Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI

A. Konsep Gangguan Kebutuhan Dasar


1. Definisi
Nyeri adalah suatu sensori yang tidak menyenangkan dari suatu emosional
disertai kerusakan secara aktual maupun potenial atau kerusakan jaringan secara
menyeluruh (Ignativicius (1991) dalam Lukman dan Ningsih, 2013). Nyeri adalah
suatu mekanisme protektif bagi tubuh, nyeri timbul bilamana jaringan rusak dan
menyebabkan individu tersebut bereaksi untung menghilangkan rasa nyeri
tersebut. (Lukman dan Ningsih, 2013).
The International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan
nyeri sebagai berikut nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan jaringan.
Berdasarkan definisi tersebut nyeri merupakan suatu gabungan dari komponen
objektif (aspek fisiologi sensorik nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional
dan psikologis). Sedangkan nyeri akut disebabkan oleh stimulasi noxious akibat
trauma, proses suatu penyakit atau akibat fungsi otot atau viseral yang terganggu.
Nyeri tipe ini berkaitan dengan stress neuroendokrin yang sebanding dengan
intensitasnya. Nyeri akut akan disertai hiperaktifitas saraf otonom dan umumnya
mereda dan hilang sesuai dengan laju proses penyembuhan (Wardani, 2016).
2. Etiologi
a. Penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu penyebab
yang berhubungan dengan fisik dan berhubungan dengan psikis. Secara fisik
misalnya, penyebab nyeri adalah trauma (baik trauma mekanik, termis,
kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan, gangguan sirkulasi darah.
Secara psikis, penyebab nyeri dapat terjadi oleh karena adanya trauma
psikologis.
b. Nyeri yang disebabkan oleh faktor psikis berkaitan dengan terganggunya
serabut saraf reseptor nyeri. serabut saraf resptor nyeri ini terletak dan tersebar
pada lapisan kulit dan pada jaringan-jaringan tertentu yang terletak lebih
dalam. Sedangkan nyeri yang disebabkan faktor psikologis merupakan nyeri

1
yang dirasakan bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma
psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik (Asmadi, 2013).
3. Klasifikasi
Menurut Prasetyo (2010) klasifikasi nyeri di bagi menjadi:
a. Nyeri Akut
Nyeri akut terjadi setelah terjadinya cidera akut, penyakit, atau intervensi
bedah memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif (ringan
sampai berat) dan berlangsug untuk waktu singkat. Nyeri akut merupakan
signal bagi tubuh akan cidera atau penyakit yang akan datang namun nyeri akut
akan menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah area pulih kembali.
Nyeri akut disebabkan oleh aktivitas nosireseptor dan biasanya
berlangsung dalam wantu yang singkat atau kurang dari 6 bulan, dan datang
tiba-tiba. Nyeri akut dianggap memiliki durasi terbatas dan bisa diprediksi,
seperti nyeri pasca operasi, yang biasanya akan menghilang ketika luka
sembuh. Klien sebagian besar menggunakan kata-kata “tajam”,“tertusuk”, dan
tertembak untuk mendiskripsikan nyerinya (Black & Hawks, 2014).
Penyebab dari nyeri akut adalah agen cedera fisiologis (misalnya:
inflamasi), agen pencedera kimiawi (misalnya: bahan kimia iritan), dan agen
pencedera fisik (misalnya: abses, prosedur operasi, trauma). Kondisi klinis
terkait nyeri akut adalah kondisi pembedahan, cedera traumatis, infeksi,
sindrom koroner akut dan glaukoma. (PPNI, 2016).
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang periode waktu. Nyeri kronik berlangsung diluar waktu penyembuhan
yang sering dikaitkan dengan penyebab atau cedera fisik. Nyeri kronik dapat
terjadi pada kanker tetapi nyeri jenis ini mempunyai penyebab yang dapat
diidentifikasi. Misal nyeri pada kanker timbul akibat kompresi saraf perifer,
atau meninges akibat kerusakan struktur ini setelah pembedahan, kemoterapi
dan infiltrasi tumor. (Smeltzer & Bare, 2013).
Menurut Black dan Hawks (2014) menjelaskan bahwa nyeri kronik
biasanya dianggap sebagai nyeri yang berlangsung lebih dari 6 bulan (atau 1
bulan lebih dari normal di masa-masa akhir kondisi yang menyebabkan nyeri)

