Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Bell’s palsy merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling sering
mempengaruhi nervus cranialis. Gangguan ini berupa paresis atau paralisis fasial perifer
yang terjadi tiba-tiba, bersifat unilateral tanpa penyebab yang jelas. Sindroma paralisis
fasial idiopatik ini pertama kali dijelaskan lebih dari satu abad yang lalu oleh Sir Charles
Bell, meskipun masih banyak kontroversi mengenai etiologi dan penatalaksanaannya,
Bell’s palsy merupakan penyebab paralisis fasial yang paling sering di dunia.

Di Indonesia, insiden penyakit Bell’s Pallsy banyak terjadi namun secara pasti
sulit ditentukan. Dalam hal ini didapatkan frekuensi terjadinya Bell’s palsy di Indonesian
sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati terbanyak yang sering dijumpai terjadi pada
usia 20-50 tahun, dan angka kejadian meningkat dengan bertambahnya usia setelah 60
tahun. Biasanya mengenai salah satu sisi wajah (unilateral) jarang bilateral dan dapat
berulang (Annsilva, 2010)

Tanda dan gejala yang dijumpai pada pasien bell’s palsy biasanya bila dahi di
kerutkan lipatan dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja, kelopak mata tidak dapat
menutupi bola mata dan berputarnya bola mata keatas. Pada sebagian besar penderita
Bell’s Palsy kelumpuhannya dapat menyembuh, namun pada beberapa diantara mereka
kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa.

Fisioterapi memiliki peran penting dalam proses penyembuhan serta perbaikan


bentuk wajah yang mengalami kelemahan, antara lain membantu mengatasi
permasalahan kapasitas fisik pada pasien, mengembalikan kemampuan fungsional pasien
serta memberi motivasi dan edukasi pada pasien.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kasus


1. Definisi

Bell’s Palsy merupakan suatu kelumpuhan akut nervus fasialis perifer yang tidak

diketahui sebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang yang pertama meneliti beberapa

penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan nevus fasialis perifer yang tidak

diketahui sebabnya disebut Bell’s palsy (Sukardi, 2004).

Kelainan Bells Palsy meruakan paralisis LMN unilateral idiopatik. Paralisis ini di

hubungkan dengan fenomena infeksi virus, dengan beberapa bukti secara spesifik menunjukan

keterlibatan virus herpes simpleks. Serangannya cepat, dalam jam atau hari, dan mungkin

terdaat nyeri di bagian belakang telinga. Beberapa ahli merekomendasikan penggunaan

kortikosteroid dan obat – obat pada 48 jam pertama setelah serangan. Tetapi tanpa pengobatan

ini pun, 85-90 % pasien akan mengalami perbaikan total dalam hitungan minggu atau bulan.

Hanya sebagian kecil yang tetap mengalami kelainan wajah (Lionel,2005)

2. Anatomi wajah
Wajah adalah bagian anterior dari kepala, dengan batas kedua telinga lateral, dagu
di inferior dan garis batas tumbuhnya rambut di superior.Tulang tengkorak mempunyai
bagian-bagian yang biasanya ditinjau dari beberapa aspek yaitu aspek anterior, posterior,
superior, dan inferior serta lateral. Terkait dengan perjalanan N. Facialis maka cranium
ditinjau dari arah lateral dan melibatkanOs temporalis, Canalis facialis, Foramen
stylomastoideus, Ramus mandibularis aspek lateral (Shiffman and Giuseppe, 2012).

Jika dilihat dari struktur otot, otot pada wajah sangatlah tipis dan rata.Tidak semua
otot wajah melekat pada tulang, kebanyakan saling terikat pada fascia otot yang
lainnya.Otot diwajah berperan untuk memberikan ekspresi serta memberikan gerakan

2
seperti mengerutkan dahi, menutup kelopak mata, mengunyah, dan lainnya (Shiffman
and Giuseppe, 2012).

Nervus facialis adalah salah satu dari 12 pasang saraf cranial.Nervus facialis
merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot wajah.
Otot – otot wajah beserta fungsinya

1. M. frontalis

Origo : linea nukhe

Insersio : galea aponeurotica

Fungsi : menggerakan kulit kepala dan menciptakan kerutan miring pada dahi

2. Corrugator superculi

Origo : supraorbital ridge

Insersio : forahed skin, near eyebrow

Fungsi : menarik alis kebawah

3. M. orbicularis oculi

Origo : maxilla proximal frontalis sudut mata medial

Insersio : mengililingi aditus orbita sampai kealis

Fungsi : menutup kelopak mata dan menggerakan alis mata

4. M. nasalis

Origo : area sebelah atas akar gigi

Insersio : pinggir cuing hidung

Fungsi : menggerakan cuping hidung

5. M. temporalis

Origo : fasia temporalis

3
Insersio : fasia temporalis sebelah atas dan sebelah depan

Fungsi : membantu menggerakan kulit kepala dan mencitakan kerut miring di

dahi dan teliga

6. M. zygomatikum major dan zigomatikum minor

Origo : os zygomatikum di dekat sutara zigomatikum

Insersio :

