Disusun Oleh :
Nama : Tarisa Ayu Amelia
Npm : 18.0603.0032
A. TERAPI INSULIN
1. Pengertian Insulin
Insulin (bahasa Latin insula, "pulau", karena diproduksi di Pulau-pulau
Langerhans di pankreas) adalah sebuah hormon polipeptida yang mengatur
metabolisme karbohidrat. Selain merupakan "efektor" utama dalam homeostasis
karbohidrat, hormon ini juga ambil bagian dalam metabolisme lemak
(trigliserida) dan protein.
Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino
yang dihubungkan oleh jembatan disulfida. Terdapat perbedaan kecil dalam
komposisi asam amino molekul dari satu spesies ke spesies lain. Perbedaan ini
biasanya tidak cukup besar untuk dapat mempengaruhi aktivitas biologi suatu
insulin pada spesies heterolog tetapi cukup besar untuk menyebabkan insulin
bersifat antigenik. Insulin dibentuk di retikulum endoplasma sel B. Insulin
kemudian dipindahkan ke aparatus golgi, tempat ia mengalami pengemasan
dalam granula-granula berlapis membran. Granula-granula ini bergerak ke
dinding sel melalui suatu proses yang melibatkan mikrotubulus dan membran
granula berfusi dengan membran sel, mengeluarkan insulin ke eksterior melalui
eksositosis. Insulin kemudian melintasi lamina basalis sel B serta kapiler dan
endotel kapiler yang berpori mencapai aliran darah.
Insulin pertama kali dibuat pada tahun 1921 oleh Frederick Grant
Banting. Sekian lama insulin dihasilkan dari ekstraksi pancreas lembu dan babi.
Dalam perkembangan selanjutnya insulin dihasilkan dari ekstraksi biosintetis dan
rekayasa genetika yang menghasilkan insulin yang sama dengan insulin manusia.
2. Fungsi Insulin
a. Insulin endogen
Fungsi insulin bersifat luas dan kompleks. Efek-efek tersebut biasanya dibagi menjadi
efek cepat, menengah dan lambat.
3) Efek lambat (jam). Peningkatan mRNA enzim lipogenik dan enzim lain.
Pada orang normal, pankreas mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan
jumlah insulin yang dihasilkan dengan intake karbohidrat, tetapi pada
penderita diabetes fungsi pengaturan ini hilang sama sekali.
Pengaturan fisiologis kadar glukosa darah sebagian besar tergantung dari:
• Ekstraksi glukosa
• Sintesis glikogen, dan
• Glikogenesis
Semua peristiwa di atas terjadi di dalam hati. Konsentrasi gula darah yang
konstan perlu dipertahankan karena glukosa merupakan satu-satunya zat gizi
yang dapat digunakan oleh otak, retina dan epitel germaninativum dalam
jumlah cukup untuk menyuplai energi mereka sesuai dengan yang
dibutuhkannya. Oleh karena itu, perlu mempertahankan konsentrasi glukosa
darah pada kadar yang seimbang.
Setelah masuk ke dalam tubuh, zat gula akan diedarkan ke seluruh sel
tubuh melalui aliran darah. Kelebihan zat gula karena kurangnya aktivitas
akan disimpan oleh tubuh. Bagi mereka yang kurang melakukan aktivitas
seperti jarang berolahraga, kelebihan zat gula tersebut akan disimpan dalam
bentuk lemak. Sedangkan bagi orang yang sering beraktivitas akan disimpan
dalam bentuk otot seperti pada atlet binaragawan. Proses pengubahan zat
gula yang ada dalam darah menjadi lemak atau otot terjadi dengan bantuan
hormon insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Jadi hormon insulin
bertugas untuk mendeteksi apabila kadar gula dalam darah tinggi karena
belum dibutuhkan oleh tubuh, yang akan diturunkan dengan cara
mengubahnya menjadi otot dan lemak. Sebaliknya bila zat gula dalam
dibutuhkan oleh tubuh (karena adanya suatu aktivitas) dan sementara belum
ada masukan zat gula melalui makanan maka hormon glukagon akan
merombak lemak tubuh atau otot menjadi zat gula yang selanjutnya bisa
digunakan untuk menghasilkan tenaga.
