Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS UU NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI

DAN PERMENRISTEK-DIKTI NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG


STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI
Disusun Oleh :
Kelompok XIII
AMRIL HUSNAENI (1172010007)
ANNISA RAHMADITA (1172010010)
FITRI HASANAH (1172010030)
KHAIRUL SALEH (1172010044)

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

Abstrak
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi mengatur banyak
hal khususnya pemberian otonomi terhadap perguruan tinggi. Sejak diberlakukannya
UU tersebut Perguruan Tinggi khususnya Perguruan Tinggi Negeri harus merubah
statusnya menjadi PTN Berbadan Hukum yang kemudian wajib
mengimplementasikan indikator-indikator yang ada didalamnya. Sedangkan Standar
Nasional Pendidikan Tinggi merupakan kriteria minimal pada jenjang pendidikan
tinggi di perguruan tinggi. SNPT wajib dipenuhi untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional dan dijadikan dasar untuk pemberian izin pendirian perguruan
tinggi dan izin pembukaan program studi, serta dijadikan dasar penyelenggaraan
pembelajaran berdasarkan kurikulum pada program studi. Selain itu SNPT juga
dijadikan dasar penyelenggaraan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, sebagai dasar pengembangan dan penyelenggaraan sistem penjaminan
mutu internal dan dijadikan dasar penetapan kriteria sistem penjaminan mutu
eksternal melalui akreditasi.
Kata Kunci: Pendidikan Tinggi
A. PENDAHULUAN
Pendidikan tinggi sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional memiliki
peran strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora
serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan.
Pendidikan tinggi diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan
bangsa Indonesia.
Perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan tinggi diharapkan dapat
mewujudkan pendidikan yang bermutu tinggi dan terjangkau bagi masyarakat. Untuk
mewujudkan harapan tersebut harus didukung dengan pengadaan yang akuntabel,
transparan, efektif dan efisien.
Pengadaan pada instansi pendidikan (perguruan tinggi) termasuk ke dalam
ruang lingkup Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan Perubahannya tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Sebagaimana tercantum pada Pasal 2 huruf b
yang menyatakan Pengadaan Barang/Jasa untuk investasi di lingkungan Bank
Indonesia, Badan Hukum Milik Negara dan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha
Milik Daerah yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada
APBN/APBD. Dalam hal ini Perguruan Tinggi dimaknai sebagai Badan Hukum
Milik Negara (BHMN).
Semenjak diberlakukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi, Perguruan Tinggi, khususnya Perguruan Tinggi Negeri harus
merubah statutanya menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN Badan
Hukum).1
Sedangkan standar Nasional Pendidikan Tinggi merupakan kriteria minimal
tentang pembelajaran pada jenjang pendidikan tinggi di perguruan tinggi. Dalam
Permenristekdikti, No. 44 tahun 2015, Pasal 3 dijelaskan, SNPT bertujuan untuk:

1
Thietis Dyrahma. Analisis Normatif. https://thietisdyrahma.wordpress.com/category/analisis-
normtif/ diakses pada 02 Desember 2019
Pertama, menjamin tercapainya tujuan pendidikan tinggi yang berperan strategis
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa
Indonesia yang berkelanjutan. Kedua, menjamin agar pembelajaran pada program
studi, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia
mencapai mutu sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam SNPT.Ketiga,
mendorong agar perguruan tinggi di Indonesia mencapai mutu pembelajaran,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat melampaui kriteria yang ditetapkan
dalam SNPT secara berkelanjutan. SNPT wajib dipenuhi oleh setiap SNPT untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan dijadikan dasar untuk pemberian izin
pendirian perguruan tinggi dan izin pembukaan program studi (Prodi), serta dijadikan
dasar penyelenggaraan pembelajaran berdasarkan kurikulum pada Prodi.2
B. PEMBAHASAN
1. Analisis UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
a. Isi Pokok
Undang-undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi mengalami perjalanan panjang, baik pada saat persiapan
RUU-nya maupun setelah diundangkan sebagai UU RI No. 12 Tahun 2012.
