PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Dermatitis
2.1.1 Pengertian
2.1.6 Penatalaksanaan
1. Sistemik
Pada kasus dermatitis ringan diberi antihistamin, atau kombinasi antihistamin-
antiserotonin, antibradikinin, anti-SRS-A, dan sebagainya. Pada kasus berat dapat
dipertimbangkan pemberian kortikosteroid.
2. Topikal
Prinsip umum terapi topikal diuraikan di bawah ini :
a) Dermatitis basah (madidans) harus diobati dengan kompres terbuka. Dermatitis
kering (sika) diobati dengan krim atau salep.
b) Makin berat atau akut penyakitnya, makin rendah presentase obat spesifik.
c) Bila dermatitis akut, diberi kompres. Bila subakut, diberi losio (bedak kocok),
pasta, krim, atau linimentum (pasta pendingin). Bila kronik, diberi salep.
d) Pada dermatitis sika, bila superfisial, diberikan bedak, losio, krim, atau pasta;
bila kronik diberikan salep. Krim diberikan pada daerah berambut, sedangkan
pasta pada daerah yang tidak berambut. Penetrasi salep lebih besar dari pada
krim.
Penatalaksanaan
1. Dermatitis Kontak
a. Hindari kontak lebih lanjut dengan zat atau benda penyebab dermatitis
kontak.
b. Pada tipe iritan, basuhlah bagian yang terkena dengan air mengalir
sesegera mungkin.
c. Jika sampai terjadi lecet, tanganilah seperti menangani luka bakar.
d. Obat anti histamin oral untuk mengurangi rasa gatal dan perih yang
dirasakan.
e. Kortikosteroid dapat diberikan secara topikal, oral, atau intravena sesuai
dengan tingkat keparahnnya.
2. Dermatitis Atopik
a. Menghindari dari agen pencetus seperti makanan, udara panas/dingin,
bahan – bahan berbulu.
b. Hindari kulit dengan berbagai jenis pelembab anatara lain krim
hidrofilik urea 10% atau pelembab yang mengandung asam laktat
dengan konsentrasi kurang dari 5%
c. Kortikosteroid topikal potensi rendah diberi pada bayi, daerah
intertriginosa dan daerah genitalia. Kortikosteroid potensi menengah
dapat diberi pada anak dan dewasa. Bila aktifitas penyakit telah
terkontrol. Kortikosteroid diaplikasikan intermiten, umumnya dua kali
seminggu. Kortikosteroid oral hanya dipakai untuk mengendalikan DA
eksaserbasi akut. Digunakan dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi
selang – seling. Dosis diturunkan secara tapering. Pemakaian jangka
panjang akan menimbulkan efek samping dan bila tiba – tiba dihentikan
akan timbul rebound phenomen.
d. Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat
menimbulkan sensitisasi pada kulit. Pemakaian krim doxepin 5% dalam
jangka pendek (1 minggu) dapat mengurangi gatal tanpa sensitifitas,
tapi pemakaian pada area luas akan menimbulkan efek samping sedatif.
e. Pemberian antibiotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan
koloni S. Aureus pada kulit penderita DA. Dapat diberi eritromisin,
asitromisin atau kaltromisin. Bila ada infeksi virus dapat diberi
asiklovir 3 x 400 mg/hri selama 10 hari atau 4 x 200mg/hari untuk 10
hari.
3. Neurodermatitis Sirkumskripta
a. Pemberian kortikosteroid dan antihistamin oral bertujuan untuk
mengurangi reaksi inflamasi yang menimbulkan rasa gatal. Pemberian
steroid topical juga membantu mengurangi hyperkeratosis. Pemberian
steroid mid-potent diberikan pada reaksi radang yang akut, tidak
direkomendasikan untuk daerah kulit yang tipis (vulva, scrotum, axilla
dan wajah). Pada pengobatan jangka panjang digunakan steroid yang
low-proten, pemakaina high-potent steroid hanya dipakai kurang dari 3
minggu pada kulit yang tebal.
b. Anti-depresan atau anti anxiety sangat membantu pada sebagian orang
dan perlu pertimbangan untuk pemberiannya.
