Anda di halaman 1dari 15

Kelompok IX

HIPOTEK
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Hukum Jaminan Keperdataan
DOSEN PEMBIMBING : HJ. TRI HIDAYATI,M.H.

Disusun Oleh
Budi Irawan
Nim. 1702130120
Muhammad Syarif
Nim. 1702130118

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA


FAKULTAS SYARI’AH
PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH
TAHUN 2020 M/1441 H

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.


Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT, yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Hipotek” untuk melengkapi tugas mata kuliah Hukum Jaminan
Keperdataan Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hj. Tri Hidayati,M.H.
selaku dosen pengampu dan teman-teman yang turut memberikan semangat atas
terbentuknya makalah ini karena berkat bantuan dari berbagai pihak penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah
ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari
pembaca sekalian. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa
saja yang membacanya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.

Palangkaraya, Maret 2020

Penulis

DAFTAR ISI

ii
Kelompok IX...................................................................................................................i

HIPOTEK.......................................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

BAB I.............................................................................................................................1

PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah.................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan.............................................................................................2

D. Metode Penulisan............................................................................................2

BAB II...........................................................................................................................3

PEMBAHASAN............................................................................................................3

A. Pengertian Hipotek..........................................................................................3

B. Dasar Hukum Hipotek....................................................................................4

C. Objek Hipotek.................................................................................................6

D. Hak dan Kewajiban Para Pihak.......................................................................7

E. Eksekusi..........................................................................................................8

F. Hapusnya Hipotek...........................................................................................9

BAB III........................................................................................................................11

PENUTUP...................................................................................................................11

A. Kesimpulan...................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hipotek secara bahasa adalah hutang yang didapatkan dengan cara
menyerahkan barang-barang berharga atau rumah ke pihak bank sebagai jaminannya.
Sedangkan hipotek memiliki pengertian bahwa penghutang menyerahkan surat-surat
rumahnya ke pihak bank dengan tujuan untuk mendapatkan uang pinjaman dalam
nilai tertentu. Bank otomatis memiliki hak untuk menjual rumah tersebut untuk
kemudian hasil dari penjualan rumah tersebut digunakan untuk melunasi hutang-
hutang pemilik rumah apabila ia tidak mampu melunasinya.
Hipotek biasa terjadi jika pemilik rumah atau pemilik properti yang bersifat
tetap membutuhkan uang dalam jumlah besar sedangkan ia hanya memiliki kedua hal
tersebut yang pada awalnya tidak berniat untuk menjualnya. Inilah yang biasa kita
sebut sebagai gadai. Rumah yang digadaikan akan kembali ke pemiliknya jika
hutang-hutang sudah dilunasi. Namun jika tidak mampu melunasinya, maka rumah
atau properti berharga tersebut jatuh ke tangan atau pihak pemberi hutang, dalam hal
ini pihak bank.
Oleh karena itu, untuk menggadaikan rumah atau properti berharga lainnya,
anda tidak boleh mengambil resiko sedikitpun, berfikirlah dua kali sebelum anda
memutuskan hendak digadaikan kemana barang atau rumah anda tersebut.
Di waktu sekarang, bukan hanya bank yang melakukan praktek tersebut, jika
anda melakukan pencarian maka anda akan menemukan ada banyak perusahaan
swasta yang menawarkan pinjam-meminjam uang dalam jumlah besar. Mereka bisa
menerima rumah atau properti tetap lainnya. Namun akan sangat berbahaya
melakukan transaksi online tanpa anda mengetahui benar seluk-beluk mereka.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Hipotek?

