Disusun oleh :
2019040751
A. DEFINISI
ARDS adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas
alveolus dan / atau membran kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu
gangguan besar pada system paru, kardiovaskular, atau tubuh secara luas
(Corwin,2006).
ARDS adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk
kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat
yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau nonpulmonal.
ARDS adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif
kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera
(Smeltzer,2010).
ARDS merupakan suatu bentuk gagal nafas akut yang berkembang
progresif pada penderita kritis dan cedera tanpa penyakit paru sebelumnya,
ditandai dengan adanya inflamasi parenkim paru dan peningkatan
permeabilitas unit alveoli kapiler yang mengakibatkan hiperventilasi,
hipoksemia berat dan infiltrate luas.
ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun
1967.Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya
dan laju mortalitas tergantung pada etiologi dan sangat bervariasi. Tingkat
mortilitasnya 50 %. Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar
sekitar 50%, trauma 15 %, cardiopulmonary baypass 15 %, viral pneumoni 10
% dan injeksi obat 5 %.
B. ETIOLOGI
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus.
Namun, karena kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi
yang luas pada salah satunya biasanya menyebabkan estraksi yang lain. Hal
ini terjadi akibat pengeluaran enzim-enzim litik oleh sel-sel yang mati, serta
reaksi peradangan yang terjadi setelah cedera dan kematian sel. Contoh-
contoh kondisi yang mempengaruhi kapiler dan alveolus disajikan di bawah
ini.
Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler, maka
akan terjadi pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium. Hal
ini meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida
untuk berdifusi, sehingga kecepatan pertukaran gas menurun. Cairan yang
menumpuk di ruang interstisium bergerak ke dalam alveolus, mengencerkan
surfaktan dan meningkatkan tegangan permukaan. Gaya yang diperlukan
untuk mengembangkan alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan
tegangan permukaan ditambah oleh edema dan pembengkakan ruang
interstisium dapat menyebabkan atelektasis kompresi yang luas.
Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya
kerusakan, maka luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas
berkurang sehingga kecepatan pertukaran gas juga menurun. Penyebab
kerusakan alveolus antara lain adalah pneumonia, aspirasi, dan inhalasi asap.
Toksisitas oksigen, yang timbul setelah 24-36 jam terapi oksigen tinggi, juga
dapat menjadi penyebab kerusakan membran alveolus melalui pembentukan
radikal-radikal bebas oksigen.
Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia sehingga
semakin menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler
telah rusak, maka reaksi peradangan akan terpacu yang menyebabkan
terjadinya edema dan pembengkakan ruang interstitium serta kerusakan
kapiler dan alveolus di sekitarnya. Dalam 24 jam setelah awitan ARDS,
terbentuk membran hialin di dalam alveolus. Membran ini adalah
pengendapan fibrin putih yang bertambah secara progesif dan semakin
mengurangi pertukaran gas. Akhirnya terjadi fibrosis menyebabkan alveolus
lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya terganggu. Angka kematian
akibat ARDS adalah sekitar 50%. (Elisabeth J. Cowin, 2006, hal. 420-421).
Menurut Hudak & Gallo (2007), gangguan yang dapat mencetuskan
terjadinya ARDS adalah:
1. Sistemik:
a. Syok karena beberapa penyebab
b. Sepsis gram negative
c. Hipotermia
d. Hipertermia
e. Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat, Metadone,
Bleomisin)
f. Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass
kardiopulmonal)
g. Eklampsia
h. Luka bakar
2. Pulmonal:
a. Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii)
b. Trauma (emboli lemak, kontusio paru)
c. Aspirasi (cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon)
d. Pneumositis
3. Non-Pulmonal:
a. Cedera kepala
b. Peningkatan TIK
c. Pascakardioversi
d. Pankreatitis
e. Uremia
Perubahan
status kesehatan
Koping individu
tak efektif
Kurang info
tentang penyakit
Stress psikologis
Ansietas
F. Manifestasi Klinik
Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:
1. Penurunan kesadaran mental
2. Takikardi, takipnea
3. Dispnea dengan kesulitan bernafas
4. Terdapat retraksi interkosta
5. Sianosis
6. Hipoksemia
7. Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
8. Auskultasi jantung: BJ normal tanpa murmur atau gallop
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah:
a. Hipoksemia (pe ↓ PaO2)
b. Hipokapnia (pe ↓ PCO2) pada tahap awal karena hiperventilasi
c. Hiperkapnia (pe ↑ PCO2) menunjukkan gagal ventilasi
d. Alkalosis respiratori (pH > 7,45) pada tahap dini
e. Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
2. Pemeriksaan Rontgent Dada:
a. Tahap awal; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
