Anda di halaman 1dari 16

Tugas Individu

BIOMEDIK MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGI

“HELMINTOLOGI”

Oleh:

ANDI RIFQA RAHAYU SAFITRI

J1A1 18 014

K3

JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,

Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan

makalah tentang “vektor borne disease penyakit japanese encephalitis”.

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya

menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam

pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada

kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu

dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya

dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah

tentang encephalitis ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Poleang, April 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................

KATA PENGANTAR............................................................................................

DAAFTAR ISI........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................

1.1 Latar Belakang.......................................................................................


1.2 Rumusan Masalah..................................................................................
1.3 Tujuan Penulisaan..................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan..................................................................................

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………

2.1 Nematoda………………………………………………………………
2.2 Trematoda……………………………………………………………..
2.3 Cestoda………………………………………………………………...
2.4 Penyakit Akibat Nematoda, Trematoda, dan Cestoda………………..

BAB III PENUTUP………………………………………………………………

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………….
3.2 Saran……………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Halminth berarti cacing, baik yang hidup secara parasit maupun yang hidup bebas.
Cacing masih banyak menyebabkan masalah pada hewan dan manusia. Maka dari itu
diperlukan suatu edukasi untuk mengenal jenis– jenis cacing yang ada pada usus
(Rouza, 2017). Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan istilah yang mengacu
kepada sekelompok penyakit parasit yang disebabkan oleh cacing nematoda yang
ditularkan kepada manusia melalui tanah yang terkontaminasi feces. Jenis cacing yang
ditransmisikan tanah yang menjadi perhatian utama bagi manusia adalah Ascaris
lumbricoides, Trichuris trichiura, Necator americanus dan Ancylostoma duodenale.
Prevalensi tertinggi terjadi didaerah dengan sanitasi tidak memadai dan air yang tidak
aman. Kejadian infeksi STH terutama menyebabkan gejala kronis, yang berdampak
pada kesehatan dan kualitas hidup penderita. Infeksi intensitas berat dapat mengganggu
pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif yang merupakan penyebab defisiensi
mikronutrien termasuk anemia defisiensi besi yang mengarah pada prestasi sekolah
yang buruk dan ketidakhadiran pada anak-anak, penurunan produktivitas kerja pada
orang dewasa dan kehamilan yang merugikan (WHO, 2012).
Helminthiases yang ditransmisikan tanah endemik di seluruh enam wilayah WHO.
Dari jumlah anak-anak yang memerlukan pengobatan, tiga perempat berada di negara-
negara daerah Asia Tenggara dan Afrika, dan sekitar seperempat di wilayah Pasifik
Barat, daerah Mediterania Timur dan daerah Amerika. Hanya 4 juta anak (atau kurang
dari < 1%) berada di negara-negara Kawasan Eropa. Helminthiases yang ditransmisikan
melalui tanah (STH) mempengaruhi lebih dari 2 miliar orang di seluruh dunia. Badan
