Laporan Estuari
Laporan Estuari
Disusun oleh:
Jauzaa Dyah I. 15030244036
Safirah Nadhila Adhani 15030244037
Silvia Indah Pramesti 15030244039
Nurul Hidayah 15030244041
Biologi 2015
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari praktikum uji kualitas air di
perairan estuari Wonorejo Surabaya ini adalah sebagai berikut,
1. Untuk mengetahui kualitas perairan estuari Wonorejo Surabaya berdasarkan parameter
fisik air (kedalaman, kecerahan, dan suhu).
2. Untuk mengetahuikualitas perairan estuari Wonorejo Surabaya berdasarkan parameter
kimia air (DO, BOD, pH dan salinitas).
3. Untuk mengetahuikualitas perairan estuari Wonorejo Surabaya berdasarkan parameter
biologi.
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan diatas, maka manfaat dari praktikum lapang ini adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan informasi mengenai kualitas perairan estuary di kawasan Mnagrove
Wonorejo Kota Surabaya, Malangberdasarkan sifat fisika,kimia, dan biologi.
2. Mempermudah instansi pemerintah daerah dalam upaya konservasi, pengelolaan, dan
pelestarian di Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya.
3. Membantu penyediaan data tentang kualitas air di daerah estuary yang diperlukan bagi
pihak pengelola dalam menjaga ekosistem perairan yang ada di Kawasan Mangrove
Wonorejo, Surabaya.
4. Memberikan kontribusi khasanah ilmu pengetahuan biologi, khususnya kualitas air pada
waktu yang berbeda di perairan estuarI Wonorejo, Surabaya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Wilayah Estuari
Estuaria merupakan ekosistem perairan semi tertutup yang berhubungan bebas dengan
laut dan masih mendapat pengaruh air tawar dari sungai sehingga air laut dengan salinitas
tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Menurut Salim (2012) pembentukan wilayah
estuari diawali dari suatu aliran sungai yang menuju laut, daerah ini dapat berupa muara
sungai yang sangat lebar, rawa-rawa pantai atau daerah lain yang tidak terlepas dari pengaruh
air laut.Sebagian besar estuari didominasi oleh substrat berlumpur yang merupakan endapan
yang dibawah oleh air tawar dan air laut (Effendi, 2012).Perairan estuari inimasih mendapat
pengaruh dari pasang dan surut. Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar tersebut akan
menghasilkan suatu komunitas yang khas, karena kondisi lingkungan yang bervariasi, antara
lain (Wolanski, 2007):
1. Tempat bertemunya arus sungai dengan arus pasang dari laut, yang berlawanan
menjadikan pola sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta
membawa pengaruh besar pada biotanya.
2. Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan sifat fisika lingkungan khusus
yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut.
3. Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang surut mengharuskan komunitas
mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya.
4. Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasangsurut air laut, banyaknya
aliran air tawar dan arus-arus lain, serta topografi daerah estuaria tersebut
Estuaria merupakan suatu habitat yang bersifat unik karena merupakan tempat pertemuan
antara perairan laut dan perairan darat. Adanya aliran air tawar yang terus menerus dari hulu
sungai dan adanya proses gerakan air akibat arus pasang surut yang mengangkat mineral-
mineral, bahan organik dan sedimen merupakan bahan dasar yang dapat menunjang
produktifitas perairan di wilayah estuaria yang melebihi produktifitas laut lepas dan perairan
air tawar. Hal ini mengakibatkan estuaria mempunyai peran ekologis penting karenasebagai
sumber zat hara dan bahan organik yang diangkut lewat sirkulasi pasang surut (tidal
circulation), penyedia habitat bagi sejumlah spesies hewan yang bergantung pada estuaria
sebagai tempat berlindung dan tempat mencari makanan (feeding ground) dan sebagai tempat
untuk bereproduksi dan atau tempat tumbuh besar (nursery ground) terutama bagi sejumlah
spesies ikan dan udang. Perairan estuaria secara umum dimanfaatkan manusia untuk tempat
pemukiman, tempat penangkapan dan budidaya sumberdaya ikan, jalur transportasi,
pelabuhan dan kawasan industri (Bengen, 2004).
