Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KELOMPOK 1

MAKALAH IMPLEMENTASI
SISTEM INFORMASI KESEHATAN DI PUSKESMAS
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Sistem Informasi Kesehatan

Disusun Oleh
Kelompok 5 (C1) :

1. Eli Zulaili (195401426181)


2. Kiki Widiasari (195401426197)
3. Lusi Tania (195401426191)
4. Erry Dwi Pramesti (195401426197)

PRODI D-IV KEBIDANAN


UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunianya
yang telah memberikan kami kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “Sistem Informasi Kesehatan“ tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang setia
sampai akhir jaman.
Pembahasan di dalam makalah ini adalah tentang sistem informasi
kesehatan. Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi
kepada para pembaca tentang sistem informasi kesehatan, sehingga kedepannya
akan menjadi lebih baik lagi.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu kami mohon maaf atas segala kekurangan. Akhir kata,
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun akan selalu
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa meridhai segala urusan kita. Amin.

Tangerang, 23 April 2020

Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Berkembangnya teknologi sistem informasi, maka penyajian
informasi yang cepat dan efisien sangat dibutuhkan oleh setiap orang.
Perkembangan teknologi yang semakin pesat saat ini menuntut diubahnya
pencatatan manual menjadi sistem yang terkomputerisasi. Demikian juga
halnya pembayaran pasien pada suatu Puskesmas. Puskesmas sebagai salah
satu institusi pelayanan umum di bidang kesehatan membutuhkan
keberadaan suatu sistem informasi yang akurat, handal, serta cukup
memadai untuk meningkatkan pelayanannya kepada pasien serta lingkungan
yang terkait lainnya. Sistem informasi puskesmas digunakan untuk
mempermudah dalam pengelolaan data pada puskesmas. Sistem ini
seharusnya sudah menggunakan metode komputerisasi. Karena dengan
menggunakan metode komputerisasi, proses penginputan data, proses
pengambilan data maupun proses pembaruan data menjadi sangat mudah,
cepat dan akurat.
Internet merupakan jaringan komputer yang dapat menghubungkan
perusahaan dengan domain publik, seperti individu, komunitas, institusi,
dan organisasi. Jalur ini merupakan jalur termurah yang dapat digunakan
institusi untuk menjalin komunikasi efektif dengan konsumen. Mulai dari
tukar menukar data dan informasi sampai dengan transaksi pembayaran
dapat dilakukan dengan cepat, murah dan mudah melalui internet.
Kecepatan evolusi teknologi informasi dalam memanfaatkan internet
untuk mengembangkan jaringan dalam manajemen database sangat
ditentukan oleh kesiapan manajemen dan ketersediaan sumber daya yang
memadai. Namun evolusi tersebut bukan pula berarti bahwa institusi yang
bersangkutan harus secara sekuensial mengikuti tahap demi tahap yang
ada, namun bagi mereka yang ingin menerapkan manajemen
databasedengan “aman” dan “terkendali”, alur pengembangan aplikasi
secara bertahap merupakan pilihan yang baik.
Sistem informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan informasi
diseluruh seluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka
penyelengggaraan pelayanan kepada masyarakat. Parturan
perundangundangan yang menyebutkan sistem informasi kesehatan adalah
Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi
desentralisasi bidang kesehatan dan Kepmenkes Nomor
932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang petunjuk pelaksanaan pengembangan
sistem laporan informasi kesehatan kabupaten/kota. Hanya saja dari isi
kedua Kepmenkes mengandung kelemahan dimana keduanya hanya
memandang sistem informasi kesehatan dari sudut padang menejemen
kesehatan, tidak memanfaatkan state of the art teknologi informasi serta
tidak berkaitan dengan sistem informasi nasional. Teknologi informasi dan
komunikasi juga belum dijabarkan secara detail sehingga data yang
disajikan tidak tepat dan tidak tepat waktu.
Sistem Informasi Kesehatan (SIK) adalah integrasi antara perangkat,
prosedur dan kebijakan yang digunakan untuk mengelola siklus informasi
secara sistematis untuk mendukung pelaksanaan manajemen kesehatan yang
terpadu dan menyeluruh dalam kerangka pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Dalam literature lain menyebutkan bahwa SIK adalah suatu
sistem pengelolaan data dan informasi kesehatan di semua tingkt
pemerintahan secara sistematis dan terintegrasi untuk mendukung
manajemen kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat.
Informasi kesehatan puskesmas selalu diperlukan dalam pembuatan
program kesehatan mulai dari analisis situasi, penentuan prioritas,
pembuatan alternatif solusi, pengembangan program, pelaksanaan dan
pemantauan hingga proses evaluasi terhadap pelaksanaan program-program
kesehatan terutama di lingkup puskesmas.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
a. Apa saja langkah – langkah penerapan dan penyebaran SIK di
Puskesmas?
b. Apa saja hambatan dan tantangan SIK?
c. Upaya apa yang dilakukan untuk penguatan SIK?
d. Apa monitoring dan evaluasi SIK di puskesmas?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui langkah – langkah penerapan dan penyebaran SIK di
Puskesmas
b. Untuk mengetahui hambatan dan tantangan SIK
c. Untuk mengetahui upaya apa yang dilakukan untuk penguatan SIK
d. Untuk mengetahui monitoring dan evaluasi SIK di puskesmas
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian SIK


