disamping itu, Revolusi Hijau juga telah

menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial pedesaan (Romli

2000).1

Menurut Romli (2000) revolusi hijau telah menimbulkan kerusakan

lingkungan dan perubahan watak dan persepsi petani. Petani yang semula

mandiri dalam berusahatani, menjadi sangat tergantung kepada produsen

pendukung revolusi hijau yang lebih mengutamakan keuntungan jangka pendek

daripada kelestarian alam jangka panjang. Revolusi hijau membawa dampak

buruk antara lain: penurunan produksi protein karena fokus produksi hanya pada

tanaman serealia (karbohidrat); penggunaan pupuk yang terus menerus

menyebabkan ketergantungan; penggunaan pestisida menyebabkan munculnya

hama strain baru yang resisten; serta penurunan keanekaragaman hayati.2

Untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani namun tetap

menjaga kualitas lingkungan, dikembangkan suatu alternatif bertani yang

menerapkan konsep berkelanjutan. Salah satu penerapan dari konsep ini adalah

usahatani integrasi (Integrated Farming System) yaitu suatu usahatani yang

memungkinkan adanya integrasi antar komoditas usahatani. Integrasi antara

usaha tanaman dan peternakan, usaha tanaman dan perikanan, maupun usaha

perkebunan dan peternakan merupakan contoh bentuk integrasi yang dapat

diaplikasikan pada komoditas-komoditas usahatani. Sistem usahatani integrasi

1
http://www.fspi.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=21&Itemid=37 [11Maret 2007]

2
http://free.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0146%20Bio%203-6a.htm
[11 Maret 2007]
dimaksudkan agar peternakan, perikanan, dan budidaya tanaman dapat

dilaksanakan secara sinergi dimana masing-masing usaha yang diintegrasikan

saling mendukung, saling memperkuat, saling ketergantungan satu sama lain,

dengan memanfaatkan secara optimal seluruh potensi sumberdaya yang dimiliki.

Sumberdaya yang ada di Indonesia sangat mendukung pelaksanaan

usahatani pola integrasi, karena ketiga komoditas yang diperlukan tersedia dan

mudah untuk diusahakan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 dimana nilai PDB

Indonesia untuk hortikultura, tanaman pangan, perkebunan, perikanan dan

peternakan sangat tinggi tiap tahunnya, dan disertai dengan persentase

pertumbuhan yang sangat baik yaitu masing-masing 8,08 persen, 13,13 persen,

15,89 persen, 15,64 persen, dan 18,05 persen per tahunnya.

Tabel 2 Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto Sub Sektor Pertanian


Tahun 2000–2004 (Milyar Rp)
Tahun Pertumbuhan per
Sub Sektor
2000 2001 2002 2003 2004 Tahun (%)
Hortikultura 41.731 47.521 51.000 53.885 56.844 8,08
Perkebunan 31.720 36.759 43.956 48.830 57.419 15,89
Kehutanan 17.215 17.594 18.876 20.202 21.717 5,97
Perikanan 30.945 36.938 41.050 48.297 55.266 15,64
Peternakan 25.627 34.285 41.329 44.499 49.122 18,05
Tanaman Pangan 73.266 94.428 106.631 115.007 119.399 13,13
Total 220.504 267.525 302.842 330.720 351.178 12,45
Sumber: Ditjen Hortikultura Departemen Pertanian RI 2006 (diolah)

Selain itu menurut Chan (2003) sistem usahatani integrasi dapat

memberikan manfaat tambahan bagi petani kecil, menengah, maupun besar

yaitu berupa daur ulang limbah tak terpakai sebagai sumberdaya yang dapat

menyediakan sumber penting bagi produksi seperti pupuk, pakan, dan bahan

bakar yang membuat aktivitas bertani berjalan ekonomis dan berkelanjutan

secara ekologis. Manfaat lain yang didapatkan adalah peningkatan keuntungan

petani karena dengan input hasil daur ulang, petani dapat menghemat biaya

produksi yang dikeluarkannya.


1.2 Perumusan Masalah

Berbagai penelitian yang dilakukan pada usahatani integrasi memberikan

gambaran bahwa dengan integrasi komoditas yang dilakukan dapat memberikan

tambahan manfaat bagi petani. Integrasi antara usaha peternakan dan usahatani

tanaman telah terbukti memberikan manfaat yang berarti. Manfaat nyata

(tangible) yang dapat dirasakan adalah penambahan pendapatan usahatani,

sedangkan manfaat yang tidak nyata (intangible) adalah berupa penghematan

belanja input usahatani, perbaikan unsur hara tanah serta manfaat tak terlihat

lainnya.

Pondok Pesantren (ponpes) Al-Ittifaq merupakan salah satu pelaku

agribisnis yang menerapkan sistem pertanian integrasi. Integrasi yang dilakukan

ponpes adalah integrasi tiga komoditas yaitu Sayuran-Ternak-Ikan (STI). Ketiga

usaha ini saling terintegrasi satu sama lain. Sayuran menghasilkan limbah yang

dapat dijadikan pakan untuk ternak dan ikan, sebaliknya ternak menghasilkan

kotoran yang dapat digunakan sebagai pupuk tanaman dan kolam ikan.

Usahatani yang dilakukan merupakan tulang punggung keberlangsungan

ponpes, karena unit inilah yang memberikan pemasukan terbesar kepada Al-

Ittifaq untuk mengelola pondokan dan membiayai para santri. Walaupun

usahatani yang dilakukan ponpes termasuk skala besar, tetapi ponpes belum

melakukan pembukuan usahatani secara rinci. Hal ini membuat ponpes kesulitan

mengidentifikasi penerimaan dan biaya serta pendapatan yang diterimanya dari

ketiga cabang usahatani tersebut. Karena kesulitan ini ponpes tidak mengetahui

secara pasti apakah usahatani integrasi yang dijalankannya telah menguntung-

kan atau tidak. Selain itu ponpes ingin mengetahui apakah keputusan ponpes

untuk mengolah limbah daripada menjualnya keluar adalah keputusan yang tepat

atau tidak. Karena itu perlu dilakukan analisis pendapatan usahatani pada ketiga

cabang usahatani yang dijalankan ponpes. Analisis yang dilakukan harus dapat
menggambarkan pendapatan yang diterima apabila menerapkan usahatani

integrasi. Analisis pendapatan yang dilakukan juga harus dapat menggambarkan

perbedaan pendapatan antara keputusan mengolah limbah dan keputusan

menjual limbah.

Berdasarkan pada latar belakang dan permasalahan di atas maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana keragaan usahatani integrasi pola STI di Ponpes Al-Ittifaq?

2. Apakah usahatani integrasi pola STI yang dilakukan Ponpes Al-Ittifaq

menguntungkan bila dibandingkan dengan usahatani yang tidak

terintegrasi? Berapa kontribusi pendapatan dari tiap cabang usahatani?

3. Apakah usahatani integrasi yang dilakukan ponpes sejauh ini telah

efisien?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang dan perumusan masalah di atas maka

tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengkaji keragaan usahatani integrasi pola STI di Ponpes Al-Ittifaq.

2. Menganalisis pendapatan usahatani integrasi pola STI dan usahatani

yang tidak terintegrasi serta pendapatan tiap cabang usahatani di Ponpes

Al-Ittifaq.

3. Menganalisis efisiensi usahatani integrasi pola STI Ponpes Al-Ittifaq.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

pengembangan pertanian dan berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan

sebagai berikut:
1. Pemerintah, sebagai masukan dalam penentuan kebijakan

pengembangan pertanian di masa mendatang serta memberikan

informasi mengenai perkembangan Al-Ittifaq.

2. Akademisi dan peneliti, sebagai bahan rujukan untuk mengembangkan

penelitian serupa ataupun penelitian lanjutannya.

3. Swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan masyarakat,

penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai salah

satu upaya pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan serta manfaat

yang akan dinikmatinya.

4. Ponpes Al-Ittifaq, sebagai masukan untuk perbaikan manajemen

administrasi unit agribisnis Ponpes Al-Ittifaq.

5. Penulis, wadah mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama proses

studi.
V TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pertanian Berkelanjutan

Menurut Minami (1997), Rosario dan Lorica (1997) diacu dalam Farhani

(2003) sistem pertanian berkelanjutan adalah solusi untuk mengatasi dampak

yang ditimbulkan oleh revolusi hijau. FAO (2001) mendefinisikan pertanian

berkelanjutan (sustainable agriculture) sebagai suatu praktek pertanian yang

melibatkan pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia

bersamaan dengan upaya mempertahankan atau meningkatkan kualitas

lingkungan dan mengkonservasi sumberdaya lahan.

Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) juga diartikan sebagai

pengelolaan sumberdaya pertanian untuk memenuhi perubahan kebutuhan

manusia sambil mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan

melestarikan sumberdaya alam. Menurut Righby dan Caceres (2001) sudah

banyak alternatif pendekatan atau contoh penerapan dari sistem pertanian

berkelanjutan, yaitu Integrated Pest Management (IPM) yang dikembangkan oleh

Carrol dan Risch pada tahun 1990, Integrated Crop Management LEAF pada

tahun 1991, Low Input Agriculture, Low Input Sustainable Agriculture (LISA) yang

dikembangkan oleh Edwards pada tahun 1987, Low External Input Sustainable

Agriculture (LEISA) yang dikembangkan oleh Reintjess et al. pada tahun 1992,

Agroecology oleh Altieri pada tahun 1995, Permaculture oleh Moolison dan Slay

pada tahun 2000, Biodinamic Farming oleh Steiner pada tahun 1924 dan Organic

Farming oleh Scofield pada tahun 1986. Salah satu penerapan dari sistem

pertanian berkelanjutan yang banyak dilakukan di Indonesia adalah Integrated

Farming System, yang dikembangkan oleh George Chan.


2.2 Konsep Sistem Pertanian Integrasi

Konsep integrasi atau terpadu telah banyak digunakan sebagai

pendekatan dalam membuat sistem ataupun program baru yang diharapkan

akan memajukan sektor pertanian. Integrasi atau keterpaduan ini dianggap dapat

meningkatkan efisiensi. Konsep integrasi yang paling luas dan mencakup hampir

seluruh elemen pertanian adalah sistem agribisnis. Menurut Gumbira-Said (2002)

sistem agribisnis merupakan sistem yang terpadu, baik secara vertikal maupun

horisontal (integrated farming). Agribisnis terpadu merupakan suatu bentuk

pengeloIaan sistem agribisnis yang bertujuan untuk mengurangi risiko pasar,

risiko produksi, dan risiko produk. Integrasi yang terjadi adalah integrasi antara

subsistem usaha pengadaan input pertanian, subsistem usaha produksi

pertanian atau usahatani (on-farm), subsistem usaha pengolahan hasil pertanian

(agroindustri), dan subsistem usaha pemasaran.

Terdapat tiga sistem yang dapat digunakan dalam membangun agribisnis

terpadu, yaitu integrasi vertikal, integrasi horisontal, serta gabungan keduanya.

Menurut Saragih (2000) integrasi vertikal adalah pengelolaan bisnis yang

terintegrasi dari hulu ke hilir dan berada pada satu komando keputusan

manajemen untuk menghindari resiko ekonomi. Melalui integrasi vertikal dapat

dicapai efisiensi tertinggi, karena dapat mencapai skala ekonomi (economic of

scale) dan terhindar dari masalah marjin ganda. Contoh dari integrasi vertikal

adalah pada agribisnis ayam ras. Dimulai dari pengadaan pakan dan obat-obatan

yang sesuai. Penyediaan pakan yang sesuai ini akan mungkin dilakukan bila

industri pakan terintegrasi dengan kegiatan produksi bahan baku pakan. Integrasi

vertikal ditujukan untuk memberikan jaminan pasar, pasokan, harga, efisiensi,

dan kelangsungan sistem komoditas. Menurut Gumbira-Said (2002) integrasi

vertikal hanya bisa terselenggara bila terdapat hubungan yang saling

rnenguntungkan dan saling mendukung antar para pelaku bisnis dalam suatu
sistem komoditas. Misalnya, hubungan antara plasma sebagai petani dan inti

sebagai pembeli, pengolah, dan pemasar.

Integrasi horisontal adalah pengeIolaan usaha agribisnis dengan

membangun keterpaduan atas beberapa komoditas. Misalnya seperti yang

terjadi pada kelompok tani (klotan) hortikultura di Cipanas (Pacet segar). Pada

klotan ini terjadi kegiatan yang saling mendukung antara Iini komoditas yang satu

dengan lainnya, atau antara perusahaan agribisnis yang satu dengan

perusahaan agribisnis lain pada komoditas usaha yang sama. Tujuan utama

pembentukan integrasi horisontal adalah meningkatkan efisiensi, mengatur

jadwal tanam dan jenis komoditi sesuai dengan permintaan, serta memenuhi

volume dan mutu produk, memperkuat posisi tawar produsen. Selain itu dapat

membantu mengurangi risiko produksi dengan pengiliran tanaman, mengurangi

risiko harga dengan pengaturan jadwal tanam dan jenis komoditi, serta mengatur

jumlah pasokan (Gumbira-Said 2002).

Integrasi campuran merupakan kombinasi antara vertikal dan horisontal.

Contoh pelaksanaan integrasi campuran adalah pada usaha minyak atsiri.

Integrasi horisontal terjadi pada usaha penanaman berbagai komoditas tanaman

yang mengandung minyak atsiri. Usaha-usaha tersebut juga terintegrasi secara

vertikal dengan produsen minyak atsiri, serta usaha pemasaran yang terlibat

dalam sistem komoditas tersebut (Gumbira-Said 2002).

Konsep integrasi digunakan pula pada subsistem usahatani (on-farm).

Konsep usahatani yang terintegrasi merupakan alternatif pendekatan atau contoh

penerapan dari sistem pertanian berkelanjutan. Konsep ini dinamakan Integrated

Farming System, bila diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dikenal dengan istilah

sistem usahatani terintegrasi atau sistem usahatani terpadu.

Pengertian usahatani integrasi menurut Suwandi (2005) adalah suatu

kegiatan petani dalam memanfaatkan secara optimal dan terpadu lebih dari satu
komoditas pertanian, baik komponen usahatani pangan, palawija, hortikultura,

ternak, dan ikan selama setahun. Sedangkan usahatani tidak terintegrasi hanya

dengan satu komoditas selama setahun.

Rural Industries Research and Development Corporation (RIRDC) (2002)

menyebut sistem usahatani integrasi dengan bio-cyclo farming atau integrated

biosystems yang didefinisikan sebagai sistem yang menghubungkan beberapa

aktivitas produksi pangan yang berbeda, dengan aktivitas lain seperti pengolahan

limbah dan pembuatan bahan bakar. Integrated biosystems adalah sistem

pertanian dimana produksi dan konsumsi berlangsung pada suatu siklus tertutup,

output dari suatu operasi menjadi input untuk yang lainnya secara

berkesinambungan. Sistem ini memungkinkan adanya hubungan fungsional

antara aktivitas produksi pangan yang berbeda, seperti pertanian, perikanan, dan

industri pangan, dengan aktivitas lainnya seperti pengelolaan limbah,

penggunaan air dan degenerasi bahan bakar. Pangan, pupuk, pakan ternak dan

bahan bakar dapat diproduksi dengan input atau sumberdaya minimum.

Sumberdaya tersebut dapat dikonversi, didaur ulang untuk mengurangi dampak

buruknya terhadap lingkungan. Penelitian ini akan membahas pertanian integrasi

berdasarkan definisi RIRDC (2002) ini, yang pada bahasan selanjutnya istilah

integrated biosystems akan disebut sebagai usahatani integrasi. Departemen

Pertanian juga telah menggunakan istilah ‘usahatani integrasi’ untuk konsep

integrated biosystems yang dimaksud.

Salah satu bentuk integrasi yang telah dilakukan di Indonesia adalah

integrasi tanaman-ternak (ITT) atau pola Crop-Livestock System (CLS) dan

integrasi tanaman-ternak-ikan (ITTI). Tanaman dapat berupa tanaman pangan

atau tanaman perkebunan yang kemudian diintegrasikan dengan ternak sapi,

domba, kambing, dan berbagai jenis ikan. Memadukan tanaman, ternak dan ikan

pada sistem usahatani kecil mempunyai kelebihan ditinjau dari ekologi dan
ekonomi. Sistem ini secara kondusif telah melaksanakan konservasi sumberdaya

alam, karena mendorong stabilitas habitat dan keanekaragaman kehidupan alami

di lingkungan pertanian dan sekitarnya. Sistem terpadu ini mengoptimumkan

penggunaan sumberdaya yang berasal dari usahatani itu sendiri maupun yang

ada di sekitarnya, dan mendorong konservasi habitat daripada merusaknya.

Sistem ini bersifat produktif dan menguntungkan karena melaksanakan daur

ulang secara intensif. Limbah dari satu kegiatan dapat dimanfaatkan sebagai

sumber hara kegiatan yang lain. Selain itu ikan merupakan sumber protein

hewani untuk rumah tangga petani (Sutanto 2002)

Pada Gambar 1 diilustrasikan sebuah alur dari usahatani integrasi yang

dilakukan di Kamboja. Rumah tangga petani akan mendapatkan keuntungan

berupa pangan dan bahan bakar (biogas). Tanaman dapat memanfaatkan limbah

yang dihasilkan oleh ternak sekaligus tambahan nutrisi dari ikan. Limbah ternak

dapat dimanfaatkan pula sebagai bahan baku pembuatan biogas. Ikan dapat

membantu alur nutrisi untuk tanaman dan produksi biogas.

Gambar 1 Diagram Alur Integrated Farming System


Sumber: Preston (2000)
Tjakrawiralaksana (1983) menyebut usahatani integrasi sebagai

usahatani terpadu. Usahatani terpadu memiliki beberapa manfaat dilihat dari

sudut petani dan keluarga. Penyelenggaraan usahatani integrasi mempunyai

keuntungan sebagai berikut:

1. Menyediakan kebutuhan pangan dan gizi yang bervariasi bagi keluarga

petani.

2. Memberikan pendapatan yang tidak tergantung kepada musim.

Pendapatan itu dapat diperoleh secara bersinambung dari waktu ke

waktu dengan jarak yang tidak begitu lama. Selain itu usahatani tersebut

dapat mengurangi resiko kegagalan hasil.

3. Mengefektifkan tenaga kerja keluarga. Dengan usahatani integrasi

pengangguran tak kentara dapat dihindarkan dan produktivitas tenaga

kerja keluarga dapat ditingkatkan.

4. Usahatani integrasi juga dapat meningkatkan produktivitas penggunaan

lahan dan modal, serta menjaga kelestarian alam. Dengan usahatani

integrasi kesuburan lahan akan dapat dipertahankan, berkat tersedianya

pupuk kandang yang dihasilkan hewan ternak.

Usahatani integrasi memiliki bermacam-macam tipe berdasarkan

kopleksitasnya, menurut RIRDC (2002) ada 8 tipe usahatani integrasi,

diantaranya adalah: (1)Simple connections: feses ternak digunakan sebagai

pupuk untuk tanaman. (2)Intermediate connections: limbah organik-kompos atau

vermikultur-tanaman. (3)Closed loops: ternak-pupuk kandang-pupuk tanaman-

pakan ternak-ternak. (4)Fuel generation: limbah organik-biodigester-biogas.

(5)Remediation dan nutrient recovery: feses dipompa ke dalam danau yang

ditanami tanaman air terapung yang berserat tinggi. Tanaman-tanaman ini dapat

meningkatkan kadar nutrisi air sehingga air dapat digunakan untuk irigasi.
(6)Multiple water use: bendungan daur ulang yang memungkinkan penggunaan

air yang sama untuk pertumbuhan beberapa komoditas seperti ikan, udang, dan

padi. (7)Use of industrial by-products: proses fermentasi menghasilkan residu

organik, panas, dan karbon dioksida. Panas dan residu organik digunakan untuk

budidaya ikan, karbon dioksida untuk pembuatan minuman berkarbonasi, panas

dan karbon dioksida dapat membantu proses pertumbuhan tanaman hidroponik

di rumah kaca. (8) Settlement design: integrasi dari sistem biologi yang sudah

ada dengan kediaman-kediaman individu dan komunitas lokal, contohnya seperti

produksi makanan dan penanganan limbah.

Tipe usahatani integrasi yang dilakukan ponpes mendekati tipe closed

loops. Tipe ini adalah tipe usahatani integrasi yang memadukan ternak, pupuk

kandang, pupuk untuk tanaman, pakan ternak, dan ternak. Kelima elemen ini

telah dimiliki ponpes dan ditambah lagi dengan adanya ikan yang memanfaatkan

limbah tanaman dan ternak.

Beberapa pola usahatani integrasi telah diaplikasikan di beberapa negara

yang sistemnya disesuaikan dengan sumberdaya yang tersedia di masing-

masing negara. Filipina telah mengembangkan usahatani integrasi tipe multiple

water use, dengan pola Livestock-Fisheries System (LFC) sejak tahun 1970,

yang merupakan integrasi ternak babi dan bebek dengan ikan. Indonesia telah

mulai mengadosi sistem ini. Di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Timur terdapat

usahatani integrasi simple connections dengan pola Crop-Livestock System

(CLS), yang merupakan integrasi tanaman pangan dan ternak. Pada daerah

lainnya yaitu di Bengkulu terdapat usahatani integrasi yang biasa disebut SISKA

(Sistem Integrasi Sapi dengan Kelapa Sawit), yang merupakan integrasi tanaman

kelapa sawit dengan ternak sapi.


2.3 Kajian Empiris tentang Sistem Pertanian Integrasi

Berbagai penelitian mengenai pola-pola pertanian integrasi yang dapat

diterapkan telah banyak dilakukan. Seperti Thailand, Cina, Vietnam, India dan

Bangladesh. Bangladesh telah menerapkan pertanian integrasi sesuai dengan

kondisi alam dan sumberdaya yang mereka miliki. Taj-Uddin (1997) mengatakan

bahwa hampir 90 persen petani Bangladesh memiliki ternak dan unggas untuk

menghasilkan pangan seperti susu, daging, telur dan keperluan lainnya seperti

kulit, bulu, wool, pupuk kandang dan bahan bakar (biogas). Ternak dan unggas

tersebut diintegrasikan satu sama lain dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan

menghemat biaya usahatani. Penghematan biaya yang dimaksud adalah

penghematan biaya tunai. Selain itu ikan selalu menjadi bagian penting dari

usahatani integrasi yang dilakukan di daerah pedesaan Bangladesh.

Di Filipina, hasil analisis ekonomi dan kelayakan usaha menunjukkan pola

integrasi ternak-ikan sangat menguntungkan (Maramba et al. 1978, diacu dalam

Arboleda 2004). Untuk mempromosikan teknologi ini, Philippine Council for

Aquatic and Marine Research and Development (1990) telah menerbitkan

manual atau SOP (Standard Operation Procedure) untuk Integrated Crop-

Livestock-Fish Farming System. Walaupun pengadopsian teknologi ini masih

lambat, telah ada beberapa wirausaha yang menerapkan teknologi ini yaitu

Yaptenco Farm (babi-ikan) dan Maya Farms (ternak-biogas-ikan). Keduanya

menyatakan telah mendapatkan keuntungan dari sistem integrasi ini. Alat analisis

yang digunakannya adalah analisis investasi karena kedua perusahaan menaruh

investasi yang besar di mesin pengolah biogas.

Daerah-daerah di Indonesia mulai banyak yang menerapkan pertanian

integrasi. Salah satunya adalah Kabupaten Lampung Utara. Analisis pendapatan

usahatani pada pertanian lada terintegrasi ternak kambing di Kecamatan Abung

Timur, Kabupaten Lampung Utara yang dilakukan oleh Balai Pengkajian


Teknologi Pertanian Lampung (BPTP Lampung) pada tahun 2002, memper-

lihatkan bahwa dengan pemeliharaan ternak kambing dapat memberikan

tambahan pendapatan petani lada Rp 4.088.760,00 per hektar per tahun, yang

terdiri atas pendapatan kambing Rp 1.188.760,00 dan tanaman lada Rp

2.900.000,00 per hektar per tahun dengan nilai rasio R/C 1,8, sedangkan cara

bertani tanpa integrasi ternak kambing hanya Rp 1.315.000,00 per hektar per

tahun dengan nilai rasio R/C 1,6.

Data Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian mengenai struktur

pendapatan usahatani tanaman pangan dipadukan dengan ternak sapi di

Indonesia, tampak bahwa usahatani tersebut memiliki pendapatan yang lebih

baik dibandingkan usahatani yang dilakukan secara parsial atau berdiri sendiri

(Tabel 3).

Tabel 3 Perbandingan Penerimaan dan Keuntungan Usahatani Tanaman


Pangan dan Ternak Sapi yang Dikelola Secara Parsial dan
Terpadu Menurut Agroekosistem di Indonesia, 2003
Parsial (Rp 000/ha/thn) Terpadu (Rp 000/ha/thn)
Uraian
T. Pangan Sapi Total T. Pangan Sapi Total
Sawah irigasi
a. Penerimaan 16.665 27.275 46.971 18.115 28.701 50.005
b. Biaya 8.458 25.523 37.012 8.068 26.235 37.492
c. Pendapatan 8.208 1.752 9.960 10.048 2.466 12.514
d. Rasio R/C 1,97 1,07 1,27 2,25 1,09 1,33
Sawah tadah hujan
a. Penerimaan 13.532 25.392 38.924 14.352 27.162 41.514
b. Biaya 7.246 23.486 30.733 6.936 24.407 31.696
c. Pendapatan 6.286 1.906 8.191 7.417 2.755 9.819
d. Rasio R/C 1,87 1,08 1,27 2,07 1,11 1,31
Lahan kering
a. Penerimaan 9.756 26.982 36.738 10.050 28.338 38.388
b. Biaya 6.300 25.008 31.308 5.912 24.936 30.848
c. Pendapatan 3.456 1.974 5.430 4.138 3.402 7.540
d. Rasio R/C 1,55 1,08 1,17 1,70 1,14 1,24
Keterangan: pola tanam dalam setahun yang dianalisis adalah padi-padi-jagung, dan pemeliharaan
sapi rata-rata 2 ekor dengan lama pemeliharaan 4 bulan.
Sumber: Kariyasa (2005)

Penerimaan dan pendapatan petani lahan irigasi yang mengelola

tanaman pangan diintegrasikan dengan ternak sapi lebih tinggi masing-masing

6,46 persen dan 25,64 persen dibandingkan petani yang mengelola usaha
tersebut secara parsial. Begitu pula dengan petani sawah tadah hujan mampu

meningkatkan penerimaan dan pendapatan sebesar 6,65 persen dan 19,87

persen. Sementara pada lahan kering, pola integrasi tanaman-ternak mampu

meningkatkan penerimaan dan pendapatan masing-masing sebesar 4,49 persen

dan 38,87 persen. Pada semua agroekosistem terlihat pola integrasi tanaman-

ternak mampu meningkatkan efisiensi yang dicirikan oleh membaiknya nilai rasio

R/C.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu (BPTP Bengkulu)

melakukan kajian sosial ekonomi pada sistem integrasi sapi dan kelapa sawit

(SISKA) yang dilakukan PT. Agricinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

adanya sapi meringankan kerja pemanen dalam mengumpulkan tandan buah

segar sehingga meningkatkan kemampuan kerja pemanen dari areal kerja 10

hektar menjadi 15 hektar. Ternak sapi menghasilkan feses yang potensial untuk

dijadikan kompos untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia dan biaya

produksi. Hasil samping perkebunan kelapa sawit (pelepah, daun, rumput, solid,

bungkil inti sawit) dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Tahun awal usaha

adalah tahun 1997 dan tahun akhir 2003, dengan tingkat bunga 19,5 persen per

tahun. Analisis kelayakan menunjukkan bahwa pada skala usaha 6 ekor induk

dan 1 ekor jantan memberikan gambaran bahwa usaha tersebut menuju usaha

yang komersial dengan nilai rasio R/C sebesar 3,13; NPV sebesar Rp

22.425.000,00 dan IRR diatas 50 persen.

Hasil-hasil penelitian di atas memberikan gambaran bahwa dengan

integrasi komoditas yang dilakukan dapat memberikan tambahan manfaat bagi

petani. Dalam penelitian ini akan dicoba untuk menganalisis pendapatan

usahatani dengan mengintegrasikan tiga komoditas usahatani yaitu sayuran,

ternak (sapi perah dan domba) dan ikan, dimana di dalamnya terdapat proses

daur ulang limbah ternak menjadi pupuk organik. Selain itu akan dilihat apakah
integrasi dengan tiga komoditas ini masih dapat memberikan keuntungan bagi

ponpes.

2.4 Pola Tanam Usahatani

Pola tanam adalah suatu usaha penanaman pada suatu bidang lahan

dengan mengatur pola pertanaman. Pola pertanaman adalah suatu susunan tata

letak dan tata urutan tanaman pada sebidang tanah selama periode tertentu,

termasuk di dalamnya masa pengolahan tanah dan bera (Setjanta 1983).

Pada lahan intensif yang mengutamakan pada keanekaragaman,

biasanya terdiri lebih dari satu jenis tanaman (diversifikasi): umbi-umbian,

sayuran, toga (tanaman obat keluarga), legum dan buah-buahan. Pergiliran

tanaman dapat dilaksanakan untuk setiap petak. Nilai nutrisi masing-masing

tanaman dipertimbangkan dalam mengembangkan intensifikasi lahan. Alasan

utama dari diversifikasi tanaman ini adalah stabilisasi dalam pendapatan

pertanian dan menghindari ketergantungan serta mengurangi resiko akan harga

jual yang tidak menentu, selain itu diversifikasi juga dilakukan untuk memperbaiki

keseimbangan gizi keluarga petani sehingga sebagian besar dari keperluan

hidup sehat dapat terpenuhi dan diperoleh dari hasil usahatani sendiri. Menurut

Sutanto (2002) kemungkinan intensifikasi lahan yang dapat dikembangkan salah

satunya adalah yang dipadukan dengan pengembangan ternak.

Menurut Halcrow (1992) diversifikasi usahatani dapat berbentuk

kombinasi usaha tanaman dan ternak; kombinasi tanaman yang memiliki tipe

pertumbuhan yang berbeda; dan kombinasi dari beberapa usahatani ternak.

Alasan petani melakukan diversifikasi adalah:

1. Meningkatkan penggunaan sumberdaya yang dimiliki petani, khususnya

tenaga kerja. Diversifikasi dapat menyebabkan kesempatan kerja pada

beberapa cabang usahatani dengan beberapa komoditas yang


diusahakan sepanjang tahun. Sumberdaya dapat digunakan secara

optimal.

2. Mengurangi resiko terutama yang berkaitann dengan pendapatan.

Kegagalan dari suatu cabang usaha, termasuk resiko turunnya harga

dapat ditutupi oleh cabang usahatani lainnya.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian Wicaksono (2006) yang dilakukan di

Kabupaten Cianjur. Tingkat pendapatan petani lahan luas lebih tinggi dari petani

lahan sempit, karena petani lahan luas lebih berdiversifikasi dibandingkan petani

lahan sempit. Hal ini diketahui dari penghitungan indeks diversifikasi dihasilkan

nilai yang lebih tinggi pada petani lahan luas.

Usahatani sayuran ponpes menerapkan pola pergiliran tanaman yang

sangat kompleks. Karena itu dalam penelitian ini akan dikaji sejauh mana

manfaat yang diperoleh dengan menerapkan pola pergiliran tanaman.

2.5 Kajian Empiris Pendapatan Usahatani Sayuran

Pada bagian ini dipaparkan beberapa hasil penelitian mengenai usahatani

sayuran. Dikarenakan belum terdapat kajian pendapatan mengenai usahatani

sayuran yang diintegrasikan dengan ternak dan ikan, nilai pendapatan yang akan

digunakan sebagai pembanding bagi usahatani sayuran adalah nilai pendapatan

dari usahatani sayuran monokultur yang dilakukan di daerah Jawa Barat.

Pada penelitian Ramadhani (2001) mengenai analisis pendapatan

usahatani sayuran tomat monokultur di Desa Alam Endah, usahatani tomat yang

diusahakan dapat memberikan penerimaan total sebesar Rp 40.840.000,00 per

hektar pada satu musim tanam. Total biaya yang dikeluarkan adalah Rp

20.202.577,00 dengan rincian 89,91 persen adalah biaya tunai dan 10,09 persen

adalah biaya tidak tunai, sehingga pendapatan bersih yang diterima adalah

sebesar Rp 20.637.423,00. Sebagian besar biaya yang dikeluarkan adalah untuk


biaya tunai. Komponen biaya tunai untuk sarana produksi terbesar berturut-turut

adalah biaya untuk fungisida 15,63 persen, insektisida 15,34 persen dan pupuk

kandang 14,85 persen dari total biaya tunai.

Pada penelitian Zuliana (2003) mengenai analisis pendapatan usahatani

kubis di Desa Pulosari, Pengalengan Jawa Barat, usahatani kubis memberikan

penerimaan total sebesar Rp 18.000.000,00 per hektar per musim tanam. Total

biaya yang dikeluarkan adalah Rp 10.401.741,88 dengan rincian 89,92 persen

adalah biaya tunai dan 10,08 persen adalah biaya tidak tunai, sehingga

pendapatan bersih yang diterima adalah Rp 7.598.258,12. Komponen biaya

terbesar adalah biaya tunai pupuk kandang yaitu 22,83 persen dari total biaya.

