Anda di halaman 1dari 7

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2019/2020

MATA UJIAN : HUKUM AGRARIA


HARI, TANGGAL : JUMAT, 27 Maret 2010
KELAS :B
WAKTU : MENIT
DOSEN PENGUJI : Dr V. Hari Supriyanto, SH,MHUM
SIFAT UJIAN : Open book/Take Home Exam

Nama : Avian Kurnia Larasati


NPM : 190513540
1. Hubungan Politik Pertanahan dengan UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria
Politik Pertanahan sendiri pada hakekatnya adalah sikap pemerintah di dalam
menghadapi pertanyaan-pertanyaan apa yang harus di lakukan mengenai/terhadap tanah-
tanah yang ada.
Penjelasan dalam UU No. 5 tahun 1960 melalui latar belakang pada Ps 33 ayat 3 UUD
1945 dimana isinya :

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3)  menegaskan  bahwa  bumi, air, dan
  kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mengingat mineral dan batubara sebagai kekayaan alam
yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan,
pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besar bagi
kemakmuran rakyat secara  berkelanjutan.

Dalam hal tersebut adanya hubungan antara negara dan tanah karena negara memiliki
kekuasaan penuh atas tanah yang di gunakan untuk kemakmuran rakyat. Kekayaan yang
dimiliki Bangsa Indonesia merupakan kekayaan nasional, Bangsa Indonesia memberikan
kuasa pada Negara untuk mengatur,memilihara dan mengunaan kekayaan nasional tersebut
sebaik-baiknya. Maka dari itu adanya politik pertanahan yaitu antara negara dengan tanah
karena pada hakikatnya kebijakan yang di ambil oleh pemerintah mengenai tanah yang
namanya politik pertanahan. Politik pertanahan ini di atur dalam UUPA yang dapat
mengatur kelangsungan pertanahan nasional.
Dalam Teori Hubungan Negara dan Tanah :
 Negara sebagai subyek yang di persamakan dengan perseorangan(privat rechtelijk)
 Negara sebagai subyek yang di beri kedudukan sebagai badan kenegaraan(Public
Rechtelijk)
 Negara tidak sebagai perseorangan dan tidak dalam kedudukannya sebagai negara
yang memiliki,tetapi sebagai negara yang menjadi personifukasi dari rakyat
seluruhnya. ( Indonesia menganut teori yang ketiga)
2. Sejarah terbentuknya UUPA
1. Masa Belanda
Mengenai tanah pada masa ini di Indonesia berlaku 2 peraturan
- Peraturan adat tentang tanah pada hukum adat
- Peraturan tanah yang tunduk pada hukum Belanda missal hak postal,hak
erapacht,hak eigendom
Mengenai hal tersebut, dapat di uraikan sebagai :
a. Belanda -> Pajak Bumi, namun gagal dalam administrasi maka diganti
Inggris yaitu Rafles menggunakan sistem domein sistem penarikan pajak
bumi yang di gunakan Inggris di India sebagai sistem warisan sistem
domein (landrete) yaitu petani membayar 2/5 dari panen.
b. Tahun 1830 Vanden Bosh mengkosep tanam paksa untuk mendorong
ekonomi Belanda yang sedang terpuruk
Peraturan tetap namun pembayaran pajak berbeda yaitu :
- Pemilik tanah tidak usah membayar 2/5 dari panen, namun 1/5
- Tanah ditanami sesuai keinginan pemerintah, mis : kopi, tembakau, teh,
maupun tebu
c. Pada tahun 1848 pada masa ini kaum pemilik modal dan aliran liberal
bertikai dengan konservatif(cultuursteel), namun akhirnya kaum liberal
bisa memperjuangkan tuntutannya dengan di setujui perubahan UUD
Belanda/Regeling Reglement(RR) th 1845
