Anda di halaman 1dari 20

Mata Kuliah Dosen Pengmpu

Filsafat Ilmu Ryan Prayogi, M.pd

MAKALAH

PENDASARAN FILSAFAT BAGI TUGAS KEILMUAN

Oleh:

EVA NIM. 1738007


SYARIFAH NOVIANTI NIM. 1738018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa yang
memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
“Pendasaran Filsafat bagi tugas Keilmuan”. Ucapan terima kasih juga kami
berikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses menyelesaikan
makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi segenap pembaca, dan apabila ada
kekurangan atau kesalahan, kritik dan saran yang bersifat membangun, sangat
kami harapkan dari segenap pembaca untuk perbaikan makalah kami dilai
kesempatan.

PENULIS

i
DAFTAR ISI

KATA PENGNATAR.............................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang.............................................................................1
B. Rumusan masalah........................................................................1
C. Tujuan penulisan.........................................................................1
BAB II PEMBAHSAN
A. Pendasaran Filsafat bagi tugas Keilmuan.....................................2
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia mempunyai pengetahuan, binatang mempunyai pengetahuan,
malaikat juga mempunyai pengetahuan. Mahluk selain manusia
pemgetahuannya bersifat statis, dari masa ke masa tetap begitu saja. Tetapi
pengetahuan yang dimilki manusia bersifat dinamis, terus berkembang dari
zaman ke zaman, karena manusia mempunyai kemampuan mencerna
pengalaman, merenung, merefleksi, menalar, dan meneliti dalam upaya
memahami lingkungannya.

Kemampuan tersebut dimiliki manusia disebabkan manusia dibekali


oleh Tuhan berupa akal atau rasio untuk berpikir, sementara mahluk lainnya
tidak. Manusia berpikir dengan akalnya. Dengan akalmya manusia
mempunyai rasa ingin tahu (curiosity). Dari rasa ingin tahu inilah manusia
selalu mempertanyakan segala hal yang dipikirkannya, menyangsikan segala
apa yang dilihat, dan mencari segala bentuk permasalahan yang dihadapi.
Manusia berusaha menjawab semua pertanyaan yang dihadapi dan
mengajukan alternatif pemecahan suatu masalah

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pendasaran Filsafat Bagi Tugas Keilmuan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Pendasaran Filsafat Bagi Tugas Keilmuan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendasaran Filsafat Bagi Tugas Keilmuan


a. Bidang Kajian Filsafat Ilmu
1. Epistemologi

Ilmu Epistemologi (filsafat ilmu) adalah pengetahuan sistematik


mengenai pengetahuan. Epitemologi merupakan cabang filsafat yang
membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula
pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan
kebenaran pengetahuan (ilmiah).

Epistemologi ilmu, meliputi sumber, sarana dan tata cara


menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah).
Pengetahuan mengenai pilihan landasan ontologik akan dengan sendirinya
mengakibatkan perbedaan dalam menentukan saran yang akan kita pilih.
Pokok kajian epistemologi akan sangat menonjol bila dikaitan dengan
pembahasan mengenai hakekat epistemologi itu sendiri. Secara linguistic kata
“Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu: kata “Episteme” dengan arti
pengetahuan dan kata “Logos” berarti teori, uraian, atau alasan. Epistemologi
dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan yang dalam bahasa Inggris
dipergunakan istilah theory of knowledge. Istilah epistemologi secara
etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam bahasa
Indonesia lazim disebut filsafat pengetahuan. Secara terminologi epistemologi
adalah teori mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang
pengetahuan. Cara Memperoleh Pengetahuan ialah :Empiris, Rasional,
Positifisme, Fenomenaldialisme, Deduktif, Induktif. Sumber Pengetahuan
berasal dari :Indrawi, Akal budi, Hati nilai, Wahyu, Otoritas.

Masalah utama dari epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh


pengetahuan, sebenarnya seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan
apabila telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya

2
pertanyaan epistemologi dapat menggambarkan manusia mencintai
pengetahuan.

2. Aksiologi

Ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusai pada umumnya selalu


digunakan oleh manusia untuk bertindak. Dari tindakan-tindakan tersebut kita
tidak mengetahui apakah seseorang tersebut akan melakukan tindakan yang
baik atau sebaliknya tindakan yang dilakukannya tidak baik. Disinilah letak
bagaimana manusia menggunakan ilmu pengtahuannya. Berbagai
permasalahan bagaimana manusia menggunakan ilmu pengetahuan tersebut
dapat kita cari solusinya dengan mengenal aksiologi terleebih dahulu.

Aksiologi ialah menyangkut masalah nilai-nilai (values) yang bersifat


normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan
sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai
kawasan. Ilmu yang kita miliki tidak bebas dari nilai. Artinya pada tahap-
tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan
moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat
dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan
bersama, bukan sebaliknya digunakan untuk menimbulkan bencana. Lebih
dari itu nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio
sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan
penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.

Dalam aksiologi juga teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada
permasalahan etika dan estetika. Etika merupakan lebih kepada manusia
dalam menilai perbuatan manusia terhadap manusia lainnya. Sedangkan
estetika merupakan nilai tentang pengalaman yang dimiliki oleh manusia
terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.

3
3. Ontologi

Ontologi ilmu meliputi apa hakikat ilmu, apa hakikat kebenaran dan
kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yng tidak terlepas dari
persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana (yang) ada itu. Keyakinan kita
masing-masing mengenai apa dan bagaimana (yang) ada sebagaimana
manifestasi kebenaran yang akan kita cari. Disinilaah letak permasalahan
ontologi dan pemahaman seperti apa dan bagaimana ilmu ontologi.

Ontologi adalah cabang filsafat ilmu yang membicarakan tentang


hakikat ilmu pengetaahuan. Yang dibahas dalam ontologi adalah hakikat
realitas. Adapun dalam penelitian kualitatif, idealisme, rasionalisme,
materiaslisme, dan sebagainya. Keterkaitan antara penelitin kuantitatif dan
kualitatif memang tidak tidak perlu diragukan. Jadi ilmu ontologi itu adalah
ilmu yang membahas seluk-beluk ilmu.

Pembicaraan tetang hakikat sangatlah luas sekali, segala yang ada yang
mungkin ada. Hakikat adalah realitas; realitas adalah ke-real-an, artinya
kenyataan yang sebenarnya. Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu
berusaha untuk menjawab pertanyaan “apa itu ada” yang menurut Ariestoteles
merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda-
benda (sesuatu). Sebenarnya, bukan sekedar benda yang penting, tetapi
fenomena di jagad raya ini, apa dan mengapa ada. Di alam semesta ini, kalau
mau merenung secara hakiki, banyak hal yang menimbulkan tanda-tanda
besar. Oleh karena itu kita perlu memperjelas dikemukakannya pengertian
dan aliran pemikiran dalam ilmu ontologi ini.

b. Ciri-ciri pemikiran filsafat ilmu

Menurut Clarence L. Lewis seorang ahli logika mengatakan bahwa


filsafat itu sesungguhnya suatu proses refleksi dari bekerjanya akal.
Sedangkan sisi yang terkandung dalam proses refleksi adalah berbagai
kegiatan/problema kehidupan manusia. Tidak semua kegiatan atau berbagai
problema kehidupan tersebut dikatakan sampai pada derajat pemikiran filsafat,

4
tetapi dalam kegiatan atau problema yang terdapat beberapa ciri yang dapat
mencapai derajat pemikiran filsafat adalah sebagai berikut :

1. Sangat umun atau universal

Pemikiran filsafat mempunyai kecenderungan sangat umum, dan


tingkat keumumannya sangat tinggi. Karena pemikiran filsafat tidak
bersangkutan dengan objek-objek khusus, akan tetapi bersangkutan dengan
konsep-konsep yang sifatnya umum, misalnya tentang manusia, tentang
keadilan, tentang kebebasan, dan lainnya.

2. Tidak faktual

Kata lain dari tidak faktual aalah spekulatif, yang artinya filsafat
membuat dugaan-dugaan yang masuk akal mengenai sesuatu dengan tidak
berdasarkan pada bukti. Hal ini sebagai sesuatu hal yang melampaui tapal
batas dari fakta-fakta pengetahuan ilmiah. Jawaban yang didapat dari dugaan-
dugaan tersebut sifatnya juga spekulatif. Hal ini bukan berarti bahwa
pemikiran filsafat tidak ilmiah, akan tetapi pemikiran filsafat tidak termasuk
dalam lingkup kewenangan ilmu khusus.