Biaya tunai untuk pembelian pupuk kandang dapat dikurangi atau bahkan

dihilangkan sama sekali apabila petani memelihara ternak. Hal ini tentu akan

meningkatkan pendapatan dari usahatani sayuran yang dilakukan.

2.6 Usaha Peternakan

Kondisi peternakan sapi perah di Indonesia saat ini masih dalam skala

usaha yang kecil (2-5 ekor) dan dianggap sebagai usaha sampingan tanpa

memperhatikan laba apalagi mementingkan kualitas produk yang dihasilkan.

Usahatani ternak yang dilakukan jauh dari teknologi dan tidak dikelola dengan

manajemen yang baik.

Peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha keluarga

di pedesaan dalam skala kecil. Komposisi peternak yang mempunyai ternak sapi

perah kurang dari 4 ekor diperkirakan mencapai 80 persen, 4-7 ekor sebesar 17

persen, dan 3 persen yang memiliki lebih dari 7 ekor. Dari komposisi tersebut

dapat diperkirakan bahwa 64 persen produksi susu segar di Indonesia berasal

dari peternak skala kecil, 28 persen dari peternak skala sedang, dan 8 persen

dari skala besar (Erwidodo 1993).


2.6.1 Ternak Sapi Perah

Di Indonesia sapi perah yang umum diternakkan adalah bangsa sapi

Frisian Holstein (FH) dan peranakannya (Sudono 1999). Bangsa sapi perah FH

memiliki sifat jinak, mudah dikuasai, dan tidak tahan panas. Sapi FH merupakan

bangsa sapi yang tertinggi produksi susunya dibandingkan dengan bangsa-

bangsa sapi perah yang lainnya baik di daerah tropis maupun daerah iklim

sedang. Suhu kritis untuk sapi FH adalah 27°C (Ratnawati 2002).

Sapi FH mampu memproduksi susu sebanyak 7.245 kg dalam satu kali

masa laktasi, yaitu sekitar sepuluh bulan. Sapi Jersey menghasilkan 4.957 kg,

sapi Guersney menghasilkan 5.205 kg, dan sapi Ayrshire menghasilkan 5.685 kg

dalam satu kali masa laktasi (Sudono 1999). Sapi yang telah dikawinkan dan

bunting akan menghasilkan susu yang lebih sedikit dibandingkan dengan sapi

yang tidak bunting. Hal ini akan terlihat jelas jika sapi bunting 7 bulan sampai

beranak, maka produksi susu akan menurun.

Susu dihasilkan oleh sapi yang sedang mengalami laktasi. Masa laktasi

adalah masa sapi menghasilkan susu, yaitu masa antara waktu beranak dengan

masa kering. Produksi susu seekor sapi sedikit demi sedikit akan naik sampai

bulan ke dua masa laktasi, kemudian produksi akan menjadi konstan kembali

pada bulan ketiga dan selanjutnya berangsur-angsur menurun sampai

berakhirnya masa laktasi sekitar bulan kesepuluh jika sapi beranak tiap tahun.

Rataan produksi susu sapi laktasi adalah 13 kg per hari (Sudono 1999).

Penelitian menunjukkan bahwa sapi-sapi yang bertubuh lebih besar akan

menghasilkan susu yang lebih banyak daripada sapi yang bertubuh kecil

(berumur sama). Hal ini disebabkan sapi bertubuh besar, makan lebih banyak

sehingga bermetabolisme tinggi dan menghasilkan susu yang lebih banyak.


2.6.2 Ternak Domba Potong

Domba merupakan ternak yang telah lama dikembangkan di Indonesia,

karena tergolong mudah untuk membudidayakannya. Domba memiliki toleransi

yang tinggi terhadap bermacam-macam hijauan pakan ternak dan memiliki daya

adaptasi yang baik terhadap berbagai keadaan lingkungan sehingga dapat

diternakkan di mana saja dan dapat berkembang biak sepanjang tahun (Mulyono

2005). Sedangkan menurut Sugeng (2000) domba memberikan beberapa

keuntungan, antara lain: (a)mudah beradaptasi dengan lingkungan, (b)memiliki

sifat hidup berkelompok, (c)cepat berkembang biak, (d)modal kecil.

Salah satu domba yang biasa dipelihara di Indonesia adalah domba ekor

tipis. Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia. Sekitar 80 persen

populasinya ada di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Domba ini mampu

hidup di daerah yang gersang. Tubuh domba ini tidak berlemak sehingga daging

yang dihasilkan pun sedikit. Namun beberapa orang menyatakan bahwa daging

domba ini lebih enak daripada domba bangsa lainnya (Mulyono 2005). Dalam

usaha penggemukan domba potong dihasilkan beberapa produk sampingan

berupa domba afkir dan feses domba yang dapat dijual kembali. Sehingga dapat

memberikan tambahan pendapatan bagi petani.

2.6.3 Kajian Empiris Pendapatan Usahatani Ternak

Penelitian mengenai pendapatan usahatani ternak sapi perah pernah

dilakukan sebelumnya oleh Vidiayanti (2004) pada usaha peternakan sapi perah

di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) sapi perah Kecamatan Cibungbulang,

Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui total

penerimaan yang diperoleh keluarga yang mengusahakan sapi perah dalam satu

masa laktasi (305 hari) adalah sebesar Rp 69.086.100,00. Produksi susu sapi

untuk satu periode laktasi adalah 2.874,05 liter per ekor. Rata-rata kepemilikan
sapi adalah 9 ekor per petani. Sedangkan total biaya yang dikeluarkan adalah Rp

61.395.100,00 dengan rincian 72,05 persen adalah biaya tunai dan 27,95 persen

adalah biaya tidak tunai, sehingga pendapatan bersih yang diterima adalah

sebesar Rp 7.691.000,00. Komponen biaya terbesar adalah biaya untuk pakan

ternak, yaitu konsentrat, ampas tahu dan hijauan (tidak tunai) yaitu masing-

masing sebesar 25,81 persen, 20,29 persen dan 11,92 persen dari total biaya.

Biaya-biaya ini tentu dapat diminimalisir apabila petani dapat mencari alternatif

pakan ternak yang lebih murah. Dalam penelitian ini akan dilihat tambahan

manfaat yang didapat dengan mengintegrasikan ternak dengan tanaman dan

ikan.

2.6.4 Pakan Ternak

Secara garis besar pakan ternak dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu

hijauan dan konsentrat. Hijauan ditandai dengan jumlah serat kasar yang relatif

banyak pada bahan keringnya. Kelompok hijauan terdiri dari hijauan kering dan

hijauan segar. Konsentrat mengandung serat kasar lebih sedikit daripada hijauan

dan mengandung karbohidrat, protein dan lemak yang relatif banyak tetapi

jumlahnya bervariasi dengan jumlah air yang relatif sedikit (Williamson 1993).

Menurut Sudono (1999) sapi laktasi dengan bobot 450 kg dan rataan

produksi susunya 13 kg per hari dapat diberikan pakan hijauan sebesar 20,75 kg

atau rumput gajah 7,6 kg dan konsentrat 6,05 kg. Hijauan dapat berupa rumput,

gulma atau hasil samping tanaman. Hasil samping tanaman dapat berupa

brangkasan atau serasah sisa panen. Tanaman kacang-kacangan dan umbi-

umbian biasanya menghasilkan hasil samping berupa serasah dan dedaunan

yang cukup tinggi.

Menurut Thahir (1982) kandungan protein pada daun kacang-kacangan

dan daun tanaman umbi lebih tinggi daripada jerami dan daun jagung yaitu
masing-masing sebesar 6,3 kg dan 8,6 kg protein tiap 100 kg (Tabel 4). Jika

produksi limbah tanaman dapat dihitung, maka dapat dihitung pula sumbangan

tanaman terhadap pengadaan pakan ternak. Sebaliknya dapat diperkirakan juga

jumlah ternak yang dapat diusahakan dengan menggunakan limbah tanaman

sebagai sumber makanannya.

Tabel 4 Susunan Bahan Makanan yang Terkandung pada Hasil Samping


Tanaman Setiap 100 kg
Bahan Makanan
Kandungan Protein Bahan Kering
yang dicerna
No Hasil Samping Tiap 100 kg tiap 100 kg
tiap 100 kg
(kg) (kg)
(kg)
1 Padi/jerami 0,9 39,4 92,5
2 Daun jagung 1,2 16,3 24,0
3 Daun kacang-kacangan 6,3 57,8 91,4
4 Daun tanaman umbi 8,6 51,4 90,7
Sumber: Thahir (1982)

2.6.5 Produksi Feses Ternak

Jumlah kotoran padat (feses) dan cair (urine) yang dihasilkan masing-

masing ternak dalam sehari berbeda-beda. Perbedaan ini ditentukan oleh kondisi

dan jenis hewan serta jumlah dan jenis pakan hewan tersebut (Musnamar 2003).

Jumlah kotoran per hari beberapa jenis ternak disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Produksi Kotoran Padat dan Cair dari Beberapa Jenis Ternak
Dewasa
Jumlah Kotoran (kg/hari)
No Jenis Ternak
Kotoran Padat (feses) Kotoran Cair (urine)
1 Sapi 23,59 9,07
2 Kuda 16,10 3,63
3 Babi 2,72 1,59
4 Kambing 1,13 0,68
5 Ayama 0,05 -
Sumber: Musnamar (2003)

Sedangkan hasil uji coba pembuatan kompos oleh BPTP Jawa Barat di

Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, dari 15.400 kg

feses sapi diperoleh sebanyak 7.200 kg kompos siap pakai. Berarti penyusutan

yang terjadi adalah 53 persen. Karena itu diperlukan feses yang cukup banyak

untuk dapat memenuhi kebutuhan kompos.


Untuk menghitung produksi feses pada jenis ternak lain dapat digunakan

angka konversi satuan ternak. Dalam penelitian ini yang dipakai menjadi dasar

adalah satuan ternak dari Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan 2006

(Tabel 6).

Tabel 6 Satuan Hitung Ternak


Jenis Ternak Satuan Hitung Ternak (ST)
Sapi dewasa 1,000
Sapi dara 0,500
Sapi pedet 0,250
Domba dewasa 0,140
Domba muda 0,070
Domba anak 0,035
Sumber: Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan (2006)

Feses sapi memiliki kandungan C/N rasio yang masih tinggi sehingga

apabila diberikan secara langsung belum dapat dimanfaatkan dengan baik oleh

tanaman. Umumnya feses sapi masih banyak mengandung bahan organik segar

yang sangat kasar sehingga akan mempengaruhi daya retensi terhadap air. Oleh

karena itu perlu dilakukan upaya fermentasi untuk merombak bahan-bahan yang

sukar diserap tanaman agar menjadi siap diserap secara langsung oleh tanaman

(Ishaq 2002). Proses fermentasi yang dimaksud misalnya adalah proses

pengomposan.

Sebagian feses ternak yang dihasilkan sapi milik ponpes telah tercampur

dengan sisa pakan hijauan yang terdapat di dalam kandang. Campuran feses

dan sisa pakan ini juga dapat digunakan sebagai bahan pembuat kompos.

Menurut Gunawan et al. (2000), diacu dalam Ishaq (2002) feses ternak yang

tercampur dengan sisa-sisa makanan dari pakan dapat dimanfaatkan menjadi

pupuk organik yang sangat baik bagi tanaman sayuran, karena memiliki nitrogen,

potasium dan serat kasar tinggi.


2.6.6 Pupuk Organik

Menurut Musnamar (2003) pupuk organik merupakan pupuk dengan

bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang

terkandung secara alami. Dapat dikatakan bahwa pupuk organik merupakan

salah satu bahan yang sangat penting dalam upaya memperbaiki kesuburan

tanah. Pupuk organik yang dipadukan dengan pupuk kimia dapat meningkatkan

produktivitas tanaman dan efisiensi penggunaan pupuk, baik pada lahan sawah

maupun lahan kering.

Kandungan unsur hara dalam pupuk organik lebih sedikit daripada pupuk

kimia. Namun penggunaan pupuk organik secara terus-menerus dalam rentang

waktu tertentu akan menjadikan kualitas tanah lebih baik dibanding pupuk kimia

(Musnamar 2003). Pupuk organik tidak meninggalkan residu pada hasil tanaman

sehingga aman bagi konsumen. Beberapa jenis pupuk organik berdasarkan

bahan dasarnya antara lain pupuk kandang dan kompos.

Pupuk kandang merupakan pupuk organik yang paling umum dan sering

digunakan oleh petani. Pupuk kandang merupakan pupuk organik dari hasil

fermentasi feses padat dan cair hewan ternak. Menurut Musnamar (2003)

Jumlah feses padat dan cair yang dihasilkan masing-masing ternak dalam sehari

berbeda-beda. Perbedaan ini ditentukan oleh kondisi dan jenis hewan serta

jumlah dan jenis pakan hewan tersebut. Komposisi kandungan unsur hara pupuk

kandang sangat dipengaruhi oleh jenis ternak, umur dan kondisi ternak, macam

pakan, bahan hamparan yang digunakan, serta perlakukan dan penyimpanan

pupuk sebelum diaplikasikan ke lahan.

Kompos ialah pupuk organik dari hasil pelapukan jaringan atau bahan-

bahan tanaman atau limbah organik (Musnamar, 2003). Menurut Gaur (1977)

tujuan dari pengomposan adalah memperbaiki dan mendaur ulang sisa-sisa hasil

pertanian, melindungi kesehatan masyarakat umum dan mempertahankan atau


memperbaiki kualitas lingkungan. Di lingkungan alam terbuka kompos bisa

terbentuk sendiri melalui proses alami. Kompos alami ini biasanya disebut

humus. Tetapi proses tersebut bisa dipercepat dengan bantuan manusia,

sehingga menghasilkan kompos yang berkualitas lebih baik dalam waktu yang

tidak terlalu lama. Ada dua cara untuk mempercepat terjadinya pelapukan bahan

organik, yaitu pengaturan suhu dan kelembaban atau dengan pemberian

mikroorganisme pengurai sebagai starter atau aktivator.

Selain itu dengan adanya pupuk organik, penggunaan pupuk kimia dapat

dikurangi. Berdasarkan rekomendasi pemupukan yang dikeluarkan oleh Badan

Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian bulan Januari 2007,

disebutkan bahwa pemakaian 2 ton kompos atau 2 ton pupuk kandang per

hektar dapat mengurangi penggunaan urea sebesar 50 kg/ha.3

Tabel 7 Perbandingan Penggunaan Pupuk Anorganik dengan dan Tanpa


Penggunaan Pupuk Organik pada Usahatani Padi pada Petani
Contoh Menurut Agroekosistem, 2003
Agroekosistem Lahan
Uraian Sawah Sawah
Kering Agregat
Irigasi Tadah Hujan
Tanpa Pupuk Kandang (kg)
a. Urea 278,50 264,83 200,33 247,89
b. SP 36/TSP 106,50 88,83 46,67 80,67
c. KCl 104,50 87,67 41,67 77,94
Total 489,50 441,33 288,67 406,50
Dengan Pupuk Kandang (kg)
a. Urea 168,50 181,33 126,67 158,83
b. SP 36/TSP 70,50 60,83 16,67 49,33
c. KCl 56,50 43,50 11,67 37,22
Total 295,50 285,67 155,00 245,39
Perubahan (%)
a. Urea -39,50 -31,53 -36,77 -35,93
b. SP 36/TSP -33,80 -31,52 -64,29 -38,84
c. KCl -45,93 -50,38 -72,00 -52,25
Total -39,63 -35,27 -46,30 -39,63
Sumber: Kariyasa (2005)

Data empiris perbedaan penggunaan pupuk anorganik sebelum dan

sesudah adanya pemakaian pupuk kandang pada usahatani padi pada tiga jenis

agroekosistem disajikan pada Tabel 7. Sebelum adanya penggunaan pupuk


3
Harian Kompas, 6 April 2006
kandang, total penggunaan pupuk anorganik di tingkat petani berkisar 2,8-4,9

kwintal per hektar, sedangkan sesudah penggunaan pupuk kandang,

penggunaan pupuk anorganik hanya 1,6-3,0 kwintal per hektar. Dengan demikian

penggunaan pupuk kandang telah mampu menghemat penggunaan pupuk

organik berkisar 35-46 persen.

Penggunaan pupuk organik juga terbukti memberikan hasil pertumbuhan

yang lebih baik bagi tanaman. Penelitian BPTP Jawa Barat di Desa Alam Endah

pada tahun 2002, didapatkan hasil bahwa dengan menggunakan pupuk kompos

pertumbuhan bawang daun pada fase vegetatif pada petani kooperator lebih baik

dibandingkan pertumbuhan bawang daun yang ditanam petani non kooperator.

Hal ini dapat dilihat dari tinggi tanaman dan jumlah tunas daun, dimana bawang

daun yang ditanam petani kooperator lebih tinggi 9 persen, lebih banyak

tunasnya 17 persen, dan meningkat hasilnya 35,7 persen dibandingkan dengan

tanaman bawang daun yang ditanam petani non kooperator.

Pondok pesantren memproduksi beberapa jenis pupuk organik yang

digunakan untuk input usahataninya. Pupuk-pupuk yang diproduksi adalah pupuk

daun, pupuk kompos, dan pupuk kandang. Dengan memproduksi pupuk organik

sendiri, ponpes dapat menghemat biaya pembelian input pupuk.

Dari penelitian BPTP Jawa Barat di Desa Alam Endah pada tahun 2002,

diketahui bahwa setiap musim tanam petani membeli pupuk kandang dari Bogor

dan Tangerang, dan mengaplikasikan 10 ton per hektar pupuk kandang, dengan

harga Rp 170,00 per kg, sehingga nilainya sebesar Rp 1.700.000,00 per hektar.

Sedangkan petani yang menggunakan pupuk kompos buatan sendiri, hanya

mengaplikasikan 7,5 ton per hektar kompos dengan biaya yang dihabiskan

sebesar Rp 98,00 per kg, atau bernilai Rp 735.000,00 per hektar. Sehingga

penghematan yang dilakukan dengan menggunakan kompos adalah sebesar Rp

965.000,00 per hektar.


Dalam penelitian ini akan dihitung harga pokok produksi dari pupuk-pupuk

organik yang diproduksi ponpes. Dari harga pokok produksi ini akan dapat

dirumuskan sebuah nilai penghematan yang didapat dengan memproduksi

sendiri pupuk organiknya.

2.7 Usahatani Ikan

Jenis kolam berbeda-beda jika dilihat dari fungsinya, salah satu jenis

kolam yang paling banyak dibuat oleh petani adalah kolam pembesaran. Menurut

Susanto (2005) kolam pembesaran adalah kolam yang digunakan untuk

membesarkan ikan hingga siap jual atau siap konsumsi. Ikan yang sudah melalui

tahap pendederan biasanya akan dipelihara dalam kolam pembesaran. Kolam

pembesaran ikan tradisional biasanya berukuran sama atau lebih besar

dibandingkan dengan kolam pendederan.

Menurut Prihatman (2000) pemupukan dilakukan satu tahun sekali pada

saat kolam dikeringkan. Pemupukan kolam bertujuan untuk meningkatkan dan

produktivitas kolam, yaitu dengan cara merangsang pertumbuhan makanan

alami sebanyak-banyaknya. Pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk kandang

atau pupuk hijau dengan dosis 500-700 gram per m2.

Berdasarkan hasil penelitian Edward et al. (1985), diacu dalam Dewi

(1992) integrasi ternak dengan ikan mungkin akan menguntungkan jika dipilih

jenis ternak dan ikan yang mampu menggunakan bahan pakan yang murah dan

mudah diperoleh. Jenis ikan yang cocok untuk diintegrasikan dengan ternak

adalah ikan mujair dan ikan lele.

Pemeliharaan pembesaran ikan mujair dapat dilakukan secara polikultur

maupun monokultur. Polikultur dengan proporsi ikan mujair 50 persen, ikan

tawes 20 persen, dan mas 30 persen, atau ikan mujair 50 persen, ikan gurame

20 persen dan ikan mas 30 persen. Pemeliharaan sistem monokultur merupakan


pemeliharaan terbaik dibandingkan dengan polikultur dan pada sistem ini

dilakukan pemisahan antara induk jantan dan betina. Pembesaran ikan mujair

pun dapat pula dilakukan di jaring apung, berupa hapa berukuran 1 x 2 m sampai

2 x 3 m dengan kedalaman 75-100 cm. Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan

kedalaman kolam (Soeseno 1982).

Makanan alami ikan lele berupa zooplankton, fitoplankton, larva, cacing-

cacing, dan serangga air. Ikan lele juga menyukai makanan busuk yang

berprotein dan kotoran yang berasal dari kakus. Makanan tambahan juga

diperlukan oleh lele, berupa sisa-sisa makanan keluarga, daun kubis, tulang ikan,

tulang ayam yang dihancurkan, usus ayam, dan bangkai (Prihatman 2000).

Pemanenan ikan mujair dapat dilakukan dengan cara panen total dan

panen sebagian. Panen selektif dilakukan tanpa pengeringan kolam, ikan yang

akan dipanen dipilih dengan ukuran tertentu (untuk pemanenan benih). Panen

total dilakukan untuk menangkap atau memanen ikan hasil pembesaran.

Umumnya umur ikan mujair yang dipanen berkisar antara 5 bulan dengan berat

berkisar antara 30-45 gram per ekor. Lele dipanen pada umur 6-8 bulan, ataupun

sewaktu-waktu jika diperlukan. Berat rata-rata pada umur tersebut sekitar 200

gram per ekor. Pemanenan dilakukan pagi hari saat keadaan tidak panas dengan

menggunakan waring yang halus. Lakukan pemanenan secepatnya dan hati-hati

untuk menghindari lukanya ikan (Prihatman 2000).

Pembahasan tentang usahatani ikan dalam penelitian ini tidak akan

dibahas secara rinci. Bagian terpenting yang akan dijelaskan adalah mengenai

tambahan manfaat yang diperoleh apabila ikan diintegrasikan dengan tanaman

dan ternak.
III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Al-Ittifaq yang terletak di

Kampung Ciburial, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali (d/h Ciwidey),

Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan

secara sengaja (purposive) karena Ponpes Al-Ittifaq merupakan salah satu

ponpes yang menerapkan sistem pertanian integrasi dengan mengintegrasikan

sayuran, ternak dan ikan. Selain itu Ponpes Al-Ittifaq telah menjadi model

percontohan agribisnis pada lingkungan Lembaga Mandiri yang Mengakar di

Masyarakat (LM3) berdasarkan SK Mentan No. 55 Tahun 1997. Kegiatan

pengambilan data dilakukan pada Maret-April 2007.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif dan kualitatif baik

primer maupun sekunder dalam kurun waktu satu tahun ke belakang (April 2006-

Maret 2007). Data primer diperoleh dari wawancara langsung pada responden

terpilih. Pertanyaan yang diajukan adalah mengenai keragaan usahatani

integrasi ponpes, termasuk didalamnya mengenai penggunaan sarana produksi,

biaya-biaya produksi usahatani sayuran, ternak dan ikan, harga-harga input dan

output, pengolahan pupuk organik serta data lain yang terkait dengan penelitian

ini.

Data sekunder diperoleh dari berbagai dokumen arsip Ponpes Al-Ittifaq,

artikel dari majalah dan internet, jurnal elektronik baik dalam maupun luar negeri,

serta literatur terkait dari berbagai instansi seperti Pusat Analisis Sosial Ekonomi

dan Kebijakan Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Balai

Penelitian Veteriner (Balitvet), Balai Penelitian Ternak (Balitnak), Perpustakaan


LSI-IPB dan instansi lain yang terkait. Data sekunder mencakup keadaan umum

daerah, keragaan usahatani sayuran, ternak dan ikan, pengelolaan limbah,

harga-harga input dan output, data produksi sayuran, data penjualan, dan lain-

lain. Disamping itu juga diperoleh dari studi literatur serta hasil-hasil penelitian

yang pernah dilakukan oleh lembaga-lembaga yang berkaitan dengan topik

penelitian ini. Data dan informasi yang telah dikumpulkan dipilah serta dianalisis

untuk kemudian dideskripsikan untuk menjawab tujuan penelitian.

Cara yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah:

1. Teknik observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara

mengadakan pengamatan langsung di lokasi penelitian.

2. Teknik wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara

mengadakan komunikasi langsung dengan responden dan informan

terpilih dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan.

3.3 Responden Penelitian

Responden yang diambil pada penelitian ini adalah pimpinan ponpes, staf

humas, santri, mandor kebun, penyuluh lapang, masyarakat sekitar, dan aparat

desa setempat. Teknik pemilihan responden adalah dengan teknik snowball.

Yaitu teknik dimana responden yang dipilih merupakan rekomendasi dari

responden sebelumnya, begitu pula selanjutnya responden yang sedang

diwawancara akan merekomendasikan responden tertentu untuk menguatkan

keabsahan data penelitian. Berikut adalah jenis informasi yang didapatkan dari

masing-masing responden (Tabel 8).


Tabel 8 Perolehan Data Primer pada Pondok Pesantren Al-Ittifaq
Sumber Jenis Informasi
H. Fuad Affandy 1. Gambaran umum ponpes (sejarah dan
(pemiliki ponpes) perkembangan)
2. Keterkaitan ponpes dengan instansi dan lembaga
lain yang terkait dengan pengembangan agribisnis
ponpes
Djedje, SP. 1. Konsep usahatani integrasi yang dijalankan ponpes
(Penyuluh Pertanian 2. Pola pergiliran tanaman
Ahli, Dinas Pertanian, 3. Asal usul bakteri MFA
Kab. Bandung) 4. Asal usul pestisida organik
Santri mukim 1. Kegiatan di kebun dan kandang secara umum
(mandor, pemasaran 2. Hasil panen/produksi sayuran dan ternak
dan humas ponpes) 3. Hasil penjualan sayuran dan ternak
4. Kegiatan pemasaran
5. Keterkaitan ponpes dengan instansi dan lembaga
lain yang terkait dengan pengembangan agribisnis
ponpes
Santri kobong 1. Kegiatan rinci di kebun dan kandang
(kebun, kandang dan 2. Output yang dihasilkan pada saat panen
pengemasan) 3. Kegiatan pengemasan, limbah yang dihasilkan
setelah pengemasan
Buruh tani 1. Budidaya sayuran secara umum
2. Harga input dan output di daerah penelitian
Peternak 1. Berternak secara umum
2. Harga input dan output di daerah penelitian
Penjual ikan 1. Budidaya ikan secara umum
2. Harga input dan output di daerah penelitian

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif

dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk melihat keadaan umum dan

proses produksi sistem pertanian integrasi yang dilakukan Ponpes Al-Ittifaq.

Analisis kuantitatif berupa analisis pendapatan usahatani dan analisis rasio R/C.

Tahap analisis data yang dilakukan adalah transfer data ke bentuk tabulasi,

editing serta pengolahan data dengan menggunakan Microsoft Excel dan

kalkulator, dilanjutkan dengan interpretasi data.


3.4.1 Harga Transfer

Harga transfer adalah harga pertukaran barang dan jasa antar divisi

dalam suatu organisasi yang sama dengan tujuan untuk diproses lebih lanjut.

Harga transfer selalu mengandung unsur laba didalamnya. Harga transfer dalam

penelitian ini digunakan untuk menentukan harga pokok produk sampingan yang

ditransfer dari usahatani sayuran (divisi penjual) ke usahatani ternak dan ikan

(divisi pembeli) dan sebaliknya. Limbah yang dimasud adalah brangkasan,

sayuran afkir, dan pupuk organik.

Pendekatan penentuan harga transfer yang digunakan adalah harga

transfer berdasarkan harga pasar (market-based transfer price) dan berdasarkan

biaya (cost-based transfer price). Untuk menentukan harga pokok brangkasan

dan sayuran afkir digunakan metode harga pasar minus (market price minus)

Pendekatan harga pasar dilakukan karena limbah yang ditransfer telah memiliki

harga pasar yaitu harga yang berlaku di daerah penelitian. Harga pasar tersebut

merupakan dasar yang adil dalam penentuan harga transfer. Caranya adalah

dengan mengurangi harga pasar limbah dengan biaya-biaya yang dibebankan

pada limbah tersebut, yang tidak perlu dikeluarkan oleh divisi penjual. Harga

transfer pupuk organik ditentukan berdasarkan biaya variabel yang dikeluarkan

usahatani ternak (divisi penjual) untuk memproduksi pupuk-pupuk tersebut.

3.4.2 Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk melihat apakah usahatani

dengan sistem pertanian integrasi menguntungkan atau tidak. Penghitungan

analisis pendapatan pada penelitian ini dibuat dalam dua kondisi. Kondisi 1

adalah kondisi usahatani integrasi yang dilakukan ponpes, dimana produksi dan

konsumsi berlangsung pada suatu siklus tertutup dan terjadi perputaran input

menjadi output dari cabang usahatani satu untuk cabang usahatani lainnya
begitupun sebaliknya, serta terdapat proses daur ulang output sampingan di

dalamnya. Kondisi 2 adalah kondisi sebaliknya dimana tidak ada hubungan

produksi dan konsumsi antara cabang usahatani satu dengan cabang usahatani

lainnya sehingga tidak ada perputaran input menjadi output dari cabang

usahatani satu untuk cabang usahatani lainnya. Pada kondisi 2 output

sampingan yang dihasilkan diasumsikan tidak didaur ulang ataupun dimanfaat-

kan sebagai input untuk cabang usahatani lainnya, melainkan dijual ke luar

ponpes. Pada bahasan selanjutnya akan kondisi 2 ini akan disebut sebagai

usahatani tidak terintegrasi. Tujuan perbandingan dua kondisi ini adalah untuk

membandingkan pendapatan yang didapat baik pendapatan atas biaya total

maupun tunai.

Analisis pendapatan akan dilakukan per cabang usahatani pada masing-

masing kondisi. Hasil pendapatan dari ketiga cabang usahatani tersebut akan

dijumlahkan menjadi total pendapatan usahatani. Sehingga akan didapatkan

hasil total pendapatan usahatani kondisi 1 dan 2, atau dengan kata lain akan

didapatkan total pendapatan usahatani integrasi yang telah dilakukan oleh

ponpes dan total pendapatan usahatani non integrasi yang mungkin dilakukan

oleh ponpes.

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh

dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dinotasikan sebagai berikut (Soekartawi

2002) :

TR = Py.Y ....................................................................................... (1)


Keterangan:

TR = Total penerimaan
Py = Harga output (Rupiah/kg)
Y = Jumlah output (kg)

Sedangkan pengeluaran total usahatani adalah semua faktor produksi

yang habis terpakai untuk satu siklus produksi baik biaya yang tunai maupun

tidak tunai. Data biaya dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu biaya tunai dan

biaya tidak tunai (biaya diperhitungkan). Pernyataan ini dapat dinotasikan

sebagai berikut (Soekartawi 2002) :

TC = Ctunai + Cnon-tunai ....................................................................... (2)

Keterangan:

TC = Biaya total
C tunai = Biaya tunai (Rupiah)
C non-tunai = Biaya diperhitungkan (Rupiah)

Kemudian dilakukan penghitungan pendapatan usahatani atas biaya tunai

(pendapatan kotor) dan biaya total (pendapatan bersih).

¶ kotor = TR – C tunai ....................................................................... (3)

¶ bersih = TR – TC ........................................................................... (4)

Keterangan:

¶ kotor = Pendapatan kotor


¶ bersih = Pendapatan bersih
TR = Total penerimaan
TC = Biaya total
C tunai = Biaya tunai
3.4.3 Analisis Efisiensi Rasio R/C

Analisis pendapatan usahatani selalu disertai dengan pengukuran

efisiensi. Untuk mengetahui efisiensi suatu usahatani terhadap penggunaan satu

unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio penerimaan dan biaya. Usahatani

dapat dikatakan menguntungkan apabila nilai rasio R/C>1. Semakin besar nilai

rasio R/C, semakin menguntungkan usahatani tersebut. Pada penelitian ini akan

dibandingkan nilai rasio R/C kondisi 1 dan 2 untuk masing-masing cabang dan

keseluruhan usahatani (Soekartawi 2002). Perhitungan rasio R/C dapat

dirumuskan sebagai berikut:

TR
Rasio R/C-biaya tunai = -------- ....................................................... (3)
Ctunai

TR
Rasio R/C-biaya total = ------- ....................................................... (4)
TC

Keterangan:

TR = Total penerimaan
TC = Biaya total
Ctunai = Biaya tunai (Rupiah)
IV KERANGKA PEMIKIRAN

4.1 Kerangka Teoritis

4.1.1 Konsep Usahatani

Hernanto (1989) mendefinisikan usahatani sebagai satuan organisasi

produksi di lapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang mewakili alam,

unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga tani, unsur modal

yang beraneka ragam jenisnya, dan unsur pengelolaan atau manajemen yang

peranannya dibawakan oleh seseorang yang disebut petani. Keempat unsur ini

tidak dapat dipisahkan karena kedudukannya sama penting dalam usahatani.

Pengenalan dan pemahaman unsur pokok tersebut sangat diperlukan karena

berkaitan dengan kepemilikan dan penguasaan faktor produksi.

Usahatani didefinisikan sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal

yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Ketatalaksanaan

organisasi itu sendiri diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang-orang.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usahatani terdiri atas manusia petani

(keluarga), tanah (beserta fasilitas yang terdapat di atasnya seperti bangunan

dan saluran air) dan tanaman ataupun hewan ternak (Rivai 1960, diacu dalam

Hernanto 1983).