1) Glukagon
Molekul glukagon adalah polipepida rantai lurus yang mengandung 29n
residu asam amino dan memiliki molekul 3485. Glukagon merupakan
hasil dari sel-sel alfa, yang mempunyai prinsip aktivitas fisiologis
meningkatkan kadar glukosa darah. Glukagon melakukan hal ini dengan
mempercepat konversi dari glikogen dalam hati dari nutrisi-nutrisi lain,
seperti asam amino, gliserol, dan asam laktat, menjadi glukosa
(glukoneogenesis). Kemudian hati mengeluarkan glukosa ke dalam
darah, dan kadar gula darah meningkat. Sekresi dari glukagon secara
langsung dikontrol oleh kadar gula darah melalui sistem feed-back
negative. Ketika kadar gula darah menurun sampai di bawah normal,
sensor-sensor kimia dalam sel-sel alfa dari pulau Langerhans
merangsang sel-sel untuk mensekresikan glukagon. Ketika gula darah
meningkat, tidak lama lagi sel-sel akan dirangsang dan produksinya
diperlambat. Jika untuk beberapa alasan perlengkapan regulasi diri gagal
dan sel-sel alfa mensekresikan glukagon secara berkelanjutan,
hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) bisa terjadi. Olah raga dan
konsumsi makanan yang mengandung protein bisa meningkatkan kadar
asam amino darah juga menyebabkan peningkatan sekresi glukagon.
Sekresi glukagon dihambat oleh GHIH (somatostatin).
3) Polipeptida pancreas
Polipeptida pankreas manusia merupakan suatu polipeptida linear yang
dibentuk oleh sel F pulau langerhans. Hormon ini berkaitan erat dengan
polipeptida YY (PYY), yang ditemukan di usus dan mungkin hormon
saluran cerna; dan neuropeptida Y, yang ditemukan di otak dan sistem
saraf otonom. Sekresinya meningkat oleh makanan yang mengandung
protein, puasa, olahraga, dan hipoglikemia akut. Sekresinya menurun
oleh somatostatin dan glukosa intravena. Pemberian infus leusin,
arginin, dan alanin tidak mempengaruhinya, sehingga efek stimulasi
makanan berprotein mungkin diperantarai secara tidak langsung. Pada
manusia, polipeptida pankreas memperlambat penyerapan makanan, dan
hormon ini mungkin memperkecil fluktuasi dalam penyerapan. Namun,
fungsi faali sebenarnya masih belum diketahui.
b. Insulin eksogen
Pemberian insulin kepada penderita diabetes hanya bisa dilakukan dengan
cara suntikan, jika diberikan melalui oral insulin akan rusak didalam
lambung. Setelah disuntikan, insulin akan diserap kedalam aliran darah dan
dibawa ke seluruh tubuh. Disini insulin akan bekerja menormalkan kadar
gula darah (blood glucose) dan merubah glucose menjadi energi.
Terdapat 5 buah insulin eksogen yang diproduksi dan dikategorikan
berdasarkan puncak dan jangka waktu efeknya. Berikut keterangan jenis
insulin eksogen :
3. Pemberian Insulin
Indikasi terapi dengan insulin :
Semua penyandang DM tipe I memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin
oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.
Penyandang DM tipe II tertentu mungkin membutuhkan insulin bila terapi jenis lain
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
Keadaan stress berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard
akut atau stroke.
DM gestasional dan penyandang DM yang hamil membutuhkan insulin bila diet saja
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
Ketoasidosis diabetik.
Hiperglikemik hiperosmolar non ketotik.
Penyandang DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen
tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap akan
memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati
normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan
insulin.
Menurut Petunjuk Praktis Terapi Insulin Pada Pasien DM yang disusun oleh
Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (Perkeni) 2007, pada pasien DMT1,
pemberian insulin yang dianjurkan adalah injeksi harian multipel dengan tujuan
mencapai kendali kadar glukosa darah yang baik. (Selain itu, pemberian dapat
juga dilakukan dengan menggunakan pompa insulin (continous subcutaneous
insulin infusion [CSII]).