2
dan tidak diketahui kapan berakhir kecuali nika terjadi penyembuhan yang
lambat, seperti pada luka bakar. Sedangkan menurut PPNI (2016) nyeri kronik
adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan sampai berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3
bulan. Penyebab dari nyeri kronik adalah kondisi muskuloskeletal kronis,
keruskan sistem saraf, penekanan saraf, infiltrasi tumor, ketidakseimbangan
nerotransmiter, neuromodulator, dan reseptor, gangguan imunitas, ganguan
metabolik. Kondisi klinis terkait nyeri kronik misalnya arthritis rematoid,
infeksi, cedera medula spinalis dan kondisi pasca trauma.
4. Faktor Persepsi dan Reaksi terhadap Nyeri
Menurut Prasetyo (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan reaksi
terhadap nyeri meliputi :
a. Usia
Usia merupakan variabel yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada
individu. Anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri
dan prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan nyeri. Karena anak kecil
yang belum dapat mengungkapkan kata-kata juga mengalami kesulitan dalam
mengungkapkan secara verbal dan mengekpresikan nyeri kepada kedua
orangtua ataupun pada perawat. Terkadang anak-anak enggan menungkapkan
keberadaan nyeri yang mereka alami dikarenakan mereka takut akan tindakan
keperawatan yang harus mereka terima nantinya.
Sedangkan pada pasien lansia perawat harus melakukan penkajian lebih
rinci ketika lansia melaporkan adanya nyeri. Seringkali lansia memiliki sumber
nyeri lebih dari satu. Terkadang penyakit yang berbeda-beda yang diderita
lansia menimbulkan gejala yang sama, sebagai contoh nyeri dada tidak selalu
mengindikasikan serangan jantung, nyeri dada dapat timbul karena gejala
arthritis pada spinal dan gejala gangguan abdomen. Sebagai lansia terkadang
pasrah terhadap apa yang mereka rasakan, mereka menganggap bahwa hal
tersebut merupakan konsekuensi penuaan yang tidak bisa dihindari.
b. Jenis Kelamin
Secara umum wanita dan pria tidak berbeda secara signifikan dalam

3
berespon terhadap nyeri. Hanya berbeda budaya yang menganggap bahwa
seorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis
dibandingkan anak perempuan dalam situasi sama ketika merasakan nyeri.
Namun berdasar penelitian terahir dalam memperhatikan hoemon seks pada
mamalia berpengaruh terhadap tingkat toleransi terhadap nyeri. Hormon seks
testosteron menaikan ambang nyeri pada percobaan binatang sedangkan
estrogen meningkatkan pengenalan sensitivitasan terhadap nyeri.
Bagaimanapun manusia itu lebih kompleks dan dipengaruhi oleh personal,
sosial, budaya dan lain-lain.
c. Kebudayaan
Seringkali perawat berasumsi bahwa respon pada setiap klien dalam
maslah nyeri adalah sama, sehingga mereka mencoba mengira bagaimana klien
berespon terhadap nyeri. Sebagai contoh, apabila seorang perawat yakin
bahwa menangis dan merintih mengidentifikasikan suatu ketidakmampuan
dalam mengontrol nyeri, akibtanya pemberian terapi bisa jadi tidak cocok klien
berkebangsaan Maroko-Amerika, karena mereka tidak selalu mempersiapkan
pengalaman nyeri sebagai suatu yang berat atau mengharapkan perawat
melakukan intervensi.
d. Makna Nyeri
Nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seorang
beradaptasi terhadap nyeri. Seorang wanita yang merasakan nyeri saat bersalin
akan mempersepsikan nyeri secara berbeda dengan lainnya yang nyeri karena
dipukul suaminya.
e. Lokasi dan Tingkat Keparahan Nyeri
Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan
pada masing-masing individu. Nyeri sering dirasakan mungkin terasa ringan,
sedang atau bisa jadi merupakan nyeri yang berat. Dalam kaitannya dengan
kualitas nyeri, masing- masing individu juga bervariasi, ada yang melaporkan
nyeri seperti tertusuk, nyeri tumpul, berdenyut dan lain-lain. Misalnya individu
yang tertusuk jarum akan melaporkan nyeri yang berbeda dengan individu
yang tersiram air panas.