Perwujudan usahatani berskala besar di Indonesia merupakan hal yang

tidak mudah diwujudkan dan memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini

disebabkan pertanian Indonesia masih serba terbatas baik skala usaha, modal,

kemampuan sumberdaya manusia dan sebagainya. Dilain pihak tuntutan

konsumen dan persaingan yang tinggi selalu berujung pada tuntutan kegiatan

usaha pertanian yang efisien dan berkualitas tinggi yang sangat sulit untuk dapat

dipenuhi oleh petani Indonesia.

Adapun ciri-ciri usahatani di Indonesia menurut Soekartawi (1986) adalah:


1. lahan yang dimiliki sempit,

2. modal yang tersedia kurang,

3. pengetahuan petani terbatas dan kurang dinamis,

4. pendapatan petani rendah.

4.1.2 Penerimaan dan Biaya Usahatani

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produk yang diperoleh

dengan harga jual. Penerimaan ini mencakup suatu produk yang dijual,

dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit,

digunakan untuk pembayaran, dan yang disimpan (Soekartawi et al. 1986).

Biaya adalah semua pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan

suatu produk dalam suatu periode produksi (Hernanto 1989). Biaya dapat

dibedakan atas:

1. Biaya tunai, meliputi biaya tetap misal pajak tanah dan biaya variabel

misal pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan dan biaya untuk

tenaga kerja luar keluarga.

2. Biaya tidak tunai, meliputi biaya tetap misalnya biaya penyusutan alat-alat

dan bangunan pertanian serta sewa lahan milik sendiri sedangkan biaya

variabel meliputi biaya tenaga kerja dari keluarga.

4.1.3 Analisis Pendapatan Usahatani

Tingkat ukuran penampilan usahatani dapat dikur dengan pendapatan

usahatani yang umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan suatu

usahatani dengan tujuan membantu perbaikan pengelolaan usahatani. Analisis

pendapatan bertujuan menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha

dan dapat menggambarkan keadaan yang akan datang (Hernanto 1989).


Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan total

usahatani dan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang bersangkutan

(input milik keluarga juga diperhitungkan dalam biaya produksi). Pengeluaran

total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai

atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi. Analisis pendapatan usahatani

memerlukan data penerimaan dan biaya selama jangka waktu yang ditetapkan,

yang telah dijelaskan sebelumnya.

Menurut Soeharjo dan Patong (1973), ukuran-ukuran pendapatan

diantaranya adalah:

1. Pendapatan kerja petani

Pendapatan kerja petani diperoleh dengan menghitung semua penerimaan baik

yang berasal dari penjualan, yang dikonsumsi keluarga maupun kenaikan

inventaris. Penerimaan ini kemudian dikurangi dengan semua pengeluaran, baik

yang tunai maupun yang diperhitungkan, termasuk bunga modal dan nilai kerja

keluarga. Angka pendapatan kerja petani umumnya kecil bahkan bisa saja

negatif (defisit).

2. Penghasilan kerja petani

Penghasilan kerja petani diperoleh dari menambah pendapatan kerja petani

dengan penerimaan tidak tunai. Produksi usahatani yang dikonsumsi keluarga

adalah penerimaan tidak tunai.

3. Pendapatan kerja keluarga

Pendapatan kerja keluarga merupakan balas jasa dari kerja dan pengelolaan

petani dan anggota keluarga. Apabila usahatani dilaksanakan oleh petani dan

keluarganya maka ukuran inilah yang terbaik untuk mengetahui keberhasilan

kegiatan usahatani. Pendapatan kerja keluarga dari menambah penghasilan

kerja petani dengan nilai kerja keluarga.


4. Pendapatan keluarga

Pendapatan keluarga diperoleh dengan menghitung pendapatan dari sumber lain

yang diterima bersama keluarganya di samping kegiatan usahatani. Cara ini

dipakai apabila petani tidak membedakan sumber-sumber pendapatannya untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Keberhasilan usahatani dapat dilihat dari pendapatan yang diterima.

Salah satu ukuran efisiensinya adalah analisis rasio R/C. Dalam analisis ini akan

diuji seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usahatani yang

bersangkutan dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya.

Semakin tinggi nilai rasio R/C menunjukkan semakin besarnya penerimaan yang

diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan, yang mengindikasikan tingkat

efisiensi pendapatan juga semakin tinggi (Soeharjo & Patong 1973).

4.1.4 Analisis Efisiensi Rasio R/C

R/C adalah singkatan dari Return Cost Ratio, atau dikenal sebagai

perbandingan penerimaan dengan biaya. Secara teoritis dengan rasio R/C=1

artinya tidak untung dan juga tidak rugi. Pada Gambar 1 dapat dilihat pada

tingkat produksi berapa suatu usahatani mencapai titik impas atau Break Even

Point (BEP). Bila produksi ada di daerah 0X, maka usahatani itu rugi karena

R<TC, sebaliknya bila produksi berada di daerah >X maka usahatani itu untung

karena R>TC. Jika produksi berada di titik X maka petani mengalami BEP

produksi. Nilai biaya dan penerimaan yang menunjukkan BEP ada di titik a.
Penerimaan (R)
Rp

Biaya Total (TC)

Biaya Variabel (VC)

Biaya Tetap (FC)

0 X Produksi (Y)

Gambar 2 Titik Impas (Break Even Point) Usahatani

4.1.5 Teknologi Baru: Inovasi Produksi

Menurut Halcrow (1992) teknologi baru dapat (1)Menaikkan fungsi

produksi sehingga output yang lebih tinggi dapat diproduksikan dengan

menggunakan input yang sama, dan (2)Teknologi baru dapat menggeser kurva

produk fisik total ke kiri, yaitu jumlah output yang sama dapat diperoleh dengan

menggunakan sumberdaya yang lebih sedikit (Gambar 3b). Alternatif-alternatif ini

digambarkan pada Gambar 3a, 3b dan 3c.

Teknologi baru dapat menghasilkan output yang lebih besar dengan input

yang sama atau bahkan lebih kecil (Gambar 3a). Peningkatan yang dimaksud

adalah peningkatan kuantitas dan kualitas, baik kualitas input maupun output.

Contohnya adalah pemanfaatan limbah pertanian pada usahatani integrasi

sayuran dengan ternak. Limbah ternak dapat dijadikan pupuk organik untuk

sayuran, sehingga biaya pembelian input (pupuk kimia) usahatani sayuran dapat

dikurangi dan menghemat sumberdaya (modal). Implikasi pada produksi adalah

adanya peningkatan kualitas output, yaitu minimnya residu kimia pada hasil

sayuran.
Teknologi baru alternatif juga dapat meningkatkan produk fisik total tetapi

diperlukan usahatani dalam skala besar untuk mencapainya (Gambar 3c). Fungsi

produksi dengan teknologi baru biasanya selalu terletak di atas teknologi lama

pada berbagai tingkat penggunaan input. Tetapi pada kondisi tertentu fungsi

produksi teknologi baru akan berada di atas teknologi lama, pada tingkat

penggunaan input yang sangat tinggi. Sehingga teknologi baru akan merugikan

jika diterapkan pada usahatani skala kecil dan menguntungkan jika diterapkan

pada usahatani skala besar. Contohnya adalah seperti pada usahatani ternak

sapi perah.

Data Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), diacu dalam Yusdja

(2005) mengenai hubungan antara skala usaha dengan nilai rasio B/C sapi

perah, memperlihatkan bahwa dari skala usaha 1-9 ekor terdapat marjin

keuntungan yang positif dengan kecenderungan tidak berbeda diantara skala

usaha tersebut. Pada skala usaha 10 dan 11 ekor marjin keuntungan meningkat

sesuai dengan asas rasional dan teori ekonomi, bahwa apabila semakin besar

skala usaha semakin tinggi keuntungan yang didapat. Pada skala usaha 12-21

ekor terjadi hubungan yang bertentangan yakni arah perubahan pendapatan

diikuti oleh arah perubahan biaya yang semakin menurun, bahkan pada skala

usaha 16 ekor marjin keuntungan mencapai minus. Hal ini disebabkan semakin

tinggi skala usaha semakin sulit memperoleh bahan pakan baik dalam jumlah

maupun konsistensi mutunya dari hari ke hari, dan menyebabkan peternak harus

mencari alternatif yang lebih mahal.

Teknologi baru selain menghemat sumberdaya juga dapat meningkatkan

output yang dihasilkan. Sebagai contoh, penggunaan traktor selain dapat

menghemat tenaga kerja ternak dan manusia juga dapat meningkatkan ouutput,

karena penggunaan traktor akan menghasilkan pengolahan tanah yang lebih

baik.
TP
(new technology)

Output Variabel (Ton) (Y)


TP
(old technology)

Input Variabel (X)


(a)

TP
(new technology)
Output Variabel (Ton) (Y)

TP
(old technology)

Input Variabel (X)

(b)
TP
(alternative new
TP technology)
(new technology)
Output Variabel (Ton) (Y)

TP
(old technology)

Input Variabel (X)

Gambar 3 Pengaruh Teknologi Baru Terhadap Produksi


a. teknologi baru menyebabkan kenaikan produksi
b. teknologi baru dapat menghemat sumberdaya
c. teknologi baru menaikkan output pada usahatani
skala besar
Sumber: Halcrow, 1992
4.1.6 Keputusan dalam Produksi Pertanian

Menurut Halcrow (1992) ada tiga tipe pengambilan keputusan, yaitu

(1)keputusan input-output, (2)keputusan input-input, dan (3)keputusan output-

output. Keputusan input-output merupakan topik dasar yang digambarkan oleh

fungsi produksi dimana output tergantung dari satu input tertentu yang

dikombinasikan dengan input tetap lainnya. Keputusan input-input merupakan

keputusan mengenai berapakah jumlah masing-masing input yang akan

digunakan, tergantung dari harga input dan kemampuan subtitusi antar input-

input atau berapa produk marginal dari masing-masing input dibanding harga

input tersebut.

Keputusan output-output dibutuhkan untuk memperbaiki bagaimana

memilih suatu cabang usahatani dari beberapa cabang usahatani yang ada, atau

memilih beberapa macam produk dalam suatu perusahaan dan bagaimana

mengalokasikan sumberdaya-sumberdaya pada masing-masing cabang usaha.

Cabang usaha yang dipilih hendaknya dapat dikelola dan berproduksi naik,

dengan menggunakan sumberdaya yang ada. Apabila sumberdaya yang dimiliki

terbatas, maka pemilihan cabang usaha tergantung dari tingkat kompetisi dan

tingkat komplementasi dari masing-masing cabang usaha, kecuali produk-produk

yang berhubungan bersifat suplementari. Output-output memiliki beberapa tipe

hubungan yaitu bersifat kompetitif, suplementari, dan komplementari (Halcrow

1992).

Hubungan Output-output yang Bersifat Kompetitif. Dua output

memiliki hubungan kompetitif apabila untuk menaikkan suatu produk hanya dapat

dilakukan dengan mengurangi produk lainnya. Usahatani sayuran dan usahatani

ternak yang membutuhkan sumberdaya sama pada waktu yang sama akan

bersifat kompetitif. Pada saat rumput untuk pakan ternak tumbuh subur, petani

akan lebih banyak mengembangkan ternak karena dapat mengurangi biaya


pakan ternak, akan tetapi bila jumlah rumputan pakan ternak sedikit maka petani

akan mengusahakan usahatani jagung sebab pada keadaan lahan demikian

pengolahan relatif lebih mudah dan murah.

Hubungan Output-output yang Bersifat Suplementari. Dua output

mempunyai hubungan suplementari apabila produksi output satu menggunakan

macam sumberdaya yang berbeda atau menggunakan sumberdaya yang sama

pada saat yang berbeda. Sebagai contoh adalah usahatani gandum dan

usahatani ternak biri-biri ditinjau dari penggunaan tenaga kerja. Setelah

penanaman dan pemupukan tanaman gandum, maka tenaga kerja dalam

keluarga selama menunggu panen dapat digunakan untuk mengurus biri-biri.

Pada lahan kering dan bersemak belukar maka pada lahan tersebut tidak dapat

digunakan untuk usahatani sehingga penggunaan lahan tersebut untuk

usahatani-ternak merupakan kombinasi usaha yang bersifat suplementari.

Hubungan Output-output yang Bersifat Komplementari. Dua output

dikatakan mempunyai hubungan komplementari apabila kenaikan output satu

diikuti kenaikan output lainnya. Pada usahatani integrasi STI, peningkatan jumlah

sapi perah selain menambah produksi daging juga meningkatkan produksi susu.

Kenaikan ini juga akan meningkatkan produksi pupuk organik. Peningkatan luas

usahatani sayuran akan meningkatkan produksi pakan ternak dan ikan. Dalam

jangka pendek dua usaha ini dapat bersifat kompetitif karena menggunakan

tenaga kerja yang sama, sedang dalam jangka panjang walau menggunakan

sumberdaya tenaga kerja yang sama tapi dalam waktu yang berlainan sehingga

tidak bersifat kompetitif.

4.2 Kerangka Operasional

Salah satu pola usahatani integrasi yang dapat diusahakan adalah

integrasi antara sayuran-ternak-ikan. Komoditas utama yang dihasilkan biasanya


adalah sayuran sedangkan ternak dan ikan adalah komoditas penunjang.

Usahatani sayuran menghasilkan output berupa sayuran dan brangkasan.

Sayuran afkir digunakan untuk memenuhi kebutuhan ponpes yaitu konsumsi dan

pakan hewan ternak dan ikan. Brangkasan diberikan kepada ternak sebagai

pakan. Hewan ternak menghasilkan output berupa susu murni, daging, dan

kotoran. Susu dijual ke pasar dan kotoran ternak diolah menjadi pupuk organik,

untuk input usahatani sayuran dan ikan. Dengan adanya kompos dan limbah

sayuran, pembelian input dari luar dapat diminimalisir sehingga biaya produksi

tunai dapat dikurangi. Dengan analisis pendapatan dapat diukur seberapa besar

pendapatan usahatani yang diterima, dengan menerapkan sistem usahatani

integrasi. Selain itu dapat pula dihasilkan nilai kontribusi pendapatan masing-

masing cabang usahatani terhadap total pendapatan usahatani (Gambar 4).

Pada berbagai literatur telah dijelaskan bahwa usahatani integrasi

menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dari usahatani yang tidak

terintegrasi. Tetapi hasilnya bisa saja berbeda pada usahatani yang dilakukan

petani lain, karena kondisi harga output maupun sumberdaya yang dimiliki setiap

petani berbeda-beda. Karenanya diperlukan suatu perbandingan pendapatan

pada usahatani yang akan diteliti. Melalui analisis pendapatan dapat diukur

seberapa besar pendapatan usahatani yang diterima, dengan menerapkan

sistem usahatani integrasi dan yang tidak terintegrasi integrasi. Selain itu dapat

pula dihasilkan nilai kontribusi pendapatan masing-masing cabang usahatani

terhadap total pendapatan usahatani.

Pengujian pendapatan usahatani dilakukan untuk melihat apakah

usahatani dengan sistem pertanian integrasi menguntungkan atau tidak.

Penghitungan analisis pendapatan pada penelitian ini dibuat dalam dua kondisi.

Kondisi 1 adalah analisis pendapatan pada sistem pertanian integrasi yang

dilakukan ponpes, dimana terjadi perputaran input menjadi output bagi cabang
usahatani lainnya begitupun sebaliknya, dan terdapat proses daur ulang output

sampingan di dalamnya. Kondisi 2 adalah analisis pendapatan yang seandainya

dilakukan ponpes, dimana diasumsikan tidak ada perputaran input menjadi

output bagi cabang usahatani satu untuk yang lainnya dan tidak terdapat proses

daur ulang output sampingan di dalamnya, yang pada bahasan selanjutnya akan

disebut sebagai sistem pertanian non integrasi. Pada kondisi 2 output sampingan

(limbah) yang dihasilkan diasumsikan tidak dimanfaatkan sebagai input untuk

cabang usahatani lainnya, melainkan dijual ke luar ponpes. Tujuan penggunaan

dua kondisi ini adalah untuk membandingkan pendapatan yang didapat baik

pendapatan atas biaya total maupun tunai.


Usahatani Usahatani
Integrasi Non Integrasi

Harga Harga
Input Biaya Biaya Input
Produksi Produksi
Sayuran Sayuran
Input Input

Pendapatan Pendapatan
UT Sayuran UT Sayuran UT Sayuran UT Sayuran

Output Output
Penerimaan Penerimaan
Usahatani Usahatani
Harga Sayuran Sayuran Harga
Output Output

Pendapatan
Harga Usahatani Harga
Input Biaya Biaya Input
non Integrasi
Produksi Produksi
Ternak Ternak
Input Input

Pendapatan Pendapatan
UT Ternak UT Ternak UT Ternak UT Ternak

dibandingkan
Output Output
Penerimaan Penerimaan
Usahatani Usahatani
Harga Ternak Ternak Harga
Output
Pendapatan Output
Usahatani
Integrasi

Harga Harga
Input Biaya Biaya Input
Produksi Produksi
Ikan Ikan
Input Input

Pendapatan Pendapatan
UT Ikan UT Ikan UT Ikan UT Ikan

Output Output
Penerimaan Penerimaan
Usahatani Usahatani
Harga Ikan Ikan Harga
Output Output

Keterangan : Alur integrasi


Penambahan
VI GAMBARAN UMUM PONDOK PESANTREN AL-ITTIFAQ

5.1 Sejarah Pondok Pesantren Al-Ittifaq

Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Ittifaq yang dipimpin oleh Kyai Haji Fuad

Affandi merupakan salah satu LM3 (Lembaga Mandiri yang Mengakar di

Masyarakat) yang menjadi model percontohan pengembangan agribisnis yang

ditetapkan oleh Departemen Pertanian. Sebelumnya ponpes ini bernama Pondok

Pesantren Ciburial karena terletak di Kampung Ciburial. Ponpes Ciburial didirikan

pada 1 Februari 1934 (16 Syawal 1302 H), kemudian pada tahun 1975 berganti

nama menjadi Pondok Pesantren Al-Ittifaq. Ketika baru didirikan, Ponpes Al-

Ittifaq mengelola pendidikan yang seadanya, menyebabkan perkembangan yang

lambat, bahkan cenderung berjalan di tempat, ditambah dengan keengganan

untuk membuka diri dan kurangnya pengetahuan mengenai potensi daerah.

Sejak tahun 1970, Kyai Haji Fuad (pimpinan Ponpes Al-Ittifaq saat ini)

merasa bahwa kegiatan mengajar saja tidak akan bisa mencukupi kebutuhan

para santri. Selain itu beliau merasa bertanggung jawab terhadap kemandirian

para santri. Karena itu beliau memadukan kegiatan pendidikan keagamaan

dengan kegiatan usaha pertanian sesuai dengan potensi alam di sekitar ponpes.

Kegiatan agribisnis ini bahkan menjadi tulang punggung kegiatan pesantren.

Dengan kharisma yang beliau miliki, Kyai mengajak masyarakat, santri, PPL

(Petugas Penyuluh Lapangan) dan KUD (Koperasi Unit Desa) di wilayah itu

untuk menjalin dan mengelola usahatani sayuran. Pembangunan yang dilakukan

bersama-sama ini membuat Ponpes Al-Ittifaq ditetapkan sebagai model

percontohan agribisnis yang ditetapkan Departemen Pertanian melalui Surat

Keputusan Menteri Pertanian No. 555/KPRS/DT.210/06/1997.

Santri merupakan tenaga kerja yang produktif, PPL memberikan informasi

mengenai permasalahan seputar pertanian, masyarakat adalah penyumbang


modal bagi pelaksanaan usaha pertanian, dan KUD merupakan wadah yang

mendistribusikan hasil-hasil pertanian mereka. Berdasarkan pada kerjasama

inilah maka Ponpes Ciburial berganti nama menjadi Ponpes Al-Ittifaq yang

artinya kerjasama atau kesepakatan. Kesepakatan yang dimaksud adalah

pesantren bekerjasama dengan pihak-pihak tersebut di dalam menjalankan

usaha untuk kelangsungan hidup pesantren dan majelis ta’lim di masyarakat

sekitar. Pada tahun 2006 dengan Surat Keputusan Kepala Balai Besar

Pendidikan dan Pelatihan Agribisnis Hortikultura Lembang Nomor: 148/Kpts

/KP.340/K5.7/9/2006, pada 4 September 2006, ditetapkan menjadi LM3

(Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat).

5.2 Lokasi dan Kondisi Geografis

Ponpes Al-Ittifaq terletak di sebelah selatan kota Bandung, tepatnya di

Kampung Ciburial, Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali (Ciwidey),

Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Secara geografis Desa Alam Endah

berbatasan dengan beberapa desa lainnya, yaitu :

Sebelah utara : Desa Panundan

Sebelah selatan : Desa Patengan

Sebelah timur : Desa Sugih Mukti

Sebelah barat : Desa Lebak Muncang

Jarak Ponpes Al-Ittifaq ke kota kecamatan ±14 km, ke kota kabupaten

(Pemda) ±29 km dan ke kota Bandung ±40 km. Ponpes dapat dijangkau dengan

berbagai sarana transportasi seperti mobil, motor, maupun angkutan umum.

Desa Alam Endah terletak pada daerah dataran tinggi dengan ketinggian tempat

±1.200-1.400 m di atas permukaan laut. Curah hujan rata-rata 2.130 mm/tahun

dengan suhu harian berkisar 19-20°C. Sedangkan tingkat kesuburan tanahnya


berkisar dari kategori sedang sampai tinggi. Berdasarkan pada kondisi tersebut,

komoditi yang potensial untuk dikembangkan adalah sayur-sayuran.

5.3 Organisasi dan Kelembagaan

5.3.1 Visi dan Misi

Ponpes Al-Ittifaq adalah organisasi sosial keagamaan yang menyantuni

anak yatim piatu dan fakir miskin dan mendidik pengembangan usaha. Dengan

niat ibadah dan menegakkan syiar Islam melalui dakwah, Ponpes Al-Ittifaq

memberikan pelayanan sosial di bidang pendidikan keagamaan yang dipadukan

dengan pendidikan pertanian. Dengan harapan para santri akan memiliki iman

dan takwa yang kuat, bermental mandiri dan berjiwa wirausaha.

Adapun visi yang dimiliki Ponpes Al-Ittifaq adalah “Ikhlas dalam

pelayanan untuk menegakkan syiar Islam melalui dakwah”, sedangkan misi yang

yang dimilikinya adalah:

1. Membentuk pribadi dan masyarakat yang berakhlaq mulia melalui

pengamalan nilai-nilai Islam.

2. Mengembangkan program pelayanan yang terpadu, terarah dan

berkesinambungan.

3. Membentuk perilaku berprestasi, berpikir strategis serta bertindak efektif

dan efisien melalui pengembangan pendidikan yang komprehensif bagi

kelayakan.

Dalam usaha pengembangan agribisnisnya, ponpes menerapkan prinsip

INPEKBI (Ilahi, Negeri, Pribadi, Ekonomi, Keluarga, Birahi dan Ilmihi). Artinya

pengembangan agribisnis yang dilakukan harus diridhoi oleh Allah SWT (Ilahi),

diakui oleh pemerintah (Negeri), berdasarkan atas kepribadian yang luhur

(Pribadi), usaha dengan menerapkan ilmu ekonomi agar mencapai keuntungan

yang memadai, kegiatan dilakukan atas dasar kekeluargaan (Keluarga), bila


santri sudah dewasa harus siap untuk dinikahkan (Birahi), karena tidak ada batas

waktu bagi santri untuk belajar dan bekerja di ponpes santri diharapkan dapat

menggunakan ilmu yang didapatnya dengan baik (Ilmihi).

5.3.2 Lembaga-Lembaga

Ponpes Al-Ittifaq memiliki beberapa lembaga yang dibentuk untuk

mengelola kegiatan-kegiatan di ponpes agar berjalan dengan baik. Lembaga-

lembaga ini dibentuk karena banyaknya kegiatan dan usaha yang dilakukan

sehingga pihak yayasan kesulitan untuk terfokus dalam mengelola ponpes. Sejak

ponpes ditetapkan sebagai LM3, kegiatan agrbisnis yang dilakukan ponpes

menjadi lebih baik. Kegiatan usahatani (on farm) dan usahatani ternak dituntun

langsung oleh penyuluh dari Dinas Pertanian dan Dinas Peternakan Kabupaten

Bandung. Teknologi yang menyangkut budidaya sayuran dituntun langsung oleh

Badan Penelitian Sayuran (Balitsa). Selain itu Departemen Pertanian langsung

memberikan bantuan berupa modal untuk pengembangan ponpes.

a. Yayasan Al-Ittifaq

Yayasan adalah lembaga yang membawahi ponpes yang bertugas untuk

memonitor kegiatan belajar mengajar seperti sekolah terbuka dan pengajian

kitab. Yayasan ini mendapat pengesahan badan hukum dari Departemen

Kehakiman tanggal 23 Mei 1996 No, Wb. DO.HT,01.03-45.Thn.1996. Ketua

yayasan adalah K. H. Fuad Affandy dan anggota yayasan adalah anak-anak dari

kyai sendiri.

b. Koperasi

Untuk memasarkan produk-produk agribisnisnya, yayasan membentuk

koperasi yang disebut Koperasi Pondok Pesantren Alif (Kopontren Alif) dengan

akte pendirian 6 Juni 1997 Nomor: 219/BH/KWK.10/VI/1997. Kopontren Alif

memiliki posisi yang sejajar dengan yayasan, walaupun dibentuk oleh anggota
yayasan. Kopontren Alif memiliki enam unit usaha, yaitu unit sarana produksi,

apotek, waserda, unit pemasaran, koperasi simpan pinjam dan unit agribisnis

yang terdiri atas unit pertanian, unit peternakan dan perikanan.

Unit sarana produksi adalah unit usaha yang bertanggung jawab untuk

mengatur ketersediaan input untuk keperluan usahatani. Input-input yang

dihasilkan antara lain adalah pestisida organik (ciknabat, innabat, sirnabat,

betapur) dan bakteri komposer (MFA). Unit apotek adalah salah satu usaha

sambilan koperasi yang berlokasi di Kota Bandung. Unit waserda adalah salah

satu bisnis koperasi yang diusahakan di sekitar ponpes, tujuannya untuk

memfasilitasi kebutuhan santri dan masyarakat sekitar. Unit Pemasaran

melakukan pemasaran komoditi sayuran ke pasar-pasar swalayan seperti Hero,

Superindo, Makro dan lainnya. Unit simpan pinjam bergerak dalam bidang jasa

keuangan dan administrasi seperti pemberian kredit usaha, pembayaran SPP,

pengadaan STNK dan berbagai surat-surat kendaraan bermotor.

Unit agribisnis adalah unit usaha yang paling berperan bagi ponpes. Unit

ini membawahi unit pertanian, peternakan dan perikanan. Beberapa usaha

komersial yang bergerak dalam bidang agribisnis yang dikelola oleh Ponpes Al-

Ittifaq adalah budidaya dan pemasok sayuran dataran tinggi, usaha peternakan

sapi perah dan penggemukan domba. Sedangkan usaha pembuatan pupuk

organik dan budidaya ikan tidak dikomersialkan, karena tujuannya hanya untuk

memenuhi kebutuhan usahatani dan konsumsi harian santri dan keluarga

ponpes.

Unit pertanian adalah bagian yang bertanggung jawab mengurus kegiatan

usahatani sayuran ponpes. Unit peternakan dan perikanan bertanggung jawab

mengurus peternakan dan pembudidayaan ikan. Kegiatan yang dilakukan unit ini

berupa penjualan susu murni, penjualan ternak untuk Hari Raya Idul Adha dan

berbagai acara lainnya serta pembudidayaan ikan.


Budidaya sayuran dataran tinggi dilakukan di atas lahan seluas ±16 ha

dengan menggunakan sistem pola tanam atau pergiliran tanaman. Hal ini

dilakukan untuk menjaga kontinuitas produksi, guna memenuhi permintaan

harian dari supermarket di Bandung dan Jakarta. Sayuran yang ditanam adalah

wortel, tomat, buncis, kubis, bawang daun dan cabai. Namun dalam keadaan

tertentu komoditas yang ditanam dapat diubah sesuai keperluan.

Kegiatan usaha peternakan meliputi ternak sapi perah dan domba.

Tujuan diadakan ternak ini adalah untuk memanfaatkan limbah sayuran yang

dihasilkan setiap hari oleh ponpes. Dengan adanya ternak, limbah pertanian

sayuran dapat dimanfaatkan sebagai pakan, dan sebaliknya limbah ternak dapat

dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Berbeda dengan sapi perah, usaha

penggemukan domba tidak setiap saat di komersilkan, namun hanya pada situasi

tertentu, misalnya pada saat Hari Raya Idul Adha atau keperluan aqiqah

masyarakat sekitar.

Selain kompos, ponpes menggunakan input usahatani buatan sendiri

dalam usahatani yang dijalankannya. Obat-obatan yang digunakan merupakan

obat-obatan alami yang diramu sendiri, menggunakan bahan-bahan yang

tersedia di sekitar ponpes. Obat-obatan tersebut telah terbukti penggunaannya

dalam memproduksi sayuran yang berkualitas dan terbebas dari hama penyakit.

5.4 Santri Pondok Pesantren Al-Ittifaq

Santri di Ponpes Al-Ittifaq terdiri atas dua yaitu santri mukim dan santri

kobong. Santri mukim adalah santri yang sudah berkeluarga dan hidup mandiri

tetapi masih ada di lingkungan ponpes dan membantu kegiatan-kegiatan di

ponpes. Sedangkan santri kobong adalah santri yang masih tinggal di asrama

(kobong) ponpes dan masih memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu. Sebagian

santri yang tidak membawa bekal (uang saku) memiliki kewajiban untuk bekerja
di ponpes sebagai penggantian biaya yang dikeluarkan ponpes untuk mencukupi

kebutuhan harian mereka, yaitu makan dua kali sehari, pakaian yang diberika

pada saat hari Raya Idul Fitri dan perlengkapan sekolah. Santri-santri ponpes

yang memiliki dana mandiri untuk bersekolah dimasukkan ke madrasah binaan

ponpes, sedangkan bagi yang tidak memiliki dana mandiri diikutsertakan pada

sekolah terbuka yang juga dibina oleh ponpes bekerjasama dengan pemerintah

daerah.

Jumlah santri kobong yang bekerja di ponpes adalah 247 orang, terdiri

dari 193 orang santri putera dan 54 orang santri puteri. Jumlah santri mukim

yang masih aktif membantu di ponpes sebagai mandor kebun, tenaga

pemasaran dan humas ponpes berjumlah sekitar 26 orang.

Jumlah santri kobong yang bekerja di kebun dan kandang ternak adalah

157 orang, dengan proporsi 150 orang di kebun dan 7 orang di kandang ternak.

Santri yang bekerja di kebun dibagi menjadi tujuh kelompok kebun, dimana

setiap kelompok menggarap kebun tertentu dan dipimpin oleh seorang mandor.

Santri yang bekerja di kebun adalah santri yang tidak bersekolah atau hanya

lulusan Sekolah Dasar (SD). Santri yang lulus Sekolah Menengah Pertama

(SMP) ditempatkan di gudang pengemasan karena bagian ini membutuhkan

tenaga kerja yang dapat membaca. Sedangkan santri yang lulus Sekolah

Menengah Umum (SMU) ditempatkan sebagai pemasar karena bagian ini

membutuhkan tenaga kerja yang dapat berkomunikasi dan bernegosiasi dengan

baik. Santri yang tidak bekerja di kebun, di gudang pengemasan, ataupun

membantu pemasaran biasanya membantu di dapur, menjaga kantin dan

waserda, koperasi, dan tempat-tempat lainnya yang membutuhkan santri.

Rincian pembagian kerja santri dapat dilihat pada Tabel 9.


Tabel 9 Pembagian Kerja Santri Kobong dan Santri Mukim Pondok
Pesantren Al-Ittifaq (Data terakhir, April 2007)
Jumlah TK Pria Jumlah TK Wanita Total TK Persentase
Keterangan
(orang) (orang) (orang) Total TK (%)
Santri Mukim
Mandor kebun 20 - 20 76,92
Mandor kandang 1 - 1 3,85
Pemasaran 4 - 4 15,38
Humas 1 - 1 3,85
Total Santri Mukim 26 - 26 100,00
Santri Kobong
Tenaga kerja kebun 150 - 150 60,73
Tenaga kerja kandang 7 - 7 2,83
Tenaga kerja kolam - 1 1 0,40
Gudang pengemasan 15 28 43 17,41
Lain-lain 21 25 46 18,62
Total Santri Kobong 247 100,00
Sumber: Pondok Pesantren Al-Ittifaq (diolah)
VI KERAGAAN USAHATANI INTEGRASI PONPES AL-ITTIFAQ

6.1 Usahatani Integrasi Sayuran-Ternak-Ikan

a. Sayuran

Sayuran merupakan sumber makanan serta pendapatan utama bagi

ponpes. Komoditas utama yang dihasilkan Pondok Pesantren Al-Ittifaq adalah

sayuran dataran tinggi seperti wortel, tomat, buncis, kubis, bawang daun, dan

cabai. Sayuran menghasilkan produk sampingan berupa brangkasan dan

sayuran afkir yang dikonsumsi oleh ternak dan ikan.

b. Ternak

Ternak yang dimiliki ponpes adalah sapi dan domba. Ternak

memproduksi susu dan daging untuk memenuhi kebutuhan pangan ponpes dan

sebagai sumber pendapatan. Sebaliknya selain menghasilkan susu dan daging,

ternak juga menghasilkan produk sampingan berupa feses ternak dan sisa pakan

yang dapat dijadikan pupuk organik dan digunakan kembali sebagai input untuk

sayuran dan kolam ikan.

c. Pembuatan Pupuk Organik

Kotoran ternak khususnya feses adalah sumberdaya ponpes yang dapat

dimanfaatkan kembali sebagai pupuk organik. Pupuk organik digunakan untuk

memupuk tanaman sayuran dan kolam ikan yang dibudidayakan ponpes. Jenis-

jenis pupuk organik yang diproduksi dan digunakan oleh ponpes adalah pupuk

kompos cair, pupuk daun, dan pupuk kandang.

d. Ikan

Ikan yang diusahakan oleh ponpes adalah ikan mujair dan lele. Ikan-ikan

ini diusahakan dengan tujuan untuk melengkapi kebutuhan protein keluarga

ponpes.
Keempat elemen di atas merupakan siklus yang berkesinambungan satu

dengan yang lain. Siklus ini diilustrasikan oleh Gambar 5.