Estuaria sering mendapat tekanan ekologis berupa pencemar yang bersumber dari
aktifitas manusia, yang menjadi ancaman serius terhadap kelestarian perikanan laut. Menurut
Dahuri dkk (2001) akumulasi limbah yang terjadi di wilayah pesisir, terutama diakibatkan
oleh tingginya kepadatan populasi penduduk dan aktifitas industri. Aktifitas pemanfaatan
wilayah pesisir seringkali saling tumpang tindih, sehingga tidak jarang pemanfaatan potensi
sumberdayanya menurun dan rusak. Hal ini karena aktivitas-aktivitas yang dilakukan baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat mengubah tatanan lingkungan di wilayah
pesisir sehingga mempengaruhi kehidupan organisme di wilayah pesisir. Seperti, adanya
limbah buangan baik dari pemukiman maupun aktifitas industri, walaupun limbah ini
mungkin tidak mempengaruhi tumbuhan atau hewan utama penyusun ekosistem pesisir yang
bertahan, namun kemungkinan akan mempengaruhi biota penyusun lainnya yang sensitif.
Logam berat,mungkin tidak berpengaruh terhadap kehidupan tumbuhan bakau (mangrove),
tetapi sangat berbahaya bagi kehidupan ikan dan udang-udangnya (krustasea) yang hidup di
hutan tersebut.
METODE PENELITIAN
BAB IV
4.1 Hasil
Berdasarkan praktikum pengukuran kualitas air secara fisik dan kimia di
perairanestuariMangrove Wonorejo Kota Surabaya dari delapan stasiun didapatkan hasil
bahwa kualitas air di daerah estuari Mangrove Wonorejo tergolong baik yang dapat dilihat
pada Tabel 4.1 yaitu hasil pengukuran kualitas air dari beberapa parameter fisik kimia.
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Kualitas Air Di PerairanEstuari Mangrove Wonorejo, Surabaya
Parameter
Stasiun DO Suhu Salinitas TDS Kecerahan Kedalaman
BOD pH
(mg/l) (oC) (º/oo) (gram) (cm) (m)
I 21,53 + 7 29 0 0,2 25 3,1
II 11,16 + 8 29,8 0 0,3 22 4,74
III 8,6 ++ 7,5 30 0 1,5 24 5,23
IV 12,06 +++ 8 29,5 0 0,5 29 5,45
V 16,56 +++ 7 30,5 0 0,7 26 7,46
VI 11,83 +++ 7 31 5 1,4 32 6,7
VII 16,2 ++++ 8,5 31 6 2,5 40 5,3
Keterangan :
(+) = biru pudar
(++) = biru sedang
(+++) = biru
(++++) = biru pekat
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakuakan pada perairan estuari di kawasan
Mangrove Wonorejo Surabaya didapatkan data yang diolah dalam bentuk tabel.Data yang
diperoleh meliputi 3 parameter, yaitu fisika, kimia, dan biologi. Berdasarkan tabel 4.1 pada
stasiun I berdasarkan parameter kimia didapatkan pH perairan sebesar 7; nilai DO sebesar 21,53
ppm; BOD dengan indikator methylene blue diindikasikan dengan warna biru pudar (+); dan
nilai salinitas 0. Berdasarkan parameter fisika diketahui bahwa suhu permukaan perairan sebesar
290C; kecerahan didapatkan nilai sebesar 25 cm; kedalaman sebesar 3,1 m; padatan terlarut 0,2
gram. Pada stasiun II berdasarkan parameter kimia didapatkan pH perairan sebesar 8; nilai DO
sebesar 11,16 ppm; BOD dengan indikator methylene blue diindikasikan dengan warna biru
pudar (+); dan nilai salinitas 0. Berdasarkan parameter fisika diketahui bahwa suhu permukaan
perairan sebesar 29,80C; kecerahan didapatkan nilai sebesar 22 cm; kedalaman sebesar 4,74 m;
padatan terlarut 0,3 gram. Pada stasiun III berdasarkan parameter kimia didapatkan pH perairan
sebesar 7,5; nilai DO sebesar 8,6 ppm; BOD dengan indikator methylene blue diindikasikan
dengan warna biru sedang (++); dan nilai salinitas 0. Berdasarkan parameter fisika diketahui
bahwa suhu permukaan perairan sebesar 300C; kecerahan didapatkan nilai sebesar 24 cm;
kedalaman sebesar 5,23 m; padatan terlarut 1,5 gram. Pada stasiun IV berdasarkan parameter
kimia didapatkan pH perairan sebesar 8; nilai DO sebesar 12,06 ppm; BOD dengan indikator
methylene blue diindikasikan dengan warna biru (+++); dan nilai salinitas 0. Berdasarkan
parameter fisika diketahui bahwa suhu permukaan perairan sebesar 29,50C; kecerahan
didapatkan nilai sebesar 29 cm; kedalaman sebesar 5,45 m; padatan terlarut 0,5 gram. Pada
stasiun V berdasarkan parameter kimia didapatkan pH perairan sebesar 7; nilai DO sebesar 16,56
ppm; BOD dengan indikator methylene blue diindikasikan dengan warna biru (+++); dan nilai
salinitas 0. Berdasarkan parameter fisika diketahui bahwa suhu permukaan perairan sebesar
30,50C; kecerahan didapatkan nilai sebesar 26 cm; kedalaman sebesar 7,46 m; padatan terlarut
0,7 gram. Pada stasiun VI berdasarkan parameter kimia didapatkan pH perairan sebesar 7; nilai
DO sebesar 11,83 ppm; BOD dengan indikator methylene blue diindikasikan dengan warna biru
(+++); dan nilai salinitas 5. Berdasarkan parameter fisika diketahui bahwa suhu permukaan
perairan sebesar 310C; kecerahan didapatkan nilai sebesar 32 cm; kedalaman sebesar 6,7 m;
padatan terlarut 1,4 gram. Pada stasiun VII berdasarkan parameter kimia didapatkan pH perairan
sebesar 8,5; nilai DO sebesar 16,2 ppm; BOD dengan indikator methylene blue diindikasikan
dengan warna biru pekat (++++); dan nilai slinitas 6. Berdasarkan parameter fisika diketahui
bahwa suhu permukaan perairan sebesar 310C; kecerahan didapatkan nilai sebesar 40 cm;
kedalaman sebesar 5,3 m; padatan terlarut 2,5 gram.
Berdasarkan praktikum kualitas air secara biologi di perairan estuari kawasan Mangrove
Wonorejo Kota Surabaya pada delapan stasiun ditemukan beberapa jenis plankton yang disajikan
pada Tabel 4.2 berikut ini,
Tabel 4.2 Hasil identifikasi plankton di perairan Estuari kawasan Mangrove Wonorejo
Spesies plankton yang
Stasiun Jumlah
ditemukan
Navicula sp. 2
I Anabaena sp. 4
Oscillatoria sp. 1
Bacillariaceae 1
II
Anabaena sp. 2
III Closteriopsis longissima 1
Ulothrix sp. 1
IV
Nitzchia spatulata 2
V Nitzchia palea 1
VI Chaetoceros sp. 2
Diacyclops thomasi 3
VII
Chaetoceros sp. 2
4.2 Pembahasan
Kualitas perairan estuari Wonorejo Surabaya berdasarkan parameter fisik air
meliputi kedalaman, kecerahan, dan suhu. Kedalaman estuaria relatif dangkal sehingga
memungkinkan cahaya matahari mencapai dasar perairan dan tumbuhan akuatik dapat
berkembang di seluruh dasar perairan, karena dangkal memungkinkan penggelontoran
(flushing) dengan lebih baik dan cepat serta menangkal masuknya predator dari laut terbuka
(tidak suka perairan dangkal). Kedalaman pada perairan Wonorejo Surabaya mulai dari
stasiun I hingga stasiun VII memiliki kedalaman yang relatif dangkal yang berkisar 3,1-7,46
m. Berdasarkan hasil yang diperoleh nilai kecerahan dari stasiun I yang dangkal hingga
stasiun VII memiliki tingkat kecerahan yang semakin meningkat. Kecerahan sangat berkaitan
dengan jumlah zat yang tersuspensi dalam air, terutama zat organik, sampah, lumpur serta
pasir dalam air laut. Semakin banyak bahan-bahan tersebut tersuspensi dalam air, maka
semakin dapat meningkatkan tingkat kekeruhan air dan menurunkan tingkat kecerahan.
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, suhu dari stasiun I hingga VII mengalami
kenaikan. Namun, terdapat stasiun yang suhunya mengalami fluktuasi. Suhu dari perairan
Wonorejo Surabaya berkisar antara 29-31ºC. Menurut Effendi (2003) menyatakan bahwa
suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut,
sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman dari badan air. Perubahan suhu
berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi di badan air. Suhu air di daerah
estuaria biasanya memperlihatkan fluktuasi annual dan diurnal yang lebih besar daripada
laut, terutama apabila estuaria tersebut dangkal dan air yang datang (pada saat pasang-naik)
ke perairan estuaria tersebut kontak dengan daerah yang substratnya terekspos. Parameter ini
sangat spesifik di perairan estuaria. Ketika air tawar masuk estuaria dan bercampur dengan
air laut, terjadi perubahan suhu. Akibatnya, suhu perairan estuaria lebih rendah di musim
dingin dan lebih tinggi di musim panas daripada suhu air laut didekatnya. Skala waktu
perubahan suhu ini menarik karena dapat dilihat dengan perubahan pasang surut, dimana
suatu titik tertentu di estuaria akan memperlihatkan variasi suhu yang besar sebagai fungsi
dari perbedaan antara suhu air laut dan air sungai. Kenaikan suhu di atas kisaran toleransi
organisme dapat meningkatkan laju metabolisme, seperti pertumbuhan, reproduksi dan
aktifitas organisme. Kenaikan laju metabolisme dan aktifitas ini berbeda untuk spesies,
proses dan level atau kisaran suhu.
Kualitas perairan estuari Wonorejo Surabaya berdasarkan parameter kimia air
meliputi DO, BOD, pH dan salinitas. Oksigen terlarut (DO) adalah gas oksigen yang terlarut
dalam air. Konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk kehidupan biota tidak boleh kurang
dari 5 ppm (Fardiaz, 1992). Berdasarkan hasil yang diperoleh nilai DO pada perairan
Wonorejo Surabaya berkisar antar 8,6-21,53 mg/l. Kadar oksigen dalam air laut akan
bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya
salinitas (Odum, 1998). Pada perairan estuari, nilai oksigen dipengaruhi oleh masuknya air
tawar dan air laut ke muara, ditambah dengan kedangkalan dan turbulensi. Kecenderungan
menurunnya oksigen terlarut di perairan juga sangat dipengaruhi oleh meningkatnya bahan-
bahan organik yang masuk ke perairan disamping faktor-faktor lainnya diantaranya kenaikan
suhu, salinitas, respirasi, adanya lapisan di atas permukaan air, senyawa yang mudah
teroksidasi dan tekanan atmosfir (Simanjuntak, 2007).
Selain itu, parameter kimia lainnya adalah Biochemical Oxygen Demand (BOD).