Fungsi : menggerakan kulit bibir, pipi dan kulit dagu

7. M. orbikulais oris

Origo : sebelah lateral angulus oris

Insersio : kulit bibir

8. M. mentalis

Origo : anterior mandible

Insersio :

Fungsi : menarik bibir bawah dan kulit dagu kebawah

9. M. depressor labi inferior

Origo : basis mandibular sebelah medial

Insersio : bibir bawah, dan dagu

10. M. levator anguli oris

Origo : fossa canica maxilla

Insersio : sudut mulut

Fungsi : menarik sudut bibir keatas

11. M. depressor anguli oris

Origo : basis mandibulae, tepat dibawah foramen mentale

Insersio : bibir bawah, pipi disebelah lateral sudut mulut, bibir atas

Fungsi : menarik sudut mulut kebawah

4
12. M. buccinators

Origo : bagian posterior proc. Alveolaris maximallae

Insersio : angulus oris, bibir atas dan bawah

Fungsi : mengangkat bibir, meniup dan mengunyah

Gambar 1. Otot-otot pada Wajah


Sumber: (Shiffman and Giuseppe, 2012)

3. Anatomi Nervus kranialis


Saraf fasialis atau saraf kranialis ke tujuh mempunyai komponen motorik
yang mempersarafi semua otot ekspresi wajah pada salah satu sisi, komponen
sensorik kecil (nervus intermedius Wrisberg) yang menerima sensasi rasa dari
2/3 depan lidah, dan komponen otonom yang merupakan cabang sekretomotor
yang mempersarafi glandula lakrimalis (Lowis dan Gaharu, 2012).
Saraf fasialis merupakan saraf campuran yang terdiri dari 2 akar saraf,
yaitu akar motorik (lebih besar dan lebih medial) dan intermedius (lebih kecil
dan lebih lateral). Akar motorik berasal dari nukleus fasialis dan berfungsi
membawa serabut-serabut motorik ke otot-otot ekspresi wajah. Saraf

5
intermedius yang berasal dari nukleus salivatorius anterior, membawa serabut-
serabut parasimpatis ke kelenjar lakrimal, submandibular, dan sublingual. Saraf
intermedius juga membawa serabut-serabut aferen untuk pengecapan pada dua
pertiga depan lidah dan aferen somatik dari kanalis auditori eksterna dan pinna
(Japardi, 2004)

Gambar 2. Nukleus dan Saraf Fasialis


Sumber: (japardi, 2004)
Kedua akar saraf ini muncul dari pontomedullary junction dan berjalan
secara lateral melalui cerebellopontine angle bersama dengan saraf
vestibulocochlearis menuju meatus akustikus internus, yang memiliki panjang ±
1 centimeter (cm), dibungkus dalam periosteum dan perineurium (Japardi, 2004)
Selanjutnya saraf memasuki kanalis fasialis. Kanalis fasialis (fallopi)
memiliki panjang sekitar 33 milimeter (mm), dan terdiri dari 3 segmen yang
berurutan: labirin, timpani dan mastoid. Segmen labirin terletak antara vestibula
dan cochlea dan mengandung ganglion genikulatum. Karena kanal paling sempit
berada di segmen labirin ini (rata- rata diameter 0,68 mm), maka setiap terjadi
pembengkakan saraf, paling sering menyebabkan kompresi di daerah ini. Pada
ganglion genikulatum, muncul cabang yang terbesar dengan jumlahnya yang
sedikit yaitu saraf petrosal.Saraf petrosal meninggalkan ganglion genikulatum,
memasuki fossa cranial media secara ekstradural, dan masuk kedalam foramen