PASAR

PONPES Sayuran
Susu & Daging
Sayuran
Daging afkir

Sayuran
afkir
Ikan
Pupuk
Ternak kandang
Kompos Pupuk
Feses kandang Sayuran
Pupuk
daun

Sayuran Afkir dan


Brangkasan
Gambar 5 Siklus Integrasi (Integrated Biosystems) Antar Komoditas
di Pondok Pesantren Al-Ittifaq

Gambar di atas menjelaskan tentang sistem usahatani integrasi dimana

kegiatan produksi dan konsumsi berlangsung pada suatu siklus tertutup. Output

dari suatu cabang usahatani menjadi input untuk cabang yang lainnya secara

berkesinambungan. Sebagian besar input yang digunakan berasal dari lahan

atau wilayah ponpes sendiri. Jika didasarkan pada definisi dan tipe usahatani

integrasi menurut RIRDC (2002), tipe usahatani integrasi yang dilakukan ponpes

adalah tipe closed loop yaitu tipe yang mengintegrasikan ternak, pupuk kandang,

pupuk tanaman, pakan ternak, dan ternak.

Hasil samping usahatani seperti sayuran afkir, brangkasan, dan feses

digolongkan sebagai biaya tidak tunai, karena input-input tersebut digunakan

sebagai input produksi untuk cabang lainnya, sehingga harus diperhitungkan

penggunaannya, walaupun tidak ada aliran uang tunai yang disebabkannya.


Input-input yang berputar di dalam tersebut dapat ditipologikan sebagai

perputaran uang yang terjadi di dalam.

6.2 Usahatani Sayuran

Budidaya sayuran dataran tinggi dilakukan di atas lahan seluas 16 hektar

dengan menggunakan sistem pola tanam atau pergiliran tanaman. Hal ini

dilakukan untuk menjaga kontinuitas produksi, guna memenuhi permintaan

harian dari supermarket di Bandung dan Jakarta. Sayuran yang ditanam adalah

wortel, tomat, buncis, kubis, bawang daun dan cabai. Namun dalam keadaan

tertentu komoditas yang ditanam dapat diubah sesuai keperluan.

6.2.1 Penggunaan Lahan Usahatani

Ponpes Al-Ittifaq memiliki kurang lebih 16 hektar lahan garapan, yang

dibagi menjadi 7 kebun. Kebun I terletak di Warung Tungtung, kebun II di

Ciburial, kebun III di Cikarancang, kebun IV di Pasir Hoe, kebun V di PPLW,

kebun VI di Batunamprak yang keenamnya merupakan lahan milik ponpes dan

Kebun VII di Gambung yang merupakan lahan sewa. Rincian luas lahan per

kebun dapat dilihat pada Tabel 10 berikut.

Tabel 10 Rincian Luas Lahan Kebun-Kebun yang Digarap Oleh Pondok


Pesantren Al-Ittifaq
No Nama Kebun Komoditas yang Pernah Ditanam Luas Lahan (Ha)
1 Warung Tungtung Wortel, kentang, kubis 1
2 Ciburial Tomat, cabai, wortel 3
3 Cikarancang Wortel, buncis, sawi putih 3
4 Pasir Hoe Bawang daun, Cabai 1
5 PPLW Kubis, buncis 1
6 Batunamprak Kubis, bawang daun 1
7 Gambung Wortel, kubis, bawang daun, cabai 6
Total Luas Lahan 16
6.2.2 Pola Tanam Usahatani Sayuran

Pola tanam yang dilakukan ponpes beragam untuk tiap bedeng di tiap kebun.
Tujuan dilakukannya pergiliran tanaman ini adalah untuk menjaga kontinuitas
produksi karena permintaan harian yang tinggi. Selain itu pola tanam ini dapat
mengurangi resiko kegagalan panen. Apabila panen suatu bedeng gagal, dapat
digantikan oleh panen pada bedeng lain sehingga ponpes tetap dapat
menghasilkan sayuran setiap hari. Penjualan pun dapat dapat dilakukan secara
kontinu. Hal ini sangat baik bagi likuiditas keuangan ponpes karena ponpes
akan mendapatkan penerimaan tunai yang kontinu pula. Perencanaan
penggunaan lahan yang disusun oleh ponpes merupakan perencanaan yang
dibuat oleh ponpes bersama-sama dengan Penyuluh Pertanian Ahli, Dinas
Pertanian Jawa Barat (Lampiran 1). Berdasarkan pola tanam tersebut dapat
dihitung total luas tanam per komoditas selama satu tahun. Total luas tanam
adalah penjumlahan dari luas tanam per komoditas pada tiap kebun untuk satu
tahun, yaitu wortel 21 Ha, tomat 4,5 Ha, buncis 5 Ha, bawang daun 6 Ha,
cabai 7,5 Ha, dan kubis 8 Ha.
Waktu penanaman di satu kebun tidak dilakukan serentak, melainkan digilir
per bedeng. Hal ini agar ponpes dapat memanen sayurannya setiap hari.
Sehingga dalam satu bulan, ponpes melakukan penanaman yang kontinu.
Frekuensi penanaman harian ini dapat diketahui dari frekuensi panen harian.
Frekuensi panen harian dapat diketahui dari jumlah permintaan harian, karena
jumlah sayuran yang dipanen setiap hari disesuaikan dengan jumlah
kebutuhan pada hari itu. Kebutuhan yang dimaksud adalah sayuran yang dijual
ke swalayan dan sayuran afkir yang dikonsumsi dan dijadikan pakan. Tabel 11
menyajikan data permintaan harian dari rekap Purchase of Order (PO). Daftar
PO untuk pemesanan besok hari di swalayan Jakarta, diterima pada sore hari
sebelumnya.
Monogram pola tanam dapat dirubah dan disesuaikan dengan kondisi
permintaan. Karena tidak setiap waktu pola tanam yang dirancang dapat
memenuhi permintaan aktual di lapangan. Jika sayuran yang dapat dipanen
tidak dapat memenuhi permintaan, biasanya ponpes melakukan barter dengan
petani setempat atau pedagang Pasar Caringin.

Tabel 11 Jumlah Permintaan Sayuran dari Swalayan pada Bulan Maret


2007 untuk Pondok Pesantren Al-Ittifaq (kg)
Komoditas Sayuran

Tanggal Bawa
Bunci
Wortel Tomat Cabai Kubis ng
s
Daun
1
425,0 514,0 180,0 55,0 130,5 100,0
2
326,0 409,5 170,0 57,0 120,0 90,0
3
425,0 575,0 169,0 54,0 115,0 88,0
4
330,5 318,0 140,0 60,0 119,0 92,5
5
455,0 447,5 110,0 60,0 102,0 100,0
6
395,0 575,0 135,5 58,0 109,0 82,0
7
380,0 457,0 169,0 58,5 102,0 66,0
8
395,0 560,0 168,0 54,0 125,0 87,0
9
387,0 500,0 120,0 55,0 120,0 84,5
10
341,0 472,5 169,0 55,5 110,0 65,0
11
350,0 458,0 150,0 56,0 134,0 82,5
12
380,0 460,5 145,0 57,0 128,0 80,5
13
410,0 313,5 156,0 52,5 100,0 75,0
14
320,5 499,5 134,5 50,0 85,0 72,5
15
365,0 182,0 185,0 53,5 86,0 81,0
16
420,0 497,0 188,0 53,0 80,0 72,5
17
346,5 457,5 180,5 52,0 90,0 67,0
18
360,0 253,5 170,0 56,0 88,0 63,0
19
380,5 352,0 150,0 58,0 94,0 90,0
20
368,0 595,0 90,5 57,5 95,0 85,0
21
343,0 493,0 110,5 56,5 105,0 88,0
22
386,5 343,0 110,0 48,0 85,0 63,0
23
295,5 437,5 120,0 49,0 103,0 69,0
24
339,0 411,0 128,0 55,0 127,5 62,0
25
290,0 325,0 120,0 58,0 110,0 60,0
26
295,0 351,0 120,0 53,5 135,0 76,0
27
368,0 297,5 138,0 52,0 125,0 71,0
28
354,0 227,0 169,0 54,0 135,5 68,0
29
375,0 255,5 150,0 58,0 130,5 71,0
30
310,0 560,5 170,0 60,0 128,5 86,5
31
369,0 378,5 180,0 58,5 135,0 100,0
Total
11.285,0 12.539,0 4.595,5 1.715,0 3.452,5 2.366,0
Rata-rata
Harian
364,0 404,5 148,2 55,3 111,4 76,3
Total per
Tahun
132.871,77 147.636,61 54.108,31 20.192,74 40.650,40 27.857,74
Keterangan: 1 tahun = 365 hari
Sumber: Pondok Pesantren Al-Ittifaq, 2007 (diolah)

Dikarenakan ponpes tidak mendokumentasikan arsip-arsip PO selama ini,

maka diasumsikan penjualan harian selama satu tahun bernilai sama. Untuk

memenuhi permintaan harian, setiap hari ponpes harus menyediakan sayuran

untuk dijual yaitu wortel 364 kg, tomat 404 kg, buncis 148,2 kg, cabai 55,3 kg,
kubis 111,4 kg, dan bawang daun 76,3 kg. Karena kuota ini ponpes telah

menetapkan jumlah bedeng minimal yang harus dipanen dalam sehari, yaitu 14

bedeng wortel, 14 bedeng tomat, 7 bedeng buncis, 4 bedeng cabai, 3 bedeng

kubis, dan 6 bedeng bawang daun.

6.2.3 Penggunaan Input Usahatani

a. Benih dan Bibit

Benih didapatkan dari toko peralatan tani yang terletak di Pasar Induk
Caringin atau pasar Ciwidey. Sedangkan untuk bibit bawang daun biasanya
dibibitkan sendiri oleh ponpes. Bibit bawang daun berasal dari bawang daun
yang dibiarkan menua. Kebutuhan benih dan bibit per hektar untuk masing-
masing komoditas jumlahnya berbeda. Rincian penggunaan benih ataupun
bibit dapat dilihat pada Tabel 12.
Benih tomat dan cabai disemaikan dahulu di bedeng semai sampai cukup

umur untuk dipindahkan ke bedeng tanam. Bibit bawang daun langsung

ditancapkan ke atas bedengan sampai daun tuanya meluruh dan muncul daun

baru. Benih wortel dan kubis langsung disemai pada bedeng tanam, sedangkan

benih buncis ditebar langsung pada lubang tanam.

Tabel 12 Penggunaan Benih dan Bibit pada Usahatani Sayuran di Pondok


Pesantren Al-Ittifaq Untuk Satu Tahun
Jumlah Luas
Kebutuhan per Total
No Komoditas Bedeng Tanam
bedeng per MT (Satuan/tahun)
(bed/Ha) (Ha/tahun)
1 Wortel (kg) 0,03 594 21,00 374,22
2 Tomat (pak) 0,01 900 4,50 40,50
3 Cabai (pak) 0,02 900 7,50 135,00
4 Bawang daun (stek) 336,70 594 6,00 1.199.998,80
5 Kubis (gram) 0,51 594 8,00 2.423,52
6 Buncis (kg) 0,03 594 5,00 89,10

b. Pupuk

Jenis-jenis pupuk kimia yang digunakan adalah pupuk urea, TSP, KCl, ZA
dan SP-36, sedangkan pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kompos
cair, pupuk kandang dan pupuk daun. Pupuk kimia yang digunakan dibeli dari
toko pertanian di pasar Ciwidey sedangkan ketiga pupuk organik yang
digunakan merupakan pupuk buatan ponpes. Menurut wawancara dengan
peneliti utama Balitsa dan penyuluh dinas pertanian, pupuk organik yang
dibuat dengan bakteri MFA ini dapat meningkatkan produksi sayuran sebesar
40 persen. Nilai peningkatan ini lebih tinggi dibandingkan peningkatan
produksi sayuran bawang daun di Desa Alam Endah akibat penggunaan
kompos introduksi BPPT Jawa Barat sebesar 35,7 persen.
Ponpes telah mengembangbiakan bakteri komposer untuk membuat beberapa
jenis pupuk organik yang digunakan untuk usahataninya. Komposer ini diberi
nama merk dagang Mikroorganisme Fuad Affandy (MFA). MFA dibuat dari
air kumur santri pertama dari bangun tidur, yang dikumpulkan ke dalam
kaleng yang telah disediakan di depan penginapan santri. Mikroorganisme
dalam air liur itu lalu dikembangbiakkan dengan menambahkan gula, dedak,
dan kulit pisang ke dalamnya. Setelah beberapa hari, air liur berubah menjadi
cairan kental berwarna keruh, dengan bau seperti aroma coklat. Ini berarti
bakteri telah berkembang biak dengan subur. Untuk mengembangkan Bakteri
MFA ini secara massal, KH. Fuad Affandy telah mendirikan pabrik di Garut
yang dikelola oleh mantan santri Ponpes Al-Ittifaq. Bakteri MFA ini telah
dibeli dan dipatenkan oleh salah satu produsen pestisida dan pupuk organik di
Garut. Sedangkan bakteri MFA untuk kebutuhan usahatani ponpes diperoleh
dari koperasi.
Beberapa jenis pupuk yang diproduksi sendiri oleh ponpes adalah pupuk

daun, kompos cair, dan pupuk kandang. Pupuk daun adalah pupuk yang dapat

merangsang pertumbuhan daun dan diaplikasikan pada tanaman yang dipanen

daunnya seperti bawang daun dan kubis. Cara mengaplikasikannya adalah

dengan menabur pupuk di sekeliling tanaman. Dosis yang digunakan adalah 200

kg per hektarnya. Pupuk ini merupakan campuran dari daun kirinyuh, gula, terasi,

pupuk NPK, pupuk kandang dan MFA.

Tabel 13 Jenis dan Jumlah Kebutuhan Pupuk pada Usahatani Sayuran di


Pondok Pesantren Al-Ittifaq Untuk Satu Tahun
Dosis per Jumlah
Jenis Luas Tanam Total
Varian Pupuk Bedeng Bedeng
Sayuran (Ha/tahun) (Sat/thn)
(Sat/bedeng) (Bedeng/Ha)
Urea (kg) 0,14 900 4,50 567,00
TSP (kg) 0,17 900 4,50 688,50
Tomat KCl (kg) 0,11 900 4,50 445,50
Pupuk kandang (kg) 11,11 900 4,50 44.995,50
Pupuk kompos (liter) 3,52 900 4,50 14.256,00
Cabai Urea (kg) 0,17 900 7,50 1.147,50
TSP (kg) 0,17 900 7,50 1.147,50
KCl (kg) 0,11 900 7,50 742,50
ZA (kg) 0,22 900 7,50 1.485,00
Pupuk kandang (kg) 11,11 900 7,50 74.992,50
Pupuk kompos (liter) 2,86 900 7,50 19.305,00
Urea (kg) 0,17 594 6,00 605,88
KCl (kg) 0,13 594 6,00 463,32
Bawang
SP-36 (kg) 0,17 594 6,00 605,88
daun
Pupuk kompos (liter) 5,50 594 6,00 19.602,00
Pupuk daun (kg) 0,34 594 6,00 1.211,76
Urea (kg) 0,17 594 8,00 807,84
KCl (kg) 0,25 594 8,00 1.188,00
Kubis
Pupuk kompos (liter) 5,50 594 8,00 26.136,00
Pupuk daun (kg) 0,34 594 8,00 1.615,68
Urea (kg) 0,25 594 5,00 742,50
TSP (kg) 0,17 594 5,00 504,90
Buncis KCl (kg) 0,17 594 5,00 504,90
Pupuk kandang (kg) 16,84 594 5,00 50.014,80
Pupuk kompos (liter) 10,78 594 5,00 32.016,60

Jenis pupuk organik lain yang digunakannya adalah kompos cair yang

terbuat dari feses dan limbah pakan ternak yang difermentasikan oleh MFA. Cara

mengaplikasikannya adalah dengan menyiramkannya memutar di sekeliling

tanaman. Dosis per tanaman tomat dan cabai adalah 220 ml atau setara dengan

satu gelas air minum kemasan. Dosis per tanaman buncis adalah 110 ml atau

setara dengan setengah gelas air minum kemasan. Dosis pada tanaman bawang

daun dan kubis adalah 5,5 liter per bedengan. Pupuk kandang diaplikasikan

pada tanaman tomat, cabai, dan buncis. Dosis yang digunakan adalah 10 ton per

hektar. Waktu pengaplikasian adalah pada saat tanah diberakan sebelum

dilakukan penanaman.

Walaupun telah menggunakan pupuk organik, ponpes masih meng-

gunakan pupuk kimia dalam jumlah yang cukup banyak. Padahal penyuluh

pertanian telah memberikan takaran pupuk berimbang berdasarkan keadaan

hara setempat. Tetapi dalam pelaksanaan di lapangan, ponpes masih belum

mengikuti takaran ini. Hal ini dikarenakan sulitnya melepas kebiasaan santri

ataupun mandor yang masih mengikuti cara petani setempat. Pada sayuran

wortel tidak digunakan pupuk, hal ini dikarenakan aplikasi pupuk dapat

menyebabkan umbi wortel berbulu.


c. Pestisida

Ponpes sudah meminimalisir penggunaan pestisida kimia. Hal ini disebabkan


oleh permintaan swalayan yang menghendaki minimum residu pada produk-
produk pesanannya. Jenis pestisida yang biasa digunakan adalah pestisida
nabati yang dikembangkan sendiri oleh ponpes. Pestisida-pestisida tersebut
adalah:
1. Inabat (Insektisida Nabati). Innabat adalah insektisida yang terbuat dari

kacang babi dicampur bawang putih, bawang merah, cabe rawit, dan

temulawak. Semua bahan tersebut digiling menjadi satu dan dicampur

dengan air beras. Kemudian didiamkan selama 14 hari sebelum

disemprotkan ke tanaman. Ketika diuji, ramuan ini ampuh untuk

membasmi berbagai jenis ulat, ngengat, dan lalat yang mengganggu

tanaman sayuran.

2. Ciknabat yang terbuat dari cikur (kencur) dicampur dengan bawang putih,

ampuh sebagai fungisida (pembasmi jamur tanaman). Selain membasmi

jamur, Ciknabat juga berfungsi sebagai insektisida. Kencur dan bawang

putih ini tidak mematikan hama, tapi baunya membuat hama menjauh.

3. Sirnabat terbuat dari gilingan biji sirsak. Sirnabat merupakan formula

paling keras yang dibuat ponpes. Ramuan ini disemprotkan jika Innabat

dan Ciknabat sudah tidak mampu mengusir hama.

4. Betapur terbuat dari cairan antiseptik dan kapur belerang. Fungsinya

adalah sebagai fungisida, yang dapat menangkal dan menyembuhkan

penyakit busuk daun dan batang pada bawang daun.

Ponpes tidak menggunakan dosis khusus dalam mengaplikasikan pestisida

nabati. Karena sifatnya alami, maka pemakaian yang kontinu dan dalam jumlah

banyak tidak akan mempengaruhi kualitas panen.

Tabel 14 Jenis dan Jumlah Kebutuhan Pestisida pada Usahatani Sayuran


di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Untuk Satu Tahun
Jenis Dosis per Bedeng Jumlah Bedeng Luas Tanam Total
Sayuran (ml/bedeng) (Bedeng/Ha) (Ha/tahun) (ml/tahun)
Ciknabat
Wortel 84,18 594 21,00 1.050.000
Tomat 55,56 900 4,50 225.000
Cabai 55,56 900 7,50 375.000
Bawang daun 84,18 594 6,00 300.000
Kubis 84,18 594 8,00 400.000
Buncis 84,18 594 5,00 250.000
Total 2.600.000
Inabat
Wortel 50,51 594 21,00 630.000
Tomat 55,56 900 4,50 225.000
Cabai 55,56 900 7,50 375.000
Bawang daun 50,51 594 6,00 180.000
Kubis 50,51 594 8,00 240.000
Buncis 50,51 594 5,00 150.000
Total 1.800.000
Betapur
Wortel 0 594 21,00 0
Tomat 55,56 900 4,50 225.000
Cabai 55,56 900 7,50 375.000
Bawang daun 84,18 594 6,00 300.000
Kubis 0 594 8,00 0
Buncis 0 594 5,00 0
Total 900.000

Untuk mengembangkan pestisida-pestisida ini secara komersil, KH. Fuad

Affandy telah mendirikan pabrik di Garut yang dikelola oleh mantan santri

Ponpes Al-Ittifaq. Pestisida ini telah dibeli dan dipatenkan oleh salah satu

produsen pestisida dan pupuk organik di Garut. Sedangkan pestisida nabati

untuk kebutuhan usahatani ponpes didapat dari koperasi. Biasanya untuk satu

hektar lahan digunakan 50 liter ciknabat, 30 liter inabat, dan 50 liter betapur yang

dalam penggunaannya diencerkan dengan sedikit air.

Pestisida kimia yang masih digunakan adalah Curacron. Penggunaannya

hanya apabila terjadi serangan hama dan penyakit yang tidak bisa diatasi lagi

dengan pestisida nabati. Dalam penelitian ini diasumsikan pestisida kimia

tidak digunakan.

d. Tenaga Kerja

Semua kegiatan usahatani membutuhkan tenaga kerja. Tenaga kerja yang


digunakan oleh ponpes adalah tenaga kerja dalam keluarga yaitu santri pria.
Waktu kerja santri pria adalah pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 11.00
WIB setiap harinya. Sebagian santri ada yang menggunakan waktu
istirahatnya pada pukul 13.30 WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB, untuk
melanjutkan pekerjaannya di kebun. Tetapi dalam penelitian ini diasumsikan
santri hanya bekerja pada waktu pagi, dikarenakan ada keterbatasan dalam
mengidentifikasi jumlah santri yang bekerja sore atau lembur.
Santri merupakan tenaga kerja yang tidak diberikan upah tunai. Kompensasi
yang diberikan berupa makan dua kali sehari yang diberikan oleh majikannya
masing-masing yang terlepas dari Ponpes Al-Ittifaq. Pada saat bekerja di
kebun, santri dikepalai oleh seorang mandor. Mandor yang bertanggung jawab
di kebun membawahi 7-9 orang santri pria sedangkan mandor yang
bertanggung jawab di bagian penyemaian membawahi sekitar 5-7 orang santri
pria. Mandor-mandor ini dibagi berdasarkan lokasi kebun, sehingga jumlah
mandor yang ada adalah tujuh orang. Mandor adalah sanak keluarga kyai
ataupun santri mukim yang telah lama mengabdi. Rincian mengenai tenaga
kerja santri pria per hari yang dipergunakan untuk menggarap lahan per lokasi
kebun dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Alokasi Penggunaan Tenaga Kerja Santri (aktual) pada Usahatani


Sayuran di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Untuk Satu Tahun
Jam Kerja Total JOK Total JOK
Jumlah TK
Bagian Kerja (orang pria)
per Hari per Hari per Tahun
(jam) (JOK/hari) (JOK/tahun)
Mandor kebun 20 4 80 29.200
Penggarap kebun 1 9 4 36 13.140
Penggarap kebun 2 28 4 112 40.880
Penggarap kebun 3 30 4 120 43.800
Penggarap kebun 4 9 4 36 13.140
Penggarap kebun 5 9 4 36 13.140
Penggarap kebun 6 8 4 32 11.680
Penggarap kebun 7 50 4 200 73.000
Penyemaian 7 4 28 10.220
Total (tanpa mandor) 150 600 219.000
Total 170 680 248.200
Keterangan: 1 Tahun = 365 hari

Berbeda dengan buruh tani di sekitar ponpes yang bekerja selama 6 jam dalam
1 hari, santri-santri ponpes hanya bekerja selama 4 jam per harinya. Sehingga
dalam penghitungan upah digunakan satuan Jam Orang Kerja (JOK) untuk
memudahkan penghitungan. Tenaga kerja santri tidak dibayar secara tunai,
karena itu untuk menghitung nilai tenaga kerja digunakan standar upah buruh
yang biasa digunakan di Desa Alam Endah yaitu Rp 15.000,00 per hari kerja
(6 jam kerja), atau sama dengan Rp 2.500,00 per jam kerjanya.
Jumlah tenaga kerja yang digunakan ponpes belum efisien, karena

jumlahnya terlalu tinggi. Jam kerja efektif seharusnya dihitung berdasarkan

efektivitas kerja yang dilakukan santri per kegiatan kerja (Tabel 16). Jam kerja

efektif yang sebenarnya dilakukan santri dapat disesuaikan dengan jam kerja
tenaga upahan. Jam kerja yang dihitung hanya jam saat santri memiliki dan

melakukan pekerjaan di kebun, sementara kegiatan santri di kebun yang bukan

berupa pekerjaan usahatani tidak diperhitungkan. Jam kerja efektif ini akan

dibandingkan dengan alokasi jam kerja aktual ponpes, sehingga dapat diketahui

jumlah pemborosan yang terjadi.

Tabel 16 Penggunaan Jam Kerja Efektif per Komoditas pada Usahatani


Sayuran di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Untuk Satu Tahun
Jam Kerja (JOK/tahun)
Kegiatan Kerja Bawang
Wortel Tomat Cabai Kubis Buncis
daun
Pembibitan/penyemaian
a. semai+persiapan bibit 0 360 600 480 480 0
b. pemeliharaan 1.680 180 300 0 320 0
Pengolahan tanah 6.720 1.800 3.000 1.920 2.240 800
Pemupukan I dan pengapuran 0 630 1.050 600 960 1.300
Penanaman
a. pembuatan bedengan 2.520 630 1.050 720 960 600
b. pembuatan lubang tanam/alur 1.260 180 300 240 480 200
c. pemasangan mulsa 0 450 750 0 0 500
d. penanaman 2.940 720 1.200 840 1.280 600
Pemeliharaan
a. penyiangan 168 54 90 48 64 60
b. pemupukan susulan 0 540 900 0 0 700
c. pemasangan ajir 0 540 900 0 0 600
d. penyemprotan pestisida 840 180 300 120 160 100
e. pemangkasan/perempelan 0 126 210 0 0 0
f . penyulaman 0 90 150 0 0 100
Panen 5.880 1.170 1.800 1.200 1.760 1.200
Total 22.008 7.650 12.600 6.168 8.704 6.760
Total per Tahun (JOK) 63.890

Jumlah jam orang kerja (JOK) efektif (tanpa mandor) adalah 63.890 JOK

per tahunnya. Mandor tidak diperhitungkan dalam penghitungan jam kerja efektif,

karena pekerjaan mandor hanya mengawasi, dan pada kenyataannya pekerjaan

ini tidak begitu berpengaruh terhadap efektivitas tenaga kerja. Nilai jam kerja

efektif jauh lebih kecil dibandingkan jam kerja aktual ponpes yaitu 219.000 JOK,

sehingga dapat dihitung pemborosan yang terjadi adalah sebesar 155.110 JOK

atau senilai dengan Rp 387.775.000,00. Bahkan pemborosan ini dapat

meningkat apabila jam kerja mandor juga diperhitungkan.


e. Alat-alat Pertanian

Alat-alat pertanian yang digunakan untuk kegiatan usahatani adalah

cangkul, garpu, arit, kored, pisau, ember, dan gerobak. Alat-alat ini dibeli dari

pasar Caringin. Setiap santri bertanggung-jawab pada alatnya masing-masing.

Untuk menghindari kemungkinan tertukar, alat-alat tersebut diberi nomor urut.

Umur ekonomis dari alat-alat tersebut biasanya sekitar dua tahun.

Cangkul dan garpu digunakan untuk mengolah dan menggemburkan

tanah. Arit dan kored digunakan untuk membuat tugalan dan menyiangi gulma.

Pisau digunakan untuk membersihkan daun-daun dan bagian-bagian busuk dari

sayuran setelah dipanen. Ember digunakan untuk menampung sementara hasil

panen. Gerobak digunakan untuk mengangkut limbah sayuran ke kandang

ternak.

Tabel 17 Nilai Penyusutan Alat-alat yang Digunakan pada Usahatani Sayuran di Ponpes Al-Ittifaq untuk Satu Tahun

Umur Penyusutan
Jumlah Harga Beli Nilai
Peralatan Fisik (Rp) (Rp)
Ekonomis per Tahun
(tahun) (Rp)
Cangkul 160 28.000 4.480.000 2 186.666,67
Garpu 30 55.000 1.650.000 2 68.750,00
Arit 70 10.000 700.000 2 29.166,67
Kored 100 13.000 1.300.000 2 54.166,67
Pisau 30 5.000 150.000 2 6.250,00
Ember 35 8.000 280.000 2 11.666,67
Gerobak 20 120.000 2.400.000 3 66.666,67
Nilai total penyusutan alat 423.333,35

6.2.4 Kegiatan Usahatani Sayuran

Usahatani dilakukan dengan sistem monokultur dengan pergiliran tanaman.


Komoditas sayuran yang biasa ditanam adalah sayuran yang dipesan oleh
swalayan, yaitu wortel, tomat, bawang daun, kubis, buncis dan cabai. Namun
jenis sayuran yang ditanam dapat berubah sesuai dengan keadaan permintaan.
Beberapa tahap yang dilakukan dalam kegiatan usahatani adalah pengolahan
lahan, penaburan benih/penanaman bibit, pemeliharaan dan pemanenan.
Beberapa komoditas harus disemai terlebih dahulu. Peralatan yang biasa
digunakan adalah cangkul, sabit, garpu, alat semprot dengan usia pakai kurang
lebih satu tahun.
Kegiatan pengolahan yang dilakukan meliputi penggemburan tanah, membuat
bedengan, dan selokan, serta pemberian pupuk dasar baik pupuk kimia
maupun pupuk organik. Pengolahan lahan dilakukan dengan menggunakan
cangkul dan garpu. Garpu digunakan untuk memecah bongkahan tanah yang
masih padat agar menjadi lebih gembur. Cangkul digunakan untuk membolak-
balikkan tanah sehingga terjadi rotasi kesuburan. Bedengan yang akan
ditanami dibagi menjadi dua jenis tergantung lebar bedengannya. Bedengan
dengan ukuran 10 x 0,5 m dengan jarak antar bedeng 0,5 m ditanami dengan
tomat dan cabai, sedangkan bedengan dengan ukuran 10 x 1 m dengan jarak
antar bedeng 0,5 m ditanami dengan wortel, buncis, bawang daun, dan kubis.
Sebelum ditanam, benih wortel direndam terlebih dahulu di dalam air selama
kurang lebih 12 jam. Setelah dikeringkan benih tersebut langsung ditebarkan
merata pada bedengan yang telah dibagi menjadi 6 barisan, dengan jarak antar
barisan kurang lebih 15 cm. Setelah wortel berusia 10 hari, dilakukan
penjarangan terhadap wortel berjarak satu kepal atau sekitar 10 cm satu sama
lain.
Penanaman buncis dilakukan dengan menaruh benih pada lubang tanam
sebanyak 2 butir. Kedalaman lubang tanam adalah 5 cm. Dalam satu bedeng
terdapat 2 barisan, dengan jarak antar barisan 40 cm dan jarak antar lubang
tanam pada satu barisan adalah 20 cm.
Benih kubis mendapat perlakukan yang sama dengan benih wortel yaitu

mengalami perendaman selama kurang lebih 12 jam atau sampai benih terlihat

pecah agar benih cepat berkecambah. Benih kubis disemai terlebih dahulu, pada

bedeng tanam. Dalam satu bedeng terdapat 2 barisan, dengan jarak antar

barisan 50 cm dan jarak antar lubang tanam pada satu barisan adalah 50 cm.