Kesehatan Dunia selama tahun 2002 menyelesaikan kemoterapi rutin untuk mencapai
target STH minimal. Pada tahun 2010 setidaknya 75% sampai 100% dari semua anak
usia sekolah mengalami risiko morbiditas penyakit ini. Di Asia Tenggara dilaporka
sekitar 106,8 juta anak usia pra-sekolah memerlukan kemoterapi preventif, dengan
target rata-rata yang di capai 38% pada tahun 2009 (WHO, 2012).
STH banyak menyerang populasi negara berkembang.2-5 penduduk yang ada di
dunia. Penyakit cacing tambang yang di sebabkan oleh Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale mempengaruhi sekitar 700 juta orang, dengan N. americanus
menjadi spesies dominan penyebabnya. Penyakit ini mempunyai dampak kesehatan
utama dan sosio-ekonomi, yang dianggap merupakan masalah kesehatan masyarakat
penting di Negara-negara berkembang (Brooker, 2006).
Data prevalensi penyakit kecacingan di Indonesia pada tahun 2002-2006 secara
berturut-turut adalah sebesar 33,3% ; 33,0% ; 46,8% ; 28,4% dan 32,6%, sedangkan
prevalensi infeksi cacing tambang secara berturutan pada tahun 2002 – 2006 sebesar
2,4% ; 0,6% ; 5,1% ; 1,6% dan 1,0%.6,7 Hasil studi pendahuluan yang di lakukan
selama bulan Januari 2014 di salah satu desa di Kecamatan Kemiri, menunjukkan angka
proporsi penyakit kecacingan sebesar 92,1% dan cacing tambang 41,2% dari responden
petani pembibitan tanaman albasia sebanyak 51 orang (Suhartono, 2016).
Cacing tambang hidup dalam rongga usus halus tetapi melekat dengan giginya
pada dinding usus dan menghisap darah. Infeksi cacing tambang menyebabkan
kehilangan darah secara perlahan-lahan sehingga penderita mengalami kekurangan
darah (anemia) akibatnya dapat menurunkan gairah kerja serta menurunkan
produktivitas. Tetapi kekurangan darah (anemia) ini biasanya tidak di anggap cacingan
karena kekurangan darah bisa terjadi karena banyak sebab (WHO, 2013).
Beberapa faktor penyebab penyakit kecacingan di Indonesia sangat berkaitan erat
dengan iklim dan kebersihan diri perorangan, rumah maupun lingkungan sekitarnya
serta kepadatan penduduk yang tinggi. Terjadinya penyakit cacing sering di hubungkan
dengan kondisi lingkungan penderita, sosio-ekonomi penderita serta tingkat pendidikan
penderita.7 Penyakit cacing juga berhubungan dengan keberadaan cacing tambang pada
tanah halaman rumah, sanitasi buruk, kebiasaan bermain lama di tanah dan kebiasaan
Pelindung (Jackson, 2008).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah
1. Apa pengertian Nematoda?
2. Apa pengertian trematoda?
3. Apa pengertian Cestoda?
4. Penyakit apa saja yang ditimbulkan dari jenis helmintologi?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Untuk mengetahui pengertian Nematoda
2. Untuk mengetahui pengertian Trematoda
3. Untuk mengetahui pengertian Cestoda
4. Mengetahui cara perkembangbiakan helmintologi
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah
1. Menambah wawasan masyarakat tentang helmintologi.
2. Menambah wawasan tentang perkembangbiakan helmintologi.
BAB II
PEMBAHASAAN
2.1 Nematoda
Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda adalah
cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral
simetrik, panjang cacing ini mulai dari 2 mm sampai 1 m. Nematoda yang ditemukan
pada manusia terdapat dalam organ usus, jaringan dan sistem peredaran darah,
keberadaan cacing ini menimbulkan manifestasi klinik yang berbeda-beda tergantung
pada spesiesnya dan organ yang dihinggapi (Rouza, 2017).
Nematoda mempunyai jumlah species yang terbesar di antara cacing-cacing yang
hidup sebagai parasit. Seluruh spesies cacing ini berbentuk silindrik (gilig), memanjang
dan bilateral simetris.cacing-cacing ini berbeda-beda dalam habitat,siklus hidup,dan
hubungan hospes-habitat (host-parasite relationship). Manusia dapat terinfeksi melalui 3
cara: yaitu langsung, tak langsung, dan autoinfeksi.
Menurut tempat hidupnya Nematoda pada manusia digolongkan menjadi dua yaitu
Nematoda Usus dan Nematoda Jaringan/Darah. Spesies Nematoda Usus banyak, yang
terpenting bagi manusia adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus,
Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan beberapa
spesies Trichostrongilus. Di antara nematoda jaringan yang penting dalam Ilmu
Kedokteran adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, Loa Loa dan
Onchocerca volvulus.
2.1.1 Nematoda Usus
Nematoda usus adalah salah satu jenis cacing parasit yang paling sering ditemukan
pada tubuh manusia. Infeksi yang disebabkan oleh cacing dinamakan dengan cacingan.
Cacingan atau kecacingan adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya parasit
(berupa cacing) kedalam tubuh manusia (Tangel, 2016).
Anak–anak rentan mengalami cacingan dari makanan serta minuman yang tidak
higienis dan tidak dimasak dengan cara yang benar seperti tidak matang seutuhnya.
Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk menjaga kebersihan makanan dan
lingkungan pada anak. Cacing usus yang banyak ditemukan adalah soil transmitted
helminthes (cacing yang ditularkan melalui tanah) yaitu ascaris lumbricoides, trichuris
trichiura dan cacing tambang (Tangel, 2016).
Soil transmitted helminth adalah nematoda usus yang siklus hidupnya
membutuhkan tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari stadium
non infeksi menjadistadium infeksi. Kelompok nematoda ini adalah Ascaris
lumbricoides menimbulkan ascariasis, Trichuris trichiuria menimbulkan trichuriasis,
cacing tambang (ada dua spesies, yaitu Necator americanus menimbulkan necatoriasis,
Ancylostoma duodenale menimbulkan ancylostomasis), Strongyloides stercolaris
menimbulkan strongyloidosis atau strongyloidiasis.
2.1.2 Nematoda Jaringan / Darah
Pemberian nama Nematoda berdasarkan pada tempat hidupnya di dalam tubuh
host atau inangnya. Nematoda Jaringan/Darah adalah cacing nematoda yang yang hidup
pada saluran limfatik atau darah atau jaringan tubuh host atau inangnya. Nematoda yang
infeksinya di jaringan tubuh biasanya bersifat parasitic pula pada hewan, misalnya pada
kucing dan anjing (Yanto, 2018).
Nematoda Darah / Jaringan Tubuh Manusia dan Hewan. Nematoda darah atau
dikenal sebagai Nematoda filaria, menyebabkan penyakit kaki gajah atau
elefantiasis/filariasis. Di Indonesia terdapat 3 spesies cacing ini yang dikenal juga
sebagai cacing filaria limfatik, sebab habitat cacing dewasa adalah di dalam sistem limfe
(saluran dan kelenjar limfe) manusia yang menjadi hospes definitifnya, maupun dalam
sistem limfe hewan yang menjadi hospes reservoar (kera dan kucing hutan). Spesies
cacing filaria yang ada di Indonesia adalah: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan
Brugia timori. Cacing filaria ini ditularkan melalui gigitan nyamuk yang menjadi
vektornya (Yanto, 2018).
Cacing dewasa nematoda jaringan atau darah hidup dalam sistem limfatik,
subkutan dan jaringan ikat dalam tubuh manusia. Mikrofilaria (prelarva) yang bersarung
dan tidak bersarung dan terdapat pada darah perifer atau jaringan kulit serta sifatnya
sangat aktif. Penularan penyakit melalui vektor arthopoda (nyamuk). Siklus hidup tiap
spesies memiliki pola yang kompleks (Larva infektif berkembang menjadi dewasa dan