Pasal 62 RR”Gj boleh menyewakan tanah dengan kententuan yang telah
di tetapkan Ordonasi”
Tujuan kaum liberal :
- Pemerintah mengakui bahwa tanah yang di kuasai oleh pribumi adalah
hak milik mutlak(eigendom) agar memudahkan untuk
penjualan&penyewaan.
- Pemerintah memberi kesempatan kepada swasta untuk menyewa tanah
dalam jangka panjang dan murah
Untuk memenuhi tujuan tersebut tahun 1862 Menteri Jajahan Frans Van Puttle
mengajukan RUU yang berisi :
- GJ akan memberi hak erapacht selama 99 tahun
- HM pribumi di akui sebagai hak mutlak(eigendom)
- Tanah komunal di jadikan HM
Namun RUU tersebut ditolak oleh parlemen
d. Tahun 1870
Pada tahun 1866 dan 1867 pemerintah melakukan penelitian tentang hak
penduduk Jawa sebanyak 808 desa
e. Pada tahun 1960 pada tahun ini mulailah perhatian pemerintahan terhadap
agrarian mulai dengan dibentuknya “Panitia Agraria”
1. Panitia Yogya (1948)
Menurut PP No. 16 tahun 1948 Panitia Agraria Yogyakarta di pimpin oleh
Sarimin Reksodiharjo. Tugas dalam panitia ini yaitu mengembangkan
pemikiran dalam menyusun hk agrarian baru pengganti hk. Kolinial sejak
tahun 1870
Hal-hal yang diangkat :
- Hk. Haru di pahami dan di terima oleh rakyat
- Para pembentuk UU perlu memahami hidup jiwa rakyat
- Para pembentuk UU bukan dewa meinkan orang biasa yang terpilih
dari rakyat
- Peranan rakyat merupakan syarat untuk pelaksanaan hk baru.
2. Panitia Jakarta (1951)
Ada gejolak agresi militer Belanda II yaitu Panitia Jakarta
Usulan yang digagas :
- Adanya penetapan batas luas maksimal dan minimum
- WNI dapat memiliki tanah
- Adanya pengakuan hak rakyat dari UU
3. Panitia Soewahjo (1956)
Panitia Jakarta pertama kali diketuai oleh Sarimin Resksodiharjo
kemudian diganti oleh Soewahjo
Tugas dalam panitia ini yaitu menyusul RUU Agraria Nasional dengan
dasar acuan Pasal 26,37 dan 38 dari UUDS 1950
Hasil dari Panitia ini :
- Asas domein di hapus dan digatni dengan asas menguasai oleh negara
sesuai dengan Pasal 38 ayat 3 UUDS
- Tanah pertanian di kerjakan dan di usahakan sendiri
4. Panitia Soenarjo (1956) Hasil dari Rancangan Soenarjo :
- Adanya keseimbangan penggunaan hk adat maupun hk barat
- Sifatnya erat hubungannya dengan soal kepastian hukum
- Hak milik merupakan ketentuan hak eigendom atas tanah(menurut hk
barat) & (hak milik menurut hk adat)
5. Panita Soejarwo(1 Agustus 1960)
Hasil panitia ini :
- Menentukan kembali kerjasama antrara Depag dll
- Menyusun naskah pada tahun 1959 yang dijadikan dasar oleh Depag
untuk RUU baru
- RUU ini diterima dan diserahkan oleh DPR-GR dan diundangkan
tanggal 24 September 1960 menjadi UU No. 5 tahun 1960 tentang
Peraturan Pokok-Pokok Agraria->UUPA
- Tahun 1960 -> Prp No 56 Tahun 1960 ->UU Landerfrom
3. Analisis Tentang Pelaksanaan Fungsi Sosial.
PT Angkasa Pura I menyatakan telah menyelesaikan proses pembebasan lahan untuk
pembangunan Bandara Kulon Progo atau New Yogyakarta International Airport
(NYIA). Penyelesaian pembebasan lahan ditandai dengan pembongkaran 33 unit
rumah dan satu unit gudang milik 36 Kepala Keluarga (KK) di wilayah Izin
Penetapan Lokasi (IPL) Bandara Kulon Progo.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "AP I: Pembebasan Lahan
Rampung, Bandara Kulon Progo Segera Dibangun”