Sedangkan untuk DMT2, ada beberapa cara untuk memulai dan penyesuaian
dosis insulin. Tapi sebagai pegangan, jika kadar glukosa darah tidak terkontrol
dengan baik (A1C > 6.5%) dalam jangka waktu 3 bulan dengan 2 obat oral, maka
sudah ada indikasi untuk memulai terapi kombinasi obat antidiabetik oral dan
insulin.Pada keadaan tertentu, di mana kendali glikemik amat buruk dan disertai
kondisi katabolisme, seperti kadar glukosa darah puasa >250 mg/dL, kadar
glukosa darah acak menetap >300 mg/dL, A1C >10%, atau ditemukan ketonuria,
maka terapi insulin dapat mulai diberikan bersamaan dengan intervensi pola
hidup. Selain itu, terapi insulin juga dapat langsung diberikan pada pasien DM
yang memiliki gejala nyata (poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan). Kondisi-kondisi tersebut sering ditemukan pada pasien DMT1 atau
DMT2 dengan defisiensi insulin yang berat. Apabila gejala hilang, obat
antidiabetik oral dapat ditambahkan dan penggunaan insulin dapat dihentikan.
Untuk mencapai sasaran pengobatan yang baik, maka diperlukan insulin dengan
karakteristik menyerupai orang sehat, yeitu kadar insulin yang sesuai dengan
kebutuhan basal dan prandial. Pemberian insulin basal, selain insulin prandial,
merupakan salah satu strategi pengobatan untuk memperbaiki kadar glukosa
darah puasa atau sebelum makan. Oleh karena glukosa darah setelah makan
merupakan keadaan yang dipengaruhi oleh kadar glukosa darah puasa, maka
diharapkan dengan menurunkan kadar glukosa darah basal, kadar glukosa darah
setelah makan juga ikut turun.
Cara pemberian insulin basal dapat dilakukan dengan pemberian insulin kerja
cepat drip intravena (hanya dilakukan pada pasien rawat inap), atau dengan
pemberian insulin kerja panjang secara subkutan. Jenis insulin kerja panjang
yang tersedia di Indonesia saat ini adalah insulin NPH, insulin detemir dan
insulin glargine.
Idealnya, sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin diberikan sekali
untuk kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin prandial untok kebutuhan
setelah makan. Namun demikian, terapi insulin yang diberikan dapat divariasikan
sesuai dengan kenyamanan penderita selama terapi insulin mendekati kebutuhan
fisiologis.
Untuk penderita DMT1 tidak dianjurkan memberikan terapi insulin dengan dua
kali suntikan karena sangat sulit mencapai kendali glukosa darah yang baik. Pada
penderita DMT2 rejimen seperti pada penderita DMT1 juga dapat digunakan,
namun karena pada penderita DMT2 tidak ditemukan kekurangan insulin yang
mutlak dan untuk meningkatkan kenyamanan penderita, pemberian insulin dapat
dimodifikasi. Misalnya untuk penderita DMT2 masih bisa menggunakan rejimen
dua kali suntikan sehari dengan insulin campuran/kombinasi yang diberikan
sebelum makan pagi dan sebelum makan malam. Atau hanya diberikan satu kali
sehari dengan insulin basal yang diberikan pada malam hari dengan kombinasi
obat oral. Misalnya, metformin yang diberikan sebagai tambahan terapi insulin
dapat memperbaiki glukosa darah dan lipid serum lebih baik dibandingkan hanya
meningkatkan dosis insulin. Demikian juga efek sampingnya seperti
hipoglikemia dan penambahan berat badan menjadi berkurang.
Cara pemberian insulin yang umum dilakukan adalah dengan semprit dan jarum,
pen insulin, atau pompa insulin (CSII). Sampai saat ini, penggunaan CSII di
Indonesia masih sangat terbatas.Pemakaian semprit dan jarum cukup fleksibel
serta memungkinkan untuk mengatur dosis dan membuat berbagai formula
campuran insulin untuk mengurangi jumiah injeksi per hari. Keterbatasannya
adalah memerlukan penglihatan yang baik dan ketrampilan yang cukup untuk
menarik dosis insulin yang tepat.
