Anda di halaman 1dari 3

Oleh: Daru Nurdianna

SATU materi pokok, ketika ke UNIDA Gontor dan belajar langsung dengan Dr. Hamid Fahmy
Zarkasyi adalah ‘Kerangka Berfikir’. Materi ini terangkum dalam tema besar Worldview‘. Kita
disini belajar tentang itu. Belajar bagaimana membangun mental, sikap, dan cara melihat tentang
realitas dan kebenaran dari perspektif Islam yang lurus.

Belajar bagaimana seorang muslim memiliki akidah fikriyah yang benar. Tidak kebablasan
liberal dan stagnan konservatif. Ini materi dasar yang sangat penting untuk membangun
peradaban Islam dengan ilmu.

Adapaun sebagai pengantar, akan sedikit saya jelaskan tentang dimana kita memulai
pembahasan. Berbicara mengenai konsep dan pengertian terhadap sesuatu itu, tidak bisa lepas
dari membahas apa ‘maksud kata’ yang di pakai untuk menggambarkan konsep tersebut. Jadi,
pembahasan kita disini, akan dimulai dengan membahas kata ‘weltanschauung’ atau worldview’
dulu dari asalnya dan pengertiannya.

Asal atau sejarah kata ini, dimunculkan pertama oleh pemikir asal Jerman yang bernama
Emanuel Kant (1724-1804). Sejak saat itu, kata ini sering digunakan dalam ruang pendidikan
dan diskursus yang populer. Weltanschauung secara sederhana diartikan sebagai cara pandang
terhadap dunia. Bagaimana di dalam Islam? Singkatnya, jika dalam agama Islam, cara pandang
ini ada juga dan ia dibentuk oleh Agama. Jadi, cara pandang Islam itu ada sejak Nabi Adam ya
berarti. Karena semua Nabi agamanya Islam.

Dalam konteks Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, maka Beliaulah yang membentuk cara
pandang para Sahabat ketika itu dengan Wahyu. Lalu ia disempurnakan dengan akhlak dari
Nabi, dan ini menjadi sumber utama kedua dalam Islam, yakni yang biasa kita kenal dengan
Sunnah Nabi. Berkembangannya, cara pandang Islam sekarang ini dibentuk oleh Al-Qur’an dan
Sunnah. Jadi, apa yang dibicarakan Kant, dalam Islam ia juga ada dan ia memiliki ciri khas yang
sendiri yang akan kita bahas kedepannya.

Adapun kata weltanschauung atau worldview, bisa kita katakan sebagai sebuah istilah yang
sekular. Kenapa? Karena ia tidak membahas konsep melihat hal-hal yang selain fisik. Ia hanya
sekedar memandang dunia yang fisik-fisik saja. Yah, hal yang bisa kita lihat dengan mata ini
saja. Jadi, masalah-masalah malaikat, jin, Tuhan, dan sifat-safat Tuhan dalam pelajaran akidah
itu sama sekali tidak dianggap memiliki kaitan dengan dunia ini.

Bahkan tentang kuda poni bersayap, peri, dewa-dewa, tuhan mereka juga tidak memiliki kaitan
dengan alam dan dunia ini. Jadi, agama ya agama, dan jangan di masukkan ke kehidupan sosial,
sains, ekonomi dan politik gitu. Ini lah yang dimasud cara pandang atau worldview’ sekular.
Apa yang dimaksud worldview? Di sini, yang kami dapatkan dari perkuliahan Dr. Hamid Fahmy
Zarkasyi, pengertian worldview secara umum disebutkan tiga.

Pertama, menurut Ninian Smart. Adalah sebuah kepercayaan dan apa-apa yang terdapat dalam
pikiran orang yang berfungsi sebagai motor bagi keberlangsungan dan perubahan sosial dan
moral. Jadi jika yang dipercaya, dirasakan, dipikirkan sehingga asas (moto) bagi perilaku sosial
dan moralnya itu adalah worldview.

Kedua, Thomas F Wall adalah “An integrated system of basic beliefs about nature of yourself,
reality, and the meaning of existence.” Yang terjemahan bebasnya “Sistem kepercayaan dasar
yang integral tentang diri kita, realitas, dan pengertian eksistensi”. Maka apa yang kita yakini
tentang diri kita, tentang realitas disekitar kita dan keseluruhan wujud alam semesta ini adalah
worldview.

Definisi umum ketiga menurut Arparslan Acikgence. Worldview adalah asas bagi setiap perilaku
manusia, termasuk aktifitas-aktifitas ilmiah dan teknologi. Setiap aktifitas manusia akhirnya
dapat dilacak pada pandangan hidupnya, dan dengan begitu aktifitasnya itu dapat direduksi ke
dalam pandangan hidup. Maka yang mendorong seseorang melakukan aktivitas dalam bidang
sains maupun teknologi itu adalah worldview.

Ketiga definisi diatas berlaku bagi peradaban atau agama secara umum. Namun definisi untuk
Islam mempunyai nilai tambah karena sumbernya dan spektrumnya yang luas dan menyeluruh.

Worldview dalam Islam tidaklah sekular seperti worldview Barat yang disinggung diatas.
Sehingga, istilahnya ia kurang pas jika kata weltanschauung atau worldview disepadankan gitu
saja.

Persoalannya adalah, bahwa kata-kata dalam Islam, tidak bisa sekedar disamakan kemudian
diterminologikan dengan bahasa lain.

Seperti kata ‘al-‘Ilm’ contohnya. Dalam Islam tidak bisa disamakan dengan kata ilmu dalam
bahasa Indonesia atau science dalam bahasa Inggris.

Hal ini karena al-‘Ilm adalah hal yang mencakup ilmu dan Iman. Jadi, sederhananya ilmu dunia
dan ilmu akhirat adalah ‘ilm. Adapun kata ilmu atu science di Barat, tidak menganggap
mengenal Allah itu adalah sebuah pengetahuan. Ia sekular!.

Kata di luar Islam tidak bisa disamakan dan diartikan sama begitu saja dengan istiliah dalam
Islam. Misal kata ‘civilization’ tidak bisa disamakan dengan peradaban Islam, karena civilization
memiliki makna sekular yang di dalamnya hanya ada konsep ketatanegaraan dan politik. Maka
perlulah menambahinya dengan kata ‘Islamic civilization’ untuk menggambarkan sebuah
peradaban Islam atau disamakan dengan kata ‘tamaddun’ yang didalamnya berisi konsep Islam
sebagai Din, sebagai basis seluruh aspek kehidupan dan pusat peradaban.
Begitulah, kata. Kata yang menggambarkan sebuah konsep, memiliki konsep. Ia sendiri ternyata
juga memiliki kaitan dengan carapandang. Setiap kata berisi makna dan setiap makna
mengandung konsep dan setiap konsep dihasilkan oleh sebuah worldview.

Maka, dalam konteks peradaban seperti ini, dalam mendefinisikan dan menyamakan istilah, tidak
sesederhana dan semudah yang kita pikirkan ya.*

Anda mungkin juga menyukai