Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

Halaman Judul

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. DATA DAN PEMBAHASAN

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

V. DAFTAR PUSTAKA

VI. LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan industri pangan di Indonesia, produk pangan berbasis


sumber daya lokal juga terus dikembangkan sebagai salah satu upaya diversifikasi pangan.
Diversifikasi pangan ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi ketergantungan
masyarakat Indonesia terhadap konsumsi beras sebagai makanan pokok. Salah satu sumber daya
lokal yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat adalah dari kelompok
umbi-umbian yaitu singkong atau ubi kayu. Ubi kayu dapat dijadikan sebagai pangan alternatif
sehingga dapat meningkatkan ketahanan pangan Indonesia.

Ubi kayu (Manihot esculanta Crantz) dikenal sebagai tanaman pangan utama di daerah
tropis dan lebih dari tiga ratus juta populasi penduduk dunia tergantung pada tanaman jenis ini.
Ubi kayu dalam hal ini tapioka mempunyai banyak aplikasi dalam industri pangan dan non
pangan. Kualitas produk dari tapioka ditentukan oleh karakteristik fisikokimia dan sifat
fungsional dari tapioka itu sendiri. Untuk memberikan informasi dan mengoptimalkan kegunaan
tapioka, perlu dilakukan evaluasi terhadap karakteristik tapioka dari berbagai varietas ubi kayu.
Hal ini karena perbedaaan varietas akan mempengaruhi karakteristik produk yang dihasilkan.

Di Indonesia sendiri telah ditetapkan standar yang mengatur mutu tapioka yang sesuai
pada SNI 01-3451-1994. Dalam SNI tersebut, terdapat peraturan berupa standar yang dibuat
secara khusus untuk menstandarisasikan suatu komoditas atau produk yang berlaku secara
nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh Badan
Standardisasi Nasional. Pemberian standarisasi ini bertujuan untuk memberikan ketentuan-
ketentuan serta batasan-batasan suatu komoditas atau produk agar aman saat digunakan oleh
konsumen. Dengan kata lain SNI merupakan badan perlindungan bagi konsumen.

Pada kegiatannya, penentuan SNI perlu dilakukan berbagai proses yang tidak sedikit
untuk menentukan batasan serta ketentuan tadi. Dalam agroindustri, terutama komoditas serta
produk pangan, standarisasi yang umum harus dipenuhi pihak produsen ialah uji kadar air, uji
kadar abu, uji berbagai mikroorganisme, uji organoleptik dan masih banyak lagi. Setiap uji
memiliki batasan tertentu seperti batas toleransi maksimum dan minimum, misalnya kadar air,
abu atau mikroorganisme yang boleh ada pada komoditas atau produk tersebut. Kelayakan suatu
komoditas atau produk akan teruji apabila sudah memenuhi semua ketentuan serta batasan yang
telah dibuat SNI untuk komoditas atau produk tersebut.
B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk menguji produk agroindustri yang berupa tapioka apakah
sudah memenuhi SNI atau belum. Selain itu praktikum ini juga bertujuan untuk melatih
praktikan melakukan praktikum mandiri yang kelak akan dihadapi saat tugas akhir berdasarkan
apa-apa yang telah dipelajari sebelumnya.

II. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan


Alat-alat yang diperlukan dalam uji mutu tapioka ini adalah sendok, piring kecil, dan
bolpoint untuk uji hedonik, neraca analitik, desikator, oven, cawan porselen dan platina, tanur
listrik, penangas air, ayakan 80 mesh, cawan petri, labu erlenmeyer, pipet mikro, dan pembakar
bunsen. Adapun bahan-bahan yang digunakan yaitu tapioka, media EMB, media PCA, larutan
NaOH 0,1 N, indikator PP, alkohol, dan larutan garam fisiologis.