6
lacerum dan berjalan menuju ganglion pterigopalatina.Saraf ini mendukung
kelenjar lakrimal dan palatina.Serabut saraf lainnya berjalan turun secara
posterior di sepanjang dinding medial dari kavum timpani (telinga tengah), dan
memberikan percabangannya ke musculus stapedius (melekat pada stapes).Lebih
ke arah distal, terdapat percabangan lainnya yaitu saraf korda timpani, yang
terletak ± 6 mm diatas foramen stylomastoideus.Saraf korda timpani merupakan
cabang yang paling besar dari saraf fasialis, berjalan melewati membran timpani,
terpisah dari kavum telinga tengah hanya oleh suatu membran mukosa.Saraf
tersebut kemudian berjalan ke anterior untuk bergabung dengan saraf lingualis
dan didistribusikan ke dua pertiga anterior lidah (Japardi, 2004).
Setelah keluar dari foramen stylomastoideus, saraf fasialis membentuk
cabang kecil ke auricular posterior (mempersarafi m.occipitalis dan m.
stylohoideus dan sensasi kutaneus pada kulit dari meatus auditori eksterna) dan ke
anterolateral menuju ke kelenjar parotid.Di kelenjar parotid, saraf fasialis
kemudian bercabang menjadi 5 kelompok (pes anserinus) yaitu temporal,
zygomaticus, buccal, marginal mandibular dan cervical. Kelima kelompok saraf
ini terdapat pada bagian superior dari kelenjar parotid, dan mempersarafi dot- otot
ekspresi wajah, diantaranya m. orbicularis oculi, orbicularis oris, m. buccinator
dan m. Platysma (Japardi, 2004).

4. Etiologi Bells Pallsy


sampai saat ini, belum diketahui penyebab Bell's Palsy secara pasti.
Namun, kondisi ini diduga terjadi karena saraf yang mengendalikan otot wajah
tertekan atau terganggu. Selain itu, kelumpuhan juga disebabkan oleh
peradangan infeksi virus, diperkirakan salah satu virus yang menyebabkan
Bell's palsy adalah virus herpes

Lima kemungkinan (hipotesis) penyebab Bell’s palsy, yaitu iskemik vaskular,


virus, bakteri, herediter, dan imunologi.Hipotesis virus lebih banyak dibahas
sebagai etiologi penyakit ini. Sebuah penelitian mengidentifikasi genom virus
herpes simpleks (HSV) di ganglion genikulatum seorang pria usia lanjut yang

7
meninggal enam minggu seteah mengalami bell’ss palsy (Lowis & Gaharu,
2012).
Diperkirakan, penyebab Bell’s palsy adalah virus.Akan tetapi, baru
beberapa tahun terakhir ini dapat dibuktikan etiologi ini secara logis karena
pada umumnya kasus BP sekian lama dianggap idiopatik. Telah diidentifikasi
gen Herpes Simpleks Virus (HSV) dalam ganglion genikulatum penderita
Bell’s palsy (Ropper, 2003 ; Bahrudin, 2011). Tahun 1972, McCormick
pertama kali mengusulkan HSV sebagai penyebab paralisis fasial idiopatik.
Dengan analaogi bahwa HSV ditemukan pada keadaan masuk angin (panas
dalam/cold sore), dan beliau memberikan hipotesis bahwa HSV bisa tetap laten
dalam ganglion genikulatum.(Ropper, 2003 ; Bahrudin, 2011).

5. Patofisiologi
Otot-otot wajah diinervasi saraf fasialis. Kerusakan pada saraf fasialis di
meatus akustikus internus (karena tumor), di telinga tengah (karena infeksi atau
operasi), di kanalis fasialis (perineuritis, Bell’s palsy) atau di kelenjar parotis
(karena tumor) akan menyebabkan distorsi wajah, dengan penurunan kelopak
mata bawah dan sudut mulut pada sisi wajah yang terkena. Ini terjadi pada lesi
lower motor neuron (LMN). Lesi upper motor neuron (UMN) akan menunjukkan
bagian atas wajah tetap normal karena saraf yang menginnervasi bagian ini
menerima serat kortikobulbar dari kedua korteks serebral (Snell 2012 ;
Mujaddidah 2017).
Peneliti menggunakan teknik reaksi rantai polimerase untuk mengamplifikasi
sekuens genom virus,dikenal sebagai HSV tipe 1 di dalam cairan endoneural
sekeliling saraf ketujuh pada 11 sampel dari 14 kasus Bell’spalsy yang dilakukan
dekompresi pembedahan pada kasus yang berat. Peneliti menginokulasi HSV
dalam telinga dan lidah tikus yang menyebabkan paralisis pada wajah tikus
tersebut. Antigen virus tersebut kemudian ditemukan pada saraf fasialis dan
ganglion genikulatum. Dengan adanya temuan ini, istilah paralisis fasialis herpes
simpleks atau herpetika dapat diadopsi. Gambaran patologi dan mikroskopis

8
menunjukkan proses demielinisasi, edema, dan gangguan vaskular saraf (Lowis &
Gaharu, 2012).
Beberapa mekanisme termasuk iskemia primer atau inflamasi saraf fasialis,
menyebabkan edema dan penjepitan saraf fasialis selama perjalanannya didalam
kanal tulang temporal dan menghasilkan kompresi dan kerusakan langsung atau
iskemia sekunder terhadap saraf(Kanerva 2008 ; Mujaddidah 2017).
Mekanisme lainnya adalah infeksi virus, yang secara langsung merusak fungsi
saraf melalui mekanisme inflamasi, yang kemungkinan terjadi pada seluruh
perjalanan saraf dan bukan oleh kompresi pada kanal tulang (Kanerva
2008 ;Mujaddidah 2017).

6. Gambaran Klinik
Gejala bell’s palsy dapat berupa kelumpuhan otot wajah pada satu sisi
mengeluhkan nyeri di sekitar telinga, rasa bengkak/kaku pada wajah walaupun
tidak ada gangguan sensorik kadang-kadang diikuti oleh hiperakusis
berkurangnya produksi air mata dan berubahnya pengecapan di lidah
kelumpuhan saraf fasialis dapat terjadi secara parsial/komplit kelumpuhan
parsial dalam 1 – 7 hari dapat berubah menjadi kelumpuhan komplit (Munilson
dkk., 2011).

7. Tanda dan gejala


Pada sisi yang terkena
a. Hilangnya ekspresi wajah
b. Hilangnya kemampuan menutup mata
c. Hilangnya kemampuan menarik sudut bibir
d. Hilangnya kemampuan untuk mengembungkan pipi
e. Hilangnya rasa pada lidah
f. Muka turun dan merot kesisi yang sehat
g. Sensasi pada wajah akan menghilang

9
2. Tinjauan Tentang Pengukuran Fisioterapi
1. Ugo Fisch Skala
Ugo Fisch digunakan untuk mengukur kemajuan motorik dan kemampuan
gerak fungsional otot-otot wajah.Peningkatan nilai kekuatan otot wajah
4 skala penilaian,
a) 0%, untuk kekuatan otot 0 : zero, asimetri komplit, tak ada gerak volunter,
b) 30%, untuk kekuatan otot 1 : poor, kesembuhan ke arah asimetri,
c) 70%, untuk kekuatan otot 3 : fair, kesembuhan parsial ke arah simetri,
d) 100%, untuk kekuatan otot 5 : normal, simetris komplit.
Gerakan yang dilakukan,
a) Diam = 20 x (%) =...
b) Mengerutkan dahi= 10 x (%) =...
c) Menutup mata = 30 x (%) =...
d) Tersenyum = 30 x (%) =...
e) Bersiul = 10 x (%) =...
Ket :
1) % adalah persentase sesuai dengan kemampuan dari pasien dan bisa
dihubungkan dengan kekuatan otot yang berperan dalam gerakan diatas.
2) Semakin mendekati 100 skornya akan lebih baik, apabila belum mencapai
100 dari semua penjumlahan hasil dari aktivitas diatas maka fisioterapis
diharapkan belum menghentikan tindakan karena apabila dihentikan sebelum
100 akan mengakibatkan terdapat gejala sisa.

10
Derajat kelumpuhan pada Ugo Fisch Scale

Derajat Interpretasi
Derajat I (100 point) Normal
Derajat II (75-99 point) Kelumpuhan ringan
Derajat III (50-75 point) Kelumpuhan sedang
Derajat IV (25-50 point) Kelumpuhan sedang berat
Derajat V (1-25 point) Kelumpuhan berat
Derajat VI (0 point) Kelumpuhan total

2. Manual Muscle Testing (MMT)


Manual muscule testing (MMT) adalah suatu usaha untuk menentukan
atau mengetahui kemampuan seseorang dalam mengkontraksikan otot atau grup
secara voluntary. Untuk memeriksa MMT ini dengan System manual yaitu
dengan cara terapis memberikan tahanan kepada pasien dan pasien disuruh
melawan tahanan dari terapis dan ssat itu terapis menilai sesuai dengan criteria
nilai kekuatan otot.
a. Pelaksanaan MMT
1) M. frontalis
Intruksikan pasien untuk mengangkat alis
2) M. currogator supercili
Intruksikan pasien untuk menggerakan dahi
3) M. orbicularis oculi
Intruksikan pasien untuk menutu mata dengan erat
4) M. procerus
Intruksikan pasien untuk mengerutkan hidung
5) M. nasalis
Intruksikan pasien untuk melebarkan cupin hidung seperti pada saat
menarik nafas
6) M. risorius

11
Intruksikan pasien untuk menarik bibir kearah lateral diteruskan ke
bawah.
7) M. zigomatikum
Intruksikan pasien untuk bersenyum
8) M. orbicularis oris
Pasien diminta untuk mengerutkan bibir sperti bersiul
9) M. levator labii superior
Intruksikan pasien untuk mengangkat sudut mulut keatas
10) M. mentalis
Intruksikan pasien untuk menarik bibir kearah bawah
11) M, levator anguli oris
Intruksikan asien untuk mengangkat satu sudut bibir atas seperti
menyeringai
12) M. buccinators
Intruksikan pasien untuk mengisap pipi
13) M. depressor anguli oris
Intruksikan pasien untuk menarik bagian lateral bibir kebawah

Nilai Interpretasi
0 (zero) Tidak ada kontraksi bisa diraba atau dilihat
1 (trace) Tidak ada gerakan, tetapi dengan palpasi kontraksi dapat
dirasakan
3 (fair) Gerakan bisa dilakukan, tetapi dengan kesulitan atau hanya
sebagian
5 (normal) Kontraksi penuh, terkontrol dan simetris

3. Visual Analogue Scale (VAS)


Visual Analogue Scale (VAS) adalah pengukuran instrumen pengukuran
nyeri yang paling banyak dipakai dalam berbagai studi klinis dan diterapkan
terhadap berbagai jenis nyeri. Terdiri dari satu garis lurus sepanjang 10 cm. Garis
paling kiri menunjukkan tidak ada rasa nyeri sama sekali, sedangkan garis paling
kanan menandakan rasa nyeri yang paling buruk.

12
Kepada pasien dimintakan untuk memberikan garis tegak lurus yang
menandakan derajat beratnya nyeri yang dirasakannya.Instrumen VAS ini tidak
menggambarkan jenis rasa nyeri yang dialami pasien, misalnya shooting pain
dan sebagainya.Jadi sebagaimana pengukuran kategorikal, maka VAS juga
mengukur 69 nyeri secara satu dimensi saja.(Potter & Perry, 2006)
1. nilai 0 : tidak nyeri
2. nilai 1-3 : nyeri ringan
3. nilai 4-6 : nyeri sedang,
4. nilai 7-9 : nyeri berat terkontrol
5. nilai 10 : nyeri hebat tidak terkontrol

0 5 7 10

3. Tinjauan Tentang intervensi Fisioterapi


a. Laser
Laser (Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation)
merupakan alat yang dapat memancarkan cahaya (gelombang
radioelektromagnetik) pada daerah infrared, visible atau ultraviolet. Cahaya yang
dipancarkan oleh laser dihasilkan dari stimulasi emisi radiasi dari medium yang
ada di laser, emisi radiasi tersebut dikuatkan sehingga menghasilkan cahaya yang
mempunyai sifat monokromatis (tunggal/hanya satu), koheren, terarah dan
brightness (sifat kecerahan tinggi).

b. Massage
Kata massage berasal dari kata arab “mash yang berarti menekan dengan
lembut” atau kata yunani “massien” yang berarti memijat atau melulut atau “
maschesch” yang berarti meraba bahasa yahudi. (Latief.A,dkk,2013)
Teknik – teknik massage pada wajah yaitu

13
1. Teknik teknik massage yang biasa digunakan pada kasus bells palsy
antara lain stroking, effleurange, finger kneading dan tapotement.
Troking adalah maniulasi gosokan yang ringan dan halus dengan
menggunakan seluruh permukaan tangan yang bertujuan untuk
meratakan pelican keseluruh wajah pasien, effleurange adalah gerakan
ringan yang berirama, yaitu melakukan gerakan ataupun gosokan yang
dilakukan dengan menggunakan tiga jari tangan diberikan sesuai letak
serabut otot-otot wajah menuju ketelinga. Finger kneading adalah pijatan
jari-jari tangan yang dilakukan dengan cara melingkar dan disertai
dengan tekanan pada kulit dan jaringan-jaringan lunak subcutan. Pijatan
ini diberikan pada seluruh otot-otot wajah dengan arah gerakan menuju
ketelinga. Taptment adalah manipulasi dengan memberikan tepukan-
tepukan yang berirama yang dapat diberikan secara manual ataupun
dengan menggunakan bantuan alat, pada kasus bells palsy salah satu
teknik taptment yang diberikan adalah slapping. Slapping merupakan
sapuan dari ujung-ujung jari yang dilakukan secara tepat dan berirama.

2. Aplikasi massage pada wajah


Aplikasi massage dapat diberikan sejak awal terjadinya bells palsy.
Massage dpat dimulai dengan pemberian gantle massage yang berupa
stroking dan efflurage, untuk efflurage pada otot-otot wajah tekanan yang
diberikan tidak boleh terlalu kuat karena keadaan serabut otot-otot wajah
lebih halus bila dibandingkan dengan serabut otot-otot skeletal,
selanjutnya massage dapat dilanjutkan pemberian finger kneading
terutama pada wajah sisi sehat, massage dapat diakhiri dengan
memberikan tapotement yang berupa slapping pada wajah sisi lesi.

3. Efek-efek mekanisme pemberian massage


Pada pasien bells palsy adanya tekanan yang diberikan secara melingkar
pada kulit dan jaringan subcutan dapat menmbulkan efek sebagai berikut:

14
membantu meningkatkan aliran darah dan dapat mencegah terjadinya
perlengketan jaringan.

4. Efek-efek fisiologis pemberian massage


Efek fisiologis yang diamksud disini adalah efek yang ditimbulkan oleh
massage terhadap fungsi dari proses yang terjadi pada tubuh. Efek-efek
fisiologis tersebut antara lain:
a. Memperbaiki kualitas kulit
b. Mempercepat proses regenerasi sel
c. Meningkatkan aktivitas sirkulasi darah
d. Mempengaruhi fungsi sector eksternal dan internal dari kulit.
Namun semua efek diatas, efek fisiologis terpenting yang biasa kita
dapatkan dari aplikasi massage secara perlahan atau gantle akan
mengaktifkan sirkulasi dan nutrisi dalam jaringan sehingga
mempertahankan fleksibilitas jaringan tersebut dan juga akan
meningkatkan elastisitas jaringan, selain itu pemberian massage dengan
menggunakan teknik slapping yang berirama ceat akan meningkatkan
tonus otot sehingga baik diberikan sebagai pre-liminary atau persiapan
sebelum melakukan terapi latihan.

c. Proprioceptive neuromuscular facilitation (PNF)


Konsep pengobatan yang sering digunakan dalam rehabilitasi neurologis.
Filosofi dasarnya adalah bahwa semuan manusia, termasuk enyandang cacat,
belum memiliki potensi yang ada. (Zuzuanne S. Adler,dkk,2007)
Tehnik PNF dapat digunakan untuk membentuk kekuatan dan daya tahan otot,
yaitu untuk memfasilitasi stabilitas, mobilitas, control neuromuscular, dan
kordinasi gerakan, serta sebagai dasar untuk perbaikan fungsi. Teknik PNF
bermanfaat disepanjang direhabilitasi fase awal penyembuhan jaringan ketika
teknik isometric lebih sesuai hingga fase akhir rehabilitasi ketika gerak diagonal
kecepatan tinggi dapat dilakukan melawan tahanan maksimal

15
d. Strengthening
Strengthening exercise (latihan penguatan) adalah perubahan peningkatan kekuatan
otot pada latihan dengan beban yang terus meningkat dikarenakan adanya perubahan
morfologikal otot, yaitu semakin besar diameter serabut otot maka otot akan semakin
kuat, semakin besar otot terbentuk maka mitokondria akan semakin banyak (Ganong,
2010).

e. Miror exercise
Mirror exercise merupakan salah satu bentuk terapi latihan dengan
menggunakan cermin yang akan memberikan efek “biofeedback”. Dalam
pelaksanaan mirror exercise ini, sebaiknya dilakukan ditempat yang tenang dan
tersendiri agar pasien bisa lebih berkonsentrasi. Jenis-jenis latihannya yaitu
melatih gerakan-gerakan pada wajah, antara lain
1) mengangkat alis dan mengkerutkan dahi,
2) menutup mata,
3) tersenyum,
4) bersiul,
5) menutup mulut,
6) menarik sudut 14 mulut kesamping kanan dan kiri,
7) memperlihatkan gigi seri dan mengangkat bibir ke arah atas,
8) mengembang-kempiskan cuping hidung,

16
BAB III
PROSES FISIOTERAPI

A. Identitas Umum Pasien


Nama : Tn SAHABUDDIN MAPPE
Usia : 60 tahun
Jenis Kelamin : laki - laki
Agama : Islam
Alamat :

B. Anamnesis Khusus ( History Taking )


a. Keluhan Utama : kelemahan
b. Lokasi Nyeri : wajah sisi dextra
c. Riwayat Perjalanan Penyakit : sejak 2 tahun yang lalu bapak mengeluh sakit di
bagian pipi sebelah kanan, besok paginya wajah bapak sudah merot ke kiri dan
matanya sudah tidak bisa tertutup

d. Vital Sign
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Respirasi : 20x/menit
Denyut Nadi : 70x/menit

C. Inspeki/ Observasi
1. Statis :
 Tidak ada oedema
 Wajah merot ke kiri

2. Dinamis :
 Saat berbicara, tampak bibir asimetris

17
 Saat tersenyum bibir cenderung ke kiri
 Kerutan dahi tampak asimetris
 Tidak mampu menutup mata dengan rapat

3. Palpasi
Tujuan : untuk mengetahui adanya spasme adanya nyeri tekan dan pada m.
zigomatikum.

D. Pemeriksaan Spesifik

1. Manual Muscle Test Wajah


Otot-Otot Wajah Nilai Otot
sinistra Dextra
m. frontalis(mengangkat 5 1
alis)
m. corrugator supercili 5 1
(menarik alis mata
ketengah)
m. orbicularis oculi 5 1
(menutup mata)
m. nasalis (melebarkan 5 1
daun hidung)
m. buccinator (menekan 5 1
pipi dan bersiul)

IP : Terdapat indikasi kelemahan pada otot-otot wajah sebelah kanan

18
2. Tes kemampuan fungsional wajah (UgoFisch Scale)
Hasil :
Posisi Nilai Jumlah

Saat Istirahat 30% x 20 6

Mengerutkan Dahi 30% x 10 3

Tersenyum 30% x 30 9

Bersiul 30% x 30 9

Menutup Mata 30% x 10 3

Jumlah 30

IP : Hasil <100 , sehingga perlu tetap di Fisioterapi

3. Visual Analog Scale ( VAS )

0 3 5 10
 Nyeri gerak :0
 Nyeri tekan :3
 Nyeri diam :0

E. Diagnosa Fisioterapi
Adapun diagnosis fisioterapi yang dapat ditegakkan dari hasil proses
pengukuran dan pemeriksaan tersebut, yaitu:
”Gangguan aktivitas Fungsional Wajah Akibat Kelemahan Otot Wajah Dextra ec
Bell’s Palsy”

F. Problematik Fisioterapi
a. Anatomical/functions impairment

19
 Adanya kelemahan otot wajah dextra
 Nyeri pada wajah sisi dextra

b. Activity limitation
 Adanya gangguan saat makan dan minum
 Kesulitan menaikan alis
 Tidak mampu menutup mata dengan maximal
 Kurang mampu tersenyum

c. Participation restriction
 Adanya penurunan rasa percaya diri saat bergaul di lingkungan
masyarakat Karena gangguan ekspresi wajah

4. Tujuan Intervensi
a. Tujuan jangka pendek
 Meningkatkan kekuatan otot wajah sinistra
 Mengurangi nyeri
b. Tujuan jangka panjang
 Mengembalikan kemampuan fungsional wajah semaksimal mungkin
seperi makan dan minum, berekspresi dan meningkatkan kepercayaan
diri pasien.

5. Program intervensi fisioterapi


1) Laser
Tujuan: merangsang pertumbuhan dan penyembuhan jaringan dan mengurangi
peradangan dan edema
Prosedur :
Dosis :

20
F : 9 diode 5x50 mW
I : 17,4 joules
T : Toleransi pasien
T : 5 menit

2) PNF
a. M. epicranius ( frontalis)
Prosedur : Intruksikan pasien untuk mengangkat alis keatas, berikan
Tahanan terhadap dahi, dorong kearah kaudal dan medial.
Gerakan ini Bekerja dengan mata terbuka. Hal ini diperkuat
dengan ekstensi leher
Dosis : 8 pengulangan 3x seminggu

b. M. corrugator
Prosedur : Intruksikan pasien untuk menarik alisnya kebawah.
Berikan Tahanan tepat diatas alis secara diagonal diarah
cranial dan lateral. Gerakan ini bekerja dengan mata
tertutup.
Dosis : 8 pengulangan 3x seminggu

c. M. Orbicularis Oculi
Prosedur : Intruksikan pasien untuk menutu mata dengan
menerapkan Latihan terpisah untuk kelopak mata uer dan
lower. Berikan perlawanan Dengan perlahan pada kelopak
mata. Hindari memberi tekanan pada bola mata.
Dosis : 8 pengulangan 3x seminggu

d. M. levator alpebrae superoris


Prosedur : Intruksikan pasien untuk membuka mata melihat keatas.
Berikan tahanan diatas kelopak mata,