3. Bersangkutan dengan nilai

C.J. Ducasse mengatakan bahwa filsafat merupakan usaha untuk


mencari pengetahuan, berupa fakta-fakta, yang disebut penilaian. Yang
dibicarakan dalam penilaian ialah tentang yang baik dan buruk, yang susila
dan asusila dan akhirnya filsafat sebagai suatu usaha untuk mempertahankan
nilai. Maka selanjutnya, dibentuklah sistem nilai, sehingga lahirlah apa yang
disebutnya sebagai nilai sosial, nilai keagamaan, nilai budaya, dan lainnya.

4. Berkaitan dengan arti

Sesuatu yang bernilai tentu di dalamnya penuh dengan arti. Agar para
filosof dalam mengunkapkan ide-idenya sarat denga arti, para filosof harus

5
dapat menciptakan kalimat-kalimat yang logis dan bahasa-bahasa yang tepat,
semua itu berguna untuk menghindari adanya kesalahan/sesat pikir (fallacy).

5. Implikatif

Pemikiran filsafat yang baik dan terpilih selalu mengandung implikasi


(akibat logis). Dari implikatif tersebut diharapkan akan mampu melahirkan
pemikiran baru sehingga akan terjadi proses pemikiran yang dinamis dari tesis
ke anti tesis kemudian sintesis, dan seterusnya...sehingga tidak ada habisnya.
Pola pemikiran yang implikatif (dialektis) akan dapat menuburkan intelektual.

c. Dasar-Dasar Pengetahuan

Pengetahuan merupakan segala sesuatu yg diketahui manusia. Suatu


hal yang menjadi pengetahuan selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan
yang diketahui serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahui. Karena itu
pengetahuan menuntut adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk
mengetahui tentang sesuatu dan objek yang merupakan sesuatu yang
dihadapinya sebagai hal yang ingin diketahuinya.

Burhanuddin Salam mengklasifikasikan bahwa pengetahuan yang


diperoleh manusia dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:

1. Pengetahuan biasa (common sense) yaitu pengetahuan biasa, atau dapat


kita pahami bahwa pengetahuan ini adalah pengetahuan yang karena
seseorang memiliki sesuatau karena menerima secara baik. Orang
menyebut sesuatu itu merah karen memang merah, orang menyebut benda
itu panas karena memang benda itu panas dan seterusnya.
2. Pengetahuan Ilmu (science) yaitu ilmu pengetahuan yang bersifat
kuantitatif dan objektif, seperti ilmu alam dan sebagainya.
3. Pengetahuan Filsafat, yakni ilmu pengetahuan yang diperoleh dari
pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat
lebih menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang
sesuatu. Pengetahuan Agama, yaitu pengetahuan yang hanya didapat dari

6
Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan
wajib diyakini oleh para pemeluk agama.

Jadi perbedaan antara pengetahuan dan ilmu adalah jika


pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu manusia untuk memahami
suatu objek tertentu sedangkan ilmu (science) adalah pengetahuan yang
bersifat positif dan sistematis. Menurut Bahm ada delapan hal penting
yang berfungsi membentuk struktur pikiran manusia sehingga
menghasilkan suatu pengetahuan manusia yaitu:

1. Mengamati (Observes)

Pikiran memiliki peran mengamati obyek-obyek dalam


melaksanakan pengamatan terhadap obyek, pikiran haruslah mengandung
kesadaran, pengamatan sering kali muncul dari rasa ketertarikan dalam
obyek.

2. Kegiatan Menyelidiki (Inqures)

Ketertarikan pada obyek membuat seseorang mau untuk


mempelajari dan menyelidiki obyek tersebut. Bagaimana obyek tersebut
ada dan berkembang, manfaat dan obyek tersebut minat seseorang
terhadap obyek mendorong mereka mau terlibat untuk memahami dan
menyelidiki obyek-obyek tersebut.