Analisis :
Bandara di Kulon Progo ini menjadi sesuatu hal yang baru di Kabupaten Kulon
Progo,letak bandara baru ini sangat dekat dengan rumah saya. Beberapa teman saya
mengeluhkan karena akan di adakan pembebasan di sekitar Temon yang berdekatan
dengan Bandara Baru ini. Bandara ini akan membongkar beberapa rumah,lahan milik
warga di daerah Temon. Karena untuk kepentingan pembangunan Bandara ini
seharusnya warga mensikapi dengan baik walaupun mereka harus kehilangan
rumah,lahan,pekerjaan mereka. Fungsi sosial di terapkan dalam kasus pembongkaran
rumah dan lahan milik warga ini,kepentingan umum lebih di utamakan daripada
kepentingan pribadi. Pihak Angkasa Pura menyadari adanya pembangunan Ini akan
merugikan beberapa pihak, namun berdasarkan pengertian dalam bagian II Penjelasan
Umum UUPA bahwa tanah merupakan bagian kekayaan nasional dalam hal ini
kekayaan nasional berupa tanah ini akan diperuntukan untuk pembangunan Bandara
baru, sehingga masyarakat seharusnya memahami karena hal ini di gunakan untuk
kepentingan umum. Masyarakat yang terkena pun akan di ganti kerugiannya oleh
pemerintah, sehingga tidak menimbulkan kerugian yang mendalam bagi
masyarakatnya.
Salah satu teman saya rumahnya menjadi salah satu pembongkaran yang dilakukan
oleh bandara NYIA, dan mendapat ganti rugi berupa uang dan relokasi rumah yang
terdapat di sekitar Bandara juga. Masyarakat sekitar Bandara mulai sadar akan fungsi
sosial yang di lakukan oleh pihak Angkasa Pura II. Proses ini tidaklah mudah dan
memerlukan waktu yang panjang. Beberapa orang ketika pembebasan akan dilakukan
mereka menolak dengan menggunakan tulisan tulisan disepanjang jalan,melakukan
demo,dan memberontak ketika para pemerintah melakukan sosialisasi di desa-desa
yang terkena pembebasan lahan. Masyarakat merasa sangat dirugikan,dan ketakutan
karena mereka akan kehilangan yang menjadi pekerjaan mereka. Sawah,perkebunan
akan menjadi lahan pembebasan yang banyak di jumpai di sekitar bandara baru
tersebut, mereka mengira akan sangat sulit tanpa lahan-lahan tersebut. Karena
mayoritas warga tersebut adalah petani yang setiap kali memperoleh penghasilan
melalui lahan tersebut. Berdasarkan UUPA Pihak Angkasa Pura tidak bersalah jika
harus menghadapi ini dengan paksa karena sesuai ketentuan fungsi sosial demi
kepentingan umum. Jika masyarakat mengguggat pun tidak bisa karena pemerintah
melakukan ini berdasarkan prosedur dan ketentuan yang sah oleh pemerintah.
Pemerintah juga bertanggung jawab besar atas pembebasan beberapa rumah dan
lahan dengan memberikan ganti rugi oleh masyarakat. Negara memiliki wewenang
untuk mengatasi pembebasan ini (pada pasal 2 UUPA) yang berarti negara memiliki
kewenangan untuk mengambil tindakan demi kelangsungan kesejahteraan
masyarakat. Walaupun pada awalnya membuat masyarakat merasa dirugikan, namun
pada akhirnya pemerintah memberi ganti rugi. Ganti rugi tidak semata-mata ganti
rugi pemerintah juga mempertimbangkan ganti rugi berdasarkan luas lahan jika tanah
akan di ukur luas tanah yang mendapatkan pembebasan, jika rumah akan di ganti di
relokasi. Hal ini di anggap memberikan keadilan atas pembebeasan yang di lakukan
oleh Angkasa Pura II. Sejumlah tempat ibadat yang terkena pembebasan juga
mendapatkan ganti rugi dengan pembangunan kembali di beda tempat. Fungsi Sosial
yang di terapkan dalam pembangunan Bandara ini menjadi contoh adanya
pengorbanan untuk melaksanakan kepentingan umum demi kesejahteraan masyarakat
terutama untuk menjalankan penerbangan yang memadai dengan baik,sehingga
adanya pembangunan bandara baru ini dapat berguna untuk kepentingan nasional
yang dapat di gunakan oleh masyarakat. Akses transportasi umum ini harus melalui
jalan yang panjang untuk memperoleh persetujuan dari masyarakat itu sendiri. Karena
semua hak atas tanah adalah milik Bangsa Indonesia maka dari itu fungsi sosial
berupa pengelolaan tanah yang hendak di jadikan Bandara(Pasal 6 UUPA) akan di
gunakan pemerintah dengan sebagai mana mestinya,tanpa mergugikan Bangsa
Indonesia itu sendiri. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengatasi ini
menggunakan pertimbangan yang sangat dalam dengan berlandaskan UUPA yang
berlaku di Indonesia. Fungsi asas sosial ini akan di lakukan karena berlaku di
Indonesia. Karena dalam fungsi sosial agraria juga mengandung 3 unsur :
a. Setiap hak tidaklah membenarkan akan di pergunakan atau bahkan tidak di
pergunakan semata-mata untuk kepentingan pribadi apalagi menimbulkan
kerugian bagi masyarakat -> Jelas bahwa Bandara NYIA tidak untuk
kepentingan pribadi melainkan kepentingan nasional untuk penerbangan
di Indonesia. Selain itu walaupun masyarakat semula merasa rugi, saat ini
mereka sadar bahwa yang di lakukan Angkasa Pura dalam pembebesan
lahan ini untuk kepentingan Bangsa Indonesia yang seharusnya di patuhi.
Pemerintah juga memberi ganti rugi sesuai dengan kerugian yang dialami.
b. Setiap penggunaan tanah harus di sesuaikan dengan sifat dan haknya
sehingga bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang
mempunyai hak maupun masyarakat dan negara -> Angkasa Pura
menggunakan tanah pembebasan sesuai dengan semestinya yaitu untuk
kesejahteraan pembangunan bandara, tanah yang diambil juga berdasarkan
perhitungan yang tepat sehingga sesuai dengan keperluan yang diperlukan
pembangunan Bandara.
c. Kepentingan masyarakat dan perorangan harus saling membagi yang
akhirnya akan tercapai kemakmuran, keadilan,dan kebahagiaan bagi
seluruh rakyat sesuai Pasal 33 yar 3 UUD 45 dan Pasal 3 UUPA.

Anda mungkin juga menyukai