Biochemical Oxygen Demand menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh
organisme hidup untuk memecahkan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan organik di
dalam air (Eko, 2013). Pada hasil yang diperoleh nilai BOD dari stasiun I hingga stasiun VII
nilai BOD semakin tinggi. Semakin besar nilai BOD maka akan menunjukkan bahwa derajat
pengotoran air limbah oleh buangan zat-zat organik semakin besar (Valentina, 2013).
Nilai derajat keasaman (pH) suatu perairan mencirikan keseimbangan antara asam
dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan
(Saeni, 1989). PH pada perairan Wonorejo Surabaya diperoleh berkisar 7-8,5 yang
menunjukkan kondisi perairan bersifat basa. Masuknya limbah indutri dan rumah tangga ke
perairan akan mempengaruhi derajat keasaman ekosistem estuaria. Kebasaan perairan
meningkat akibat adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida. Adanya asam mineral bebas
dan asam karbonat menyebabkan tingkat keasaman perairan (Mahida, 1993). Sebagian besar
biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5 (Effendi,
2003).
Selain itu, parameter kimia lainnya adalah salinitas. Salinitas perairan
menggambarkan kandungan garam dalam suatu perairan. Fluktuasi salinitas adalah
merupakan kondisi umum dari daerah estuaria. Suatu gradien salinitas akan tampak pada
saat tertentu, tetapi pola gradien bervariasi, bergantung pada musim, topografi estuaria,
pasang-surut dan jumlah air tawar misalnya estuaria. Proses pergerakan massa air laut dan
air tawar menyebabkan terjadinya stratifikasi yang menjadi dasar terjadinya klasifikasi
estuaria berdasarkan salinitas. Hasil yang diperoleh pada perairan Wonorejo Surabaya pada
stasiun I hingga V yang merupakan daerah dangkal memiliki salinitas 0 o/oo, sedangkan pada
stasiun VI dan VII yang dekat dengan laut memiliki salinitas 5 o/oo dan 6 o/oo. Faktor yang
mempengaruhi yaitu musim, pada pengambilan data yang dilakukan pada musim hujan.
Parameter biologi yang digunakan untuk mengetahui kualitas perairan Wonorejo
Surabaya adalah plankton. Plankton adalah organisme perairan yang keberadaanya dapat
dijadikan indikator perubahan kualitas biologi perairan. Plankton memegang peran penting
dalam mempengaruhi produktifitas primer perairan. Plankton bersifat toleran dan
mempunyai respon yang berbeda terhadap perubahan kualitas perairan. Dari ketujuh stasiun
paling banyak ditemukan plankton pada stasiun I yaitu dari golongan fitoplankton sebanyak
7 ekor.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G. dan Santika, S. 1987. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional.
Bengen, D. G. 2004. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut Serta Prinsip
Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor.
Boney, C. A. D. 1975. Phytopankton. 1st Ed. Southhampton: The Camelot Press Ltd.
Dahuri, R., Rais J., Ginting S.P., Sitepu M. J. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut
Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Eko, J. P. 2013. Perbandingan Penggunaan Arang Aktif Kulit Kacang Tanah-Reaktor Biosand
Filter dan MnZeolit-Reaktor Biosand Filter Untuk Menurunkan Kadar COD Dan BOD
Dalam Air Limbah Industri Farmasi. Tugas Akhir II. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gross, M. G. 1987. Oceanography A View of the Earth. Fourth Edition Prentice-Hall, Inc: 406
pp.
Harden Jones, F. R. 1968. Fish Migration. London: Edward Arnold Ltd.
Hutabarat, S. 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Ji Zhen-Gang. 2008. Hidrodynamics and Water Quality. John Wiley and Sons. Amerika
Kristanto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi.
Mahida U.N. 1993. Pencemaran air dan Pemanfaatan Limbah Industri. PT.Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Mahmudi, M. 2005. Produktivitas Perairan. Malang: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya.
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Pradnya Paramita. Jakarta.
Nontji, Anugerah. 2008. Plankton Laut Jakart:LIPI Press.
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: Gramedia.
Odum, E.P. 1971. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga (Alihbahasa Tjahjono Samingan).