1
2

2. Dasar Hukum Hipotek?


3. Objek Hipotek?
4. Hak dan Kewajiban Para Pihak?
5. Eksekusi?
6. Hapusnya Hipotek?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Memahami Pengertian Hipotek
2. Untuk Mengetahui Dasar Hukum Hipotek
3. Untuk Mengetahui Objek Hipotek
4. Untuk Memahami Bagaimana Hak dan Kewajiban para Pihak
5. Untuk Memahami Eksekusi Dalam Hipotek
6. Untuk Mengetahui Bagaimana Hapusnya Hipotek
D. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini yaitu dengan
telaah kepustakaan (Library Research) dan penelusuran internet (Web Search)
sebagai referensi yang ada kaitannya dengan pembuatan makalah ini dan kami
simpulkan dalam bentuk makalah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hipotek
Hypotheca berasal dari bahasa latin, dan hypotheek dari bahasa Belanda, yang
mempunyai arti “Pembebanan”. Sedangkan Menurut Pasal 1162 B.W, hipotik adalah
suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak, bertujuan untuk mengambil
pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan) benda itu. 1 Dalam buku Pokok-
Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan karangan Hartono Hadisoeprapto
menjelaskan, bahwa hipotik adalah bentuk jaminan jaminan kredit yang timbul dari
perjanjian, yaitu suatu bentuk jaminan yang adanya harus diperjanjikan terlebih
dahulu.2
Perumusan pengertian hipotek dinyatakan dalam pasal 1162 KUHPer yang
bunyinya: hipotek adalah suatu hak kebendaan ata benda-benda tidak bergerak, untuk
mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Dengan
demikian hipotek mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Hipotek merupakan suatu hak kebendaan atas benda-benda yang tidak
bergerak (benda tetap): jadi benda jaminan hipotek yang menjadi objek
hipotek itu kebendaan yang tidak bergerak (benda tetap).
2. Hipotek merupakan lembaga hak jaminan untuk pelunasan utang (sejumlah
uang) yang sebelumnya diperjanjikan dalam suatu akta, karenanya pemegang
hipotek tidak berhak untuk menguasai dan memiliki kebendaan jaminan itu.
3. Walaupun pemegang hipotek tidak diperkenankan untuk menguasai dan
memiliki kebendaan jaminan yang dihipotekkan tersebut, namun
diperkenankan untuk diperjanjikan untuk menjual atas kekuasaan sendiri
berdasarkan parate eksekusi kebendaan jaminannya jika debitur wanprestasi.

1
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, 1995, hlm 82.
2
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Perikatan. Yogyakarta:
Liberty, 1984, hlm 61.
4

4. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegang


hipotek, baha debitur cedera janji, kreditor (pemegang hipotek) berhak
menjual kebendaan jaminan, dengan hak mendahulu daripada kreditor-
kreditor yang lain.
Kalau demikian sama halnya dengan gadai, juga hipotek menurut sifatnya
merupakan accessoir pada suatu piutang, Artinya perjanjian jaminan kebendaan
hipotek ini akan ada, apabila sebelumnya telah ada perjanjian pokoknya, yaitu
perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang yang dijamin
pelunasannya dengan kebendaan yang tidak bergerak. Perjanjian utang piutang
tersebut harus dituangkan atau ditetapkan dalam suatu akta. Jelalah, bahwa tujuan
pembebanan hipotek untuk memberikan kepastian hukum yang kuat bagi kreditor-
kreditor (Pemegang Hipotek) dengan menjamin pelunasan piutangnya dari kebendaan
yang dihipotekkan, jika debitur cedera janji. Dengan demikian, hipotek merupakan
hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan bagi pelunasan utang tertentu yang
timbul dari hubungan hukum utang piutang sebagai perikatan pokoknya.3
E. Dasar Hukum Hipotek
Dasar hukum mengenai Hipotik dapat kita temukan dalam peraturan-
peraturan yang berlaku di Indonesia, antara lain:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1162-1232 Buku Kedua Bab
XXI.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Pasal 310-319 Bab II.
3. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran.
4. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan.
5. Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2005 Tentang Pengesahan
INTERNATIONAL CONVENTION ON MARITIME LIENS AND
MORTGAGES, 1993 (Konvensi Internasional tentang Piutang Maritim dan
Mortgage, 1993).

3
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm 245.
5

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hipotek kapal laut


dapat dilihat pada peraturan perumdang-undangan dengan berikut ini:4
1. Pasal 1162 sampai dengan pasal 1232 KUH Perdata. Didalam berbagai
ketentuan itu diatur tentang:
a. Ketentuan-ketentuan umum (Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1178 KUH
Perdata);
b. Pendaftaran hipotek dan bentuk pendaftaran (Pasal 1179 sampai dengan
pasal 1194 KUH Perdata),
c. Pencoretan pendaftaran (Pasal 1195 sampai dengan Pasal 1197 KUH
Perdata),
d. Akibat hipotek terhadap ketiga yang menguasai barang yang dibebani
(Pasal 1198 sampai dengan Pasal 1208 KUH Perdata),
e. Hapusnya hipotek (Pasal 1209 sampai dengan Pasal 1220 KUH Perdata),
f. Pegawai-pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotek, tanggung jawab
mereka dan hal diketahuinya daftar-daftar oleh masyarakat (Pasal 1221
sampai dengan Pasal 1232 KUH Perdata).
Ketentuan tentang hipotek atas tanah kini sudah tidak berlaku lagi, karena
telah diganti oleh Undang-Undang Nomor 4 1996 tentang Hak Tanggungan,
sedangkan ketentuan yang masih berlaku, hanya ketentuan-ketentuan yang
berkaitan dengan hipotek kapal laut, yang beratnya 20 m3 ke atas.
2. Pasal 314 sampai dengan pasal 316 Kitab Undang-Undang Dagang. Pasal 314
KUHD berbunyi “Kapal-kapal Indonesia yang isi kotornya berukuran paling
sedikit 20 m3 dapat dibukukan dalam register kapal menurut peraturan, yang
akan diberikan dengan Ordonansi tersendiri.” inti pasal ini bahwa kapal yang
beratnya 20 m3 ke atas dapat dibukukan. Pasal 315 KUHD mengatur tentang
urutan tingkat antara hipotek-hipotek. Pasal 315 KUHD berbunyi: “uritan
tingkat antara hipotek-hipotek ditentukan oleh hari pendaftaran pada satu hari