Pen insulin kini lebih popular dibandingkan semprit dan jarum. Cara
penggunaannya lebih mudah dan nyaman, serta dapat dibawa kemana-mana.
Kelemahannya adalah kita tidak dapat mencampur dua jenis insulin menjadi
berbagai kombinasi, kecuali yang sudah tersedia dalam sediaan tetap (insulin
premixed).
Cara pemberian insulin ada beberapa macam: a) intra vena: bekerja sangat cepat
yakni dalam 2-5 menit akan terjadi penurunan glukosa darah, b) intramuskuler:
penyerapannya lebih cepat 2 kali lipat daripada subkutan, c) subkutan:
penyerapanya tergantung lokasi penyuntikan, pemijatan, kedalaman, konsentrasi.
Lokasi abdomen lebih cepat dari paha maupun lengan. Jenis insulin human lebih
cepat dari insulin animal, insulin analog lebih cepat dari insulin human.
Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien
dan tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu.
Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen yang kemudian diikuti oleh
daerah lengan, paha bagian atas bokong. Bila disuntikan secara intramuskular
dalam maka penyerapan akan terjadi lebih cepat dan masa kerja akan lebih
singkat. Kegiatan jasmaniyang dilakukan segera setelah penyuntikan akan
mempercepat onset kerja dan juga mempersingkat masa kerja.
Indikasi pemberiaan insulin pada pasien DM lanjut usia seperti pada non lanjut
usia, yaitu adanya kegagalan terapi ADO, ketoasidosis, koma hiperosmolar,
adanya infeksi ( stress ) dll. Dianjurkan memakai insulin kerja menengah yang
dicampur dengan kerja insulin kerja cepat, dapat diberikan satu atau dua kali
sehari.
Kesulitan pemberiaan insulin pada pasien lanjut usia ialah karena pasien tidak
mau menyuntik sendiri karena persoalan pada matanya, tremor, atau keadaan
fisik yang terganggu serta adanya demensia. Dalam keadaan seperti ini tentulah
sangat diperlukan bantuan dari keluarganya.
a. Sebelum menyuntikkan insulin, kedua tangan dan daerah yang akan disuntik
haruslah bersih. Bersihkanlah dengan cairan alkohol 70% dengan
menggunakan kapas bersih dan steril.
e. Bila mencampur insulin kerja cepat dengan kerja cepat harus diambil terlebih
dahulu.
Perlu diperhatikan daerah mana saja yang dapat dijadikan tempat menyuntikkan insulin.
Bila kadar glukosa darah tinggi, sebaiknya disuntikkan di daerah perut dimana
penyerapan akan lebih cepat. Namun bila kondisi kadar glukosa pada darah rendah,
hindarilah penyuntikkan pada daerah perut.
Secara urutan, area proses penyerapan paling cepat adalah dari perut, lengan atas
dan paha. Insulin akan diserap lebih cepat diserap apabila daerah suntikkan
digerak-gerakkan. Penyuntikkan insulin pada satu daerah yang sama dapat
mengurangi variasi penyerapan.
Bila proses penyuntikkan terasa sakit atau mengalami perdarahan setelah proses
penyuntikkan, maka daerah tersebut sebaiknya ditekan selama 5-8 detik. Untuk
mengurangi rasa sakit pada waktu penyuntikkan dapat ditempuh usaha-usaha
sebagai berikut:
Insulin adalah sediaan yang stabil apablia disimpan dengan baik. Insulin dalam
kemasan yang masih tertutup atau tersegel harus disimpan didalam lemari es
pada suhu 2-8 derajat celcius. Insulin tidak boleh disimpan didalam freezer
karena insulin yang pernah membeku tidak bisa digunakan lagi.