Bibit bawang daun dapat ditanam langsung di bedeng tanam. Bibit yang
digunakan adalah setek anakan. Setek anakan adalah bawang daun yang sudah
berumur tua. Sebelum bibit ditanam, terlebih dahulu dikurangi perakaran dan
dipotong sebagian daunnya.
Sebelum ditanam, tomat dan cabai disemaikan dahulu pada bedeng semai
yang terdapat di pekarangan bangunan utama. Lokasi ini dipilih karena
pekarangan tersebut ternaungi, sehingga baik untuk kegiatan penyemaian.
Pada umur 3 minggu bibit cabai sudah dapat ditanam pada bedeng tanam
sedangkan bibit tomat pada umur 4-6 minggu. Dalam satu bedeng tomat
terdapat 16 tanaman dengan jarak antar tanaman 60 cm. Pada satu bedeng
cabai terdapat 13 tanaman dengan jarak antar tanaman 70 cm.
Pemeliharaan meliputi pemupukan susulan, penyiraman, penyiangan,
pembumbunan dan penyemprotan untuk beberapa komoditas. Pemupukan
biasanya dilakukan dua kali yaitu pada awal penanaman dan pada masa
setelah tanam, dimana pada masa ini pemupukan dapat dilakukan berkali-kali.
Penyiraman dilakukan hanya pada musim kemarau. Penyiangan dilakukan
untuk membersihkan bedengan dari gulma dan pembumbunan dilakukan
untuk menjaga bedengan agar kondisi perakaran tanaman tetap baik. Cabai,
tomat dan buncis yang telah berumur 4 minggu diberikan penopang berupa
ajir, untuk mencegah tanaman rebah. Penyemprotan dilakukan untuk
melindungi tanaman dari hama dan penyakit yang menyerang. Penyemprotan
dilakukan dengan alat hand sprayer.
Pemanenan dilakukan sesuai dengan umur kematangan tanaman, namun
dalam kondisi tertentu tanaman yang belum matang pun sudah dipanen.
Kondisi yang dimaksud adalah apabila permintaan dari swalayan melebihi
ketersediaan barang. Tanaman wortel, cabai, tomat, dapat dipanen pada umur
tiga bulan, sedangkan tanaman bawang daun, kubis, dan buncis dapat dipanen
pada umur dua bulan. Cabai dapat dipanen terus menerus sampai dua bulan
setelah panen pertama. Tapi biasanya memasuki bulan kedua kualitas cabai
tidak begitu baik lagi. Tomat dan buncis dapat dipanen sekitar sebelas kali
dengan jarak pemetikan 2-3 hari. Hasil panen di bawa ke gudang pengemasan
setelah dibersihkan dan disortasi di kebun, untuk ditimbang dan dikemas
sesuai pesanan.
Adapun hasil panen per bedeng untuk tiap jenis sayuran per musim tanamnya
dan total panen selama satu tahun dapat dilihat pada Tabel 18. Data panen per
bedeng dikumpulkan dari mandor-mandor kebun yang memiliki catatan, dan
kemudian dirata-ratakan. Total panen satu tahun didapatkan dari perkalian
antara jumlah panen per bedeng dengan jumlah bedeng per hektar dan luas
tanam selama setahun.

Tabel 18 Panen yang Dihasilkan Usahatani Sayuran dalam Satu Tahun di


Pondok Pesantren Al-Ittifaq
Jumlah per Bedeng Jumlah Bedeng Luas Tanam Total
Jenis Sayuran
(kg/bedeng) (Bedeng/Ha) (Ha/tahun) (kg/tahun)
Wortel 31,99 594 21,0 399.043,26
Bawang daun 16,50 594 6,0 58.806,00
Kubis 43,77 594 8,0 207.995,04
Tomat 31,67 900 4,5 128.263,50
Buncis 24,41 594 5,0 72.497,70
Cabai 17,78 900 7,5 120.015,00
Jumlah 52,0 986.620,50

Terdapat selisih yang cukup tinggi antara hasil produksi dan jumlah

kebutuhan (Tabel 19). Sayuran yang dihasilkan ponpes jumlahnya melebihi

kebutuhan harian ponpes baik untuk penjualan maupun konsumsi (santri, ternak,

dan ikan), karena kebutuhan lain diluar kebutuhan harian belum diperhitungkan.

Kebutuhan lain tersebut adalah konsumsi ketika menyambut tamu, konsumsi

pada acara perayaan hari besar agama, dan konsumsi untuk acara-acara
ponpes lainnya. Karena itu selisih tersebut akan dianggap sebagai sayuran yang

dikonsumsi. Sayuran dengan grade A-B digunakan untuk menjamu tamu

sedangkan bagian afkirnya untuk konsumsi santri, ternak dan ikan. Jumlah

sayuran afkir yang dimaksud didapatkan dengan mengalikan jumlah sayuran

selisih dengan persentase sayuran afkir terhadap total panen (halaman 75) untuk

masing-masing komoditas. Sayuran afkir yang dikonsumsi santri diasumsikan

sebesar 75 persen dan sisanya adalah afkir untuk pakan ternak dan ikan.

Kebutuhan tomat dalam setahun jumlahnya melebihi hasil produksi

ponpes selama setahun. Jumlah kekurangan tomat adalah 33.570,20 kg per

tahun atau sekitar 33,6 kuintal. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa untuk

memenuhi kekurangan ini ponpes akan melakukan pertukaran dengan petani

setempat. Sayuran yang biasa ditukar adalah wortel karena petani menyukai

wortel produksi ponpes. Menurut petani setempat, wortel produksi ponpes

memiliki harga jual yang lebih tinggi di pasar, dibandingkan wortel produksi

petani sendiri. Petani membeli wortel ponpes dengan harga Rp 1.800,00 per

kilogram, dan petani menjual tomatnya dengan harga Rp 900,00 per kilogram.

Satu kuintal wortel dapat ditukar dengan 2 kuintal tomat (1:2), sehingga untuk

mendapatkan 33.570,2 kg tomat ponpes harus menukarkan 16.785,1 kg wortel.

Tabel 19 Produksi dan Kebutuhan Sayuran dalam Satu Tahun di Pondok


Pesantren Al-Ittifaq
Komoditas Produksi Sayuran Kebutuhan Sayuran Selisih
Sayuran (kg/tahun) (kg/tahun) (kg/tahun)
Wortel 399.043,26 163.468,90 235.574,36
Bawang daun 58.806,00 36.135,00 22.671,00
Kubis 207.995,04 47.928,15 160.066,89
Tomat 128.263,50 161.833,70 -33.570,20
Buncis 72.497,70 62.367,55 10.130,15
Cabai 120.015,00 25.958,80 94.056,20
Total 986.620,50 497.692,10 488.928,40
6.2.5 Pasca Panen

Sayuran yang telah dipanen langsung dibersihkan dari brangkasannya

dan di sortasi di lahan. Kemudian dilakukan grading untuk mengelompokkan

sayuran berdasarkan kualitasnya. Sayuran grade A dan B dibawa ke gudang

pengemasan, sedangkan sayuran grade C disortasi kembali. Penyortiran ini

dimaksudkan untuk memisahkan sayuran mana yang akan dikonsumsi dan

diberikan pada ternak dan ikan. Setelah penyortiran tersebut selesai, sayuran

afkir untuk pakan ternak dan brangkasan dibawa ke kandang ternak.

Kegiatan yang dilakukan di gudang pengemasan adalah packaging dan

pelabelan. Sayuran tomat, buncis, dan cabai dikemas dalam wadah styrofoam

dengan plastik wrapping yang beratnya sesuai pesanan dan diberi label barcode.

Kubis dikemas dengan plastik wrapping dan kemudian diberi label barcode.

Bawang daun diikat dengan pita perekat bertuliskan nama swalayan yang

memesan. Sedangkan wortel dimasukkan ke dalam plastik sepuluh kilo-an.

Sayuran yang selesai dikemas, dimasukkan ke dalam truk pengirim.

Daerah pemasaran yang dilalui ponpes yaitu meliputi Bandung dan Jakarta.

Adapun swalayan yang menjadi pelanggan ponpes antara lain :

1. Wilayah Bandung : Superindo, Makro, Hero

2. Wilayah Jakarta : Diamond, Makro, Hero

3. Wilayah Tangerang : Diamond

Setelah pengemasan selesai dilakukan, limbah sayuran yang berasal dari


proses penanganan pasca panen dikumpulkan dan dibawa ke kandang ternak
untuk diberikan sebagai pakan dan dibuat kompos. Sisa dari komoditas kubis
sebagian dibawa ke kolam untuk diberikan sebagai pakan ikan.
6.2.6 Produksi Limbah Sayuran

Ada dua jenis limbah yang dihasilkan oleh usahatani sayuran, yaitu

brangkasan dan sayuran afkir. Brangkasan terdiri dari daun wortel, daun dan

batang tomat, cabai, dan buncis. Sedangkan yang dikategorikan sebagai sayuran

afkir adalah sayuran sisa yang tidak terjual. Hal ini disebabkan oleh telah

terpenuhinya jumlah pemesanan swalayan, atau keadaan fisik sayuran yang

memang tidak layak untuk dijual ke swalayan. Seperti sayuran yang bukan

termasuk dalam kategori grade A atau B. Biasanya sayuran afkir yang dihasilkan

sekitar 8-20 persen dari total panen per hari.

Berdasarkan data yang diambil, rata-rata sayuran afkir yang dihasilkan

dari panen total setiap harinya adalah wortel 83,83 kg (18,72%), tomat 38,90 kg

(8,77%), buncis 22,63 kg (13,24%), bawang daun 22,68 kg (22,91), cabai 15,80

kg (22,21) dan kubis 19,94 kg (15,18%). Sayuran afkir yang layak konsumsi

digunakan untuk makan santri sedangkan sayuran afkir yang kurang baik

diberikan kepada ternak dan ikan atau langsung dibuang ke dalam tong

pengomposan. Rincian bobot sayuran afkir yang dihasilkan disajikan pada Tabel

20.

Tabel 20 Alokasi Penggunaan Sayuran Afkir yang Dihasilkan Usahatani Sayuran dalam Satu Tahun di Pondok Pesantren
Al-Ittifaq

Jumlah Jumlah Afkir Untuk Afkir Untuk Afkir Untuk


Jenis
No Sayuran
Satuan Satuan Konsumsi Ikan Ternak
(kg/hari) (kg/tahun) (kg/tahun) (kg/tahun) (kg/tahun)
1 Wortel 83,83 30.597,13 22.947,84 0,00 7.649,28
2 Tomat 38,90 14.197,09 10.647,82 0,00 3.549,27
3 Buncis 22,63 8.259,24 6.194,43 0,00 2.064,81
4 Bawang daun 22,68 8.277,26 6.207,94 2.069,31 0,00
5 Cabai 15,80 5.766,06 5.766,06 0,00 0,00
6 Kubis 19,94 7.277,75 5.458,31 1.819,44 0,00
Total 203,77 74.374,52 57.222,40 3.888,75 13.263,36

Sayuran afkir yang dikonsumsi oleh santri adalah sayuran afkir dengan

kondisi terbaik. Jumlah sayuran afkir yang dikonsumsi biasanya sekitar 75


persen dari total sayuran afkir yang dihasilkan, kecuali untuk cabai seluruh afkir

cabai dikonsumsi oleh santri. Dalam penelitian ini diasumsikan jumlah sayuran

afkir per jenis sayuran yang dikonsumsi oleh santri adalah sebesar 75 persen

dari total masing-masing jenis sayuran afkir, sedangkan cabai dikonsumsi

seluruhnya. Sisa sayuran afkir yang tidak dikonsumsi santri diberikan pada

ternak dan ikan. Khusus untuk ikan sayuran afkir yang diberikan adalah afkir

kubis dan bawang daun, sementara sisanya diberikan pada ternak.

Data limbah pertanian brangkasan diperoleh dari pendekatan terhadap

standar berat yang biasa digunakan. Penghitungan standar tersebut diketahui

melalui sampling penimbangan terhadap masing-masing jenis limbah pertanian

pada lahan-lahan tertentu. Contoh penghitungan jumlah limbah sebagai berikut:

1. Berdasarkan penimbangan terhadap umbi wortel dan brangkasannya

pada 6 bedeng wortel, diperoleh bobot 185 kg dengan berat brangkasan

sebesar 12 kg. Sehingga dapat dirumuskan sebuah nilai persentase

brangkasan terhadap umbi dengan brangkas yaitu sebesar 0,06 persen.

Persentase ini dijadikan standar bobot untuk brangkasan wortel yang

dihasilkan pada lahan lainnya. Maka jumlah limbah wortel dapat dihitung

sebagai berikut:

Jika hasil panen dalam 1 bedeng wortel rata-rata adalah 31,99 kg (0,06

persen adalah brangkas), sehingga bobot brangkasan yang didapatkan

adalah 1,92 kg per bedeng wortel. Jumlah bedeng per hektar adalah 594

bedeng dan luas tanam wortel dalam setahun adalah 21 Ha, sehingga

bobot total brangkasan wortel yang dihasilkan ponpes per hektar untuk

satu musim tanam adalah 1.140,48 kg dan bobot total dalam satu tahun

adalah 23.942,6 kg.

2. Berdasarkan penimbangan terhadap brangkasan buncis pada 30 pohon

buncis didapatkan rata-rata bobot brangkasan per pohon adalah 230


gram. Persentase ini dijadikan standar bobot untuk brangkasan buncis

yang dihasilkan pada lahan lainnya. Maka jumlah brangkasan buncis

dapat dihitung sebagai berikut:

Dalam 1 bedeng terdapat 98 pohon buncis, sehingga bobot brangkasan

yang dapat dihasilkan per bedeng adalah 22,54 kg. Jumlah bedeng per

hektar adalah 594 bedeng dan luas tanam buncis dalam setahun adalah

5 Ha, sehingga bobot total brangkasan buncis yang dihasilkan ponpes per

hektar untuk satu musim tanam adalah 13.388,76 kg dan bobot total

dalam satu tahun adalah 66.943,8 kg.

3. Berdasarkan penimbangan terhadap brangkasan tomat pada 30 pohon

tomat didapatkan rata-rata bobot brangkasan per pohon adalah 410

gram. Persentase ini dijadikan standar bobot untuk brangkasan tomat

yang dihasilkan pada lahan lainnya. Maka jumlah brangkasan tomat

dapat dihitung sebagai berikut:

Dalam 1 bedeng terdapat 16 pohon tomat, sehingga bobot brangkasan

yang dapat dihasilkan per bedeng adalah 6,56 kg. Jumlah bedeng per

hektar adalah 900 bedeng dan luas tanam tomat dalam setahun adalah

4,5 Ha, sehingga bobot total brangkasan tomat yang dihasilkan ponpes

per hektar untuk satu musim tanam adalah 5,904 kg dan bobot total

dalam satu tahun adalah 26.568 kg.

4. Berdasarkan penimbangan terhadap brangkasan cabai pada 30 pohon

cabai didapatkan rata-rata bobot brangkasan per pohon adalah 320 gram.

Persentase ini dijadikan standar bobot untuk brangkasan cabai yang

dihasilkan pada lahan lainnya. Maka jumlah brangkasan cabai dapat

dihitung sebagai berikut:

Dalam 1 bedeng terdapat 13 pohon cabai, sehingga bobot brangkasan

yang dapat dihasilkan per bedeng adalah 4,16 kg. Jumlah bedeng per
hektar adalah 900 bedeng dan luas tanam cabai dalam setahun adalah

7,5 Ha, sehingga bobot total brangkasan tomat yang dihasilkan ponpes

per hektar untuk satu musim tanam adalah 3.744 kg dan bobot total

dalam satu tahun adalah 28.080 kg.

Ringkasan mengenai total bobot brangkasan yang dihasilkan disajkan pada

Tabel 21.

Tabel 21 Bobot Brangkasan yang Dihasilkan Usahatani Sayuran dalam Satu Tahun di Pondok Pesantren Al-Ittifaq

Jumlah Luas Tanam


Jenis Jumlah Satuan Jumlah Satuan
No Sayuran (kg/bedeng/MT)
Bedeng dalam 1 Tahun
(kg/tahun)
(bedeng) (Ha)
1 Wortel 1,92 594 21,0 23.942,60
2 Tomat 6,56 900 4,5 26.568,00
3 Buncis 22,54 594 5,0 66.943,80
4 Cabai 4,16 900 7,5 28.080,00
Total 145.534,40

Dalam satu tahun total brangkasan dan sayuran afkir yang dihasilkan

masing-masing mencapai 145.534,4 kg dan 4.837,64 kg. Brangkasan yang telah

dikonsumsi oleh ternak adalah sebesar 136.418,75 kg, sehingga ada sisa

brangkasan sebesar 9.115,65 kg. Sisa brangkasan ini hanya bernilai 6 persen

dari total brangkasan sehingga dapat disimpulkan bahwa brangkasan telah

termanfaatkan sepenuhnya. Sayuran afkir yang dikonsumsi santri adalah

sebesar 3.759,48 kg, dikonsumsi ikan sebesar 250,66 kg, dan dikonsumsi ternak

sebesar 827,50 kg.

6.3 Usahatani Ternak

Unit peternakan Ponpes Al-Ittifaq memiliki dua macam usahatani ternak, yaitu
sapi perah dan penggemukan domba. Laporan keuangan yang dibuat ponpes
selama ini hanya sebatas penjualan domba dan sapi afkir. Sementara itu
laporan mengenai biaya operasional harian dan penerimaan penjualan susu
harian tidak pernah dibuat. Hal ini membuat ponpes kesulitan untuk melihat
apakah usahatani ternak ini menguntungkan atau tidak, karena laporan
keuangan yang ada tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
6.3.1 Perkandangan

Ternak membutuhkan kandang sebagai tempat berlindung dari pengaruh-


pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan seperti panas dan hujan.
Selain itu kandang juga berfungsi untuk memudahkan penanganan ternak dan
pengawasan terhadap penyakit.
Bentuk kandang yang digunakan oleh Ponpes Al-Ittifaq merupakan

kandang permanen yang mempunyai atap genting dan gabungan antara genting

dan asbes. Dinding kandang terbuat dari semen yang dibangun setinggi leher

sapi. Agar lantai kandang tetap kering dan tidak licin, maka digunakan lantai dari

semen. Lokasi kandang sapi laktasi dan sapi bunting, sapi dara dan sapi jantan,

serta domba dibuat terpisah. Kandang I terletak di depan sekolah, menampung

110 ekor domba. Kandang II terletak di belakang kobong santri menampung sapi

jantan, sapi dara dan pedet yang dikelompokkan secara terpisah. Kandang III

terletak di sebelah kandang II, menampung sapi betina laktasi. Di kandang III

inilah pemerahan dilakukan setiap pagi dan siang. Kandang IV terletak di sebelah

atas kandang III, menampung 40 ekor domba.

6.3.2 Pengadaan Bibit

Bangsa atau rumpun sapi merupakan faktor yang berpengaruh pada


produktivitas sapi dalam menghasilkan susu. Ponpes Al-Ittifaq menggunakan
bangsa sapi Peranakan Frisian Holstein (PFH) atau yang biasa dikenal dengan
Fries Holland. Sapi PFH biasa digunakan peternak di Indonesia karena
produksi susu sapi PFH lebih banyak daripada sapi jenis lainnya.
Sedangkan bangsa domba yang diternakkan oleh ponpes adalah bangsa domba
ekor tipis, karena pemeliharaan domba jenis ini relatif lebih mudah. Selain itu
domba ekor tipis adalah bangsa domba yang tahan terhadap kegersangan.
Ternak sapi perah sampai dengan April 2007 yang dimiliki ponpes berjumlah
26 ekor dan domba 150 ekor. Jika dikonversikan ke satuan ternak Ditjen Bina
Produksi Peternakan, maka jumlah satuan ternak Ponpes Al-Ittifaq adalah
37,375 ST (Tabel 22).
Tabel 22 Jumlah Ternak dan Satuan Ternak di Pondok Pesantren Al-
Ittifaq Tahun 2007
Jenis Ternak Jumlah (ekor) Satuan Ternak Jumlah ST
Sapi dewasa jantan 9 1,000 9,000
Sapi dewasa laktasi 6 1,000 6,000
Sapi dara 5 0,050 2,500
Sapi pedet 6 0,250 1,500
Domba dewasa 117 0,140 16,380
Domba muda 24 0,070 1,680
Domba anak 9 0,035 0,315
Total 176 37,375
Sumber: Pondok Pesantren Al-Ittifaq (s.d. April 2007)

Perkawinan ternak di ponpes dilakukan dengan menggunakan cara inseminasi


buatan (IB) yang teknisnya dibantu oleh petugas dari Dinas Peternakan Jawa
Barat. Selain itu ponpes juga sering mengawinkan ternaknya sendiri. Sapi
betina yang sedang estrus dikawinkan dengan sapi jantan atau dibantu dengan
inseminasi buatan. Begitu pula dengan ternak domba, domba betina yang
sedang estrus dikawinkan dengan domba jantan. Sapi jantan atau sapi betina
afkir adalah sapi yang nantinya dijadikan sapi potong. Sapi jantan dan betina
afkir biasanya dihargai sekitar Rp 6.000.000,00 per ekornya. Domba potong
dihargai antara Rp 350.000,00-400.000,00 per ekornya.

6.3.3 Pemeliharaan Ternak

Pemeliharaan sapi dan domba dilakukan dengan pola pemeliharaan di


kandang. Pukul 04.00 WIB santri membersihkan kandang sapi dan domba dari
limbah dan feses serta memandikan sapi dengan air hangat. Limbah feses dan
pakan hijauan dikumpulkan di tempat pembuatan kompos yang terletak di
samping kandang sapi. Tujuan dibersihkannya kandang dan ternak sebelum
dilakukan pemerahan adalah untuk menghindari tercemarnya susu dengan bau
dan feses yang ada di sekitar. Sedangkan pemandian sapi dengan air hangat
dimaksudkan untuk merangsang keluarnya susu. Pemerahan dilakukan pada
pukul 05.00 WIB.
Setelah diperah, sapi disemprot dengan disinfektan agar bersih dari kuman-
kuman. Pukul 07.30 WIB sapi dan domba diberi pakan hijauan, konsentrat dan
air minum. Pukul 13.00 WIB dilakukan pemerahan kedua. Pemberian pakan
hijauan, konsentrat dan air minum kedua diberikan pada pukul 15.00 WIB.
Masalah kesehatan ternak di ponpes telah ditangani langsung oleh Dinas
Peternakan Jawa Barat. Hal ini terlihat dengan adanya kontrol rutin yang
dilakukan oleh petugas dinas. Penanganan mengenai inseminasi buatan juga
langsung ditangani oleh petugas dinas.
Pakan hijauan yang diberikan pada sapi dan domba berasal dari limbah
sayuran dan lahan rumput sekitar ponpes. Rataan jumlah hijauan yang
diberikan untuk sapi perah dewasa adalah sekitar 20 kg per ekor per hari dan
untuk domba dewasa adalah sekitar 2,8 kg per ekor per hari. Jumlah rumput
yang diberikan adalah 10 kg per ekor hari untuk sapi dewasa dan untuk domba
dewasa adalah 1,4 kg per ekor per hari. Jumlah brangkasan yang diberikan
adalah 10 kg per ekor per hari untuk sapi dewasa dan 1,4 kg per ekor per hari
untuk domba dewasa. Ponpes tidak memiliki catatan mengenai jumlah sayuran
afkir yang diberikan pada ternak. Karena itu dalam penelitian ini jumlah
sayuran afkir yang diberikan pada masing-masing ternak dihitung dengan
pendekatan satuan ternak. Jumlah sayuran afkir yang dihasilkan per tahun
dibagi dengan total satuan ternak dan banyak hari dalam setahun (365 hari),
sehingga didapatkan jumlah sayuran afkir yang diberikan adalah 0,06 kg per
Satuan Ternak per hari. Bahan pakan lain yang diberikan untuk sapi perah
betina (laktasi, dara, pedet) adalah konsentrat, sedangkan untuk domba hanya
diberi hijauan. Rincian pemberian pakan dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Pemberian Pakan pada Usahatani Ternak di Pondok


Pesantren Al-Ittifaq Tahun 2006-2007
Jumlah
Konsentrat Rumput Brangkasan Sayuran Afkir
Jenis Ternak Ternak
(kg) (kg) (kg) (kg)
(ekor)
Sapi laktasi 6 30,0 90,00 90,00 0,54
Sapi jantan 9 - 60,00 60,00 0,36
Sapi dara 5 12,5 25,00 25,00 0,15
Sapi pedet 6 7,5 15,00 15,00 0,09
Domba dewasa 117 - 163,80 163,80 0,98
Domba muda 24 - 16,80 16,80 0,10
Domba anak 9 - 3,15 3,15 0,02
Total per Hari (kg) 50,0 373,75 373,75 2,24
Total per Tahun* (kg) 18.250,0 136.418,75 136.418,75 818,51
*1 tahun = 365 hari
Sumber: Pondok Pesantren Al-Ittifaq (diolah)

6.3.4 Tenaga Kerja

Usahatani ternak ponpes memiliki tujuh orang tenaga kerja santri. Tiga orang
bekerja di kandang sapi dan empat orang di kandang domba. Usahatani ternak
ini dikelola oleh seorang mandor. Secara umum tugas yang harus dilakukan
oleh santri yang mengurus sapi dan domba adalah sama. Bedanya santri yang
mengurus sapi harus bisa memandikan dan melakukan pemerahan, dan
pekerjaan pemerahan tidak dapat diwakilkan karena seekor sapi hanya dapat
diperah oleh orang satu orang. Hal ini dikarenakan sapi sangat sensitif
terhadap pergantian pemerah dan dapat menyebabkan susu yang dikeluarkan
sedikit. Tabel 24 menyajikan data penggunaan tenaga kerja aktual usahatani
ternak ponpes.
Tabel 24 Alokasi Penggunaan Tenaga Kerja Santri (aktual) pada Usahatani
Ternak dalam Satu Tahun di Pondok Pesantren Al-Ittifaq
Bagian Kerja Jam Kerja (JOK/tahun) Hari Kerja (HOK/tahun)*
Mandor 3.650 608,33
Mengurus sapi 10.950 1.825,00
Mengurus domba 14.600 2.433,33
Total 29.200 4.866,66
*HOK Ciwidey = 6 jam

Jenis kegiatan yang dilakukan setiap hari adalah membersihkan kandang,

memandikan ternak, memerah sapi, mengambil hijauan dan mencacahnya,

memberikan pakan konsentrat dan air minum serta membuat pupuk kompos dan

daun. Santri yang telah menyelesaikan pekerjaannya di kandang bertugas

menjual susu-susu tersebut ke koperasi Ciwidey. Dalam sehari total jam kerja

santri adalah 10 jam, yaitu pukul 04.00-11.00 WIB dan 13.00-16.00 WIB. Jika

disetarakan dengan HOK daerah penelitian (1 HOK = 6 jam), maka total jam

kerja santri untuk mengurus ternak sebesar 29.200 JOK per tahun setara dengan

4.866,67 HOK per tahun.

Jumlah tenaga kerja yang digunakan ponpes belum efisien, karena

jumlahnya terlalu tinggi. Jam kerja efektif seharusnya dihitung berdasarkan

efektivitas kerja yang dilakukan santri per kegiatan kerja (Tabel 25). Jam kerja

efektif yang sebenarnya dilakukan santri dapat disesuaikan dengan jam kerja

tenaga upahan. Total jam kerja santri untuk kedua jenis ternak adalah 3.467,5

JOK per tahun atau setara dengan 577,92 HOK per tahun.

Nilai jam kerja efektif 577,92 HOK jauh lebih kecil dibandingkan jam kerja

aktual ponpes yaitu 29.200 JOK, sehingga dapat dihitung pemborosan yang

terjadi adalah sebesar 28.622,08 JOK atau senilai dengan Rp 71.555.200.

Bahkan pemborosan ini dapat meningkat apabila jam kerja mandor juga

diperhitungkan.
Tabel 25 Penggunaan Jam Kerja Efektif per Jenis Ternak pada Usahatani
Ternak di Pondok Pesantren Al-Ittifaq Untuk Satu Tahun
Jam Kerja Jam Kerja
HOK/tahun
Kegiatan Kerja (JOK/hari) (JOK/tahun)
Sapi Domba Sapi Domba Sapi Domba
Membersihkan kandang 0,50 0,50 182,50 182,50 30,42 30,42
Memandikan ternak 1,00 0 365,00 0 60,83 0
Memerah ternak 1,00 0 365,00 0 60,83 0
Mengambil hijauan rumput 1,00 4,00 365,00 1.460,00 60,83 243,33
Memberikan pakan dan minum 0,25 0,25 91,25 91,25 15,21 15,21
Menjual susu 1,00 0 365,00 0 60,83 0
Total 4,75 4,75 1.733,75 1.733,75 288,96 288,96
Keterangan: 1 tahun = 365 hari, HOK Ciwidey = 6 jam

Kebutuhan tenaga kerja untuk ternak menurut Direktorat Jenderal Bina

Produksi Peternakan (2007) adalah 0,042 HOK/ST/hari. Total ternak yang dimiliki

ponpes adalah 37,375 ST, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan untuk

mengurus ternak setiap hari adalah 1,57 HOK. Menurut ketentuan ini, tenaga

kerja yang dibutuhkan selama satu bulan (30 hari) adalah 47,1 HOK, dan selama

satu tahun (365 hari) adalah 573,05 HOK. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan

nilai jam kerja yang telah dihitung per kegiatan, sehingga dapat disimpulkan

bahwa penggunaan jam kerja pada Tabel 25 sudah efektif.

6.3.5 Produksi Susu

Susu dihasilkan oleh sapi betina yang sedang mengalami laktasi. Masa laktasi
adalah masa antara waktu beranak dengan waktu dimana ternak dikeringkan
atau tidak diperah susunya. Masa laktasi biasanya sekitar 10 bulan. Ternak
yang bunting dikeringkan selama 2 bulan menjelang beranak agar ternak
memiliki kondisi yang baik ketika beranak. Selain itu pengeringan dilakukan
agar produksi susu pada periode berikutnya tinggi.
Produksi susu rata-rata di Ponpes Al-Ittifaq per ekor per hari adalah 14-15

liter. Nilai ini lebih tinggi daripada produksi susu sapi nasional yaitu 10 liter/hari.4

Perbedaan jumlah produksi tersebut dipengaruhi oleh umur sapi. Produksi susu

akan meningkat dari laktasi pertama sampai laktasi kelima. Karena catatan

mengenai penjualan susu tidak ada, maka dalam penghitungan digunakan

4
Anton Apriyantono, Pikiran Rakyat 30 Januari 2007
asumsi produksi susu selama satu tahun adalah produksi yang paling rendah

yaitu 14 liter.

6.3.6 Produksi dan Pengolahan Limbah Ternak

Ada beberapa jenis limbah yang dihasilkan oleh ternak sapi dan domba, yaitu
feses, urine, dan pakan hijauan. Limbah yang telah dimanfaatkan adalah feses
dan sisa pakan hijauan. Kedua limbah tersebut diolah kembali menjadi pupuk
kompos cair dan pupuk daun.

Tabel 26 Produksi Feses Ternak per Satuan Ternak di Pondok Pesantren


Al-Ittifaq
Jenis Jumlah Total Produksi Total Produksi Total Produksi
Ternak (ekor) per hari (kg) per bulan (kg) per tahun (kg)
Sapi dewasa jantan 9 166,50 4.995,00 60.772,50
Sapi dewasa laktasi 6 111,00 3.330,00 40.515,00
Sapi dara 5 46,25 1.387,50 16.881,25
Sapi pedet 6 27,75 832,50 10.128,75
Domba dewasa 117 303,03 9.090,90 110.605,95
Domba muda 24 31,08 932,40 11.344,20
Domba anak 9 5,83 174,83 2.127,04
Jumlah 176 691,44 20.743,13 252.374,69

Menurut penimbangan pada saat penelitian satu ekor sapi dewasa dapat
menghasilkan 18,5 kg feses per hari. Sehingga produksi feses untuk sapi dara,
pedet, domba dewasa, domba muda, dan domba anak dapat diketahui dari
hasil konversi dengan satuan ternak. Satuan ternak yang digunakan adalah
satuan ternak Ditjen Bina Produksi Peternakan (2006). Hasil penghitungan
total produksi feses ternak disajikan pada Tabel 26.
Limbah feses dan pakan dikumpulkan di lokasi pengomposan yang

terletak di sebelah kandang sapi. Satu drum kompos cair (220 liter)

membutuhkan 25 kg feses segar. Kebutuhan pupuk daun per hektar (200 kg)

membutuhkan 120 kg feses segar. Sehingga untuk kebutuhan kompos sebesar

65.577,60 liter, feses segar yang dibutuhkan adalah 7.452 kg. Untuk kebutuhan

pupuk daun sebesar 2.827,44 kg, feses segar yang dibutuhkan adalah 1.696,46

kg. Untuk kebutuhan pupuk kandang sebesar 170.005,80 kg, feses segar yang

dibutuhkan adalah 212.507,25 kg. Dari data di atas dapat dihitung total

kebutuhan feses segar selama satu tahun yaitu sebesar 221.655,71 kg. Feses
segar yang tersedia selama satu tahun adalah sebesar 252.374,69 kg, sehingga

terdapat sisa feses segar sebesar 30.718,98 kg. Sisa feses ini hanya bernilai 12

persen dari total feses sehingga dapat disimpulkan bahwa feses yang dihasilkan

telah termanfaatkan sepenuhnya.

6.4 Usahatani Ikan

Jenis-jenis ikan yang diusahakan di Ponpes Al-Ittifaq adalah ikan mujair

dan lele. Keduanya tidak diusahakan untuk tujuan komersil melainkan hanya

untuk konsumsi keluarga ponpes.

6.4.1 Penggunaan Input Usahatani Ikan

a. Kolam Ikan

Kolam ikan yang dimiliki ponpes berjenis kolam tunggal (family pond)

berukuran 28 m2 (7 x 4 m). Dinding kolam terbuat dari semen dan alas kolam

terbuat dari lumpur dan tanah. Kolam yang dimiliki ponpes hanya kolam

perbesaran hal ini dikarenakan ponpes tidak menjalankan kegiatan budidaya

lainnya seperti pembenihan, melainkan hanya perbesaran ikan.

b. Bibit

Karena usahatani yang dilakukan ponpes hanya pembesaran maka

sarana produksi yang harus disediakan adalah bibit. Bibit ikan didapatkan dari

pasar Ciwidey. Bibit yang dibeli adalah bibit yang berusia 2 bulan. Karena

ponpes tidak memiliki catatan mengenai jumlah bibit ikan lele yang ditanamnya,

maka dalam penghitungan digunakan asumsi yang dibuat berdasarkan literatur.