4
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2014, hlm
198.
6

yang sama, mempunyai tingkat yang sama. “Pasal 316 KUHD mengatur
tentang piutang yang diberi hak mendahului atas kapal, Piutang-piutang yang
didahulukan itu, antara lain:
a. Biaya sita lelang
b. Tagihan nahkoda dan anak buah kapalnya yang timbul dari pperjanjian
perburuhan, selama mereka bekerja dalam dinas kapal itu;
c. Upah pertolongan, uang pandu, biaya rambu dan biaya pelabuhan, dan
biaya pelayaran lain-lain; dan
d. Tagihan karena penubrukan.
3. Artikel 1208 sampai dengan Artikel 1268 NBW Belanda
4. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
berbunyi:
a. Kapal yang telah didaftar dapat dibebani hipotek.
b. Ketentuan sebagiamana yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dalam peraturan pemerintah.
Peraturan pemerintah tentang penjabaran pasal ini sampai saat ini belum ada,
namun didalam penjelasan Undang-Undang nomor 21 Tahun 1992 ditentukan
substansi yang diatur dalam peraturan pemerintah tersebut. Hal-hal yang diatur
dalam peraturan pemerintah mengenai pembebanan hipotek. Sedangkan
pelaksanaan pembebanan hipotek atas kapal dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.5
F. Objek Hipotek
Adapun benda-benda tidak bergerak milik debitur yang dapat dihipotikkan
yaitu:6
1. Tanah beserta bangunan

5
Ibid, hlm. 200.
6
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok… hlm. 62.
7

Yang dimaksud dengan jaminan berupa tanah beserta bangunan ialah jaminan
atas semua tanah yang berstatus hak milik, hak guna usaha dan hak guna
bangunan berikut seperti: Bangunan rumah, bangunan pabrik, bangunan gudang,
bangunan hotel, bangunan losmen dan lain sebagainya.
2. Kapal laut yang berukuran 20 m3 isi kotor ke atas.
Dasar dari ketentuan bahwa kapal laut yang berukuran paling sedikit 20 m3 isi
kotor ke atas dapat dihipotikkan ialah Pasal 314 ayat 1 dan Pasal 314 ayat 3 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang.
Di dalam Pasal 314 ayat 1 KUHD ditentukan bahwa:
“Kapal-kapal Indonesia yang ukurannya paling sedikit dua puluh meter kubik
isi kotor dapat didaftarkan di suatu daftar kapal sesuai dengan peraturan-
peraturan yang akan diberikan dengan ordonasi tersendiri.”
Pasal 314 ayat 3 KUHD mengatakan bahwa:
“Atas kapal-kapal yang terdaftar dalam daftar kapal, kappa-kapal yang
sedang dibuat dan bagian-bagian dalam kapal-kapal yang demikian itu, dapat
diadakan hipotik.” 7
G. Hak dan Kewajiban Para Pihak
Hak dan kewajiban antara pemberi dan penerima hipotek kapal laut, maka
sejak saat itulah timbul akibat bagi kedua belah pihak. Akibat hukum itu timbul hak
dan kewajiban. Hak pemberi hipotek:
1. Tetap menguasai bendanya.
2. Mempergunakan bendanya.
3. Melakukan tindakan penguasaan asal tidak merugikan pemegang hipotek.
4. Berhak menerima uang pinjaman.
Kewajiban pemegang hipotek:
1. Membayar pokok beserta bunga pinjaman uang dari jaminan hipotek.
2. Membayar denda atas keterlambatan melakukan pembayaran pokok pinjaman
dan bunga.
7
Ibid, hlm. 64.
8