4
f. Perhatian
Tingkat nyeri pada seseorang terhadap nyeri akan mempengarui persepsi
nyeri. Perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan meningkatkan respon
nyeri sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan penurunan
respon nyeri. Konsep inilah yang mendasari berbagai terapi untuk
menghilangkan nyeri seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing (guided
imagery) dan masase.
g. Ansietas (kecemasan)
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas yang
dirasakan seseorang seringkali meningkatkan persepsi nyeri, akan tetapi nyeri
juga dapat menimbulkan perasaan cemas. Sebagai contoh seorang yang
menderita kanker kronis dan merasa takut akan kondisi penyakitnya akan
meningkatkan persepsi nyerinya.
h. Keletihan (kelelahan)
Keletihan / kelelahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan
sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu.

i. Pengalaman Sebelumnya
Individu bealajar dari penagalaman nyeri sebelumnya, akan tetapi
pengalaman yang dirasakan individu tersebut tidak berarti bahwa individu
tersebut akan mudah dalam menghadapi nyeri pada masa mendatang.
Seseorang yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih mudah mengantisipasi
nyeri daripada individu yang mempunyai pengalaman sedikit akan nyeri.
j. Dukungan Keluarga dan Sosial
Seseorang yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan dukungan,
bantuan, perlindungan dari anggota keluarga lain atau teman dekat. Meskipun
nyeri masih dirasakan oleh klien, kehadiran orang dicintai akan meminimalkan
kesepian dan ketakutan sehingga klien tidak berfokus pada nyeri yang
dirasakan.

5
5. Efek Nyeri
Menurut Wahyudi dan Abdul, (2016) menjelaskan efek nyeri adalah sebagai
berikut ini :
a. Tanda dan gejala fisik
Tanda fisiologis dapat menunjukan nyeri pada klien yang berupaya untuk tidak
mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk engkaji
tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi keterlibatan
saraf otonom. Saat awitan nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah dan
frekuensi pernapasan meningkat.
b. Efek perilaku
Pasien seringkali saat mengalami nyeri pasien sering meringis, mengerutkan
dahi, menggigit bibir, gelisah, imobilisasi, mengalami ketegangan otot,
menghindari kontak sosial dan hanya fokus pada aktivitas menghilangkan
nyeri.
c. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari
Klien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi dalam
aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan dalam tindakan higine normal dan
dapat mengganggu aktivitas sosial dan berhubungan seksual.
6. Patofisiologi dan Pathway
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas
dalam kulit yang berespons hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial
merusak. Reseptor nyeri disebut juga nyeri nosiseptor. Secara anatomis, reseptor
nyeri (nosiseptor) ada yang bermialin dan ada yang tidak bermialin dari saraf
eferen.
Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer.
Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa
rute saraf dan akhirnya sampai didalam massa berwarna abu-abu di medula
spinalis. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak
menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan
pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan

6
nyeri. Semua kerusakan selular, yang disebabkan oleh stimulus internal, mekanik,
kimiawi, atau stimulus listrik yang menyebabkan pelepasan substansi yang
menghasilkan nyeri.
Nosiseptor kutanius berasal dari kulit dan subkutan. Nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dilokalisasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan
kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen, yaitu:
a. Serabut A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/det) yang
memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan cepat hilang apalagi
penyebab nyeri dihilangkan.
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan transmisi 0,5-2m/det) yang
terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit
dilokalisasi (Tamsuri, 2012).