B. Metode
III. TINJAUAN PUSTAKA

Ubi kayu merupakan tanaman jenis umbi-umbian yang dapat tumbuh pada ketinggian kurang
dari 1500 m diatas permukaan laut dengan curah hujan optimum 760 sampai 1015 mm per tahun
(Wargiono, 1975). Ubi kayu (Manihot esculanta Crantz) dikenal sebagai tanaman pangan utama di
daerah tropis dan lebih dari tiga ratus juta populasi penduduk dunia tergantung pada ubi kayu. Ubi
kayu merupakan tanaman yang efisien dalam memproduksi pati namun rendah dalam kandungan
protein dan vitamin. Oleh karena itu, bila ubi kayu dijadikan makanan pokok maka untuk
mengimbangi kekurangannya harus ditambah dengan kacang-kacangan (Argasasmita, 1980). Menurut
Purwadaria (1989) ubi kayu segar dapat diolah menjadi tiga macam bentuk tepung yaitu tepung ubi
kayu (cassava flour), tepung gaplek (cassava chip flour) dan tepung tapioka (tapioka flour).

Tapioka merupakan pati yang diekstrak dari singkong. Dalam memperoleh pati yang
diekstrak tersebut, harus dipertimbangkan usia atau kematangan dari tanaman singkong. Nilai
optimum dari salah satu varietas singkong yang berasal dari Jawa yaitu San Pedro Petro adalah
sekitar 18-20 bulan (Grace, 1977). Ketika umbi singkong dibiarkan di tanah, jumlah pati akan
meningkat sampai pada titik tertentu lalu umbi akan mengeras menyerupai kayu sehingga umbi akan
sangat sulit ditangani atau diolah. Berikut merupakan komposisi kimia tepung tapioka yang dapat
dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia tepung tapioka

Komposisi Jumlah
Serat (%) 0,5
Air (%) 15
Karbohidrat (%) 85
Protein (%) 0,5-0,7
Lemak (%) 0,2
Energi (Kalori/100 gram) 307
Sumber : Grace (1977)

Sebagai bahan baku industri pangan, tapioka telah banyak digunakan untuk sumber
karbohidrat (sumber kalori) maupun sebagai zat pengental (thickener) (Somaatmadja, 1984). Dalam
pembuatan tapioka faktor harus diperhatikan untuk memperoleh hasil yang bermutu tinggi. Mutu
tapioka ditentukan oleh kadar air, serat dan kotoran, derajat putih dan kekentalan (Purwadaria, 1989).

Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang dapat mempengaruhi kualitas
bahan pangan itu sendiri. Peningkatan jumlah air dapat mempengaruhi laju kerusakan bahan pangan
oleh proses mikrobiologis, kimiawi, dan enzimatis. Rendahnya kadar air suatu bahan pangan
merupakan salah satu faktor yang dapat membuat bahan menjadi awet. Kerusakan bahan seperti
tepung lebih terutama disebabkan oleh kapang dan berbagai jenis kutu (Syarief dan Halid, 1993).
Menurut Fardiaz (1989), pengeringan pada tepung dapat mengurangi kadar air tepung sampai batas
tertentu sehingga pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim penyebab kerusakan pada tepung dapat
dihambat. Batas kadar air minimum dimana mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15% (bb).

Kadar air bahan terbagi atas dua, yaitu kadar air wet basis dan kadar air dry basis. Kadar air
wet basis menunjukkan persentase jumlah air yang terdapat dalam bahan dibanding bobot bahan
keseluruhan, sedangkan kadar air dry basis adalah persentase perbandingan antara jumlah air yang
terdapat pada bahan dengan bobot kering bahan. Penentuan kadar air dalam suatu bahan merupakan
analisa kuantitatif secara evolusi dengan cara tidak langsung yaitu bahan yang bersangkutan
dipanaskan pada suhu tertentu untuk jangka waktu tertentu sehingga air menguap dan beratnya
diperoleh sebagai selisih berat bahan sebelum dan sesudah pemanasan (Harjadi, 1993).

Selain kadar air, kadar abu juga memiliki peran dalam menentukan mutu tapioka. Kadar abu
menunjukan total mineral dalam suatu bahan pangan. Menurut Luallen (2004), sejumlah kecil mineral
dan garam anorganik pada pati dianalisis sebagai abu. Abu merupakan residu yang tertinggal setelah
suatu bahan pangan dibakar hingga bebas karbon. Semakin besar kadar abu suatu bahan pangan,
semakin tinggi pula mineral yang terkandung di dalamnya.