memerlukan waktu bertahun-tahun agar dapat menimbulkan gangguan klinis nyata pada
manusia). Adanya mikrofilaria dalam darah perifer pada manusia pada tiap spesies
berbeda-beda diantaranya mikrofilaria yang ada pada  malam hari didaerah perifer
disebut periodisitas noktura, siang hari di darah perifer disebut perioditas diura, dan
tidak memiliki periode yang tetap disebut nonperiodik (Musthofa, 2017).
Distribusi geografis nematoda jaringan dan darah banyak terdapat di daerah tropis
yang cocok untuk tempat perindukan vektor. Nematoda jaringan dewasa berbentuk
silindris panjang, menyerupai benang, terdiri dari cacing betina dan jantan dengan
ukuran bervariasi. Mikrofilia nematoda jaringan dan darah terdapat dalam darah perifer
(W. Brancofti, B.Malayi, B. Timori, Onchocerca volvulus, Loa loa, Mansonella ozzardi,
Onchocerca volvulus dan Loa loa) sedangkan larva Dracunculus medinensis dalam
jaringan. Mikrofiliria bersarung ada pada W. Brancofti, B.Malayi, B. Timori, dan loa-
loa, sedangkan mikrofilaria tidak bersarung terdapat pada Mansonella ozzardi dan
Dracunculus medinensis. Untuk melengkapi daur hidupnya nematoda jaringan dan
darah membutuhkan hospes perantara vektor yaitu nyamuk (W. Brancrofti, B. Malayi,
dan B. Timori), lalat (M. Ozzardi, O. Vulvulus, Loa loa) sebangsa Copepoda (D.
medinensis). Larva infektif berkembang dalam tubuh vektor dan ditularkan melalui
gigitan dan tubuh dewasa dalam hospes defenitif atau inang (manusia dan mamaila
lainya).
Aspek klinis penderita yang terinfeksi oleh nematoda jaringan dan darah dapat
ditimbulkan oleh cacing dewasa, larva dan mikrofilaria. Aspek klinis ada yang bersifat
simtomatik dan asimtomatik. Cara menetapkan diagnosa nematoda jaringan dan darah
dilakukan dengan menemukan mikrofilaria dalam darah tepi, larva dalam jaringan dan
cacing dewasa yang diperoleh dari bahan biopsi. diagnosis lebih terarah jika di
konfirmasi dengan gejala dan perjalanan penyakit. Apabila cacing sulit ditemukan dapat
dilakukan uji seroimunologis.
2.2 Trematoda
Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk seperti daun, dilengkapi
dengan alat-alat ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan dan betina yang
menjadi satu (hermafrodit) kecuali pada Trematoda darah (Schistosoma). Mempunyai
batil isap kepala di bagian anterior tubuh dan batil isap perut di ba gian posterior tubuh.
Dalam siklus hidupnya Trematoda pada umumnya memerlukan keong sebagai hospes
perantara I dan hewan lain (Ikan, Crustacea , keong) ataupun tumbuh-tumbuhan air
sebagai hospes perantara kedua. Manusia atau hewan Vertebrata dapat menjadi hospes
definitifnya. Habitat Trematoda dalam tubuh hospes definitif bermacam-macam, ada
yang di usus, hati, paru-paru, dan darah. Cacing trematoda banyak ditemukan di RRC,
Korea, Jepang, Filipina, Thailand, Vietnam, Taiwan, India, dan Afrika. Beberapa
spesies ditemukan di Indonesia seperti Fasciolopsis buski di Kalimantan, Echinostoma
di Jawa  dan Sulawesi, Heterophyidae di Jakarta dan Schistosoma japonicum di
Sulawesi Tengah (Rouza, 2017).
2.2.1 Morfologi dan Daur Hidup
Pada umumnya bentuk badan cacing dewasa pipih dorsoventral dan simetris
bilateral, tidak mempunyai rongga badan. Ukuran panjang cacing dewasa sangat
beraneka ragam dari 1mm sampai kurang lebih 75mm. tanda khas lainnya adalah
terdapat 2 buah batil isap, yaitu batil isap mulut dan batil isap perut. Beberapa special
mempunyai batil isap genital. Saluran pencernaan enyerupai huruf Y terbalik yang
dimulai dengan mulut dan berakhir buntu pada sekum. Pada umumnya trematoda tidak
mempunyai alat pernapasan khusus, karena hidupnya secara anaerob. Saluran ekskresi