Insulin yang sedang digunakan bisa disimpan pada suhu kamar sejuk kurang
lebih 25 derajat celcius. Faktor yang terpenting yang harus dihindari adalah suhu
yang terlalu tinggi dan sinar matahari langsung. Insulin yang terkena sinar
matahari dalam jangka waktu lama akan terurai dan menjadi warna kekuningan.
Insulin yang sudah berubah warna tidak boleh digunakan lagi.
Insulin jangan disimpan ditempat yang mungkin menjadi terlalu panas, seperti
didalam mobil yang tertutup atau diatas televisi. Insulin jangan dikocok terlalu
lama karena akan terbentuk gumpalan seperti benang dan harus dibuang karena
tidak dapat digunakan lagi.
Siring (syringe) dan jarumSiring dari bahan kaca sulit dibersihkan, mudah
pecah dan sering menjadi kurang akurat.Siring yang terbaik adalah siring
yang terbuat dari plastik sekali pakai. Walaupun banyak pasien diabetes
yang menggunakan lebih dari sekali pakai, sangat disarankan hanya dipakai
sekali saja setelah itu dibuang.
C. TUJUAN
1. Mengontrol kadar gula darah dalam pengobatan DM
D. INDIKASI
1. DM Tipe 1
2. DM Tipe 2
• Infeksi
• Hamil
• Tidak terkontrol dengan obat anti-hiperglikemia
• Gangguan hati dan ginjal
E. KONTRAINDIKASI
1. Hipersensitifitas insulin maupun bahan tambahannya
2. Hipoglikemia
F. ALAT DAN BAHAN
1. Insulin
2. Spuit insulin
3. Bak injeksi
4. Alcohol swab
5. Perlak/pengalas
6. Bengkok
7. Tes Gula Darah
8. Strip tes gula darah
G. PROSEDUR KERJA
1. FASE PRA INTERAKSI
a. Mengkaji program/instruksi medik tentang rencana pemberian terapi injeksi
insulin (Prinsip 6 benar : Nama klien, obat/jenis insulin, dosis, waktu, cara
pemberian, dan pendokumentasian).
b. Mengkaji cara kerja insulin yang akan diberikan, tujuan, waktu kerja, dan
masa efek puncak insulin, serta efek samping yang mungkin timbul
2. FASE ORIENTASI
a. Memberikan salam / menyapa klien
b. Memperkenalkan diri
c. Menjelaskan Tujuan prosedur
d. Menjelaskan langkah prosedur
e. Menanyakan kesiapan klien
3. FASE KERJA
a. Mengidentifikasi ulang Nama Pasien dan TTL
b. Mencuci Tangan
c. Membaca Basmallah
d. Menggunakan Handscoon
e. Tes Gula Darah terlebih dahulu untuk mengecek gula darah pasien
f. Menunggu hasil dari Cek Gula Darah
g. Megambil vial insulin dan aspirasi sebanyak dosis yang diperlukan untuk klien
(berdasarkan daftar obat klien/instruksi medik)
k. .Mencubit kulit tempat area penyuntikan pada klien yang kurus dan regangkan
kulit pada klien yang gemuk dengan tangan yang tidak dominan
l. Menyuntikkan insulin secara subcutan dengan tangan yang dominan secara lembut
dan perlahan.
m. Mencabut jarum dengan cepat, tidak boleh di massage, hanya dilalukan penekanan
pada area penyuntikan dengan menggunakan kapas alkohol.
n. Membuang spuit ke tempat yang telah ditentukan dalam keadaan jarum yang
sudah tertutup dengan tutupnya.
o. Mencuci tangan
p. Mendokumentasikan hasil
4. FASE TERMINASI
a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Membaca hamdallah dan mendoakan klien
c. Menyampaikan rencana tindak lanjut
d. berpamitan
DAFTAR PUSTAKA
Hurst, Marlene . 2016 . Belajar Mudah Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Dosen keperawatan medical bedah Indonesia 2017 . rencana askep medical bedah nanda 2015-2017
, Jakarta : EGC
Risnanto , insani uswatun 2014 . buku ajar asuhan keperawatan medical bedah . Yogyakarta :
Dee Publish