Pengujian selanjutnya adalah uji mikrobiologi dimana terdapat dua pengujian di dalamnya,
yakni uji angka lempeng total (TPC) dan uji bakteri Escherechia coli. Penyebaran mikroorganisme
yang tumbuh pada bahan hasil pertanian pada hasil olahnya pada umumya terdiri dari bakteri, jamur
atau kapang, dan virus. Pertumbuhan serta perkembangan mikroorganisme dalam bahan makanan
akan menyebabkan perubahan-perubahan tertentu seperti perubahan yang bersifat fisik dan dan
kimiawi, sebagai contoh yaitu konsistensi bahan menjadi lunak, timbul gas atau aroma tertentu, dan
zat racun yang membahayakan. Jumlah penyebaran bakteri atau mikroorganisme pada bahan makanan
yang sedang mengalami pembusukan sangat bervariasi jumlahnya dan tidak sama jenis serta
tergantung pada varietas, habitat, susunan kimia, cara penanganan, suhu penyimpanan, dan lain-lain
(Anonim, 2009).

Pertumbuhan mikroorganisme yang membentuk koloni dapat dianggap bahwa setiap koloni
yang tumbuh berasal dari satu sel, maka dengan menghitung jumlah koloni dapat diketahui
penyebaran bakteri yang ada pada bahan. Jumlah mikroba pada suatu bahan dapat dihitung dengan
berbagai macam cara, tergantung pada bahan dan jenis mikrobanya. Umumnya terdapat dua macam
cara perhitungan jumlah mikroba atau bakteri, yaitu perhitungan secara langsung dan tidak langsung.
Dalam uji angka lempeng total kali ini digunakan perhitungan secara langsung. Perhitungan secara
langsung adalah perhitungan dimana jumlah mikroba dihitung secara keseluruhan, baik yang mati
atau yang hidup. Berbagai cara perhitungan mikroba secara langsung menggunakan counting
chamber, cara pengecatan dan pengamatan mikroskopik, serta filter membrane (Muctahdi, 1978 ).

Pengujian selanjutnya adalah uji mikrobial yang bertujuan untuk melihat cemaran mikroba
pada sampel. Dewasa ini, kesadaran masyarakat pada pangan adalah memberikan perhatian terhadap
nilai gizi dan keamanan pangan yang dikonsumsi. Faktor keamanan pangan berkaitan dengan
tercemar tidaknya pangan oleh cemaran mikrobiologis, logam berat, dan bahan kimia yang
membahayakan kesehatan. Keamanan pangan penting dalam menjamin pangan yang aman dan layak
dikonsumsi. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran akan kesehatan terhadap bahan
pangan yang dikonsumsi, mengkonsumsi pangan yang aman merupakan hal yang harus diperhatikan
oleh produsen dan konsumen. Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman yakni pangan
yang tidak mengandung bahaya biologi atau mikrobiologi, bahaya kimia, dan juga bahaya fisik.
Pengujian mikrobial yang dilakukan adalah uji bakteri Escherchia coli (Anonim, 2009).

Coliform merupakan suatu grup bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya polusi
kotoran dan kondisi yang tidak baik terhadap air, makanan, susu dan produk-produk susu. Coliform
sebagai suatu kelompok dicirikan sebagai bakteri berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk
spora, aerobik dan anaerobik fakultatif yang memfermentasi laktosa dengan menghasilkan asam dan
gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35°C. Adanya bakteri Coliform didalam makanan atau minuman
menunjukkan kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik dan atau toksigenik yang
berbahaya bagi kesehatan (Widiyanti et al, 2004).

Salah satu bakteri coliform adalah jenis E.Coli yang diujikan pada praktikum ini dengan
media EMB. Media Eosin Methylene Blue mempunyai keistimewaan mengandung laktosa dan
berfungsi untuk memilah mikroba yang memfermentasikan laktosa seperti S.aureus, P.aerugenosa,
dan Salmonella. Mikroba yang memfermentasi laktosa menghasilkan koloni dengan inti berwarna
gelap dengan kilap logam. Sedangkan mikroba lain yang dapat tumbuh koloninya tidak berwarna.
Adanya eosin methylene blue membantu mempertajam perbedaan tersebut. Namun demikian, jika
media ini digunakan pada tahap awal karena kuman lain juga tumbuh terutama P.aerugenosa dan
Salmonella sp. dapat menimbulkan keraguan. Bagaimanapun media ini sangat baik untuk
mengkonfirmasi bahwa kontaminan tersebut adalah E.coli. Media EMB merupakan media padat yang
dapat digunakan untuk menentukan jenis bakteri coli dengan memberikan hasil positif dalam tabung.
EMB yang menggunakan Eosin Methylen Blue sebagai indikator memberikan perbedaan yang nyata
antara koloni yang meragikan laktosa dan yang tidak.

Uji hedonik dapat dilakukan oleh penguji baik yang terlatih ataupun konsumen biasa. Tujuan
dari metode ini adalah untuk mengukur tingkat kesukaan konsumen atau penguji terhadap suatu
produk. Skala yang tersedia pada uji hedonik adalah mulai dari sangat tidak suka sampai sangat suka
terhadap sampel yang diberikan. Penguji diminta untuk mengevaluasi setiap sampel produk dan
menentukan skala kesukaan mereka terhadap sampel produk tersebut. Dalam uji hedonik, panelis
diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Disamping panelis
mengemukakan tanggapan senang, suka atau kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat
kesukaannya. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal suka dapat
mempunyai skala hedonik seperti amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka. Sebaliknya jika
tanggapan itu tidak suka dapat mempunyai skala hedonik seperti suka dan agak suka. Selain itu
terdapat pula tanggapan yang disebut sebagai netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak suka.

Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang
dikehendakinya. Skala hedonik dapat juga diubah menjadi skala numerik dengan angka mutu menurut
tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini dapat dilakukan analisis secara statistik. Penggunaan skala
hedonik pada prakteknya dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan. Sehingga uji hedonik sering
digunakan untuk menilai secara organoleptik terhadap komoditas sejenis atau produk pengembangan.
Uji hedonik banyak digunakan untuk menilai produk akhir (Wagiyono, 2003).
IV. DATA DAN PEMBAHASAN

Untuk mengetahui mutu dari salah satu produk tepung tapioka, telah dilakukan beberapa
pengujian yaitu uji kadar air, kadar abu, angka lempeng total, E.coli, derajat asam dan uji
organoleptik. Kadar air tepung tapioka yang telah diperoleh dari percobaan yaitu 11.93 %. Hasil
tersebut sesuai dengan SNI 01-3451-1994, dimana kadar air maksimum yang diperbolehkan pada
tepung tapioka adalah maksimal 15 %. Apabila kadar air lebih dari batas maksimal yang telah
diperbolehkan, akan berakibat pada kerusakan komoditi tersebut. Hal ini terkait dengan lama
penyimpanan komoditi. Kerusakan komoditi yang ditimbulkan karena tingginya kadar air diantaranya
kerusakan mikrobiologi, kimia dan fisik.

Air merupakan media tumbuh yang disenangi mikroba, sehingga semakin tinggi kadar air
maka peluang tumbuhnya mikroba juga semakin besar. Tepung tapioka yang telah diamati, memiliki
kadar air yang sesuai dengan SNI 01-3451-1994 sehingga kemungkinan adanya mikroba yang tumbuh
juga semakin kecil. Hal ini terbukti saat dilakukan pengujian mikroba yaitu dengan uji angka lempeng
total dan uji Escherichia coli. Angka lempeng total untuk mengetahui jumlah mikroba mesofil dalam
suatu produk. Dari data hasil pengamatan didapatkan bahwa angka lempeng total pada tepung tapioka
yaitu 42,5 x 102 koloni/gram dan jumlah E.coli yaitu negatif (tidak ada E.coli yang tumbuh). Hasil ini
sesuai dengan SNI 01-3451-1994, dimana angka lempeng total maksimal yang boleh ada pada tepung
tapioka yaitu 1 x 104 koloni/gram dan jumlah maksimal E.coli yang diperbolehkan yaitu 10
koloni/gram. Jika hasil angka lempeng total terlalu tinggi mengindikasikan bahan baku yang
terkontaminasi, sanitasi yang tidak memadai, proses pengolahan yang tidak sempurna dan kondisi
penyimpanan yang tidak baik.

Selain uji kadar air, untuk menentukan mutu tepung tapioka juga dilakukan uji kadar abu.
Secara kuantitatif, nilai kadar abu pada tapioka yang dihasilkan berasal dari mineral-mineral dalam
umbi segarnya. Menurut Departemen Kesehatan (1992), mineral yang terdapat pada umbi segar ubi
kayu antara lain Ca, P, dan Fe. Hal ini didukung oleh Makfoled(1992), yang menyatakan bahwa di
dalam tapioka sendiri terdapat mineral Ca, P dan Fe, serta vitamin B1. Menurut Kawabata et al,
(1984), pati ubi kayu mengandung mineral P (0,014%), Na (0,005%), K (0,001%), Ca (0,029%), dan
Mg (0,004%). Menurut Hizukuri et al, (2006), pati mengandung fosfor 0,06-0,07 % dalam bentuk
glukosa-fosfat (deMan, 1989). Namun menurut Luallen (2004), komponen fosfor ini biasanya
dianalisis sebagai komponen phospholipid.

Perbedaan varietas ubi kayu mempengaruhi kandungan mineral dalam ubi kayu. Perbedaan
tersebut dapat disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan seperti kondisi tanah dan
penambahan pupuk. Selain itu pula, perbedaan kadar abu pada tapioka dapat berasal dari mineral-
mineral kontaminasi air ataupun kotoran (tanah) dan juga mineral larut air dapat ikut terbuang
bersama air buangan atau ampas. (Pangestuti,2010)

Dari penganatan yang telah dilakukan, kadar abu pada tepung tapioka adalah 0,098%. Hasil
ini sesuai dengan SNI 01-3451-1994, dimana maksimal kadar abu yang diperbolehkan adalah 0,6%.
Apabila melebihi dari SNI 01-3451-1994, dimungkinkan adanya kontaminasi mineral yang berasal
dari kontaminasi air, kotoran (tanah) dan kontaminasi lainnya. Dari hasil uji kadar abu, dapat
disimpulkan bahwa produk tepung tapioka yang telah diuji benar-benar dari bahan ubi kayu yang
didalamnya terdapat mineral yang tidak terkontaminasi oleh mineral lainnya.

Uji mutu lainnya yaitu derajat keasaman, dimana berdasarkan SNI 01-3451-1994 derajat
keasaman yang diperbolehkan yaitu maksimal 3 ml 1N NaOH/100 gram. Dari hasil pengujian yang
telah dilakukan, nilai derajat keasaman pada tepung tapioka adalah 2,87 ml 1N NaOH/100 gram. Hal
tersebut berarti sesuai dengan SNI 01-3451-1994 karena nilai derajat keasamannya tidak melebihi
standar yang telah diperbolehkan.

Untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap tepung tapioka cap…. yang diujikan
dilakukan uji hedonic untuk mengetahui tanggapan pribadi panelis tentang kesukaan atau
ketidaksukaan. Skala hedonic yang digunakan dengan 7 skala numeric dimana 7 menunjukkan sangat
suka dan 1 menunjukkan sangat tidak suka. Uji hedonic dilakukan terhadap 20 orang panelis. Uji
hedonic dilakukan terhadap parameter warna, aroma, dan tekstur. Hasil uji hedonic parameter warna
menunjukkan panelis menyukai warna dari tepung tapioka yang diujikan, hal ini ditunjukkan dengan
nilai rata-rata 6,3. Kualitas tepung tapioka yang baik yaitu berwarna putih. Menurut Mulyandari
(1992), warna putih dari tapioka sangat dipengaruhi oleh proses ekstraksi pati. Semakin murni proses
ekstraksi pati, maka tepung yang dihasilkan akan semakin putih karena akan semakin banyak
komponen pengotor yang hilang bersama air pada saat pencucian pati. Uji hedonic terhadap tekstur
tapioka berdasarkan kehalusan dari tapioka tersebut. Hasil uji hedonic menunjukkan panelis menyukai
tekstur dari tapioka yang diujikan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata 6,2. Tekstur tapioka yang
baik yaitu yang mempunyai tekstur lembut dan halus. Kehalusan tepung tapioka dipengaruhi oleh
pengayakan pada proses pembuatan tepung tapioka, jika pengayakan kurang bagus maka akan didapat
tepung tapioka yang berbintil-bintil kasar dan adanya resiko adanya benda asing yang mencemari
tepung tapioka.Selain itu, tekstur tapioka dipengaruhi lama penyimpanan dimana jika sudah disimpan
terlalu lama, tekstur tapioka akan mengeras. Uji hedonic terhadap aroma menunjukkan panelis agak
suka dengan aroma tepung tapioka yang diujikan Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata 4,9.
Tepung tapioka yang mempunyai kualitas baik mempunyai aroma yang tidak berbau apek. Bau apek
dapat ditimbulkan dari proses penyimpanan yang terlalu lama yang dapat mengakibatkan tapioka
menyerap bau-bau asing dari luar. Selain itu bau tidak sedap dapat disebabkan adanya aktivitas
mikroba. Dari semua hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tepung tapioka
yang diuji, sesuai dengan standar mutu SNI 01-3451-1994, sehingga tepung tapioka merk “......”
mutunya bagus dan layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009.

Argasasmita, M. 1980. Tumpang sari dengan umbi kayu sebagai tanaman utama, dan perbanyakan
umbi kayu secara kilat. IPB, Bogor.

Deman, J. M. 1989. Kimia Makanan Edisi Kedua. ITB, Bandung.

Departemen Kesehatan. 1992. Daftar Kandungan Gizi Makanan. Bharata, Jakarta.

Hizukuri, S., J. Abe, dan I. Hanashiro. 2006. Starch Analytical Aspect. Di dalam :Eliasson, A.D (ed) .
2006. Carbohydrate in Food. 2nd edition. CRC Taylor & Fancis, Boca Rotan

Kawabata. A., S. Sawayama , N. Nagashima, dan RRD Rosario. 1984. Pshycochemical Properties of
Starches From Cassava, Arrowroot, and Sago. Didalam :Uritani,I. dan E.D. Reyes (eds).
1984. Tropical Root Crops: Postharvest Phsycology and Processing. Japan Scientific Society
Press, Tokyo.

Luallen, T. 2004. Utilizing Starches in Product Development. Di dalam : Eliasson, A.C (ed). 2004.
Starch in Food : Structure, Function, and Application. CRC Press, Boca Raton.

Makfoeld, D. 1992. Deskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Agritech Fakultas Teknologi Pertanian
UGM, Yogyakarta.

Muctahdi, Dedi. 1978. Mikrobiologi Hasil Pertanian 1. DEPDIKBUD, Jakarta.

Pangestuti, Bernadheta D. 2010. Karakterisasi Tapioka dari Beberapa Varietas Ubi Kayu. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Purwadaria, H. K. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen Umbi Kayu. Deptan. FAO, Bogor.

Wargiyono, J. 1975. Bercocok Tanam Umbi-Umbian. Direktorat Bina Produksi Tanaman Pangan,
Jakarta.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Metode Analisis Produk

A. Uji Kimia

1. Kadar Air

Prinsip kadar air adalah Pengurangan berat suatu bahan setelah dikeringkan pada suhu
104 C sampai 105oC selama 5 jam, dinyatakan sebagai kadar air. Penentuan kadar air
o

dilakukan dilakukan dengan metode oven dimana cawan kosong dikeringkan dalam oven
selama selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Penimbangan
dilakukan dengan tepat kurang lebih 5 gram sampel. Cawan beserta isinya ditempatkan dalam
oven dengan suhu 105oC selama kurang lebih 5 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator,
lalu didinginkan. Setelah dingin ditimbang kembali. Hasil analisa kadar air dinyatakan sebagai
persen kadar air basis basah (wet basis)