Hak pemegang hipotek:


1. Memperoleh penggantian daripadanya untuk pelunasan piutangnya
(vershaals-recht) jika debitur wanprestasi.
2. Memindahkan piutangnya, karena hipotek bersifat accessoir, maka dengan
berpindahnya hutang pokok maka hipotek ikut berpindah.8
H. Eksekusi
Sebelum diberlakukannya Undang-Undang No. 4 Tahun 1996  mengenai Hak
Tanggungan Atas Tanah, maka ketentuan hipotik diberlakukan bagi tanah hak milik,
hak guna usaha dan juga hak guna bangunan yang dibebani tanggungan atau jaminan
utang. Pada dasarnya eksekusi hipotik dan hak tanggungan dapat dilakukan diluar
campur tangan pengadilan atau yang disebut parate eksekusi maupun melalui
pengadilan. Disamping itu, Undang-undang No. 4 Tahun 1996 memperbolehkan
penjualan di bawah tangan tanpa melalui kantor lelang, atas dasar kesepakatan antara
kreditur dan debitur, apabila melalui penjualan di bawah tangan ini dapat diperoleh
harga tertinggi yang menguntungkan kedua belah pihak.
Ketentuan Pasal 1178 ayat 2 kitab undang-undang hukum perdata, memberi
wewenang kepada kreditur pemegang hipotik pertama untuk minta diperjanjikan agar
dia dapat menjual benda yang dibebani hipotik atas kekuasaanya sendiri melalui
kantor lelang, demikian pula ketentuan Pasal 6 jo. Pasal 20 undang-undang no. 4
tahun 1996, memberi wewenang kepada kreditur pemegang hak tanggungan pertama
untuk menjual atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum.
Menggunakan pranata grosse akte yang diatur dalam Pasal 224v HIR untuk
melakukan eksekusi hipotik dan hak tanggungan dapat memenuhi berbagai kendala.
Berdasarkan ketentuan pasal 224 HIR, kreditur dapat menggunakan grosse akte
hipotik yang mempunyai kekuatan eksekutorial seperti putusan hakim yang

8
Fadly, Hipotek Kapal Laut, pada http://zfadly.blogspot.com/2012/04/hipotek-kapal-laut.html
(Diakses pada tanggal 24 Maret 2020, Pukul 14:00 WIB).
9

berkekuatan tetap untuk mengajukan permohonan fiat eksekusi dari pengadilan atas
benda yang dibebani hipotik untuk selanjutnya dijual melalui kantor lelang.9
Demikian pula ketentuan pasal 14 jo pasal 20 undang-undang no. 4 tahun
1996, menyebutkan bahwa sertifikat hak tanggungan yang memuat irah-irah dengan
kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA
ESA” mempunyai kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai grosse akte hipotik
sepanjang mengenai hak atas tanah.
Kendala yang dihadapi adalah munculnya upaya hukum bantahan dari debitur
yang mempersoalkan jumlah utang yang harus dibayar kepada kreditur. Menurut
hakim agama Yahya Harahap, apabila pengadilan melihat bahwa selisih antara
jumlah yang ditetapkan dalam akta hipotik dan pembukuan yang dilakukan oleh
kreditur sangat besar, maka pengadilan lebih baik menunda eksekusi dan
menyarankan kreditur untuk melakukan gugatan biasa. Hal ini memang
dimungkinkan karena berdasarkan ketentuan pasal 195 ayat 1 dan pasal 224 HIR
menyebutkan bahwa kedua pengadilan negeri adalah pejabat yang berwenang
memerintahkan dan memimpin jalannya eksekusi.
Kendala yang lain mungkin dihadapi adalah adanya perlawanan yang diajukan
oleh pihak ketiga sebelum dilakukan eksekusi hipotik. Kendala-kendala tersebut juga
dapat dialami oleh kreditur pemegang hak tanggungan yang melakukan eksekusi
melalui parate eksekusi ataupun melalui pengadilan. Akan tetapi, kendala terbesar
adalah hasil penjualan lelang benda jaminan biasanya di bawah harga pasar dan
masih harus dikurangi biaya lelang.10
I. Hapusnya Hipotek
1. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada 3 (tiga) cara berakhirnya
hipotik, yaitu:

9
www.hukumsumberhukum.com/2014/05//hukum-perjanjian-eksekusi-hipotek.html (Diakses
pada tanggal 24 Maret 2020, Pukul 14:10 WIB).
10
Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus. Jakarta: Kencana, 2004, hlm 56.
10

a. Dengan berakhirnya perikatan pokok, jadi apabila utang yang dijamin dengan
hak hipotik itu lenyap, bisa karena utang itu dilunasi, bisa juga karena
perikatan pkoknya lenyap karena daluarsa yang membebaskan seorang dari
suatu kewajiban (daluarasa ekstinktif).
b. Karena pelepasan hipotiknya oleh si berpiutang, jadi apabila kreditur yang
bersangkutan melepaskan dengan sukarela hak hipotiknya; pelepasan dengan
sukarela ini tidak ditentukan bentuk hukumnya, tetapai tentu harus secara jelas
dan tegas. Tidaklah cukup dengan memberitahukan maksud hendak
melepaskan hak hipotikoleh pemegang hipotik kepada sembarang orang
misalnya pihak ke tiga. Biasanya pelepasan ini dilakukan dengan
pemberitahuan kepada pemilik dari benda yang terikat dengan hak hipotik itu
c. Karena penetapan tingkat oleh hakim, jadi apabila dengan perantaraan oleh
hakim diadakan pembagian uang pendapatan lelng dari benda yang
dihipotikkan itu kepada para kreditur; kreditur yang tidak kebagian pelunasan
piutangnya kehilangan hak hipotiknya oleh karena pembersian.11
2. Adapun hapusnya hipotik di luar ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yaitu:
a. Dengan musnahnya benda yang dihipotikkan itu, misalnya dengan lenyapnya
tanah yang merupakan objek haka hipotik itu oleh karena tenggelam, atau
tanah longsor.
b. Dari berbagai peraturan tersebut diatas dapat juga disimpulkan cara-ara
hapusnya hak hipotik seperti misalnya dalam pasal 1169 KUH Perdata: kalau
pemilik benda bergerak yang dihipotikkan itu hanya mempunyai hak bersyarat
atas benda tersebut dan hak bersyarat itu terhenti.
c. Dengan berakhirnya jangka waktu untuk mana hak hipotik tersebut di berikan
hapuslah hak hipotik tesebut.12

11
Salim HS, Perkembangan Hukum… hlm 212.
12
Ibid, hlm. 213.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hypotheca berasal dari bahasa latin, dan hypotheek dari bahasa Belanda, yang
mempunyai arti “Pembebanan”. Sedangkan Menurut Pasal 1162 B.W, hipotik adalah
suatu hak kebendaan atas suatu benda yang tak bergerak, bertujuan untuk mengambil
pelunasan suatu hutang dari (pendapatan penjualan) benda itu.
Dasar hukum mengenai Hipotik dapat kita temukan dalam peraturan-
peraturan yang berlaku di Indonesia, antara lain: Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Pasal 1162-1232 Buku Kedua Bab XXI, Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang Pasal 310-319 Bab II, Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran,Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002 Tentang Perkapalan, Peraturan
Presiden No. 44 Tahun 2005 Tentang Pengesahan INTERNATIONAL CONVENTION
ON MARITIME LIENS AND MORTGAGES, 1993 (Konvensi Internasional tentang
Piutang Maritim dan Mortgage, 1993).
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada 3 (tiga) cara berakhirnya
hipotik: Dengan berakhirnya perikatan pokok, jadi apabila utang yang dijamin dengan
hak hipotik itu lenyap, bisa karena utang itu dilunasi, bisa juga karena perikatan
pkoknya lenyap karena daluarsa yang membebaskan seorang dari suatu kewajiban
(daluarasa ekstinktif).
DAFTAR PUSTAKA
Subekti ,1995.”Pokok-Pokok Hukum Perdata,”. Jakarta, Intermasa.
Hartono Hadisoeprapto, 1984.”Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum
Perikatan”. Yogyakarta: Liberty.
Usman Rachmadi, 2008.”Hukum Jaminan Keperdataan”.Jakarta: Sinar
Grafika.
Salim, 2014.”Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia”. Jakarta:
Rajawali Pers.
Suharnoko, 2004“Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus”,Jakarta :
Kencana
www.hukumsumberhukum.com/2014/05//hukum-perjanjian-eksekusi-
hipotek.html (Diakses pada tanggal 24 Maret 2020, Pukul 14:10 WIB).
Fadly, Hipotek Kapal Laut, pada http://zfadly.blogspot.com/2012/04/hipotek-
kapal-laut.html (Diakses pada tanggal 24 Maret 2020, Pukul 14:00 WIB).

Anda mungkin juga menyukai