3. Tahapan mempercayai obyek tersebut (Believes)

Setelah mereka mempelajari dan menyelidiki obyek yang muncul


dalam kesadaran mereka, biasanya obyek tersebut diterima sebagai obyek
yang tampak sikap percaya biasanya dilawankan dengan keraguan.

4. Hasrat (Keinginan) dan Desires

7
Hasrat atau keinginan timbul dari adanya ketertarikan pada
kesenangan, kehormatan, penghormatan, rasa aman dan lain-lain. Hasrat
biasanya melibatkan beberapa perasaan puas dan frustasi dan berbagai
respon terhadap perasaan tertentu.

5. Maksud dan Tujuan (Intends)

Walaupun seseorang memiliki maksud ketika akan mengobservasi,


menyelidiki, mempercayai dan berhasrat, namun perasaanya belum tentu
mau menerima dengan segera, terkadang mereka enggan atau malas untuk
melaksanakanya.

6. Mengatur (Organizes)

Setiap pikiran adalah suatu organisme yang teratur dalam diri


seseorang, pikiran mengatur melalui keadaran yang sudah jadi, disamping
itu pikiran mengatur melalui panggilan untuk memunculkan obyek serta
melalui pengingatan dan mendukung penampilan obyek-obyek.

7. Proses Penyesuaian (Adaptasi)

Menyesuaikan pikiran-pikiran yang ada sekaligus melakukan


pembatasan-pembatasan yang dibebankan pada pikiran melalui kondisi
keberadaan yang tercakup dalam otak da tubuh. Fikiran itu berasal dari fisik,
biologis, lingkungan dan kultural.

8. Proses Menikmati (Enjoys)

Pikiran-pikiran dapat mendatangkan keasyikan, seseorang yang asyik


dalam menekuni suatu persoalan, maka ia akan menikmati itu dalam
pikirannya.

Sedangkan Unsur-Unsur yang dapat membantu manusia untuk


memiliki pengetahuan dalam hidupnya :

1. Pengalaman

8
Hal yang pertama dan paling utama yang mendasarkan pengetahuan
adalah pengalaman. Pengalaman adalah keseluruhan peristiwa yang terjadi
dalam diri manusia dalam interaksinya dengan alam, lingkungan dan
kenyataan, termasuk Yang Ilahi. Pengalaman terbagi menjadi dua: (1)
pengalaman primer, yaitu pengalaman langsung akan persentuhan indrawi
dengan benda-benda konkret di luar manusia dan peristiwa yang disaksikan
sendiri; (2) pengalaman sekunder, yaitu pengalaman tak langsung atau
reflektif mengenai pengalaman primer. Sekedar contoh, saya dapat melihat
teman-teman dengan kedua mata saya dan saya dapat mendengar komentar
teman-teman dengan kedua telinga saya. Inilah pengalaman primer. Adapun
pengalaman sekunder, saya sadar akan apa yang saya lihat dengan kedua mata
saya dan sadar akan apa yang saya dengar dengan kedua telinga saya.

Paling tidak, ada tiga ciri pokok pengalaman manusia. Pertama,


pengalaman manusia yang beraneka ragam. Kedua, pengalaman yang
berkaitan dengan objek-objek tertentu di luar diri kita sebagai subjek. Dan
ketiga, pengalaman manusia selalu bertambah seiring dengan pertambahan
usia, kesempatan, dan kedewasaan.

2. Ingatan

Pengetahuan manusia juga didasarkan pada ingatan sebagai kelanjutan


dari pengalaman. Tanpa ingatan, pengalaman indrawi tidak akan bertumbuh
menjadi pengetahuan. Ingatan mengandalkan pengalaman indrawi sebagai
sandaran ataupun rujukan. Kita hanya dapat mengingat apa yang sebelumnya
telah kita alami. Kendati ingatan sering kabur dan tidak tepat, namun kita
dalam kehidupan sehari-hari selalu mendasarkan pengetahuan kita pada
ingatan baik secara teoritis dan praktis. Seandainya ingatan tak dapat kita
andalkan maka kita tak dapat melakukan tugas sehari-hari seperti mengenal
sahabat, pacar, dan lain-lain. Tanpa ingatan, kegiatan penalaran kita menjadi
mustahil. Karena untuk bernalar dan menarik kesimpulan dalam premis-
premisnya kita menggunakan nalar.

