Anda di halaman 1dari 12

ALVEOLEKTOMI

NAMA : FIBRIANI SARASWATI PUTRI D


NIM : 40618093

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019
A. Gambaran Klinis Alveolektomi

B. Prosedur Pembedahan :
1. Alat dan bahan yang telah disterilkan
Alat :
a. Alat standar g. Benang + jarum jahit
b. Handle blade h. Needle holder
c. Raspatorium i. Low speed ( mikromotor )
d. Bone file j. Bur tulang
e. Blade no 15 k. Knabel tang
f. Gunting bedah l. Pinset chirurgies

Bahan :
a. Pehacaine/Lidokain HCl e. Larutan saline/NaCl
b. Povidon iodine f. Aquades
c. Tampon, kasa, kapas
d. Alkohol 70%
2. Dudukan pasien di dental unit, operator menjelaskan kepada pasien tentang prosedur
perawatan secara singkat serta membimbing pasien dalam mengisi inform consent.
3. Asepsis terhadap operator dan pasien
- Operator    : Mencuci tangan, membuka perhiasan dan aksesoris tangan yang dipakai,
memakai masker dan handscoon.
-  Pasien        : Asepsis intra oral dan ekstra oral, pada ekstraoral dengan menggunakan
alkohol diolesi melingkari bibir dengan searah jarum jam, dan dengan menggunakan
larutan antiseptik ( povidon iodine) pada daerah kerja.
4. Lakukan anastesi infiltrasi, kemudian lakukan pengecekan dengan menggunakan ujung
sonde apakah anastesi sudah berjalan atau belum.
5. Lakukan bleeding point pada daerah yang akan dilakukan insisi dengan bentuk
flap trapesium. Pada tahap ini akan dilakukan insisi untuk membuat flap. Flap yang
akan dibuat yakni dengan teknik  full thickness ( mukoperiosteum) menggunakan
scalpel. Insisi yang akan digunakan pada kasus ini ialah insisi horizontal. Insisi dibuat
pada daerah labial yaitu pada daerah alveolar yang akan dikurangi. Insisi dibuat ±
sepanjang 1,5 cm. Prosedur ini dilakukan untuk memisahkan mukoperiosteal flap dan
tulang. Periosteal elevator / raspatorium diletakkan sampai berkontak langsung dengan
tulang melalui periosteum garis insisi. Tujuan tahap ini ialah untuk mendapatkan lapang
pandang yang baik, jalan masuk alat yang cukup, dan trauma seminimal mungkin.
Beberapa prinsip yang mendasari desain flap mukoperiosteal yaitu:
- Menyediakan ruang yang cukup bagi daerah yang akan dioperasi
- Dasar flap harus lebar sehingga jaringan lunak mendapatkan suplai darah yang cukup
setelah penutupan luka
- Untuk menghindari pendarahan full thickness mukoperiosteal flap harus ditinggikan.
- Insisi harus didesain sedemikian rupa sehingga flap dapat menutupi tulang padat.
6. Buka perlekatan flap dengan menggunakan raspatorium dan dilakukan
identifikasi penonjolan tulang yang runcing yang akan diambil.
7. Buang penonjolan tulang alveolus yang runcing tersebut  dengan bur atau dengan
knabel tang. Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan bur, rongeur atau knabel tang.
Pada saat pengambilan tulang dengan bur (straight-lowspeed) harus diikuti dengan
melakukan irigasi menggunakan larutan saline. Bur diputar perlahan dan penggunaanya
intermitten dengan penekanan yang cukup. Setelah pengambilan tulang cukup, tulang
dihaluskan dengan menggunakan bone file.
8. Lakukan pengecekan kembali dengan menggunakan jari telunjuk apakah masih ada bagi
an alveolar yang tajam. Selanjutnya lakukan reposisi pada flap kembali. Jika terdapat
kelebihan jaringan (overlap) dapat dilakukan pengurangan dengan gunting jaringan atau
blade, setelah itu ratakan jaringan lunak tersebut kembali ke tempatnya dengan jari
telunjuk. Sebelum dilakukan penjahitan, flap dibersihkan dengan menggunakan aquades
kembali agar sisa tulang terbuang serta diirigasi kembali dengan povidon iodine.
Raba bagian tulang yang masih tajam dan dihaluskan dengan dengan menggunakan
bone file, setelah dihaluskan lakukan irigasi dengan larutan NaOCl 0,9 %