Sedangkan informasi mengenai bibit ikan mujair diperoleh melalui wawancara.

Komposisi bibit ikan yang ditebarkan adalah bibit ikan lele 200 ekor dan ikan

mujair 120 ekor. Umur tanam ikan lele adalah 4 bulan dan ikan mujair adalah 3
bulan. Sehingga dalam setahun total bibit yang ditebarkan adalah ikan mujair 480

ekor dan ikan lele 600 ekor.

c. Pupuk

Pupuk kolam biasanya diaplikasikan setahun sekali ketika kolam

dikeringkan. Jumlah pupuk yang digunakan dalam setahun adalah urea 0,5 kg,

TSP 0,5 kg, dan pupuk kandang 3 kg.

d. Pakan Ikan

Pemberian pakan dilakukan setiap hari pada pukul 10 pagi oleh santri

yang bertugas. Sayuran afkir yang digunakan sebagai pakan ikan adalah bawang

daun dan kubis. Jumlah rata-rata pakan yang diberikan per hari adalah bawang

daun 1,43 kg dan kubis 0,26 kg. Total sayuran afkir yang diberikan sebagai

pakan adalah bawang daun 82,5 kg dan 168,16 kg per tahunnya.

e. Alat-Alat Usahatani Ikan

Alat-alat usahatani yang digunakan dalam pemeliharaan adalah sikat,

waring, dan ember. Umur ekonomis rata-rata dari alat tersebut adalah satu

tahun. Waring digunakan untuk mengangkut sampah dan feses di atas air kolam

dan untuk memanen ikan. Sedangkan ember digunakan untuk menaruh ikan

setelah dipanen atau untuk menampung sayuran afkir yang akan diberikan

sebagai pakan. Biaya penyusutan alat-alat tersebut dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27 Nilai Penyusutan Alat-alat yang Digunakan pada Usahatani Ikan di


Ponpes Al-Ittifaq untuk Satu Tahun
Jumlah Umur Penyusutan
Harga Beli Nilai
Peralatan Fisik
(Rp/unit) (Rp)
Ekonomis per Tahun
(unit) (tahun) (Rp)
Sikat 2 20.000 40.000 2 20.000
Waring 3 8.000 24.000 2 12.000
Ember 3 12.000 36.000 2 18.000
Nilai total penyusutan alat 50.000

f. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan adalah 1 orang tenaga kerja santri. Jenis

kegiatan yang dilakukan setiap hari adalah membersihkan kolam dan

memberikan pakan ikan. Lama kerja santri untuk mengurus ikan adalah 2 jam

setiap harinya, sehingga jumlah penggunaan tenaga kerja untuk usahatani ikan

dalam setahun adalah 730 JOK atau sebesar Rp 1.825.000,00.

Tenaga kerja yang digunakan ponpes ini belum efisien, karena jumlahnya

terlalu tinggi. Jam kerja efektif seharusnya dihitung berdasarkan efektivitas kerja

yang dilakukan santri. Jam kerja efektif yang sebenarnya dilakukan santri dapat

disesuaikan dengan jam kerja tenaga upahan. Untuk mengurus kolam ikan

tersebut dalam satu tahun tenaga kerja efektif yang dibutuhkan 247 JOK atau

setara dengan 41,17 HOK per tahun. Nilai jam kerja efektif jauh lebih kecil

dibandingkan jam kerja aktual ponpes yaitu 730 JOK, sehingga dapat dihitung

pemborosan yang terjadi adalah sebesar 483 JOK atau senilai dengan Rp

1.207.500.

Tabel 28 Penggunaan Jam Kerja Efektif pada Usahatani Ikan di Pondok


Pesantren Al-Ittifaq Untuk Satu Tahun
Jam Kerja Jam Kerja
Kegiatan Kerja HOK/tahun
(JOK/minggu) (JOK/tahun)
Membersihkan kolam 1,0 52 8,67
Memberikan pakan 1,8 91 15,17
Memanen ikan 2,0 104 17,33
Total 4,8 247 41,17
Keterangan: 1 tahun = 365 hari, HOK Ciwidey = 6 jam
6.4.2 Pemeliharaan

Perbesaran merupakan kegiatan pemeliharaan bibit sampai mencapai

ukuran konsumsi. Masa perbesaran yang dilakukan di ponpes berkisar 3 bulan

untuk ikan mujair dan 4 bulan untuk ikan lele. Setelah masa tersebut biasanya

ikan mujair dan lele telah mencapai ukuran konsumsi. Setiap pagi tepi dan

permukaan kolam dibersihkan dari sampah-sampah dan feses yang ada,

kemudian ikan diberikan pakan berupa sayuran afkir.

6.4.3 Panen

Pemanenan dilakukan apabila ikan sudah berumur 5-6 bulan atau ketika

diperlukan untuk konsumsi keluarga ponpes seperti ketika ada penyelenggaraan

hajatan. Pemanenan dilakukan oleh santri yang biasa melakukan pemanenan

ikan. Dalam setahun total bibit yang ditebar adalah mujair 480 ekor dan lele 600

ekor. Sehingga dapat diperkirakan dengan tingkat mortalitas 20 persen, ikan

yang dapat dipanen adalah mujair 384 ekor dan lele 480 ekor atau sekitar 19,2

kg dan 96 kg.
VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

Penghitungan analisis pendapatan pada penelitian ini dibuat dalam dua

kondisi. Tujuan penggunaan dua kondisi ini adalah untuk membandingkan

keuntungan yang didapat. Karena itu sesuai dengan tujuannya, kondisi yang

dibuat merupakan kondisi yang berbeda antara kondisi satu dan lainnya. Kondisi

1 adalah analisis pendapatan pada sistem pertanian integrasi yang dilakukan

ponpes, dimana terjadi perputaran input menjadi output bagi cabang usahatani

lainnya begitupun sebaliknya, dan terdapat proses daur ulang output sampingan

di dalamnya. Kondisi 2 adalah analisis pendapatan yang seandainya dilakukan

ponpes, dimana diasumsikan tidak ada perputaran input menjadi output bagi

cabang usahatani satu untuk yang lainnya dan tidak terdapat proses daur ulang

output sampingan di dalamnya, yang pada bahasan selanjutnya akan disebut

sebagai sistem pertanian non integrasi. Pada kondisi 2 output sampingan yang

dihasilkan diasumsikan tidak dimanfaatkan sebagai input untuk cabang usahatani

lainnya, melainkan dijual ke luar ponpes.

6.1 Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran

Secara umum pendapatan usahatani sayuran diperoleh dari selisih antara

penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan untuk usahatani. Analisis

pendapatan usahatani sayuran meliputi analisis pendapatan atas biaya total dan

atas biaya tunai. Untuk komponen biaya, biaya yang dikeluarkan untuk usahatani

terdiri atas biaya tunai dan biaya tidak tunai. Sedangkan penerimaan terdiri atas

penerimaan tunai dan tidak tunai.


7.1.1 Penerimaan Usahatani Sayuran

Pengumpulan data dilakukan pada bulan April tahun 2007, tetapi dalam

penghitungan, data yang dipakai adalah data periode bulan April 2006 sampai

dengan bulan Maret 2007. Pada periode tersebut harga jual komoditas sayuran

tidak berubah-ubah, hal ini disebabkan karena ponpes sudah memiliki perjanjian

(MoU) dengan swalayan-swalayan sehingga harga jual sayuran untuk jangka

waktu tertentu sudah ditetapkan di dalam perjanjian tersebut. Sayuran yang dijual

ke swalayan hanya sayuran dengan grade A, terkecuali tomat sampai dengan

grade B. Harga wortel, buncis, cabai, bawang daun dan kubis per kilogram

berturut-turut adalah Rp 2.500,-, Rp 3.000,-, Rp 8.000,-, Rp 7.000,-, dan Rp

1.500,-. Komoditas tomat memiliki harga jual yang berbeda tiap grade-nya yaitu

Rp 2.500,- (per kilogram) untuk grade A dan Rp 1.750,- (per kilogram) untuk

tomat grade B.

Penerimaan tunai usahatani sayuran pada kondisi 1 berasal dari

penjualan sayuran ke swalayan selama satu tahun dan penjualan wortel ke

petani setempat (Tabel 29). Sedangkan pada kondisi 2, selain kedua penjualan

tersebut, ponpes mendapatkan tambahan penerimaan tunai yang berasal dari

sayuran afkir dan brangkasan yang dijual ke luar ponpes (Tabel 30). Nilai

penjualan sayuran ke swalayan didapat dengan mengalikan jumlah per

komoditas yang dijual dan harga jual yang telah ditetapkan dalam perjanjian

(MoU) untuk per satuannya. Nilai penjualan wortel ke petani didapat dengan

mengalikan jumlah wortel yang dijual dan harga wortel yang telah disetujui oleh

kedua belah pihak.

Sayuran yang memiliki nilai jual tertinggi adalah komoditas wortel yaitu

sebesar Rp 332.179.435,48. Hal ini dikarenakan jumlah penjualan wortel paling

tinggi dibandingkan oleh komoditas lainnya. Komoditas ini merupakan komoditas

andalan ponpes karena biaya produksinya rendah, namun memiliki produktivitas


yang sangat tinggi. Selain itu komoditas wortel adalah satu-satunya sayuran

produksi ponpes yang dibudidayakan secara organik.

Tabel 29 Penerimaan Total Usahatani Sayuran Kondisi 1 di Pondok


Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007)
Harga Jumlah Nilai
No Komponen
(Rp/Satuan) (Sat. per Thn) (Rp per Tahun)
A PENERIMAAN TUNAI
1 Penjualan ke swalayan (kg)
- Penjualan wortel 2.500,00 132.871,77 332.179.435,48
- Penjualan tomat grade A 2.500,00 110.727,46 276.818.649,19
- Penjualan tomat grade B 1.750,00 36.909,15 64.591.018,15
- Penjualan buncis 3.000,00 54.108,31 162.324.919,35
- Penjualan cabai 8.000,00 20.192,74 161.541.935,48
- Penjualan bawang daun 7.000,00 27.857,74 195.004.193,55
- Penjualan kubis 1.500,00 40.650,40 60.975.604,84
Total penjualan ke swalayan 423.317,58 1.192.460.151,21
2 Penjualan wortel ke petani (kg) 1.800,00 16.785,10 30.213.180,00
Total penerimaan tunai 1.222.673.331,21
B PENERIMAAN TIDAK TUNAI
3 Afkir yang dikonsumsi santri (kg)
- Wortel 1.500,00 56.022,48 84.033.726,75
- Tomat 900,00 6.207,94 5.587.149,19
- Buncis 600,00 6.464,23 3.878.540,39
- Bawang daun 3.000,00 14.543,26 43.629.779,69
- Cabai 4.700,00 27.084,31 127.296.279,00
- Kubis 300,00 22.548,16 6.764.447,69
Total yang dikonsumsi santri 271.189.922,71
4 Yang dikonsumsi untuk tamu (kg)
- Wortel 2.500,00 191.474,84 478.687.099,52
- Bawang daun 3.000,00 17.477,07 52.431.221,70
- Kubis 7.000,00 135.768,74 950.381.152,69
- Buncis 8.000,00 8.788,92 70.311.345,12
- Cabai 1.500,00 73.166,32 109.749.476,97
Total yang dikonsumsi tamu 1.661.560.296,00
5 Afkir yang dijadikan pakan ternak 25,00 24.623,55 615.588,80
6 Afkir yang dijadikan pakan ikan 25,00 11.261,77 281.544,28
7 Brangkasan yg dijadikan pakan 25,00 145.534,40 3.638.359,89
8 Bawang daun untuk bibit 1.800,00 24.000,00 43.200.000,00
Total penerimaan tidak tunai 1.980.485.711,68
TOTAL PENERIMAAN 3.203.159.042,89

Nilai jual tertinggi kedua adalah komoditas tomat grade A yaitu sebesar

Rp 276.818.649,19,00. Komoditas bawang daun memiliki nilai jual tertinggi ketiga

yaitu sebesar Rp 195.004.193,55. Selanjutnya adalah komoditas buncis sebesar

Rp 162.324.919,35, komoditas cabai sebesar Rp 161.541.935,48, komoditas


tomat grade B sebesar Rp 64.591.018,15, dan komoditas kubis sebesar Rp

60.975.604,84. Total penjualan ke swalayan selama satu tahun pada kedua

kondisi adalah Rp 1.192.460.151,21.

Penjualan wortel ke petani dilakukan agar ponpes mendapatkan uang

tunai untuk membeli tomat. Nilai penjualan wortel didapat dengan mengalikan

jumlah wortel yang dijual dan harga jual tomat. Untuk mendapatkan uang tunai

yang cukup untuk membeli kekurangan tomat, jumlah wortel yang harus dijual

dalam setahun adalah 16.785,10 kg. Harga yang bersedia dibayar oleh petani

adalah Rp 1.800,00 per kilogram. Harga ini sedikit lebih tinggi dari harga wortel

yang berlaku di daerah penelitian yaitu Rp 1.500,00. Keadaan ini tidak menjadi

masalah bagi petani karena wortel ponpes memiliki harga jual yang lebih tinggi

pula jika dijual ke pasar induk, sehingga petani merasa lebih diuntungkan.

Penjualan sayuran pada kedua kondisi bernilai sama.

Penerimaan tidak tunai pada kondisi 1 terdiri atas nilai sayuran afkir yang

digunakan untuk konsumsi santri, pakan ternak dan ikan, sayuran yang

dikonsumsi untuk menjamu tamu-tamu ponpes, panen yang digunakan sebagai

bibit, serta nilai brangkasan yang dihasilkan setelah panen. Sedangkan

penerimaan tidak tunai pada kondisi 2 terdiri atas nilai sayuran afkir yang

digunakan untuk konsumsi santri, sayuran yang dikonsumsi untuk menjamu

tamu-tamu ponpes, dan panen yang digunakan sebagai bibit.

Nilai sayuran afkir yang dikonsumsi santri merupakan hasil kali jumlah

sayuran per komoditas yang dikonsumsi dengan harga jual masing-masing

komoditas. Harga jual sayuran yang digunakan adalah harga petani yang berlaku

di daerah penelitian, karena sayuran afkir yang dikonsumsi memiliki kualitas yang

sama dengan sayuran di kalangan petani. Nilai sayuran afkir yang dikonsumsi

santri merupakan salah satu sumber penerimaan tidak tunai pada kedua kondisi.

Nilai sayuran afkir yang dikonsumsi santri adalah sebesar Rp 271.189.922,71.


Nilai sayuran afkir yang dijadikan pakan ternak dan ikan sebesar Rp

615.588,80 dan Rp 281.544,28 adalah hasil kali antara jumlah sayuran afkir yang

digunakan sebagai pakan dengan harga transfer per kilogramnya. Harga sayuran

afkir merupakan harga transfer dari usahatani sayuran (divisi penjual) ke

usahatani ternak (divisi pembeli), yang nilainya disetarakan dengan harga

hijauan di daerah penelitian (harga pasar) karena beberapa petani setempat

menggunakan sisa-sisa panennya sebagai pakan ternak, fungsinya dianggap

sama dengan pakan hijauan. Harga pasar pakan hijauan di Desa Alam Endah

adalah Rp 75,00 per kg.

Penentuan harga pasar dihitung dengan metode harga pasar minus.

Diketahui biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi pakan hijauan adalah

biaya tenaga kerja untuk membabat yaitu sebesar Rp 10.000 per HOK. Dalam

satu hari 1 HOK dapat menghasilkan rata-rata 200 kg rumput. Sehingga dapat

dihitung nilai harga transfer per kilogramnya adalah Rp 25,00. Rincian

perhitungannya sebagai berikut:

Harga pasar Rp 75,00/kg


Tenaga kerja
Rp 10.000/HOK = Rp 50,00/kg -
200 kg/HOK
Harga transfer Rp 25,00/kg

Nilai brangkasan adalah hasil kali antara jumlah brangkasan yang

dihasilkan dengan harga transfer per kilogramnya. Harga transfer brangkasan

disetarakan dengan harga transfer pada sayuran afkir di atas yaitu Rp 25,00 per

kilogram, karena brangkasan memiliki fungsi yang sama sebagai pakan hijauan

untuk ternak. Nilai brangkasan adalah Rp 3.638.359,89.

Pada kondisi 2, produk sampingan berupa sayuran afkir dan brangkasan

yang digunakan sebagai pakan ternak dan ikan tidak diperhitungkan sebagai

penerimaan tidak tunai, melainkan sebagai penerimaan tunai karena


diasumsikan produk sampingan tersebut dijual tunai ke luar ponpes. Nilai

penjualan sayuran afkir dan brangkasan merupakan hasil kali jumlah produksi

kedua hasil samping tersebut dan harga jual per kilogram yang berlaku di daerah

penelitian yaitu Rp 75,00.

Tabel 30 Penerimaan Total Usahatani Sayuran Kondisi 2 di Pondok


Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007)
Harga Jumlah Nilai
No Komponen
(Rp/Satuan) (Sat. per Thn) (Rp per Tahun)
A PENERIMAAN TUNAI
1 Penjualan ke swalayan (kg)
- Penjualan wortel 2.500,00 132.871,77 332.179.435,48
- Penjualan tomat grade A 2.500,00 110.727,46 276.818.649,19
- Penjualan tomat grade B 1.750,00 36.909,15 64.591.018,15
- Penjualan buncis 3.000,00 54.108,31 162.324.919,35
- Penjualan cabai 8.000,00 20.192,74 161.541.935,48
- Penjualan bawang daun 7.000,00 27.857,74 195.004.193,55
- Penjualan kubis 1.500,00 40.650,40 60.975.604,84
Total penjualan sayuran ke swalayan 423.317,58 1.192.460.151,21
2 Penjualan wortel ke petani (kg) 1.800,00 16.785,10 30.213.180,00
3 Penjualan Sayuran Afkir (kg) 75,00 35.885,32 2.691.399,25
4 Penjualan Brangkasan (kg) 75,00 145.534,40 10.915.079,67
Total Penerimaan Tunai 1.236.279.810,13
B PENERIMAAN TIDAK TUNAI
1 Yang dikonsumsi santri (kg)
- Wortel 1.500,00 1.575 2.362.500,00
- Tomat 600,00 391,50 234.900,00
- Buncis 600,00 515 309.000,00
- Cabai 4.700,00 525 2.467.500,00
- Bawang daun 3.000,00 246 738.000,00
- Kubis 300,00 504 151.200,00
Total Yang Dikonsumsi 3.756,50 6.263.100,00
2 Yang dikonsumsi untuk tamu (kg)
- Wortel 2.500,00 191.474,84 478.687.099,52
- Bawang daun 3.000,00 17.477,07 52.431.221,70
- Kubis 7.000,00 135.768,74 950.381.152,69
- Buncis 8.000,00 8.788,92 70.311.345,12
- Cabai 1.500,00 73.166,32 109.749.476,97
Total yang dikonsumsi tamu 1.661.560.296,00
3 Bawang daun untuk bibit 1.800,00 24.000,00 43.200.000,00
Total Penerimaan Tidak Tunai 1.975.950.218,71
TOTAL PENERIMAAN 3.212.230.028,84

Total penerimaan pada kondisi 2 bernilai lebih besar dibandingkan pada

kondisi 1. Pada kondisi 2 brangkasan dan sayuran afkir yang dihasilkan


usahatani sayuran dijual keluar ponpes dengan harga per satuan yang lebih

tinggi dibandingkan bila usahatani sayuran mentransfer limbah tersebut ke

usahatani ternak. Dengan menjual keluar, usahatani sayuran akan mendapatkan

tambahan pendapatan sebesar Rp 50,00 per kilogramnya.

7.1.2 Biaya Usahatani Sayuran

Biaya produksi untuk usahatani sayuran meliputi biaya tunai dan biaya tidak
tunai. Biaya tunai usahatani sayuran pada kondisi 1 terdiri atas biaya sarana
produksi (benih, pupuk kimia, pestisida, dan biaya produksi lain) dan
pembelian tomat untuk menutup kekurangan produksi (Tabel 32). Sedangkan
biaya tunai usahatani sayuran pada kondisi 2 terdiri atas biaya sarana produksi
(benih, pupuk kimia, pupuk organik, pestisida, biaya produksi lain) dan
pembelian tomat untuk menutup kekurangan produksi (Tabel 33).
Pada kedua kondisi, biaya sarana produksi yang telah disebutkan di atas

bernilai sama. Perbedaannya adalah pada kondisi 2 terdapat biaya tunai untuk

membeli pupuk organik. Nilai biaya pupuk organik yang dikeluarkan pada kondisi

2 adalah hasil kali jumlah pupuk organik yang digunakan dalam setahun dengan

harga pupuk yang berlaku di daerah penelitian. Pada kondisi 2 diasumsikan

ponpes hanya menggunakan pupuk organik jenis pupuk kandang dan pupuk

kompos karena hanya jenis pupuk organik ini yang dijual di daerah penelitian.

Berdasarkan kebiasaan petani setempat, untuk memupuk lahan 1 hektar, pupuk

kandang yang dibutuhkan adalah 20.000 kg dan pupuk kompos 10.000 kg per

musim tanamnya. Sehingga jika dikonversikan dengan luas tanam selama

setahun, jumlah pupuk kandang dan pupuk kompos yang harus dibeli oleh

ponpes adalah masing-masing 1.040.000 kg dan 520.000 kg per tahun,

rinciannya terdapat pada Tabel 31. Harga pupuk kandang dan pupuk kompos

adalah harga aktual pupuk-pupuk tersebut di daerah penelitian yaitu masing-

masing Rp 100,00 per kg dan Rp 140,00 per kg, sehingga total biaya pupuk

organik yang harus dikeluarkan adalah Rp 176.800.000,00 per tahun.


Tabel 31 Rincian Perkiraan Penggunaan Pupuk Kandang dan Pupuk
Kompos Pada Kondisi 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk
Satu Tahun (2006-2007)
Komoditas Luas Tanam (Ha) Pupuk Kandang (kg) Pupuk Kompos (kg)
Wortel 21,0 420.000,00 210.000,00
Tomat 4,5 90.000,00 45.000,00
Cabai 7,5 150.000,00 75.000,00
Bawang daun 6,0 120.000,00 60.000,00
Kubis 8,0 160.000,00 80.000,00
Buncis 5,0 100.000,00 50.000,00
Jumlah 1.040.000,00 520.000,00

Biaya benih adalah perkalian antara jumlah benih yang digunakan dalam

satu tahun dengan harga per satuannya. Biaya pupuk kimia adalah perkalian

antara jumlah pupuk kimia yang digunakan dalam satu tahun dengan harga per

kilogramnya. Biaya pestisida adalah perkalian antara jumlah pestisida yang

digunakan dalam satu tahun dengan harga per liternya. Biaya produksi tunai lain

yang dikeluarkan untuk produksi digolongkan sebagai biaya lain. Biaya lain

tersebut terdiri atas biaya bambu, mulsa, kapur tani, sewa lahan, kemasan,

ongkos pengiriman. Bambu digunakan sebagai bahan pembuatan ajir. Biaya

sewa lahan dikeluarkan untuk menyewa lahan seluas 6 hektar yang disewa

ponpes selama setahun untuk ditanami. Nilai lahan tersebut diasumsikan sama

dengan lahan lainnya yang digunakan ponpes. Biaya kemasan dan ongkos kirim

adalah biaya belanja kemasan yang sudah rutin dianggarkan per bulannya.

Pembelian tomat ke petani setempat dilakukan untuk menutupi

kekurangan produksi. Nilai pembelian tomat adalah perkalian jumlah tomat yang

dibeli dengan harga per kilogramnya yang berlaku di daerah penelitian. Harga

tersebut lebih murah dibanding harga tomat ponpes yaitu sebesar Rp 900,00 per

kilogram.

Tabel 32 Biaya Total Usahatani Sayuran Kondisi 1 di Pondok Pesantren Al-


Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007)
Harga Jumlah Nilai
No Komponen
(Rp/Satuan) (Sat. per Thn) (Rp per Tahun)
C BIAYA TUNAI
1 Benih
- Wortel (kg) 30.000,00 374,22 11.226.600,00
- Tomat (pak) 40.000,00 40,50 1.620.000,00
- Buncis (kg) 15.000,00 135,00 2.025.000,00
- Cabai (pak) 3.400,00 2.423,52 8.239.968,00
- Kubis (gram) 28.000,00 89,10 2.494.800,00
Total Pembelian Benih 25.606.368,00
2 Pupuk Kimia (kg)
- Urea 2.000,00 3.870,72 7.741.440,00
- TSP 2.200,00 2.340,90 5.149.980,00
- KCl 2.500,00 3.344,22 8.360.550,00
- ZA 2.400,00 1.485,00 3.564.000,00
- SP-36 3.000,00 605,88 1.817.640,00
Total Pembelian Pupuk Kimia 11.646,72 26.633.610,00
3 Pestisida (liter)
- Cinabat 6.500,00 2.600,00 16.900.000,00
- Inabat 11.000,00 1.800,00 19.800.000,00
- Betapur 12.000,00 900,00 10.800.000,00
Total Pembelian Pestisida 5.300,00 47.500.000,00
4 Biaya lain
- Bambu (batang) 500,00 4.750 2.375.000,00
- Mulsa (meter) 1.500,00 135 202.500,00
- Kapur tani (kg) 400,00 3.000 1.200.000,00
- Sewa lahan Gambung (Hektar) 500.000,00 6 3.000.000,00
- Kemasan (bulan) 2.000.000 12 24.000.000,00
- Ongkos pengiriman 1.000.000 12 120.000.000,00
Total Biaya Lain 150.777.500,00
5 Pembelian tomat (kg) 900,00 33.570,20 30.213.180,00
Total Biaya Tunai 280.730.658,00
D BIAYA TIDAK TUNAI
1 Tenaga kerja santri (JOK) 2.500,00 63.890,00 159.725.000,00
2 Biaya Lain
- Penyusutan Alat 6.054.833,33
- Sewa lahan (Hektar) 500.000,00 10 5.000.000,00
Total Biaya Lain 11.054.833,33
3 Pupuk Organik
- Pupuk kompos (liter) 56,63 65.577,60 3.713.659,49
- Pupuk daun (kg) 1.395,89 2.827,44 3.946.795,22
- Pupuk kandang (Hektar) 100,00 170.002,80 17.000.280,00
Total Pupuk Organik 24.660.734,71
Total Biaya Tidak Tunai 195.440.568,04
TOTAL BIAYA 476.171.226,04

Biaya tidak tunai pada kondisi 1 terdiri atas biaya tenaga kerja, biaya
penyusutan, biaya sewa lahan dan biaya pupuk organik (Tabel 32). Sedangkan
pada kondisi 2 terdiri atas biaya tenaga kerja, biaya penyusutan, dan biaya
sewa lahan (Tabel 33). Biaya tenaga kerja yang diperhitungkan adalah tenaga
kerja efektif yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Biaya penyusutan alat
usahatani dihitung dengan metode garis lurus. Biaya sewa lahan tidak tunai
adalah biaya sewa lahan milik yang penggunaannya juga diperhitungkan
sebagai biaya.
Tenaga kerja santri merupakan biaya tidak tunai karena tenaga santri tidak
dibayar dengan uang tunai. Nilai tenaga kerja didapatkan dengan mengalikan
jumlah jam kerja santri di kebun selama setahun dengan upah yang berlaku di
daerah penelitian yaitu Rp 2.500,00 per JOK. Biaya penyusutan alat usahatani
selama satu tahun adalah Rp 6.054.833,33. Nilai ini merupakan nilai
penyusutan alat usahatani sayuran selama setahun. Biaya sewa lahan tidak
tunai adalah biaya sewa lahan milik seluas 10 hektar yang penggunaannya
juga diperhitungkan sebagai biaya, yaitu sebesar Rp 5.000.000,00. Harga
sewa lahan yang digunakan adalah harga sewa lahan yang digunakan di daerah
penelitian.
Pada kondisi 1, pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang, pupuk
kompos, dan pupuk daun yang ketiganya diproduksi sendiri oleh ponpes. Nilai
biaya pupuk kompos dan pupuk daun didapat dengan mengalikan jumlah
pupuk yang digunakan selama setahun dengan harga transfer per satuannya.
Penentuan harga transfer kedua pupuk tersebut akan dijelaskan pada sub bab
usahatani ternak. Nilai pupuk kompos, pupuk daun, dan pupuk kandang
masing-masing adalah Rp 3.713.659,49, Rp 3.946.795,22, dan Rp
17.000.280,00. Total biaya pupuk organik pada kondisi 1 adalah Rp
24.660.734,71.
Nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan biaya pupuk organik pada kondisi 2

yaitu Rp 176.800.000,00. Nilai pupuk organik pada kondisi 2 ini telah

menyebabkan total biaya pada kondis 2 lebih tinggi dari kondisi 1. Usahatani

sayuran yang terintegrasi dengan ternak (kondisi 1) dapat menghemat biaya

pupuk organik. Penghematan yang dilakukan mencapai Rp 152.139.265,29 per

tahunnya.

Tabel 33 Biaya Total Usahatani Sayuran Kondisi 2 di Pondok Pesantren Al-


Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007)
Harga Jumlah Nilai
No Komponen
(Rp/Satuan) (Sat. per Thn) (Rp per Tahun)
C BIAYA TUNAI
1 Benih
- Wortel (liter) 30.000,00 84 2.520.000,00
- Tomat (kg) 40.000,00 22,5 900.000,00
- Buncis (liter) 15.000,00 25 375.000,00
- Cabai (kg) 50.000,00 37,5 1.875.000,00
- Kubis (liter) 90.000,00 32 2.880.000,00
Total Pembelian Benih 201 8.550.000,00
2 Pupuk Kimia (kg)
- Urea 2.000,00 3.860 7.720.000,00
- TSP 2.200,00 2.300 5.060.000,00
- KCl 2.500,00 3.350 8.375.000,00
- ZA 2.400,00 1.500 3.600.000,00
- SP-36 3.000,00 600 1.800.000,00
Total Pembelian Pupuk Kimia 11.610 26.555.000,00
3 Pupuk Organik
- Pupuk kandang 100,00 1.040.000 104.000.000,00
- Pupuk kompos 140,00 520.000 72.800.000,00
Total Pembelian Pupuk Organik 176.800.000,00
4 Pestisida (liter)
- Cinabat 6.500,00 1.970 12.805.000,00
- Inabat 15.000,00 700 10.500.000,00
- Betapur 12.000,00 900 10.800.000,00
Total Pembelian Pestisida 34.105.000,00
5 Biaya lain
- Bambu (batang) 500,00 4.750 2.375.000,00
- Mulsa (meter) 1.500,00 135 202.500,00
- Kapur tani (kg) 400,00 3.000 1.200.000,00
- Sewa lahan Gambung (Hektar) 500.000,00 6 3.000.000,00
- Kemasan 2.000.000 12 24.000.000,00
- Ongkos pengiriman 1.000.000 12 120.000.000,00
Total Biaya Lain 150.777.500,00
Total Biaya Tunai 396.787.500,00
D BIAYA TIDAK TUNAI
1 Tenaga kerja santri (JOK) 2.500,00 248.200 620.500.000,00
2 Biaya Lain
- Penyusutan Alat 6.054.833,33
- Sewa lahan (Hektar) 500.000,00 10 5.000.000,00
Total Biaya Lain 11.054.833,33
Total Biaya Tidak Tunai 631.554.833,33
TOTAL BIAYA 1.028.342.333,33

7.1.3 Pendapatan Usahatani Sayuran

Total penerimaan pada kondisi 2 bernilai lebih besar dibandingkan pada

kondisi 1. Pada kondisi 2 hasil samping yang dihasilkan usahatani sayuran dijual

keluar dengan harga per satuan yang lebih tinggi dibandingkan bila usahatani

sayuran mentransfer limbah tersebut ke usahatani ternak. Total biaya pada

kondisi 2 lebih besar dari kondisi 1, hal ini disebabkan oleh biaya pembelian

pupuk organik dari luar yang harganya lebih tinggi dari pupuk organik buatan

ponpes. Selain itu pupuk organik yang digunakan jumlahnya disetarakan dengan

standar yang digunakan petani sekitar, sehingga secara kuantitas pupuk organik

yang digunakan jumlahnya lebih tinggi. Walaupun terjadi peningkatan


penerimaan pada kondisi 2, peningkatan biaya yang terjadi ternyata lebih besar

dibanding peningkatan penerimaannya, sehingga pendapatan pada kondisi 1

bernilai lebih besar dari kondisi 2 (Tabel 34).

Pada kondisi 1 Nilai rasio R/C atas biaya tunai sebesar 11,41 artinya

bahwa setiap Rp 1,00 biaya tunai yang dikeluarkan ponpes untuk menanam

sayuran maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 11,41 per

hektar. Sedangkan rasio R/C atas biaya total sebesar 6,73 mengandung

pengertian bahwa setiap biaya total Rp 1,00 yang dikeluarkan ponpes untuk

menanam sayuran maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp

6,73 per hektar.