Berikut isi pokok pasal-pasal penting dalam UU No. 12 Tahun 20123:
Pasal 62
1) Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya
sebagai pusat penyelenggaraan Tridharma.

2
Suprapto, “Implementasi Standar Nasional Pendidikan Tinggi Pascasarjana S2 PAI UIN Mataram”.
Jurnal Al-Qalam. Vol 24 No 2, 2 Desember 2018, Hal 367.
3
Himpunan Pendidik dan Penguji Seluruh Indonesia, Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang
Perguruan Tinggi, 2013, https://hippsi.wordpress.com/2013/05/27/undangan-undangan-no-12-
tahun-2012-tentang-perguruan-tinggi/ diakses pada 02 Desember 2019.
2) Otonomi pengelolaan Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai dengan dasar dan tujuan serta kemampuan
Perguruan Tinggi.
3) Dasar dan tujuan serta kemampuan Perguruan Tinggi untuk melaksanakan
otonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dievaluasi secara mandiri
oleh Perguruan Tinggi.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi dasar dan tujuan serta
kemampuan Perguruan Tinggi untuk melaksanakan otonomi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 64
1) Otonomi pengelolaan Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 62 meliputi bidang akademik dan bidang nonakademik.
2) Otonomi pengelolaan di bidang akademik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi penetapan norma dan kebijakan operasional serta
pelaksanaan Tridharma.
3) Otonomi pengelolaan di bidang nonakademik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi penetapan norma dan kebijakan operasional serta
pelaksanaan: organisasi; keuangan; kemahasiswaan; ketenagaan; dan
sarana prasarana.
Pasal 65
1) Penyelenggaraan otonomi Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 64 dapat diberikan secara selektif berdasarkan evaluasi kinerja oleh
Menteri kepada PTN dengan menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum atau dengan membentuk PTN badan hukum untuk
menghasilkan Pendidikan Tinggi bermutu.
2) PTN yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tata kelola dan
kewenangan pengelolaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
3) PTN badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki:
kekayaan awal berupa kekayaan negara yang dipisahkan kecuali tanah;tata
kelola dan pengambilan keputusan secara mandiri; unit yang
melaksanakan fungsi akuntabilitas dan transparansi; hak mengelola dana
secara mandiri, transparan, dan akuntabel; wewenang mengangkat dan
memberhentikan sendiri Dosen dan tenaga kependidikan; wewenang
mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi; dan wewenang
untuk membuka, menyelenggarakan, dan menutup Program Studi.
4) Pemerintah memberikan penugasan kepada PTN badan hukum untuk
menyelenggarakan fungsi Pendidikan Tinggi yang terjangkau oleh
Masyarakat.
5) Ketentuan mengenai penyelenggaraan otonomi PTN sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 73
1) Penerimaan Mahasiswa baru PTN untuk setiap Program Studi dapat
dilakukan melalui pola penerimaan Mahasiswa secara nasional dan bentuk
lain.
2) Pemerintah menanggung biaya calon Mahasiswa yang akan mengikuti
pola penerimaan Mahasiswa baru secara nasional.
3) Calon Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah
memenuhi persyaratan akademik wajib diterima oleh Perguruan Tinggi.
4) Perguruan Tinggi menjaga keseimbangan antara jumlah maksimum
Mahasiswa dalam setiap Program Studi dan kapasitas sarana dan
prasarana, Dosen dan tenaga kependidikan, serta layanan dan sumber daya
pendidikan lainnya.
5) Penerimaan Mahasiswa baru Perguruan Tinggi merupakan seleksi
akademis dan dilarang dikaitkan dengan tujuan komersial.
6) Penerimaan Mahasiswa baru PTS untuk setiap Program Studi diatur oleh
PTS masing-masing atau dapat mengikuti pola penerimaan Mahasiswa
baru PTN secara nasional.
