Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

Sasta anak menurut Hunt adalah bacaan yang dibaca oleh, yang dikhususkan dan cocok pula
untuk memuaskan sekelompok anggota yang kini disebut anak. (Witakania, 2008 : 8) berdasar
penuturan tersebut sastra anak merupakan suatu karya sastra yang pembacanya lebih khusus
ialah anak namun terkadang ada beberapa karya sastra anak yang pula dibaca oleh orang dewasa,
dari segi pembaca maupun penulisnya sastra anak pun dapat ditulis oleh keduanya baik oleh anak
maupun orang dewasa yang mengabdikan karyanya bagi anak. Ciri yang khas dari kesusastraan
ini aalah alur cerita dan gaya bahasa yang disesuaikan dengan pola pikir anak yang penuh
imajinasi, spontan maupun hal – hal yang tak terduga lainnya.
Dalam perkembangannya sastra anak memiliki pembagian waktu pembacanya berdasarkan usia
hal ini disebabkan bahwa tingkat kecerdasan anak dan kemampuan anak dalam membaca tentu
berbeda berdasar jenjang usiannya. Anak – anak yang mewakili sifat spontanitas ini dapat
menjadi acuan dalam sebuah penciptaan karya yang ditujukan bagi anak, sebab pada masa kanak
itulah mengutip perkataan Exupery dalam karyanya yang berjudul Pangeran Kecil ia meminta
maaf secara khusus bagi anak – anak sebab karya tersebut akhirnya ditujukan pada orang dewasa
yang sudah mulai tak mengenali lagi dirinya di masa kanak – kanak, kehilangan warna – warna
norak yang pada masa lalu merupakan warna yang muncul di kepalanya dan imajinasi –
imajinasi yang menyusut seiring pertambahan usia dan beban hidup yang dijalaninya. Dari
penuturan tersebut jelas bahwa sebenarnya anak memiliki dunia yang sungguh mengesankan dan
dalam dunia tersebut tentu ada hal – hal yang akan hilang ketika seorang anak tumbuh dewasa.
Selain pernyataan dari Exupery tersebut, menurut penulis karya sastra anak merupakan salah satu
medium pembelajaran bagi anak yang dapat diaplikasikan dalam dunia nyatanya dan dekat
dengan hal – hal tersebut semisal pembangunan karakter seorang anak dapat dinilai dari
kemampuan membacanya di usia dini, hal itu pula yang hendak penulis garis bawahi mengenai
minat membaca di Indonesia, pada tahun 2016 menurut sebuah data yang dihimpun dari survei
most litered nation in the world ternyata Indonesia menempati peringkat ke-60 dari total 61
negara partisipan. Tentu hal ini menjadi tamparan bagi semua pihak yang terlibat yang kali ini
lebih dikhususkan bagi para orang tua yang mungkin sangat kurang memberikan pendidikan
melalui membaca, jika dilihat kondisi yang ada sarana peasarana untuk menjnjang kegiatan
membaca sudah dirasa cukup sehingga peran orang tua maupun kesadaran diri akan membaca
memang harus lebih ditingkatkan kembali.
Kembali kepada pokok utama bahasan, penulis mengambil tema sastra anak sebagai pembangun
karakter anak di Indonesia, serta kesamaan pesan yang ada dalam sebuah kumpulan dongeng
ciptaan Leo Tolstoy yang berjudul “Si Kecil Filip Pergi Ke Sekolah. Kumpulan Enam Puluh
Dongeng Rusia” yang telah dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh
penerbit GRANIT pada tahun 2004. Penulis memilih naskah tersebut sebab menurut penulis
maskah tersebut mampu mewakili pendidikan pertama yang diterima anak melalui bacaannya,
selain itu kesamaan pesan dan bentuk – bentuk citraan yang menjadikan buku ini menarik untuk
dibicarakan.

METODE PENELITIAN

Proses pertama dalam menulis ulasan mengenai suatu karya sastra adalah dengan membacanya,
temtu hal ini menjadi penting sebab tanpa membacanya maka ulasan yang dibentuk menjadi
ulasan yang tak mempunyai isi atau makna yang kuat. Kemudian pencarian data – data mengenai
karya dapat dilakukan dengan mencari sumber – sumber bantuan untuk proses pembedahan
karya tersebut. Dalam hal ini penulis hendak mencari tahu mengenai kecenderungan pengarang
dalam pemilihan citraan – citraan yang ada dalam naskah ini. Sehingga untuk menuju hasil
tersebut penggunaan teori sangat berpengaruh bagi penulis dalan menyelesaikan tulisan ini.
Dalam penyusunan tulisan ini penulis hendak menggunakan teori pembedahan karya melalui
kajian semiotika. Semiotik sendiri adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Hoed,
1992 : 2) tanda adalah sesuatu yang mewakili hal lainnya meliputi pengalaman, perasaan,
gagasan, dan lain – lain.
Penggunaan teori ini didasari oleh ketertarikan penulis pada naskah yang ditulis oleh Tolstoy ini
adalah penggunaan simbol – simbol yang berkaitan erat dengan kultur negaranya Rusia, seperti
penggunaan hewan beruang dalam naskah ini yang juga menjadi simbol dari negara Rusia.
Selain hal tersebut juga tanda mengenai bahasa yang digunakan oleh penterjemah dalam
mengalih bahasakan naskah ini dari bahasa dan kebudayaan aseli ke bahasa dan kebudayaan di
Indonesia. Selain menggunakan teori kajian semiotik tersebut penulis hendak menyampaikan
beberapa kesamaan yang terjadi dari naskah ini dengan beberapa contoh dongeng yang berasal
dari Indonesia apakah ada keterkaitan di antaranya,

PEMBAHASAN

Buku dongeng karangan Tolstoy ini menceritakan tentang keinginan seorang anak yang usiannya
belum cukup namun berkeinginan untuk masuk ke sebuah sekolah karena dia melihat
kesenangan kesenangan yang teman teman maupun kakaknya dpat dari sekolah, dalam ulasan
tersebut sebenarnya sekolah menjadi menarik bagi anak namun bila ulasan tersebut ada di
Indonesia saya rasa kurang tepat sebab bila melihat sistem pendidikan yang ada di sini sangatlah
kurang untuk mencari sosok anak seperti Filip tersebut, kecenderungan yang terjadi banyak anak
yang bersekolah adalah buah keinginan dari orang tua anak tersebut tidak seperti yang
diceritakan Tolstoy bahwa orang tua Filip pun pada awalnya melarang karena ia dianggap belum
siap untuk memasuki jenjang pendidikan, sebenarnya ke khawatiran kekhawatiran tersebut pula
yang kini terasa di indonesia. Namun berbeda hal dengan kenyataan di Indonesia kebanyakan
orang tua memasukkan anak ke lingkung pendidikan sebagai bentuk pencarian eksistensi si
orang tua tersebut karena tidak ingin dianggap ketinggalan dengan yang lain padahal secara
psikologis anak tersehut tidak siap yang akhirnya berimbas pada proses pembelajaran anak itu
sendiri. Keinginan anak yang kuat dalam dongeng ini khususnya Filip sendiri yang akhirnya ia
datang ke sekolah meskipun pada awalnya takut namun ternyata ia mampu mengikuti kegiatan
disekolah dengan baik, bahkan sang dapat mematahkan kekhawatiran dari ibunya sebab Filip
yang umurnya nelum cukup. Tanda yang dapat penulis tangkap dari dongeng dengan judul Filip
adalah tanda mengenai bagaimana anak dengan keinginannya yang kuat sebenarnya adalah anak
yang mungkin akan yumbuh menjadi anak yang cerdas sebab keaktifannya semasa kanak –
kanak, namun hal tersebut tak selalu positif mengingat dalan proses pembelajaran faktor
cukupnya usia memang dibutuhkan hal itu dimaksudkan untuk anak dapat menyerap materi ajar
dengan baik sehingga mampu menerapkan apa yang ia dapat di lingkungannya.
Selain dongeng Philip dalam buku ini terdapat banyak judul yang kebanyakan membawa unsur
unsur yang berkaitan erat dengan simbol simbol asal pengarang tersebut seperti banyaknya cerita
tentang beruang yang mana di negara Russia sendiri beruang menjadi simbol negara tersebut.