dimana : Mo = berat cuplikan sebelum dikeringkan dalam gram

M1 = berat cuplikan setelah dikeringkan dalam gram

2. Kadar Abu

Kadar abu adalah sejumlah abu tapioka yang tersisa setelah dipijarkan pada suhu dan
waktu tertentu. Prinsip abu dalam bahan pangan merupakan bahan pangan ditetapkan dengan
menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organic pada suhu sekitar 550oC. Pertama-
tama disiapkan cawan pengabuan, dinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Ditimbang
sebanyak 5 gram sampel dalam cawan tersebut, panaskan pada penangas kemudian diletakkan
dalam tanur pengabuan, bakar sampai didapat berwarna abu-abu atau sisanya tetap. Dinginkan
dalam desikator, kemudian ditimbang.
dimana :

W1 = berat konstan cawan dan abu dalam gram

W0 = berat konstan cawan kosong dalam gram

W = berat contoh dalam gram

3. Derajat Asam

Derajat asam adalah banyaknya ml NaOH 1N yang dibutuhkan untuk mentitrasi 100
gram contoh. Sebanyak 5 gram bahan ditimbang kemudian dituangkan kedalam gelas piala.
Ditambahkan 100 ml etanol 70% yang sudah dinetralkan dengan indikator PP kemudian
kocok. Saring dengan cepat melalui kertas saring kering. Pipet 50 ml hasil saringan, tuangkan
kedalam erlenmyer 500 ml. Kemudian titrasi dengan larutan NaOH 0,1N dengan indikator PP.

B. Uji Mikrobiologi

1. Uji Angka Lempeng Total

Prinsipnya adalah pertumbuhan koloni bakteri mesofil aerob setelah contoh


diinkubasikan selama 24-48 jam pada suhu 35oC. Sebanyak 2 gram contoh ditimbang
kemudian dimasukkan kedalam larutan garam fisiologis. Larutan contoh tersebut dilakukan
pengenceran bertingkat 10-1, 10-2, dan 10-3. PCA dimasukkan kedalam cawan petri. Pada setiap
botol pengenceran dikocok dan dipipet sebanyak 1 ml masukkan kedalam cawan petri yang
berisi PCA, putar perlahan. Dibiarkan sampai membeku, kemudian disusun secara terbalik dan
disimpan dalam inkubator suhu 35oC selam 48 jam. Jumlah koloni bakteri dihitung dari setiap
cawan petri dengan alat penghitung koloni. Dirata - ratakan hasilnya, yang merupakan angka
lempeng total bakteri/gram contoh.

Angka lempeng total bakteri/gram contoh = rata-rata jumlah koloni/cawan petri x


faktor pengenceran.

2. Uji Bakteri Escherechia coli

Prinsipnya adalah pertumbuhan bakteri Escherechia coli setelah diinkubasi dalam


inkubator selama 24 – 48 jam. Sebanyak 2 gram contoh ditimbang kemudian dimasukkan
kedalam larutan garam fisiologis. Larutan contoh tersebut dilakukan pengenceran bertingkat
10-1, 10-2, dan 10-3. EMB dimasukkan kedalam cawan petri. Pada setiap botol pengenceran
dikocok dan dipipet sebanyak 1 ml masukkan kedalam cawan petri yang berisi EMB, putar
perlahan. Biarkan sampai membeku, kemudian susun secara terbalik dan disimpan dalam
inkubator suhu 35oC selam 24 – 4 8 jam. Cawan diperhatikan akan adanya koloni yang
berwarna hijau metalik atau koloni yang berinti dengan atau tanpa kilat logam.