7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerimaan Mahasiswa baru PTN secara
nasional diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 74
1) PTN wajib mencari dan menjaring calon Mahasiswa yang memiliki
potensi akademik tinggi, tetapi kurang mampu secara ekonomi dan calon
Mahasiswa dari daerah terdepan, terluar, dan tertinggal untuk diterima
paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari seluruh Mahasiswa baru yang
diterima dan tersebar pada semua Program Studi.
2) Program Studi yang menerima calon Mahasiswa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat memperoleh bantuan biaya Pendidikan dari
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, dan/atau Masyarakat..
Pasal 86
1) Pemerintah memfasilitasi dunia usaha dan dunia industri dengan aktif
memberikan bantuan dana kepada Perguruan Tinggi.
2) Pemerintah memberikan insentif kepada dunia usaha dan dunia industri
atau anggota Masyarakat yang memberikan bantuan atau sumbangan
penyelenggaraan Pendidikan Tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3) Pasal 87Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberikan hak
pengelolaan kekayaan negara kepada Perguruan Tinggi untuk kepentingan
pengembangan Pendidikan Tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
Pasal 90
1) Perguruan Tinggi lembaga negara lain dapat menyelenggarakan
Pendidikan Tinggi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Perguruan Tinggi lembaga negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sudah terakreditasi dan/atau diakui di negaranya.
3) Pemerintah menetapkan daerah, jenis, dan Program Studi yang dapat
diselenggarakan Perguruan Tinggi lembaga negara lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
4) Perguruan Tinggi lembaga negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib: memperoleh izin Pemerintah; berprinsip nirlaba; bekerja sama
dengan Perguruan Tinggi Indonesia atas izin Pemerintah; dan
mengutamakan Dosen dan tenaga kependidikan warga negara Indonesia.
5) Perguruan Tinggi lembaga negara lain sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib mendukung kepentingan nasional.
6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perguruan Tinggi lembaga negara lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (5) diatur dalam
Peraturan Menteri.
b. Analisis
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi (UU
PT) disahkan oleh DPR pada 13 Juli 2012. Sejak awal berlakunya UU PT
sudah banyak menuai protes, mahasiswa selalu mempertanyakan tanggung
jawab negara atas pendidikan dengan berlakunya undang-undang ini. Sebab
negara berkewajiban untuk memenuhi hak dasar pendidikan bagi warga
negaranya, tetapi dengan berlakunya UU PT hal itu terabaikan, banyak
masyarakat, terutama masyarakat kurang mampu putus kuliah karena masalah
biaya.
UU PT menyebabkan perguruan tinggi menjadi PTN-BH, di mana
perguruan tinggi diberi kekuasaan untuk memenuhi kebutuhan dananya secara
mandiri. Hal ini menyebabkan biaya kuliah semakin tinggi dan juga
memunculkan jalur mandiri yang berbiaya selangit.
Permasalah pokok dalam penerapan UU PT ini adalah masalah biaya
pendidikan tinggi yang semakin tinggi. Apalagi ditambah dengan adanya jalur
mandiri, muncul anggapan bahwa hadirnya jalur mandiri yang berbiaya mahal
telah merugikan golongan kurang mampu dan hanya menguntungkan kepada
yang mampu saja, sehingga pendidikan tinggi tidak lagi berkeadilan.
UU PT sebelumnya sudah pernah diuji dengan dua permohonan ke
Mahkamah Konstitusi pada 2013 silam. Pertama, perkara Nomor 103/PUU-
X/2012 tentang pengujian Pasal 64, 65, 73, 86 ayat (1), dan Pasal 87 yang
diajukan oleh Forum Peduli Pendidikan (FPP) Universitas Andalas. Dan yang
kedua perkara Nomor 111/PUU-X/2012, pemohon mengajukan gugatan
terhadap Pasal 76 ayat (1) dan 90 yang diajukan oleh BEM Universitas
Andalas.
