Anda di halaman 1dari 26

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“MASYARAKAT MADANI DAN KERUKUNAN UMAT


BERAGAMA”

Kelompok 7

Najla Amala Mulkita (195090501111008)

Vina Khoirina Awaliya (195090501111015)

Inayah Wijaya Adnan (195090507111052)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembentukan masyarakat dalam Islam diawali dengan
pembentukan keluarga dengan pembentukan keluarga mengemukakan
konsep pernikahan. Pembentukan keluarga sakinah mawadah warahmah,
merupakan cikal bakal pembentukan masyarakat ideal, yang hidup dalam
sebuah tatanan kemasyarakatan sesuai dengan aturan Allah
sebagaimana dalam Al-Qur’an, baldatul thoyyibatun wa robbun ghofuur
(Q.S. 34; 35). Perwujudan sebuah masyarakat ideal yang hidup aman dan
tentram, juga tergambar dalam tatanan kemasyarakatan yang dibangun oleh
Muhammad, dengan mendirikan sebuah kota yang dikenal dengan nama
Madinah, didukung oleh sebuah konstitusi tertulis, konstitusi inilah yang
dikenal dengan nama Piagam Madinah dan merupakan konstitusi tertulis
pertama yang pernah ada di dunia.
Mewujudkan masyarakat madani adalah membangun kota budaya
bukan sekadar merefitalisasikan adab dan tradisi masyarakat lokal, tetapi lebih
dari itu adalah membangun masyarakat yang berbudaya agamis sesuai keyakinan
individu, masyarakat berbudaya yang saling cinta dan kasih yang menghargai
nilai-nilai kemanusiaan. Ungkapan lisan dan makalah tentang masyarakat madani
semakin marak akhir-akhir ini seiring dengan bergulirnya proses reformasi di
Indonesia. Proses ini ditandai dengan munculnya tuntutan kaum reformis untuk
mengganti Orde Baru yang berusaha mempertahankan tatanan masyarakat yang
status quo menjadi tatanan masyarakat yang madani.
Untuk mewujudkan masyarakat madani tidaklah semudah
membalikkan telapak tangan. Namun, memerlukan proses panjang dan waktu
serta menuntut komitmen masing-masing warga bangsa ini untuk mereformasi
diri secara total dan konsisten dalam sesuatu perjuangan yang gigih. Supaya
tercipta pemahaman yang menyeluruh tentang masyarakat madani, penulis ingin
membahas konsep masyarakat madani yang lebih kompleks. Maka dari itu,
penulis mengangkat judul “Masyarakat Madani dan Kerukunan Umat Beragama”
dalam makalah ini dalam rangka pemenuhan tugas Pendidikan Agama Islam.

1.2 Tujuan Penulisan

1) Mengetahui pengertian dan karakteristik masyarakat madani.


2) Mengetahui peran umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani.
3) Mengetahui apa saja permasalahan dan dinamika masyarakat Islam
4) Mengetahui makna ukhuwah islamiyah dan ukhuwah insaniyah.
5) Mengetahui misi perdamaian dan kerahmatan islam bagi seluruh alam.
6) Mengetahui kebersamaan dalam pluralitas agama.

1.3 Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah memberikan pemahaman


bagi kita semua tentang pentingnya untuk memahami dan menerapkan konsep
masyarakat madani. Sehingga akan terwujudnya tatanan masyarakat yang lebih
baik.
BAB II

PERMASALAHAN

2.1 Rumusan Masalah

1) Apa pengertian dan karakteristik masyarakat madani?


2) Bagaimana peran umat Islam dalam mewujudkan masyarakat madani?
3) Apa saja yang menjadi permasalahan dan dinamika masyarakat Islam?
4) Apa makna Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Insaniyah?
5) Apa yang menjadi misi perdamaian dan kerahmatan Islam bagi seluruh alam?
6) Apa yang dimaksud kebersamaan dalam pluralitas agama?
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian dan Karakteristik Masyarakat Madani

ْ ‫ = ال َح‬al hadhariyyu) adalah masyarakat


Masyarakat madani ( ُّ‫ض@ ِري‬
berbudaya dan al-madaniyyah (tamaddun) yang maju, modern, berakhlak dan
memiliki peradaban, melaksanakan nilai – nilai agama (etika religi) atau
mengamalkan ajaran Islam (syarak) dengan benar. Nilai – nilai agama Islam
boleh saja tampak pada umat yang tidak atau belum menyatakan dirinya Islam,
akan tetapi telah mengamalkan nilai Islam itu.

Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung


tinggi nilai-nilai kemanusiaan, maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Karena itu dalam sejarah filsafat, sejak filsafat Yunani sampai filsafat
Islam juga dikenal istilah madinah atau polis, yang berarti kota, yaitu masyarakt
yang maju dan berperadaban. Masyarakat madani menjadi simbol idealisme yang
diharapkan oleh setiap masyarakat. Dalam Al-Quran, Allah memberikan ilustrasi
masyarakat ideal, sebagai gambaran dari masyaraket madani dengan firman-
Nya :

Artinya: “(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah


Tuhan Yang Maha Pengampun”.(Saba’ : 15).
Kata madani merupakan penyifatan terhadap Kota Madinah, yaitu sifat
yang ditunjukkan oleh kondisi dan sistem kehidupan yang berlaku di Kota
Madinah. Kondisi dan sistem kehidupan itu menjadi populer dan dianggap ideal
untuk menggambarkan masyarakat Isalami, sekalipun penduduknya terdiri dari
berbagai macam keyakinan. Mereka hidup dengan rukun, saling membantu, taat
hukum dan menunjukkan kepercayaan penuh terhadap pemimpinnya. AlQur’an
menjadi kosntitusi untuk menyelesaikan berbagai persoalan hidup yang terjadi di
antara penduduk Madinah. Masyarakat madani merupakan ideliasisasi tentang
suatu masyarakat yang mandiri secara politik, sosial dan ekonomi.