Tabel 34 Perbandingan Struktur Pendapatan Usahatani Sayuran Kondisi 1


dan 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun
No Uraian Nilai Kondisi 1 (Rp) Nilai Kondisi 2 (Rp)
1 Penerimaan Tunai 1.222.673.331,21 1.236.279.810,13
2 Penerimaan Tidak Tunai 1.980.485.711,68 1.975.950.218,71
3 Penerimaan Total 3.203.159.042,89 3.212.230.028,84
4 Biaya Tunai 280.730.658,00 427.317.478,00
5 Biaya Tidak Tunai 195.440.568,04 170.779.833,33
6 Biaya Total 476.171.226,04 598.097.311,33
7 Pendapatan atas Biaya Total 2.726.987.816,85 2.614.132.717
8 Pendapatan atas Biaya Tunai 2.922.428.384,89 2.784.912.550
9 R/C atas Biaya Total 6,73 5,37
10 R/C atas Biaya Tunai 11,41 7,52

Sedangkan pada kondisi 2 Nilai rasio R/C atas biaya tunai sebesar 7,52

artinya bahwa setiap Rp 1,00 biaya tunai yang dikeluarkan ponpes untuk

menanam sayuran maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp

7,52 per hektar. Sedangkan rasio R/C atas biaya total sebesar 5,37 mengandung

pengertian bahwa setiap biaya total Rp 1,00 yang dikeluarkan ponpes untuk

menanam sayuran maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp

5,37 per hektar. Nilai rasio R/C atas biaya tunai dan biaya total pada kondisi 1

lebih besar dari kondisi 2, sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani sayuran
yang diintegrasikan dengan hewan ternak dan ikan lebih efisien dibandingkan

jika usahatani sayuran berdiri sendiri atau tidak terintegrasi.

6.2 Analisis Pendapatan Usahatani Ternak

Pendapatan usahatani ternak diperoleh dari selisih antara penerimaan

dengan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani ternak. Analisis

pendapatan usahatani ternak meliputi analisis pendapatan atas biaya total dan

atas biaya tunai. Untuk komponen biaya, biaya yang dikeluarkan terdiri atas

biaya tunai dan biaya tidak tunai. Sedangkan penerimaan terdiri atas penerimaan

tunai dan tidak tunai.

7.2.1 Penerimaan Usahatani Ternak

Penerimaan tunai kondisi 1 berasal dari penjualan susu sapi dan ternak (Tabel

35). Penerimaan tunai pada kondisi 2 terdiri atas penjualan susu sapi, ternak

dan pupuk kandang (Tabel 36). Nilai penjualan susu sapi didapatkan dengan

mengalikan jumlah produksi susu sapi per tahun dengan harga per liternya.

Nilai penjualan ternak didapatkan dengan mengalikan jumlah ternak yang

dijual selama satu tahun (April 2006-Maret 2007) dengan harga per ekornya.

Ternak-ternak tersebut dijual kepada masyarakat sekitar untuk keperluan

aqiqah, hajatan, dan Hari Raya Idul Adha.

Pupuk kandang yang dimaksud pada kondisi 2 adalah feses (produk

sampingan) yang diasumsikan dijual ke luar ponpes. Pupuk kandang yang

dimaksud pada kondisi 2 adalah feses (produk sampingan) yang telah

mengalami penyusutan sebesar 20 persen. Jumlah feses yang dihasilkan adalah

221.655,71 kg, sehingga jumlah pupuk kandang yang dijual adalah 177.324,57
kg. Nilai penjualan pupuk kandang didapatkan dengan mengalikan jumlah pupuk

kandang dengan harga per satuan yang berlaku di daerah penelitian (Tabel 36).

Tabel 35 Penerimaan Total Usahatani Ternak Kondisi 1 di Pondok


Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007)
Harga Jumlah Nilai
No Komponen
(Rp/Satuan) (Sat. per Thn) (Rp per Tahun)
A PENERIMAAN TUNAI
1 Penjualan susu (liter) 1.500,00 30.300 45.450.000,00
2 Penjualan ternak (ekor)
- Penjualan sapi afkir 6.000.000,00 5 30.000.000,00
- Penjualan sapi pedet 3.000.000,00 5 15.000.000,00
- Penjualan domba 350.000,00 20 7.000.000,00
Total Penjualan Ternak 52.000.000,00
Total Penerimaan Tunai 97.450.000,00
B PENERIMAAN TIDAK TUNAI
1 Susu yang dikonsumsi pedet (lt) 1.500,00 360 540.000,00
2 Pupuk organik
- Pupuk kompos 56,63 65.577,60 3.713.659,49
- Pupuk daun 1.395,89 2.827,44 3.946.795,22
- Pupuk kandang 100,00 170.005,80 17.000.580,00
Total Pupuk Organik 24.661.034,71
Total Penerimaan Tidak Tunai 25.201.034,71
TOTAL PENERIMAAN 122.651.034,71

Penerimaan tidak tunai pada kondisi 1 terdiri atas susu yang dikonsumsi pedet

dan pupuk organik yang dihasilkan ponpes. Penerimaan tidak tunai pada

kondisi 2 hanya terdiri atas susu yang dikonsumsi pedet. Pada kondisi ini

diasumsikan usahatani ternak ponpes tidak memproduksi pupuk organik,

sehingga tidak terdapat komponen penerimaan dari pupuk organik.

Nilai susu yang dikonsumsi pedet didapatkan dengan mengalikan jumlah

susu yang dikonsumsi pedet selama satu tahun dengan harga per liternya yaitu

Rp 1.500,00. Rata-rata kelahiran pedet setiap tahunnya adalah 6 ekor. Pedet

diberikan susu induknya sebanyak 6 liter per hari selama 10 hari. Setelah itu

pedet bisa mengkonsumsi konsentrat yang dihaluskan dan pada usia remaja

dapat mulai mengkonsumsi hijauan.


Produksi pupuk organik adalah unit usaha kecil yang diusahakan pada

usahatani ternak. Hasil produksi unit ini masih sedikit sehingga hanya cukup

untuk memenuhi kebutuhan ponpes. Nilai biaya pupuk kompos dan pupuk daun

didapat dengan mengalikan jumlah pupuk yang digunakan selama setahun

dengan harga transfer per satuannya. Harga pokok produksi pupuk organik

merupakan harga transfer dari usahatani ternak (divisi penjual) ke usahatani

sayuran (usahatani pembeli). Harga transfer ini ditentukan atas dasar biaya

variabel yang dikeluarkan untuk memproduksi masing-masing pupuk (Tabel 37).

Tabel 36 Penerimaan Total Usahatani Ternak Kondisi 2 di Pondok


Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007)
Harga Jumlah Nilai
No Komponen
(Rp/Satuan) (Sat. per Thn) (Rp per Tahun)
A PENERIMAAN TUNAI
1 Penjualan susu (liter) 1.500,00 30.300 45.450.000,00
2 Penjualan ternak (ekor)
- Penjualan sapi afkir 6.000.000,00 5 30.000.000,00
- Penjualan sapi pedet 3.000.000,00 5 15.000.000,00
- Penjualan domba 350.000,00 20 7.000.000,00
Total Penjualan Ternak 30 52.000.000,00
3 Pupuk kandang (kg) 100,00 177.324,57 17.732.456,80
Total Penerimaan Tunai 115.182.456,80
B PENERIMAAN TIDAK TUNAI
1 Susu yang dikonsumsi pedet (lt) 1.500,00 360 540.000,00
Total Penerimaan Tidak Tunai 540.000,00
TOTAL PENERIMAAN 115.722.456,80

Total penerimaan pada kondisi 1 bernilai lebih tinggi dibandingkan kondisi 2.

Hal ini disebabkan adanya tambahan penerimaan akibat feses yang diolah

kembali menjadi pupuk organik, sehingga feses tersebut mendapatkan nilai

tambah. Nilai pupuk organik tersebut adalah Rp 24.661.034,71. Pada kondisi

2, feses ternak yang dihasilkan tidak diolah kembali menjadi pupuk organik

melainkan dijual keluar ponpes dalam bentuk pupuk kandang. Sehingga


dengan keadaan feses ternak yang serupa dengan pupuk kandang, tambahan

penerimaan yang didapat ponpes hanya sebesar Rp 17.732.456,80.

7.2.2 Biaya Usahatani Ternak

Biaya produksi untuk usahatani ternak meliputi biaya tunai dan biaya tidak

tunai. Biaya tunai usahatani ternak pada kondisi 1 terdiri atas biaya pakan

konsentrat, inseminasi buatan, pemerahan, biaya pembuatan pupuk daun dan

kompos (Tabel 37). Sedangkan biaya tunai usahatani ternak pada kondisi 2

terdiri atas biaya pakan konsentrat, inseminasi buatan, dan pemerahan (Tabel

38).

Nilai biaya pakan merupakan hasil kali jumlah pakan konsentrat yang

digunakan selama setahun dengan harga per kilogramnya. Inseminasi buatan

adalah usaha pendukung yang dilakukan untuk menjaga produktivitas sapi.

Selama 1 tahun inseminasi buatan yang dilakukan rata-rata adalah 50 kali,

dengan biaya Rp 25.000,00 setiap kalinya. Biaya pemerahan merupakan biaya

yang dikeluarkan untuk proses dan pasca pemerahan selama satu tahun, terdiri

atas vaseline dan ongkos angkut. Nilai biaya pembelian vaseline merupakan

hasil kali jumlah vaseline yang habis digunakan selama setahun dengan harga

per cup-nya. Nilai biaya ongkos angkut merupakan biaya pembelian bensin yang

dikeluarkan untuk mengantar susu ke koperasi selama satu tahun. Ongkos

angkut telah dianggarkan sebesar Rp 300.000,00 tiap bulannya.

Tabel 37 Biaya Total Usahatani Ternak Kondisi 1 di Pondok Pesantren Al-


Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007)
Harga Jumlah Nilai
No Komponen
(Rp/Satuan) (Sat. per Thn) (Rp per Tahun)
C BIAYA TUNAI
1 Biaya pakan konsentrat (kg) 800,00 18.250 14.600.000,00
2 Inseminasi buatan (kali) 25.000,00 50 1.250.000,00
3 Biaya pemerahan
- Vaseline (cup) 30.000,00 24 720.000,00
- Ongkos angkut susu (bulan) 300.000,00 12 3.600.000,00
Total Biaya Pemerahan 4.320.000,00
4 Pembuatan pupuk daun
- Daun kirinyuh (kg) 300,00 840 252.000,00
- Gula (kg) 2.000,00 56 112.000,00
- Terasi (kg) 6.000,00 56 336.000,00
- NPK (kg) 3.600,00 280 1.008.000,00
- MFA (liter) 20.000,00 56 1.120.000,00
Total B. Tunai Pembuatan P. Daun 2.828.000,00
5 Pembuatan pupuk kompos
- MFA (liter) 20.000,00 203,10 4.062.000,00
Total Biaya Tunai 27.060.000,00
D BIAYA TIDAK TUNAI
1 Tenaga kerja santri (JOK) 2.500,00 3.467,50 8.668.750,00
2 Pembuatan pupuk daun
- Pupuk kandang (kg) 100,00 1.680 168.000,00
- Tenaga kerja (JOK) 2.500,00 365 912.500,00
Total B. Tdk Tunai Pemb. P. Daun 1.080.500,00
3 Pembuatan pupuk kompos
- Pupuk kandang (kg) 100,00 15.386,40 1.538.640,00
- Tenaga kerja (JOK) 2.500,00 365 912.500,00
Total B. Tdk Tunai Pemb. P. Kompos 2.451.140,00
4 Biaya pakan hijauan (kg)
- Sayuran afkir 25,00 818,51 20.462,75
- Brangkasan 25,00 136.418,75 3.410.468,75
- Rumput hijauan 25,00 136.418,75 3.410.468,75
Total Biaya Pakan Hijauan 273.656,01 6.841.400,25
5 Biaya penyusutan 1.053.500,00
6 Sewa lahan milik (Hektar) 0,25 500.000 125.000,00
Total Biaya Tidak Tunai 20.220.290,25
TOTAL BIAYA 47.280.290,25

Biaya pembuatan pupuk organik pada kondisi 1 terdiri atas biaya tunai

dan tidak tunai. Biaya yang dihitung tersebut merupakan biaya variabel yang

dikeluarkan untuk memproduksi pupuk organik selama setahun. Biaya-biaya ini

merupakan dasar penentuan harga transfer pupuk organik. Pada kondisi 2

diasumsikan tidak terdapat unit usaha pembuatan pupuk organik, karena itu

biaya tunai maupun tidak tunai pembuatan pupuk-pupuk tersebut tidak ada.

Biaya tidak tunai pada kondisi 1 terdiri atas biaya tenaga kerja, biaya

pembuatan pupuk daun dan pupuk kompos, biaya pakan hijauan, biaya
penyusutan, dan sewa lahan. Biaya tidak tunai pada kondisi 2 terdiri atas biaya

tenaga kerja, biaya pakan hijauan, biaya penyusutan, dan sewa lahan.

Tenaga kerja santri merupakan biaya tidak tunai karena tenaga santri tidak
dibayar dengan uang tunai. Nilai tenaga kerja didapatkan dengan mengalikan
jumlah jam kerja santri di kandang selama setahun dengan upah yang berlaku
di daerah penelitian yaitu Rp 2.500,00 per JOK. Biaya tenaga kerja yang
diperhitungkan adalah tenaga kerja efektif yang telah dibahas pada bab
sebelumnya.
Biaya penyusutan alat usahatani ternak dihitung dengan metode garis lurus.
Biaya penyusutan alat usahatani ternak selama satu tahun adalah Rp
1.053.500,. Nilai ini merupakan nilai penyusutan alat usahatani ternak selama
setahun. Biaya sewa lahan tidak tunai adalah biaya sewa lahan milik seluas
0,25 hektar yang penggunaannya juga diperhitungkan sebagai biaya, yaitu
sebesar Rp 125.000,00.
Biaya pakan hijauan pada kondisi 1 adalah sayuran afkir, brangkasan, dan
rumput. Sayuran afkir dan brangkasan didapatkan dari limbah usahatani
sayuran dan pengemasan, sedangkan rumput dapat dengan mudah didapatkan
di sekitar ponpes. Namun pada kondisi 2, diasumsikan bahwa sayuran afkir
dan brangkasan tidak ada sehingga kebutuhan akan pakan hijauan hanya
dipenuhi dari rumput. Implikasi yang terjadi adalah bertambahnya jumlah
rumput yang harus dibabat. Perubahan ini memang tidak berpengaruh pada
biaya pakan hijauan yang dikeluarkan, tetapi akan berpengaruh terhadap
jumlah tenaga kerja yang digunakan. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk membabat rumput akan meningkat, sehingga ponpes harus menambah
jumlah santri yang bekerja di usahatani ternak yang tentunya akan menambah
biaya tenaga kerja.
Pada kondisi 1, biaya tunai pembuatan pupuk daun terdiri atas daun kirinyuh,

gula, terasi, pupuk NPK, dan bakteri MFA. Biaya tunai pembuatan pupuk

kompos adalah bakteri MFA. Biaya tidak tunai pembuatan pupuk daun dan

kompos adalah pupuk kandang dan tenaga kerja. Daun kirinyuh, gula, terasi,

dan pupuk NPK dibeli dari pasar Ciwidey, sedangkan bakteri MFA dibeli dari

koperasi ponpes. Pupuk kandang yang digunakan untuk membuat pupuk

berasal dari feses ternak yang dihasilkan ponpes.

Tabel 38 Biaya Total Usahatani Ternak Kondisi 2 di Pondok Pesantren Al-


Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007)
Harga Jumlah Nilai
No Komponen
(Rp/Satuan) (Sat. per Thn) (Rp per Tahun)
C BIAYA TUNAI
1 Biaya pakan konsentrat (kg) 800,00 18.250 14.600.000,00
2 Inseminasi buatan (kali) 25.000,00 50 1.250.000,00
3 Biaya pemerahan
Vaseline (cup) 30.000,00 24 720.000,00
Ongkos angkut susu (bulan) 300.000,00 12 3.600.000,00
Total Biaya Pemerahan 4.320.000,00
Total Biaya Tunai 20.170.000,00
D BIAYA TIDAK TUNAI
1 Tenaga kerja santri (JOK) 2.500,00 577,92 1.444.800,00
2 Biaya pakan hijauan (kg)
Rumput hijauan 75,00 273.656,01 20.524.200,75
Total Biaya Pakan 20.524.200,75
3 Biaya penyusutan 1.053.500,00
4 Sewa lahan milik (Hektar) 0,25 500.000 125.000,00
Total Biaya Tidak Tunai 23.147.500,75
TOTAL BIAYA 43.317.500,75

7.2.3 Pendapatan Usahatani Ternak

Pada usahatani ternak, penerimaan total pada kondisi 1 lebih tinggi dari
kondisi 2. Hal ini disebabkan oleh tambahan penerimaan berupa pupuk
organik yang diproduksi sendiri oleh ponpes. Karena itu tambahan biaya
berupa biaya pembelian bahan penunjang pembuatan pupuk organik. Biaya-
biaya inilah yang menyebabkan nilai biaya total pada kondisi 1 lebih tinggi
dari kondisi 2. Total biaya pada kondisi 1 bernilai lebih kecil dibandingkan
kondisi 2. Hal ini disebabkan oleh penghematan biaya pakan hijauan pada
kondisi 1 akibat adanya hasil samping usahatani sayuran (Tabel 39).
Nilai pendapatan dan rasio R/C pada kedua kondisi dapat dilihat pada

Tabel 33. Pada kondisi 1 Nilai rasio R/C atas biaya tunai sebesar 4,53 artinya

bahwa setiap Rp 1,00 biaya tunai yang dikeluarkan ponpes untuk berternak

maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 4,53 per ekor.

Sedangkan rasio R/C atas biaya total sebesar 2,59 mengandung pengertian

bahwa setiap biaya total Rp 1,00 yang dikeluarkan ponpes untuk berternak maka

akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 2,59 per ekor.

Sedangkan pada kondisi 2 Nilai rasio R/C atas biaya tunai sebesar 5,74

artinya bahwa setiap Rp 1,00 biaya tunai yang dikeluarkan ponpes untuk

berternak maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 5,74 per

ekor. Sedangkan rasio R/C atas biaya total sebesar 2,29 mengandung
pengertian bahwa setiap biaya total Rp 1,00 yang dikeluarkan ponpes untuk

beternak maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 2,29 per

ekor.

Tabel 39 Perbandingan Struktur Pendapatan Usahatani Ternak Kondisi 1


dan 2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun
No Uraian Nilai Kondisi 1 (Rp) Nilai Kondisi 2 (Rp)
1 Penerimaan Tunai 97.450.000,00 115.182.456,80
2 Penerimaan Tidak Tunai 25.201.034,71 540.000,00
3 Penerimaan Total 122.651.034,71 115.722.456,80
4 Biaya Tunai 27.060.000,00 20.170.000,00
5 Biaya Tidak Tunai 20.220.290,25 30.371.450,75
6 Biaya Total 47.280.290,25 50.541.450,75
7 Pendapatan atas Biaya Total 75.370.744,46 65.181.006,05
8 Pendapatan atas Biaya Tunai 95.591.034,71 95.552.456,80
9 R/C atas Biaya Total 2,59 2,29
10 R/C atas Biaya Tunai 4,53 5,74

Kondisi 1 memiliki nilai rasio R/C atas biaya total yang lebih besar dari

kondisi 2, hal ini berarti secara keseluruhan (semua biaya diperhitungkan)

usahatani ternak yang diintegrasikan dengan sayuran dan ikan lebih efisien

dibandingkan jika usahatani ternak berdiri sendiri. Namun nilai rasio R/C atas

biaya tunai pada kondisi 2 bernilai lebih besar dari kondisi 1. Hal ini dapat

diartikan bahwa usahatani ternak yang berdiri sendiri tanpa diintegrasikan

dengan sayuran dan ikan, lebih efisien jika dilihat dari biaya tunai yang

dikeluarkan.

6.3 Analisis Pendapatan Usahatani Ikan

Pendapatan usahatani ikan diperoleh dari selisih antara penerimaan

dengan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani ikan. Walaupun ponpes

tidak membudidayakan ikan untuk tujuan komersil, dalam sub bab ini akan

dibahas mengenai pendapatan yang mungkin diterima apabila hasil panen ikan

dinilai dengan uang. Analisis pendapatan usahatani Ikan meliputi analisis

pendapatan atas biaya total dan atas biaya tunai.


7.3.1 Penerimaan Usahatani Ikan

Penerimaan total pada kondisi 1 dan 2 nilainya sama. Penerimaan usahatani

pada usahatani ikan hanya terdiri atas penerimaan tidak tunai. Penerimaan

tidak tunai usahatani ikan berasal ikan mujair dan lele yang dikonsumsi. Nilai

tersebut didapatkan dengan mengalikan jumlah panen ikan mujair dan lele per

tahun dengan harga per kilogramnya. Harga yang digunakan adalah harga ikan

yang berlaku di daerah penelitian yaitu Rp 10.000,00 per kg untuk mujair dan

Rp 12.000,00 per kg untuk lele. Dalam setahun total bibit yang ditebar adalah

mujair 480 ekor dan lele 600 ekor. Sehingga dapat diperkirakan dengan

tingkat mortalitas 20 persen, ikan yang dapat dipanen adalah mujair 384 ekor

dan lele 480 ekor atau sekitar 19,2 kg dan 96 kg.

Tabel 40 Penerimaan Total Usahatani Ikan Kondisi 1 dan 2 di Pondok


Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007)
Harga Jumlah Nilai
No Komponen
(Rp/Satuan) (Sat. per Thn) (Rp per Tahun)
A PENERIMAAN TIDAK TUNAI
1 Ikan mujair yang dikonsumsi (kg) 10.000,00 19,20 192.000,00
2 Ikan lele yang dikonsumsi (kg) 12.000,00 96,00 1.152.000,00
Penerimaan Tidak Tunai 1.344.000,00
TOTAL PENERIMAAN 1.344.000,00

7.3.2 Biaya Usahatani Ikan

Biaya produksi untuk usahatani ikan meliputi biaya tunai dan biaya tidak

tunai. Biaya tunai usahatani ikan pada kondisi 1 terdiri atas biaya pembelian bibit

ikan dan pupuk kimia (Tabel 41). Sedangkan biaya tunai usahatani ikan pada

kondisi 2 terdiri atas biaya pembelian bibit ikan, pakan ikan, pupuk kimia dan

pupuk kandang (Tabel 42).


Tabel 41 Biaya Total Usahatani Ikan Kondisi 1 di Pondok Pesantren Al-
Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007)
Harga Jumlah Nilai
No Komponen
(Rp/Satuan) (Sat. per Thn) (Rp per Tahun)
B BIAYA TUNAI
1 Bibit (ekor)
Mujair 350,00 480,00 168.000,00
Lele 400,00 600,00 240.000,00
Total Biaya Bibit 408.000,00
2 Pupuk Kimia (kg)
TSP 2.200,00 0,50 1.100,00
Urea 2.000,00 0,50 1.000,00
Total Biaya Pupuk Kimia 2.100,00
Total Biaya Tunai 410.100,00
C BIAYA TIDAK TUNAI
1 Tenaga kerja santri (JOK) 2.500,00 247,00 617.500,00
2 Penyusutan 50.000,00
3 Pakan sayuran afkir (kg) 25,00 11.261,77 281.544,28
4 Pupuk kandang (kg) 100,00 3,00 300,00
Total Biaya Tidak Tunai 949.344,28
TOTAL BIAYA 1.359.444,28

Nilai pembelian bibit ikan didapat dengan mengalikan jumlah kebutuhan

bibit per tahun dengan harga per ekornya. Harga yang digunakan adalah harga

bibit yang berlaku di Pasar Ciwidey. Nilai pupuk kimia adalah hasil kali jumlah

pupuk kimia yang digunakan dalam setahun dan harga per kilogramnya.

Pada kondisi 1, nilai sayuran afkir yang dijadikan pakan ikan adalah hasil

kali antara jumlah sayuran afkir yang digunakan sebagai pakan dengan harga

transfer per kilogramnya, yaitu Rp 25,00. Pada kondisi 2, sayuran afkir yang

digunakan untuk pakan ikan diasumsikan dibeli dari petani sekitar dengan harga

Rp 75,00 per kilogramnya.

Pupuk kandang pada kondisi 1 merupakan salah satu komponen biaya

tidak tunai karena pupuk kandang ditransfer dari usahatani sayuran. Sementara

pupuk kandang pada kondisi 2 merupakan biaya tunai karena diasumsikan dibeli

dari luar ponpes sehingga menambah biaya tunai. Harga yang digunakan adalah

harga pupuk kandang yang berlaku di daerah penelitian yaitu Rp 100,00 per kg.
Tabel 42 Biaya Total Usahatani Ikan Kondisi 2 di Pondok Pesantren Al-
Ittifaq untuk Satu Tahun (2006-2007)
Harga Jumlah Nilai
No Komponen
(Rp/Satuan) (Sat. per Thn) (Rp per Tahun)
B BIAYA TUNAI
1 Bibit (ekor)
- Mujair 350,00 480,00 168.000,00
- Lele 400,00 600,00 240.000,00
Total Biaya Bibit 408.000,00
2 Pakan sayuran afkir 75,00 11.261,77 844.632,84
3 Pupuk Kimia (kg)
- TSP 2.200,00 0,50 1.100,00
- Urea 2.000,00 0,50 1.000,00
Total Biaya Pupuk Kimia 2.100,00
4 Pupuk kandang (kg) 100,00 3,00 300,00
Total Biaya Tunai 1.255.032,84
C BIAYA TIDAK TUNAI
1 Tenaga kerja santri (JOK) 2.500,00 247,00 617.500,00
2 Penyusutan 50.000,00
Total Biaya Tidak Tunai 667.500,00
TOTAL BIAYA 1.922.532,84

Nilai tenaga kerja didapatkan dengan mengalikan jumlah jam kerja

selama satu tahun dengan upah per jam kerjanya. Standar upah yang digunakan

adalah standar upah yang berlaku di daerah penelitian yaitu Rp 2.500,00 per

JOK. Nilai biaya penyusutan pada kedua kondisi adalah sama. Biaya penyusutan

alat usahatani ikan dihitung dengan metode garis lurus.

7.3.3 Pendapatan Usahatani Ikan

Nilai pendapatan dan rasio R/C pada kedua kondisi dapat dilihat pada

Tabel 43. Pendapatan atas biaya total pada kedua kondisi menunjukkan hasil

yang negatif. Nilai rasio R/C atas biaya total pada kedua kondisi bernilai kurang

dari 1. Hal ini berarti usahatani ikan yang dilakukan pada kondisi yang

diintegrasikan ataupun tidak terbukti belum efisien.

Tabel 43 Perbandingan Struktur Pendapatan Usahatani Ikan Kondisi 1 dan


2 di Pondok Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun
No Uraian Nilai Kondisi 1 (Rp) Nilai Kondisi 2 (Rp)
1 Penerimaan Tidak Tunai 1.344.000,00 1.344.000
2 Penerimaan Total 1.344.000,00 1.344.000
3 Biaya Tunai 410.100,00 1.255.032
4 Biaya Tidak Tunai 949.344,28 667.500
5 Biaya Total 1.359.444,28 1.922.532
6 Pendapatan atas Biaya Total -15.444,28 -578.532
7 Pendapatan atas Biaya Tunai 933.900,00 88.967
8 R/C atas Biaya Total 0,99 0,70
9 R/C atas Biaya Tunai 3,28 1,07

7.4 Analisis Pendapatan Usahatani Integrasi dan Tidak Terintegrasi

Hasil penjumlahan ketiga cabang usahatani menunjukkan perbedaan

yang signifikan (Tabel 44 dan 45). Total pendapatan atas biaya tunai maupun

atas biaya total pada usahatani yang terintegrasi lebih besar daripada usahatani

yang tidak terintegrasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usahatani sayuran,

ternak dan ikan yang selama ini terintegrasi terbukti lebih menguntungkan

dibandingkan jika cabang-cabang usahatani tersebut berdiri sendiri.

Nilai rasio R/C atas biaya tunai maupun total pada usahatani terintegrasi

lebih besar dari usahatani yang tidak terintegrasi. Hal ini dapat diartikan bahwa

usahatani sayuran, ternak dan ikan yang terintegrasi, memiliki efisiensi yang

lebih tinggi daripada usahatani yang tidak terintegrasi.

Tabel 44 Struktur Pendapatan Usahatani Integrasi di Pondok Pesantren Al-


Ittifaq untuk Satu Tahun
Cabang
Penerimaan (Rp) Biaya Tunai (Rp) Pendapatan (Rp)
Usahatani
Sayuran 3.203.159.042,89 280.730.658,00 2.922.428.384,89
Ternak 122.651.034,71 27.060.000,00 95.591.034,71
Ikan 1.344.000,00 410.100,00 933.900,00
Jumlah 3.327.154.077,60 308.200.758,00 3.018.953.319,60
Rasio R/C 10,80
Penerimaan (Rp) Total Biaya (Rp) Pendapatan (Rp)
Sayuran 3.203.159.042,89 476.171.226,04 2.726.987.816,85
Ternak 122.651.034,71 47.280.290,25 75.370.744,46
Ikan 1.344.000,00 1.359.444,28 -15.444,28
Jumlah 3.327.154.077,60 524.810.960,57 2.802.343.117,03
Rasio R/C 6,34

Nilai rasio R/C atas biaya total pada usahatani terintegrasi sebesar 6,34

artinya bahwa setiap Rp 1,00 biaya total yang dikeluarkan ponpes untuk bertani
secara integrasi maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp

6,34. Nilai rasio R/C atas biaya tunai pada usahatani terintegrasi sebesar 10,80

artinya bahwa setiap Rp 1,00 biaya tunai yang dikeluarkan ponpes untuk bertani

secara integrasi maka akan memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp

10,80.

Tabel 45 Struktur Pendapatan Usahatani Tidak Terintegrasi di Pondok


Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun
Komoditi Penerimaan (Rp) Biaya Tunai (Rp) Pendapatan (Rp)
Sayuran 3.212.230.028,84 427.317.478,00 2.784.912.550,84
Ternak 115.722.456,80 20.170.000,00 95.552.456,80
Ikan 1.344.000,00 1.255.032,84 88.967,16
Jumlah 3.329.296.485,64 448.742.510,84 2.880.553.974,80
Rasio R/C 7,42
Penerimaan (Rp) Total Biaya (Rp) Pendapatan (Rp)
Sayuran 3.212.230.028,84 598.097.311,33 2.614.132.717,51
Ternak 115.722.456,80 50.541.450,75 65.181.006,05
Ikan 1.344.000,00 1.922.532,84 -578.532,84
Jumlah 3.329.296.485,64 650.561.294,92 2.678.735.190,72
Rasio R/C 5,12

Nilai rasio R/C atas biaya total pada usahatani yang tidak terintegrasi

sebesar 5,12 mengandung pengertian bahwa setiap biaya total Rp 1,00 yang

dikeluarkan ponpes untuk bertani dengan cara yang tidak terintegrasi, maka akan

memperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 5,12. Nilai rasio R/C atas biaya

tunai pada usahatani yang tidak terintegrasi sebesar 7,42 mengandung

pengertian bahwa setiap biaya total Rp 1,00 yang dikeluarkan ponpes untuk

bertani dengan cara yang tidak terintegrasi, maka akan memperoleh tambahan

penerimaan sebesar Rp 7,42. Dapat disimpulkan bahwa tambahan penerimaan

yang terjadi akibat penambahan biaya pada usahatani yang terintegrasi lebih

tinggi dibandingkan penambahan yang terjadi pada usahatani yang tidak

terintegrasi.
VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, dapat dirumuskan

beberapa kesimpulan yang dapat menjawab permasalahan penelitian.

Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Usahatani integrasi pola sayuran-ternak-ikan yang dilakukan nyata

memberikan manfaat dan efisiensi terhadap Pondok Pesantren Al-Ittifaq.

Manfaat nyata (tangible) yang didapat adalah peningkatan pendapatan,

pengurangan pembelian pupuk kimia dan organik, dan pengurangan

pembelian pakan hijauan ternak dan pakan ikan. Manfaat tidak nyata

(intangible) yang didapat adalah tersedianya sarana belajar bagi santri

sehingga santri terbiasa bekerja, disiplin, dan berpikir kreatif.

2. Cabang usahatani sayuran dan ternak di Pondok Pesantren Al-Ittifaq telah

terbukti menguntungkan.

3. Usahatani integrasi ponpes terbukti lebih menguntungkan daripada

usahatani yang tidak terintegrasi. Tambahan penerimaan yang diperoleh

dengan menerapkan usahatani terintegrasi lebih tinggi dibandingkan

usahatani yang tidak terintegrasi.

4. Usahatani integrasi yang dilakukan ponpes sudah efisien, terbukti dengan

nilai R/C rasio yang lebih dari satu.

8.2 Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan untuk perbaikan usahatani integrasi

Pondok Pesantren Al-Ittifaq adalah sebagai berikut:

1. Membuat pembukuan usahatani yang menyeluruh dan membiasakan para

santri untuk tertib administrasi.


2. Ponpes harus meningkatkan efisiensi usahatani ikan. Salah satu cara yang

mungkin dilakukan adalah dengan memperluas kolam agar ikan yang

dihasilkan lebih produktif.

3. Ponpes harus meningkatkan efisiensi produksi pupuk organik pada

usahatani ternak, agar biaya yang dikeluarkan dapat diminimalisir.