C. Uji Organoleptik

1. Uji Hedonik

Uji Hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu uji penerimaan. Pada uji ini panelis
diminta untuk megungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya. Panelis
diminta untuk menguji aroma, warna, dan tekstur yang dituliskan pada formulir isian. Jumlah
panelisnya yaitu 20 orang.
Lampiran 2. Tabel Spesifikasi Persyaratan Mutu SNI

No Jenis Uji Satuan Persyaratan


Mutu I Mutu II Mutu III
1. Kadar Air (b/b) % Maks.15 Maks.15 Maks.15

2. Kadar Abu (b/b) % Maks.0,60 Maks.0,60 Maks.0,60

3. Serat dan benda asing (b/b) % Maks.0,60 Maks.0,60 Maks.0,60

4. Derajat Putih (BaSO4=100%) % Min.94,5 Min.92,0 <92

5. Kekentalan
o
Engler 3-4 2,5-3 <2,5

6. Cemaran Logam

-Timbal (Pb) mg/kg Maks.1,0 Maks.1,0 Maks.1,0

-Tembaga (Cu) mg/kg Maks.10,0 Maks.10,0 Maks.10,0

-Seng (Zn) mg/kg Maks.40 Maks.40 Maks.40

-Raksa (Hg) mg/kg Maks.0,05 Maks.0,05 Maks.0,05

7. Derajat Asam ml 1N Maks.3 Maks.3 Maks.3


NaOH/100
gr

mg/kg
8. Arsen (As) Maks.0,5 Maks.0,5 Maks.0,5

9 Cemaran Mikroba
koloni/g
-Angka Lempeng Total Maks.1x106 Maks.1x106 Maks.1x106
koloni/g
-E.coli Maks.10 Maks.10 Maks.10
koloni/g
-Kapang Maks.1x104 Maks.1x104 Maks.1x104
%Kadar
Kadar abu Kadar
% air%=(bobot/bobot)
air (1,9760-1,7403)/1,9760
(bobot/bobot) X 100%
= (M0-M1)/M0 X=
X 100%
= (27,6801-27,6750)/5,19 11,93%
100% = 0,098%
Kadar Abu % (bobot/bobot) = (W1-W0)/W X 100%

Lampiran 3. Data Hasil Pengujian

1. Kadar Air

dimana:

Mo = berat cuplikan sebelum dikeringkan dalam gram

M1 = berat cuplikan setelah dikeringkan dalam gram

Berat Cawan = 6,0558 gram

Berat cuplikan sebelum dikeringkan (M0) = 1,9760 gram

Berat cuplikan+cawan setelah dikeringkan = 7,7961 gram

Berat cuplikan setelah dikeringkan (M1) = 7,7961 gram – 6,0558 gram = 1,7403 gram

2. Kadar Abu

Dimana

W1 = Berat konstan cawan dan abu dalam gram

W0 = Berat konstan cawan kosong dalam gram

W = Berat contoh dalam gram

Hasil Pengamatan menunjukkan

W1 = 27,6801 gram

W0 = 27,6750 gram

W = 5,19 gram

Maka
Angka Lempeng Total = 25+60 x 102 = 42,5x102 koloni/gram
UjiDerajat
Escherichia
Asamcoli –> ml
= 2,87 (negative) tidak ada E.coli yang tumbuh
1N NaOH/100gr
Keterangan :
2
7=sangat suka
6=suka
5=agak suka
4=netral
3=agak tidak suka
3. Derajat Asam
2= tidak suka
N NaOH= 0,1 N
1= sangat tidak suka
ml NaOH = 1,5 ml

gram bahan = 5,22 gram

Derajat asam = 1,5 ml x 0,1 N NaOH x 1000 = 28,7 ml N NaOH/kg x 0,1kg/100 gr

5,22 gr

= 2,87 ml 1N NaOH/100gr

4. Uji Angka Lempeng Total

Pengenceran Jumlah Koloni Rata-rata


10 -2
25 25x102
10-3 6 6x103

5. Uji Escherichia coli

6. Uji Hedonik Tapioka

Panelis Parameter
Warna Aroma Tekstur
P1 7 6 7
P2 4 4 6
P3 6 4 7
P4 6 4 6

P5 7 6 7

P6 6 4 6
P7 7 4 7

P8 6 5 7
P9 6 5 6

P10 6 4 6

P11 7 4 5
P12 7 6 7

P13 7 6 5
P14 7 6 7

P15 4 4 6

P16 6 5 6
P17 6 6 5

P18 7 5 6
P19 7 4 6

P20 7 6 6

Jumlah 126 98 124


Rata-rata 6,3 4,9 6,2

Anda mungkin juga menyukai