9
Ingatan tidak selalu benar dan karenanya tidak selalu merupakan
bentuk pengetahuan. Agar ingatan dapat dijadikan rujukan dan dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya bagi pengetahuan, setidaknya ada dua
syarat yang harus dipenuhi yakni: (1) kesaksian dan (2) konsisten.

3. Kesaksian

“Kesaksian” dimaksudkan untuk penegasan sesuatu sebagai benar oleh


seorang saksi kejadian atau peristiwa, dan diajukan kepada orang lain untuk
dipercaya. “Percaya” dimaksudkan untuk menerima sesuatu sebagai benar
yang didasarkan pada keyakinan dan kewenangan atau jaminan otoritas orang
yang memberi kesaksian.

Dalam mempercayai suatu kesaksian, kita tidak memiliki cukup bukti


intrinsik untuk kebenarannya. Yang kita miliki hanyalah bukti ekstrinsik.
Menurut Descartes, beberapa pemikir menolak kesaksian sebagai salah satu
dasar dan sumber pengetahuan karena kesaksian bisa keliru dan bersifat
menipu. Walaupun demikian, ada beberapa pengetahuan yang kebenarannya
dirujukkan kepada kesaksian seperti sejarah, hukum, dan agama secara
metodologis.

4. Minat dan Rasa Ingin Tahu

Tidak semua pengalaman dapat dijadikan pengetahuan atau tidak


semua pengalaman berkembang menjadi pengetahuan. Untuk berkembang
menjadi pengetahuan subjek yang mengalami harus memiliki minat dan rasa
ingin tahu. Minat mengarahkan perhatian ke hal-hal yang dialami dan
dianggap penting untuk diperhatikan. Ini berarti bahwa dalam kegiatan
mengetahui terdapat unsur penilaian. Orang akan memperhatikan dan
mengetahui apa apa yang ia anggap bernilai. Dan rasa ingin tahu mendorong
untuk bertanya dan menyelidiki apa yang dialaminya dan menarik minatnya.
Inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.

10
Rasa ingin tahu terkait erat dengan pengalaman mengagumkan dan
mengesankan dengan keheranan yang dialami. Mengajukan pertanyaan yang
tepat mengandaikan bahwa orang tahu di mana ia tahu dan di mana ia tidak
tahu. Maka, mengajukan pertanyaan yang tepat adalah langkah pertama untuk
memperoleh jawaban yang tepat.

5. Pikiran dan Penalaran

Kegiatan pokok pikiran dalam mencari kebenaran dalam pengetahuan


adalah penalaran. Bagi seorang guru, nalar adalah latihan intelektual untuk
meningkatkan akal budi anak didik. Bagi seorang advokat, nalar adalah cara
membela dan menyanggah kesaksian. Bagi ekonom, nalar adalah sarana
membagi sumber daya untuk meningkatkan efisiensi, daya guna, dan
kemakmuran. Sedang, bagi ilmuwan, nalar adalah metode merancang
percobaan untuk memeriksa hipotesis. Nalar dalam kehidupan kita sehari-hari
selalu diartikan rasionalitas. Nicholas Rescher mengatakan, “Bersikap rasional
berarti menggunakan kecerdasan untuk menentukan tindakan terbaik dalam
suatu keadaan.” Ini definisi kasar, tapi berguna sebagai landasan untuk
membangun suatu argumen.

Penalaran adalah proses penarikan kesimpulan dari hal-hal yang telah


diketahui sebelumnya. Setidaknya ada tiga metode dalam proses penalaran.
Pertama, induksi yakni penalaran yang menarik kesimpulan umum (universal)
dari kasus-kasus tertentu (partikular). Kedua, deduksi yakni penalaran untuk
merumuskan sebuah hipotesis berupa pernyataan umum yang kemungkinan
pernyataannya masih perlu untuk diuji coba.

6. Logika

Logika didefenisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara shahih.


Ada dua cara penarikan kesimpulan, yaitu logika deduktif dan logika induktif.
Logika deduktif adalah terkait dengan penarikan kesimpulan dari hal yang
bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (khusus). Penarikan

11
kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang
dinamakan silogisme.

7. Bahasa

Di samping logika penalaran juga mengandaikan bahasa. Tanpa bahasa


manusia tidak dapat mengungkapkan pengetahuannya. Dalam eksperimen
antara bayi dan anak kera yang lahir secara bersama waktunya, pada awalnya
keduanya berkembang hampir sejajar. Tapi seorang anak mulai bisa
berbahasa, daya nalarnya menjadi amat berekembang dan pengetahuan tentang
diri sendiri serta lingkungannya menjadi jauh melampaui kera seusianya.

8. Kebutuhan Hidup Manusia

Dalam interaksinya dengan dunia dan lingkungannya manusia


membutuhkan pengetahuan. Maka, kebutuhan manusia juga dapat mendasari
dan mendorong manusia untuk mengembangkan pengetahuannya. Berbeda
dengan binatang, manusia memperoleh pengetahuan tidak hanya didasarkan
pada instingtif tapi juga kreatif. Manusia adalah makhluk yang mampu
menciptakan alat, memiliki strategi, dan kebijaksanaan dalam bertindak.

Walaupun kebutuhan manusia yang mendasari pengetahuan termasuk


ke dalam dimensi pragmatis pengetahuan, tapi juga terdorong oleh rasa
keingintahuan yang dimiliki oleh manusia itu sendiri.

Semua orang mengakui memiliki pengetahuan. Namun dari mana


pengetahuan itu diperoleh atau lewat apa pengetahuan itu di dapat. Dari sana
timbul pertanyaan bagaimana kita memperoleh pengetahuan atau dari mana
sumber pengetahuan didapat. Sebelum membahas sumber pengetahuan,
terlebih dahulu mengetahui tentang hakikat pengetahuan.

Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental. Mengetahui


sesuatu adalah menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata lain
menyusun gambaran tentang fakta yang ada diluar akal.

12
Ada dua teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan, yaitu:

a. Realisme

Teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan


menurut realisme adalah gambaran atau copy yang sebenarnya dari apa yang
ada dalam alam nyata (dari fakta atau hakikat). Pengetahuan atau gambaran
yang ada dalam akal adalah copy dari yang asli yang ada di luar akal. Hal ini
tidak ubahnya seperti gambaran yang terdapat dalam foto. Dengan demikian,
realisme berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar dan tepat bila sesuai
dengan kenyataan.

b. Idealisme

Idealisme adalah menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan


yang benar-benar sesuai dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan
adalah proses-proses mental atau proses psikologis yang bersifat subjektif.
Oleh karena itu, pengetahuan bagi seorang idialis hanya merupakan gambaran
subjektif dan bukan gambaran objektif tentang realitas. Subjektif dipandang
sebagai suatu yang mengetahui, yaitu dari orang yang membuat gambaran
tersebut. Karena itu, pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan
hakikat kebenaran. Yang diberikan pengetahuan hanyalah gambaran menurut
pendapat atau penglihatan orang yang mengetahui atau (subjek).

Setelah kita mengetahui tentang hakikat pengetahuan dan pemaparan


kedua madzhab yang menjelaskan hakikat ilmu itu sendiri, maka yang menjadi
pertanyaan lanjutan adalah dari mana pengetahuan itu bersumber?
Pengetahuan yang ada pada kita diperoleh dengan menggunakan berbagai alat
yang merupakan sumber pengetahuan tersebut.

Dalam hal ini ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan:

1. Empirisme

13
Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos, artinya pengalaman.
Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya.
Dan bila dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksud
ialah pengalaman inderawi.

Dengan inderanya, manusia dapat mengatasi taraf hubungan yang


semata-mata fisik dan masuk ke dalam medan intensional, walaupun masih
sangat sederhana. Indera menghubungkan manusia dengan hal-hal konkret-
material. Pengetahuan inderawi bersifat parsial. Itu disebabkan oleh adanya
perbedaan antara indra yang satu dengan indra yang lainnya, berhubungan
dengan sifat khas fisiologis indera dan dengan objek yang dapat ditangkap
sesuai dengannya. Masing-masing indra menangkap aspek yang berbeda
mengenai barang atau makhluk yang menjadi objeknya. Jadi pengetahuan
inderawi berada menurut perbedaan indera dan terbatas pada sensibilitas
organ-organ tertentu.

2. Rasionalisme

Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.


Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia
memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek.

Dalam penyusunan ini akal menggunakan konsep-konsep rasional atau


ide-ide universal. Konsep tersebut mempunyai wujud dalam alam nyata yang
bersifat universal. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip universal adalah
abstraksi dari benda-benda kongkret, seperti hukum kausalitas atau gambaran
umum tentang benda tertentu. Kaum rasionalis yakin bahwa kebenaran hanya
dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi
saja.

3. Intuisi

Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses


penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu

14
masalah dan tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut.
Tanpa melalui proses berfikir yang berliku-liku tiba-tiba saja dia sudah sampai
disitu. Jawaban atas permasalahan yang sedang dipikirkannya muncul
dibenaknya bagaikan kebenaran yang membukakan pintu. Atau bisa juga,
intuisi ini bekerja dalam keadaan yang tidak sepenuhnya sadar, artinya
jawaban atas suatu permasalahan ditemukan tidak tergantung waktu orang
tersebut secara sadar sedang menggelutnya. Namun intuisi ini bersifat
personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun
pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak bisa diandalkan.

4. Wahyu

Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada


manusia. Pengetahuan ini disalurkan oleh nabi-nabi yang diutusnya sepanjang
zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan
sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-
masalah yang bersifat transedental seperti latar belakang penciptaan manusia
dan hari kemudian di akhirat nanti. Pengetahuan ini didasarkan kepada
kepercayaan akan hal-hal yang ghaib ( supernatural ). Keparcayaan kepada
tuhan yang merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan kepada nabi sebagai
perantara dan kepercayaan terhadap wahyu sebagai cara penyampaian,
merupakan dasar dari penyusunan pengetahuan ini. Kepercayaan merupakan
titik tolak dalam agama. Suatu pernyataan harus dipercaya dulu untuk dapat
diterima: pernyataan ini bisa saja selanjutnya dikaji dengan metode lain.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
a. Bidang Kajian Filsafat Ilmu
1. Epistimologi
2. Aksiologi
3. Ontology
b. Ciri-ciri pemikiran filsafat ilmu

Menurut Clarence L. Lewis seorang ahli logika mengatakan bahwa


filsafat itu sesungguhnya suatu proses refleksi dari bekerjanya akal.
Sedangkan sisi yang terkandung dalam proses refleksi adalah berbagai
kegiatan/problema kehidupan manusia. Tidak semua kegiatan atau berbagai
problema kehidupan tersebut dikatakan sampai pada derajat pemikiran filsafat,
tetapi dalam kegiatan atau problema yang terdapat beberapa ciri yang dapat
mencapai derajat pemikiran filsafat adalah sebagai berikut :

1. Sangat umun atau universal


2. Tidak faktual
3. Bersangkutan dengan nilai
4. Berkaitan dengan arti
5. Implikatif
c. Dasar-Dasar Pengetahuan

Pengetahuan merupakan segala sesuatu yg diketahui manusia. Suatu hal yang


menjadi pengetahuan selalu terdiri atas unsur yang mengetahui dan yang diketahui
serta kesadaran mengenai hal yang ingin diketahui. Karena itu pengetahuan
menuntut adanya subjek yang mempunyai kesadaran untuk mengetahui tentang
sesuatu dan objek yang merupakan sesuatu yang dihadapinya sebagai hal yang
ingin diketahuinya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, P. (2010). Hubungan filsafat, ilmu, dan agama. Hubungan filsafat.


Dafrita, I. E. (2015). Ilmu Dan Hakekat Ilmu Pengetahuan Dalam Nilai Agama.
Ilmu Dan Hakekat Ilmu Pengetahuan Dalam Nilai Agama.

Gie, T. L. (2007). Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Nessa, M. N. (2014). Buku Ajar Filsafat Ilmu. Buku Ajar Filsafat Ilmu.

Surajiyo. (2013). Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Bumi Aksara.

17

Anda mungkin juga menyukai