9. Kembalikan flap seperti semula kemudian suturing dengan interrupted suture. Pada
tahap ini dilakukan pengembalian flap dengan. Penjahitan dimulai
dari bagian mesial regio alveolar ridge labially maxillary terlebih dahulu kemudian
diikuti bagian yang lainnya. Akan dilakukan penjahitan dengan metode terputus /
interrupted suture. Diperkirakan 2 simpul yang akan diperlukan untuk menutup flap.
Jarum yang akan digunakan berukuran 3-0 dan dengan bentuk melengkung serta benang
dari bahan non resorbable. Adapun penjahitan menggunakan teknik interrupted ialah
sebagai berikut:
 Penjahitan dimulai dengan meletakan jarum pada needle holder, yaitu pada
ujung needle holder.
 Jarum dimasukan ± 3mm dari tepi luka kearah flap, untuk mencegah robeknya
flap maka tepi luka dipenetrasi jarum satu persatu. Benang dibuat simpul yaitu
simpul surgical. Setelah jarum dimasukan dari tepi luka, terdapat bagian yang
pendek. Needle holder diletakkan diantara ujung-ujung benang.
 Bagian yang panjang diputar dua kali mengitari ujung needle holder .
Lingkaran-lingkaran tersebut diletakkan ditepi untuk membuat ikatan (simpul)
dan untuk menghindari kekusutan.
 Bagian yang pendek dari benang dijepit dengan ujung dari needle holder 
  Needle  holder  ditarik melalui lingkaran-lingkaran tadi dan ujung-ujung
dari benang sekarang berpindah tempat
 Simpul dikencangkan, putaran yang kedua pada simpul akan menjamin simpul
tidak akan berubah.
 Needle holder diletakkan lagi diantara dua benang dan bagian yang panjang
diputar dua kali disekitar beak dari needle holder, tanpa menarik seluruh simpul.
 Bagian yang pendek dijepit lebih ujung dari needle holder dan ditarik melalui
lingkaran-lingkaran yang dibuat.
 Simpul dikencangkan dan dua ujung benang berpindah tempat lagi.
Hal yang perlu diketahui bahwa penjahitan tidak boleh mengakibatkan tarikan dari tepi
luka yang dapat mengakibatkan kerusakan aliran darah dengan akibat
lanjut berupa nekrosis jaringan. Ataupun benang jahitan dapat merobek mukosa dan
menyebabkan terbukanya lagi daerah pembedahan. Setelah itu berikan gigitan tampon
yang telah dibasahi povidone iodine. Instruksikan untuk menggigit tampon 30-60 menit.
Tampon dapat diganti dengan tampon steril sampai beberapa kali.

10. Instruksi pasca bedah dan medikasi kemudian pasein dipulangkan dan diberi obat.
Adapun hal-hal yang wajib diinstruksikan pada pasien setelah menjalani prosedur bedah
adalah sebagai berikut :
 Terangkan  pada pasien bahwa proses penyembuhan bergantung dari
ketaatan pasien dalam melaksanakan instruksi pasca bedah. Terangkan pula bah
wa kondisi yang biasa terjadi pasca pembedahan yakni rasa sakit, perdarahan,
dan pembengkakan.
 Instruksi meminum obat ---- instruksikan pasien  untuk rutin meminum obat yang
telah diresepkan
 Tidak menghisap-hisap daerah luka  instruksikan pasien agar tidak menghisap-
hisap daerah luka karena akan menghambat terjadinya
proses penyembuhan. Instruksikan pula untuk tidak sering membuang ludah ma
upun mengunyah permen karet
 Istirahat  setelah pembedahan, pasien harus beristirahat dan tidak
melakukan pekerjaan berat 1-2 hari.
 Rasa sakit  rasa sakit dan tidak nyaman mencapai puncaknya pada waktu
kembalinya sensasi. Untuk mengurangi rasa sakit tersebut, instruksikan untuk
meminum analgetik yang telah diresepkan setiap 4 jam bila perlu.
 Perdarahan  perdarahan ringan biasa terjadi pada 24 jam pertama.
Perdarahan paling baik dikontrol dengan menggunakan penekanan. Ingatkan pas
ien untuk menggigit tampon / kasa.

 Pembengkakan  pembengkakan mencapai puncaknya kurang lebih 24 jam


sesudah pembedahan. Ini sering terjadi sampai 1 minggu. Bila
terjadi pembengkakan, pasien diinstruksikan untuk kompres dingin (kantung es) 
pada daerah wajah di dekat daerah yang dioperasi
 Makan dan minum  instruksikan pasien untuk makan makanan yang lunak-lunak
dan dingin (ice cream, pudding, yogurt, milk, cold soup, orange juice).
Hindari makanan keras dan makan satu sisi dahulu.
 Posisi Tidur  instruksikan pasien untuk tidur dengan kepala agak dinaikkan
yaitu dengan diganjal dengan 1 atau 2 bantal tambahan. Ini dapat mengurangi /
mengontrol pembengkakan.
 Oral Hygiene  lakukan sikat gigi seperti biasa namun tidak menyikat dengan
tekanan yang berlebih pada daerah yang dioperasi. Gunakan obat kumur
mengandung antiseptik selama 24 jam pertama hingga 3-4 hari kemudian.
 Medikasi  berikan antibiotik, analgesik-anti inflamasi, anti-perdarahan,
vitamin dan obat kumur antiseptik.

11. Tahap kontrol


a. Instruksikan pasien untuk kembali kontrol kondisi ekstra oral dan intra oral 3
hari post alveolektomi. Tanyakan apa ada keluhan pasca operasi.
b. Jahitan dibuka 1 minggu post alveolektomi. Dilakukan pemeriksaa kembali
dengan teliti meliputi penutupan luka dan keberadaan bekuan darah.
Biasanya pasien akan datang dengan kedaan OHIS yang buruk disebabkan kuran
gnya pembersihan mekanis pada daerah tersebut karena adanya rasa
sakit, sehingga diinstruksikan untuk menggunakan obat kumur.
c. Pasien diinstruksikan kembali untuk kontrol kedua 2 minggu post alveolektomi.
Anamnesa dan tanyakan apakah ada keluhan.
LANDASAN TEORI
A.  Pengertian Alveolektomi
Alveolectomy adalah pengurangan tulang soket dengan cara mengurangi plate
labial/bukal dari prosessus alveolar dengan pengambilan septum interdental dan
interadikuler. Atau Tindakan bedah radikal untuk mereduksi atau mengambil procesus
alveolus disertai dengan pengambilan septum interdental dan inter radikuler sehingga
bisa di laksanakan aposisi mukosa. Alveolektomi termasuk bagian dari bedah
preprostetik, yaitu tindakan bedah yang dilakukan untuk persiapan pemasangan protesa.
Tujuan dari bedah preprostetik ini adalah untuk mendapatkan protesa dengan retensi,
stabilitas, estetik, dan fungsi yang lebih baik. Tindakan pengurangan dan perbaikan
tulang alveolar yang menonjol atau tidak teratur untuk menghilangkan undercut yang
dapat mengganggu pemasangan protesa dilakukan dengan prinsip mempertahankan
tulang yang tersisa semaksimal mungkin. Seringkali seorang dokter gigi menemukan
sejumlah masalah dalam pembuatan protesa yang nyaman walaupun kondisi tersebut
dapat diperbaiki dengan prosedur bedah minor. Penonjolan tulang atau tidak teratur
dapat menyebabkan protesa tidak stabil yang dapat mempengaruhi kondisi tulang dan
jaringan lunak dibawahnya.

B. Tujuan alveolektomi adalah :


1. Membuang ridge alveolus yang tajam dan menonjol
2. Membuang tulang interseptal yang sakit sewaktu dilakukan gingivektomy
3. Untuk membuat kontur tulang yang memudahkan pasien dalam melaksanakan
pengendalian plak yang efektif.
4. Untuk membentuk kontur tulang yang sesuai dengan kontur jaringan gingival
setelah penymbuhan.
C. Indikasi dan Kontraindikasi
 Indikasi
1. Indikasi dari prosedur alveolektomi jarang dilakukan tetapi biasanya pada
dilakukan pada kasus proyeksi anterior yang berlebih pada alveolar ridge pada
maxilla atau untuk pengurangan prosesus alveolaris yang mengalami elongasi.
Area yang berlebih tersebut dapat menimbulkan masalah dalam estetik dan
stabilitas gigi tiruan. Pembedahan ini paling banyak dilakukan pada maloklusi
kelas II divisi I.
2. Alveolektomi juga dilakukan untuk mengeluarkan pus dari suatu abses pada
gigi.
3. Alveolektomi diindikasikan juga untuk preparasi rahang untuk tujuan
prostetik yaitu untuk memperkuat stabilitas dan retensi gigi tiruan (Thoma,
1969).
4. Menghilangkan alveolar ridge yang runcing yang dapat menyebabkan :
neuralgia, protesa tidak stabil, protesa sakit pada waktu dipakai.
5. Menghilangkan tuberositas untuk mendapatkan protesa yang stabil dan enak
dipakai
6. Untuk eksisi eksostosis
 Kontra indikasi
1. Pasien dengan penyakit sistemik
2. Periostitis
3. Periodontitis

D. Komplikasi

Setelah dilakukan tindakan  prosedur bedah biasanya akan muncul keluhan. Hal

ini wajar, salah satu keluhan yang mungkin terjadi adalah rasa ketidaknyamanan.

Rasa ini dapat terjadi sebagai akibat adanya rasa sakit yang dialami pasien.Untuk

menghilangkan rasa ketidaknyaman ini dapat diberikan obat penghilang rasa sakit.

Ada beberapa komplikasi yang dapat terjadi, yaitu sebagai berikuit;

a. Laserasi mukosa ( sobekan pada mukosa)

Laserasi gingiva terjadi karena ginggiva terjepit pada saat pencabutan, mukosa sudut

mulut luka karena terlalu lebar membuka mulut.


Penanganan : operator harus bekerja secara baik dan benar serta memperhatikan hal-hal

yang yang dapat menyebabkan komplikasi tersebut.

b. Lesi pada nervus

Nervus dapat terluka pada anastesi lokal karena memakai jarum yang tumpul dan bisa

juga terjadi bila waktu penyuntikkan ada sisa alkohol yang masuk kejaringan dan

sampai ke nervus sehingga dapat menyebabkan terjadi nekrose dan parastesi

Penanganan;anastesi lokal harus memakai jarum yanag tajam serta operator

memperhatikan alat dan daerah tempat dilakukan injeksi

c. Pendarahan

Biasa terjadi karena waktu tindakan pembedahan dilakukan banyaknya/ besarnya

pembuluh darah yang terkena.

Penanganan;

-  Secara tekanan Dengan menggunakan kain kasa atau tampon

-  Secara biologis  Bila pemakaian tampon padat atau kasa tidak

bisa menghentikan pendarahan maka dapat dipakai obat-obatan seperti adrenalin

-  Pengikatan atau penjahitan  Bila pendarahan disebabkan karena

terputusnya pembuluh darah yang besar, maka pembuluh darah tersebut diikat

dengan menggunakan cat gut atau benang absorbel dan bila pendarahan

disebabkan karena terbukanya jahitan operasi maka kita melakukan penjahitan

kembali.