Masyarakat madani adalah suatu lingkungan interaksi sosial yang berada


di luar pengaruh negara yang tersusun dari lingkungan masyarakat paling akrab
seperti keluarga, asosiasi-asosiasi sukarela, dan gerakan kemasyarakatan lainnya
serta berbagai bentuk lingkungan di mana di dalamnya masyarakat menciptakan
kreativitas, mengatur dan memobilisasi diri mereka sendiri tanpa keterlibatan
negara. Di samping itu, cita-cita masyarakat madani adalah menciptakan
bangunan masyarakat yang tidak didasarkan pada interaksi yang bersifat
kelas/strata. Masyarakat madani hanya dapat berkembang jika tidak
disubordinasikan kepada negara. Artinya masyarakat bisa memperoleh dan
mempertahankan hak-hak mereka dan memperjuangkan kepentingan mereka
yang sah sehingga tidak dimanipulasi negara(Culla, 2003)

Di Indonesia, gagasan masyarakat madani sesungguhnya baru populer


sekitar awal tahun 90-an. Hanya saja konsep masyarakat madani yang mulai
diperkenalkan di Indonesia itu, pada awalnya, mengambil istilah yang
berkembang di Barat, yaitu civil society. Istilah masyarakat madani ini
sebenarnya hanya salah satu dari beberapa istilah yang sering digunakan orang
dalam menerjemahkan kata civil society. Sedangkan jika kata masyarakat madani
itu berangkat dari konsep Masyarakat Madinah, maka terjemahan yang tepat kata
itu ke dalam bahasa Inggris adalah kata civilized society. Konsep masyarakat
madani bila ditinjau dari segi nilai-nilai Islam merupakan sebuah gagasan yang
sangat Islami. Ia merupakan cita-cita Islam.

Sejarah telah mencatat bahwa masyarakat madani pernah dibangun


Rasulullah ketika beliau mendirikan komunitas muslim di Kota Madinah.
Sebelum terbentuk Kota Madinah, daerah tersebut bernama Yastrib. Nabi
Muhammadlah yang kemudian mengubah namanya menjadi Madinah, setelah
hijrah ke kota itu. Menurut Nurcholish Madjid, perubahan nama dari Yastrib
menjadi Madinah pada hakikatnya adalah sebuah pernyataan niat atau proklamasi
untuk mendirikan dan membangun masyarakat berperadaban di kota itu. Di kota
Madinah inilah Nabi Muhammad SAW membangun masyarakat berperadaban
berlandaskan ajaran Islam, masyarakat yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Masyarakat madani yang dibangun Nabi Muhammad SAW tersebut
bercirikan antara lain: egalitarianisme, penghargaan kepada manusia berdasarkan
prestasi (bukan prestise seperti keturunan, kesukuan, ras dan lain-lain),
keterbukaan partisipasi seluruh anggota masyarakat, dan ketentuan
kepemimpinan melalui pemilihan umum, bukan berdasarkan keturunan.

Semuanya berpangkal pada pandangan hidup berketuhanan dengan


konsekuensi tindakan kebaikan kepada sesama manusia. Masyarakat Madani
tegak berdiri di atas landasan keadilan, yang antara lain bersendikan keteguhan
berpegang kepada hukum. Dalam mewujudkan masyarakat madani diperlukan
manusia-manusia yang secara pribadi berpandangan hidup dengan semangat
ketuhanan, dengan konsekuensi tindakan kebaikan kepada sesama manusia.
Untuk itu Nabi Muhammad SAW telah memberikan keteladanan dalam
mewujudkan suatu masyarakat seperti ciri-ciri masyarakat madani di atas.
Misalnya, dalam rangka penegakkan hukum dan keadilan, Nabi Muhammad
SAW tidak membedakan antara semua orang. Sekiranya saja Fatimah putri Nabi
melakukan kejahatan, maka ia juga akan dihukum sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Masyarakat madani membutuhkan adanya pribadi-pribadi yang tulus
yang mengikat jiwa pada kebaikan bersama. Namun, komitmen pribadi saja tidak
cukup, tetapi harus diiringi dengan tindakan nyata yang terwujud dalam bentuk
amal shaleh. Tindakan itu harus diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat,
dalam tatanan kehidupan kolektif yang memberi peluang adanya pengawasan.

Selain ciri-ciri yang telah dikemukakan di atas, masyarakat madani


sebagai masyarakat yang ideal juga memiliki karakteristik, sebagai berikut :

1. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang


beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempat-kan hukum Tuhan
sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial. Manusia secara universal
mempunyai posisi yang sama menurut fitrah kebebasan dalam hidupnya.
Sehingga komitmen terhadap kehidupan sosial juga dilandasi oleh relativitas
manusia di hadapan Tuhan. Landasan hukum Tuhan dalam kehidupan sosial itu
lebih objektif dan adil, karena tidak ada kepentingan kelompok tertentu yang
diutamakan dan tidak ada kelompok lain yang diabaikan.

2. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu


maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil. Kelompok sosial
mayoritas hidup berdampingan dengan kelompok minoritas sehingga tidak
muncul kecemburuan sosial. Kelompok yang kuat tidak menganiaya kelompok
yang lemah, sehingga tirani kelompok minoritas dan anarki mayoritas dapat
dihindarkan.