Salah satu alasan yang dikemukakan hakim untuk menolak permohonan
itu adalah belum adanya bukti yang menunjuukan bahwa UU PT memberikan
kerugian secara konstitusional. Pada saat itu, belum ada korban yang
ditimbulkan, sebab UU PT baru saja diberlakukan.
Saat ini situasinya berbeda. Kini sudah ada korban yang diakibatkan
karena berlakunya UU PT. Sudah ada korban dari sistem UKT yang salah
alamat, di mana banyak mahasiswa yang tidak ditempatkan pada level
seharusnya dan juga tersedia banyak celak untuk memanipulasi pengisian
borang pendaftaran agar ditempatkan pada level yang rendah.
Kemudian, penerimaan mahasiswa melalui seleksi mandiri juga demikian.
Banyak mahasiswa yang berasal dari keluarga kurang mampu yang terjaring
dalam seleksi mandiri ini. Padahal biaya kuliah untuk mahasiswa yang
terjaring melalui jalur mandiri ini sangat tinggi, yaitu ditempatkan pada UKT
level tertinggi dan juga dibebankan kewajiban untuk membayar uang pangkal.
Kemudian, berubahnya Perguruan Tinggi dari bentuk Badan Layanan
Umum (BLU) ke Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN-BH) juga
menimbulkan masalah lain bagi mahasiswa. Sebab perguruan tinggi memiliki
hak otonomi yang berpotensi menyebabkan UKT selalu naik, sesuai dengan
kebutuhan anggaran perguruan tinggi.4
2. Analisis Permenristek-Dikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi
a. Isi Pokok
Permenristekdikti No. 44 Tahun 2015 membahas standardisasi,
pengelolaan pendidikan yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan tinggi
meliputi Standar Nasional Pendidikan, ditambah dengan Standar Nasional
Penelitian, dan Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat.
Standar Nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang
pembelajaran pada jenjang pendidikan tinggi di perguruan tinggi di seluruh
wilayah hokum NKRI. Standar Nasional pendidikan mencakup Standar
kompetensi lulusan; Standar isi pembelajaran; Standar proses; Standar
penilaian pembelajaran; Standar dosen dan tenaga kependidikan Standar
sarana dan pra-sarana pembelajaran; Standar pengelolaan pembelajaran; dan
Standar pembiayaan pembelajaran.
Standar proses penelitian adalah kriteria minimal tentang sistem
penelitian pada perguruan tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum
NKRI. Standar proses penelitian, terdiri dari: Standar hasil penelitian; Standar
Isi penelitian; Standar proses penelitian; Standar penilaian penelitian; Standar
peneliti; Standar sarana dan prasarana penelitian;Standar pengelolaan pene-
litian; dan Standar pendanaan dan pembiayaan penelitian.
Sedangkan Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat (PKM)
adalah kriterian minimal tentang sistem pengabdian kepada masyarakat pada
perguruan tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum NKRI. Standar
Nasional PKM, terdiri dari: Standar hasil PKM; Standar isi PKM; Standar

4
Antoni Putra, 2018, Menguji (Kembali) Undang-Undang Pendidikan Tinggi.
https://kumparan.com/antoni-putra/menguji-kembali-undang-undang-pendidikan-tinggi-
1534309362312620073 Diakses pada 3 Desember 2019
proses PKM; Standar penilaian PKM; Standar pelaksana PKM; Standar
sarana dan prasarana PKM; Standar pengelolaan PKM; Standar pendanaan
dan pembiayaan PKM.5
b. Analisis
Permenristekdikti 44/2015 mengintegrasikan KKNI kedalamnya dan
memerincinya. Dengan demikian menjadi kewajiban bagi perguruan tinggi
dan program studi untuk mengubah kurikulum mengikuti ketentuan ini.
Integrasi KKNI dalam Permenristekdikti 44/2015 tampaknya membawa
perubahan mendasar pada kurikulum perguruan tinggi. Hal itu tampak pada
perubahan pengertian kurikulum.
Dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan
Tinggi pengertian kurikukum tercantum pada Pasal 35 berikut ini,
(1) Kurikulum pendidikan tinggi merupakan seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan ajar serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan Pendidikan Tinggi.
