Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE SHOCK SYNDROME (DSS)

Di Susun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Keperawatan Gawat Darurat

OLEH :
DEWI PUJI PARWATI
NIM: 043-315-15-2-092

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JABAR
BANDUNG
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGUE SHOCK SYNDROME (DSS)

A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Dengue Fever (DF) adalah penyakit demam akut selama 2-7 hari dengan
dua atau lebih manifestasi berikut: nyeri kepala, nyeri perut, mual, muntah, nyeri
retro orbital, myalgia, atralgia, ruam kulit, hepatomegali, manifestasi perdarahan,
dan lekopenia.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang
disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan
renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan
oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. (Ngastiyah, 1995).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan tipe I – IV dengan infestasi klinis dengan 5
– 7 hari disertai gejala perdarahan dan jika timbul tengatan angka kematiannya
cukup tinggi (UPF IKA, 1994).
Dengue Hemoragik Fever (DHF) adalah kasus demam dengue dengan
kecenderungan perdarahan dan manifestasi kebocoran plasm. Demam berdarah
dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah demam dengue yang
disertai dengan pembesara hati dan manifestasi perdarahan. Demam Berdarah
Dengue (BDB) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh virus Dengue Family Flaviviride, dengan genusnya adalah
Flavivirus. Virus mempunyai empat serotype yang dikenal dengan DEN-1, DEN-
2, DEN-3, dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi
yang berbeda-beda tergantung dari sterotipe virus dengue. Mordibitas penyakit
DBD menyebar di negara-negara tropis dan sub tropis. Di setiap Negara penyakit
DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda.
Dengue Shock Syndrome (SSD) / Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah
kasus deman berdarah dengue disertai dengan manifestasi kegagalan sirkulasi/
syok/ renjatan. Dengue Shok Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi
pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue
(DBD).
Dengue Shok Syndrome bukan saja merupakan suatu permasalahan
kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas dan tiba-tiba, tetapi juga
merupakan permasalahan klinis. Karena 30 – 50 % penderita demam berdarah
dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan suatu kematian terutama
bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.

2. Etiologi
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3
dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat
dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk
dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak
dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel
Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990).
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies
lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan salah satu serotipe
akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi
tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan
virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk
Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan
di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan.
Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana
– bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di
luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun
dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih
menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi
hari dan senja hari. (Soedarto, 1990).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue
tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang
pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang
mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat
imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990).
3. Patofisiologi
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi
komplek imun Antibodi – virus pengaktifan tersebut akan membetuk dan
melepaskan zat (C3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan
merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu
hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi
hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas
dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek
imun antibodi – virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi
gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut
menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika
shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis
metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang
akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun
jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat
hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama
dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan
tubuh manusia sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi:
1. aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang
menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan
plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular,
2. agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan
kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel
trombosit muda dari sumsum tulang dan
3. kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi
faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan :
1. peningkatan permiabilitas kapiler;
2. kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan
kuagulopati (Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000).
4.PATHWAY :
5. Manifestasi Klinis
1.    Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan
berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang tidak spesifik misalnya
anoreksia. Nyeri punggung, nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan
rasa lemah dapat menyetainya. (Soedarto, 1990).
2.    Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan
umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif
mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura.
(Soedarto, 1990). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran
cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993).
Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang
hebat. (Ngastiyah, 1995).
3.    Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun
pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari
hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan
tejadi renjatan pada penderita . (Soederta, 1995).
4.    Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya
penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu :
 kulit lembab,
 dingin pada ujung hidung,
 jari tangan,
 jari kaki serta sianosis disekitar mulut.
Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan
prognosis yang buruk. (Soedarto, 1995).
Selain tanda dan gejala yang ditampilkan berdasarkan derajat penyakitnya,
tanda dan gejala lain adalah :
           Hati membesar, nyeri spontan yang diperkuat dengan reaksi perabaan.
           Asites.
           Cairan dalam rongga pleura (kanan).
           Ensephalopati : kejang, gelisah, sopor koma.
Gejala klinik lain yaitu :
 muntah – muntah
 Nyeri epigastrium
 diare maupun obstipasi
 kejang – kejang. (Soedarto, 1995).

6. Klasifikasi
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever
(DHF) dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
1.    Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umum tidak khas, uji taniquet hasilnya positif.

2.    Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala-gejala pendarahan spontan
seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis, melena,
perdarahan gusi telinga dan sebagainya.

3.    Derajat III


Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg) tekanan
darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik dibawah 80 mmHg.

4.    Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > – 140
mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya
menjadi 4 golongan, yaitu :
a.    Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari,
Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.

b.   Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan
seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
c.    Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(> 120 mmHg), tekanan darah  120 x/mnt ) tekanan nadi sempit (0/0) 
80/0  80/70  90/70  120/110  120/100  menurun, (120/80).
d.   Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung  140x/mnt)
anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

Derajat (WHO 1997) :


a.       Derajat I : Demam dengan test rumple leed positif.
b.   Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan spontan dikulit atau
perdarahan lain.
c.   Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,
tekanan nadi menurun/ hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan
pasien menjadi gelisah.
d.      Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diukur.

7. Pemeriksaan Penunjang
1.  Hasil laboratorium
     Trombosit menurun <100.000/ μ (pada hari sakit ke 3 – 7
     Hematokrit meningkat 20% atau lebih
     Albumin cenderung menurun
     SGOT, SGPT sedikit meningkat
     Asidosis metabolik pada lab BGA (pc02 < 35 – 40 mmHg, HCO3 menurun.
     Dengue blat 19m positif 19G positif pada hari ke 6.
     NS 1 positif
2.     Foto rontgen
Pemeriksaan foto thorax RLD (Right Lateral Dext) :
-          Efusi Pleura (PEI ………%)
3.     USG
Pada pemeriksaan USG biasanya ditemukan :
     Asites dan Efusi pleura
     Hepatomegali

8. Penatalaksaan Medis
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut
UPF IKA, 1994 ; 203 – 206 adalah :
1.    Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface
cooling”. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan
asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan pada :
 Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kali, 4 kali sehari.
 Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari.
 Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari.
 Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari.
2.    Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan
BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg
bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya.
3.    Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak –
banyaknya dan sesering mungkin.
4.    Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus
yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun
waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :
 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
5.    Obat-obatan lain :
 Antibiotika apabila ada infeksi sekunder lain.
 Antipiretik untuk anti panas.
 Darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.

Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut


UPF IKA, 1994 adalah :
1.    Belum atau tanpa renjatan (Grade I dan II) :
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan “surface
cooling”. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan asetaminofen,
asetosal tidak boleh diberikan pada :
 Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari.
 Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari.
 Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari
 Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari
Terapi cairan :
1)      Infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak dengan
BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB < 10 10 kg
bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu secukupnya
2)      Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum sebanyak-
banyaknya dan sesering mungkin.
3)      Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan infus
yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita dalam kurun
waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :
 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
 Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain, antipiretik untuk
anti panas, darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan hebat.

2.    Dengan Renjatan (Grade III) :


1)   Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan nadi
teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat) lanjutkan
dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan
infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan kebutuhan cairan
dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi dengan
sisa waktu (24 jam dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan).
Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan sebagai berikut :
 100 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 kg.
 75 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26 – 30 kg.
 60 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31 – 40 kg.
 50 ml/kgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41 – 50 kg.
2)      Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam keadaan
tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah, akral dingin
maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L
atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam dan dapat diulang maksimal
30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai
dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi
cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat mengatasi renjatan.
3)      Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1 jam
keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi
cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma
atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam.
Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.
Bila pasien sudah masuh dalam tahap DSS (Dengue Syok Syndrom)
yaitu pada grade 3 atau 4 maka penatalaksanaan yang terpentingadalah
pengelolaan cairan diantaranya adalah : Resusitasi volume pada DSS  Pilihan
cairan colume intra verkuler dan kemampuan menyumpal vaskuler. Cepat
mempertahankan volume vaskuler, bertahan lama didalam intra vaskuler
sehingga cepat mengatasi syok.
Hal – hal yang perlu dipertahankan dalam tubuh / cairan pada DSS :
1)   Kristaloid
      R / C
      NacL 0,9%
Tujuan : memperbaiki volume extra vaskuler seperti pada diare akut dengan
dehidrasi.
2)      Koloid
      HES
      Wida HES
      Voluven
      Fima HES, dll.
Efek yang menguntungkan :
 Dapat meningkatkan ankotik plasma.
 Dapat meningkatkan volume darah.
 Dapat membatasi kebocoran vaskuler
3)   Kolaborasi Medis Pemberian terapi /oksigen.
4)   Transfusi komponen darah
      Komponen yang biasa dipakai FFP : 15 cc / kg BB.
      Bila terdapat trombositopeni beratTrombosit konsentrit (Trombo <
30.000 / m3).
5)      Obat – Obatan (Kolaborasi Medis)
      Pemberian Antibiotika
      Pemberian obat antipiretik
      Imunoglobolin intravena (Gamaras)
      Bichat  Bila asidosis metabolik