4. Ponpes harus meningkatkan efisiensi penggunaan tenaga kerja santri,

karena selama ini ponpes telah melakukan pemborosan tenaga kerja.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan membuat kelas

tambahan yang memberikan materi pertanian, sehingga santri paham cara

bertani yang benar. Hal ini juga dapat dilakukan untuk mengurangi jam

menganggur santri.

5. Sistem usahatani integrasi yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Al-Ittifaq

dapat dijadikan acuan bagi pengusaha agribisnis lainnya, termasuk bagi

pengambil kebijakan atau pemerintah dalam upaya membentuk suatu

usaha pertanian yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

6. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai nilai gizi brangkasan dan sayuran

afkir yang dikonsumsi ternak dan ikan. Di masa mendatang ponpes

dianjurkan untuk memberi pakan sesuai jumlah dan nilai gizi dengan

membuat ransum berbasis hasil penelitian Balitnak (sedang berlangsung).

7. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai skala usahatani integrasi yang

optimal yang harus dilakukan ponpes, sehingga dapat memberikan

keuntungan yang lebih tinggi.


DAFTAR PUSTAKA

Chan GL. 2003. What Does Integrated Farming System Do? Sustainable
Communities/ZERI-NM.

Dewi P, Khalil. 1992. Pilot percontohan sistim usahatani terpadu untuk peternak
kecil [laporan penelitian]. Disampaikan dalam: Seminar Hasil-Hasil Penelitian
IPB oleh Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor; Bogor: 4 Nov 1992.

Dillon JL, Hardaker JB. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitan untuk
Pengembangan Petani Kecil. Soekartawi, Soeharjo A, penerjemah. Jakarta:
Universitas Indonesia Press. Terjemahan dari: Farm Management Research
for Small Development.

Edwards P, RSV Pullin, JA Gartner. 1988. Research and education for the
development of integrated crop-livestock-fish farming systems in the tropics.
ICLARM Stud and Rev 16:53.

Edwards P. 1985. Pigs over fish ponds. Pig Int 15(9):8-10.

Erwidodo. 1993. Kemungkinan Deregulasi Industri Persusuan Indonesia.


Makalah Seminar. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

FAO. 2001. World Markets for Organic Fruit and Vegetables: Opportunity for
Developing Countries in the Production and Export of Organic Horticultural
Products. Rome.

Farhani MA. 2003. Kontribusi pendapatan keluarga dari pemanfaatan limbah


pertanian di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor
[skripsi]. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gaur AC. 1977. a Manual of Rural Composting. New Delhi: Indian Agricultural
Research Institute.

Gunawan A, H Supriyadi, Y Surdianto. 2000. Pembuatan pupuk organik kompos


dengan bahan baku kotoran sapi. Di dalam: Diklat Pengusaha/Produsen
Pupuk Alternatif; Bandung, 26-28 Jun 2000. Bandung: Kanwil Deperindag.

Halcrow HG. 1992. Ekonomi Pertanian. Armand Sudiyono, penerjemah. Malang:


Universitas Muhammadiyah Malang Press. Terjemahan dari: Economics of
Agriculture.
Hernanto F. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya: Jakarta.

Ibrahim MNM, Zemmelink G. 2000. A comparative evaluation of integrated farm


models with the village situation in the forest-garden area of Kandy, Sri Lanka.
Asian-Aus J Anim Sci Vol 13, 1:53-59.

Ishaq I et al. 2002. Prospek pengembangan teknologi pertanian menunjang


agribisnis pedesaan zona sistem usaha pertanian dataran tinggi di Jawa
Barat. JPPTP Vol 5, 2:66-82.

Kariyasa K, Pasandaran E. 2005. Struktur usaha dan pendapatan integrasi


tanaman-ternak berbasis agroekosistem. Di dalam: Pasandaran E, Fagi AM,
Kasryno F, editor. Integrasi Tanaman-Ternak di IndonesiaI. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. hlm 225-
249.

Manti I, Azmi, Priyotmo E, Sitompul D. 2004. Kajian sosial ekonomi sistem


integrasi sapi dengan kelapa sawit (SISKA). Di dalam: Bambang Setiadi,
editor. Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Prosiding Lokakarya Nasional;
Bengkulu, 9-10 Sep 2003. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. hlm 245-260.

Maramba DF. 1978. Biogas and waste recycling: The Philippine Experience
Maya Farms Division, Liberty Flour Mills, Inc. Metro Manila. Philippines: Maya
Farms.

Minami K. 1997. How to achieve sustainable agriculture. Di dalam: Appropriate


Use of Inputs for Sustainable Agriculture. Tokyo: Asian Productivity
Organization. hlm 86-108.

Mulyono S. 2005. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Jakarta: Penebar


Swadaya.

Musnamar EI. 2003. Pupuk Organik: Cair&Padat, Pembuatan, Aplikasi. Jakarta:


Penebar Swadaya.

Nicholson W. 1994. Teori Ekonomi Mikro Prinsip Dasar dan Pengembangannya.


PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Pasaribu P. 2007. Analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi


produksi usahatani wortel di kabupaten tegal: kasus di Desa Rembul,
Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah [skripsi]. Bogor:
Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Ramadhani ES. 2001. Analisis pendapatan dan efisiensi faktor produksi pada
usahatani tomat Desa Alamendah, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung,
Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Ratnawati N. 2002. Kajian kelayakan finansial pengembangan usaha peternakan


sapi dan kambing perah di Pesantren Darul Fallah, Ciampea Bogor [skripsi].
Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

Reijntjes C, Haver K, Bertus, Bayer AW. 1999. Pertanian Masa Depan.


Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah.
Terjemahan dari: Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA).

Righby D, Caceres D. 2001. Organic farming and the sustainability of


agricultural system. J Agric Syst 68:21-40.

RIRDC. 2002. Introduction: what is an integrated biosystem? Di dalam:


Warburton K, Pillai-McGarry U, Ramage D, editor. Integrated Biosystems for
Sustainable Development. Proceedings of the INFORM 2000 National
Workshop on Integrated Food Production and Resource Management.
Queensland: RIRDC. hlm 1.

Rodriguez L, Preston TR, Nguyen Van Lai. 1998. Integrated farming system for
efficient use of local resources. http://www.ias.unu.edu/proceedings.html [11
Mei 2007].

Romli U. 2000. Melirik Kembali Peran Petani, Swasembada Pangan bagi Petani
Hanya Mimpi. http://www.pikiran-rakyat.com/2001/0200/17/09170105.html [15
Mar 2007].

Rosario BPD, Lorica MV. 1997. Current status of input application to sustainable
agriculture in asia pasific region. Di dalam: Appropriate Use of Inputs for
Sustainable Agriculture. Tokyo: Asian Productivity Organization. hlm 29-48.

Rukmini. 1999. Keragaan dan peranan pengembangan agribisnis melalui


lembaga mandiri yang mengakar di masyarakat (LM3) studi kasus pada
Pondok Pesantren Al-Ittifaq, Kampung Ciburial, Desa Alam Endah,
Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung [skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sahidu S. 1983. Kotoran Ternak Sebagai Sumber Energi. Jakarta: Dewaruci


Press.
Sevilleja RC. 1980. Economic analysis of integrated pig-fish farming operations in
the Philippines. Di dalam: Aquaculture Economics Research in Asia.
Proceedings of a workshop; Singapura, 2-5 Jun 1981. IDRC-193, hlm 75-81.

Shanner WW, Philipp PF, Schmehl WR. 1982. Farming Systems Research and
Development: guidelines for developing countries. Boulder: Westview.

Soeharjo A, Patong D. 1973. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor: Fakultas


Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Soeseno S. 1982. Pemeliharaan Ikan Mujair. Jakarta: CV. Yasaguna.

Sudono A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Pernah. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Susanto H. 2005. Mengubah Lahan Kritis Menjadi Kolam Produktif. Jakarta:


Penebar Swadaya.

Sutanto R. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan


Berkelanjutan. Yogyakarta: Kanisius.

Suwandi. 2005. Keberlanjutan usahatani pola padi sawah-sapi potong terpadu di


Kabupaten Sragen: pendekatan RAP-CLS [disertasi]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Taj-Uddin M, Talukder RK. 1997. Business analysis of farm households


practising crop-cattle-poultry-fish farming systems in a selected area of
bangladesh. Banglad J Agric Econs XX 1:97-105.

Thahir M. 1982. Tumpang Gilir: Multiple Cropping. Jakarta: CV. Yasaguna.

Vidiayanti A. 2004. Analisis pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor


produksi pada usaha peternakan sapi perah studi kasus Kawasan Usaha
Peternakan (KUNAK) sapi perah di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Wicaksono D. 2006. Analisis pendapatan usahatani dan optimalisasi pola tanam


sayuran di Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa
Barat [skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Williamson G, Payne WJA. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Darmadja, SGND, penerjemah; Djagra IB, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. Terjemahan dari: an Introduction to Animal Husbandry in
The Tropics 3rd Edition.

Yusdja Y, Kariyasa K, Pasandaran E. 2005. Struktur usaha dan pendapatan


berbasis skala usaha. Di dalam: Pasandaran E, Fagi AM, Kasryno F, editor.
Integrasi Tanaman-Ternak di IndonesiaI. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. hlm 203-224.
Lampiran 1 Perencanaan Penggunaan Lahan Pondok Pesantren Al-Ittifaq
(sumber: Ponpes Al-Ittifaq)

Bulan ke-
Lahan Luasan
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 1 Ha wortel wortel wortel

1.5 Ha tomat tomat tomat


2
1.5 Ha cabai cabai cabai

3 3 Ha wortel buncis wortel

4 1 Ha bw. daun cabai bw. daun

5 1 Ha kubis buncis kubis buncis

6 1 Ha kubis bw. daun kubis bw. daun

4 Ha tel wortel wortel wor-

2 Ha kubis bw. daun kubis cabai

Total 16 Ha

Keterangan :

: Panen
: Bera (1 minggu dan penanaman 1 minggu)
Lampiran 2 Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Kondisi 1 Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun
Harga Jumlah Nilai
No Komponen
(Rp/Satuan) (Sat. per Thn) (Rp per Tahun)
A PENERIMAAN TUNAI
1 Penjualan Tunai (kg)
- Penjualan wortel 2.500,00 132.871,77 332.179.435,48
- Penjualan tomat grade A 2.500,00 110.727,46 276.818.649,19
- Penjualan tomat grade B 1.750,00 36.909,15 64.591.018,15
- Penjualan buncis 3.000,00 54.108,31 162.324.919,35
- Penjualan cabai 8.000,00 20.192,74 161.541.935,48
- Penjualan bawang daun 7.000,00 27.857,74 195.004.193,55
- Penjualan kubis 1.500,00 40.650,40 60.975.604,84
Total penjualan tunai 423.317,58 1.192.460.151,21
2 Penjualan wortel ke petani 1.800,00 16.785,10 30.213.180,00
Total penerimaan tunai 1.222.673.331,21
B PENERIMAAN TIDAK TUNAI
3 Yang dikonsumsi santri (kg)
Wortel 1.500,00 56.022,48 84.033.726,75
Tomat 900,00 6.207,94 5.587.149,19
Buncis 600,00 6.464,23 3.878.540,39
Bawang daun 3.000,00 14.543,26 43.629.779,69
Cabai 4.700,00 27.084,31 127.296.279,00
Kubis 300,00 22.548,16 6.764.447,69
Total yang dikonsumsi santri 271.189.922,71
4 Yang dikonsumsi untuk tamu (kg)
Wortel 2.500,00 191.474,84 478.687.099,52
Bawang daun 3.000,00 17.477,07 52.431.221,70
Kubis 7.000,00 135.768,74 950.381.152,69
Buncis 8.000,00 8.788,92 70.311.345,12
Cabai 1.500,00 73.166,32 109.749.476,97
Total yang dikonsumsi tamu 1.661.560.296,00
5 Afkir yang jadi pakan ternak (kg)
Wortel 25,00 18.674,16 466.854,04
Tomat 25,00 3.549,27 88.731,79
Buncis 25,00 2.400,12 60.002,97
Total afkir untuk pakan ternak 24.623,55
6 Afkir yang jadi pakan ikan (kg)
Kubis 25,00 7.893,98 197.349,38
Bawang daun 25,00 3.367,80 84.194,90
Total afkir untuk pakan ikan 11.261,77 281.544,28
7 Brangkasan (kg)
Wortel 25,00 23.942,60 598.564,89
Tomat 25,00 26.568,00 664.200,00
Buncis 25,00 66.943,80 1.673.595,00
Cabai 25,00 28.080,00 702.000,00
Total brangkasan 145.534,40 3.638.359,89
8 Yang digunakan sbg bibit (kg)
Bawang daun 1.800,00 24.000,00 43.200.000,00
Total penerimaan tidak tunai 1.980.485.711,68
TOTAL PENERIMAAN 3.203.159.042,89
C BIAYA TUNAI
1 Benih
- Wortel (kg) 30.000,00 374,22 11.226.600,00
- Tomat (pak) 40.000,00 40,50 1.620.000,00
- Buncis (kg) 15.000,00 135,00 2.025.000,00
- Cabai (pak) 3.400,00 2.423,52 8.239.968,00
- Kubis (gram) 28.000,00 89,10 2.494.800,00
Total Pembelian Benih 25.606.368,00
2 Pupuk Kimia (kg)
- Urea 2.000,00 3.870,72 7.741.440,00
- TSP 2.200,00 2.340,90 5.149.980,00
- KCl 2.500,00 3.344,22 8.360.550,00
- ZA 2.400,00 1.485,00 3.564.000,00
- SP-36 3.000,00 605,88 1.817.640,00
Total Pembelian Pupuk Kimia 26.633.610,00
3 Pestisida (liter)
- Cinabat 6.500,00 2.600,00 16.900.000,00
- Inabat 11.000,00 1.800,00 19.800.000,00
- Betapur 12.000,00 900,00 10.800.000,00
Total Pembelian Pestisida 5.300,00 47.500.000,00
4 Biaya lain
- Bambu (batang) 500,00 4.750 2.375.000,00
- Mulsa (meter) 1.500,00 135 202.500,00
- Kapur tani (kg) 400,00 3.000 1.200.000,00
- Sewa lahan Gambung (Hektar) 500.000,00 6 3.000.000,00
- Kemasan 24.000.000,00
- Ongkos pengiriman 120.000.000,00
Total Biaya Lain 150.777.500,00
5 Pembelian tomat (kg) 900,00 33.570,20 30.213.180,00
Total Biaya Tunai 280.730.658,00
D BIAYA TIDAK TUNAI
1 Tenaga kerja santri (JOK) 2.500,00 63.890,00 159.725.000,00
2 Biaya Lain
- Penyusutan Alat 6.054.833,33
- Sewa lahan (Hektar) 500.000,00 10 5.000.000,00
Total Biaya Lain 11.054.833,33
3 Pupuk Organik
- Pupuk kompos (liter) 56,63 65.577,60 3.713.659,49
- Pupuk daun (kg) 1.395,89 2.827,44 3.946.795,22
- Pupuk kandang (Hektar) 100,00 170.002,80 17.000.280,00
Total Pupuk Organik 24.660.734,71
Total Biaya Tidak Tunai 195.440.568,04
TOTAL BIAYA 476.171.226,04
E Pendapatan atas biaya total 2.726.987.816,85
F Pendapatan atas biaya tunai 2.922.428.384,89
G R/C atas biaya total 6,73
H R/C atas biaya tunai 11,41
Lampiran 3 Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Kondisi 2 Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun
Harga Jumlah Nilai
No Komponen
(Rp/Satuan) (Sat. per Thn) (Rp per Tahun)
A PENERIMAAN TUNAI
1 Penjualan ke swalayan (kg)
- Penjualan wortel 2.500,00 132.871,77 332.179.435,48
- Penjualan tomat grade A 2.500,00 110.727,46 276.818.649,19
- Penjualan tomat grade B 1.750,00 36.909,15 64.591.018,15
- Penjualan buncis 3.000,00 54.108,31 162.324.919,35
- Penjualan cabai 8.000,00 20.192,74 161.541.935,48
- Penjualan bawang daun 7.000,00 27.857,74 195.004.193,55
- Penjualan kubis 1.500,00 40.650,40 60.975.604,84
Total penjualan sayuran ke swalayan 423.317,58 1.192.460.151,21
2 Penjualan wortel ke petani 1.800,00 16.785,10 30.213.180,00
3 Penjualan Sayuran Afkir (kg)
- Wortel 25,00 18.674,16 1.400.562,11
- Tomat 25,00 3.549,27 266.195,38
- Buncis 25,00 2.400,12 180.008,91
- Kubis 25,00 7.893,98 592.048,14
- Bawang daun 25,00 3.367,80 252.584,70
Total Sayuran Afkir 35.885,32 2.691.399,25
4 Penjualan Brangkasan (kg)
- Wortel 25,00 23.942,60 1.795.694,67
- Tomat 25,00 26.568,00 1.992.600,00
- Buncis 25,00 66.943,80 5.020.785,00
- Cabai 25,00 28.080,00 2.106.000,00
Total Brangkasan 145.534,40 10.915.079,67
Total Penerimaan Tunai 1.236.279.810,13
B PENERIMAAN TIDAK TUNAI
1 Yang dikonsumsi santri (kg)
- Wortel 1.500,00 1.575 2.362.500,00
- Tomat 600,00 391,50 234.900,00
- Buncis 600,00 515 309.000,00
- Cabai 4.700,00 525 2.467.500,00
- Bawang daun 3.000,00 246 738.000,00
- Kubis 300,00 504 151.200,00
Total Yang Dikonsumsi 3.756,50 6.263.100,00
2 Yang dikonsumsi untuk tamu (kg)
- Wortel 2.500,00 191.474,84 478.687.099,52
- Bawang daun 3.000,00 17.477,07 52.431.221,70
- Kubis 7.000,00 135.768,74 950.381.152,69
- Buncis 8.000,00 8.788,92 70.311.345,12
- Cabai 1.500,00 73.166,32 109.749.476,97
Total yang dikonsumsi tamu 1.661.560.296,00
3 Yang digunakan sbg bibit (kg)
- Bawang daun 3.000,00 27.000 81.000.000,00
Total Yang Dijadikan Bibit 27.000 81.000.000,00
Total Penerimaan Tidak Tunai 1.975.950.218,71
TOTAL PENERIMAAN 3.212.230.028,84
C BIAYA TUNAI
1 Benih
- Wortel (kg) 30.000,00 374,22 11.226.600,00
- Tomat (pak) 40.000,00 40,50 1.620.000,00
- Buncis (kg) 15.000,00 135,00 2.025.000,00
- Cabai (pak) 3.400,00 2.423,52 8.239.968,00
- Kubis (gram) 28.000,00 89,10 2.494.800,00
Total Pembelian Benih 25.606.368,00
2 Pupuk Kimia (kg)
- Urea 2.000,00 3.870,72 7.741.440,00
- TSP 2.200,00 2.340,90 5.149.980,00
- KCl 2.500,00 3.344,22 8.360.550,00
- ZA 2.400,00 1.485,00 3.564.000,00
- SP-36 3.000,00 605,88 1.817.640,00
Total Pembelian Pupuk Kimia 26.633.610,00
3 Pupuk Organik
- Pupuk kandang 100,00 1.040.000 104.000.000,00
- Pupuk kompos 140,00 520.000 72.800.000,00
Total Pembelian Pupuk Organik 176.800.000,00
4 Pestisida (liter)
- Cinabat 6.500,00 2.600,00 16.900.000,00
- Inabat 11.000,00 1.800,00 19.800.000,00
- Betapur 12.000,00 900,00 10.800.000,00
Total Pembelian Pestisida 47.500.000,00
5 Biaya lain
- Bambu (batang) 500,00 4.750 2.375.000,00
- Mulsa (meter) 1.500,00 135 202.500,00
- Kapur tani (kg) 400,00 3.000 1.200.000,00
- Sewa lahan Gambung (Hektar) 500.000,00 6 3.000.000,00
- Kemasan 2.000.000 12 24.000.000,00
- Ongkos pengiriman 1.000.000 12 120.000.000,00
Total Biaya Lain 150.777.500,00
Total Biaya Tunai 427.317.478,00
D BIAYA TIDAK TUNAI
1 Tenaga kerja santri (JOK) 2.500,00 63.890,00 159.725.000,00
2 Biaya Lain
- Penyusutan Alat 6.054.833,33
- Sewa lahan (Hektar) 500.000,00 10 5.000.000,00
Total Biaya Lain 11.054.833,33
Total Biaya Tidak Tunai 170.779.833,33
TOTAL BIAYA 598.097.311,33
E Pendapatan atas biaya total 2.614.132.717,51
F Pendapatan atas biaya tunai 2.784.912.550,84
G R/C atas biaya total 5,37
H R/C atas biaya tunai 7,52
Lampiran 4 Analisis Pendapatan Usahatani Ternak Kondisi 1 Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun
Harga Jumlah Nilai
No Komponen
(Rp/Satuan) (Sat. per Thn) (Rp per Tahun)
A PENERIMAAN TUNAI
1 Penjualan susu (liter) 1.500,00 30.300 45.450.000,00
2 Penjualan ternak (ekor)
- Penjualan sapi afkir 6.000.000,00 5 30.000.000,00
- Penjualan sapi pedet 3.000.000,00 5 15.000.000,00
- Penjualan domba 350.000,00 20 7.000.000,00
Total Penjualan Ternak 52.000.000,00
Total Penerimaan Tunai 97.450.000,00
B PENERIMAAN TIDAK TUNAI
1 Susu yang dikonsumsi pedet (lt) 1.500,00 360 540.000,00
2 Pupuk organik
- Pupuk kompos 56,63 65.577,60 3.713.659,49
- Pupuk daun 1.395,89 2.827,44 3.946.795,22
- Pupuk kandang 100,00 170.005,80 17.000.580,00
Total Pupuk Organik 24.661.034,71
Total Penerimaan Tidak Tunai 25.201.034,71
TOTAL PENERIMAAN 122.651.034,71
C BIAYA TUNAI
1 Biaya pakan konsentrat (kg) 800,00 18.250 14.600.000,00
2 Inseminasi buatan (kali) 25.000,00 50 1.250.000,00
3 Biaya pemerahan
- Vaseline (cup) 30.000,00 24 720.000,00
- Ongkos angkut susu (bulan) 300.000,00 12 3.600.000,00
Total Biaya Pemerahan 4.320.000,00
4 Pembuatan pupuk daun
- Daun kirinyuh (kg) 300,00 840 252.000,00
- Gula (kg) 2.000,00 56 112.000,00
- Terasi (kg) 6.000,00 56 336.000,00
- NPK (kg) 3.600,00 280 1.008.000,00
- MFA (liter) 20.000,00 56 1.120.000,00
Total B. Tunai Pembuatan P. Daun 2.828.000,00
5 Pembuatan pupuk kompos
- MFA (liter) 20.000,00 203,10 4.062.000,00
Total Biaya Tunai 27.060.000,00
D BIAYA TIDAK TUNAI
1 Tenaga kerja santri (JOK) 2.500,00 3.467,50 8.668.750,00
2 Pembuatan pupuk daun
- Pupuk kandang (kg) 100,00 1.680 168.000,00
- Tenaga kerja (JOK) 2.500,00 365 912.500,00
Total B. Tdk Tunai Pemb. P. Daun 1.080.500,00
3 Pembuatan pupuk kompos
- Pupuk kandang (kg) 100,00 15.386,40 1.538.640,00
- Tenaga kerja (JOK) 2.500,00 365 912.500,00
Total B. Tdk Tunai Pemb. P. Kompos 2.451.140,00
4 Biaya pakan hijauan (kg)
- Sayuran afkir 25,00 818,51 20.462,75
- Brangkasan 25,00 136.418,75 3.410.468,75
- Rumput hijauan 25,00 136.418,75 3.410.468,75
Total Biaya Pakan Hijauan 273.656,01 6.841.400,25
5 Biaya penyusutan 1.053.500,00
6 Sewa lahan milik (Hektar) 0,25 500.000 125.000,00
Total Biaya Tidak Tunai 20.220.290,25
TOTAL BIAYA 47.280.290,25
E Pendapatan atas biaya total 75.370.744,46
F Pendapatan atas biaya tunai 95.591.034,71
G R/C atas biaya total 2,59
H R/C atas biaya tunai 4,53
Lampiran 5 Analisis Pendapatan Usahatani Ternak Kondisi 2 Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun
Harga Jumlah Nilai
No Komponen
(Rp/Satuan) (Sat. per Thn) (Rp per Tahun)
A PENERIMAAN TUNAI
1 Penjualan susu (liter) 1.500,00 30.300 45.450.000,00
2 Penjualan ternak (ekor)
- Penjualan sapi afkir 6.000.000,00 5 30.000.000,00
- Penjualan sapi pedet 3.000.000,00 5 15.000.000,00
- Penjualan domba 350.000,00 20 7.000.000,00
Total Penjualan Ternak 30 52.000.000,00
3 Pupuk kandang (kg) 100,00 177.324,57 17.732.456,80
Total Penerimaan Tunai 115.182.456,80
B PENERIMAAN TIDAK TUNAI
1 Susu yang dikonsumsi pedet (lt) 1.500,00 360 540.000,00
Total Penerimaan Tidak Tunai 540.000,00
TOTAL PENERIMAAN 115.722.456,80
C BIAYA TUNAI
1 Biaya pakan konsentrat (kg) 800,00 18.250 14.600.000,00
2 Inseminasi buatan (kali) 25.000,00 50 1.250.000,00
3 Biaya pemerahan
Vaseline (cup) 30.000,00 24 720.000,00
Ongkos angkut susu (bulan) 300.000,00 12 3.600.000,00
Total Biaya Pemerahan 4.320.000,00
Total Biaya Tunai 20.170.000,00
D BIAYA TIDAK TUNAI
1 Tenaga kerja santri (JOK) 2.500,00 3.467,50 8.668.750,00
2 Biaya pakan hijauan (kg)
Rumput hijauan 75,00 273.656,01 20.524.200,75
Total Biaya Pakan 20.524.200,75
3 Biaya penyusutan 1.053.500,00
4 Sewa lahan milik (Hektar) 0,25 500.000 125.000,00
Total Biaya Tidak Tunai 30.371.450,75
TOTAL BIAYA 50.541.450,75
E Pendapatan atas biaya total 65.181.006,05
F Pendapatan atas biaya tunai 95.552.456,80
G R/C atas biaya total 2,29
H R/C atas biaya tunai 5,74
Lampiran 6 Analisis Pendapatan Usahatani Ikan Kondisi 1 Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun
Harga Jumlah Nilai
No Komponen
(Rp/Satuan) (Sat. per Thn) (Rp per Tahun)
A PENERIMAAN TIDAK TUNAI
1 Ikan mujair yang dikonsumsi (kg) 10.000,00 19,20 192.000,00
2 Ikan lele yang dikonsumsi (kg) 12.000,00 96,00 1.152.000,00
Penerimaan Tidak Tunai 1.344.000,00
TOTAL PENERIMAAN 1.344.000,00
B BIAYA TUNAI
1 Bibit (ekor)
Mujair 350,00 480,00 168.000,00
Lele 400,00 600,00 240.000,00
Total Biaya Bibit 408.000,00
2 Pupuk Kimia (kg)
TSP 2.200,00 0,50 1.100,00
Urea 2.000,00 0,50 1.000,00
Total Biaya Pupuk Kimia 2.100,00
Total Biaya Tunai 410.100,00
C BIAYA TIDAK TUNAI
1 Tenaga kerja santri (JOK) 2.500,00 247,00 617.500,00
2 Penyusutan 50.000,00
3 Pakan sayuran afkir (kg) 25,00 11.261,77 281.544,28
4 Pupuk kandang (kg) 100,00 3,00 300,00
Total Biaya Tidak Tunai 949.344,28
TOTAL BIAYA 1.359.444,28
D Pendapatan atas biaya total -15.444,28
E Pendapatan atas biaya tunai 933.900,00
F R/C atas biaya total 0,99
G R/C atas biaya tunai 3,28
Lampiran 7 Analisis Pendapatan Usahatani Ikan Kondisi 2 Pondok
Pesantren Al-Ittifaq untuk Satu Tahun
Harga Jumlah Nilai
No Komponen
(Rp/Satuan) (Sat. per Thn) (Rp per Tahun)
A PENERIMAAN TIDAK TUNAI
1 Ikan mujair yang dikonsumsi (kg) 10.000,00 19,20 192.000,00
2 Ikan lele yang dikonsumsi (kg) 12.000,00 96,00 1.152.000,00
Penerimaan Tidak Tunai 1.344.000,00
TOTAL PENERIMAAN 1.344.000,00
B BIAYA TUNAI
1 Bibit (ekor)
- Mujair 350,00 480,00 168.000,00
- Lele 400,00 600,00 240.000,00
Total Biaya Bibit 408.000,00
2 Pakan sayuran afkir 75,00 11.261,77 844.632,84
3 Pupuk Kimia (kg)
- TSP 2.200,00 0,50 1.100,00
- Urea 2.000,00 0,50 1.000,00
Total Biaya Pupuk Kimia 2.100,00
4 Pupuk kandang (kg) 100,00 3,00 300,00
Total Biaya Tunai 1.255.032,84
C BIAYA TIDAK TUNAI
1 Tenaga kerja santri (JOK) 2.500,00 247,00 617.500,00
2 Penyusutan 50.000,00
Total Biaya Tidak Tunai 667.500,00
TOTAL BIAYA 1.922.532,84
D Pendapatan atas biaya total -578.532,84
E Pendapatan atas biaya tunai 88.967,16
F R/C atas biaya total 0,70
G R/C atas biaya tunai 1,07
Lampiran 8 Penggunaan Tenaga Kerja pada Usahatani Sayuran per Musim Tanam

Hari Kerja per Komoditas per Hektar (HOK/hektar) Jam Kerja per Komoditas per Hektar (JOK/hektar)
Uraian
Bawang Bawang
Wortel Tomat Cabai Kubis Buncis Wortel Tomat Cabai Kubis
daun daun
Pembibitan/penyemaian
a. semai+persiapan bibit 0 20 20 20 15 0 0 80 80 80 60
b. pemeliharaan 20 10 10 0 10 0 80 40 40 0 40
Pengolahan tanah 80 100 100 80 70 40 320 400 400 320 280
Pemupukan I dan pengapuran 0 35 35 25 30 65 0 140 140 100 120
Penanaman
a. pembuatan bedengan 30 35 35 30 30 30 120 140 140 120 120
b. pembuatan lubang tanam/alur 15 10 10 10 15 10 60 40 40 40 60
c. pemasangan mulsa 0 25 25 0 0 25 0 100 100 0 0
d. penanaman 35 40 40 35 40 30 140 160 160 140 160
Pemeliharaan
a. penyiangan 2 3 3 2 2 3 8 12 12 8 8
b. pemupukan susulan 0 30 30 0 0 35 0 120 120 0 0
c. pemasangan ajir 0 30 30 0 0 30 0 120 120 0 0
d. penyemprotan pestisida 10 10 10 5 5 5 40 40 40 20 20
e. pemangkasan/perempelan 0 7 7 0 0 0 0 28 28 0 0
f . penyulaman 0 5 5 0 0 5 0 20 20 0 0
Panen 70 65 60 50 55 60 280 260 240 200 220
Total 262 425 420 257 272 338 1048 1700 1680 1028 1088
Keterangan: 1 HOK = 4 jam
Lampiran 9 Biaya Penyusutan Alat-alat Usahatani Ternak

Harga Beli per unit Nilai Awal Nilai Sisa Umur Pakai Penyusutan per Tahun Penyusutan per Bulan
No Komponen Jumlah
(Rp) (Rp) (Rp) (tahun) (Rp) (kg)
1 SAPI
Kandang induk 1 700.000,00 700.000,00 0,00 10,00 70.000,00 5.833,33
Kandang pedet 1 500.000,00 500.000,00 0,00 10,00 50.000,00 4.166,67
Milk Can 2 400.000,00 800.000,00 200.000,00 6,00 100.000,00 8.333,33
Ember 4 10.000,00 40.000,00 0,00 1,00 40.000,00 3.333,33
Gerobak 2 70.000,00 140.000,00 0,00 2,00 70.000,00 5.833,33
Sikat 2 3.500,00 7.000,00 0,00 1,00 7.000,00 583,33
Sepatu boot 8 30.000,00 240.000,00 0,00 3,00 80.000,00 6.666,67
Sabit 2 8.500,00 17.000,00 0,00 0,50 34.000,00 2.833,33
Garpu 2 26.000,00 52.000,00 0,00 0,50 104.000,00 8.666,67
Biaya Penyusutan 555.000,00 46.250,00
2 KAMBING
Kandang 2 750.000,00 1.500.000,00 0,00 10,00 150.000,00 12.500,00
Sekop 3 26.000,00 78.000,00 0,00 3,00 26.000,00 2.166,67
Gerobak 2 70.000,00 140.000,00 0,00 2,00 70.000,00 5.833,33
Sepatu boot 4 30.000,00 120.000,00 0,00 3,00 40.000,00 3.333,33
Sikat 3 3.500,00 10.500,00 0,00 1,00 10.500,00 875,00
Ember 3 10.000,00 30.000,00 0,00 1,00 30.000,00 2.500,00
Sabit 4 8.500,00 34.000,00 0,00 0,50 68.000,00 5.666,67
Garpu 2 26.000,00 52.000,00 0,00 0,50 104.000,00 8.666,67
Biaya Penyusutan 498.500,00 41.541,67
Total Biaya Penyusutan 1.053.500,00 87.791,67

Anda mungkin juga menyukai