Di dalam peraturan pemerintah RI no.46 tahun 2014 tentang sistem
informasi kesehatan, disebutkan bahwa suatu sistem informasi kesehatan
adalah seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi, indikator,
prosedur, perangkat, teknologi dan sumber daya manusia yang saling
berkaitan dan dikelola secara terpadu untuk mengarahkan tindakan atau
keputusan yang berguna dalam mendukung pembangunan kesehatan. Dan
untuk mendukung penyelenggaran pembangunan kesehatan tersebut,
diperlukan data, informasi dan indikator kesehatan yang dikelola dalam
sistem informasi kesehatan.
Pada hakekatnya pembangunan kesehatan merupakan upaya yang
dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang, agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya dapat terwujud, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya
manusia yang produktif.
Menurut WHO dalam buku design and implementation of health
information system, sistem informasi kesehatan tidak dapat berdiri sendiri,
melainkan sebagai bagian dari suatu sistem kesehatan. Suatu sistem
informasi kesehatan yang efektif memberikan dukungan informasi bagi
proses pengambilan keputusan di semua jenjang. Sistem informasi harus
dijadikan sebagai alat yang efektif bagi manajemen.
Penggunaan informasi kesehatan dilaksanakan untuk memperoleh manfaat
langsung atau tidak langsung sebagai pengetahuan untuk mendukung
pengelolaan, pelaksanaan, dan pengembangan pembangunan kesehatan dan
informasi yang didapat harus bersumber dari informasi yang akurat yang
dilaksanakan untuk penyusunan kebijakan, perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi pembangunan
kesehatan. Selain itu penggunaannya harus menaati ketentuan tentang :
1. Kerahasiaan Informasi
2. Hak atas kekayaan intelektual yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Adapun tujuan untuk mewujudkan penyelenggaraan sistem
informasi kesehatan yang berdaya guna dan berhasil guna memiliki arti
yang sama dengan tujuan mendukung proses kerja pemerintah, pemerintah
daerah, dan fasilitas pelayanan kesehatan dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang efektif dan efisien. Penyelenggaraan sistem
informasi kesehatan itu juga merupakan bentuk pertanggungjawaban
instansi terhadap penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

2.2 Pengertian Sistem Informasi Puskesmas


Sistem informasi merupakan bagian penting dalam suatu organisasi,
termasuk Puskesmas. System informasi manajemen puskesmas (SIMPUS)
merupakan suatu tatanan atau peralatan yang menyediakan informasi untuk
membantu proses manajemen puskesmas dalam mencapai sasaran
kegiatannya.
Simpus diharapkan dapat meningkatkan manajemen puskesmas
secara lebih berhasilguna dan berdayaguna melalui pemanfaatan secara
optimal dari system pencatatan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP).
Simpus merupakan prosedur pemrosesan data berdasarkan teknologi
informasi dan diintegrasikan dengan prosedur manual dan prosedur yang
lain untuk mengahasilkan informasi yang tepat waktu dan efektif untuk
mendukung proses pengambilan keputusan manajemen.

2.3 Langkah – langkah penerapan dan penyebaran SIK di Puskesmas


Untuk mengatasi kekurangan dan ketidakkompakan dari badan
kesehatan di Indonesia maka dibentuklah sistem informasi kesehatan.
Dalam melakukan pengembangan sistem informasi secara umum, ada
beberapa konsep dasar yang harus dipahami oleh para pembuat rancang
bangun sistem informasi, yaitu antara lain :
1. Sistem informasi tidak identik dengan sistem komputerisasi.
Pada dasarnya sistem informasi tidak bergantung pada
penggunaan teknologi komputer. Sistem informasi yang dimaksud
disini adalah sistem informasi yang berbasis komputer. Hal-hal yang
penting dalam pemanfaatan teknologi komputer/informasi dalam suatu
sistem informasi suatu organisasi adalah :
a. Pengambilan keputusan yang tidak dilandasi dengan
informasi.
b. Informasi yang tersedia tidak relevan.
c. Informasi yang ada tidak dimanfaatkan oleh manajemen.
d. Informasi yang ada tidak tepat waktu.
e. Terlalu banyak informasi.
f. Informasi yang tersedia tidak akurat.
g. Adanya duplikasi data (redundancy).
h. Adanya data yang cara pemanfaatannya tidak fleksibel
2. Sistem informasi organisasi adalah suatu sistem yang dinamis
Dinamika sistem informasi dalam suatu organisasi sangat
ditentukan oleh dinamika perkembangan organisasi tersebut. Oleh
karena itu perlu disadari bahwa pengembangan sistem informasi tidak
pernah berhenti.
3. Sistem informasi sebagai suatu sistem harus mengikuti siklus hidup
sistem.
Sistem informasi memiliki umur layak guna, maksudnya
panjang pendeknya umur layak guna sistem informasi ditentukan oleh:
a. Makin cepat organisasi tersebut berkembang, maka kebutuhan
informasi juga akan berkembang sedemikian rupa sehingga sistem
informasi yang sekarang digunakan sudah tidak lagi memenuhi
kebutuhan organisasi tersebut.
b. Perkembangan teknologi informasi yang cepat menyebabkan
perangkat keras maupun perangkat lunak yang digunakan untuk
mendukung beroperasinya sistem informasi tidak bisa berfungsi
secara efisien dan efektif. Hal ini disebabkan karena :
1) Perangkat keras yang digunakan sudah tidak diproduksi lagi,
karena teknologinya ketinggalan zaman, sehingga layanan
pemeliharaan perangkat keras tidak dapat lagi dilakukan oleh
perusahaan pemasok perangkat keras.
2) Perusahaan pembuat perangkat lunak yang sedang digunakan,
sudah mengeluarkan versi baru. Versi terbaru itu umumnya
mempunyai feature yang lebih banyak, melakukan optimasi
proses dari versi sebelumnya dan memanfaatkan feature baru
dari perangkat keras yang juga telah berkembang. Jadi
mengingat perkembangan teknologi informasi yang
berlangsung dengan cepat, maka pengguna harus sigap dalam
memanfaatkan dan menggunakan teknologi tersebut.
c. Perkembangan tingkat kemampuan pengguna (user) sistem
informasi. Suatu sistem informasi yang baik, akan dikembangkan
berdasarkan tingkat kemampuan dari para pengguna, baik dari sisi:
1) Tingkat pemahaman mengenai teknologi informasi.
2) Kemampuan belajar dari para pengguna.
3) Kemampuan beradaptasi terhadap perubahan sistem
4. Daya guna sistem informasi sangat ditentukan oleh tingkat integritas
sistem informasi itu sendiri.
Sistem informasi yang terpadu (integrated) mempunyai daya
guna yang tinggi, jika dibandingkan dengan sistem informasi yang
terfragmentasi. Usaha untuk melakukan integrasi sistem yang ada di
dalam suatu organisasi menjadi satu sistem yang utuh merupakan usaha
yang berat dan harus dilakukan secara berkesinambungan. Sinkronisasi
antar sistem yang ada dalam sistem informasi itu, merupakan prasyarat
yang mutlak untuk mendapatkan sistem informasi yang terpadu.
5. Keberhasilan pengembangan sistem informasi sangat bergantung pada
strategi yang dipilih untuk pengembangan sistem tersebut.
Strategi yang dipilih untuk melakukan pengembangan sistem
sangat bergantung pada besar kecilnya cakupan dan kompleksitas dari
sistem informasi tersebut. Dan ketidaktepatan dalam melakukan
prediksi keadaan di masa mendatang, merupakan salah satu penyebab
kegagalan implementasi dan operasionalisasi sistem informasi.
6. Pengembangan sistem informasi organisasi harus menggunakan
pendekatan fungsi dan dilakukan secara menyeluruh
Pengembangan sistem informasi harus dilakukan dengan
menggunakan pendekatan struktur organisasi dan pada umumnya
mereka mengalami kegagalan, karena struktur organisasi sering kali
kurang mencerminkan semua fungsi yang ada di dalam organisasi.