b. Tahap lanjut; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
3. Tes Fungsi paru:
a. Pe ↓ komplain paru dan volume paru
b. Pirau kanan-kiri meningkat
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk menegakkan diagnosa ARDS sangat tergantung dari pengambilan
anamnesa klinis yang tepat. Pemeriksaan laboraturium yang paling awal
adalah hipoksemia, sehingga penting untuk melakukan pemeriksaan gas-gas
darah arteri pada situasi klinis yang tepat, kemudian hiperkapnea dengan
asidosis respiratorik pada tahap akhir. Pada permulaan, foto dada
menunjukkan kelainan minimal dan kadang-kadang terdapat gambaran edema
interstisial. Pemberian oksigen pada tahap awal umumnya dapat menaikkan
tekanan PO2 arteri ke arah yang masih dapat ditolelir. Pada tahap berikutnya
sesak nafas bertambah, sianosis penderita menjadi lebih berat ronki mungkin
terdengar di seluruh paru-paru. Pada saat ini foto dada menunjukkan infiltrate
alveolar bilateral dan tersebar luas. Pada saat terminal sesak nafas menjadi
lebih hebat dan volume tidal sangat menurun, kenaikan PCO2 dan hipoksemia
bertambah berat, terdapat asidosis metabolic sebab hipoksia serta asidosis
respiratorik dan tekanan darah sulit dipertahankan.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pasang jalan nafas yang adekuat * Pencegahan infeksi
2. Ventilasi Mekanik * Dukungan nutrisi
3. TEAP * Monitor system terhadap respon
4. Pemantauan oksigenasi arteri * Perawatan kondisi dasar
5. Cairan
6. Farmakologi (O2, Diuretik, A.B)
J. KOMPLIKASI
Menurut Hudak & Gallo (2007), komplikasi yang dapat terjadi pada
ARDS adalah:
1. Abnormalitas obstruktif terbatas (keterbatasan aliran udara)
2. Defek difusi sedang
3. Hipoksemia selama latihan
4. Toksisitas oksigen
5. Sepsis
c. Pengkajian Sekunder
Aktivitas / istrahat
Gejala : - Klien mengeluh mudah lelah
- Klien mengatakan kurang mampu melakukan
aktivitas
Tanda : - Klien nampak gelisah
- Kelemahan otot
Sirkulasi
Tanda : - Tekanan darah bisa normal atau meningkat
(terjadinya hipoksemia)
- Hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).
- Heart rate: takikardi biasa terjadi
- Kulit dan membran mukosa: mungkin pucat,
dingin.
- Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
Integritas ego
Gejala : - Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakit
- Klien mengatakan takut akan kondisi penyakitnya
Tanda : - Cemas
- Ketakutan akan kematian
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan
nafas
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi,
penumpukan cairan di permukaan alveoli
c. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi tidak adekuat
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
e. Cemas/takut berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
8. Review X-Ray
dada
9. Berikan obat-obat
jika ada indikasi
seperti steroids,
antibiotic,
bronchodilator dan
ekspektorant
6. Memberikan informasi
tentang dukungan nutrisi
6. Awasi adekuat / perlu perubahan
pemeriksaan
laboratorium
sesuai indikasi,
contoh serum,
transferrin,
glukosa
5.Bantu aktivitas
perawatan diri
yang diperlukan
5 Setelah diberikan 1.Observasi 1.Hipoksemia dapat
tindakan peningkatan menyebabkan kecemasan
keperawatan pernafasan,
selama 1x 24 jam, agitasi,
diharapkan kegelisahan dan 2. Cemas berkurang oleh
ansietas/ketakutan kestabilan emosi. meningkatkan relaksasi
(spefisikkan) px 2. Pertahankan dan pengawetan energi
dapat berkurang, lingkungan yang yang digunakan.
dengan criteria tenang dengan
hasil : meminimalkan
-Pasien dapat stimulasi.
mengungkapkan Usahakan
perasaan perawatan dan
cemasnya secara prosedur tidak
verbal menggaggu waktu 3.Memberi kesempatan
- istirahat untuk pasien untuk
Ketakutannya,dan 3. Bantu dengan mengendalikan
rasa cemasnya teknik relaksasi, kecemasannya dan
mulai berkurang meditasi. merasakan sendiri dari
pengontrolannya.
4. Menolong mengenali
asal kecemasan/ketakutan
4.Identifikasi yang dialami.
persepsi pasien 5. Langkah awal dalam
dari pengobatan mengendalikan perasaan-
yang dilakukan perasaan yang
5. Dorong pasien teridentifikasi dan
untuk terekspresi.
mengekspresikan
kecemasannya 6. Menerima stress yang
sedang dialami tanpa
denial, bahwa segalanya
6. Membantu akan menjadi lebih baik.
menerima situasi
dan hal tersebut 7. Menolong pasien untuk
harus menerima apa yang
ditanggulanginya sedang terjadi dan dapat
7. Berikan mengurangi
informasi tentang kecemasan/ketakutan apa
keadaan yang yang tidak diketahuinya.
sedang dialaminya Penentraman hati yang
palsu tidak menolong
sebab tidak ada perawat
maupun pasien tahu hasil
akhir dari permasalahan
itu
8. Kemampuan yang
dimiliki pasien akan
meningkatkan sistem
pengontrolan terhadap
8.Identifikasi kecemasannya
tehnik pasien
yang digunakan
sebelumnya untuk
menanggulangi 9. Mungkin dibutuhkan
rasa cemas untuk menolong dalam
mengontrol kecemasan
Kolaborasi: dan meningkatkan
9. Memberikan istirahat. Bagaimanapun
sedative sesuai juga efek samping seperti
indikasi dan depresi pernafasan
monitor efek yang mungkin batas atau
merugikan kontraindikasi
penggunaan.
DAFTAR PUSTAKA