B. KONSEP KEPERAWATAN

1.  Pengkajian
a.    Identitas : Umur, Alamat (daerah endemis, lingkungan rumah / sekolah ada
yang terkena DB)
b.   Riwayat Kesehatan
1)   Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat pengkajian) : panas,
muntah, epistaksis, pendarahan gusi.
2)   Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat
masuk rumah sakit) : kapan mulai panas?
3)   Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh pasien)
4)   Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetic
atau tidak)
5)   Riwayat tumbuh kembang: adakah keterlambatan tumbuh kembang?
6)   Riwayat imunisasi

c.       Pemeriksaan Fisik


1)      Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang
badan, usia)
2)      Pemeriksaan per system
a)      System persepsi sensori :
-       Penglihatan : edema palpebra, air mata ada/tidak, cekung/normal
-       Pengecapan : rasa haus meningkat/tidak, tidak lembab/kering
b)      System persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing
c)      System pernafasan : epistaksis, dispneu, kusmaul, sianosis, cuping hidung,
odem pulmo, krakles
d)     System kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat/tak teraba, kapilary
refill lambat, akral hangat/dingin, epistaksis, sianosis perifer, nyeri dada
e)      System gastrointestinal :
- Mulut : membrane mukosa lembab/kering, pendarahan gusi
- Perut : turgor?, kembung/meteorismus, distensi, nyeri, asites, lingkar perut?
- Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau, konsistensi,
darah, melena
f)       System integument : RL test (+)?, petekie, ekimosis, kulit kering/lembab,
pendarahan bekas tempat injeksi?
g)      System perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria/anuria

d.      Pola Fungsi Kesehatan


1)        Pola persepsi dan pemeliharaan kesenian : sanitasi?
2)        Pola nutrisi dan metabolism : anoreksi, mual, muntah
3)        Pola eliminasi :
- Bab : frekuensi, warna (merah?, hitam?), konsistensi, bau, darah
- Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir?, oliguria, anuria
4)        Pola aktifitas dan latihan
5)        Pola tidur dan istirahat
6)        Pola kognitif dan perceptual
7)        Pola toleransi dan koping stress
8)        Pola nilai dan keyakinan
9)        Pola hubungan dan peran
10)    Pola seksual dan reproduksi
11)    Pola percaya diri dan konsep diri
2.  Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue (viremia).
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari
intravaskuler ke ekstravaskuler.
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake inadekuat.
4. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan permeabilitas membran
meningkat.
5. Resiko cedera (perdarahan) berhubungan dengan trombisitopenia.

3.  Intervensi
1.    Hipertermi berhubungan dengan Proses Infeksi Virus Dengue (Viremia)
 Tujuan : Suhu tubuh normal kembali setelah mendapatkan tindakan
perawatan.

 Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37 °C, membran mukosa basah,


nadi dalam batas normal (80 – 100 x/mnt), Nyeri otot hilang.
 Intervensi :
a.    Berikan kompres (air biasa / kran). Rasional : mengurangi panas
dengan pemindahan panas secara konduksi. Air hangat mengontrol
pemindahan panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi atau
menggigil.
b.  Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500 – 2000 cc/hari
(sesuai toleransi). Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
akibat evaporasi.
c.   Anjurkan keluarga agar mengenakan pakaian yang tipis dan mudah
menyerap keringat pada klien. Rasional : Memberikan rasa nyaman dan
pakaian yang tipis mudah menyerap keringat dan tidak merangsang
peningkatan suhu tubuh.
d.   Observasi intake dan output, tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah) tiap
3 jam sekali atau lebih sering. Rasional : Mendeteksi dini kekurangan
cairan serta mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
e.    Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat antipiretik
sesuai program. Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien
dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk menurunkan
panas tubuh pasien.