3. Tolong-menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang dapat


mengurangi kebebasannya. Prinsip tolong-menolong antaranggota masyarakat
didasarkan pada aspek kemanusiaan karena kesulitan hidup yang dihadapi oleh
sebagian anggota masyarakat tertentu, sedangkan pihak lain memiliki
kemampuan membantu untuk meringankan kesulitan hidup tersebut.

4. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi pihak lain yang telah
diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu
oleh aktivitas orang lain yang berbeda tersebut. Masalah yang menonjol dari
sikap toleran ini adalah sikap keagamaan, di mana setiap manusia memiliki
kebabasan dalam beragama dan tidak ada hak bagi orang lain yang berbeda
agama untuk mencampurinya. Keyakinan beragama tidak dapat dipaksakan. Akal
dan pengalaman hidup keagamaan manusia mampu menentukan sendiri agama
yang dianggap benar.

5. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial. Setipa anggota masyarakat


memilik kewajiban yang seimbang untuk menciptakan kedamaian, kesejahteraan
dan keutuhan masyarakat sesuai dengan kondisi masingmasing. Keseimbangan
hak dan kewajiban itu berlaku pada seluruh aspek kehidupan sosial, sehingga
tidak ada kelompok sosial tertentu yang diistimewakan dan kelompok sosial yang
lain sekedar karena ia mayoritas.

6. Berperaadaban tinggi, artinya masyarakat tersebut memiliki kecintaan


terhadap ilmu pengetahuan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk
kemaslahatan hidup manusia. Ilmu pengetahuan mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan umat manusia. Ilmu pengetahuan memberi kemudahan
dan meningkatkan harkat dan martabat manusia, di samping memberikan
kesadaran akan posisinya sebagai khalifah Allah. Namun di sisi lain, ilmu
pengetahuan juga bisa menjadi ancaman yang membahayakan kehidupan
manusia, bahkan membahayakan lingkungan hidup bila pemanfaatannya tidak
disertai dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.

7. Berakahlak mulia. Sekalipun pembentukan akhlak masyarakat dapat


dilakukan berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan semata, tetapi relativitas manusia
dapat menyebabkan terjebaknya konsep akhlak yang realatif. Sifat subjektif
manusia sering sukar dihindarkan. Oleh karena itu, konsep akhlak tidak boleh
dipisahkan dengan nilai-nilai ketuhanan, sehingga substansi dan aplikasinya tidak
terjadi penyimpangan. Aspek ketuhanan dalam aplikasi akhlak memotivasi
manusia untuk berbuat tanpa menggantungkan reaksi serupa dan pihak lain.
3.2 Peran Umat Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani

Dalam QS. Ali Imran ayat 110 Allah menyatakan bahwa umat Islam
adalah umat yang terbaik dari semua kelompok umat manusia yang Allah
ciptakan. Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas
SDMnya dibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang
dimaksud dalam al-Quran itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil. Realitas dan
norma tersebut bergantung pada kemampuan umat Islam sendiri untuk
memanfaatkan norma atau potensi yang telah dimilikinya. Aktivitas menyusun
masyarakat madani ini dilakukan dengan menyusun tiga pilar utama yang
menyokong tegaknya sebuah daulah .

Pertama, program perjuangan iqatamul masjid, yakni perjuangan


menyusun kekuatan umat Islam dengan memusatkan segala aktivitas ke dalam
masjid. Hal ini mengandung makna bahwa setiap muslim yang bercita-cita
hendak memperjuangkan tegaknya Islam haruslah terlebih dahulu menegakkan
peribadatan-nya kepada Allah. Dari masjidlah pancaran ibadah terganbar dan
terpancar satu cita-cita dan gerakan yang dapat mengubah struktur kehidupan
masyarakat secara total.

Kedua, program perjuangan menyusun ukhuwah islamiah, menyusun


tata persaudaraan menurut ajaran Islam, membina umat berdasarkan pada
mahabbah dan marhamah; kecintaan dan kasih sayang. Bentuk perjuangan ini
adalah membangun struktur komunitas masyarakat muslim yang tangguh,
menyusun tata sosial ekonomi yang merata dan adil, menerapkan asas
kekeluargaan, sosialisme dan kolektivitas degan rasa kesetiakawanan dalam satu
aqidah. Masyarakat yang disusun oleh Rasulullah itulah yang dinamakan khaira
ummah;umat yang baik dan utama, masyarakat yang tumbuh di atas kesadaran
dan keyakinan hidup beragama demi mengharap ridla Allah.

Ketiga, adalah membina sebuah daulah islamiyah, sebuah tatanan


kenegaraan Islam pertama di Madinah al-Munawwarah. Program perjuangan
ketiga ini adalah puncak perjuangan Rasulullah dalam mengakkan dinul Islam di
sebuah daulah Islam, sebuah negara yang ditegakkan di atas dasar huku
abadi(hukum Allah) dan Sunnah Rasulullah, sebuah negara yang menegakkan
syariat Islam yakni sebuah negara dengan pemerintahan yang bersendikan Islam
pertama di muka bumi, sebuah negara yang menjamin kemerdekaan beragama
dan beribadah bagi umat yang bergama lain, menjamin kemerdekaan melahirkan
paham dan pendapat, dan menjamin kesejahteraan bagi rakyatnya. Masyarakat
madani memerlukan adanya pribadi-pribadi yang tulus mengikatkan jiwanya
kepada wawasan keadilan. Ketulusan jiwa itu hanya terwujud jika orang yang
bersangkutan beriman dan menaruh kepercayaan kepada Tuhan. Ketulusan tadi
juga akan mendatangkan sikap diri yang menyadari bahwa diri sendiri tidak
selamanya benar.