Yogyakarta : Gajahmada University Press.
Odum, E.P. 1998. Dasar- Dasar Ekologi. Edisi keempat: Terjemahan Samingan Tjahyono.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sastrawijaya A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta.
Salim, A. 2012. Estuari. Ambon: Widyaiswara BPPP.
Simanjuntak, M. 2007. Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di Perairan Teluk
Klabat, Pulau Bangka. Jurnal Ilmu Kelautan. Vol 12 (02): 59-66.
Tarigan, M.S, dan Edward. 2003. Kandungan Total Zat Padat Tersuspensi (Total Suspended
Solid) di Perairan Raha.Sulawesi Tenggara: Makara.
Valentina, A.E. 2013. Pemanfaatan Arang Eceng Gondok Dalam Menurunkan Kekeruhan, COD,
BOD, pada air sumur. Indonesia Journal of Science. Vol.2 No.2.
Wolanski, E. 2007. Estuarine Ecohydrology. Amsterdam: Elsevier.
Zahidin, M. 2008. Kajian Kualitas Air di Muara Sungai Pekalongan ditinjau dari Indeks
Keanekaragaman Makrozoobentos dan Indeks Saprobitas Plankton. Tesis. Program pasca
Sarjana UNDIP: Semarang.
Lampiran 1. Dokumentasi praktikum limnologi di perairan estuari Mangrove Wonorejo,
Surabaya
Lampiran 2.Dokumentasi praktikum identifikasi plankton menggunakan mikroskop
No Gambar Klasifikasi
1 Kingdom :Algae
Divisi :Chrysophyta
Classis :Bacillariophyceae
Ordo :Pennales
Familia :Naviculaceae
Genus :Navicula
Spesies : Navicula sp.
M = 40x10
2 Kingdom :Bacteria
Divisi :Cyanophyta
Class :Cyanophyceae
Order :Oscillatoriales
Family :Oscillatoriaceae
Genus :Oscillatoria
Spesies :Oscillatoria sp.
M = 40x10
3 Divisi :Bacillariophyta
Kelas :Bacillarophyceae
Ordo :Bacillariales
Famili :Bacillariaceae
M = 10x10
4 Kingdom :Bacteria
Divisi :Cyanophyta
Class :Cyanophyceae
Ordo :Oscillatoriales
Famili :Nostocaceae
Genus :Anabaena
Spesies :Anabaena sp.
M= 40x10
5 Divisi : Chlorophyta
Kelas : Ulvophyceae
Ordo : Ulothricales
Famili : Ulothricaeae
Genus : Ulothrix
Spesies : Ulothrix sp.
M = 40x10
6 Divisi : Bacillariophyta
Kelas : Bacillarophyceae
Ordo : Bacillariales
Famili : Bacillariaceae
Genus : Nitzchia
Spesies : Nitzchia palea
M = 40x10
7 Divisi: Bacillariophyta
Kelas: Bacillarophyceae
Ordo: Bacillariales
Famili: Bacillariaceae
Genus: Nitzchia
Spesies: Nitzchia palea
M = 40x10
8 Divisi : Heterokontophyta
Kelas : Bacillarophyceae
Ordo : Centrales
Famili : Chaetocerotaceae
Genus : Chaetoceros
Spesies : Chaetoceros sp.
M = 40x10
9 Divisi : Bacillariophyta
Kelas : Bacillarophyceae
Ordo : Bacillariales
Famili : Bacillariaceae
Genus : Nitzchia
Spesies : Nitzchia spatulata
M = 10x10
10 Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Maxillopoda
Ordo : Cyclopoida
Famili : Cyclopidae
Genus : Diacyclops
Spesies : Diacyclops thomasi
M = 40x10
11 Kingdom : Plantae
Divisi : Chlorophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Chlorococcales
Famili : Oocystaceae
Genus : Closteriopsis
Spesies : Closteriopsis
longissima
M = 40x10