(2) Kurikulum Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikembangkan oleh setiap Perguruan Tinggi dengan mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan Tinggi untuk setiap Program Studi yang mencakup
pengembangan kecerdasan intelektual, akhlak mulia, dan keterampilan.
Sementara itu rumusan yang berbeda tentang kurikulum termaktub
dalam Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional
Perguruan Tinggi. Pada Pasal 1 ayat 6 dinyatakan bahwa kurikulum adalah
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai capaian pembelajaran lulusan,
bahan kajian, proses, dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan program studi.
Ungkapan awal tentang kurikulum menunjukkan kesamaan yaitu
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai. Kemudian kedua rumusan itu
5
Permenristek-Dikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi
menunjukkan perbedaan. UU 12/2012 merumuskan, tujuan, isi, dan bahan
ajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi. Sedangkan
Permenristekdikti 44/2015 merumuskan, capaian pembelajaran lulusan, proses
dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan program
studi.
Sangat jelas terlihat penggunaan kata-kata kunci yang berbeda. Ada
dua tujuan dalam rumusan UU 12/2012. Mungkin tujuan yang pertama adalah
tujuan pembelajaran yang bersifat lebih spesifik. Simpulan itu dibuat karena
ungkapan yang mengikutinya terkait dengan bahan dan cara pembelajaran.
Sedangkan tujuan kedua merupakan tujuan yang lebih umum yaitu tujuan
Pendidikan Tinggi.
Dalam Permenrisetdikti 44/2015 ungkapan kunci yang digunakan
adalah capaian pembelajaran lulusan. Ungkapan ini sangat spesifik dan
mengacu pada ungkapan kunci KKNI. Konsekuensinya, semua penyelenggara
pendidikan tinggi harus segera beralih ke KKNI.
Buku Kurikulum Pendidikan Tinggi (K-DIKTI) (2014:2.1)
menegaskan, Sangat penting untuk menyatakan juga bahwa KKNI merupakan
perwujudan mutu dan jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan sistem
pendidikan nasional dan pelatihan yang dimiliki negara Indonesia. Maknanya
adalah, dengan KKNI ini memungkinkan hasil pendidikan, khususnya
pendidikan tinggi, diperlengkapi dengan perangkat ukur yang memudahkan
dalam melakukan penyepadanan dan penyejajaran dengan hasil pendidikan
bangsa lain di dunia. KKNI juga menjadi alat yang dapat menyaring hanya
orang atau SDM yang berkualifikasi yang dapat masuk ke Indonesia.
Selanjutnya UU 12/2012 menggunakan ungkapan, isi dan bahan ajar
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran. Sedangkan Permenristekdikti 44/2015 menjelaskan, bahan
kajian, proses, dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan program studi.
Isi dan bahan ajar lebih menunjukkan sesuatu yang lengkap dan
tersedia, seperti menu makanan di restoran yang siap disantap. Sedangkan
bahan kajian lebih menegaskan keaktifan dan proses menjadi, berupa analisis
dan pencarian, mirip bahan makanan mentah yang harus dirajang cincang,
dicampur, diracik, diolah, dibumbui dan dimasak sendiri sebelum dinikmati.
Ungkapan ini sebenarnya merupakan dukungan langsung pada ungkapan
kunci yaitu capaian pembelajaran. Artinya isi pembelajaran itu bukan sesuatu
yang tinggal diambil, tetapi harus diusahakan dengan upaya keras agar
tercapai. Kata capai dan turunnya mencapai, tercapai menunjukkan usaha,
aktivitas seperti dalam konstruksi mencapai finish, mencapai prestasi.
Karena itu kata yang mengikutinya adalah proses. Sedangkan dalam
UU 12/2012 ungkapan yang mengikutinya adalah cara yang digunakan. Di
dalam proses pastilah adalah cara, metode, strategi, teknik, taktik, kiat, dan
tahapan. Sangat terkesan dorongan untuk terlibat, mengalami, partisipasi, dan
aktif. Sangat multidimensi. Sedangkan ungkapan cara yang digunakan bersifat
lebih teknis, dan terbatas.