21
Dosis : 8 pengulangan 3x seminggu

e. M. procerus
Prosedur : Intruksikan pasien untuk mengerutkan hidungnya seperti
mencium aroma busuk. Otot ini bekerja dengan
M.corrugator dan dengan mata tertutup
Dosis : 8 pengulangan 3x seminggu

f. M. risorius dan M. zigomatikum major


Prosedur :Intruksikan pasien untuk tersenyum. Berikan tahanan
terhadap sudut mulut secara medial dan sedikit ke kaudal
Dosis :8 pengulangan 3x seminggu

g. M. orbicularis oris
Prosedur : Intruksikan pasien untuk mengerutkan bibirnya sepeeti
bersiul. Berikan tahanan secara lateral dan kearah atas.
Dosis : 8 pengulangan 3x seminggu

h. M. levator labii superior


Prosedur : Intruksikan pasien untuk menunjukan gigi bagian atasnya,
aplikasikan tahanan bagian atas bibir kearah bawah medial.
Dosis : 8 pengulangan 3x seminggu

i. M. mentalis
Prosedur :Intruksikan pasien untuk mengerutkan dahi, aplikasikan
tahanan melakukan kebawah dan arah dagu.
Dosis : 8 pengulangan 3x seminggu

j. M. levator anguli oris

22
Prosedur :Intruksikan pasien untuk meanrik ujung mulutnya keatas,
aplikasikan tahanan kebawah dan sudut mulut.
Dosis : 8 pengulangan 3x seminggu
h. M. depressor anguli oris
Prosedur : Intruksikan pasien mendorong sudut mulut ke bawah,
berikan tahanan keatas dan medial pada sudut mulut.
Dosis : 8 pengulangan 3x seminggu

4. Terapi Latihan dengan “ mirror exercise “


Tujuan : menggerakkan otot ajah yang mengalami kelumpuhan
Prosedur : pasien diminta menggerakan wajahnya yang telah
fisioterapi ajarkan
Dosis : 8 pengulangan 3x seminggu

5. Strengthening
Tujuan : untuk meningkatkan otot yang lemah
Prosedur : pasien diminta melawan tahanan yang diberikan oleh
fisioterapis
Dosis : toleransi pasien 8 – 10 kali hitungan 3 minggu

G. Home program
Pasien diminta selalu melakukan gerakan – gerakan yang telah fisioterapi
ajarkan. Jenis-jenis latihannya yaitu melatih gerakan-gerakan pada wajah, antara
lain :
1) mengangkat alis dan mengkerutkan dahi,
2) menutup mata,
3) tersenyum,
4) bersiul,
5) menutup mulut,
6) menarik sudut 14 mulut kesamping kanan dan kiri,

23
7) memperlihatkan gigi seri dan mengangkat bibir ke arah atas,
8) mengembang-kempiskan cuping hidung,

H. Evaluasi
Berdasarkan intervensi yang telah diberikan pada pasien diperoleh hasil berupa:
 Wajah masih merot
 Bibir masih belum terlihat simetris
 Mata masih belum tertutup rapat
 Pada saat mengangkat alis garis dahi belum terlihat
 Nilai vas
Nyeri tekan: 3
Nyeri gerak: 0
Nyeri diam: 0

24
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Bell'spalsy (Bp) Ialah suatu kelumpuhan akut. Fasialis perifer yang tidak

diketahui sebabnya. Sircharlesbell (1821) Adalah orang yang pertama meneliti

beberapa penderita dengan wajah asimetrik, Sejak itu semua kelumpuhan.

Fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut bell'spals.

Kondisi yang sering dijumpai pada penderita adalah kelumpuhan pada

salah satu sisi wajahnya, Ekspresi pada wajah akan menghilang, Sudut mulut

menurun, Bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini, Kelopak mata

tidak dapat dipejamkan, Kerut dahi menghilang. Bila penderita disuruh untuk

memejamkan matanya maka kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap

terbuka.

Bell’s palsy memiliki beberapa tanda-Tanda, Baik sensoris maupun

motoris. Tetapi bell’spalsy tidak selalu disertai dengan gangguan motoris. Untuk

gangguan motoris, Otot-Otot wajah akan mengalami kelemahan. Umumnya

pasien akan merasa malu karena kondisinya dan menarik diri dari aktivitas

lingkungan sosial.

25
Untuk dapat menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang muncul

pada kondisi bell’spalsy, Fisioterapi mempunyai peranan penting didalamnya.

Adapun teknologi fisioterapi yang dapat diaplikasikan kepada pasien bell’spalsy

antara lain pemanasan dengan sinarin frared, Pnf wajah dan terapi latihan

dengan mirror exercise.

Saran

Mahasiswa diharapkan dapat memahami anatomi, Fisiologi, Patologi

tentang bell’spalsy. Selain itu mahasiswa dapat melakukan tehnik assessment

dan pemeriksaan yang sesuai untuk menegakkan diagnosis yang tepat.

Kemampuan keterampilan dan skill dalam melakukan proses intervensi

fisioterapi perlu dicapai dalam pembelajaran melalui pembimbing lahan dan

berbagai referensi yang diperoleh agar yang dilakukan dapat memberikan

manfaat bagi pasien.

26

Anda mungkin juga menyukai