Dengan demikian lahir sikap tulus menghargai sesama manusia,


memiliki kesediaan memandang orang lain dengan penghargaan, walau
berapapun besarnya perbedaan yang ada, tidak ada saling memaksakan
kehendak, pendapat, atau pandangan sendiri. Umat islam harus menghayati
tanggung jawab kemanusiaan bersama. Keterpecahan umat manusia menjadi
kendala terbesar yang siap menghadang untuk menciptakan era baru bagi
masyarakat yang benar-benar beradab. Masyarakat madani akan terwujud jika
umat Islam bergerak serempak, saling menghormati dan melindungi, saling
membantu dan mendukung, bukan saling menyerang dan menghancurkan. Selain
itu, umat Islam dituntut untuk bersikap proaktif dalam memperjuangkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena ia adalah ujung dari peradaban
manusia. Umat Islam dapat mengembangkan dan memanfaatkan seluas-luasnya
seluruh potensi diri serta alam semesta untuk kemaslahatan dunia. Sungguh kita
semua merindukan keadaan peradaban dunia Islam sebagaimana yang telah ada
pada masa kepemimpinan Nabi Muhammad SAW di kota Madinah (Jamal,
2003).
3.3 Problem dan Dinamika Masyarakat Islam

Sebagai bangsa Muslim, dituntut untuk mentranformasikan tugas


kekhalifahan, untuk memberi arah pada proses industrialisasi dan modernisasi
bangsa. Sebab kegagalan pembangunan bangsa adalah kegagalan sebagai seorang
muslim dalam mengemban amanah Tuhan dibumi ini. Akhir-akhir ini timbul
suatu kesadaran tentang transformasi nilai keagamaan dikalangan menengah ke
atas, sebagi basis kekuatan ekonomi bangsa. Disisi lain bangkitnya kaum
cendikiawan, dari berbagai disiplin ilmu merupakan kekayaan tersendiri bagi
umat, sehingga kesan Islam anti kemajuan sains dan teknologi makin hilang dan
diganti dengan semangat pencarian dan penemuan serta pemanfaatan teknologi.

Dalam peraturan dunia yang transparan, dituntut kaji ulang terhadap


pemahamaan keagamaan. Masyarakat tidak hanya mampu mengatakan bahwa
agama yang dianut adalah yang paling benar, akan tetapi juga dituntut untuk
membuktikan kebenaran agama tersebut dalam dinamika pembangunan. Hal ini
bukan persoalan yang ringan, melainkan pekerjaan yang besar yang perlu
diantisipasi oleh manusia yang berkualitas (beriman-ilmu dan amal).

Dalam proses memasuki era globalisasi dunia masih ada pekerjaan


yang belum terselesaikan yaitu:

1. Kebodohan
Jika Al-Qur’an menyatakan bahwa, Allah akan mengangkat derajat orang-
orang yang berilmu melebihi lainnya, berarti kebodohanlah yang menjadi
penyebab kemerosotan dan keterbelakangan manusia. Oleh karena itu, Islam
memandang penanggulangan kebodohan itu sebagai tindak kemungkaran.
Ada sebuah hadist yang menegaskan masalah ini yaitu tentang komunitas
muslim yang disebut “Asy’ariyah”, suatu kelompok terpelajar yang
membiarkan lingkungannya tetap dalam kebodohan.
2. Kemiskinan
Wawasan ekonomi Islam lebih banyak memandang potensi alam yang di
anugrahkan oleh Allah dari segi kecukupannya daripada segi kekurangan atau
kelangkaanya. Hal ini dari premis, bahwa sumber daya alam itu
berkecukupan untuk memberikan kesejahteraan. Kemiskinan di pandang oleh
Islam sebagai patologi sosial yang harus di tanggulangi. Nabi Muhammad
SAW selalu berdo’a yang artinya :
“Aku berlindung kepada-Mu dari bahaya kefakiran,kekufuran dan kefasikan”
“Hampir-hampir kefakiran mendekati kekufuran”.(al-hadist)
3. Kemaksiatan
Kekacauan jiwa, kegoncangan hati, ketidakn tentraman bathin. Sentimen,
dendam dan macam-macam penyakit batin lainnya adalah dampak langsung
dari kemaksiatan. Beberapa terjadi kehancuran sosial akibat dari tindak
maksiat seperti pembunuhan, perjudian atau kehancuran rumah tangga,
lingkungan dan martabat seorang sebagai individu.
Dalam dunia tanpa batas sekarang ini, sebuah negara dan masyarakat
akan memiliki resiko yang tinggi, apabila tatanan dalam sebuah masyarakat tidak
memberikan ruang gerak yang terbuka (diktator) kepada masyarakat. Untuk itu
dalam mewujudkan masyarakat madani, maka prinsip-prinsip ini harus
dijalankan, yaitu prinsip kebebasan, keterbukaan, keadilan, egaliter, empati dan
toleran atas landasan tauhid. Termasuk kesukarelaan, keswasembadaan,
kemandirian yang tinggi, keterkaitan pada nilai-nilai hukum yang disepakati
bersama.(Hikam, Alexis de Tocqueville dalam pendekatan akletik).

3.4 Misi Perdamaian dan Kerahmatan Islam Bagi Seluruh Alam

Kata Islam berarti damai, selamat, sejahtera, penyerahan diri, taat,


patuh. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa agama Islam adalah agama yang
mengandung ajaran untuk menciptakan kedamaian, keselamatan, dan
kesejahteraan kehidupan umat manusia pada khususnya, dan semua makhluk
Allah pada umumnya. Kondisi ini akan terwujud apabila manusia sebagai
penerima amanah Allah dapat menjalankan aturan tersebut secara benar dan
“Kaffah”.

Ajaran Islam memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Inti ajarannya adalah “Tauhidullah” dan seluruh ajarannya mencerminkan


ketauhidan Allah tersebut.
2. Sesuai dengan fitrah hidup manusia, artinya: a). ajaran Islam mengandung
petunjuk yang sesuai dengan sifat dasar manusia, baik dari aspek keyakinan,
perasaan, maupun pemikiran, b). sesuai dengan kebutuhan hidup manusia, c).
memberikan manfaat tanpa menimbulkan komplikasi, dan d). menempatkan
manusia dalam posisi yang benar. Kondisi itu ditegaskan oleh Allah dalam
QS. al-Rum : 30.
3. Ajarannya sempurna, artinya materi pelajaran Islam berisi petunjuk-petunjuk
pada seluruh kehidupan manusia. Petunjuk itu adakalanya disebut secara
eksplisit, dan adakalanya secara implisit. Untuk memahami petunjuk yang
bersifat implisit dilakukan dengan ijtihad, Penegasan tentang kesempurnaan
ajaran Islam itu dijelaskan dalam QS. al-Maidah : 3.
4. Kebenarannya mutlak, artinya kebenaran itu dapat dipahami karena ajaran
Islam berasal dari Allah Yang Maha Benar, dan dapat pula dipahami melalui
bukti-bukti materiil, serta bukti riilnya. Karena itu Allah mengingatkan agar
manusia tidak meragukan kebenarannya sebagaimana difirmankan dalam QS.
al-Baqarah : 147.
5. Mengajarakan keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan, sekalipun
menurut ajaran Islam manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada
Allah, tetapi nilai ibadah manusia terdapat pada seluruh aspek kehidupan, dan
manusia harus memperhatikan berbagai aspek-aspek kepentingan dalam
hidupnya tersebut sebagaimana Allah sebutkan dalam QS. al-Qashash : 77.
6. Berlaku secara universal, artinya ajaran Islam berlaku unrtuk seluruh umat
manusia di dunia sampai akhir masa. Penegasan itu dinyatakan oleh Allah
dalam QS. al-Ahzab : 40.
7. Sesuai dengan akal pikiran dan memotivasi manusia untuk menggunakan akal
pikirannya sebagaimana dijelaskan dalam QS. al-Mujadalah : 11.
8. Fleksibel dan ringan, artinya ajaran islam memperhatikan dan menghargai
kondisi masing-masing individu dalam menjalankan aturannya dan tidak
memaksakan kepada orang Islam untuk melakukan sesuatu perbuatan diluar
batas kemampuannya. Hal itu ditegaskan Allah dalam QS. al-Baqarah : 286.
9. Menciptakan Rahmat, kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya. Seperti
ketenangan hidup bagi orang yang meyakini dan menaatinya. Hal itu
dinyatakan Allah dalam QS. al-Fatah : 4 Kerahmatan yang diwujudkan oleh
Allah ketika menjelaskan misi kerasulan Muhammad SAW, sebagaimana
terdapat dalam QS. al-Anbiya’ : 107.
Ketika Islam mulai disampaikan oleh Rasululah SAW kepada
masyarakat Arab dan beliau mengajak masyarakat untuk menerima dan menaati
ajaran tersebut, tanggapan yang mereka sampaikan kepada Rasulullah adalah
sikap heran, aneh, dan ganjil. Islam dianggapnya sebagai ajaran yang
menyimpang dari tradisi leluhur yang telah mendarah-dagingbagi masyarakat
Arab, yang mereka taati secara turun temurun, dan mereka tidak mau tahuapakah
tradisi tersebut salah atau benar. Hal itu dijelaskan oleh Allah dalam QS. al-
Baqarah : 170,
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi Kami hanya mengikuti apa yang telah
Kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan
mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu
apapun, dan tidak mendapat petunjuk?"
Fungsi Islam sebagai rahmat Allah tidak bergantung pada penerimaan
atau penilaian manusia. Substansi rahmat terletak pada fungsi ajaran tersebut,
dan fungsi itu baru akan dirasakan, baik oleh manusia sendiri maupun oleh
makhluk-makhluk yang lain apabila manusia sebagai pengemban amanah Allah
telah menaati ajaran tersebut. Fungsi Islam sebagai rahmat Allah bagi semua
alam itu dujelaskan oleh Allah dalam QS. al-Anbiya’ :107
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.”

Bentuk-bentuk kerahmatan Allah pada ajaran Islam itu adalah sebagai berikut:

1. Islam menunjuki manusia jalan hidup yang benar, ajaran Islam sebagiannya
bersifat supra rasional atau ta’abbudi, artinya di atas kemampuan akal
manusia untuk mengetahuinya. Ajaran itu diperlukan manusia, baik sebagai
substansi pengetahuan maupun sebagai sarana pengabdian, seperti
kemahaesaan Allah, ajaran shalat, dan lain-lain. Sebagian ajaran Islam yang
lain bersifat rasional atau ta’aqquli, artinya mampu dipahami rasionalitasnya,
tetapi tanpa bimbingan Islam tidak ada jaminan jika manusia sendiri dengan
akalnya mampu menemukan-nya, ajaran Islam memberikan kemudahan
sehingga kerja akal lebih efisien, seperti bersikap adil terhadap sesama
manusia, memanfaatkan alam secara proporsional, dan lain-lain.
2. Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk menggunakan potensi
yang diberikan Allah secara bertanggung jawab. Sekalipun Allah memberikan
petunjuk kebenaran bagi manusia, tetapi Allah tidak memaksakan kehendak-
Nya bagi manusia untuk menerima petunjuk-Nya itu. Allah hanya
mengingatkan konsekuensi-konsekuensi yang harus diterima manusia dengan
pilihan hidupnya itu. Manusia bebas untuk menerima atau menolaknya.
Penilaian dan balasan Allah terhadap pilihan hidup manusia secara mutlak
akan diberikan di hari akhirat nanti. Allah SWT berfirman :
“Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di
muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia
supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?” (Yunus : 99)
Dalam ayat lain Allah juga menyatakan:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (al-Baqarah : 256)
Islam menghargai dan menghormati semua manusia sebagai hamba Allah,
baik mereka muslim maupun non-muslim. Di hadapan Allah manusia itu
sama, karena itu semua manusia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban
yang sama. Yang membedakan manusia yang satu dengan manusia yang
lainnya hanyalah ketakwaannya. Asas persamaan itu mengharuskan perlakuan
adil kepada setiap manusia dan tidak boleh menyakiti, mendzalimi satu sama
lain. Apabila terjadi konsekuensi-konsekuensi dalam kehidupan, seperti harus
membayar zakat, dan yang lain, hal itu timbul karena kondisi masing-masing
secara spesifik berdasarkan perbuatan yang dilakukannya. Dalam al-Qur’an
Allah SWT memperingatkan:
“Barang siapa di antara kamu yang berbuat zalim, niscaya Kami rasakan
kepadanya azab yang besar”. (al-Furqan : 19)
3. Islam mengatur pemanfaatan alam secara baik dan proporsional. Sekalipun
dalam QS. al-Baqarah : 29 Allah telah memberikan hak kepada manusia untuk
memanfaatkan alam beserta isinya ini, tetapi dalam QS. al-Rum : 41, Allah
mengingatkan bahwa kerusakan yang terjadi di alam ini diakibatkan oleh
perbuatan manusia yang tidak terkontrol dan akibtnya akan menyengsarakan
hidup manusia juga. Begitu juga dalam pemanfaatan hewan, Allah
menghalalkan memakan daging dari sebagian binatang yang ada di bumi,
tetapi dalam hal menyembelih binatang, Rasulullah mengingatkan apabila
menyembelih binatang hendaknya disembelih dengan cara yang baik dan
menggunakan pisau yang tajam agar tidak menyiksa binatang tersebut.
4. Islam menghormati kondisi spesifik individu manusia dan memberikan
perlakuan yang spesifik pula. Orang yang berpergian jauh di bulan Ramadhan
diberikan dispensasi untuk berbuka, orang yang lupa atau tertidur sehingga
waktu shalat habis ia boleh shalat ketika ingat atau bangun dari tidurnya
sekalipun telah lewat waktunya, orang yang lapar dan tidak ada makanan
kecuali barang haram ia boleh memakannya sekedar untuk bertahan hidup,
dan lain sebagainya. Dalam masalah keyakinan Islam juga menghormati
pilihan bebas manusia untuk menentukan keyakinannya sendiri. Karena itu
terhadap orang kafir selama mereka tidak mengganggu, menyakiti atau
memusuhi orang Islam, mereka juga tidak boleh dimusuhi.
3.5 Makna Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Insaniyah

Kata Ukhuwah berarti persaudaraan. Maksudnya, adanya perasaan


simpati dan empati antara dua orang atau lebih. Masing-masing pihak memiliki
satu kondisi atau perasaan yang sama,baik suka maupun duka, baik senang
maupun sedih. Jalinan perasaan ini menimbulkan sikap timbal balik untuk saling
membantu bila pihak lain mengalami kesulitan, dan sikap saling membagi
kesenangan kepada pihak lain bila salah satu pihak menemukan kesenangan.
Ukhuwah yang perlu kita jalin bukan hanya inter seagama saja. Akan tetapi, yang
lebih penting lagi adalah antara umat beragama.

3.5.1 Makna Ukhuwah Islamiyah

Ukhuwah dan persaudaraan yang berlaku bagi sesama muslim disebut


ukhuwah islamiyah. Persaudaraan sesama muslim adalah persaudaraan yang
tidak dilandasi oleh keluarga, suku, bangsa, dan warna kulit, namun karena
perasaan seaqidah dan sekeyakinan. Nabi mengibaratkan antara satu muslim
dengan muslim lainnya ibaratkan satu tubuh. Apabila ada satu bagian yang sakit,
maka seluruh tubuh akan merasakan sakitnya. Rasulullah SAW juga bersabda :
”tidak sempurna iman salah seorang kamu, sehingga ia mencintai saudaranya
seperti ia mencintai dirinya sendiri“. Hadist di atas berarti, seorang mulim harus
dapat merasakan penderitaan dan kesusahan saudara yang lainnya. Ia harus selalu
menempatkan dirinya pada posisi saudaranya. Antara sesama muslim tidak ada
sikap saling permusuhan,dilarang mengolok-olok saudaranya yang muslim.
Tidak boleh berburuk sangka dan mencari kesalahan orang lain ( Q.S al-Hujurat:
11-12) Sejarah telah membuktikan bagaimana keintiman persahabatan dan
lezatnya persaudaraan antara kaum muhajirin dan kaum anshar. Kaum Muhajirin
rela meninggalkan segala harta dna kekayaann dan keluarganya di kampung
halaman.

Demikian juga kaum Anshar dengan penuh keikhlasan menyambut


dan menjadikan kaum Muhajirin sebagai saudara. Peristiwa inilah awal
bersatunya dua hati dalam bentuk yang teorisentrik dan universal sebagai hasil
dari sebuah persaudaraan yang dibangun Nabi atas dasar kesamaan aqidah.
Secara terperincinya tersebut di dalam sebuah Hadis Nabi Muhammad SAW
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yang disimpulkan seperti berikut:

1. Bertemu dengan Muslim yang lain, mulakan memberi salam kepadanya.


2. Jika engkau diundang olehnya, penuhilah undangan itu.
3. Jika dia meminta nasihat dalam sesuatu urusan nasihatilah dia dengan jujur
dan betul.
4. Jika dia bersin lalu mengucap ‘Alhamdlullah’, maka doakanlah dia dengan
mengucap ‘Yarhamukalah’, yakni semoga Allah merahmatimu.
5. Jika dia sakit, datanglah menziarahinya.
6. Jika dia meninggal dunia hantarkan jenazahnya ke kubur.
Dalam sebuah hadis yang lain yang ada kaitannya dengan ukhuwah
Islamiyah lagi, Nabi Muhammad SAW telah bersabda yang bermaksud:
“Barangsiapa yang melapangkan seorang mukmin suatu kesusahan duniawinya,
niscaya Allah akan melapangkan dari orang itu suatu kesusahannya dihari
kiamat. Barang siapa yang meringankan kemiskinan seorang miskin, Allah akan
meringankan orang itu di dunia dan di akhirat. Barangsiapa yang menutupi
keburukan seorang Muslim, Allah akan menutupi keburukannya di dunia dan
akhirat. Dan Allah sentiasa menolong hambanya selama hamba itu monolong
saudaranya.”
3.5.2 Makna Ukhuwah Insaniyah
Persaudaraan sesama manusia disebut ukhuwah insaniyah.
Persaudaraan ini dilandasi oleh ajaran bahwa semua umat manusia adalah
makhluk Allah. Perbedaan keyakinan dan agama juga merupakan kebebasan
pilihan yang diberikan Allah. Hal ini harus dihargai dan dihormati. Contohya
pada umat Islam sekarang manusia dalam secara universal manusia tidak akan
membedakan agama maupun suku dan aspek – aspek yang lainnya. Dalam
praktek, ketegangan yang sering timbul intern umat beragama dan antarumat
beragama disebabkan oleh:
1. Sifat dari masing-masing agama yang mengandung tugas dakwah atau misi.
2. Kurangnya pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan
agama lain. Arti keberagamannya lebih kepada sikap fanatisme dan kepicikan
( sekedar ikut-ikutan).
3. Para pemeluk agama tidak mampu menahan diri, sehingga kurang
menghormati bahkan memandang rendah agama lain.
4. Kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi
dalam kehidupan bermasyarakat.
5. Kecurigaan masing-masing akan kejujuran pihak lain, baik intern umat
beragama maupun antar umat beragama.
6. Kurangnya saling pengertian dalam menghadapi masalah perbedaan pendapat.
Dalam pergaulan antaragama, semakin hari kita merasakan intensnya
pertemuan agama-agama itu. Walaupun kita juga semakin menyadari bahwa
pertemuan itu kurang diisi segi-segi dialogis antar imannya.
Dalam pembinaan umat bergama, para pemimpin dan tokoh agama
mempunyai peranan yang besar, yaitu:
1. Menerjemahkan nilai-nilai dan norma-norma agama ke dalam kehidupan
bermasyarakat.
2. Menerjemahkan gagasan-gagasan pembangunan ke dalam bahasa yang
dimengerti oleh masyarakat.
3. Memberikan pendapat, saran dan kritik yang sehat terhadap ideide dan cara-
cara yang suksesnya pembangunan.
4. Mendorong dan membimbing masyarakat dan umat beragama untuk ikut serta
dalam usaha pembangunan.
5. Meredamkan api-api konflik yang ada dan berusaha mencari titk temu dan
solusi.
3.5.3 Pentingnya Ukhuwah
Di tengah-tengah kehidupan zaman modern, yang cenderung
individualis dan materialis ini, persaudaraan atau ukhuwah menjadi hal yang
sangat penting untuk dibangun demi terciptanya tatanan masyarakat yang rukun
dan damai. Pentingnya Ukhuwah itu diantaranya sebagai berikut.
a. Ukhuwah menjadi pilar kekuatan Islam
Rasulullah SAW bersabda : “Al Islamu ya’lu walayu’la ‘alaih” artinya Islam
itu agama yang tinggi/hebat tidak ada yang lebih tinggi/hebat dari Islam.
Ketinggian dan kehebatan Islam itu akan menjadi realita manakala umat islam
mampu menegakkan ukhuwah terhadap sesamanya, memperbanyak
persamaan dan memperkecil perbedaan. Jika umat islam sering bermusuhan,
Islam akan lemah dan tidak punya kekuatan. Jadi, tegaknya ukhuwah akan
menjadi pilar kekuatan islam.
b. Bangunan ukhuwah yang solid akan memudahkan membangun masyarakat
madani
Masyarakat madani adalah masyarakat yang ideal, yang memiliki
karakteristik, yaitu menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan, kedamaian,
kerukunanm saling tolong-menolong, toleran, seimbang, berperadaban tinggi
dan berakhlak mulia/bermoral. Dan nilai-niali tersebut akan mudah terwujud
dan menjadi kenyataan, jika manusia memiliki ketulusan, keikhlasan dan dan
kemauan yang tinggi untuk merajut dan membangun simpul ukhuwah yang
sudah terkoyak.
c. Ukhuwah merupakan bagian terpenting dari Iman
Iman tidak akan sempurna tanpa disertai dengan ukhuwah dan ukhuwah tidak
akan bermakna tanpa dilandasi keimanan, jika ukhuwah lepas dari kendali
iman, yang perekatnya adalah kepentingan pribadi, kolompok kesukuan,
maupun hal-hal lain yang bersifat materi yang semuanya itu bersifat semu dan
sementara.
d. Ukhuwah merupakan benteng dalam mengahadapi musuh-musuh Islam.
Orang-orang yang mempunyai misi yang sama, yaitu memusuhi dan ingin
menghancurkan Islam (QS. Al Baqarah: 120). Dan mereka selalu bersama-
sama antara yang satu dengan yang lain. Realitanya seperti sekarang ini Islam
selalu diobokobok dan selalu dikambing hitamkan oleh mereka. Oleh karena
itu, Umat Islam jangan mudah terpengaruh dan jangan mudah terprovokasi
dengan mereka, kita harus menghadapi dengan barisan ukhuwah yang rapi
dan teratur. Jika kita bermusuhan mereka akan mudah memecah belah dan
menghancurkan Islam.
3.6 Kebersamaan dalam Pluralitas Agama
Pluralitas agama adalah fenomena nyata yang ada dalam kehidupan.
Pluralitas merupakan hukum alam (sunnatullah) yang tidak mungkin terelakkan
dan sudah merupakan kodrat dalam kehidupan. Dalam surah Al-Hujurat ayat 13
menggambarkan adanya pluralitas yang sudah cukup kuat mengindikasikan
semangat pluralitas itu.
Namun, pluralitas tidak semata menunjukkan kenyataan tentang
adanya kemajemukan, tetapi juga perlu adanya keterlibatan aktif terhadap
kenyataan adanya pluralitas tersebut. Seseorang dapat dikatakan memiliki sikap
keterlibatan aktif dalam pluralitas apabila dia dapat berinteraksi secara positif
dalam lingkungan yang majemuk tersebut. Dengan kata lain, pemahaman
pluralitas agama menuntut sikap pemeluk agama untuk tidak hanya mengakui
keberadaan dan hak agama lain, tetapi juga terlibat dalam usaha memahami
perbedaan dan persamaan guna tercapai kerukunan dan kebersamaan.
Dalam mewujudakan kerukunan dan kebersamaan dalam pluralitas
agama, dalam Q.S. An-Nahl (16): 125 menganjurkan dialog dengan baik. Dalam
dialog, seorang muslim hendaknya menghindari mengklaim dirinya sebagai
orang yang berada dalam pihak yang benar. Dialog tersebut dimaksudkkan untuk
saling mengenal dan saling menimba pengetahuan tentang agama kepada mitra
dialog. Dialog tersebut dangan sendirinya akan memperkaya wawasan kedua
belah pihak dalam rangka mencari persamaan-persamaan yang dapat dijadikan
landasan untuk hidup rukun dalam kehidupan bermasyarakat.
Kerukunan dan kebersamaan yang didambakan dalam Islam bukanlah
yang bersifat semu, tetapi yang memberi rasa aman pada jiwa setiap manusia.
Oleh karena itu, langkah pertama yang dilakukan adalah mewujudkannya dalam
setiap diri individu, setelah itu melangkah pada unit terkecil pada masyarakat,
yakni keluarga, lalu beralih ke masyarakat luas, seterusnya kepada seluruh
bangsa di dunia ini. Dengan demikian dapat tercipta kerukunan, kebersamaan,
dan perdamaian dunia.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Kesimpulan dalam materi ini, yaitu :


1. Masyarakat madani merupakan System sosial yang subur berdasarkan

prinsip moral yang menjamin keseimbangan taraf kebebasan individu

dengan kestabilan masyarakat.

2. Masyarakat madani tidak muncul dengan sendirinya. Ia membutuhkan

unsur-unsur sosial yang menjadi prasyarat terwujudnya tatanan masyarakat

madani. Faktor-faktor tersebut merupakan satu kesatuan yang mengikat dan

menjadi karakter khas masyarakat madani.

3. Karakteristik dari masyarakat madani yaitu Wilayah Publik yang bebas

Demokrasi, Toleransi, Pliralisme, dan Keadilan.

4. Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensi umat Islam

terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan

kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi,

militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam

menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan

besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Imam al-

Ghazali, al-Farabi, dan yang lain.

5. Tujuan-tujuan tersebut tidak hanya mencakup masalah kesejahteraan

ekonomi, melainkan juga mencakup permasalahan persaudaran manusia-

manusia dan keadilan sosial-ekonomi, kesucian kehidupan, kehormatan

individu, kehormatan harta, kedamaian jiwa dan kebahagiaan, serta

keharmonisan kehidpan keluarga dan masyarakat. Ajaran Islam, sama sekali

tidak pernah melupakan unsur materi dalam kehidupan dunia. Materi


penting dalam kemajuan, kemajuan umat Islam, realisasi kehidupan yang

baik bagi setiap umat manusia, dan membantu manusia melaksanakan

4.2 kewajibannya kepada Allah.Saran


Maka diharapkan kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda
agar dapat mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu
Indonesia. Yakni melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, potensi,
perbaikan sistem ekonomi, serta menerapkan budaya zakat, infak, dan sedekah.
Serta mewujudkan sifat kerukunan dan kebersamaan dalam setiap diri individu,
setelah itu melangkah pada unit terkecil pada masyarakat, yakni keluarga, lalu
beralih ke masyarakat luas, seterusnya kepada seluruh bangsa di dunia ini. Insya
Allah dengan demikian dapat tercipta kerukunan, kebersamaan, dan perdamaian
dunia. Dengan menjalankan syariat Islam dengan baik dan teratur kita dapat
memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan.
DAFTAR PUSTAKA

Adi Surya Cull. 2003. Masyarakat Madani : Pemikiran, Teori dan Relevansinya dan
Cita-cita Reformasi. Jakarta : Grafindo Persada.
Jamal Syarif Iberani dan M.M.Hidayat. 2003. Mengenal Islam. Jakarta : el-Kahfi.
Tim Dosen PAI. 2019. Buku Daras Pendidikan Agama Islam di Universitas
Brawijaya. Malang : Pusat Pembinaan Agama(PPA).

Anda mungkin juga menyukai