c. Jika terdapat suatu infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik topikal
ataupun oral.
d. Perlu diberikan nasehat untuk mengatur emosi dan perilaku yang dapat
mencegah gatal dan garukan
4. Dermatitis Numularis
a. Bila kulit kering, diberi pelembab atau emolien
b. Secara topikal lesi dapat diobati dengan obat antiinflamasi, misalnya
preparat ter, glukokortikoid, takrolimus, atau pimekrolimus.
c. Bila lesi masih eksudatif sebaiknya dikompes dahulu misalnya dengan
larutan permanganas kalikus 1 : 10.000.
d. Kalau ditemukan infeksi bakterial, diberikan antibiotik secara sistemik.
e. Kortikosteroid sistemik hanya diberikan pada kasus yang berat dan
refrakter, dalam jangka pendek.
f. Pruritus dapat diobati dengan antihistamin golongan H1, Misalnya
hidroksisilin HCL
5. Dermatitis statis
a. Cahaya berdenyut intens
b. Diuretik
c. Imunosupresan
d. Istirahat
e. Kortikosteroid
f. Ligasi Vaskuler
g. Pelembab
h. Terapi Kompresi
2.1.7 Komplikasi
1. Alergi kulit
3. Masalah Mata
Karena kulit di sekitar mata sering lebih tipis dan lebih sensitif, eksim dapat
menyebabkan gatal parah di sekitar mata. Berlebihan menggaruk /
menggosok mungkin hasil dalam berbagai masalah mata, seperti infeksi dan
gangguan penglihatan.
4. Infeksi Kulit
5. Masalah Tidur
6. Kesehatan Psikologis / Emosional
Rendahnya kualitas tidur dan malu dari kondisi kulit yang buruk dapat
mengakibatkan berbagai masalah emosional, seperti rendah diri, depresi,
kecemasan dll.
2.1.8 Pathway
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Dermatitis
2.2.1 Pengkajian
1. Identitas:
Umur (biasanya mengenai anak yang berumur diatas 2 tahun), jenis kelamin, ras/
suku, pekerjaan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama: klien mengeluh nyeri, gatal- gatal, eritema, edema, kenaikan
suhu tubuh.
b. Riwayat Penyakit Sekarang: pruritus (gatal), kenaikan suhu tubuh,
kemerahan, edema misalnya pada muka (terutama palpebra dan bibir),
gangguan fungsi kulit, eritema, papula (lesi teraba kecil), vesikel (lepuhan
kecil berisi cairan) , skuama (kulit yang bersisik), dan likenifikasi (penebalan
kulit).
c. Riwayat Kesehatan masa lalu:
1) Penyakit yang pernah di derita:
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya.
2) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit
kulit lainnya.
3) Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau
penyakit kulit lainnya.
4) Riwayat psikososial
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang
mengalami stress yang berkepanjangan.
5) Riwayat pemakaian obat
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit,
atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat
3. Pemeriksaan Fisik
a. Head to toe
1) Kepala
a) Kepala
Inspeksi: Bentuk kepala simetris
Palpasi: Tidak ada lesi, tidak ada benjolan
b) Rambut
Inspeksi: Kondisi rambut bersih, tidak ada ketombe, warna rambut
hitam, rambut lurus tidak rontok.
c) Mata
Inspeksi: Warna sklera putih, tidak konjungtivis, pupil: Normal
isokor,kedua bentuk pupilnya simetris, tidak ada sekret pada mata,
kelopak mata normal warna merah muda, pergerakan mata klien
normal, serta lapang pandang normal.
Palpasi: Tidak adanya edema dan tidak ada benjolan disekitar mata.
d) Hidung
Inspeksi: Tidak ada deformitas pada hidung, tidak ada cuping
hidung, tidak ada sekret, tidak ada polip atau benjolan didalam
hidung, fungsi penciuman baik, kedua lubang hidung simetris dan
tidak terjadi pendarahan pada lubang hidung (epistaksis).
e) Mulut
Inspeksi: Tidak ada perdarahan rahang gigi, warna mukosa mulut
pucat, membran mukosa kering, tidak ada lesi, tidak terdapat
benjolan pada lidah, tidak ada karies pada gigi.
f) Telinga
Inpeksi: Kedua telinga simetris, tidak ada lesi pada telinga, tidak
ada serumen berlebih, tidak adanya edema, ketika diperiksa dengan
otoskop tidak adanya peradangan, dan tidak terdapat cairan pada
membran timpani.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada aurikula dan membran timpani
normal.