2.    Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan Perpindahan Cairan Dari


Intravaskuler Ke Ekstravaskuler
 Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan / Tidak terjadi syok
hipovolemik.
 Kriteria : Input dan output seimbang, Vital sign dalam batas normal (TD
100/70 mmHg, N: 80 – 120 x/mnt), Tidak ada tanda presyok, Akral
hangat, Capilarry refill < 3 detik, Pulsasi kuat.
 Intervensi :
a.  Observas vital sign tiap 3 jam / lebih sering. Rasional : Vital sign
membantu mengidentifikasi fluktuasi cairan intravaskuler
b. Observasi capillary Refill.Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi
perifer
c.    Observasi intake dan output. Catat jumlah, warna, konsentrasi, BJ
urine. Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan
BJ diduga dehidrasi.
d.   Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari (sesuai toleransi).
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh peroral
e.    Kolaborasi : Pemberian cairan intravena, plasma atau darah. Rasional :
Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk mencegah terjadinya
hipovolemic syok.
3.    Ketidak Seimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan
dengan Intake In Adekuat
 Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi.
 Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat
badan, Nafsu makan meningkat, porsi makanan yang disajikan mampu
dihabiskan klien, mual dan muntah berkurang.
 Intervensi :
a.  Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Rasional :
Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
b.    Observasi dan catat masukan makanan pasien. Rasional : Mengawasi
masukan kalori/kualitas kekurangan konsumsi makanan.
c.  Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan). Rasional : Mengawasi
penurunan BB / mengawasi efektifitas intervensi.
d.   Berikan / Anjurkan pada klien untuk makanan sedikit namun sering dan
atau makan diantara waktu makan. Rasional : Makanan sedikit dapat
menurunkan kelemahan dan meningkatkan masukan juga mencegah
distensi gaster.
e.    Berikan dan Bantu oral hygiene. Rasional : Meningkatkan nafsu makan
dan masukan peroral.
f.     Hindari makanan yang merangsang (pedas / asam) dan mengandung
gas. Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.
g.    Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penting nutrisi/ makanan bagi
proses penyembuhan.
h.    Sajikan makanan dalam keadaan hangat.
i.      Anjurkan pada klien untuk menarik nafas dalam jika mual.
j.      Kolaborasi dalam pemberian diet lunak dan rendah serat.
k.    Observasi porsi makan klien, berat badan dan keluhan klien.

4.    Resiko Syok Hipovolemik berhubungan dengan Permeabilitas Membran


Meningkat
 Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik.
 Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal.
 Intervensi :
a.   Monitor keadaan umum pasien. Rasional : Untuk memonitor kondisi
pasien selama perawatan terutama saat terjadi perdarahan. Perawat
segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok.
b.   Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih. Rasional : Perawat perlu
terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok
/ shock.
c.    Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera
laporkan jika terjadi perdarahan. Rasional : Dengan melibatkan psien
dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera diketahui dan
tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
d.   Kolaborasi : Pemberian cairan intravena. Rasional : Cairan intravena
diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat.
e.  Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo. Rasional : Untuk
mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan
untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.

5.      Resiko Cedera (Perdarahan) berhubungan dengan Trombisitopenia


 Tujuan : Tidak terjadi perdarahan selama dalam masa perawatan.
 Kriteria : TD 100/60 mmHg, N: 80 – 100 x/menit reguler, pulsasi kuat,
tidak ada perdarahan spontan (gusi, hidung, hematemesis dan melena),
trombosit dalam batas normal (150.000/uL).
 Intervensi :
a. Anjurkan pada klien untuk banyak istirahat tirah baring (bedrest).
Rasional : Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
terjadinya perdarahan.
b.    Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang bahaya yang
dapat timbul akibat dari adanya perdarahan, dan anjurkan untuk segera
melaporkan jika ada tanda perdarahan seperti di gusi,
hidung(epistaksis), berak darah (melena), atau muntah darah
(hematemesis). Rasional : Keterlibatan pasien dan keluarga dapat
membantu untuk penaganan dini bila terjadi perdarahan.
c.    Antisipasi adanya perdarahan : gunakan sikat gigi yang lunak, pelihara
kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah
dan Observasi tanda-tanda perdarahan serta tanda vital (tekanan darah,
nadi, suhu dan pernafasan). Rasional : Mencegah terjadinya perdarahan
lebih lanjut.
d.   Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium secara berkala (darah
lengkap). Rasional : Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat
diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan
perdarahan yang dialami pasien.
e.    Monitor tanda-tanda penurunan trombosit yang disertai tanda klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda adanya kebocoran
pembuluh darah yang pada tahap tertentu dapat menimbulkan tanda-
tanda klinis seperti epistaksis, ptike.
f.     Monitor trombosit setiap hari.
g.    Kolaborasi dalam pemberian transfusi (trombosit concentrate).
DAFTAR PUSTAKA

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume


2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).
Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas
Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI.
Jakarta.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Soedarto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga.
Surabaya.
(1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas
Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya

Anda mungkin juga menyukai