Selain beruang tentu masih ada lagi namun saya belum sepenuhnya mengerti tentang kebudayaan
di sana. Akhirnya dalam kumpulan dongeng ini saya menemukan banyak kesamaan dengan
dongeng dongeng yang ada dalam negara Indonesia seperti pesan yang di sampaikan, yang pada
inti dari keduannya adalah pembentukan pemikiran bahwa yang baik akan selalu menang dan
yang jahat akan dikalahkan oleh yang baik, namun ada beberapa bagian dongeng yang menarik
sebab untuk penokohannya tidak seorang manusia melainkan seekor binantang di sana juga
menjadi salah satu simbol bahwa manusia jika di balik keadaannya menjadi binatang mungkin
sama saja dengan anggapan manusia terhadap binatang saat ini. 
Kumpulan dongeng ini menjadi penting dalam perkembangan karakter seorang anak dalam
proses pembelajarannya sebab bisa jadi dengan membaca dongeng dongeng ini anak akan
menemukan pemahaman baru mengenai lingkungan yang ada di sekitarnya dan dunia yang dekat
dengannya.
Pada bagian dari dongeng ini penulis menemukan hal yang menarik yaitu kecenderungan
pengarang dalam membangun sebuah cerita dengan menggunakan tokoh selain manusia, dalam
naskah ini penulis menggaris bawahi penggunaan Beruang sebagai citraan mahluk hidup selain
manusia yang pengarang membangun cerita nya dengan terbalik yaitu manusia diposisikan
dalam salah satu dongengnya sebagai hewan dan Beruang adalah para tokoh utamanya. Jika
melihat pada sejarahnya penggunaan beruang sebagai simbol negara Rusia karena beruang
menjadi salah satu hewan endemik yang banyak tersebar di hutan – hutan Rusia terutama jenis
beruang Griy, yaitu beruang dengan struktur tubuh yang besar dan menyeramkan. Dari
penjelasan tersebut penulis menyimpulkan bahwa beruang(Grizly) mencerminkan sifat dari
orang – orang Rusia itu sendiri yang terkenal bertubuh nesar, gempal dan sedikit menyeramkan
serupa dengan Beruang yang banyak mendiami wilayahnya dan menjadi pemuncak rantai
makanan di sana.
Salah satu simbol tersebut dapat pula penulis maknai sebagai bentuk satire(sindiran) dari
pengatang kepada manusia – manusia yang terus menerus membabat hutan demi kepentingan
industrinya tanpa mempertimbangkan kelangsungan hidup hewan yang menghuni hutan tersebut,
sebab dalam dongeng tersebut digambarkan ada seorang manusia yang menerobos masuk
kedalam sebuah kediaman keluarga beruang dan merusak apa yang ada dalam rumag beruang
tersebut mulai dari meja makan sampai di kamarnya. Ini menjadi indikasi bahwa sikap manusia
zaman ini yang dirasa sudah melebihi sikap dari seekor hewan sekalipun dan hewan menjadi
lebih beradab. Pada naskah ini memang penggunaan hewan sebagai tokohnya dinilai juga
berkaitan dengan kultur budaya dari Rusia itu sendiri yang disampaikan oleh Tolstoy melalui
karyanya ini. Hubungan antara tanda yang ada dalam naskah dongeng tersebut menurut penulis
menjadi satu identitas yang khas pula bahi Tolstoy, sebab dalam naskahnya tersebut banyak
pesan yang disampaikan melalui tokoh – tokohnya yang berwujud binatang, namun tidak semua
pesan utamannya disampaikan oleh hewan, manusia pun turut menjadi pembawa pesan akan
kebaikan yang hendak dituliskan pengarang pada karyanya kepada anak – anak yang ada di
manapun sebagai bekal untuknya dalam mengarungi bahtera hidup yang bergejolak.