7
Pahways Nyeri :
Trauma jaringan,
infeksi, cidera

Kerusakan sel

Pelepasan mediator nyeri Tekanan mekanisme,


(histamine, bradikinin, deformitas, suhu
prostaglandin, serotonin, ion ekstrim
kalium, dll)

Merangsang nosiseptor
(reseptor nyeri)

Dihantarkan serabut
tipe A, dan serabut
tipe C

Medulla spinalis

Sistem aktivasi
retikular Sistem aktivasi Area grisea
retikular peraikueduktus
Talamus
Hipotalamus dan
sistem limbik Talamus

Otak

(korteks somatosensoarik)

Persepsi nyeri

Nyeri Akut / Nyeri Kronik

8
7. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
Menurut Wahyudi dan Abdul (2016) menjelaskan bahwa penanganan nyeri
secara farmakologi adalah seperti berikut ini :
1) Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derativ opium seperti morfin dan
kodein. Narkotik memberikan efek penurunan nyeri dan kegembiraan
karena obat ini mengadakan ikatan dengan reseptor opiat dan mengaktifkan
penekan nyeri endogen pada susunan saraf pusat. Namun penggunaan obat
ini menimbulkan efek menekan pusat pernapasan dimedulla batang otak.
2) Analgesik Non Narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminifen dan ibuprofen selain
memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan antipiretik.
Efek samping obat ini paling umum terjadi gangguan pencernaan seperti
adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster.
b. Non Farmakologi
Tindakan pengontrolan nyeri melalui tindakan non-farmakologi menurut:
1) Membangun hubungan terapeutik perawat-klien
Terciptanya hubungan terapeutikantara klien dengan perawat akan
memberikan pondasi dasar terlaksananya asuhan keperawatan yang efektif
pada klien yang mengalami nyeri.
2) Bimbingan Antisipasi
Menghilangkan kecemasan klien sangatlah perlu, terlebih apabila dengan
timbulnya kecemasan akan meningkatkan persepsi nyeri klien.
3) Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk “membebaskan” mental dan fisik dari
ketegangan dan stres, sehingga dapat meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
4) Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah upaya untuk menciptakan kesan dalam pikiran
klien, kemudian berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara
bertahap dapat menurunkan persepsi klien terhadap nyeri.

9
5) Distraksi
Merupakan tindakan pengalihan perhatian klien ke hal-hal diluar nyeri, yang
dengan demikian diharapkan dapat menurunkan kewaspadaan klien
terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri.
6) Akupunktur
Akupunktur merupakan terapi pengobatan kuno dari Cina, di mana
akupunktur menstimulasi titik-titik tersebut pada tubuh untuk meningkatkan
aliran energi disepanjang jalur yang disebut jalur meridian.
7) Biofeedback
Metode elektrik yang mengukur respon fisiologis seperti gelombang pada
otak, kontraksi otot, atau temperatur kulit kemudian “mengembalikan”
memberikan informasi tersebut kepada klien.
8) Stimulasi kutaneus
Teknik ini berkerja dengan menstimulasi permukaan kulit untuk mengontrol
nyeri. Sebagai contoh tindakan ini adalah mandi air hangat/sauna, masase,
kompres dengan air dingin/panas, pijatan dengan menthol atau TENS
(Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation).
9) Akupresur
Terdapat beberapa teknik akupresur untuk membebaskan rasa nyeri yang
dapat dilakukan secara mandiri. Klien dapat mengguanan ibu jari atau jari
unrtuk memberikan tekanan pada titik akupresur untuk membebaskan
ketegangan pada otot kepala, bahu atau leher.
10) Psikoterapi
Psikoterapi dapat menurunkan persepsi pada nyeri pada beberapa klien,
terutama pada klien yang sangat sulit sekali mengontrol nyeri, pada klien
yang mengalami depresi, atau pada klien yang pernah mempunyai riwayat
masalah psikiatri.