Sebagai pengembang, sistem informasi hanya bertanggung jawab dalam
mengintegrasikan fungsi-fungsi dan sistem yang ada di dalam
organisasi tersebut menjadi satu. Pemetaan fungsi-fungsi dan sistem ke
dalam unit-unit struktural yang ada di dalam organisasi adalah
wewenang dan tanggung jawab dari pimpinan organisasi. Adapun
penyusunan rancang bangun atau design sistem informasi harus
dilakukan secara menyeluruh, sedangkan dalam pembuatan aplikasi
bisa dilakukan secara sektoral atau segmental menurut prioritas dan
ketersediaan dana.
Pengembangan dan penguatan sistem informasi kesehatan
dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
Pemanfaatan TIK diperlukan untuk mendukung sistem
informasi dalam proses pencatatan data agar dapat meningkatkan
akurasi data dan kecepatan dalam penyediaan data untuk diseminasi
informasi dan untuk meningkatkan efisiensi dalam proses kerja
serta memperkuat transparansi.
b. Keamanan dan kerahasiaan data
Sistem informasi yang dikembangkan dapat menjamin
keamanan dan kerahasiaan data. Agar sistem informasi kesehatan
terstandar perlu menyediakan pedoman nasional untuk
pengembangan dan pemanfaatan TIK. Sistem informasi kesehatan
yang dikembangkan dapat mengintegrasikan berbagai macam
sumber data, termasuk pula dalam pemanfaatan TIK.
c. Kemudahan akses
Data dan informasi yang tersedia mudah diakses oleh semua
pemangku kepentingan. Data dan informasi yang dikumpulkan
harus dapat ditelusuri lebih dalam secara individual dan aggregate,
sehingga dapat menggambarkan perbedaan gender, status sosial
ekonomi dan wilayah geografi.
d. Etika, integritas dan kualitas
7. Informasi telah menjadi aset organisasi
Dalam konsep manajemen modern, informasi telah menjadi
salah satu aset dari suatu organisasi, selain uang, SDM, sarana dan
prasarana. Penggunaan informasi internal dan eksternal organisasi
merupakan salah satu keunggulan kompetitif, hal tersebut karena
keberadaan informasi menentukan kelancaran dan kualitas proses kerja,
dan menjadi ukuran kinerja organisasi atau perusahaan, serta menjadi
acuan yang pada akhirnya menentukan kedudukan atau peringkat
organisasi tersebut dalam persaingan lokal maupun global.
Adapun yang dimaksud dengan Informasi kesehatan disini
adalah informasi yang terdiri dari :
a. Informasi upaya kesehatan
Untuk informasi ini paling sedikit harus memuat mengenai
informasi penyelenggaraan pencegahan, peningkatan, pengobatan
dan pemulihan kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan.
b. Informasi penelitian dan pengembangan kesehatan
Informasi harus memuat hasil penelitian dan pengembangan
kesehatan dan hak kekayaan intelektual bidang kesehatan.
c. Informasi pembiayaan kesehatan
Untuk informasi disini paling sedikit harus memuat
informasi mengenai sumber dana, pengalokasian dana dan
pembelanjaan.
d. Informasi sumber daya manusia kesehatan
Informasi disini harus memuat :
1) Jenis, jumlah, kompetensi, kewenangan dan pemerataan
sumber daya manusia kesehatan.
2) Sumber daya untuk pengembangan dan pemberdayaan sumber
daya manusia kesehatan.
3) Penyelenggaraan pengembangan dan pemberdayaan sumber
daya manusia kesehatan.
e. Informasi sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan
Informasi ini paling sedikit harus memuat :
1) Jenis, bentuk, bahan, jumlah dan khasiat sediaan farmasi.
2) Jenis, bentuk, jumlah, dan manfaat alat kesehatan.
3) Jenis dan kandungan makanan.
f. Informasi manajemen dan regulasi kesehatan
Informasi ini paling sedikit harus memuat :
1) Perencanaan kesehatan
2) Pembinaan dan pengawasan kesehatan, penelitian dan
pengembangan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya
manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
makanan, pemberdayaan masyarakat.
3) Kebijakan kesehatan
4) Produk hukum
g. Penjabaran sistem sampai ke aplikasi menggunakan struktur
hirarkis yang mudah dipahami.
Oleh karena penjabaran sistem informasi cukup luas dan
menimbulkan kesulitan, maka dalam penjabarannya sering
digunakan istilah :
1) Sistem
2) Subsistem
3) Modul
4) Submodul
5) Aplikasi
Masing-masing subsistem dapat terdiri atas beberapa
modul, masing-masing modul dapat terdiri dari beberapa submodul
dan masing-masing submodul dapat terdiri dari beberapa aplikasi
sesuai dengan kebutuhan. Struktur hirarki seperti ini sangat
memudahkan dari segi pemahaman maupun penamaan