-  Hemostat Digunakan untuk menjepit pembuluh darah

d. Edema
Edema merupakan kelanjutan normal dari setiap pencabutan atau pembedahan gigi,

serta merupakan reaksi normal dari jaringan terhadap cidera. Edema adalah reaksi

individual yaitu trauma yang besarnya sama, tidak terlalu mengakibatkan derajat

pembengkakan yang sama baik pada pasein yang sama atau berbagai pasien. Usaha-

usaha yang bisa mengontrol udema adalah termal (dingin), fisik (pemekanan), dan obat-

obatan. Obat yang sering digunakan adalah jenis steroid yang dibarikan secara prenatal,

oral atau tropical sebagai pembalut tulang alveolar.

e. Alveolitis ( dry socket )

Komplikasi yang paling sering, paling menakutkan dan paling sakit sesudah pencabutan

adalah dry socket atau alveolitis. Biasanya di mulai dari hari ke 3 sampai ke 5. Keluhan

utama yang dirasakan adalah rasa sakit yang sangat hebat sesudah operasai.

Pemeriksaan terlihat tulang alveolaris yang terbuka, terselimuti kotoran dan dikelilingi

berbagai tingkatan peradangan dari ginggiva. Akibat terjadinya dry socket adalah

hilangnya bekuan akibat lisis, mengelupas atau keduanya. Dry socket ini bisa juga

terjadi akibat adanya streptococcus, tetapi lisis mungkin bisa terjadi tanpa keterlibatan

bakteri. Diduga trauma berperan karena mengurangi vaskularisasi yaitu pada tulang

yang mengalami mineralisasi yang tingi pada pasien usia lanjut.

Penatalaksanaan : untuk perawatan persyarafan tindakan yang tenang, hati-hati dan

halus. Bagian yang mengalami dry socket diberi diirigasi dengan larutan saline yang

hangat, dan diperiksa. Palpasi dengan menggunakan aplikator kapas dapat membantu

dalam menentukan sensitivitas.

f. Infeksi
Didasarkan atas potensi  penyebaran dari infeksi  bakterium atau keduanya. Pencabutan

dan pembedahan yang mengalami infeksi akut yaitu perikoronitis atau abses.

Penatalaksanaannya adalah dengan memberikan obat antibiotik seperti penisilin.

Ada beberapa tindakan postoperatif yang harus dilakukan

1.      Istirahat yang cukup.Istirahat yang cukup dapat mempercepat proses

penyembuhan luka.

2.      Untuk sementara pasien dianjurkan untuk tidak memakan - makanan yang

keras dan merangsang

3.      Pasien harus memakan - makanan yang lunak dan lembut terutama pada

hari pertama pasca pembedahan. Pasien tidak boleh memakan -makanan yang

panas karena dapat terjadinya pendarahan. Pasien baru boleh makan beberapa

jam setelah pembedahan agar tidak mengganggu dan jangan mengunyah pada

sisi yang dilakukan pembedahan.

4.      Banyak meminum air putih agar terhindar dari dehidrasi

5.      Pasien harus selalu menjaga kebersihan mulut, gigi disikat secara rutin dan

diiringi dengan penggunaan obat kumur.

6.      Untuk mengurangi rasa sakit pasien diberi obat analgetik

7.      Untuk mempercepat masa penyembuhan pasein diberikan vit c

8.      Pasein tidak boleh merokok, karena dapat meningkatkan insiden terjadinya

pendarahan dan dry socket.


DAFTAR PUSTAKA

Basa., S, dkk. 2010. Preprosthetic and oral soft tissue surgery. United Kingdom : Willey-
blackwell
Figueroa., R, Mogre., A. 2006. Pre-prosthetic Oral Surgery. Germany : Blackwell
Fragiskoss, D. 2007. Oral Surgery, 1st ed. Heidelberg : Springer
Ghosh. 2006. Preprosthetic Oral and maxillofacial Surgery in Donoff B,. Manual of Oral
and Maxillofacial Surgery. St. Louis Mosby
Ragiskos., D, Fragiskos. 2007. Oral Surgery.  Veldag Berlin Heidelberg : Springer
Sawair., F.A, Shayyab., M.H. 2009. Prevalence and clinical characteristics of tori and jaw
exostoses in a teaching hospital in Jordan. J Saudi Med;30(12)

Anda mungkin juga menyukai