Selain dongeng tersebut ada pula dongeng lain dalam kumpulan ini yang menjelaskan tanda yang
ada sebagai cerminan kondisi masyarakat pada umumnya yaitu pada dongeng tentang petani
yang bekerja di tengah hutan, suatu ketika ia bertemu dengan orang yang tersesat di hutan dan
mengantarnya ke pedesaan, setibanya disana orang yang tersesat bertanya pada tani itu,
pernahkah ia melihat sang raja, belum jawabnya lalu orang gersebut berkata, bahwa sampai
dilapangan nanti kau akan melihat sang raja. Ternyata benar saat sampai di lapangan orang orang
yang semula memakai topinya melepas topi dan memberi hormat kepada sang raja, tentu petani
itu bingung lalu bertanya kembali kepada orang tersebut, orang tersebut menjawab orang orang
itu melepas topi karena mereka tahu salah satu di antaa kita adalah raja. Dari dongeng tersebut
penulis memaknai topi sebagai tanda untuk menunjukkan sebuah gelar kebangsaan seorang taja,
bisa dianalogikan sebagai mahkota yang dikenakan oleh raja sehingga ketika orang yang tersesat
dihutan tersebut dapat keluar dari hutan dia tak melepas topi yang dikenakannya sampai orang –
orang melihat dirinya. Topi juga selain dapat dijelaskan sebagai simbol bahwa orang yang
memakainya di saat itu merukapan orang yang punya kedudukan tertinggi di masyarakat sebab
dalam aturan sehari hari pun ketika bertemu dengan orang yang tingkat kedudukannya di
masyarakat lebih tinggi maka disarankan untuk melepas topi yang tengah dipakai sebagai bentuk
penghormatan kepada orang tersebut.
Selain teks dalam buku dongeng ini pula terdapat beberapa ilustrasi sebagai pelengkap sebuah
naskah sastra anak, ilustrasi – ilustrasi ini keseluruhan merupakan buatan sang pengarang sendiri
dengan maksud melengkapi kekuatan naskahnya, ilustrasi yang digambarkan oleh pengarang
menurut saya menarik sebab sebagai buku anak beberapa ilustrasi mungkin cenderung kurang
diminati oleh anak sendiri sebab penggunaan garis dan warna yang terlalu sederhana sehingga
kurang dapat mewakili sifat anak – anak yang ceria, namun ada pula beberapa ilustrasi yang
menurut penulis sanggup mewakili perasaan pembacanya dan menyampaikan pesan dalam
dongeng tersebut. Kumpulan dongeng ini oleh beberapa pihak dianggap tidak menurunkan bobot
kepenulisan pengarangnya, sebab melalui buku dongeng ini malah menunjukkan sifat simpatik
pengarang terhadap kecintaannya terhadap dunia anak yang menyenangkan, tanpa beban pikiran
dan berwarna tidak seperti kehidupan orang dewasa yang dinilai terlalu membosankan karena
sudah tercampur dengan berbagai urusan – urusan yang ruwet dan kurang menarik jauh dari
inajinasi – imajinasi masa kecil yang semarak.
Namun kuta pun tidak berhak untuk marah ketika kita tumbuh dewasa sebab semua itu adalah
proses alamiah manusia yang lahir danterus tumbuh sampai nanti akhirnya kembali lagi kepada
asalnya yaitu Tuhan. Selain mengenai simbol – simbol buku dongeng ini pun memiliki kesamaan
pesan dengan kebanyakan buku dongeng yang ada di Indonesia setidaknya hal itu dapat dilihat
dari sebagian isi buku tersebut yang selalu berakhir bahagia dan kebanyakan tulisannya
mengandung pesan sebagai modal anak mengenal lingkungan sekitar dengan asas atau norma
yang telah ada di masyarakat seperti kejujuran, sikap kepahlawanan, kesopanan dan lain
sebagainya, sebagai contoh kesamaan tersebut bila melihat kedalam kekayaan sastra anak di
Indonesia sendiri tentu kita dapat menyimpulkan bahwa kebanyakan sastra anak memang
diciptakan dengan tujuan seperti itu, yaitu sebagai pembentuk karakter anak melalui apa yang ia
baca, menanamkan nilai – nilai kejujuran yang semakin lama semakin ditinggalkan oleh
beberapa anak juga sifat – sifat yang membangun karakter anak menuju kesadarannya akan
perbuatan yang benar atau salah di sekitarnya.

Anda mungkin juga menyukai