Auskultasi: Tes rinne (+), tes wibber (+).
2) Leher
Inspeksi: Bentuk simetris, warna kulit rata sama dengan tubuh, tidak
ada lesi, tidak ada pembesaran kelenjar limfe.
Palpasi: Tidak ada deformitas pada trakea, tidak ada benjolan pada
leher, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada peradangan.
3) Dada
a) Paru
Inspeksi: Bentuk dada bidang, simetris antara kiri dan kanan, pola
napas pendek pada istirahat dan aktivitas, frekuensi napas pasien
reguler, pergerakan otot bantu pernafasan normal.
b) Jantung
TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
Inspeksi: denyutan jantung normal
Palpasi: Ictus cordis normal di IC ke 5
Auskultasi: Bunyi jantung normal, tidak ada pembesaran jantung
atau tidak ada kardiomegali.
Perkusi: pekak
4) Abdomen
Inspeksi: warna kulit abdomen normal seperti warna kulit disekitarnya,
tidak ada distensi, tidak adanya bekas operasi, tidak terdapat kolostomi.
Auskultasi: peristaltik usus normal 5-30 x/ menit
Perkusi: timpani
Palpasi: adanya nyeri tekan, tidak ada hematomegali, tidak ada
pembesaran lien (ginjal)
5) Otot
Inspeksi: Kelemahan otot dan penurunan kekuatan
6) Integumen
Inspeksi: Terdapat kemerahan, edema misalnya pada muka ( terutama
palpebra dan bibir ), gangguan fungsi kulit, eritema, papula (lesi teraba
kecil), vesikel (lepuhan kecil berisi cairan), skuama (kulit yang
bersisik), dan likenifikasi (penebalan kulit).
7) Persyarafan
a) Tingkat kesadaran: composmentis
b) GCS:
(1) Eye: Membuka secara spontan 4
(2) Verbal: Orientasi baik, nilai 5
(3) Motorik: Mengikuti perintah, nilai 6
c) Total GCS: Nilai 15
(1) Reflek: Normal
(2) Tidak ada riwayat kejang
(3) Koordinasi gerak normal
b. ADL (Activitas Daily Living)
1) Pola Persepsi Kesehatan
a) Adanya riwayat infeksi sebelumya
b) Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
c) Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, misalnya, vitamin;
jamu, antibiotik.
d) Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
e) Hygiene personal yang kurang.
f) Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.
2) Pola Nutrisi Metabolik
a) Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali
sehari makan.
b) Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
c) Jenis makanan yang disukai.
d) Nafsu makan menurun.
e) Muntah-muntah.
f) Penurunan berat badan.
g) Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
h) Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa
terbakar atau perih.
3) Pola Eliminasi
a) Sering berkeringat.
b) Tanyakan pola berkemih dan bowel.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
a) Pemenuhan sehari-hari terganggu.
b) Kelemahan umum, malaise.
c) Toleransi terhadap aktivitas rendah.
d) Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan
e) Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
5) Pola Tidur dan Istirahat
a) Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
6) Pola Persepsi Kognitif
a) Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
b) Pengetahuan akan penyakitnya.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
a) Perasaan tidak percaya diri atau minder.
b) Perasaan terisolasi.
8) Pola Hubungan dengan Sesama
a) Hidup sendiri atau berkeluarga
b) Frekuensi interaksi berkurang
c) Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
9) Pola Reproduksi Seksualitas
a) Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
b) Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.
10) Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
a) Emosi tidak stabil
b) Ansietas, takut akan penyakitnya
c) Disorientasi, gelisah
11) Pola Sistem Kepercayaan
a) Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
b) Agama yang dianut
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA