(PDGK4407)
Tim Penyusun :
3. CHANDRA SETYASAPUTRI
4. SRI SUKAMTI
5. AMBAR SUHARNI
Kegiatan Belajar 1
Definisi, Klasifikasi, Penyebab, dan Cara Pencegahan Tunagrahita
A. DEFINISI TUNAGRAHITA
1. Peristilahan
Dalam bahasa Indonesia istilah yang pernah digunakan misalnya lemah otak, lemah
ingatan, lemah pikiran, retardasi mental, terbelakang mental, cacat grahita, dan tunagrahita.
Dalam bahasa asing (Inggris) dikenal istilah mental retardation, mental defiency, mentally
handicapped, feebleminded, mental subnormality (Moh. Amin, 1995:20). Istilah lain yang
banyak digunakan adalah intellectually handicapped, intellectually disabled, dan
development mental disability.
Kata “mental” disini diartikan fungsi kecerdasan intelektual dan bukan kondisi
psikologis. Dari berbagai macam istilah diatas pada dasarnya sama semua tertuju pada
pengertian yang sama yaitu menggambarkan kondisi terlambat dan terbatasnya
perkembangan kecerdasan seseorang sedemikian rupa jika dibandingkan dengan rata-rata
atau anak pada umumnya disertai dengan keterbatasan dalam perilaku penyesuaian.
Kondisi ini berlangsung pada masa perkembangan, dan orientasi sampai sejauh mana
individu dalam membutuhkan jenis layanan atau penanganan khusus.
2. Pengertian
Secara luas dan menjadi rujukan utama ialah definisi yang dirumuskan Grossman
(1983) yang secara resmi digunakan AAMD (American Association on Mental Deficiency)
sebagai berikut :”ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara
nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam
tingkah laku penyesuaian dan berlangsung (terfermentasi) pada masa perkembangannya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a. Fungsi intelektual umum secara signifikan berada di bawah rata-rata, anak tunagrahita
IQ paling tinggi 70.
b. Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif).
c. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan.
Untuk dapat dikatakan tunagrahita seseorang harus memiliki ketiga ciri-ciri tersebut.
Jika hanya memiliki satu ciri-ciri maka belum bisa dikatakan sebagai tunagrahita.
B. KLASIFIKASI ANAK TUNAGRAHITA
Pengklasifikasian ini pun bermacam-macam sesuai dengan disiplin ilmu maupun
perubahan pandangan terhadap keberadaan anak tunagrahita. Klasifikasi yang sejak lama
dikenal yaitu debil, imbesil, dan idiot, sedangkan klasifikasi menurut kaum pendidik di
Amerika adalah educable mentally retarded (mampu didik), trainable mentally retarded
(mampu latih) dan totally custodial dependent (mampu rawat). Klasifikasi ini sudah jarang
digunakan.
Klasifikasi yang digunakan sekarang yang dikemukakan American Asociation on
Mental Defeciency (Hallahan, 1982: 43) :
a. Mild mental retardation (tunagrahita ringan), IQ: 70-75
b. Moderate mental retardation (tunagrahita sedang), IQ: 55-40
c. Severe mental retardation (tunagrahita berat), IQ: 40-25
d. Profound mental retardation (sangat berat), IQ: 25 ke bawah
Klasifikasi yang digunakan di Indonesia sesuai PP 72 tahun 1991 :
1. Tunagrahita ringan IQ nya 50-70
2. Tunagrahita sedang IQ nya 30-50
3. Tunagrahita berat dan sangat berat IQ nya kurang dari 30
Adapun pengelompokan berdasarkan kelainan jasmani yang disebut tipe klinis yaitu:
1. Down Syndrome (Mongoloid)
2. Kretin (Cebol)
3. Hydrocephalus
4. Microcephalus
5. Macrocephalus
Klasifikasi yang dikemukakan oleh AAMR 1992 menitikberatkan pada
kebutuhannya yaitu: 1) intermitten needs, bantuan itu dibutuhkan secara berkala atau tidak
selalu membutuhkan bantuan; 2) limited needs, sering membutuhkan bantuan; 3)extensive
needs, yang membutuhkan bantuan dalam jangka lama dan bantuannya serius; dan 4)
pervasive needs, kebutuhan bantuan sepanjang waktu.
C. PENYEBAB DAN CARA PENCEGAHAN KETUNAGRAHITAAN
1. Penyebab Ketunagrahitaan
a. Genetik dan Kromosom
b. Pada Prakelahiran
c. Pada saat Kelahiran
d. Selama Masa Perkembangan Anak-anak dan Remaja
2. Usaha Pencegahan Ketunagrahitaan
a. Penyuluhan genetik
b. Diagnostik prenatal
c. Imunisasi
d. Tes darah
e. Program keluarga berencana
f. Tindakan operasi
g. Sanitasi lingkungan
h. Pemeliharaan kesehatan
i. Intervensi dini
j. Diet sesuai dengan petunjuk ahli kesehatan
Kegiatan Belajar 2
Dampak Ketunagrahitaan
Kegiatan Belajar 3
Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita
Kebutuhan anak tunagrahita pada dasarnya sama dengan anak-anak pada umumnya.
Hanya saja ada ketentuan khusus mengingat karakteristik anak tunagrahita berbeda-beda.
A. Kebutuhan Khusus Anak Tuna Grahita
1. Kebutuhan Pendidikan
Penelitian dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan potensi yang
dimiliki oleh individu
Secara khusus anak tunagrahita membutuhkan sebagai berikut:
a. Jenis mata pelajaran
Bobot perimbangan mata pelajaran untuk anak tunagrahita 70% pelajaran ketrampilan
dan sisanya adalah pembelajaran bersifat akademik
b. Waktu Belajar
Waktu belajar bagi penderita tunagrahita membutuhkan waktu lebih lama. Kebutuhan
waktu dalam belajar dan pengulangan tergantung pada berat ringannya
ketunagrahitaan.
c. Kemampuan Bina Diri
Kajian Bina Diri dibutuhkan agar anak-anak tuna grahita tidak tergantung pada orang
lain
2. Kebutuhan Sosial dan Emosi
Tunagrahita sebagaimanaindividu pada umumnya membutuhkan sosialisasi. Mereka
mengalami kesulitan karena kelainannya dan respon lingkungan yang kurang
memahaminya. Mereka mengalami kesulitan dalam membersihkan diri sendiri memasuki
dunia remaja, mencari kerja, tidak memahami arti remaha. Sementara kebutuhan seksual
berkembang secara normal. Untuk itulahdiperlukan para ahli baik untuk anaknya maupun
ornag tuanya agar bisa menerima keadaan anaknya dan mau membantu anaknya
mengembangkan potensi yang dimilikinya.
3. Kebutuhan Fisik dan Kesehatan
Bagi tunagrahita sedang dan berat kemungkinan mereka mengalami gangguan fisik
(keseimbangan) dan ketidakmampuan dalam memelihara diri, sehingga cenderung
mengalami sakit.
B. Profil Pendidikan Anak Tunagrahita
1. Tujuan Pendidikan Anak Tunagrahita
Tujuan Pendidikan anak tunagrahita yang diluar jangkauan kemampuan tidak perlu
dipaksakan harus dikuasai. Jadi perlu penekanan khusus.
Menurut Kirk (1986) tujuan pendidikan anak tunagrahita adalah:
a. Mengembangkan potensi sebaik-baiknya
b. Dapat menolong diri, berdiri sendiri dan berguna bagi masyarakat
c. Memiliki kehidpan lahir bathin yang layak
Menurut Suhaeri (1980)
a. Tujuan pendidikan tunagrahita ringan adalah:
1) Agar dapat mengurus dan membina diri
2) Agar dapat bergaul di masyarakat
3) Agar dapat sesuatu untuk bekal hidupnya
b. Tujuan Pendidikan Tunagrahita sedanmg:
1) Agar dapat mengurus diri
2) Agar dapat bergaul dengan anggota keluarga dan tetangga
3) Agar dapat mengerjakans esuatu secara rutin dan sederhana
c. Tujuan Pendidikan Anak Tunagrahita berat dan sangat berat
1) Agar mengurus diri secara sederhana
2) Anak dapat melakukan kesibukan yang bermanfaat
3) Agar dapat bergembira
a. Tempat Pendidikan
1) Sekolah Khusus
2) Kelas Jauh
Adalah kelas yang dibentuk jauh dari sekolah induk karena di sekolah induk
karena di sekolah tersebut banyak anak luar biasa
3) Guru kunjung
Guru berkunjung ke tempat anak tersebut dan memberi pelajaran sesuai dengan
kebutuhan anak
4) Lembaga Perawatan
Lembaga ini untuk penderita tunagrahita berat dan sangat berat. Disini anak
mendapat layanan pendidikan dan perawatan
b. Di sekolah umum dengan sistem integrasi (terpadu)
Sistem integrasi memberikan kesempatan kepada anak tunagrahita belajar, bermain
atau bekerja bersama dengan anak normal.
Tempat pendidikan yang termasuk sistem integrasi:
1) Di kelas biasa tanpa kekhususanm baik bahan pelajaran maupun guru tuna
grahita, hanya memerlukanw aktu lebih lama dari rekan rekannya yang normal.
2) Di kelas biasa dengan guru konsultan
3) Di kelas biasa dengan guru kunjung
4) Di kelas biasa dengan ruang sumber
5) Di kelas khusus di sebagian waktu
6) Kelas khusus
2. Ciri Khas Pelayanan
a. Ciri-ciri Khusus
1) Bahasa yang digunakan
2) Penempatan anak tunagrahita di kelas
3) Ketersediaan program khusus
b. Prinsip Khusus
1) Prinsip skala perkembangan mental
2) Prinsip kecepatan motorik
3) Prinsip keperagaan
4) Prinsip pengulangan
5) Prinsip indivisualisasi
3. Materi
Materi pembelajaran lebih ke unsur praktek yang ada kaitannya dalam kehidupan sehari-
hari agar hasil belajarnya dapat dikonsumsi masyarakat.
4. Strategi Pembelajaran
Pada prinsipnya tidak berbeda dengan pendidikan pada umumnya hanya saja harus
memperhatikan tujuan pendidikan, karakteristik murid dan ketersediaan sumber (fasilitas)
5. Media
6. Sarana
7. Fasilitas Pendukung
8. evaluasi
MODUL 7
PENDIDIKAN ANAK TUNADAKSA DAN TUNALARAS
Kegiatan Belajar 1
Definisi, Penyebab, Klasifikasi, Dan Dampak Tunadaksa
Kegiatan Belajar 2
Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Anak Tunadaksa
A. Kebutuhan Khusus Anak Tunadaksa
Kelainan fisik dan gangguan kesehatan begitu luas, sehingga
mereka membutuhkan hal-hal sebagai berikut.
1. Kebutuhan akan keleluasaan gerak dan memosisikan diri
2. Kebutuhan komunikasi
3. Kebutuhan ketrampilan memelihara diri
4. Kebutuhan Psikososial
B. Profil Pendidikan Anak Tunadaksa
1. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan anak tunadaksa mengacu Peraturan
Pemerintah No. 72 Tahun 1991 agar peserta didik mampu
mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai
pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan
timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar,
serta dapat mengemabngkan kemampuan dalam dunia kerja atau
mengikuti pendidikan lanjutan.. Connor (1975) dalam Musyafak Asyari
(1995) mengemukakan bahwa dalam pendidikan anak tunadaksa
perlu dikembangkan tujuh aspek yang diadaptasikan sebagai berikut.
a. Pengembangan intelektual dan akademik
b. Membantu perkembangan fisik
c. Meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak
d. Mematangkan aspek sosial
e. Meningkatkan ekspresi diri
f. Mempersiapkan masa depan anak
2. Sistem Pendidikan
Sesuai dengan pengorganisasian tempat pendidikan maka
sistem pendidikan anak tunadaksa dapat dikemukakan sebagai
berikut:
a. Pendidikan Integrasi (terpadu)
b. Pendidikan segregasi (terpisah)
c. Sistem Inklusif
3. Pelaksanaan pembelajaran
Dalam pelaksanaan pembelajaran akan dikemukakan hal-hal
yang berkaitan dengan keterlaksanaannya, seperti berikut.
a. Perencanaan kegiatan belajar-mengajar
b. Prinsip pembelajaran
4. Penataan Lingkungan belajar dan Sarana khusus
Beberapa kondisi khusus mengenai gedung sekolah adalah sebagai
berikut.
a. Macam-macam ruangan khusus
b. Jalan masuk menuju sekolah sebaiknya dibaut keras dan rata yang
memungkinkan anak tunadaksa yang memakai alat bantu dapat
bergerak dengan aman.
c. Tangga sebaiknya disediakan jalur lantai yang dibuat miring dan
landau
d. Lantai bangunan baik didalam dan diluar gedung sebaiknya dibuat
dari bahan yang tidak licin
e. Pintu-pintu ruangan sebaiknya lebih lebar dari pintu biasa
f. Untuk menghubungkan kelas sebaiknya disediakan lorong yang
lebar dan ada pegangan ditembok
g. Pada beberapa dinding lorong dapat dipasang cermin besar
h. Kamar mandi sebaiknya dekat dengan kelas
i. Dipasang WC duduk agar anak tidal perlu berongkok
Kegiatan Belajar 3
Kegiatan Belajar 4
Kebutuhan Khusus Dan Profil Pendidikan Anak Tunalaras
b. Teknik Pendekatan
Beberapa teknik pendekatan dalam mengatasi masalah perilaku:
1. Perawatan dengan obat
2. Modifikasi perilaku
Melalui operant conditioning (mengendalikan stimulus yang mengikuti
respon). Langkah dalam memodifikasi perilaku :
a) Menjelaskan perilaku yang akan diubah
b) Menyediakan bahan yang menuntut anak harus diam
c) Mengatakan perilaku yang diterima
Melalui Task Analysis, dilaksanakan dengan cara menata tujuan dan tugas
dengan lengkapdan terperinci sehingga anak dapat melakukannya dalam
jangka waktu tertentu dan memberikan pujian jika berhasil.
3. Strategi Psikodinamika
Tujuan untuk membantu anak menjadi sadar akan kebutuhannya, keinginan, dan
kekuatannya sendiri.
4. Strategi Ekologi
Pendukung teknik, mengasumsikan bahwa dengan diciptakannya lingkungan yang
baik, maka perilaku anak akan baik pula.
3. Tempat Layanan
a. Tempat khusus (SLB-E)
Di sekolah ini kurikulumnya disesuaikan dengan keadaan anak tunalaras. Anak yang
diterima biasanya yang mengalami gangguan sedang dan berat.
b. Di Sekolah Inklusi
Jenis anak tunalaras yang bisa kita jumpai di sekolah umum yaitu hiperaktif,
distrakbilitas, dan impulsitas.
1) Hiperaktif (dimensi anak yang bertingkah laku kacau/ conduct disorder)
Ciri-ciri anak hiperaktif
a) Gerakannya terlalu aktif, tidak bertujuan, tidak mau diam sepanjang hari,
b) Suka mengacau teman-teman sebayanya
c) Sulit memperhatikan dengan baik
Penyebab hiperaktif : disfungsi otak, kekurangan oksigen, kecelakaan fisik,
keracunan serbuk timah, minuman keras dan obat terlarang ketika hamil, dll.
Teknik penanganan hiperaktif dengan medikasi (obat-obat perangsang saraf), diet
(berpantang makanan tertentu), modifikasi tingkah laku, lingkungan yang terstrukur,
modelling, biofeedback (memberi informasi kepada anak mengenai kondisi perilaku dan
tubunya).
2) Distrakbilitas
Merupakan gangguan dalam perhatian pada stimulus yang relevan secara efisien.
Distrakbilitas dibagi 3 yaitu :
a) Short attention span dan frequent attention shifts (ketidakmampuan
memusatkan perhatian dalam waktu lama )
b) Underselection attention, tidak mampu membedakan stimulus yang relevan
dengan yang tidak relevan
c) Overselective attention, terlalu selektif dalam memberi perhatian sehingga
hal-hal yang relevan mejadi tertinggal.
Cara memberikan layanan kepada anak distrakbilitas :
1) Lingkungan yang terstruktur dan stimulus yang terkendali
2) Modifikasi tingkah laku
3) Impulsivitas
Seseorang dikatakan impulsive jika cenderung mengikuti kemauan hatinya dan
terbiasa bereaksi cepat tanpa berpikir panjang dalam situasi social maupun tugas-
tugas akademik. Impulsive dapat disebabkan oleh faktor keturunan, cemas, faktor
budaya, disfungsi saraf, perilaku yang dipelajari dari lingkungan.
Metode mengendalikan impulsive:
a) Melatih verbalisasi
b) Modifikasi tingkah laku
c) Mengajarkan seperangkat keterampilan kepada anak
d) Berdiskusi antara guru dan anak
e) Wawancara dengan anak
4. Sarana
Sarana pendidikan pada dasarnya tidak berbeda dengan sarana pendidikan biasa (sekolah
regular). Ditambah ruangan khusus konsultasi pskikologi, ruang BK, ruang pemeriksaan
kesehatan, ruangan terapi fisik.
5. Personil
Dibutuhkan beberapa tenaga professional : guru yang berpengalaman dan matang
kepribadiannya, psikolog, konselor, psikiater, neurologi, dan pekerja social.
6. Evaluasi
Evaluasi yang berkaitan dengan prestasi belajar dan evaluasi kesehatan mentalnya
(diobservsi secara terus menerus).