10
8. Skala Nyeri
Intensitas nyeri (skala nyeri) adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang
dirasakan individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual
serta kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda
oleh dua orang yang berbeda (Tamsuri, 2012).
a. Face Rating Scale (FRS)
Pengukuran skala nyeri untuk anak pra sekolah dan sekolah, pengukuran skala
nyeri menggunakan face rating scale yaitu terdiri dari 6 wajah kartun mulai
dari wajah yang tersenyum untuk “tidak ada nyeri” hingga wajah yang
menangis untuk “nyeri berat”.

b. Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS)


Skala Numerik (Numerical Rating Scale, NRS) digunakan sebagai pengganti
alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan skala 0
sampai 10. Angka 0 diartikan kondisi klien tidak merasakan nyeri, angka 10
mengindikasikan nyeri paling berat yang dirasakan klien. Skala ini efektif
digunakan untuk mengkaji intensitas terapeutik

9. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan Ni Putu Wardani (2016), Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
bertujuan untuk mengatahui penyebab dari nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan
seperti:
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan penunjang lainya
1) Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan abdomen

11
2) Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
Deprivasi tidur
3) CT-Scan mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah di otak
4) EKG
5) MRI (Hidayat, 2008).
10. Komplikasi
Berdasarkan Wardani (2016), komplikasi nyeri ada 2:
a. Gangguan pola istirahat tidur
b. Syok neurogenik

12
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Identitas
a. Identitas pasien berupa nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, status, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor RM, diagnosa medis.
b. Identitas penanggung jawab berupa nama, tanggal lahir, jenis kelamin, status,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan pasien.
c. Catatan medis.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan dahulu
d. Riwayat kesehatan keluarga.
3. Pengkajian Fungsional Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi
c. Pola eliminasi
d. Pola istirahat dan tidur
e. Pola personal hygiene
f. Pola aktivitas dan latihan
g. Pola manajemen kesehatan
h. Pola konsep diri
i. Pola hubungan dan peran
j. Pola seksual dan reproduksi.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum dan kesadaran umum
b. Tanda-tanda vital berupa tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
c. Pemeriksaan fisik
d. Data penunjang
e. Program terapi
f. Data fokus.

13
5. Pengkajian Status Nyeri Dilakukan dengan Pendekatan
a. P (Provocate) : Respon paliatif meliputi factor pencetus nyeri
b. Q (Quality) : Kualitas nyeri meliputi nyeri uka post operasi
c. R (Region) : Lokasi nyeri, meliputi nyeri luka post operasi
d. S (Skala) : Skala nyeri ringan, sedang, berat, atau sangat nyeri
e. T (Time) : Waktu meliputi kapan, berapa lama dan terakhir
dirasakan
6. Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan penyakit terkait (NANDA
NIC NOC, 2015)
7. Perencanaan atau Intervensi Keperawatan
Dx Tujuan dan KH Intervensi Rasional

1. Setelah dilakukan tindakan a. Kaji keadaan umum a. Mengetahui


keperawatan 3x24 jam pasien dan vital sign kondisi umum dan
diharapkan nyeri dapat b. Observasi intensitas perkembangan
teratasi dengan kriteria nyeri pasien pasien
hasil: c. Ajarkan teknik b.Mengetahui skala
a. Skala nyeri dalam relaksasi nafas dalam nyeri pasien
rentang 1-3 d. Berikan posisi nyaman c. Membantu pasien
b. TTV dalam rentang e. Kolaborasi dengan dalam mengontrol
normal dokter dalam rasa nyeri
c. Mengatakan rasa pemberian analgesic. d.Agar pasien rileks
nyaman e. Mengurangi efek
d. Melaporkan bahwa nyeri nyeri yang
berkurang. dirasakan.

8. Implementasi
Beberapa prosedur tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah
dibuat sebelumnya.
9. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan cara menilai kemampuan dalam merespon tindakan
yang telah diberikan oleh perawat.

14

Anda mungkin juga menyukai