Dalam Permenristekdikti 44/2015 secara terusrat disebutkan penilaian.
Artinya capaian pembelajaran lulusan, bahan kajian dan proses dilakukan
secara terukur, dinilai, dievaluasi, dan terus diperbaiki. Penilaian adalah aspek
sangat penting dalam proses pembelajaran untuk memastikan pencapaian
sekaligus melakukan evaluasi terhadap proses dan capaian.
Bagian akhir kedua rumusan sangat menarik untuk diperhatikan.
Dalam UU 12/2012 rumusannya adalah, sebagai pedoman penyelenggraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan tinggi. Sedangkan
dalam Permenristekdikti 44/2015 rumusannya adalah, digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan program studi.
Rumusan dalam UU 12/2012 lebih terbatas hanya sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran. Sedangkan rumusan dalam
Permenristrkdikti 44/2015 lebih luas yaitu sebagai pedoman penyelenggaraan
program studi.
Kegiatan pembelajaran hanyalah salah satu kegiatan yang dikelola
oleh program studi. Sedangkan penyelenggaraan program studi merupakan
sistem yang kompleks.
Hakikinya perbedaan besar itu menunjuktegaskan telah terjadi
perubahan revolusioner antara konsep kurikulum lama dengan konsep baru
yang dirumuskan dalam KKNI. Dalam pendekatan yang dianut KKNI,
capaian prmbelajaran lulusan adalah acuan utama untuk merumuskan bukan
saja perangkat pembejaran, juga tatakelola program studi. Itulah alasan
mengapa bagian akhir dalam rumusan Permenristekdikti 44/2015 menekankan
bahwa capaian pembelajaran lulusan sebagai pedoman penyelenggaraan
program studi. Tidak sekadar pedoman kegiatan pembelajaran.
Dalam Permenristekdikti 44/2015 lebih rinci dijelaskan,
Pasal 5
(1) Standar kompetensi lulusan merupakan kriteria minimal tentang
kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran lulusan.
(2) Standar kompetensi lulusan yang dinyatakan dalam rumusan capaian
pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai
acuan utama pengembangan standar isi pembelajaran, standar proses
pembelajaran, standar penilaian pembelajaran, standar dosen dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana pembelajaran, standar pengelolaan
pembelajaran, dan standar pembiayaan pembelajaran.
(3) Rumusan capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib: a) mengacu pada deskripsi capaian pembelajaranlulusan KKNI; dan
b) memiliki kesetaraan dengan jenjang kualifikasi pada KKNI.
Pasal ini menegaskan kedudukan penting capaian pembelajaran
lulusan sebagai acuan bagi standar yang lain. Setelah capaian pembelajaran
dirumuskan, barulah standar lain yang seluruhnya dikelola progrm studi
ditetapkan dan dijabarkan.
Sebagai contoh, setelah capaian pembelajaran lulusan ditetapkan,
barulah ditentukan indikator dosen yang akan mengajar terkait dengan
kualifikasi, keahlian, pengalaman, keahlian spesifik yang sangat terkait
dengan peluang keberhasilan meraih capaian pembelajaran lulusan. Setelah itu
ditentukan pendekatan, metode, dan strategi pembelajaran apa saja yang bisa
digunakan untuk mendukung keberhasilan pemenuhan capaian pembelajaran
lulusan, dan semua standar lainnya.
Tentu saja secara teknis capaian pembelajaran lulusan tersebut harus
diturunkan dan diperinci menjadi capaian pembelajaran spesifik menjadi
capaian pembelajaran setiap mata kuliah. Dengan cara ini menjadi jelas dan
pasti capaian pembelajaran apa yang menjadi target tiap mata kuliah yang
kemudian berujung pada capaian pembelajaran lulusan secara keseluruhan.