terdapat simetris bilateral dan berakhir di bagian posterior. Susunan saraf dimulai
dengan ganglion di bagian dorsal esophagus, kemudian terdapat seraf yang memanjang
di bagian  dorsal,ventral dan lateral badan. Cacing ini bersifat hermafrodit dengan alat
reproduksi yang k onpleks.
Cacing dewasa hidup di dalam tubuh hospes definitive. Telur diletakkan disaluran
hati, rongga usus, paru, pembuluh darah atau di jaringan tempat cacing hidup dan telur
biasanya keluar bersama tinja, dahak atau urin. Pada umumnya telur berisi sel telur,
hanya pada beberapa spesies telur sudah mengandung mirasidium ( M ) yang
mempunyai bulu getar. Didalam air telur menetas bila sudah mengandung mirasidium
( telur matang ). Pada spesies trematoda yang mengeluarkan telur berisi sel telur, telur
akan menjadi matang dalam waktu kurang lebih 2-3 minggu. Pada beberapa spesies
tremotoda telur matang menetas bila ditelan keong ( hospes peramtara ) dan keluarlah
mirasidium yang masuk ke dalam keong; atau telur dapat langsung menetas dan
mirasidium berenang dalam air; dalam waktu 24 jam mirasidium harus sudah
menemukan keong air agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong air di sini
berfungsi sebagai hospes perantara pertama ( HP 1 ). Dalam keong air tersebut
mirasidium berkembang menjadi sebuah kantung yang berisi embrio, yang di sebut
sporokista ( S ). Spoprokista ini dapat mengandung sporokista lain atau redia
( R );bentuknya berupa kantung yang sudah mempunyai mulut, faring dan sekum.
Didalam dompet sporokista II atau redia ( R ), larva berkembang menjadi serkaria
( SK ).
2.3 Cestoda
Cestoda adalah salah satu contoh kelas dari Phyllum Platyhelminthes  Cestida ini
adalah Vermes atau Cacing yang lapisan embryonalnya Sudah bertipe Triploblastik
namun masih Triploblastik Acoelomata (triploblastik yang tidak berongga pada kelika,
embryonya, Zygot, sudah membelah, membungkus, sekumpulan, sel, dan lain-lain di
tempat ini. Cestoda ini tidak berongga maka bentuk cacing ini pipih OK   Cestoda
adalah cacing yang membentuk pipih seperti pita yang merupakan endoparasit dan
dikenal sebagai cacing pita (Rouza, 2017).
Cacing dewasa hidup dalam usus Vertebrata dan larvanya hidup di jaringan
vertebrata dan invetebrata pada dagingnya dalam bentuk Cysticercus yang bisa
berpindah ke manusia  Semua anggota Cacing kelompok Cestoda memiliki struktur
pipih dan tertutup oleh kutikula ( zat lilin) sehingga tidak terhidrolis oleh enzim
pencernaan  Cestoda disebut sebagai Cacing pita karena anggotanya berupa cacing yang
bentuknya pipih panjang seperti pita. Cestoda (Cacing Pita) terlihat secara morfologi :
Tubuhnya terdiri dari rangkaian segmen-segmen yang masing-masing disebut
Proglottid. Kepala disebut Skoleks dan memiliki alat isap (Sucker) yang memiliki kait
(Rostelum) terbuat dari kitin khususnya pada cacing pita babi. Pembentukan segmen
(segmentasi) pada cacing pita disebut Strobilasi.  Tubuhnya Cacing pita (Cestoda)
memiliki tubuh bentuk pipih, panjang antara 2 - 3 m dan terdiri dari bagian kepala
(skoleks) dan tubuh (strobila).  Kepala (skoleks) dilengkapi dengan lebih dari dua alat
pengisap. Sedangkan setiap segmen yang menyusun strobila mengandung alat
perkembangbiakan berupa testes dan ovarium . Makin ke posterior segmen makin
melebar dan setiap segmen (proglotid) merupakan satu individu dan bersifat
hermafrodit. Cacing ini biasanya hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata dan tanpa
alat pencernaan.
2.4 Penyakit yang ditimbulkan dari Nematoda, Trematoda, dan Cestoda

2.4.1 Penyakit atau Masalah Kesehatan Akibat Nematoda

Kesengsaraan suatu lingkungan pemukiman/ perumahan dapat disebabkan oleh


tingkat perilaku penduduk yang tidak higienis dan disamping itu tidak adanya sarana
dan prasarana lingkungan yang mendukung sehingga berdampak pada kesehatan
masyarakat pemukiman itu. Pengadaan rumahrumah sederhana dan rumah liar yang
dibangun oleh sektor masyarakat berpenghasilan rendah jumlahnya relatif banyak, tetapi
dengan kualitas dibawah standar pemerintah, ada yang berlokasi di pinggir-pinggir rel
kereta api, pinggir sungai bahkan di sekitar tempattempat pembuangan sampah.
Pemukiman di lokasi seperti ini biasanya kurang sehat sehingga akan menimbulkan
masalah lingkungan (Panudju, 1999).

Salah satu gejala yang terjadi pada lingkungan pemukiman yang kurang sehat
adalah penyakit infeksi parasit nematoda usus. Brown (1983), menyatakan bahwa
penyakit infeksi parasit nematoda usus banyak ditemui di daerah kumuh yang padat
penduduknya dan merupakan dampak atau masalah kesehatan. Akibat dari penyakit
infeksi parasit nematoda usus banyak menyangkut masalah kualitas hidup seperti yang
diungkapkan oleh Widjaya (2001), infeksi ini telah menyebabkan; manusia kehilangan
karbohidrat, protein dan darah yang cukup besar, menurunkan kemampuan fisik dan
ketajaman fikiran anak-anak, menurunkan produktivitas kerja orang dewasa dan
mengurangi daya tahan tubuh sehingga lebih rentan terhadap serangan penyakit-
penyakit lainnya.

2.4.2 Penyakit atau Masalah Kesehatan Akibat Trematoda

Infeksi terjadi dengan makan ikan yang mengandung metaserkaria yang dimasak
kurang matang. Ekskistasi terjadi di duodenum. Kemudian larva masuk di dektus
koledokus, lalu menuju ke saluran empedu yang lebih kecil dan menjadi dewasa dalam
waktu sebulan. Seluruh daur hidup berlangsung selama 3 bulan. Sejak larva masuk
disaluran empedu sampai menjadi dewasa, parasit ini dapat menyebabkan iritasi pada
saluran empedu dan penebalan dinding saluran. Selain itu dapat terjadi perubahan
jaringan hati yang berupa radang sel hati. Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul sirosis
hati disertai asites dan edema. Luasnya organ yang mengalami kerusakan bergantung
pada jumlah cacing yang terdapat disaluran empedu dan lamanya infeksi.

Gejala dapat dibagi menjadi 3 stadium. Pada stadium ringan tidak ditemukan
gejala. Stadum progresif ditandai dengan menurunya nafsu makan, perut terasa penuh,
diare, edema dan pembesaran hati. Pada stadium lanjut didapatkan sindrum hipertensi
portal yang terdiri dari pembesaran hati, ikterus, asites, edema, sirosi hepatis. Kadang-
kadang dapat menimbulkan keganasan dalam hati.

Karena cacing dewasa berada dalam kista di paru, maka gejala di mulai dengan
adanya batuk kering yang lama kelamaan menjadi batuk dara. Keadaan ini disebut
endemic hemoptysis. Cacing dewasa dapat pula bermigrasi kea lat-alat lain dan
menimbulkan abses pada alat tersebut (antara lain hati, limpa, otak, otot, dinding usus).

2.4.3 Penyakit atau Masalah Kesehatan Akibat Cestoda

Manusia yang Ususnya terdapat cacing pita dewasa , di usus halusnya itu
dipastikan Cacing pita tersebut pada Proglotid segmen terakhir yang masak “mature”
banyak mengandung telur yang sudah dibuahi membentuk Zygot. Dimana telur yang
ada di Proglotid itu dilepaskan (Fragmentasi) sehingga mengikuti sisa makanan ke usus
besar dan ke anus . Telur yang berada bersama kotoran itu bisa bertahan selama berhari-
hari atau berbulan bulan di lingkungannya .Gejala atau tanda terinfeksi cacing pita
antara lain : perut terasa mulas dan mual, kadang perih dan tajam menusuk-nusuk tetapi
akan hilang sesudah makan Selain itu muka pucat sering pusing kurang nafsu makan
feses berlendir.
BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Nematoda adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak bersegmen
dan tubuhnya bilateral simetrik, panjang cacing ini mulai dari 2 mm sampai 1 m.
2. Nematoda usus adalah salah satu jenis cacing parasit yang paling sering
ditemukan pada tubuh manusia. Infeksi yang disebabkan oleh cacing dinamakan
dengan cacingan.
3. Nematoda Jaringan/Darah adalah cacing nematoda yang yang hidup pada
saluran limfatik atau darah atau jaringan tubuh host atau inangnya. 
4. Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk seperti daun, dilengkapi
dengan alat-alat ekskresi,
5. Cestoda adalah salah satu contoh kelas dari Phyllum Platyhelminthes  Cestida
ini adalah Vermes atau Cacing yang lapisan embryonalnya Sudah bertipe
Triploblastik namun masih Triploblastik Acoelomata (triploblastik yang tidak
berongga pada kelika, embryonya, Zygot, sudah membelah, membungkus,
sekumpulan, sel, dan lain-lain di tempat ini.

4.2 Saran

Saran dari penulis untuk pembacaa adalah

1. Selalu waspada untuk melakukan kegiatan karna tanpa kita sadari banyak
macam-macam cacing yang dapat mengancam kehidupan kita
2. Menjaga pola hidup agar selalu sehat dan menjaga pola makan yang terartur
3. Selalu mencuci tangan setelah melakukan kegiatan diluar rumah, maupun
didalam rumah agar menghidari adanya mikro organisme yang masuk kedalam
tubuh.
Selain itu kami selaku penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan penulisan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Rouza, E., 2017. Prediksi Jenis Cacing Nematoda Usus Yang Menginfeksi Siswa
Dengan Menggunakan Metoda LVQ. Digital Zone: Jurnal Teknologi Informasi
dan Komunikasi, 8(2), pp.170-184. doi:
https://doi.org/10.31849/digitalzone.v8i2.642

Tangel, F., Tuda, J.S. and Pijoh, V.D., 2016. Infeksi parasit usus pada anak sekolah
dasar di pesisir pantai Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. eBiomedik,
4(1).

Yanto, M., Sovia, R. and Mandala, E.P.W., 2018. Jaringan syaraf tiruan perceptron
untuk penentuan pola sistem irigasi lahan pertanian di Kabupaten Pesisir Selatan
Sumatra Barat. Sebatik, 22(2), pp.111-115

Musthofa, M.U., Umma, Z.K. and Handayani, A.N., 2017. Analisis Jaringan Saraf
Tiruan Model Perceptron Pada Pengenalan Pola Pulau di Indonesia. Jurnal Ilmiah
Teknologi Informasi Asia, 11(1), pp.89-100

Jackson A, Ariza L, Feldmeier H. 2008. Prevalence and Risk Factorsof


HookwormRelated Cutaneous Larva Migrans in a Rural Community in Brazil.
Ann Trop Med Parasitol 2008; 102.pp.53-61.

World Health Organization. 2013.Week- ly Epidemiology Record.pp.257-268.

Brooker, S., Albonico, M., Geiger, SM, Loukas, A., Diemert, D., Hotez, PJ. 2006. Soil-
transmitted Helminth Infections: Ascariasis, Trichuriasis, and Hookworm. Lancet
367.pp.1521-1532.

WHO (World Health Organization), 2012. Soil Transmitted Helminthiases :


Eliminating Soil Transmitted Helminths as a Public Health Problem in Children :
Progress Report 2001-2010 and Strategic Plan 2011-2020. Publications of the
World Health Organization.

Anda mungkin juga menyukai