2.4 Hambatan dan Tantangan SIK


Sistem Informasi Kesehatan (SIK) di Indonesia belum berjalan
secara optimal. SIK sebagai bagian fungsional dari Sistem kesehatan yang
komprehensif belum mampu berperan dalam memberikan informasi yang
diperlukan dalam proses pengambilan keputusan di berbagai tingkat Sistem
Kesehatan, mulai dari Puskesmas di Tingkat Kecamatan sampai dengan
Kementrian Kesehatan di Tingkat Pusat. Hal tersebut disebabkan karena
Informasi kesehatan saat ini masih terfragmentasi, belum dapat diakses
dengan cepat, tepat, setiap saat dan belum teruji keakuratan dan
validitasnya. Padahal informasi tersebut sangat penting dan diperlukan
keberadaannya dalam menentukan arah kebijakan dan strategi perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan kesehatan nasional.
Pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan masih belum
didukung oleh data yang kuat, Pengelolaan sistem informasi yang baik dapat
mendukung tersedianya data dan informasi kesehatan yang valid yang dapat
mendukung dalam penentuan kebijakan pembangunan kesehatan di berbagai
bidang seperti yang tercantum dibawah ini:
1. Peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas sarana dan prasarana
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, terutama pada daerah dengan
aksesibilitas relatif rendah.
2. Perbaikan dan penanggulangan gizi masyarakat dengan fokus utama
pada ibu hamil dan anak hingga usia 2 tahun.
3. Pengendalian penyakit menular, terutama TB, malaria, HIV/AIDS,
DBD dan diare serta penyakit zoonotik, seperti kusta, frambusia,
filariasis, schistosomiasis.
4. Pembiayaan dan efisiensi penggunaan anggaran kesehatan, serta
pengembangan jaminan pelayanan kesehatan.
5. Peningkatan jumlah, jenis, mutu dan penyebaran tenaga kesehatan
untuk pemenuhan kebutuhan nasional serta antisipasi persaingan global
yang didukung oleh sistem perencanaan dan pengembangan SDM
kesehatan secara sistematis dan didukung oleh peraturan perundangan.
6. Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, mutu, dan penggunaan obat.
7. Manajemen kesehatan dan pengembangan di bidang hukum dan
administrasi kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan,
penapisan teknologi kesehatan dan pengembangan sistem informasi
kesehatan.
8. Peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
Pengembangan sistem informasi kesehatan daerah merupakan
tanggung jawab pemerintah daerah. Namun dikarenakan kebijakan dan
standar pelayanan bidang kesehatan masing- masing pemerintah daerah
berbeda-beda, maka sistem informasi kesehatan yang dibangun pun berbeda
pula. Perbedaan tersebut menimbulkan berbagai permasalahan dalam
pengelolaan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) secara umum,
diantaranya :

1. Akurasi data tidak terjamin

2. Kontrol dan verifikasi data tidak terlaksana dengan baik.


3. Ketidakseragaman data dan informasi yang diperoleh.
4. Adanya keterlambatan dalam proses pengiriman laporan kegiatan
puskesmas/rumah sakit/pelaksana kesehatan lainnya, baik itu ke Dinas
Kesehatan maupun ke Kementrian Kesehatan sehingga informasi yang
diterima sudah tidak up to date lagi.
5. Proses integrasi data dari berbagai puskesmas/rumah sakit/pelaksana
kesehatan lainnya sulit dilakukan karena perbedaaan tipe data dan
format pelaporan.
6. Informasi yang diperoleh tidak lengkap dan tidak sesuai dengan
kebutuhan manajemen di tingkat Kabupaten/Kota, Propinsi maupun di
tingkat Kementrian Kesehatan.
7. File data tersimpan secara terpisah.
8. proses data dilakukan secara manual dan komputer sehingga
menyebabkan tidak mudah dalam akses, informasi yang dihasilkan
lambat dan tidak lengkap.
Selain itu Puskesmas sebagai pelaksana kesehatan terendah,
mengalami kesulitan dalam melakukan pelaporan, dengan banyaknya
laporan yang harus dibuat berdasarkan permintaan dari berbagai program di
Kementrian Kesehatan, dimana data antara satu laporan dari satu program
dengan laporan lain dari program lainnya memiliki dataset yang hampir
sama, sedangkan aplikasi untuk membuat berbagai laporan tersebut
berbeda-beda. Sehingga menimbulkan tumpang tindih dalam
pengerjaannya, yang menghabiskan banyak sumberdaya dan waktu dari
petugas puskesmas.
Melihat berbagai kondisi diatas maka dibutuhkan suatu Sistem
Informasi Kesehatan untuk digunakan di daerah (Puskesmas dan Dinas
Kesehatan) yang sesuai dan dapat memenuhi kebutuhan berbagai pihak,
mulai dari tingkat Puskesmas hingga ke Kementrian Kesehatan dengan
standar minimum atau disebut Sistem Informasi Kesehatan Daerah Generik
(SIKDA Generik).
Sistem informasi kesehatan yang mampu menampilkan informasi
secara cepat, akurat dan terkini sesuai dengan kebutuhan berbagai pihak
dalam pengambilan keputusan manajemen.

2.5 Upaya dan Strategi Penguatan SIK


Berdasarkan kepada analisis situasi dan kebijakan yang telah
ditetapkan,  maka strategi pengembangan SIK adalah :
1. Integrasi sistem informasi kesehatan yang ada
Pengertian terintegrasi tidak bermaksud mematikan /
menyatukan semua sistem informasi yang ada. Sistem-sistem informasi
yang lebih efisien bila digabungkan akan disatukan. Sistem-sistem
informasi lainnya, pengintegrasian lebih berupa pengembangan:
pembagian tugas, tanggung jawab dan otoritas-otoritas dan mekanisme
saling hubung. Dengan integrasi ini diharapkan semua sistem informasi
yang ada akan bekerja secara terpadu dan sinergis membentuk SIK.
Pembagian tugas dan tanggung jawab akan memungkinkan data yang
dikumpulkan memiliki kualitas dan validitas yang baik. Otaritas akan
menyebabkan tidak adanya duplikasi dalam pengumpulan data,
sehingga tidak akan terdapat informasi yang berbeda-beda mengenai
suatu hal. Mekanisme saling hubung, khususnya dengan Pusat Data dan
Informasi Departemen Kesehatan akan menjamin dapat dilakukannya
pengolahan dan analisis data secara komprehensif.
2. Penyelenggaraan pengumpulan dan pemanfaatan bersama (sharing) data
dan informasi terintegrasi
Pertimbangan akan perlunya mengkoordinasikan lima jenis
pengumpulan data yang masing-masing memiliki kekhasan dan
kepentingan yang sangat signifikan, yaitu:
a. Surveilans, yang meliputi surveilans penyakit, gizi, kesehatan
lingkungan dan pemantauan ketersediaan obat
b. Pencatatan dan pelaporan data rutin dari UPT kabupaten / kota ke
Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota, dari UPT provinsi dan Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota ke Dinas Kesehatan Provinsi ke
Departemen Kesehatan (kegiatan-kegiatan ini memerlukan suatu
sistem pencatatan dan pelaporan yang terintegrasi dan
terkoordinasi.
c. Pencatatan dan pelaporan program-program kesehatan khusus yang
ada, seperti program pemberantasan malaria.
d. Pencatatan dan pelaporan sumber daya dan administrasi kesehatan
yang sudah berjalan seperti ketenaga kesehatan ( Sinakes, Sidiklat,
dan lain-lain ).
e. Survei dan penelitian untuk melengkapi data dan informasi dari
pengumpulan data rutin, yang meliputi baik yang berskala nasional
( seperti Survei Kesehatan Nasional ), maupun yang berskala
provinsi dan Kabupaten / Kota ( SI IPTEK Kesehatan / Jaringan
Litbang Kesehatan ).
3. Fasilitasi pengembangan sistem informasi kesehatan daerah
Sistem Informasi Kesehatan Daerah mencakup SIK yang
dikembangkan di unit-unit pelayanan kesehatan (khususnya puskesmas
dan rumah sakit), SIK kabupaten / kota, dan SIK provinsi. Sistem
Informasi Kesehatan ( SIK ) di Puskesmas memiliki tanggungjawab
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan :
a. Mencatat dan mengumpulkan data baik kegiatan dalam gedung
maupun luar gedung.
b. Mengolah data.
c. Membuat laporan berkala ke Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.
d. Memelihara bank data.
e. Mengupayakan penggunaan data dan informasi untuk manajemen
pasien .dan manajemen unit puskesmas.
f. Memberikan pelayanan data dan informasi kepada masyarakat
dan pihak-pihak berkepentingan lainnya di wilayah kerjanya.
4. Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk manajemen
Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk manajemen
diawali dengan mengidentifikasi peluang-peluang yang dapat
dimanfaatkan untuk menyajikan data dan informasi kesehatan.
Misalnya dalam rapat dengar pendapat dengan DPRD harus dapat
disajikan, kemasan-kemasan data dan informasi yang menggambarkan
kecenderungan masalah-masalah kesehatan rakyat dan kerugian yang
diakibatkannya. Pembahasan rancangan anggaran harus disajikan
kemasan data dan informasi tentang cost benefit dari kegiatan-kegiatan
yang diusulkan. Selain itu dikembangkan pula publikasi berkala cetak
atau elektronik atau akses online
5. Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk masyarakat.
Pemanfaatan fasilitas intranet dan internet karena
penggunaannya sudah meluas di masyarakat. Depkes
menyelenggarakan pelatihan bagi tenaga-tenaga fungsional pengelola
data dan informasi kesehatan.
6. Pengembangan teknologi dan sumber daya informasi.

2.6 Monitoring dan Evaluasi SIK di Puskesmas


Monitoring adalah Sebuah usaha untuk memastikan jalannya sebuah
aktivitas sesuai target yang ingin dicapai. Hasil dari kegiatan Monitoring
adalah serangkaian data yang akan dievaluasi.
Evaluasi adalah Proses dimana hasil yang dicapai dibandingkan
dengan tujuan yang ingin dicapai yang telah ditetapkan sebelumnya.
Evaluasi dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal secara teratur.
Tujuan monitoring dan Evaluasi (Monev) adalah untuk memberikan
pemahaman tentang langkah-langkah persiapan, pelaksanaan dan pelaporan
hasil program dalam rangka mengetahui kelemahan dan kekuatan program
yang dilaksanakan. Maanfaat Monitoring dan Evaluasi (Monev) adalah
mendapatkan acuan untuk meningkatkan keterampilan dan membuat
program yang lebih baik.
1. Pendekatan monitoring dan evaluasi (monev) sistem informasi
Terdapat 2 macam pendekatan yang dapat diterapkan dalam
kegiatan Monitoring dan Evaluasi Sistem Informasi, yaitu Pendekatan
Survey dan Pendekatan Expost Factor.
a. Pendekatan Survey, terdiri atas:
1) Deskriptif: digunakan untuk menggambarkan kondisi suatu
subjek atau objek.
2) Explanatif: digunakan untuk menjelaskan kemungkinan
alasan-alasan terkait dengan pelaksanaan program, seperti
mengapa suatu hal dapat terjadi, mengapa terjadi perubahan,
alasan-alasan yang melatarbelakangi suatu program.
3) Eksploratif: digunakan untuk menilai performa suatu sistem
atau program tanpa memfokuskan pada pencapaian tujuan
(Goal Free Evaluation).
4) Prediktif: digunakan untuk memprediksi proses dan dampak
program dengan data yang ada pada waktu yang akan datang.
b. Pendekatan Expost Factor, yaitu: suatu pendekatan Monitoring dan
Evaluasi yang digunakan untuk mencari dampak pada suatu
program yang dilakukan pada masa lampau berdasarkan waktu,
tujuan dan kondisi yang ada.
2. Prinsip – prinsip monev sistem informasi kesehatan
Prinsip-prinsip yang harus dilakukan dalam pelaksanaan Monitoring
dan Evaluasi Sistem Informasi adalah:
a. Berorientasi pada Tujuan Monitoring dan Evaluasi
Hendaknya dilaksanakan dengan mengacu pada tujuan yang
ingin dicapai. Hasil dari MONEV hendaknya dipergunakan sebagai
bahan untuk perbaikan atau peningkatan program pada evaluasi
formatif dan membuat justifikasi dan akuntabilitas pada evaluasi
sumatif.
b. Mengacu pada Kriteria Keberhasilan Monitoring dan Evaluasi
Hendaknya dilaksanakan dengan mengacu pada kriteria
keberhasilan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Penentuan
kriteria keberhasilan dilakukan secara bersama-sama antara
evaluator, sponsor, pelaksana program, konsumen, serta lembaga-
lembaga terkait.
c. Mengacu pada Asas Manfaat Monitoring dan Evaluasi
Hendaknya dilaksanakan dengan manfaat yang jelas. Manfaat
tersebut dapat berupa saran,masukan atau rekomendasi untuk
perbaikan program-program yang di Evaluasi.
d. Dilakukan secara Objektif.
Monitoring dan Evaluasi harus dilaksanakan secara Objektif.
Petugas yang melakukan Monitoring dan Evaluasi seharusnya
bersifat independen, bebas dari pengaruh pihak pelaksana program
dan melaporkan temuannya apa adanya.
3. Model – Model MONEV Sistem Informasi Kesehatan
Suatu model evaluasi menunjukkan ciri khas sendiri-sendiri baik
dari Tujuan Evaluasi, aspek yang dievaluasi, keluasan cakupan, tahapan
evaluasi, tahapan program yang dievaluasi maupun cara pendekatannya.
Secara umum, terdapat 8 Macam Model Monitoring dan Evaluasi,
yaitu:
a. Goal Oriented Evaluation
Merupakan model evaluasi yang berorientasi pada Tujuan,
dan hasil pengukuran itu dapat menggambarkan program tersebut
berhasil atau tidak. (Hasil pengukuran/ evaluasi dibandingkan
dengan Tujuan yang sudah ditetapkan).
b. Goal Free Evaluation
Merupakan bentuk Model Evaluasi yang bebas Tujuan,
artinya kegiatan evaluasi tersebut tidak terlalu berorientasi pada
tujuan, tetapi lebih menekankan pada biaya atau cost benefit
analysis. Sehingga dalam halini, evaluasi dilakukan dengan
membandingkan antara hasil temuan dengan biaya yang sudah
dikeluarkan.
c. Discrepancy Evaluation Model
Merupakan model evaluasi yang membandingkan hasil
evaluasi dengan performa yang terstandard. Dalam evaluasi ini
terdapat 4 tahapan, yaitu: mengidentifikasi program, menyusun
program, pelaksanaan program dan hasil yang dicapai.
d. Countenance Evaluation Model, terdapat 3 tahapan evaluasi, yaitu:
1) Antecendent Phase: dilaksanakan pada tahap sebelum program
dijalankan.
2) Transaction Phase: dilaksanakan pada saat Program