Capaian pembelajaran lulusan itu harus mengacu pada KKNI. Program
studi pun menyusun capaian pembelajaran lulusan. Capaian pembelajaran
sangat penting kedudukannya. Secara umum CP dapat melakukan beragam
fungsi, diantaranya :
a) Sebagai Penciri, Deskripsi, atau Spesifikasi dari Program Studi.
b) Sebagai ukuran, rujukan, pembanding pencapaian jenjang pembelajaran
dan pendidikan.
c) Kelengkapan utama deskripsi dalam SKPI (Surat Keterangan
Pendamping Ijazah).
d) Sebagai komponen penyusun kurikulum dan pembelajaran.
Karena sifatnya yang dapat berfungsi secara multifaset seperti di atas,
maka sangat mungkin format diskripsi CP beragam sesuai dengan
kebutuhannya. Pada fungsi tertentu CP dapat dan harus dideskripsikan secara
ringkas, namun pada saat yang lain perlu untuk menguraikan secara lebih
rinci.
Keberagaman format CP sesuai dengan fungsinya tidak boleh
menghilangkan unsur‐unsur utamanya, sehingga CP pada program studi yang
sama akan tetap memberikan pengertian dan makna yang sama walaupun
dinyatakan dengan format berbeda.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka langkah selanjutnya bagi
program studi adalah menjabarkan capaian pembelajaran lulusan berdasarkan
deskripsi kualifikasi sarjana yang berasal dari KKNI. Rumusan capaian
pembelajaran lulusan tersebut kemudian diturunkan menjadi capaian
pembelajaran mata kuliah yang tercantum dalam Rencana Pembelajaran
Semester (RPS).6
C. SIMPULAN
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi mengatur
banyak hal khususnya pemberian otonomi terhadap perguruan tinggi. Sejak
diberlakukannya UU tersebut Perguruan Tinggi khususnya Perguruan Tinggi Negeri
harus merubah statusnya menjadi PTN Berbadan Hukum.
Standar Nasional Pendidikan Tinggi merupakan kriteria minimal pada jenjang
pendidikan tinggi di perguruan tinggi. SNPT wajib dipenuhi untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional dan dijadikan dasar untuk pemberian izin pendirian
perguruan tinggi dan izin pembukaan program studi, serta dijadikan dasar
penyelenggaraan pembelajaran berdasarkan kurikulum pada program studi. SNPT
tersebut tercantum dalam Permenristek-Dikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi yang mengintegrasikan kurikulum KKNI didalamnya.

6
Nusa Putra, 2016, Permenristekdikti 44/2015: KKNI dan Peningkatan Mutu Program Studi,
http://paknusa.blogspot.com/2016/02/permenristekdikti-442015-kkni-dan.html?m=1 diakses pada 3
Desember 2019
DAFTAR PUSTAKA
Dyrahma, Thietis. Analisis Normatif,
https://thietisdyrahma.wordpress.com/category/analisis-normtif/
Himpunan Pendidik dan Penguji Seluruh Indonesia. 2013. Undang-Undang No. 12
Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi,
https://hippsi.wordpress.com/2013/05/27/undangan-undangan-no-12-tahun-
2012-tentang-perguruan-tinggi/
Permenristek-Dikti Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan
Tinggi.
Putra, Antoni. 2018. Menguji (Kembali) Undang-Undang Pendidikan Tinggi,
https://kumparan.com/antoni-putra/menguji-kembali-undang-undang
pendidikan-tinggi-1534309362312620073.
Putra, Nusa. 2016. Permenristekdikti 44/2015: KKNI dan Peningkatan Mutu
Program
Studi,http://paknusa.blogspot.com/2016/02/permenristekdikti-442015-kkni
dan.html?m=1.
Suprapto. 2018. Implementasi Standar Nasional Pendidikan Tinggi Pascasarjana S2
PAI UIN Mataram. Jurnal Al-Qalam. Vol 24 No 2.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Anda mungkin juga menyukai