diimplementasikan.
3) Outcomes Phase: dilaksanakan pada akhir program untuk
melihat perubahan yang terjadi setelah suatu program
diimplementasikan.
e. Responsive Evaluation Program Model
Evaluasi ini dilakukan dengan fokus pada reaksi dari berbagai
pihak atas program yang diimplementasikan dan mengamati
dampak akibat dari hasil pelaksanaan program tersebut.
f. CIPP Evaluation Model CIPP = Context, Input, Process, Product
Merupakan model evaluasi yang berorientasi pada pengambilan
keputusan. Model evaluasi seperti ini mempunyai 4 tahapan, yaitu:
1) Evaluasi Context
Dilakukan pada tahap penjajagan menghasilkan informasi
untuk keputusan perencanaan (Planning Decission).
2) Evaluasi Input
Evaluasi ini dilakukan pada tahap awal menghasilkan informasi
untuk penentuan strategi pelaksanaan program (Structuring
Decission) dan ditujukan untuk meningkatkan kinerja lembaga.
3) Evaluasi Process
Evaluasi ini dilaksanakan selama program berjalan untuk
menghasilkan informasi tentang pelaksanaan program.
4) Evaluasi Product
Dilakukan pada akhir program untuk mengetahui keberhasilan
program yang sudah dilaksanakan.
g. Formatif-Sumatif Evaluation Model
Dibagi menjadi 2 macam evaluasi, yaitu:
1) Evaluasi Formatif: dilakukan untuk mengetahui pengembangan
program yang sedang berjalan (in progress).
2) Evaluasi Sumatif: dilakukan pada akhir program, yang
bertujuan untuk mengetahui keberhasilan program yang telah
dilaksanakan, memberikan pertanggungjawaban atas program,
memberikan rekomendasi untuk melanjutkan atau
menghentikan program pada tahun-tahun berikutnya.
h. CSE-UCLA Evaluation Model CSE-UCLA = Center for Study of
Evaluation-University of California at Los Angeles.
Model Evaluasi ini hampir sama dengan Model CIPP,
namun pada Tahapannya lebih menekankan pada Need Assesment,
Perencanaan Pengembangan, Pelaksanaan, Hasil dan Dampaknya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
SIMPUS adalah Sistem manajemen yang digunakaan untuk
memperbantukan tugas suatu penyelenggara kenyamanan yaitu kedokteran
kepada para pasien yang ingin berobat ke suatu organisasi yaitu organisasi
puskesmas. Dalam organisasi ini suatu badan tidak berjalan sesuai harapan
karena sistem baru ini sulit dkendalikan atau digunakan bagi puskemas dan di
suatu instansi ini memiliki kekurangan SDM dalam mengolah aplikasi ini dan
mengalami kendala dalama proses pembiayaan. Aplikasi yang terdapat dalam
sistem ini cukup banyak jika sdm dalam istasi puskesmas ini menggunakan
semaksmal mungkin dan didorong dengan pembiayaan yang cukup pasti akan
mngalami peningkatan dalan pelayaanan ini. Dan akan bermanfaat bagi m
pemerintah dalam menangani masalah kesehatan yang ada di suatu daerah
atau suatu lingkup negara.
Dari hal ini perlu adanya suatu tata cara atau pembekalan mengenai
menggunakan suatu siste ini kepada SDM yang ada di suatu instasi atau
organisasi puskesmas selain itu adanya campur tangan pemerintah dalam
perizinan mnggunakan suatu sistem ini dan memberikan biaya kepada setiap
puskesmas yang ada disluruh Indonesia terutama puskesmas yang ada di
daerah-daerah terpenting. Proses pendesainan sistem informasi manajemen
pasien dilakukan melalui pengintegrasian sistem pencatatan dan pelaporan
terutama register pencatatan medik. Proses ini mampu mengurangi duplikasi
pencatatan di unit pelayanan puskesmas. Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan, maka disarankan sebagai berikut:
1. Dinas Kesehatan menjembatani rancangan desain sistem informasi
manajemen puskesmas yang dibangun oleh partisipasi puskesmas sendiri
dalam bentuk yang lebih aplikatif, berupa pemrograman komputer,
evaluasi maupun monitoring pelaksanaan.

2. Adopsi pelaksanaan pencatatan dengan metode yang baru (elektronik)


membutuhkan kemampuan lebih terhadap penguasaan teknologi
dibandingkan metode sebelumnya. Untuk itu hendaknya pimpinan
puskesmas lebih arif dalam memberikan kesempatan untuk memperoleh
ketrampilan tambahan operasional komputer bagi petugas puskesmas.
3. Perubahan-perubahan untuk perbaikan suatu sistem di masa mendatang
berkaitan dengan sistem informasi hendaknya tetap melibatkan
partisipasi aktif dari pelaksana sistem itu sendiri.

3.2 Saran
Dari makalah yang telah disajikan perlu adanya kerjasama antara
instasi publik dengan istansi pemerintah dalam menyelesaikan asalah
kesehatan yang mengakibatkan suatu negara kurang atau tidak dapat maju
-maju yang berakibat juka bagi faktor faktor lain.

Anda mungkin juga menyukai